Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum
hamil). Biasanya berlangsung selama lebih kurang 6-8 minggu. Secara psikologi,
pascapersalinan ibu akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Meskipun demikian,
adapula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yang dialami
tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal tentang hal yang lebih lanjut.
Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Ibu biasanya akan mengalami atau
merasakan hal-hal yang baru setelah melahirkan. Beberapa ibu setelah melahirkan
akan mengalami masa–masa sulit, ibu akan terpengaruh dengan lingkungan
sekitarnya. Ibu akan mulai beradaptasi dengan hal yang baru seperti adanya bayi.
Penting sekali sebagian bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian
psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan
asuhan khusus dalam masa nifas ini, untuk suatu variasi atau penyimpangan dari
penyesuaian yang normal yang   umum terjadi.
Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan
pengobatan. Meskipun demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli penyakit jiwa.
Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah persalinan berikutnya.
Hal yang perlu diperhatikan yaitu adaptasi psikososial pada masa pasca persalinan.
Bagi keluarga muda, pasca persalinan adalah “awal keluarga baru” sehingga keluarga
perlu beradaptasi dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah dengan
hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainya
merupakan dukungan positif bagi ibu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan perubahan tanda-tanda vital pada masa nifas?
2. Apa yang di maksud dengan perubahan sistem kardiovaskuler?
3. Apa yang di maksud dengan perubahan sistem hematologi?
4. Apa yang di maksud dengan adaptasi psikologis masa nifas?
5. Apa yang di maksud dengan masa transisi pada ibu masa nifas?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan perubahan tanda-tanda vital
pada masa nifas
2. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan perubahan kardiovaskuler
pada masa nifas
3. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan perubahan sistem hematologi
4. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan adaptasi psikologis masa
nifas
5. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan masa transisi pada ibu masa
nifas

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masa Nifas


Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil).
Biasanya berlangsung selama lebih kurang 6-8 minggu. Secara psikologi,
pascapersalinan ibu akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Meskipun demikian,
adapula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yang dialami
tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal tentang hal yang lebih lanjut.
Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Ibu biasanya akan mengalami atau
merasakan hal-hal yang baru setelah melahirkan. Beberapa ibu setelah melahirkan
akan mengalami masa–masa sulit, ibu akan terpengaruh dengan lingkungan
sekitarnya. Ibu akan mulai beradaptasi dengan hal yang baru seperti adanya bayi.
Penting sekali sebagian bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis
yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan
khusus dalam masa nifas ini, untuk suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian
yang normal yang   umum terjadi.
Beberapa penulis berpendapat dalam minggu pertama setelah melahirkan, banyak wanita
yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala depresi diri ringan sampai berat
serta gejala-gejala neonatus traumatic, antara lain rasa takut yang berlebihan dalam masa
hamil struktur perorangan yang tidak normal sebelumnya, riwayat psikiatrik abnormal,
riwayat perkawinan abnormal, riwayat obstetrik (kandungan) abnormal, riwayat kelahiran
mati atau kelahiran cacat, dan riwayat penyakit lainya.
Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan pengobatan. Meskipun
demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan
psikiatrik ini berulang setelah persalinan berikutnya. Hal yang perlu diperhatikan yaitu
adaptasi psikososial pada masa pasca persalinan. Bagi keluarga muda, pasca persalinan
adalah “awal keluarga baru” sehingga keluarga perlu beradaptasi dengan peran barunya.
Tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta
perhatian anggota keluarga lainya merupakan dukungan positif bagi ibu.

3
B. Perubahan Pada Ibu Nifas
1. Perubahan Tanda-Tanda Vital
a. Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celsius.
Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celcius dari keadaan
normal, namun tidak akan melebihi 8 derajat celcius. Sesudah 2 jam
pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila
suhu lebih dari 38 derajat celcius, mungkin terjadi infeksi pada klien.(Siti
saleha,2009)
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca
melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat.
Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus waspada
kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum.
c. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh
arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh
manusia. Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120
mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal,
tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi
lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan.
Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda
terjadinya pre eklamsia post partum. Namun demikian, hal tersebut sangat
jarang terjadi.
d. Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per
menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal.
Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi
istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan
ada tanda-tanda syok.

2. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung
aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh
darah uteri. Penarikan kembali esterogen menyebabkan dieresis yang terjadi
secara cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi

4
normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selam
masa ini, ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya
progesterone membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan
meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-
sama dengan trauma masa persalinan. Pada persalinan vagina kehilangan
darah sekitar 200-500 ml, sedangkan pada persalinan dengan SC, pengeluaran
dua kali lipatnya. Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hmt
(Haematokrit).
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relative akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung
dan akan menimbulkan decompensatio cordis pada pasien dengan vitum
cardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
tumbuhnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sedia
kala. Umumnya, ini akan terjadi pada 3-5 hari post partum.

3. Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta


faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih
mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak
15.000 selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa
hari pertama masa post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik
lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh
status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama
atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat
memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah
yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan
darah 500 ml darah. Penurunan volume dan peningkatan sel darah
pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin
pada hari ke 3-7 post partum dan akan normal dalam 4-5 minggu post partum.
Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml,
minggu pertama post partum berkisar 500-800 ml dan selama sisa
masa nifas berkisar 500 ml.

5
B. Perubahan Psikologis Masa Nifas
1. Adapatasi Psikologis Masa Nifas
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses
kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan seorang
wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelah
persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan
dan pembelajaran. Tanggung jawab ibu mulai bertambah. Perubahan mood seperti
sering menangis, lekas marah dan sering sedih atau cepat berubah menjadi senang
merupakan manifestasi dari emosi yang labil. Proses adaptasi berbeda-beda antara
satu ibu dengan yang lain. Pada awal kehamilan ibu beradaptasi menerima bayi
yang dikandungnya sebagai bagian dari dirinya. Perasaan gembira bercampur
dengan kekhawatiran dan kecemasan menghadapi perubahan peran yang sebentar
lagi akan dijalani. Perubahan tubuh yang biasanya terjadi juga dapat
mempengaruhi kondisi psikologis ibu.
Menjelang proses kelahiran, kecemasan seorang wanita dapat bertambah.
Gambaran tentang proses persalinan yang diceritakan orang lain dapat menambah
kegelisahannya. Kehadiran suami dan keluarga yang menemani selama proses
berlangsung merupakan dukungan yang tidak ternilai harganya untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan tersebut.
Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masa
nifas juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan
antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin
mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat
gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumpahkan
segala kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui,
mengganti popok saja, tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium,
sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga.
Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.
Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Periode masa
nifas merupakan waktu dimana ibu mengalami stres pasca persalinan, terutama
pada ibu primipara.
Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah
sebagai berikut :
a. Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa transisi
menjadi orang tua.

6
b. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman dekat.
c. Riwayat pengalaman hamil dan melahirkan sebelumnya.
d. Harapan, keinginan dan aspirasi ibu saat hamil dan juga melahirkan.
Periode ini diekspresikan oleh Reva Rubin yang terjadi pada tiga tahap
berikut ini.
a. Taking in period
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung 1-2
hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang
lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman
melahirkan dan persalinan yang dialami. Ibu akan berulang kali
menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti rasa mules,
nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari.
b. Taking hold period
Periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu lebih
berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat
sensitif seperti mudah tersinggung dan gampang marah, sehingga
membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan
yang dialami ibu. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu.
Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri
ibu.
c. Letting go period
Periode yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu mulai secara penuh
menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa
kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.
Hal-hal yang harus dapat dipenuhi selama masa nifas adalah sebagai
berikut.
a) Fisik
Istirahat, memakan makanan bergizi, sering menghirup udara yang
segar, dan lingkungan yang bersih.

7
b) Psikologi
Stres setelah persalinan dapat segera distabilkan dengan dukungan
dari keluarga yang menunjukkan rasa simpati, mengakui, dan menghargai
ibu.
c) Sosial
Menemani ibu bila terlihat kesepian, ikut menyayangi anaknya,
menanggapi dan memerhatikan kebahagiaan ibu, serta menghibur bila ibu
terlihat sedih.
d) Psikososial
2. Gangguan Psikologis Pada Masa Nifas
a. Post Partum Blues
Post partum blues sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby
blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering
tampak dalam minggu pertama pasca persalinan atau merupakan kesedihan
atau kemurungan pascapersalinan, yang biasanya hanya muncul sementara
waktu yakni sekitar 2 hari – 2 minggu sejak kelahiran bayi. Biasanya
disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga
sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon
alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu, juga karena semua
perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan kehamilan. Gejala-
gejalanya sebagai berikut :
a) Cemas tanpa sebab.
b) Reaksi depresi/sedih/ disforia.
c) Menangis tanpa sebab.
d) Tidak sabar.
e) Tidak percaya diri.
f) Sensitif, cepat marah dan mudah tersinggung (iriabilitas).
g) Merasa kurang menyayangi bayinya.
h) Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih dan cepat pula gembira.
i) Perasaan terjebak, marah kepada pasangan dan bayinya.
j) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
k) Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.
l) Kelelahan.
m) Sangat pelupa.

