Anda di halaman 1dari 14

BAB I

DASAR TEORI

1.1 Kromosom1

Kromosom adalah struktur nukleoprotein yang membawa informasi


genetik. Struktur ini terletak di dalam inti sel dan berkumpul membentuk genom.
Pada organisme terdapat dua macam kromosom, yaitu kromosom seks (gonosom)
yang menentukan jenis kelamin dan kromosom tubuh (autosom) yang tidak
menentukan jenis kelamin. Kromosom memiliki dua fungsi utama, yakni untuk
memastikan DNA terpisah dalam porsi yang sama pada setiap pembelahan sel dan
untuk menjaga integritas dan ketepatan replikasi genom pada setiap siklus sel.
Elemen yang bertanggung jawab terhadap proses ini adalah sentromer, telomer, dan
unit replikasi.

1.2 Struktur Kromosom1

Kromosom dibentuk dari DNA yang berikatan dengan beberapa protein


histon. Dari ikatan ini dihasilkan nukleosom, yang memiliki ukuran panjang sekitar
10 nm. Kemudian nukleosom akan membentuk lilitan-lilitan yang sangat banyak
yang menjadi penyusun dari kromatid (lengan kromosom), satu lengan kromosom
ini kira-kira memiliki lebar 700 nm. Berikut adalah penjelasan dari bagian-bagian
kromosom.

1. Kromatid
Kromatid merupakan bagian lengan kromosom yang terikat satu sama
lainnya, 2 kromatid kembar ini diikat oleh sentromer. Nama jamak dari
kromatid adalah kromonema. Kromonema biasanya terlihat pada
pembelahan sel masa profase dan kadang-kadang interfase.
2. Sentromer
Sentromer merupakan struktur yang sangat penting, di bagian inilah lengan
kromosom (kromatid) saling melekat satu sama lain pada masing-masing
bagian kutub pembelahan. Bagian dari kromosom yang melekat pada
sentromer dikenal dengan istilah ‘kinetokor’.
3. Lekukan kedua
Lekukan kedua dapat mempunyai peranan, yaitu menjadi tempat
terbentuknya nucleolus dan karena itu disebut juga pengatur nucleolus
(“nucleolar organizer”) .
4. Kromomer
Kromomer adalah struktur berbentuk manik-manik yang merupakan
akumulasi dari materi kromatid yang kadang-kadang terlihat pada
pembelahan masa interfase. Pada kromosom yang telah mengalami
pembelahan berkali-kali, biasanya kromomer ini sangat jelas terlihat.
5. Telomer
Telomer adalah bagian berisi DNA pada kromosom, fungsinya untuk
menjaga stabilitas ujung kromosom agar DNA nya tidak terurai.
6. Satelit
Satelit adalah bagian yang merupakan tambahan pada ujung kromosom.
Tidak setiap kromosom memiliki satelit. Kromosom yang memiliki satelit
dinamakan satelit kromosom .

1.3 Ukuran dan Bentuk Kromosom2


Ukuran kromosom bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Panjang
kromosom berkisar antara 0,2-50 µ dengan diameter antara 0,2-20 µ. Misalnya
kromosom manusia memiliki panjang sampai 6 µ.
Setiap kromosom mempunyai bagian yang menyempit dan tampak lebih
terang, disebut sentromer, yang membagi kromosom menjadi dua lengan.
Berdasarkan letak sentromer dapat dibedakan menjadi 4 bentuk, yaitu :
1. Metasentris
Sentromer terletak median (di tengah-tengah kromosom), bentuk kromosom
seperti huruf V, terbagi menjadi dua lengan sama panjang.
2. Submetasentris
Sentromer terletak submedian (ke arah salah satu ujung kromosom), bentuk
kromosom seperti huruf J, terbagi menjadi dua lengan tak sama panjang.
3. Akrosentris
Sentromer terletak subterminal (di dekat ujung kromosom), bentuk
kromosom tidak membengkok melainkan tetap lurus seperti batang, satu
lengan sangat pendek dan lengan lainnya sangat panjang.
4. Telosentris
Sentromer terletak di ujung kromosom, kromosom hanya terdiri dari sebuah
lengan saja, berbentuk lurus seperti batang.

