Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOKIMIA DAN IMUNOLOGI

“KROMOSOM SERTA HUKUM MENDEL


DAN PENERAPANNYA”

DI SUSUN OLEH :

NAMA : ANTONIA SARINAH


NIM : 202322218

PROGRAM PENDIDIKAN ALIH JENJANG-S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Tidak ada individu yang sama persis, hal ini disebabkan oleh adanya variasi organisme
dan spesies yang sama atau keanekaragaman jenis lingkungan atau faktoreksternal seperti
makanan, suhu, cahaya, kelembaban, curah hujan dan factor-faktor lainnya bersma factor-
faktor yang menurun yang diwariskan oleh kedua induknya terhadap suatu individu.
Setiap makhluk hidup memiliki sifat alamiah yaitu mengadakan keturunan,
agar jenisnya tidak akan punah. Pembiakan dapat berlangsung dengan dua cara, yaitu: Sec
aravegetatif (aseksual), pembiakan vegetative tidak terjadi persilangan, maka keturunan
yangdihasilkan akan selalu memiliki sifat seperti induknya.Secara generatif (seksual),
Pembiakangenerative mempunyai arti lebih penting bagi genetika karena pada pembiakan
ini terjadilahterlebih dahulu pembuahan antara gamet jantan dan betina.

b. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Apa itu kromosom dan hukum mendel?
2. Bagaimanakah sejarah perkembangan hukum mendel?
3. Apakah setiap hukum mendel itu benar ?

c. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, di peroleh tujuan adanya makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui apa itu kromosom serta hukum mendel
2. Untuk mengetahui Sejarah perkembangan mendel
3. Untuk mengetahui hukum mendel dan penerapannya
BAB II
PEMBAHASAN

A. KROMOSOM
Kromosom adalah struktur berbentuk benang panjang di dalam inti sel manusia yang
menjadi tempat penyimpanan ciri genetik makhluk hidup.
Ia tersusun atas rantai DNA yang bergulung melingkari sebuah protein. Rantai DNA
tersebut membawa informasi genetik dari orang tua.

Beberapa sifat yang diwariskan melalui molekul ini yaitu jenis kelamin, tinggi badan, warna
kulit, warna mata, dan bahkan beberapa jenis penyakit keturunan.
Struktur kromosom terdiri atas beberapa bagian. Setiap kromosom memiliki dua lengan
pendek yang disebut lengan p serta lengan panjang yang disebut lengan q.
Kedua lengan tersebut dihubungkan oleh suatu bagian menyempit yang disebut sentromer.
Masing-masing bagian chromosome akan bekerja sama untuk memastikan bahwa
pembelahan sel berjalan dengan tepat.

 Jumlah kromosom
Tidak hanya manusia, setiap makhluk hidup termasuk hewan, bakteri, hingga tumbuhan
juga memiliki struktur sel ini. Hanya saja, jumlah dan bentuknya berbeda. Jumlah
kromosom di dalam tubuh manusia yaitu 23 pasang (46 buah) yang terdiri atas 22 pasang
kromosom tubuh (autosom) dan satu pasang kromosom pembentuk jenis kelamin
(gonosom). Susunan gonosom yang ada pada sel kelamin sedikit berbeda dengan autosom.
Pasalnya, gonosom hanya membawa satu salinan dari masing-masing sel pria dan wanita.
Gonosom pada wanita terdiri dari dua chromosome X (XX), sedangkan pria memiliki satu
kromosom X dan satu chromosome Y (XY). Kromosom inilah yang nantinya akan
bertemu saat pembuahan dan pembelahan sel hingga menghasilkan individu baru secara
utuh.