8
Faktor-faktor penyebab timbulnya post partum blues adalah sebagai
berikut:
a) Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen progesterone,
prolaktin, serta estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara
tajam setelah melahirkan dan ternyata estrogen memiliki efek supresi
aktifitas enzim non-adrenalin maupun serotin yang berperan dalam
suasana hati dan kejadian depresi.
b) Ketidaknyaman fisik yang dialami sehingga menimbulkan perasaan
emosi pada wanita pasca melahirkan misalnya, rasa sakit akibat luka
jahit atau bengkak pada payudara.
c) Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi, seperti perubahan fisik dan emosional yang kompleks.
d) Faktor umur dan paritas (jumlah anak).
e)  Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinannya.
f) Latar belakang psikososial wanita tersebut misalnya, tingkat
pendidikan, kehamilan yang tidak diinginkan, status perkawinan, atau
riwayat gangguan jiwa pada wanita tersebut.
g) Dukungan yang diberikan dari lingkungan, misalnya dari suami, orang
tua dan keluarga.
h) Stres dalam keluarga misalnya, faktor ekonomi memburuk, persoalan
dengan suami, problem dengan mertua atau orang tua.
i) Stres yang dialami oleh wanita itu sendiri misalnya, karena belum bisa
menyusui bayinya atau ASI tidak keluar, frustasi karena bayi tidak
mau tidur, rasa bosan terhadap rutinitas barunya.
j) Kelelahan pasca melahirkan.
k) Ketidaksiapan terhadap perubahan peran yang dialami ibu dan adanya
rasa cemas terhadap kemampuan merawat bayi
l) Rasa memiliki bayinya yang terlalu dalam, sehingga timbul rasa takut
yang berlebihan akan kehilangan bayinya.
m) Problem anak setelah kelahiran bayi, kemungkinan timbul rasa
cemburu dari anak sebelumnya, sehingga hal tersebut cukup
mengganggu emosional ibu.

9
b. Post Partum Depression/Neurosa Post Partum
Depresi post partum merupakan tekanan jiwa sesudah melahirkan
mungkin seorang ibu baru akan merasa benar-benar tidak berdaya dan
merasa serba kurang mampu, tertindih oleh beban terhadap tangung jawab
terhadap bayi dan keluarganya,tidak bisa melakukan apapuan untuk
menghilangakan perasaan itu. Depresi post partum dapat berlangsung
selama 3 bulan atau lebih dan berkembang menjadi depresi lain lebih berat
atau lebih ringan. Gejalanya sama saja tetapi di samping itu, ibu mungkin
terlalu memikirkan kesehatan bayinya dan kemampuanya sebagai seorang
ibu.
Walaupun banyak wanita yang mengalami depresi post partum segera
setelah melahirkan, namun beberapa wanita tidak merasakan tanda depresi
sampai beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Depresi dapat
saja terjadi dalam kurun waktu enam bulan berikutnya. Depresi post
partum mungkin saja berkembang menjadi post partum psikosis,
walaupun jarang terjadi.

Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang


terdapat pada kelainan depresi lainnya. Gejala-gejala yang mungkin
diperlihatkan pada penderita depresi post partum adalah sebagai berikut :
a) Perasaan sedih dan kecewa.
b) Sering menangis.
c) Merasa gelisah dan cemas.
d) Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan dan
sukar konsentrasi.
e) Nafsu makan menurun.
f) Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu.
g) Phobia, rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau
keadaan yang tidak dapat dihilangakan (paranoid).
h) Tidak bisa tidur (insomnia) dan terkadang mimpi buruk.
i) Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeless), hingga pikiran
mau bunuh diri.
j) Penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan.

