Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………..……………...i
KATA PENGATAR…………………………………………………..….……….ii
DAFTAR ISI….......................................................................................………….1

BAB 1......................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................3

A. Latar Belakang.................................................................................................3

B. Rumusan Masalah………………………..…………………………...……..3

C. Tujuan..............................................................................................................4

BAB II......................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................5

A. Definisi Mastitis............................................................................................5
B. Faktor Resiko.................................................................................................7
C. Etiologi..........................................................................................................8
D. Tanda dan Gejala………………………………………………………….10
E. Patofisiologi……………………………………………………………….11
F. Komplikasi dan Prognosis…………...……………………………………11
G. Penatalaksanaan…………………………………………………………..12
H. Pencegahan………………………………………………………………..16
I. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………18
J. Asuhan Kebidanan…………………………………………………………19
K. Diagnosa Keperawatan……………………………………………………26
L. Intervensi keperawatan……………………………………………………27
M. Implementasi dan Evaluasi……………………………………………….30
BAB III..................................................................................................................32

PENUTUP..............................................................................................................32

A. Kesimpulan....................................................................................................32

1
B. Saran..............................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara
yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi melalui
luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah
(Prawirohadjo, 2001). Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai
atau tidak disertai dengan infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi,
sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-
kadang keadaan ini dapat menjadi fatal apabila tidak diberi tindakan yang
adekuat.Mastitisjuga seringkali disebut sebagai abses payudara, dimana terjadi
pengumpulan nanah lokal di dalam payudara. Keadaan ini menyebabkan beban
penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar untuk
pengobatannya. Penelitian terbaru juga ada yang menyatakan bahwa mastitis
dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui menyusui.
Pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang kurang
benar merupakan penyebab yang penting, tetapi pada kenyataannya saat ini masih
banyak petugas kesehatan yang menganggap bahwa mastitis masih sama dengan
infeksi payudara. Mereka sering tidak mampu membantu pasien mastitis untuk
terus menyusui, dan mereka bahkan mungkin menyarankan pasien tersebut untuk
berhenti menyusui, yang sebenarnya hal tersebut tidak perlu.
Makalah ini disusun untuk menyajikan informasi tentang konsep dasardan
asuhan keperawatanmastitis laktasional, untuk menuntun penatalaksanaan praktik
yang tepat sehingga pasien mastitis masih dapat mempertahankan agar tetap dapat
memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan devinisi Mastitis?
2. Bagaimana mengetahui etiologi Mastitis?
3. Bagaimana mengetahui tanda dan gejala mastitis?

3
4. Bagaimana mengetahui patofisiologi mastitis?
5. Bagaimana mengetahui komplikasi dan prognosis mastitis?
6. Bagaimana cara pengobatan mastitis?
7. Bagaimana cara pencegahan mastitis?
8. Bagaimana cara mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis?
9. Bagaimana Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
mastitis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi mastitis.
2. Untuk mengetahui etiologi mastitis.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala mastitis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi mastitis.
5. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis mastitis.
6. Untuk mengetahui pengobatan mastitis.
7. Untuk mengetahui pencegahan mastitis.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Mastitis
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri
biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.Pada infeksi
yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah
di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3
minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu
(Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi
fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan
nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis.
Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah berat (Sally I,
Severin V.X, 2003 dalam Anonim, 2013).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada
payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran
darah. Tanda–tanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai
kenaikan suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri
perabaan, mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 3–4 minggu
masa nifas. Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan
sesudah menyusui; menyusui pada payudara yang tidak sakit; kompres dingin
sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara, berikan
antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa
tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus
hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada
minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini
adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang

5
buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan
bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya
(Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan
mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang
diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui
puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic,
mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat
jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah
sebagai berikut (Bertha, 2002 dalam Djamudin, 2009):
1. Mastitis Puerparalis Epidemik
Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali
bayi dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen.
Masalah ini paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang
atau bekesinambungan strain resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian
atau seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun
proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam
2–3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan
respons peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat
disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi
ASI sangat berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari
(<400 ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi
oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara

6
normal, ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
B. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis (Prasetyo,
2010), yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada
wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat
teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko
mengalami mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal
itu akan memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan
dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan
dalam payudara.
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam
pengeluaran ASI yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis
ASI.
g. Trauma
Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak
jaringan kelenjar dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan
mastitis.