1.4 Tipe Kromosom2


Seperti halnya dengan kromosom dari individu eukaryotik (individu yang
memiliki nukleus sejati). Kromosom manusia dibedakan atas 2 tipe, yaitu :
1. Autosom
Kromosom yang tidak ada hubungannya dengan penentuan jenis kelamin.
Dari 46 kromosom di dalam inti sel tubuh manusia, maka yang 44 buah
(atau 22 pasang) merupakan autosom.
2. Gonosom
Kromosom ini disebut juga dengan kromosom seks, yaitu sepasang
kromosom yang menentukan jenis kelamin. Kromosom seks dibedakan atas
dua macam : kromosom-X dan kromosom-Y.

1.5 Jumlah Kromosom3


Setiap manusia normal mempunyai 46 kromosom (diploid, 23 pasang
kromosom). Dua puluh dua pasang kromosom adalah kromosom autosom yang
mengkode karakteristik manusia secara umum serta sifat-sifat spesifik, misalnya
warna mata, bentuk rambut, dan lain sebagainya dan satu pasang kromosom adalah
kromosom seks, yang terdiri dari dua jenis yangberbeda secara genetis. Laki-laki
secara genetik memiliki satu kromosom X dan satu Y (46,XY), perempuan secara
genetik memiliki dua kromosom X, (46,XX).
Akibat meiosis selama gametosis, semua pasangan kromosom terpisah
sehingga setiap sel anakhanya memiliki satu anggota dari setiap pasangan, termasuk
pasangan kromosom seks. Setiap sperma atau ovum menerima hanya satu anggota
dari tiap-tiap pasangan kromosom. Apabila pasangan kromosom seks XY berpisah
selama pembentukan sperma akan menerima kromosom X dan separuh lainnya
kromosom Y. Sebaliknya, selama oogenesis, setiap ovum menerima sebuah
kromosom X karena pemisahan kromosom XX hanya menghasilkan kromosom X.

1.6 Kelainan Kromosom4


Kelainan kromosom yang diderita dapat berupa kelainan jumlah atau
kelainan struktur kromosom. Kelainan jumlah dapat berupa hilang atau
bertambahnya satu kromosom. Misalnya monosomi, trisomi, triploidi. Sedangkan
kelainan struktur dapat terjadi dikarenakan delesi, duplikasi, translokasi, inversi,
ring. Selain kelainan struktur dan jumlah, keadaan mosaik juga merupakan salah
satu jenis kelainan kromosom. Kelainan kromosom ini dapat diturunkan dari orang
tua ataupun terjadi secara de novo dan berkontribusi besar terhadap terjadinya cacat
lahir pada bayi.
Kelainan kromosom yang seimbang biasanya tidak memiliki efek terhadap
fenotip sehingga tidak muncul tampilan dismorfik pada seseorang, namun pada
kelainan kromosom autosom yang tidak seimbang dapat menyebabkan kongenital
malformasi ( dismorfik ) yang multiple , dan kebanyakan berhubungan dengan
retardasi mental. Tampilan dismorfik yang muncul tersebut merupakan kelainan
yang disebabkan karena embriogenesis yang abnormal.

1.7 Pengertian Kariotipe5


Kariotipe ialah metode atau cara untuk pengorganisasian kromosom suatu
sel dalam kaitanya dengan jumlah, ukuran dan jenis. Kariotipe bermanfaat untuk
mengidentifikasi abnormalitas tertentu dari kromosom. Teknisi medis biasanya
mempersiapkan kariotipe dengan menggunakan komponen darah berupa Leukosit
(sel darahputih).

