Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Teori kromosom.

Istilah kromosom diberikan untuk pertama kalinya oleh Weyder pada tahun 1882
untuk benda-benda halus berbentuk benang panjang atau pendek yang dapat dilihat di
dalam nukleus. Kromosom ikut membelah pada waktu pembelahan inti berlangsung,
lebih dahulu diketahui oleh Schneider pada tahun 1873 dan Strasburger di tahun
1875, yang dikuatkan oleh Flemming pada tahun 1882 serta Van Beneden di tahun
1883 yang melihat bahwa setiap kromosom ikut membelah secara longitudinal di
waktu pembelahan inti. Selanjutnya Rabl dan Boveri di tahun 1885 berpendapat
bahwa tiap-tiap spesies memiliki jumlah kromosom yang tetap dan bahwa ada
hubungan antara kromosom dan gen-gen yakni gen-gen terdapat dalam kromosom
(Swanson, 1961; Hartwell & Weinert, 1989; Suryo, 1995).

Pada tahun 1901, Montgomery menunjukkan kromosom-kromosom terdapat


dalam pasangan-pasangan dengan bentuk dan ukuran yang mudah dibedakan satu
dari yang lain dan juga dibuktikan bahwa berpasangannya kromosom homolog itu
menyangkut kromosom-kromosom yang berasal dari induk jantan dan induk betina.
Sedangkan Sutton dan Boveri dalam tahun 1903 berhasil memperlihatkan dengan
jelas bahwa benar ada hubungan antara kromosom dan keturunannya (Brown, 1972;
Subowo, 1995).

Dalam sel somatis terdapat dua kelompok kromosom yang serupa yaitu yang satu
berasal dari induk betina dan yang lainnya berasal dari induk jantan, yakni terdapat
kromosom dalam pasangan homolog yang sejajar dengan terdapatnya gen-gen dalam
pasangan. Kromosom memiliki sifat morfologi yang tetap sepanjang berbagai

1
pembelahan sel dan setiap kromosom atau pasangan kromosom mempunyai peranan
tertentu dalam kehidupan dan perkembangan individu (Murray & Hunt, 1993).

Meratanya kromosom-kromosom pada metafase merupakan saat yang paling baik


untuk menghitung jumlah kromosom dan membandingkan ukuran serta morfologi
dari kromosom (Marsden & Laemmli, 1979), dan penentuan jumlah komosom
diambil dari frekuensi tertinggi atau modus (Levan et al., 1983). Hal serupa telah
umum dilakukan terhadap Melanoteania boasemani, M. patoti, dan Oreohromis sp.
(Carman et al., 1998) dan Telmatherina ladigesi (Andriani, 2001). Dari penelitian-
penelitian lain terhadap jumlah kromosom berdasarkan modus, didapatkan jumlah
kromosom diploid sebanyak 48 pada ikan Atherian elymus yang diteliti oleh Arai dan
Fujiki pada tahun 1978, dan pada ikan Basichlichthys bonariensis yang diteliti oleh
Arai dan Koike pada tahun 1980 (Ojima, 1986).

Spesies yang berbeda mempunyai jumlah kromosom yang khas. Kisarannya


sangat luas, dari dua pada beberapa tanaman berbunga sampai beberapa ratus pada
tanaman pakis tertentu (Swanson, 1961; Brown, 1972; Levan et al., 1983).

Nomenklatur kromosom.

Nomenklatur adalah cara pemberian nama atau istilah suatu kromosom,


sedangkan morfologi merupakan struktur tubuh sebuah kromosom. Gambar 4
memperlihatkan nomenklatur dan morfologi suatu kromosom (Levan et al., 1983;
Darnell et al., 1990).