7
C. Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal
dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau
retakan di kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang
menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa
minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara
(Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi
mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara
bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan
peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran
air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan
payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah
stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang
dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.
Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis
diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI
yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi
infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media
pertumbuhan bakteri.

8
Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang
pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari
payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari
payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi
yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat
membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang
benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai
berikut:Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras
yang nyeri tekan, dan tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik
saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI
setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:
lemah, nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius,
ada luka pada puting  payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan
atau mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara membengkak,
mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi peningkatan kadar natrium
sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa asin. Mastitis
infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan antibiotik
sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa
sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa
menjadi pembentukan abses.

9
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang
terasa nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi
rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa
dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama
dengan payudara yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang
membengkak karena sumbatan saluran ASI antara lain :
 Payudara terasa nyeri
 Teraba keras
 Tampak kemerahan
 Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti
pecah–pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena
sumbatan tanpa infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak
demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta
merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan
permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit
pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka
hal tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).

10
E. Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi
karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses
infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal.
Namun karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini
membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan
lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa
komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi
hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang
duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus
aureus dan Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi
akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikanport de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah
infeksi pada jaringan mammae.

F. Komplikasi dan Prognosis


1. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi
karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah
payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi,
maka kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih
3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG
payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang
terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang

11
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar
terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu
harus mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat
abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan
jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat
atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum,
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress.
Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan
antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa
menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur
seperti candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu
mendapat terapi antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan
nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI.
Diantara waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal. Puting
mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan bayi perlu
mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin
krim yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai
bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.
2. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan
segera. Dan keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau
dilakukan tindakan yang adekuat.

G. Penatalaksanaan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi

12
antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena
biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis
cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi antibiotik.Sebelum pemberian
penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis
benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian
dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-
duktus tersebut.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit
dan membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan
pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus
diyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan,
bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan
bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun
fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua
tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan
membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan
bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi
menghendaki, tanpa pembatasan
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai
menyusui dapat dimulai lagi
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:

13
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan
infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI
diperbaiki maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap
Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif,
sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari
payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri
antibiotik ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:


 Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6
jam selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari
selama 10 hari.
 Bantulah ibu agar tetap menyusui
 Bebat/sangga payudara

14
 Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan
nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap
4 jam dan lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter
antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila
badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk
bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan
menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit,
istirahat yang cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh
menjadi sehat kembali. Disamping itu, makan dan minum yang bergizi,
minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam, biasanya
rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan
mampu beraktivitas seperti semula
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi
inflamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat.
Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat
meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki
pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan
kompres hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan
membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan.
Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4
kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan,
sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara
yang terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.

15
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan).
 Diperlukan anestesi umum.
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya
tidak mendorong saluran ASI.
 Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari
tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan
nanah, serta dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri
dapat diberikan obat pereda nyeri (misalnya acetaminophen atau
ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk ibu menyusui dan bayinya.

H. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan
sebagai berikut (Soetjiningsih, 1997):
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya

16
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah
robekan/luka pada puting susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya mastitis, yaitu:
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
 Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
 Menyusui dengan posisi yang benar;
 Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
 Makan dengan gizi yang seimbang;
b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui,
membatasi, mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis
ASI antara lain:
 Penggunaan dot;
 Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
 Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi
siapuntuk menghisap payudara yang lain;
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
 Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
 Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c. Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara
yangpenuh dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
 Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh
bayinya untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada
punting susu.
 Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas.
 Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan
ASI

17
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASI
Ibu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan:
 Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
 Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
 Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena,
berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap
daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari
daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih
baik selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu
mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
 Nyeri/puting pecah-pecah
 Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
 Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi
melepaskan payudara)
 Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
 Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak
cukup
 Pengenalan makanan lain secara dini
 Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh
dan sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini,
diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting
untuk mengurangi infeksi rumah sakit.

I. Pemeriksaan Penunjang

18
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas
dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro,
2005). Namuan World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan
kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:
a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik
dalam 2 hari;
b. terjadi mastitis berulang;
c. mastitis terjadi di rumah sakit; dan
d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus
dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang
dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur.

J. Asuhan Kebidanan
1. Pengkajian
a. Identitas klien :
Nama : Jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehari-
harinya agar tidak salah pasien ketika memberikan
perawatan.
Umur : Wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami
mastitis daripada wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan
di atas 35 tahun. Umur <21 tahun diperkirakan bahwa alat-
alat reproduksinya masih belum matang, mental dan
psikisnya juga belum siap. Sedangkan umur >35 tahun akan
rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. Hal
tersebut akan memicu terjadinya mastitis ini.