1.8 Cara Pembuatan Kariotipe6


Penemuan penting dan sangat populer saat ini ialah dengan pembuatan
kultur jaringan. Mula-mula diambil 5 cc darah vena. Sel-sel darah dipisahkan,
kemudian dibubuhkan pada medium kultur yang mengandung zat
phytohaemagglutinin (PHA). Zat ini didapat dari ekstrak biji kacang merah
Pheseolus vulgaris dan mempunyai fungsi sangat penting, yaitu (a) menyebabkan
sel-sel darah merah menggumpal sehingga mudah memisahkannya dari sel-sel
darah putih; (b) memacu sel-sel darah putih untuk membelah. Kemudian sel-sel
lekosit dipelihara dalam keadaan steril pada temperature 37 C untuk kira-kira 3 hari.
Dalam waktu ini sel-sel membelah dan dibubuhkan zat kolkhisin sedikit. Kolkhisin
adalah suatu alkaloida yang didapatkan dari umbi tanaman Colchicumautumnale ,
yang mempunyai pengaruh unik, yaitu meniadakan pembentukan gelendong inti
dan menghentikan pembelahan mitosis pada stadium metaphase, ialah pada saatnya
kromosom mengalami kontraksi maksimal dan nampak paling jelas. Kira-kira satu
jam kemudian, ditambahkan larutan hipotonik salin, sehingga sel-sel membesar dan
kromosom-kromosom menyebar letaknya. Akibatnya kromosom-kromosom dapat
di hitung dan dapat dibedakan satu dengan lainnya.
Langkah berikutnya ialah memotret kromosom-kromosomyang letaknya
sudah tersebar itu dengan sebuah kamera yang dipasang pada mikroskop.
Kemudian tiap-tiap kromosom pada foto itu digunting, diatur dalam pasangan-
pasangan mulai dari yang paling besar ke yang paling kecil, sehingga didapatkan
22 pasang autosom dan sepasang kromosom kelamin. Pengaturan kromosom secara
standar berdasarkan panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari sel somatis suatu
individu dinamkan kariotipe.
BAB II
METODOLOGI

1. Prepasi Kromosom7
Alat :
1. Spuit
2. Tabung heparin
3. Tabung falcon 10 cc
4. Laminary flow
5. Inkubator
6. Pipet ependrof
7. Tip pipet
8. Centrifuge
9. Waterbath
10. Pipet ukur
11. Deck glass
12. Mikroskop cahaya
Bahan :
1. Darah vena/kapiler
2. MEM (medium dengan sedikit aminoacid dan vitamin)
3. RPMI (medium yang kaya amino acid dan vitamin yang biasa dipakai untuk
kultur limfoblas)
4. PHA ( yang berfungsi untuk memacu mitosis)
5. Colchicines
6. Larutan KCl
7. Larutan fiksasi Carony’s
8. Larutan Giemsa 10%
Cara Kerja
1. Siapkan media MEM (medium dengan sedikit aminoacid dan vitamin) dan
RPMI 1640 (medium yang kaya amino acid dan vitamin yang biasa dipakai
untuk kultur limfoblas), kemudian pada masing-masing media ditambahkan
PHA 100 μl (yang berfungsi untuk memacu mitosis) dan FBS 10% pada
masing-masing media.
2. Teteskan masing-masing 7 tetes “buffy coat” atau 10 tetes darah dalam 2
tube berisi 5 ml media yang berbeda (MEM dan RPMI 1640)
3. Tabung diinkubasi pada suhu 37 ᴼ celcius selama 72-96 jam dengan sudut
kemiringan tabung 45ᴼ agar memberi peluang untuk tumbuhnya sel di
permukaan dalam incubator biasa atau incubator yang mengandung 5%
CO2.
4. Kemudian ditambahkan 3 tetes colchicines, inkubasi diteruskan selama 30
menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit pada 1000 rpm
5. Buang supernata, endapan diresuspensikan dan ditambahkan larutan
hipotonik hangat KCl 0,075 M, diresuspensikan sampai homogen dan
diinkubasi 37 derajat celcius dalam waterbath selama 15-30 menit.
6. Pusingkan 1000 RPM selama 10 menit, supernatan dibuang dan
ditambahkan 5 ml larutan fiksasi Carnoy’s (3 metanol : 1 acetic acid) pelan-
pelan melalui dinding tabung, kemudian dikocok. Pemberian larutan fiksasi
diulang 3 kali sampai didapatkan presipitat yang jernih.
7. Residu disuspensikan dengan larutan Carnoy’s secukupnya, sesuai
banyaknya pelet, disebarkan pada gelas obyek dengan meneteskan 2 tetes
suspensi pada lokasi yang berbeda.
8. Dilakukan pengecatan solid dengan Giemsa 10% dalam larutan buffer
phospat pH 6,8 selama 1 menit. Pengecatan solid hanya dipakai untuk
skrining sel.