Setiap kromosom memiliki sentromer, karena sentromer berfungsi sebagai tempat


berpegangannya benang-benang plasma dari spindel atau gelondong inti di waktu
pembelahan sel berlangsung. Apabila benang spindel berkontraksi sehingga
memendek, maka kromosom bergerak (tertarik) ke arah kutub sel (pada stadium
anafase). Kromosom yang tidak memiliki sentromer disebut kromsosom asentris,
yakni biasanya labil dan mudah hancur dan hilang dalam plasma. Jika pada sebuah
kromosom dapat ditemukan beberapa sentromer sehingga kerap kali sukar

2
mengenalnya, maka sentromer itu dinamakan diffuse centromere. Ada cara untuk
memudahkan tujuan itu ialah dengan memberikan zat penghalang mitosis sebelum
pemberian warna pada preparat, misalnya paradiklorobensen dan kolkisin (Marsden
& Laemmli, 1979; Suryo, 1995).

Tipe Kromosom

Seperti halnya dengan kromosom dari individu eukaryotik (individu yang


memiliki nukleus sejati). Kromosom manusia dibedakan atas 2 tipe, yaitu :

 Autosom
Kromosom yang tidak ada hubungannya dengan penentuan jenis kelamin.
Dari 46 kromosom di dalam inti sel tubuh manusia, maka yang 44 buah (atau
22 pasang) merupakan autosom.
 Gonosom
Kromosom ini disebut juga dengan kromosom seks, yaitu sepasang kromosom
yang menentukan jenis kelamin. Kromosom seks dibedakan atas dua macam :
kromosom-X dan kromosom-Y.

Kelainan Kromosom

Kelainan kromosom kerap diungkap dokter sebagai penyebab keguguran, bayi


meninggal sesaat setelah dilahirkan, maupun sebelum bayi dilahirkan atau masih
dalam kandungan ibu. Menurut ahli genetika dari Laboratorium Klinik Utama Johar
Jakarta, dr. Singgih Widjaja, kelainan kromosom umumnya terjadi saat pembuahan,
yaitu saat sperma ayah bertemu sel telur ibu. Namun sebelum ovum dan sperma ini
matang, terjadi pembelahan 2 kali yang mengurangi jumlah kromosom dari 46
menjadi 23. Pada pembelahan inilah bisa terjadi gangguan, misal saat pematangan sel
telur, salah satu kromosom tidak bisa pisah. Setelah matang, ovum punya 22 pasang
kromosom autosom dan 1 pasang kromosom-X. Sedangkan separuh sperma punya 22
kromosom autosom dan 1 kromosom-Y. Padahal hasil dari pertemuan ovum dan
sperma yang dinamakan zigot, bila kelak jadinya perempuan seharusnya punya 44

3
kromosom autosom dan 1 kromosom-XX. Sedangkan zigot yang menjadi pria punya
44 kromosom autosom dan kromosom-XY. Dengan demikian, kromosom normal
orang tua bisa diturunkan sebagai kromoson normal pada anaknya, namun bisa pula
diturunkan abnormal jika pada proses penurunannya ada kelainan atau gangguan.

Ada 4 tipe penyebab kelainan kromosom, yaitu :

1. Nondisjunction : ada gangguan dalam pelepasan sepasang kromosom, entah


terjadi pada sebagian atau seluruhnya.
2. Translokasi : terjadi penukaran 2 kromosom yang berasal dari pasangan
berbeda.
3. Mosaik : terjadi salah mutasi pada mitosis/pembelahan di tingkat zigot.
4. Reduplikasi atau hilangnya sebagian kromosom.

Namun yang terberat bila ada bagian kromosom yang hilang atau ditambahkan yang
disebut trisomi, atau karena struktur kromosom yang berubah.

kelainan dari ketidakseimbangan autosom

1. Trisomi 21

Pada kelainan ini, kromosom nomor 21 ada 3 buah, bukan 2 buah seperti seharusnya.
Itulah mengapa, kelainan ini sering dikatakan trisomi 21. Dampaknya, bayi yang
dilahirkan mengalami mongoloid atau sindrom down.

2. Trisomi 18

Kromosom nomor 18 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan mengalami sindrom edward,
biasanya akan meninggal sesaat setelah lahir.

3. Trisomi 17

Kromosom 17 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan akan meninggal setelah lahir.

4. Trisomi 13

4
Kromosom 13 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan mengalami sindrom patau, juga
meninggal sesaat setelah lahir.

5. Cat eye syndrome

Pada kasus ini, kromosom 22 hilang sebagian. Bayi yang dilahirkan akan mempunyai
kelainan pada bentuk muka dan jantungnya.