 Fungsi kromosom
Tubuh manusia terdiri atas kumpulan sel dan untuk tetap bertahan hidup, perlu dilakukan
pembaruan sel secara berkala untuk menggantikan sel yang rusak. Dalam proses
pembentukan dan pembaruan sel itulah chromosome menjalankan fungsinya. Ia akan
memastikan bahwa DNA yang sedang disalin di dalam inti sel tersebar secara akurat.
Meski begitu, tidak jarang ada kesalahan dalam proses pembelahan DNA. Inilah yang
kemudian membuat susunan chromosome terganggu dan menyebabkan berbagai penyakit,
termasuk kanker. Selain itu, komponen genetik ini juga memiliki fungsi tertentu sesuai
dengan keberadaannya, contohnya pada kumpulan DNA yang berada di sekitar
mitokondria.

 Perbedaan kromosom pria dan wanita


Selain perbedaan secara fisik, pria dan wanita juga memiliki kumpulan DNA yang
berbeda. Tepatnya, kumpulan DNA di dalam sel reproduksi. Seperti yang dijelaskan di
atas, sel reproduksi wanita terdiri atas dua chromosome X (XX). Sementara itu, sel
reproduksi laki-laki terdiri atas satu chromosome X dan satu Y (XY).
Jumlah salinan chromosome sel reproduksi yang tidak sesuai, baik terlalu sedikit atau
banyak, bisa menyebabkan masalah pada kesehatan. Salinan kromosom X (XXX)
mungkin memicu masalah kesehatan mental seperti gangguan mood, kesulitan untuk
berkonsentrasi, dan keterlambatan perkembangan baik fisik maupun mental.
Masalah lain seperti sindrom Turner juga bisa dimiliki oleh wanita yang hanya memiliki
satu kromosom X. Kondisi ini biasanya ditandai dengan tubuh yang sangat pendek, dada
rata, dan adanya masalah pada ginjal atau jantung.
Sementara itu, kelebihan kromosom X pada pria (XXY) bisa menyebabkan sindrom
Klinefelter. Kondisi ini ditandai dengan ukuran testis yang mengecil, payudara membesar
(ginekomastia), dan pinggul yang melebar seperti wanita.

 Jenis kelainan kromosom


Secara garis besar, kelainan pada kromosom dapat dibedakan berdasarkan jumlah dan
susunan komponen di dalamnya. Berikut penjelasan lebih detailnya.
1. Kelainan numerik
Kondisi ini terjadi saat ada kelebihan atau kekurangan jumlah chromosome di dalam
tubuh. Kelainan numerik kerap terjadi pada proses pemisahan sel.
Berikut merupakan contoh kelainan numerik :
Monosomi: salah satu kromosom hilang dari jumlah seharusnya.
Trisomi: terdapat satu kromosom ekstra sehingga jumlah kromosom total menjadi 47.
Poliploidi: adanya beberapa chromosome dalam satu sel yang bersifat haploid (tidak
berpasangan).
Mosaik: ada dua atau lebih sel pada individu yang memiliki aturan genetik berbeda,
tetapi berasal dari satu genetik yang sama.

Salah satu masalah kesehatan yang disebabkan oleh kelainan numerik ialah Down
syndrome. Gangguan ini terjadi ketika seseorang memiliki tiga salinan kromosom 21.
Itulah sebabnya kondisi ini kerap disebut dengan trisomi 21. Seorang pengidap Down
syndrome memiliki bentuk wajah yang berbeda dan khas. Gejala lainnya yaitu kekuatan
otot yang lemah sehingga tidak bisa berfungsi dengan baik.

2. Kelainan structural
Jenis kelainan kromosom ini kerap terjadi karena adanya kesalahan saat proses
penyatuannya. Berikut adalah beberapa contohnya.:
Translokasi: bagian chromosome patah sehingga tertukar dengan yang lain.
Delesi: hilangnya materi genetik pada sebuah chromosome.
Inversi: sebagian kromosom yang rusak terbalik dan masuk kembali untuk membentuk
satu kesatuan utuh, tetapi dengan materi genetik yang mungkin berbeda.
Isokromosom: sentromer tidak membagi lengan p dan q dengan tepat.