2. GTG banding (G-banding)7


Pengecatan ini menggunakan reagen sebagai berikut :
1. H2O2 30%
2. Larutan Tryspin 1% stok dalam Buffer Hanks
3. Larutan Buffer Hanks (HBSS) pH 6,8-7,2
4. Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 6,8
Cara Kerja :
1. Pengecatan Trypsin dilakukan tanpa penghangatan yaitu setelah
membiarkan slide menjadi tua lebih kurang selama 3-5 hari.
2. Kemudian dicelupkan ke dalam larutan trypsin 0,1% (yang dilarutkan
dengan PBS pH 6,8) selama sekitar 10-20 detik.
3. Kemudian dicuci dengan air mengalir
4. Selanjutnya dimasukkan ke dalam staining jar yang berisi cat Giemsa 10%
dalam phosphate buffer selama 4-10 menit.
5. Setelah dicat, slide dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan.
6. Kemudian siap dianalisis di bawah mikroskop.

3. Analisis Kromosom7
Cara Kerja :
Siapkan format analisis untuk mencatat koordinat dan jumlah metafase yang
dihitung Analisis untuk semua kasus harus dengan pengecatan G-banding, paling
sedikit enam metafase dan penghitungan untuk 20 metafase. Bila didapatkan
kelainan mosaik, analisis paling sedikit harus didapatkan perbedaan pada 3
metafase dan bila didapatkan hanya 1 metafase yang berbeda maka perhitungan
harus ditambah paling sedikit 40 metafase.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi Syndrome Down8


Sindrom Down adalah suatu kondisi dimana terdapat tambahan kromosom
pada kromosom 21 atau dikenal juga dengan istilah trisomi 21 yang menyebabkan
keterlambatan perkembangan fisik, ketidakmampuan belajar, penyakit jantung,
tanda awal alzeimer, dan leukimia. Bayi yang lahir dengan sindrom Down berkisar
1 dari 800 kelahiran hidup.
Sindrom Down dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Translokasi adalah suatu keadaan dimana tambahan kromosom 21
melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom
yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14,
15, dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari seluruh penderita sindrom Down.
Dibeberapa kasus, translokasi sindrom Down ini dapat diturunkan dari
orang tua kepada anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini
hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21.
2. Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, dimana hanya
beberapa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom 21 (trisomi 21). Bayi
yang lahir dengan sindrom Down mosaik akan memiliki gambaran klinis
dan masalah kesehatan yang lebih ringan dibandingkan bayi yang lahir
dengan sindrom Down trisomi 21 klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik
hanya mengenai sekitar 2-4% dari penderita sindrom Down.
3. Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada
penderita sindrom Down, dimana terdapat tambahan kromosom pada
kromosom 21. Angka kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari semua
penderita sindrom Down.