Sementara kelainan kromosom seks atau gonosom lebih sedikit dibanding


kelainan autosom, yaitu :

1. Sindrom turner

Biasanya terjadi pada wanita, yaitu jumlah kromosomnya ada 45 buah dengan
kromosom seksnya cuma 1 X, bukan XX seperti umumnya. Otomatis, anak
perempuan yang mengalami sindrom ini tak bisa mentruasi.

2. Sindrom poli-X atau superfemale

Juga terjadi pada wanita. Jumlah kromosomnya 47 XXX. Biasanya anak dengan
sindrom ini jadi kurang IQ-nya atau retardasi mental ringan.

3. Sindrom kleinefelter

Biasanya terjadi pada lelaki, yaitu jumlah kromosomnya 47 XXY. Padahal,


kromosom lelaki harusnya XY. Jadi, dalam kelainan ini, meski kromosomnya lelaki
tapi fisiknya perempuan. Soalnya, ia tak punya uterus atau rahim, hingga ia tak akan
bisa mengalami menstruasi apalagi punya anak. Hal ini disebabkan pertumbuhan
hormon yang tak bisa ke testis, hingga larinya ke payudara. Jadi, testis biasanya ada
tapi kecil. Pun vaginanya sangat kecil dan tidak begitu dalam.

5
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana cara menyusun kariotipe kromosom ?
2. Bagaiamana menganalisa hasil kariotipe ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara menyusun kariotipe kromosom
2. Untuk mengetahui bagaimana menganalisa hasil kariotipe

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menyusun kariotipe kromosom
2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana menganalisa hasil kariotipe

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cara menganalisa kariotipe kromosom

Semua infosmasi genetik organisme disampaikan dari sel ke sel melalui DNA di
dalam nukleus. DNA tersusun dalam gen pada kromosom. Kromosom adalah
molekul DNA linear yang terikat dengan protein histon, yang akan mempertahankan
bentuk kromosom yang terlipat padat sehingga muat di dalam nukleus. Pada manusia
terdapat 23 pasang kromosom. Kromosom seks. Kromosom seks (X dan Y) memiliki
struktur yang berbeda tetapi kromosom lainnya (autosom) memiliki pasangan
denganstruktur yang sama. Kromosom wanita normal adalah XX dan kromosom pria
normal adalah XY (James, dkk., 2008).

Setiap manusia normal memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu 46,XX pada
wanita atau 46,XY pada pria. Konstitusi kromosom yang normal akan bermanifestasi
dengan kemunculan fenotip yang normal, meskipun dapat terjadi variasi
antarindividu akibat adanya pengaruh genetik dan lingkungan.1,2 Dalam peranan
kemunculan fenotip secara normal, kromsom seks yaitu kromosom X dan Y
memainkan peran yang penting, terutama dalam penentuan jenis kelamin. Selama
pembelahan sel baik mitosis maupun meiosis, dapat terjadi kesalahan yang
menimbulkan kelainan kromosom. Kelainan yang terjadi dapat berupa kelainan
jumlah maupun struktur yang dapat terjadi baik pada kromosom autosom maupun
kromosom seks (Nawawi dan Winarni , 2009).

Ukuran kromosom bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Panjang


kromosom berkisar antara 0,2-20 . Misalnya kromosom manusia mempunyai panjang
sampai 6 . Pada umumnya makhluk dengan jumlah kromosom sedikit memiliki
kromosom dengan ukuran lebih besar daripada kepunyaan makhluk dengan jumlah
kromosom lebih banyak. Kromosom yang terdapat di dalam sebuah sel tidak pernah
sama ukurannya. Pada umumnya tumbuh-tumbuhan mempunyai kromosom lebih

7
besar daripada hewan. Berdasarkan letak sentromer dapat dibedakan beberapa bentuk
kromosom, yaitu (Suryo, 2010):

a. Metasentris, apabila sentromer terletak median (kira-kira di tengah


kromosom), sehingga kromosom terbagi menjadi dua lengan sama panjang dan
mempunyai bentuk seperti huruf V.