Salah satu masalah kesehatan yang muncul karena kelainan struktural yakni sindrom
Wolf-Hirschhorn (WHS). Penyakit langka ini disebabkan oleh delesi pada lengan 4p.
Kondisi ini kerap ditandai dengan mata dan hidung lebar, telinga rendah, benjolan pada
dahi, keterbelakangan mental, dan kelainan pada sistem organ tubuh.

 Penyebab kelainan kromosom


Selain gagalnya pembelahan sel, seseorang memiliki risiko lebih tinggi mengalami
kelainan genetik jika berada dalam kondisi berikut.
1. Hamil di usia tua
Kelainan genetik merupakan salah satu penyebab bayi lahir cacat. Risikonya pun lebih
tinggi pada wanita yang hamil di usia tua. Ini disebabkan karena materi genetik di
dalam sel telur akan mengalami perubahan seiring bertambahnya usia. Meski begitu,
bukan berarti ibu yang hamil pada usia lebih muda tidak memiliki risiko sama sekali.
2. Faktor lingkungan
Meskipun kelainan kromosom terjadi di dalam sel, faktor lingkungan pun berpengaruh
terhadap gen seseorang. Faktor lingkungan dapat berbentuk paparan zat kimia, asupan
minuman beralkohol, asap rokok, dan penyalahgunaan obat-obatan. Itulah mengapa ibu
hamil sebaiknya menghindari zat kimia dan kebiasaan buruk tersebut.
Kelainan susunan sel pada janin dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan pada
bayi, seperti sindrom Edward dan spina bifida. Ibu hamil bisa mendeteksi masalah
susunan sel pada janin dengan melakukan tes amniocentesis.

B. HUKUM MENDEL DAN PENERAPANNYA


Hukum Mendel yang membahas tentang sistem pewarisan sifat induk kepada
keturunannya ini pertama kali dicetuskan oleh Gregor Johann Mendel, yang lahir pada 22
Juli 1840. Teori pertama Beliau mengenai sistem pewarisan dikemukakan pada tahun
1865, berdasarkan penelitian persilangannya yang menggunakan varietas kacang kapri.
Hasil penelitian tersebut ditulis dalam sebuah makalah berjudul Experiment in Plant
Hybridization.
Dalam penelitian persilangannya, induk jantan dan induk betina diberi nama parental
(tertua) dan disimbolkan dengan huruf P. Nah, hasil persilangan parental tersebut diberi
nama sebagai filius (anak) dan disimbolkan dengan huruf F. Sementara persilangan induk
jantan dengan induk betina disebut dengan P1 dan filialnya disebut dengan F1. Lalu,
persilangan antara jantan F1 dengan betina F1 yang dilakukan secara acak akan disebut
dengan P2, sedangkan filialnya disebut dengan F2, dan seterusnya.

 Hukum Mendel I
Hukum Mendel I ini memiliki nama lain yakni Hukum Segregasi. Dalam Hukum
Segregasi ini menyatakan bahwa “Pada pembentukan gamet (sel kelamin) pada kedua
gen yang merupakan pasangan, akan dipisahkan dalam dua sel anak”. Nah, Hukum
Mendel I atau Hukum Segregasi ini berlaku untuk persilangan monohibrid alias
persilangan dengan satu sifat beda.

Secara garis besar, Hukum Mendel I akan berkaitan dengan adanya 3 pokok, yakni:
Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya.
Inilah yang menjadikannya konsep akan dua macam alel, yakni
a) Alel resesif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya
w dalam gambar)
b) Alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R)

Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misal ww) dan satu dari
tetua betina (misalnya RR) Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda, alel
dominan akan selalu terekspresikan (tampak secara visual dari luar). Alel resesif yang
tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet (sel kelamin) yang
dibentuk pada turunannya.

