Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS KROMOSOM MANUSIA

Zuriah Aditya Mecca1, Naomi Stefani Pohan2, Elvira Fitri Umayya3, Rusni
Asmita Sigalingging4, Dewi Azmi5

Abstrak

Setiap sel organisme memiliki jumlah kromosom yang identik pada sel-sel susunan
tubuhnya (kecuali sel gamet). Pada manusia membentuk 22 pasang kromosom
autosomal dan satu pasang kromosom seks, yaitu kromosom X dan kromosom Y.
Laki-laki normal terdiri dari 22AA+XY; sedangkan perempuan normal terdiri dari
22AA+XX. Pada saat meiosis terjadi, setiap sel gamet (sperma dan ovum) membawa
setengah pasang kromosom dari sel induk. Kromosom dapat mengalami perubahan
(mutasi), baik itu berupa perubahan jumlah ataupun perubahan struktur. Perubahan
pada jumlah kromosom dapat terjadi karena hilangnya atau bertambahnya satu atau
lebih kromosom. Contohnya adalah poliploidi, monoploidi, trisomi, dan monosomi.
Perubahan jumlah kromosom, dapat terjadi karena adanya Non-disjunction, yang
terjadi pada saat meiosis. Sedangkan perubahan struktur kromosom, dapat terjadi
karena adanya delesi, inversi, translokasi, inversi, dan duplikasi. Untuk mendiagnosa
ada atau tidaknya kelainan pada kromosom. Metode yang digunakan adalah Kariotipe,
yaitu teknik menyusun kromosom berdasarkan jumlah dan strukturnya. Kariotipe dapat
dilakukan dengan cara mengambil gambar kromosom, memotong gambar kromosom
satu per-satu, dan mengorganisir. Kromosom yang telah disusun dalam karyogram
merupakan karyotipe sumber data penelitian yang penting dalam riset bahan genetik.
Penyusunan karyotipe dilakukan dengan cara mengurutkan pasangan kromosom dari
ukuran terbesar sampai terkecil berdasarkan kehomologan bentuk dan ukuran. Dari
keempat case yang dianalisis, diperoleh bahwa case 1 adalah kromosom penderita
down syndrome pada perempuan, case 2 adalah kromosom laki-laki normal, case 3
adalah kromosom penderita down syndrome pada laki-laki, dan case 4 adalah
kromosom perempuan normal.

Kata Kunci : Kromosom, Autosomal, Kariotipe, Down syndrome

I. Pendahuluan

Kromosom adalah benang-benang yang terdapat pada inti sel yang berfungsi
membawa DNA yang bersifat bawaan dan berisi tentang sebagian besar informasi
untuk aktivitas regulasi sel. Kromosom akan tampak jelas pada sel yang aktif
membelah. Jumlah kromosom di dalam inti sel dari berbagai organisme berbeda-beda
(Wulandari & Tofan, 2015).

Wilhem Roux (1883) mempunyai dugaan yang kuat bahwa kromosom di dalam
inti sel adalah pembawa faktor keturunan. Mekanisme pemindahan gen dari sel ke sel
digambarkan sebagai adanya struktur yang tidak terlihat dalam bentuk deretan atau
rantai, yang mengadakan duplikasi pada saat pembelahan sel. Pendapat ini didukung

1
oleh T. Boveri (1862-1915) dan W. S. Sutton (1902), yang membuktikan bahwa gen
adalah bagian dari kromosom (Effendi, 2020).

Setiap sel organisme memiliki jumlah kromosom yang identik pada sel-sel
susunan tubuhnya (kecuali sel gamet). Organisme yang hanya memiliki satu set
kromosom disebut dengan organisme haploid (n) sedangkan apabila organisme
memiliki sepasang set kromosom maka organisme tersebut disebut dengan organisme
diploid. Pada kondisi diploid setiap kromosom memiliki pasangan kromosom
homolognya. Dua kromosom dikatakan homolog apabila terdapat gen yang sama
untuk setiap lokusnya. Adanya perbedaan alel pada setiap lokus kromosom
mengakibatkan adanya perbedaan fenotip pada satu spesies (Artadana & Wina,
2018).