b. Submetasentris, apabila sentromer terletak submedian (ke arah salah satu


ujung kromosom), sehingga kromosom kromosom terbagi menjadi dua lengan tak
sama panjang dan mempunyai bentuk seperti huruf J.

c. Akrosentris, apabila sentromer terletak subterminal (di dekat ujung


kromosom), sehingga kromosom tidak membengkok melainkan tetap lurus seperti
batang. Satu lengan kromosom sangat pendek, sedang lengan lainnya sangat panjang.

d. Telosentris, apabila sentromer terletak di ujung kromosom, sehingga


kromosom hanya terdiri dari sebuah lengan saja dan berbentuk lurus seperti batang.
Kromosom manusia tidak ada yang telosentris.

Kariotip kromosom merupakan suatu gambaran lengkap dari kromosom pada


metafase dari suatu sel yang tersusun secara teratur dan merupakan pasangan-
pasangan dari sel diploid yang normal. Pada sebagian besar hewan, semakin dekat
kedudukan taksonominya semakin banyak persamaan bentuk, ukuran dan jumlah
kromosomnya. Kesamaan kromosom mungkin saja terdapat pada dua spesies yang
berbeda dalam satu genus yang sama, tetapi bentuk, ukuran dan susunan (kariotip)
kromosom masing-masing spesies akan terlihat berbeda (Brown, 1972; Elseth &
Baumgardner, 1984; Elridge, 1985).

Berdasarkan posisi sentromer dan panjang lengan kromosom, maka dapat


dihitung beberapa nilai dari kromosom tersebut, yaitu indeks sentromer (centromere
index), rasio lengan (arm ratio), dan panjang relatif kromosom (relative length).
Indeks sentromer didefinisikan sebagai rasio dari lengan yang lebih pendek dengan
panjang total kromosom dan dinyatakan dalam persen. Berdasarkan selang nilai

8
indeks sentromer, maka kromosom diklasifikasi atas median, submedian dan
terminal.

Demikian pula berdasarkan harga numerik posisi sentromer (HNPS) atau numeric
value of centromere (NVC) dan rasio lengan kromosom (RLK) atau arm ratio of
centromere (ARC), maka kromosom dibedakan atas empat tipe yaitu: metasentrik,
submetasentrik, subtelosentrik dan telosentrik. Pola penentuan kariotip dan
penyusunan rumus kromosom beberapa jenis ikan dengan menggunakan pola Levan
et al. (1983) di atas, telah dilakukan terhadap ikan pelangi Irian yang mendapat
kariotip kromosom sebanyak 48 (24 pasang) yang terdiri atas tujuh pasang berbentuk
subtelosentrik dan 17 pasang lainnya berbentuk telosentrik. Sedangkan Telmatherina
ladigesi memiliki kariotip 48 kromosom (24 pasang) yang terdiri atas tiga pasang
submetasentrik, tujuh pasang subtelosentrik dan 14 pasang telosentrik (Said, 2001;
Andriani, 2001).

Tata cara peletakan / pengurutan kromosom seperti pada tabel dibawah ini

NO KEL URUTAN NOMOR, BENTUK KROMOSOM

1 A 1 & 3 besar dan metasentris, 2 besar dan submetasentris

2 B 4 & 5 sedang dan submetasentris

3 C 6 s/d 12 sedang dan lebih kecil dari B, merata ukurannya, submetasentris


dan kromosom X

4 D 13, 14, 15 kecil dan aksosentris

5 E 16, kecil dan metasentris, 17 & 18 kecil dan submetasentris

6 F 19, 20 kecil dan metasentris

7 G 21, 22 kecil dan aksosentris dan kromsom Y

9
Contoh kariotipe kromosom

2.2 Menganalisa hasil kariotipe

Secara garis besar, perubahan jumlah kromosom dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu perubahan jumlah perangkat kromosom (genom) dan perubahan
jumlah salah satu atau beberapa kromosom saja. Kelompok pertama dikenal
dengan istilah euploidi, sedang kelompok kedua disebut sebagai aneuploidi.
Individu yang mengalami euploidi dengan tiga buah genom disebut individu
triploid (3n). Demikian seterusnya (4n, 5n, 6n....n). Individu dengan sebuah
genom dinamakan haploid atau monoploid (n), sedang individu diploid (2n)
dianggap sebagai individu normal. Kalau pada euploidi setiap gen akan disalin
sebanyak genom yang ada, maka pada aneuploidi gen-gen yang terletak di dalam
kromosom yang mengalami pertambahan jumlah akan disalin lebih banyak
daripada gen-gen lain yang terletak pada kromosom yang jumlahnya normal
(Susanto, 2011).