10
k) Memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus
bayinya dan terkadang ingin menyakiti bayinya atau dirinya
sendiri.
Faktor terjadinya depresi post partum diantaranya adalah, kurangnya
dukungan sosial dan dukungan keluarga serta teman, kekhawatiran
akan bayi yang sebetulnya sehat, kesulitan selama persalinan dan
melahirkan, merasa terasing, masalah/perselisihan perkawinan atau
keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan.
Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya neurosa
post partum, antara lain :
a) Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi post partum
sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan
prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa
nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat
atau terlalu lambat.
b) Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat
yang tepat bagi seorang perempuan untuk melahirkan pada usia
antara 20-30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode
yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia
perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan
seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan
tersebut untuk menjadi seorang ibu.
c)  Faktor pengalaman. Depresi pasca persalinan ini lebih banyak
ditemukan pada primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu
dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi
yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan
stres.
d) Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi,
menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan
sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau
melakukan aktifitasnya diluar rumah dengan peran mereka
sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anak
mereka.
e) Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya
persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama

11
proses pesalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang
ditimbulkan pada saat persalinan maka akan semakin besar
pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan
yang bersangkutan akan menghadapi depresi pasca persalinan.
f) Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu
pada saat kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan, beban
seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
c. Psikosis Post Partum (Post Partum Psychosis)
Insiden terjadinya psikosis port partum adalah 1-2 per 1000 kelahiran.
Pada kasus tersebut sebaiknya ibu dirawat karena dapat menampakkan
gejala yang membahayakan seperti, menyakiti diri sendiri atau
bayinya. Hal tersebut merupakan penyakit yang sangat serius
dan merupakan depresi yang paling berat, bahkan bisa sampai
membunuh anak-anaknya.
a) Gejala psikosis port partum, diantaranya :
b) Gangguan tidur.
c) Gaya bicara yang keras dan cepat marah.
d) Inkoheren (berbicaranya kacau).
e) Menarik diri dari pergaulan.
f) Pikiran obsesif (pikiran yang menyimpang dan berulang-ulang).
g) Impulsif (bertindak diluar kesadaran).
h) Curiga berlebihan.
i) Delusi dan halusinasi.
j) Kebingungan.
k) Sulit konsentrasi.
Faktor pemicu psikosis post partum, antara lain :
a) Faktor keturunan atau adanya riwayat keluarga menderita kelainan
psikiatri.
b) Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit psikiatri.
c) Adanya masalah keluarga dan perkawinan
d) Faktor sosial kultural (dukungan suami dan keluarga, kepercayaan
atau etnik)
e) Faktor obstetrik dan ginekologik (kondisi fisik ibu dan kondisi
fisik bayi.

12
f) Faktor psikososial (adanya stresor psikososial, faktor kepribadian,
riwayat mengalami depresi, penyakit mental, problem emosional,
dll).
g) Karakter personal seperti harga diri yang rendah.
h) Perubahan hormonal yang cepat.
i) Masalah medis dalam kehamilan (pre eklampsia, DM).
j) Marital disfungsion atau ketidak mampuan membina hubungan
dengan orang lain yang mengakibatkan kurangnya dukungan.
k) Unwanted pregnancy atau kehamilan tidak di inginkan
l) Merasa terisolasi dan adanya ketakutan akan melahirkan anak
cacat atau tidak sempurna.
3. Cara Mencegah dan Menangani Gangguan Psikologis Pada Masa Nifas
a. Pencegahan
Beberapa intervensi berikut dapat membantu seorang wanita terbebas dari
ancaman depresi setelah melahirkan.
 Pelajari Diri Sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai depresi post partum,
sehingga ibu dan keluarga sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi,
maka ibu akan segera mendapatkan bantuan secepatnya.
 Tidur dan Makan yang Cukup
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang
terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama
periode post partum dan kehamilan.
 Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi depresi post partum.
Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari,
sehingga membuat ibu merasa lebih baik dan menguasai emosi
berlebihan dalam dirinya.
 Hindari Perubahan Hidup Sebelum atau Sesudah Melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti
membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan.
Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga
dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan depresi post partum
yang diderita.