19
Suku : Berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari,
khususnya dalam hal teknik menyusui dan perawatan
payudara.
Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam
membimbing dan mengarahkannya lebih mudah.
Pendidikan : Biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan
banyak yang mengalami penyakit ini dikarenakan
mereka tidak mengetahui tentang penyakit serta
pengobatan dan teknik perawatan payudara yang benar
untuk kesehatan. Selain itu aspek pendidikan juga akan
mempengaruhi dalam tindakan keperawatan yang akan
diberikan, sehingga perawat dapat memberi asuhan
keperawatan dan konseling yang sesuai dengan kondisi
pasien.
Pekerjaan : Wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita
karier) saat mempunyai kewajiban untuk menyusui
anaknya adalah termasuk kelompok yang berisiko
tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan oleh
kesibukan kerjanya ini akan menjadi penghambat
pengeluaran ASI sehingga menimbulkan terjadinya
stasis ASI yang dapat menjadi salah satu pencetus
penyakit mastitis ini.
Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk
mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonomi
pasien, karena hal itu dimungkinkan dapat
mempengaruhi dalam pemenuhan gizi pasien yang
memungkinkan timbulnya penyakit mastitis ini.
Alamat : Perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan
kunjungan rumah post perawatan

b. Riwayat kesehatan

20
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya
faktor-faktor predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang
rendah, sehingga dapat dengan mudah mengalami infeksi
utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi yang tidak
adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga
dapat memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada
payudara juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis karena
adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran susu. Selain itu juga
dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti stasis ASI
karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di area puting
susu dan penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat
menjadi penyebab terjadinya mastitis, dimana hal-hal tersebut
kemungkinan besar adalah merupakan hal yang sering sekali
diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan
sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38
derajat celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah
mammae, bengkak dan merah pada mammae. Jika tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul
berbagai komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan
infeksi jamur. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan
yang tepat, misalnya memberikan info tentang perawatan payudara,
teknik menyusui yang benar, dsb.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.

c. Pengkajian Keperawatan
1) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

21
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri
yang sering muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal,
dimana tidak perlu mendapatkan perhatian khusus untuk
penanganannya. Pasien dengan mastitis biasanya kebersihan
badannya kurang terjaga terutama pada area payudara dan
lingkungan yang kurang bersih.
2) Pola Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya
mastitis. Dengan adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka
akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar natrium dalam
ASI, sehingga bayi tidak mau menyusu pada ibunya karena ASI
yang terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan ASI dalam payudara (Stasis ASI) yang dapat memicu
terjadinya mastitis.
Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami
mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu
akan memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan
nutrisi juga seringkali menurun akibat dari penurunan nafsu makan
karena nyeri dan peningkatan suhu tubuh.
3) Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang
spesifik akibat terjadinya mastitis.
 Tidak ada nyeri saat berkemih
 Konsistensi dan warna normal
 Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi
: >38 derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan
mengalami penurunan aktivitas karena lebih fokus pada gejala
yang muncul.
5) Pola Tidur dan Istirahat

22
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh
nyeri. Pasien akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
6) Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada
hanya nyeri biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang
mengetahui dapat terjadi penurunan harga diri.
7) Pola Persepsi Diri
Tidak ada gangguan.
8) Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan
pasien pasti akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga
untuk pemenuhan kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi
menjadi prioritas.
9) Pola Peran dan Hubungan
Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.
10) Pola Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.
11) Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga
tergantung pada masing-masing individu, kadangkala ada individu
yang lebih rajin ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.namun
di lain sisi juga ada individu yang karena sakit itu, ia malah
menyalahkan dan menjauh dari Tuhan.
d. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
 Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya
baik.
 Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat
kesadarannya adalah compos mentis.
 Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
2. Pemeriksaan Fisik Head to too

23
a) Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan
normal 120/80 mmHg
 Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-
110/menit. Dimna normalnya 60-80/menit.
 Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi
pernafasan mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana
normalnya 16-20x/menit.
 Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi
peningkatan suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada
ibu dengan mastitis, suhu mengalami peningkatan sampai
39,5ᵒ C.
b) Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga
perlu pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara.
c) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu
dengan mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
d) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
e) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana
anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
mastitis, karena seseorang dengan anemis akan mudah
mengalami infeksi.

f) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-).
Tidak ada gangguan pada area ini.
g) Mulut