10
Individu normal diploid dalam kaitannya dengan peristiwa aneuploidi
dikatakan sebagai individu disomik. Sementara itu, individu dengan kelebihan
sebuah kromosom dinamakan trisomik (2n + 1), individu dengan kelebihan dua
buah kromosom dinamakan tetrasomik, demikian seterusnya. Disamping
terjadinya pertambahan jumlah kromosom, ada pula individu yang menglami
pengurangan jumlah kromosom yang dinamakan monosomik. Pada umumnya
hilangnya sebuah kromosom tertentu akan memberikan efek yang lebih buruk
daripada bertambahnya jumlah kromosom tersebut, dan mosomik sering kali
bersifat letal. Monosomik dapat terjadi, baik pad aautosom mapun gonosom
(Susanto, 2011).
Perubahan struktur kromosom pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi
empat kelompok, yaitu (Susanto, 2011):
a) Delesi, atau disebut juga defisiensi, adalah hilangnya sebgaian segmen
kromosom tertentu, yang biasanya akan menimbulkan efek negative
pada individu yang mengalaminya.
b) Duplikasi, pada kejadian ini sebagian segmen kromosom yang justru
muncul dua kali atau lebih.
c) Inversi, perubahan urutan gen-genya. Hal ini terjadi karena segmen
tertentu patah, berputar 1800, dan kemudian menyambung kembali
dengan kromosom asalnya sehingga sekarang pada kromosom tersebut
ada sebagaian urutan gen yang terbalik.
d) Translokasi, perubahan struktur kromosom dinamakan translokasi jika
segmen tertentu pada suatu kromosom terlepas dan berikatan dengan
kromosom lain yang bukan homolognya.

11
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat


Praktikum dilaksanakan pada tanggal 27 november 2014 jam 08.30 – 11.00 di
laboratorium fakultas kedokteran universitas nahdlatul ulama Surabaya.

3.2 Alat dan bahan


1. Kertas berisikan gambar kromosom dalam keadaan acak
2. Gunting
3. Lem
4. Kertas A4 putih
5. Alat tulis termasuk penggaris

3.3 Cara kerja


 Tahapan pertama

Baca bagian studi kasus yang terdapat pada lembar lampiran

Persiapkan kertas pada bagian lampiran yang berisikan gambar kromosom


dalam keadaan acak

Gunting masing – masing gambar kromosom menggunakan gunting

12
Pasangkan masing – masing kromosom dengan kromosom homolognya

Tempelkan pengelompokan kariotipe kromosom sesuai dengan bentuk


kromosom dan urutan nomer

Buat analisa dari hasil kariotipe tersebut

 Tahapan kedua

Mahasiswa membaca lampiran studi kasus yang terdapat pada buku


panduan praktikum

Mahasiswa menganalisa kelainan apa yang terdapat pada scenario studi


kasus tersebut

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengamatan

 Hasil penyusunan kariotipe kromosom

14
 Hasil analisa studi kasus

No Kasus Notasi Kelainan kromosom Referensi


kromosom
1 A Down Syndrome # Adanya penambahan Bandiati. S.K.P :
47 XX / XY + 21 kromosom di nomor 21 2003
# Insidensi kelahiran 1 : 700 Heinz, H.A : 1971
# Retardasi mental, IQ 25-50 Yatim,W : 1969
# Jarak mata lebar (
hipertelorisme)
#Hidung datar dengan pangkal
pipi
# Tangan atau jari pendek
# Ada kelainan jantung
2 B Syndrome # Insidensi kelahiran 1 : 600
Klinefelter # Postur tubuh tinggi kurus dan
47 XXY tungkai kaki panjang
( kelebihan # Gynecomastia
kromosom pada # Testis kecil, hialinasasi
gonosom ) tubulus seminiferus
# Azoospermia, sel leydig
sedikit
# Libido menurun (
hypogonadism )
# Steril / infertile
# IQ biasanya rendah /
retardasi mental
3 C Syndrome patau # Insisdensi kelahiran 1 :
47 XX / XY + 13 20.000
( trisomi 13 ) # Bibir sumbing, malformasi