Pada manusia membentuk 22 pasang kromosom autosomal dan satu pasang


kromosom seks, yaitu kromosom X dan kromosom Y (Syafitri et al., 2013). Laki-laki
normal terdiri dari 22AA+XY; sedangkan perempuan normal terdiri dari 22AA+XX.
Pada saat meiosis terjadi, setiap sel gamet (sperma dan ovum) membawa setengah
pasang kromosom dari sel induk. Pada saat fertilisasi berlangsung, terjadi peleburan
materi genetik pada kedua sel gamet, sehingga pada akhirnya terbentuk sel zygote
yang sudah membawa pasangan kromosom lengkap. Bentuk kromosom di kenal
selama ini adalah linier. Kromosom kelamin X berbentuk lurus dan kromosom Y
berbentuk seperti jangkar. Bentuk kromosom ini hanya mencakup kromosom pada inti
sel eukariot (Nusantari, 2014).

Kromosom dapat mengalami perubahan (mutasi), baik itu berupa perubahan


jumlah ataupun perubahan struktur. Perubahan pada jumlah kromosom dapat terjadi
karena hilangnya atau bertambahnya satu atau lebih kromosom. Contohnya adalah
poliploidi, monoploidi, trisomi, dan monosomi. Perubahan jumlah kromosom, dapat
terjadi karena adanya Non-disjunction, yang terjadi pada saat meiosis. Sedangkan
perubahan struktur kromosom, dapat terjadi karena adanya delesi, inversi, translokasi,
inversi, dan duplikasi. Menurut aturan pewarisan sifat, utamanya pada kelainan yang
diwariskan melalui kromosom seks, gen tersebut bersifat X linked. Perempuan
biasanya hanya bersifat karier walaupun tidak menutup kemungkinan juga sebagai
penderita, namun apabila memiliki anak laki-laki bisa dipastikan menjadi penderita.
Secara umum, beberapa kelainan pada manusia diwariskan melalui autosom atau
kromosom seks baik bersifat dominan ataupun resesif. Contoh kelainan yang
diwariskan melalui kromosom seks adalah hemofili dan buta warna sedangkan contoh
brakidaktili, sindaktili, polidaktili adalah beberapa kelainan yang diwariskan melalui
autosom yang dominan (Saskaprabawanta et al., 2015). Penyebab penyakit genetik
antara lain adalah karena ketidaknormalan jumlah kromosom (Sindrom Down,
Sindrom Klinefelter, dan Sindrom Turner) mutasi gen yang berulang (Penyakit
Huntington), gen yang rusak dan diturunkan oleh orangtua. Sindrom Down, Sindrom
Klinefelter dan Sindrom Turner merupakan kelainan kromosom klasik, yang telah
ditemukan pada akhir abad ke 19 (Tjahjani, 2013).

2
Untuk mendiagnosa ada atau tidaknya kelainan pada kromosom, dilakukan
Kariotipe, yaitu teknik menyusun kromosom berdasarkan jumlah dan strukturnya.
Kariotipe dapat dilakukan dengan cara mengambil gambar kromosom, memotong
gambar kromosom satu per-satu, dan mengorganisir. Kromosom yang telah disusun
dalam karyogram merupakan karyotipe sumber data penelitian yang penting dalam
riset bahan genetik. Penyusunan karyotipe dilakukan dengan cara mengurutkan
pasangan kromosom dari ukuran terbesar sampai terkecil berdasarkan kehomologan
bentuk dan ukuran. Agar memiliki nilai sebagai data penelitian karyotipe perlu
dianalisis. Analisis karyotipe terutama ditekankan pada variasi panjang lengan
kromosom, variasi panjang total komplemen haploid kromosom, indeks asimetri,
variasi bentuk dan struktur kromosom, klasifikasi kromosom, dan rumus karyotipe
(Mertha et al., 2021).

Sentromer merupakan dasar bagi penentuan bentuk kromosom dan salah satu
faktor yang menentukan dalam kariotipe. Pada saat pembuatan preparat kromosom
tidak semua sel dapat menunjukkan adanya lekukan utama (primary constriction) di
kromosom (Puspita et al., 2020). Setiap kromosom memiliki sentromer, karena
sentromer berfungsi sebagai tempat berpegangannya benang-benang plasma dari
spindel atau gelendong inti di waktu pembelahan sel berlangsung. Apabila benang
spindel berkontraksi sehingga memendek, maka kromosom bergerak (tertarik) ke arah
kutub sel (pada stadium anafase). Kromosom yang tidak memiliki sentromer disebut
kromsosom asentris, yang biasanya labil dan mudah hancur dan hilang dalam plasma.
Jika pada sebuah kromosom dapat ditemukan beberapa sentromer sehingga kerap
kali sukar mengenalnya, maka sentromer itu dinamakan diffuse centromere.