13
 Beritahukan Perasaan Ibu
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan
yang ibu inginkan dan butuhkan demi kenyamanan ibu. Jika memiliki
masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera
beritahukan kepada pasangan atau orang terdekat.
 Dukungan Keluarga dan Orang Lain Diperlukan
Dukungan dari keluarga atau orang yang ibu cintai selama melahirkan
sangat diperlukan. Ceritakan kepada pasangan atau orang tua, atau
siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri,
bahwa mereka akan selalu berada di sisi ibu setiap mengalami
kesulitan.
 Persiapkan Diri dengan Baik
Persiapan sebelum melahirkan sangatlah diperlukan. Ikutlah kelas
senam hamil yang sangat membantu serta buku atau artikel lainnya
yang ibu perlukan. Kelas senam hamil akan sangat
membantu ibu dalam mengetahui berbagai informasi yang diperlukan,
sehingga nantinya ibu tidak akan terkejut setelah keluar dari kamar
bersalin. Jika ibu tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat
melahirkan akan dapat dihindari
 Lakukan Pekerjaan Rumah Tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu ibu melupakan
gejolak perasaan yang terjadi selama periode post partum.
Kondisi ibu yang belum stabil bisa dicurahkan dengan memasak atau
membersihkan rumah.
 Dukungan Emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga akan
membantu ibu dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan
kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan yang
ibu alami, sehingga ibu merasa lebih baik setelahnya.
 Dukungan Kelompok Depresi Post Partum
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan
merasakan hal yang sama dengan ibu. Carilah informasi mengenai
adanya kelompok depresi post partum yang bisa diikuti,
sehingga ibu tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.

14
a. Penanganan
Cara untuk menangani gangguan psikologi post partum, antara lain :
 Dengan cara pendekatan terapeutik. Ini bertujuan menciptakan
hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka
kesembuhannya dengan cara :
a) Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
b) Dapat memahami dirinya
c) Dapat mendukung tindakan konstruktif
 Dengan cara peningkatan suport mental/dukungan keluarga kepada ibu
dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang sedih agar tidak
merasa kehilangan perhatian.
 Minta bantuan suami atau keluarga yang lain jika membutuhkan
istirahat untuk menghilangkan kelelahan.
 Beritahu suami mengenai apa yang sedang dirasakan ibu, mintalah
dukungan dan pertolongannya.
 Menyarankan ibu untuk membuang rasa cemas dan kekhawatiran akan
kemampuan merawat bayi karena semakin sering merawat bayi, ibu
akan semakin terampil dan percaya diri.
 Menyarankan ibu untuk mencari hiburan dan meluangkan waktu untuk
diri sendiri
 Menyarankan pada ibu untuk beristirahat dengan baik, berolahraga
yang ringan, berbagi cerita dengan orang lain, bersikap fleksibel,
bergabung dengan orang-orang baru.
 Respon yang terbaik dalam menangani kasus post
partum depression adalah kombinasi antara psikoterapi, dukungan
sosial, dan medikasi seperti anti depresan. Suami dan anggota keluarga
yang lain harus dilibatkan dalam tiap sesi konseling, sehingga dapat
dibangun pemahaman dari orang-orang terdekat ibu terhadap apa yang
dirasakan dan dibutuhkannya.
 Pada psikosis post partum, penatalaksanaan yang dapat dilakukan
yaitu dengan pemberian anti depresan atau lithium dan perawatan di
rumah sakit, serta sebaiknya menyusui dihentikan karena anti depresan
disekresi melalui ASI.

15
1. Masa Transisi Pada Ibu Masa Nifas
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia mengalami
stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses ekplorasi dan similasi
terhadap bayinya, berada dibawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran
yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan untuk
bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar sekarang untuk menjadi seorang
ibu. Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan
sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa retan dan terbuka untuk
bimbingan dan pembelajaran.

Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:

a. Periode “Taking In”

b. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya
pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan
tubuhnya.

1. Ia mungkin akan mengulang-mengulang menceritakan pengalamannya waktu


melahirkan.
2. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan
akibat kurang istirahat.
3. Peningkataan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan
penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
4. Dalam memberi asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis
ibu. Pada tahan ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu
menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi
atas hasil perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan
harus dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat
dengan leluasa dan terbuka mengemukan permasalahan yang dihadapi pada
bidan. Dalam hal ini, sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan
yang dilakukan oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya karena
kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara pasien dan bidan.

b. Periode “Taking Hold”

1. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.


2. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses
dan meningkatkan tanggung jawabterhadap bayi.