Perhatikan contoh penyilangan antara mawar merah yang bersifat dominan dengan
mawar putih yang bersifat resesif, berikut ini

Dalam Hukum Mendel I ini juga menyatakan bahwa dua alel (varian gen) yang
mengatur sifat tertentu akan terpisah pada dua gamet (sel kelamin) yang berbeda.
Hukum Mendel I mencakup beberapa hal, yakni:

Alel (variasi gen) terhadap variasi sifat yang diwariskan. Contoh: warna dua bunga
bervariasi yang dinamakan dengan alel, akan menempati lokus yang sesuai dengan
pasangan homolog.
Dua alel terhadap suatu karakter akan terpisah ketika gamet (sel kelamin) dihasilkan.
Contoh: hasil persilangan yang mengandung satu alel warna bunga induknya (ungu atau
putih) Setiap karakter pada setiap organisme, akan mewarisi dua alel yang masing-
masingnya berasal dari induk. Contoh: hasil persilangan yang kemungkinan akan
menghasilkan 1 alel warna putih dan 1 alel warna ungu.

Apabila terdapat dua alel berbeda, maka salah satunya dapat bersifat dominan,
sementara yang lainnya akan bersifat resesif. Contoh: terdapat perkawinan bunga
berwarna ungu dengan bunga warna putih, maka akan menghasilkan keturunan warna
ungu.

 Hukum Mendel II
Pada Hukum Mendel II atau yang juga dikenal sebagai Hukum Independent Assortment
atau Hukum Pengelompokan Gen Secara Bebas, menyatakan bahwa ‘bila dua individu
berbeda satu dengan yang lain dalam dua pasang sifat atau lebih, maka akan
diturunkannya sifat yang sepasang itu tidak bergantung pada sifat pasangan lainnya’.
Keberadaan Hukum Mendel II ini berlaku untuk persilangan dihibrid (dengan dua sifat
yang berbeda). Pada persilangan dihibrid, misalnya terdapat suatu individu dengan
genotip AaBb, maka A dan a serta B dan b akan memisah yang kemudian pasangan
tersebut akan bergabung secara bebas. Melalui hal tersebut, maka kemungkinan gamet
(sel kelamin) yang terbentuk akan memiliki sifat AB, Ab, aB, dan ab.
Singkatnya, melalui Hukum Mendel II ini menyatakan bahwa alel (variasi gen) dengan
gen yang sifatnya berbeda itu tidak saling mempengaruhi. Hal ini juga menjelaskan
bahwa gen yang menentukan tinggi tanaman, warna tanaman, itu tidak saling
berpengaruh. Perhatikan contoh berikut!
 Perbedaan Antara Hukum Mendel I dan II
Perbedaan antara Hukum Mendel I dan II paling kentara terlihat pada sifat yang
disilangkan. Pada Hukum Mendel I menyatakan bahwa pembentukan gamet (sel
kelamin) pada kedua gen induk yang berpasangan dengan alel, akan memisah alias
segregasi. Hal itu menyebabkan setiap gamet akan menerima satu gen dari induknya.
Sementara pada Hukum Mendel II menyatakan bahwa jika terdapat individu yang
berbeda satu sama lain dalam dua pasang sifat atau lebih, maka akan menurunkan
sifat yang sepasang dan tidak bergantung pada sifat lainnya.
Kesimpulannya, pada Hukum Mendel I akan mengalami proses segregasi atau
pemisahan sel secara bebas. Sementara pada Hukum Mendel II akan mengalami
pengelompokan gen secara bebas.