15
system saraf pusat, retardasi
pertumuhan, low set ears,
memiliki garis simian, kelainan
jantung bawaan, polidaktili.
Biasanya dalam kasus berat
pasien akan meninggal.

Lampiran

Studi kasus

Riwayat pasien

Pasien A
Pasien A adalah janin yang berusia hampir genap 40 minggu dari seorang ibu
berusia 40 tahun. Kromosom diperoleh dari sel epitel janin yang diambil
melalui proses amniocentesis.
Pasien B
Pasien B adalah seorang laki – laki berusia 28 tahun. Pasien tersebut sedang
berusaha mengetahui penyebab mengapa dia belum memiliki anak.
Kromosom diperoleh dari sel – sel yang memiliki nucleus dari arah pasien.
Pasien C
Pasien C adalah bayi yang meninggal sesaat setelah dilahirkan dengan
beberapa kelainan termasuk polidactili dan bibir sumbing. Kromosom
diperoleh dari sampel jaringan.

16
4.2 Pembahasan

 Susunan kariotipe kromosom

Pada hasil pengamatan penyusunan kariotipe kromosom jika dibandingkan


dengan dengan literature maka, hasil pengamatan tersebut dapat diterima. Karena
susunan kariotipe kromosom sudah benar sesuai dengan cara pengelompokan
kariotipe kromosom dan juga dengan literature pembanding.

Pada gambar yang berisi kromosom acak lalu disusun sesuai cara pengelompokan
kariotipe kromosom dan perbandingan literature, terlihat bahwa susunan
kromosom tersebut merupakan kariotipe laki – laki normal yang memiliki
formula kromosom 44 AA + XY

 Studi kasus

a) Pada pasien A, dengan ciri – ciri seorang ibu dengan usia kehamilan genap 40
minggu ( normal 38 minggu ) hamil dalam usia 40 tahun, kemungkinan janin
yang dikandung oleh si ibu ini memiliki syndrome down. Karena salah satu
faktor penyebab adanya syndrome down ini adalah seorang ibu yang hamil
pada usia 40 tahun keatas. Faktor lainnya yang mendukung janin memiliki
down syndrome adalah usia kehamilan yang tidak wajar dimana janin di
kandungan selama 40 minggu. Dengan faktor – faktor itulah yang mendasari
penulis menyimpulkan bahwa pasien A memiliki kelainan genetika Down
syndrome. Biasanya pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital
heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat
meninggal dengan cepat. Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan
berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum
(duodenal atresia). Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali
dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang
relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior
kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar,

17
mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).
Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan
(epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang
pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua
baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya
tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa
menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain.
Contoh pasien syndrome down dan kariotipe kromosom syndrome down :

b) Pada pasien B, seorang laki – laki usia 28 tahun tidak memiliki anak. Hal ini
kemungkinan pasien B memiliki kelebihan kromosom X pada gonosom nya
( 47 XXY ). Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya
nondisjungsi meiosis (meiotic nondisjunction) kromosom seks selama terjadi
gametogenesis (pembentukan gamet) pada salah satu orang tua. Nondisjungsi
meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks untuk memisah
(disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom
tersebut akan diturunkan kepada sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan
kromosom seks pada anak. Sebesar 40% nondisjungsi meiosis terjadi pada
ayah, dan 60% kemungkinan terjadi pada ibu. Sebagian besar penderita
sindrom klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula yang memiliki
kromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY. Gejala klinis dari