3.2 Etiologi 9,10


Sindrom Down biasanya disebabkan karena kegagalan dalam pembelahan
sel atau disebut nondisjunction. Tidak diketahui mengapa hal ini dapat terjadi.
Namun, diketahui bahwa kegagalan dalam pembelahan sel ini terjadi pada saat
pembuahan dan tidak berkaitan dengan apa yang dilakukan ibu selama kehamilan.
Pada sindrom Down, trisomi 21 dapat terjadi tidak hanya pada saat meiosis
pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga dapat terjadi saat mitosis awal dalam
perkembangan zigot. Oosit primer yang perkembangannya terhenti pada saat
profase meiosis I tidak berubah pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi. Diantara
waktu tersebut, oosit mengalami nondisjunction. Pada sindrom Down, pada meiosis
I menghasilkan ovum yang mengandung 21 autosom dan apabila dibuahi oleh
spermatozoa normal, yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21.
Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Adanya virus/infeksi
2. Radiasi
3. Penuaan sel telur. Dimana peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap
kualitas sel telur. Sel telur akan menjadi kurang baik dan pada saat terjadi
pembuahan oleh spermatozoa, sel telur akan mengalami kesalahan dalam
pembelahan.
4. Gangguan fungsi tiroid. Dibeberapa penelitian ditemukan adanya hipotiroid
pada anak dengan sindrom Down termasuk hipotiroid primer dan transien,
pituitary-hypothalamic hypothyroidism, defisiensi thyroxinbinding
globulin (TBG) dan kronik limfositik tiroiditis. Selain itu, ditemukan pula
adanya autoimun tiroid pada anak dengan usia lebih dari 8 tahun yang
menderita sindrom Down.
5. Umur ibu. Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan
bayi dengan sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia muda (kurang
dari 35 tahun). Angka kejadian sindrom Down dengan usia ibu 35 tahun,
sebesar 1 dalam 400 kelahiran. Sedangkan ibu dengan umur kurang dari 30
tahun, sebesar kurang dari 1 dalam 1000 kelahiran. Perubahan endokrin,
seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormon, dan hormon LH (Luteinizing Hormone) dan
FSH (Follicular Stimulating Hormone) yang secara tibatiba meningkat pada
saat sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya nondisjunction. Selain nondisjunction, penyebab lain dari
sindrom Down adalah anaphase lag. Yaitu, kegagalan dari kromosom atau
kromatid untuk bergabung ke salah satu nukleus anak yang terbentuk pada
pembelahan sel, sebagai akibat dari terlambatnya perpindahan/pergerakan
selama anafase. Kromosom yang tidak masuk ke nukleus sel anak akan
menghilang. Ini dapat terjadi pada saat meiosis ataupun mitosis.

3.3 Manifestasi Klinis10


Beberapa individu memiliki sebagian besar gambaran klinis dibawah ini,
sementara lainnya hanya menunjukkan beberapa gambaran klinis saja. Gambaran
klinis penderita sindrom Down, yaitu mata sipit dengan sudut bagian tengah
membentuk lipatan (epicanthal folds), mulut yang mengecil dengan lidah besar
sehingga tampak menonjol keluar (macroglossia), bentuk kepala yang relatif lebih
kecil dibandingkan dengan orang normal (microchephaly), rajah telapak tangan
yang melintang lurus/horizontal (simian crease), penurunan tonus otot (hypotonia),
jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), bertubuh pendek, gangguan
pendengaran, dagu yang lebih kecil (micrognatia), dan gigi lebih kecil dari normal
(microdontia).
DAFTAR PUSTAKA

1. Saskaprabawanta, M. Intisari Materi Genetik . Graha Ilmu. Yogyakarta;


2010
2. Suryo. Sitogenetika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta; 2007
3. Widhiatmoko, B., dan Suyanto, E. Legalitas Perubahan Jenis Kelamin
Pada Penderita Ambiguos Genetalia di Indonesia . Jurnal Kedokteran
Forensik Indonesia; 2013
4. Alresna, F. Karakteristik Dismorfologi dan Analisis Kelainan Kromosom
Pada Siswa Retardasi Mental di SLB C/C1 Widya Bakti Seamarang .
Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang; 2009
5. Fitriyah., Wijayanto, A., dan Milliana, A. Petunjuk Praktikum Genetika .
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang; 2013
6. Suryo. Genetika Manusia . Gajah Mada University Press. Yogyakarta; 2011
7. Faradz SMH. Pengantar Sitogenetika, Genetika Molekuler, dan Alat bantu
Konseling Genetika.Laboratorium Bioteknologi FK UNDIP. 2002
8. Van Cleve SN, Cohen WI. Part 1: Clinical practiceguidelines with Down
syndrome from birth to 12 years.J Pediatric Health Care 2006
9. Committee on Genetics American Academy ofPediatrics. Health
supervision for children with Downsyndrome. Pediatrics 2001
10. Cohen WI. Down syndrome. Dalam: Maria BL, GilliamJE, Darby CP,
penyunting. Current management in childneurology. Edisi ke-3. London:
BC Decker Inc; 2005
LAPORAN PRAKTIKUM KROMOSOM

M.RIVALDO

I1011151037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2019

Anda mungkin juga menyukai