 Contoh Persilangan Dalam Hukum Mendel


a. Hukum Mendel I
1. Persilangan Monohibrid
Kala itu, Mendel membuat percobaan dengan menyilangkan dua individu dari
kacang kapri yang memiliki sifat berbeda, yaitu antara kacang kapri berbatang
tinggi dengan kacang kapri berbatang rendah. Sedangkan sifat ‘tinggi’
dominan terhadap sifat ‘rendah’, sehingga akan menghasilkan:

Jika melihat lagi teori pada Hukum Mendel I yang menyatakan bahwa dalam
pembentukan gamet (sel kelamin) itu pasangan alel akan memisah secara
bebas. Nah, peristiwa pemisahan tersebut akan terlihat ketika pembentukan
gamet individu yang memiliki genotif heterozigot, sehingga setiap gamet (sel
kelamin) akan mengandung salah satu alel tersebut.
2. Backcross dan Testcross
Backcross adalah proses menyilangkan atau mengawinkan individu hasil
hibrida (F1) dengan salah satu induknya. Tujuannya adalah supaya dapat
mengetahui genotip dari induknya (parental). Perhatikan contoh berikut
dengan mengandalkan sifat ‘tinggi’ pada kacang kapri.

Sementara testcross adalah proses menyilangkan individu F1 dengan salah


satu induknya yang homozigot resesif. Tujuannya adalah supaya dapat
mengetahui apakah individu F1 itu memiliki homozigot atau heterozigot.

b. Hukum Mendel II
1. Persilangan Dihibrid
Melalui percobaan persilangan Dihibrid ini, Mendel mencoba melibatkan dua
sifat sekaligus dan menyimpulkan bahwa dalam proses pembentukan gamet
(sel kelamin), maka setiap pasang alel dalam satu lokus akan bersegregasi
secara bebas dengan pasangan alel lokus lainnya, dan akan berpadu secara
bebas dengan alel dari lokus lainnya. Singkatnya, monohibrid adalah hibrid
dengan 1 sifat berbeda, sementara dihibrid adalah hibrid dengan 2 sifat
berbeda.

Kala itu, Mendel menggunakan tanaman ercis sebagai objek pengamatannya,


dengan alasan:
- Memiliki pasangan sifat beda yang mencolok atau kontras.
- Melakukan penyerbukan sendiri (autogami), sehingga sifat turun-
menurunnya cenderung tetap.
- Mudah dilakukan penyerbukan silang.
- Cepat untuk menghasilkan keturunan.
- Dapat memiliki keturunan dalam jumlah banyak.
- Berikut ini adalah sifat yang dimiliki oleh tanaman ercis, sehingga
dijadikan sebagai objek pengamatan untuk penyilangan dihibrid ini.

Proses persilangan dihibrid memiliki ciri khas berupa:

- Persilangan dilakukan dengan memperhatikan dua sifat yang berbeda.


- Jumlah gamet (sel kelamin) yang terbentuk pada setiap individu adalah 4
(2n)
- Fenotip individu akan ditentukan oleh 2 macam sifat genetik.
- Akan ditemui sekitar maksimal 16 variasi genotif pada F2.

 Penyimpangan Semu Pada Hukum Mendel


Dalam Hukum Mendel baik I dan II akan terdapat penyimpangan semu, yang
merupakan bentuk persilangan dengan menghasilkan rasio fenotip yang berbeda
dengan dasar dihibrid. Meskipun tampak berbeda, tetapi sebenarnya rasio fenotip
tersebut merupakan bentuk modifikasi dari penjumlahan rasio fenotip yang
didasarkan pada semua Hukum Mendel.
Misalnya pada perkawinan antara 2 individu dengan 2 sifat beda, ternyata ratio
fenotip F2 tidak selalu 9 : 3 : 3 : 1. Namun, akan sering dijumpai perbandingan-
perbandingan yang berbeda, tetapi merupakan penggabungan angka-angka
perbandingan Mendel yang ditulis 9: 3: 3: 1 yaitu :
9 : 7 = 9 : (3 + 3 + 1)
12 : 3 : 1 = (9 + 3) : 3 : 1
15 : 1 = (9 + 3 + 3) : 1
9 : 3 : 4 = 9 : 3 : (3 + 1)
Apabila didasarkan pada Hukum Mendel II, maka alel satu tidak akan saling
mempengaruhi segregasi pasangan alel lainnya dalam penentuan sifat yang berbeda.
Gen-gen tersebut akan secara bebas berpasangan dan memunculkan sifat tertentu
pada individu. Nah, itulah yang dinamakan dengan ‘Penyimpangan Semu Hukum
Mendel’. Disebut “semu” karena prinsip segregasi bebas tetap berlaku, dan
disebabkan oleh gen-gen yang membawa sifat dalam penentuan ciri tertentu
tersebut. Berikut ini ciri-ciri ‘Penyimpangan Semu Hukum Mendel’:
- Ratio fenotip yang dihasilkan berbeda dengan Hukum Mendel.
- Adanya sifat-sifat tertentu pada gen yang menyebabkan perbedaan hasil pada
filial 2.
- Adanya interaksi antar gen.