18
sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual yang
abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan
aspermatogenesis (kegagalan memproduksi sperma). Testis yang kecil
diakibatkan oleh sel germinal testis dan sel selitan (interstital cell) gagal
berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel yang ada di antara sel gonad
dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini
juga mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi,
peningkatan level gonadotropin, dan ginekomastia. Penderita klinefelter akan
mengalami ganguan koordinasi gerak badan, seperti kesulitan mengatur
keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat. Dilihat
dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang kecil,
namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan. Dari karakteristik itulah
penulis menyimpulkan bahwa pasien B memiliki kelainan genetika Syndrome
klinefelter. Berikut kariotipe kromosom syndrome klinefelter & contoh :

19
c) Pada pasien C, dengan karakteristik seorang bayi yang meninggal sesaat
setelah dilahirkan dengan memiliki kelainan pada fisiknya yakni polidactili
dan bibir sumbing. Kasus ini mengarah pada kelainan genetika Syndrome
patau ( 47 XX / XY + 13 ). Karena karakteristik pasien sama dengan
karakteristik fisik syndrome down yakni : retardasi, mental, terjadi bersama-
sama dengan sumbing bibir, dan palatum, polodaktili, dan anomaly pola
dermis serta abnormalis jantung, severa dan genitalia. Sindrom ini terjadi jika
pasien memiliki lebih satu kromosom pada pasangan kromosom ke-13 karena
tidak terjadinya persilangan antara kromosom saat proses meiosis. Beberapa
pula disebabkan oleh translokasi Robertsonian. Sindrom patau lebih sering
menyerang janin perempuan karena biasanya janin laki-laki yang mengalami
kelainan ini tidak dapat bertahan sampai waktu kelahiran. Sindrom Patau atau
Sindrom Trisomi-13 tidak diketahui pasti apa penyebabnya, seperti sindrom
Down, sering dikaitkan dengan peningkatan usia ibu. Berikut kariotipe
kromosom syndrome patau & contoh:

20
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kromosom manusia mempunyai panjang sampai 6 dan memiliki tipe yang berbeda-
beda yaitu metasentris, submetasentris, akrosentris, dan telosentris. Pada umunya
kromosom pada pria normal yaitu 46, XY dan Wanita normal yaitu 46, XX. Dalam
membuat kariotipe kromosom manusia, caranya yaitu kromosom yang telah
digunting kemudian diatur dalam pasangan-pasanganya mulai yang paling besar ke
paling kecil, mengelompokkannya menjadi kelompok A-G berdasarkan ukuran
kromosom serta letak dari sentromer. Kelainan-kelainan yang didapatkan yaitu
sindroma turner (45, X0), sindroma klinefelter (47, XXY), sindroma down (47, XY
+21)

5.2 Saran

Pada praktikum ini, mahasiswa diharpkan untuk lebih memahami tentang kariotipe
kromosom beserta kelainan – kelainan yang ditimbulkan.

21
DAFTAR PUTAKA

Agus, Rosana dan Sjafaraenan, 2013. Penuntun Praktikum Genetika. Jurusan


Biologi.Universitas Hasanuddin. Makassar.

Bandiati , S.K.P, 2003. Buku ajar genetika. Percetakan lestari : Bandung

Dasumiati. 2007. Penuntun Praktikum Genetika Dasar. Laboratorium Biologi


Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Heinz , H.A, 1971. Chromosomen – fibel. Georg Thiemeverlag. Stuttgart : Germany

James, J., Colin, B., dan Helen, S., 2008. Prinsip-Prinsip Sains Untuk
Keperawatan. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Juniarto, Achmad Zulfa dan Juwono. 2002. Biologi Sel. EGC. Jakarta

Nawawi, Yusuf S., dan Tri Indah Winarni, 2009. Karakteristik Dismorfologi Pada
Pasien Dengan Kelainan Kromosom Seks. http://eprints.Undip.ac.id/7490/1/.
Diakses pada tanggal 02 Desember 2014, Pukul 20.32 WIB. Surabaya.

Pai, Anna C. 1992. Dasar-dasar Genetika. Erlangga. Bandung

Suryo, 2010. Genetika Manusia. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Susanto, Agus H., 2011.Genetika. Graha Ilmu. Yogyakarta

Yatim, W. 1969. Genetika tarsito : Bandung

22

Anda mungkin juga menyukai