Meskipun posisi sentromer suatu kromosom tertentu tetap, namun dapat


berbeda pula bagi kromosom yang lain. Kromosom dapat dibagi menjadi lima
kelompok berdasarkan letak sentromer, yaitu: telosentrik, subtelosentrik, akrosentrik,
metasentrik dan submetasentrik. Tetapi pada umumnya penggolongan yang selalu
digunakan adalah metasentrik (sentromer terletak di tengah-tengah sehingga keempat
lengan kromosom sama panjang), submetasentrik (sentromer terletak agak ke atas
sehingga lengan atas kromosom lebih pendek dari lengan kromosom bawah) dan
akrosentrik (sentromer terletak di ujung atas sehingga terdapat dua lengan kromosom
yang jauh lebih panjang). Identifikasi kromosom dapat dilakukan antara lain
berdasarkan: klasifikasi/tipe kromosom (Metasentris, telosentris, akrosentris) dan
ukuran, diurutkan dari kromosom terbesar diikuti kromosom kecil di bawahnya dan
banding patterns/pola khas kromosom kelamin (Laimeheriwa, 2018).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kromosom manusia berdasarkan


tipe setiap kromosom, perubahan struktur atau jumlah, jenis kelamin, hasil diagnosis,
serta formula kromosom dari setiap case yang disajikan. Dilakukan mendiagnosa ada
atau tidaknya kelainan pada kromosom dengan kariotipe. Kariotipe , yaitu teknik
menyusun kromosom berdasarkan jumlah dan strukturnya. Kariotipe dapat dilakukan
dengan cara mengambil gambar kromosom, memotong gambar kromosom dan

3
mengorganisir. Idiogram hasil dari kariotipe dapat dilakukan dengan memanfaatkan
aplikasi Karyo Measure dan Idiokar.

Melalui praktikum ini, mahasiswa dapat mempelajari dan mengidentifikasi


adanya abnormalitas kromosom. Ini mencakup pemahaman tentang sindrom genetik
yang disebabkan oleh perubahan dalam jumlah atau struktur kromosom.

II. Tujuan Praktikum

1. Mengidentifikasi struktur kromosom pada manusia


2. Mengidentifikasi tipe kromosom berdasarkan gambar hasil pengamatan
kromosom
3. Menyusun kariotipe dengan berbantuan software Karyo Measure dan Ideokar
4. Mengenal kariotipe kromosom yang mengalami mutasi atau kerusakan
5. Menganalisis hasil kariotipe berdasarkan tipe kromosom, struktur, jumlah, jenis
kelamin, dan formula kromosom

III. Metode

3.1 Alat dan Bahan

Tabel 3.1.1 Alat


No. Nama Alat Jumlah
1. Laptop 1 Buah
2. Alat Tulis 1 Buah

Tabel 3.1.2 Bahan


No. Nama Bahan Jumlah
1. Gambar case kromosom manusia 4 case
2. Software Karyomeasure / IdeoKar 1.3 1 Buah

3.2 Prosedur Kerja

Persiapkan alat serta bahan yang diperlukan sesuai


kebutuhan

Diakses dan didownload Case 1 sampai Case 4 yang


terdapat pada link http://surl.li/nbzki

4
Dibandingkan setiap struktur kromosom pada gambar
Case 1 sampai Case 4 dengan gambar Karyotipe yang
dapat diakses pada link diatas.

Dilakukan identifikasi jumlah kromosom yang ada pada


Case 1 sampai Case 4 serta tentukan nomor Kromosom
dan kelompok Karyotipenya.

Susunlah karyotipe dengan memberikan nomor pada


setiap kromosom dengan bantuan software
KaryoMeasure / IdeoKar 1.3

Simpanlah gambar hasil pemberian nomor kromosom


pada software yang digunakan

Dibangun Idiogram dari hasil penyusunan Karyotipe


dari software yang digunakan

5
Dimasukkan hasil penyusunan karyotipe ke dalam Tabel
Analisis Kromosom dan tentukan mutasi yang terjadi
pada kromosom

Dilakukan diagnosis terhadap analisis Case 1 sampai


Case 4 dan tuliskan rumus Formula Kromosomnya

3.3 Pengumpulan dan Analisis Data


Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan identifikasi secara
berkelompok dari Case 1 sampai Case 4 dengan menggunakan perbandingan bentuk
struktur kromosom berdasarkan letak sentromernya, yang terdiri dari (Metasentrik,
Submetasentrik, Acrosentrik dan Telosentrik), kemudian melakukan penomoran
kromosom dengan membandingkan Case 1 sampai Case 4 dengan tabel
pengelompokan karyotipe kromosom manusia.