 Jenis-Jenis Penyimpangan Semu Hukum Mendel


1. Atavisme
Atavisme adalah proses interaksi antar gen yang menghasilkan filial atau
keturunan dengan fenotip berbeda dari induknya. Contoh: atavisme pada jengger
ayam yang memiliki empat tipe yaitu rose (R-pp), pea (rrP-), walnut (R-P-), dan
bilang (rrpp). Maka akan menjadi hal berikut:

2. Kriptomeri
Kriptomeri adalah peristiwa tersembunyinya gen dominan, terutama jika tidak
berpasangan dengan gen dominan lainnya. Jadi, apabila gen dominan tersebut
berdiri sendiri, maka sifatnya akan menjadi tersembunyi alias kriptos. Contoh:
kriptomeri pada persilangan bunga Linaria Maroccana yang memiliki 4 gen,
yaitu:
A = terbentuk pigmen antosianin
B = tidak terbentuk pigmen antosianin
C = protoplasma basa
D = protoplasma asam
Maka melalui 4 gen tersebut akan membentuk:
3. Polimeri
Polimeri adalah proses interaksi antar gen yang bersifat kumulatif atau saling
menambah. Jadi, gen-gen tersebut nantinya akan saling berinteraksi untuk
mempengaruhi dan menghasilkan keturunan yang sama. Contoh: polimeri pada
gandum berbiji merah dengan 2 gen yaitu M1 dan M2, sehingga apabila kedua
gen tersebut bertemu maka ekspresi warna yang didapatkan juga akan semakin
kuat. Perhatikan penjelasan berikut!

4. Epistatis dan Hipostatis


Epistasis-Hipostasis adalah suatu peristiwa ketika gen yang bersifat dominan
akan menutupi pengaruh dari gen dominan lainnya yang bukan alelnya. Gen yang
menutupi itu disebut dengan epistasis, sementara gen yang ditutupi disebut
dengan hipostatis. Contoh epistatis-hipostatis ini dapat ditemukan pada
persilangan labu kuning dan labu putih.
5. Gen-Gen Komplementer
Komplementer adalah proses interaksi antar gen dominan, dengan sifat yang
berbeda tetapi saling melengkapi, sehingga akan memunculkan fenotip tertentu.
Apabila salah satu gen itu tidak muncul, maka sifat yang dimaksud juga tidak
akan muncul. Contoh gen-gen yang berkomplementer ini dapat ditemukan pada
persilangan bunga Lathyrus Odoratus yang memiliki 4 gen berupa:
C = membentuk pigmen warna.
c = tidak membentuk pigmen warna.
P = membentuk enzim pengaktif.
p = tidak mementuk enzim pengaktif.