24
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada
gangguan pad area ini.
h) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada
gangguan ada area ini.
i) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1.
Tidak ada gangguan pada area ini.
j) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau
perubahan fisik.
k) Kelenjar getah bening
Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi
pembesaran. pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi
yang sama dengan payudara yang terkena mastitis.
l) Panyudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat,
gambaran pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit,
terdapat lesi atau luka pada puting panyudara, panyudara teraba
keras dan tegang, panyudara teraba hangat, terlihat bengkak,
dan saat di lakukan palpasi terdapat pus.
m) Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-),gerakan dinding dada simetris.
Tidak ada gangguan pada derah toraks.
 Cordis:
 Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
 Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
 Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
 Pulmo:
 Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

25
 Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),Suara
tambahan: (-/-)
n) Abdomen
Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada
karena post partum sehingga pembesaran fundus masih
terlihat.
 Auskultasi: bising usus (+) normal
 Perkusi: tympani
 Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
e. Pemeriksaan penunjang
Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan
pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan jumlah sel darah putih
(SDP) meningkat karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada
pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri penyebab
mastitis. Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut juga digunakan
untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denganterhentinya
menyusui sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan
4. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
akibat penyakit
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

26
L. Intervensi keperawatan

Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


a. Nyeri akut Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, 1. Membantudalammenentukan
berhubungan Setelah dilakukan tindakan lokasi, lamanya dan intensitas nyeri). identifikasiderajat, ketidaknyamanan
dengan proses keperawatan selama 1x24 jam dan dapat diberi tetapi yang tepat.
inflamasi nyeri dapat teratasi. 2. Berikan kompres hangat. 2. Kompres hangat dapat menyebabkan
Kriteria Hasil: vasodilatasi sehingga aliran darah
1. Ibu dapat menyusui 3. Ajarkan dan anjurkan klien untuk lancar.
bayinya dengan nyaman melakukan perawatan payudara. 3. Dengan perawatan yang benar dan
2. Ibu dapat beraktifitas konsisten (tepat) dapat mengurangi rasa
dengan normal nyeri.
3. Suhu tubuh menurun 4. Anjurkan klien untuk tidak 4. Penyangga yang ketat dapat
4. Payudara tidak bengkak menggunakan penyangga yang terlalu menimbulkan rasa nyeri.
lagi dan lunak ketat. 5. Antibiotik untuk mencegah penyebaran
5. Nyeri mulai 5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik infeksi secara berlebih dan analgetik
berkurang/hilang dan antibiotic. untuk mengurangi nyeri.
6. Mencegah komplikasi sejak awal.
6. Kolaborasi dalam melakukan insisiden

27
biopsy jika ada abses.
b. Ketidakefektif Tujuan : 1. Anjurkan ibu untuk mengoleskan 1. Mencegah terjadinya iritasi lanjut pada
an pemberian Setelah dilakukan tindakan baby oil pada puting sebelum dan putting.
ASI keperawatan selama 2x24 sesudah menyusui.
berhubungan jam pemberian ASI pada bayi 2. Ajarkan cara menyusui yang tepat 2. meminimalkan luka pada putting susu
denganterhenti efektif. agar tidak terjadi luka pada putting. ibu.
nya menyusui Kriteria Hasil: 3. Lakukan perawatan payudara dan 3. Dengan perawatan yang tepat, dapat
sekunder 1. Ibu dapat menyusui anjurkan ibu untuk melakukan mengatasi masalah menyusui.
akibat ibu bayinya dengan rileks perawatan payudara secara tepat.
yang sakit, 2. Bayi mau menyusu lagi 4. Anjurkan ibu menyusui dengan 4. Untuk mencegah terjadinya iritasi
bayi tidak mau 3. Tidak ada lagi puting susu menggunakan puting susu secara lanjut pada putting
menyusu. luka atau lecet perlahan-lahan.
c. Resiko tinggi Tujuan : 1. Kaji TTV dan tanda-tanda adanya 1. Peningkatan tanda vital dapat
infeksi Setelah dilakukan tindakan infeksi. menunjukkan terjadinya infeksi.
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam 2. Lakukan perawatan luka/ abses dengan 2. Perawatan luka yang steril dapat
dengankerusak tidak terdapat tanda dan set yang steril. mengurangi terjadi pus atau resiko
an jaringan gejala terjadinya infeksi. infeksi.
3. Kolaborasi pemeriksaan darah 3. Deteksi dini kondisi penyebaran infeksi
lengkap. pada tubuh ibu.
Kriteria Hasil : 4. Kolaborasi dalam melakukan insisi/ 4. Untuk mengurangi abses dan

28
1. TTV dalam batas normal biopsy dan pemberian antibiotik. penyebaran infeksi.
2. Mamae tidak merah dan
regang lagi 5. Berikan informasi pentingnya menjaga 5. Menjaga personal hygiene dapat
3. Tidak ada tanda infeksi personal hygiene. mencegah penyebaran infeksi atau
bakteri.