Selanjutnya dilakukan analisis data dengan bantuan software KaryoMeasure


atau IdeoKar 1.3 untuk mendapatkan Idiogram dari Case yang disediakan. Dan
langkah terakhir, praktikan dapat mengamati mutasi yang terjadi pada 4 Case yang
tersedia sehingga diperoleh hasil diagnosis dan merumuskan formula kromosom tiap
Case.

Analisis data dilakukan dengan cara menganalisis kromosom manusia


berdasarkan tipe setiap kromosom, perubahan struktur atau jumlah, jenis kelamin,
hasil diagnosis, serta formula kromosom dari setiap case yang disajikan. Dilakukan
mendiagnosa ada atau tidaknya kelainan pada kromosom dengan kariotipe. Kariotipe,
yaitu teknik menyusun kromosom berdasarkan jumlah dan strukturnya. Kariotipe dapat
dilakukan dengan cara mengambil gambar kromosom, memotong gambar kromosom
dan mengorganisir. Idiogram hasil dari kariotipe dapat dilakukan dengan
memanfaatkan aplikasi Karyo Measure dan Idiokar. Dengan demikian akan diperoleh
hasil antara case yang menunjukkan perbedaan antara kromosom orang normal
dengan yang mengalami mutasi genetik.

IV. Hasil & Pembahasan

No. Case : 1 (satu)


Sex : XX (Perempuan)

Tabel 4.1 Analisis kromosom case 1


No. Chromosome Tipe kromosom Mutasi

6
1 Metasentris Normal
2 Submetasentris Normal
3 Metasentris Normal
4 Submetasentris Normal
5 Submetasentris Normal
6 Submetasentris Normal
7 Submetasentris Normal
8 Submetasentris Normal
9 Submetasentris Normal
10 Submetasentris Normal
11 Submetasentris Normal
12 Submetasentris Normal
13 Akrosentris Normal
14 Akrosentris Normal
15 Akrosentris Normal
16 Metasentris Normal
17 Submetasentris Normal
18 Submetasentris Normal
19 Metasentris Normal
20 Metasentris Normal
21 Akrosentris Trisomi
22 Akrosentris Normal
23 XX ( Submetasentris) Normal
Hasil diagnosis : Down Syndrome Pada Perempuan, trisomi pada kromosom 21
Formula Kromosom : 47, XX, + 21

7
9C 8C 7C

Gambar 4.1 Idiogram case 1

8
Dari analisis yang dilakukan, pada Case 1 didapatkan hasil analisis
bahwasanya pada Case 1 terjadi mutasi pada kromosom tersebut. Dari perhitungan
jumlah kromosom pada Case 1 didapat hasil bahwa jumlah kromosom pada Case
tersebut berjumlah 47 yang mana hal ini adalah bentuk kelainan karena kromosom
normal manusia berjumlah 46 (22 pasang Autosome dan 1 pasang Gonosome). Dari
hasil analisis, diperoleh bahwa pada kromosom 21 terjadi penambahan sehingga
jumlahnya menjadi 3 atau disebut juga Trisomi, yang mana hal ini adalah tanda dari
penyakit kelainan genetik Sindrom Down pada jenis Trisomi 21. Oleh karena itu,
formula kromosom dari Case 1 adalah 47, XX + 21.

Sindrom Down merupakan suatu kelainan genetik yang paling sering terjadi dan
paling mudah diidentifikasi. Sindrom Down atau yang lebih dikenal sebagai kelainan
genetik trisomi, di mana terdapat tambahan kromosom pada kromosom 21. Sindrom
Down terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom manusia.
Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga berjumlah
46. Pada penderita Sindrom Down, kromosom 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi),
sehingga total menjadi 47 kromosom. (Irdawati & Muhlisin, 2009)

Kromosom ekstra tersebut menyebabkan jumlah protein tertentu juga berlebih


sehingga mengganggu pertumbuhan normal dari tubuh dan menyebabkan perubahan
perkembangan otak yang sudah tertata sebelumnya. Selain itu, kelainan tersebut
dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik, ketidakmampuan belajar,
penyakit jantung, bahkan kanker darah/leukemia. Kelainan ini sama sekali tidak
berhubungan dengan ras, negara, agama, maupun status sosial ekonomi (Irwanto et
al., 2019).