 Mengenal Teori Pewarisan Sifat


Pewarisan sifat dapat juga disebut dengan istilah “Hereditas” yang mengacu pada
suatu pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya. Hereditas ini juga berkaitan
dengan Genetika yakni sebuah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat. Nah,
pewarisan sifat tersebut dapat ditentukan oleh kromosom dan gen. Terdapat teori-
teori mengenai pewarisan sifat, di antaranya:
1. Teori Embryo
Teori ini dikemukakan oleh William Harvey yang berpendapat bahwa semua
hewan itu berasal dari telur. Pernyataan tersebut semakin diperkuat oleh Reinier
de Graaf sebagai peneliti pertama yang memperkenalkan bersatunya sel sperma
dengan sel telur dalam pembentukan embrio. Reinier juga menyatakan bahwa
ovarium pada burung itu sama dengan ovarium yang ada di tubuh kelinci.
2. Teori Preformasi
Teori ini dikemukakan oleh Jan Swammerdam yang menyatakan bahwa telur itu
mengandung semua generasi yang akan datang, sehingga dapat dianggap sebagai
miniatur dari individu yang telah terbentuk sebelumnya.
3. Teori Epigenesis Embriologi
Teori ini dikemukakan oleh C.F. Wolf yang menyatakan bahwa ada kekuatan vital
yang terdapat di dalam benih organisme. Melalui kekuatan tersebut, dapat
menyebabkan pertumbuhan embrio berdasarkan pola perkembangan sebelumnya.

4. Teori Plasma Nutfah


Teori ini dikemukakan oleh J.B. Lamarck yang menyatakan bahwa sifat yang
terjadi itu dikarenakan adanya rangsangan dari luar (terutama lingkungan),
terhadap struktur fungsi organ yang diturunkan pada generasi berikutnya.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Beberapa sifat yang diwariskan melalui molekul ini (kromosom) yaitu jenis kelamin,
tinggi badan, warna kulit, warna mata, dan bahkan beberapa jenis penyakit keturunan.
Selain perbedaan secara fisik, pria dan wanita juga memiliki kumpulan DNA yang
berbeda. Tepatnya, kumpulan DNA di dalam sel reproduksi. Seperti yang dijelaskan di
atas, sel reproduksi wanita terdiri atas dua chromosome X (XX). Sementara itu, sel
reproduksi laki-laki terdiri atas satu chromosome X dan satu Y (XY).
Jumlah salinan chromosome sel reproduksi yang tidak sesuai, baik terlalu sedikit atau
banyak, bisa menyebabkan masalah pada kesehatan. Salinan kromosom X (XXX)
mungkin memicu masalah kesehatan mental seperti gangguan mood, kesulitan untuk
berkonsentrasi, dan keterlambatan perkembangan baik fisik maupun mental.

Pada Hukum Mendel I akan mengalami proses segregasi atau pemisahan sel secara bebas.
Sementara pada Hukum Mendel II akan mengalami pengelompokan gen secara bebas.
Dalam Hukum Mendel baik I dan II akan terdapat penyimpangan semu, yang merupakan
bentuk persilangan dengan menghasilkan rasio fenotip yang berbeda dengan dasar
dihibrid. Meskipun tampak berbeda, tetapi sebenarnya rasio fenotip tersebut merupakan
bentuk modifikasi dari penjumlahan rasio fenotip yang didasarkan pada semua Hukum
Mendel.
Misalnya pada perkawinan antara 2 individu dengan 2 sifat beda, ternyata ratio fenotip F2
tidak selalu 9 : 3 : 3 : 1. Namun, akan sering dijumpai perbandingan-perbandingan yang
berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Artadana, Ida Bagus Made dan Wina Dian Savitri. 2018. Dasar-dasar Genetika Mendel dan
Pengembangannya. Yogyakarta : Graha Ilmu

Adisoenarto Soenartono.1988. Genetika, Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga.


Campbell,neil . 2002. Biologi. Erlangga: Jakarta
Standfield, W. D. 1991. Genetika: Teori dan Soal-Soal . Erlangga: Jakarta.
Suryo. 1984. Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wildan Yatim. 1991. Genetika. Bandung: Tarsito
https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/pengertian-kromosom-adalah/
https://www.gramedia.com/literasi/hukum-mendel/
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Pewarisan_Mendel

Anda mungkin juga menyukai