16
3. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta
kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
4. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya
menggendong, memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
5. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam
melakukan hal-hal tersebut.
6. Pada tahan ini bidan, bidan arus tanggap terhadap kemungkinan perubahan
yang terjadi.
7. Tahan ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan
bimbingan cara perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik
bimbingannya, jangan sampai menyinggung perassaan atau membuat
perasaan ibu tidak nyaman karena ia sangat sensitif. Hindari kata “jangan
begitu” atau “kalau kayak gitu salah” pada ibu karena hal itu akan sangat
menyakiti perasaannya dan akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti
bimbingan yang bidan berikan.

c. Periode “Letting Go”

1. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini pun
sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh
keluarga.
2. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus
beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya.
Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
3. Depresi post partum umunya terjadi pada periode ini

Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang


tua pada saat post partum, antara lain:

1. Respon dan dukungan keluarga dan teman

Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang baru pertama kali melahirkan akan
sangat membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya karena ia belum sepenuhnya
berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya. Ia masih sangat asing
dengan perubahan peran barunya yang begitu dantastis terjadi dalam waktu yang
begitu cepat, yaitu peran sebagai seorang “ibu” . Dengan respon positif dari
lingkungan, akan mempercepat proses adaptasi peran ini sehingga akan memudahkan
bagi bidan untuk memberikan asuhan yang sehat.

2. Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi

17
Hal yang dialami oleh ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam perasaannya
terhadap perannya sebagai ibu. Ia akhirnya menjadi tahu bahwa begitu beratnya
bayinya dan hal tersebut akan memperkaya pengalaman hidupnya untuk lebih
dewasa. Banyak kasus terjadi, setelah seorang ibu melahirkan anaknya yang pertama,
ia akan bertekad untuk lebih meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya.

3. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu

REPORT THIS AD
Walaupun kali ini adalah bukan lagi pengalamannya yang pertama melahirkan
bayinya, namun kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya
tidak berbeda dengan ibu yang baru melahirkan anak pertama. Hanya perbedaannya
adalah teknik penyampaian dukungan yag diberikan lebih kepada support  dan
apresisasi dari keberhasilannya dalam melewati saat-saat sulit pada persalinannya
yang lalu.

4. Pengaruh budaya

Adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikt banyak akan
mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini. Apalagi jika hal
yang tidak sinkron antara arahan dari tenaga kesehatan dengan budaya yang dianut.
Dalam hal ini, bidan harus bijaksana dalam menyikapi, namun tidak mengurangi
kualitas asuhan yang harus diberikan. Keterlibatan keluarga dari awal dalam
menentukan bentuk asuhan dan perawatan yang harus diberikan pada ibu dan bayi
akan memudahkan bidan dalam pemberian asuhan.

18
BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN

 Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir


ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang
berlangsung selama kira-kira 6 minggu, atau masa nifas adalah masa yang
dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta sampai 6 minggu berikutnya.
 Depresi postpartum mungkin saja berkembang menjadi postpartum psikoksis,
walaupun jarang terjadi. Hal tersebut merupakan penyakit yang sangat serius
dan semua gejala depresi postpartum dialami oleh mereka yang menderita
postpartum psikoksis serta bisa sampai melukai diri sendiri, bahkan
membunuh anak-anaknya.
 Dukungan sosial memberi pengaruh dalam mengurangi depresi yang dihadapi
wanita pada masa postpartum. Wanita yang merasa dihargai, diperhatikan,
dan dicintai oleh keluarganya tentunya tidak akan merasa dirinya kurang
bergharga, sehingga salah satu ciri dari seseorang menderita depresi dapat
dihambat. Wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial tentunya akan
lebih mudah merasa dirinya tidak berharga dan kurang dikperhatikan oleh
keluarga, sehingga wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial pada
masa postpartum lebih mudah mengalami depresi.
 Semakin tinggi tingkat dukungan sosial, maka semakin rendah kecenderungan
depresi postpartum pada ibu primipara dan semakin rendah tingat dukungan
sosial maka semakin tinggi tingkat kecenderungan depresi postpartum pada
ibu primipara.

 REFERENSI

Armini Wayan. 29 Oktober 2012. Hand Out Perubahan Psikologi Masa Nifas dan
Menyusui. Diakses di midwifescience.wordpress.com pada tanggal 25 Oktober 2013

Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC

Saleha Siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Penerbit salemba


Medika

Urbayatun Siti. 2 agustus 2010. “Dukungan Soaial dan Kecenderungan Depresi


Postpartum pada Ibu Primipara di daerah Gempa Bantul”. Humanitas.Vol. VII No2.

19
20

Anda mungkin juga menyukai