M. Implementasi dan Evaluasi

29
Diagnosa Implementasi Evaluasi
a. Nyeri akut 1. Telah dikaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi, S : Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang atau
berhubungan lamanya dan intensitas nyeri). hilang
dengan proses 2. Telah doberikan kompres hangat. O:
inflamasi 3. Telah diajarkan dan telah menganjurkan klien untuk a. Klien tidak tampak meringis lagi.
melakukan perawatan payudara. b. Skala nyeri berkurang menjadi 2 dari skala nyeri
4. Telah menganjurkan klien untuk tidak menggunakan (1-10)
penyangga yang terlalu ketat. c. TTV :130/80, Nadi 75x/ menit,RR: 24x/ menit,
5. Telah berkolaborasi dalam pemberian analgetik dan suhu 37oC
antibiotic. A : Masalah teratasi sebagian
6. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy P : Lanjutkan intervensi
karena adanya abses.
b. Ketidakefektifan 1. Telah mengannjurkan ibu untuk mengoleskan baby oil S: Ibu mengatakan sudah bisa memberikan ASI pada
pemberian ASI pada putting susu sebelum dan sesudah menyusui. bayinya secara rutin dan bayinya juga sudah mau
berhubungan 2. Telah mengajarkan cara menyusui yang tepat agar menyusu.
denganterhentiny tidak terjadi luka pada putting. O:
a menyusui 3. Telah melakukan perawatan payudara dan a. Ibu terlihat menyusui bayinya dengan rileks.
sekunder akibat menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan b. Ibu dapat menyusui bayinya dengan posisi yang
ibu yang sakit, payudara secara tepat dan rutin. benar.
bayi tidak mau 4. Telah mengajurkan ibu untuk menyusui dengan c. Lecet pada puting susu ibu berkurang atau tidak

30
menyusu menggunakan puting susu secara perlahan-lahan. ada.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
a. Resiko tinggi 1. Telah mengkaji TTV dan tanda-tanda adanya infeksi. S: Ibu mengatakan panyudaraNya sudah tidak sakit dan
infeksi 2. Telah melakukan perawatan luka/abses dengan set nyeri lagi
berhubungan yang steril. O:
dengan kerusakan 3. Telah berkolaborasi untuk melakukan pemeriksaan a. Tidak ada lecet pada puting susu
jaringan darah lengkap. b. TTV :120/80, Nadi 75x/ menit,RR: 22x/ menit,
4. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy suhu 37oC
dan pemberian antibiotik. c. Tidak ada tanda-tanda adanya ifeksi (peradangan,
5. Telah memberikan informasi tentang pentingnya pengeluaran push, dll pada payudara)
menjaga personal hygiene. d. Puting susu terlihat bersih.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai
infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama
setelah bayi lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam,
menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas
dan bengkak.Beberapa faktor risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet,
frekuensi menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang
baik.Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata laksana
mastitis.Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesik
dan antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang
baru melahirkan.Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup
di permukaan payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan
pakaian ketat dapat menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara
yang nyeri dan jika tidak dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.

B. Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu
menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun,
banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko mastitis yaitu dengan
cara tidak mengenakan bra atau pakaian yang tepat menekan saluran susu
danmenghambat aliran susu, menyusui sesering bayi menginginkannya.
Karenadengan membiarkan pada waktu menyusui terlalu lama, saluran susu dapat
tersumbat saat pertama kali bayi tidur semalaman tanpa menyusui.
Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara mendalam
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor ginjal sehingga nantinya
dapat menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. BukuSakuDiagnosaKeperawatan. Jakarta:


EGC.
Mansjoer,A.dkk. 2001. KapitaselektaKedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
NANDA. 2010.
Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
YBP
Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara. [serial
online]. http://healthycaus..com/ (4 Februari 2014).\
Prasetyo, Doddy Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis. [serial online].
http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf (04 Februasy
2014)
USU. Tanpa Tahun. Bab II Tinjauan Teori. [ serial online ].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24253/4/Chapter
%20II.pdf. (4 Februari 2014).

33

Anda mungkin juga menyukai