Berdasarkan kelainan struktur dan jumlah kromosom, Sindrom Down terbagi


menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada
penderita Sindrom Down, di mana terdapat tambahan kromosom pada
kromosom 21. Angka kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari semua
penderita Sindrom Down.
2) Translokasi adalah suatu keadaan di mana tambahan kromosom 21
melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom
yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14, 15,
dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari seluruh penderita Sindrom Down. Pada
beberapa kasus, translokasi Sindrom Down ini dapat diturunkan dari orang tua
kepada anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini hampir sama
dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21
3) Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, di mana hanya
beberapa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom 21 (trisomi 21). Bayi yang
lahir dengan Sindrom Down mosaik akan memiliki gambaran klinis dan masalah
kesehatan yang lebih ringan dibandingkan bayi yang lahir dengan Sindrom

9
Down trisomi 21 klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik hanya mengenai
sekitar 2-4% dari penderita Sindrom Down (Irwanto et al., 2019).

No. Case : 2 (dua)


Sex : XY (Laki-laki)

Tabel 4.2 Analisis kromosom case 2


No. Chromosome Tipe kromosom Mutasi
1 Metasentris Normal
2 Metasentris Normal
3 Submetasentris Normal
4 Akrosentris Normal
5 Submetasentris Normal
6 Submetasentris Normal
7 Submetasentris Normal
8 Submetasentris Normal
9 Submetasentris Normal
10 Submetasentris Normal
11 Submetasentris Normal
12 Submetasentris Normal
13 Akrosentris Normal
14 Akrosentris Normal
15 Submetasentris Normal
16 Submetasentris Normal
17 Submetasentris Normal
18 Submetasentris Normal
19 Submetasentris Normal
20 Akrosentris Normal
21 Submetasentris Normal
22 Akrosentris Normal
23 X ( Submetasentris), Y Normal
(Akrosentrik)
Hasil diagnosis : Normal pada laki-laki
Formula Kromosom : 46, XY

10
X

Gambar 4.2 Idiogram case 2

Hasil diagnosis dari Case 2 adalah normal pada laki-laki dengan formula
kromosom 46 XY. Hasil identifikasi kromosom 1 sampai kromosom 23 menunjukkan
kromosom yang normal. Pada kromosom 23 terdapat jenis kromosom X dan
kromosom Y yang menunjukkan jenis kelamin adalah laki-laki.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa laki-laki normal
mempunyai 46 kromosom yang terdiri atas 22 pasang autosom dan 2 kromosom seks
X dan Y (Siswosudarmo, 1981).

11
Laki - laki dan perempuan mempunyai 2 buah kromosom yang bisa
menentukan jenis kelamin. Pada wanita, kedua belah kromosom seksnya adalah
kromosom X, sementara pada laki - laki kromosom seksnya terdiri atas X dan Y.
Susunan normal kromosom seks pada wanita adalah XX dan pada pria XY. Kromosom
X merupakan pembawa sifat perempuan dan juga penentu jenis kelamin perempuan,
dan kromosom Y merupakan kromosom pembawa sifat laki - laki dan juga penentu
jenis kelamin laki - laki. Apabila sperma yang membuahi sel telur mengandung
kromosom X, maka hasilnya adalah embrio perempuan (XX). Apabila sperma tersebut
mengandung kromosom Y maka hasilnya adalah embrio laki - laki (XY) (Dito et al.,
2023).

Proses pewarisan kromosom terjadi saat pembuahan, ketika sel sperma dari
laki-laki yang mengandung satu kromosom Y bertemu dengan sel telur dari
perempuan yang mengandung satu kromosom X. Hasilnya adalah embrio laki-laki
dengan pasangan kromosom seks XY. Ini adalah proses alamiah yang terjadi selama
pembentukan embrio dan menentukan jenis kelamin anak.

Faktor-faktor genetik dan biologis yang terlibat dalam pembentukan kromosom


seks memastikan bahwa laki-laki memiliki kromosom seks yang normal sesuai dengan
jenis kelaminnya. Meskipun kadang-kadang terjadi kelainan kromosom atau gangguan
genetik tertentu, namun pada umumnya, manusia sehat memiliki kromosom normal
yang sesuai dengan jenis kelamin mereka.

Laki-laki yang memiliki kromosom normal, yaitu XY, umumnya menunjukkan


ciri-ciri biologis dan perkembangan seksual yang sesuai dengan jenis kelaminnya.
Berikut adalah beberapa ciri-ciri laki-laki yang memiliki kromosom normal:

- Adanya testis sebagai organ reproduksi utama yang memproduksi sperma.


- Berkembangnya sistem saluran reproduksi laki-laki, termasuk epididimis, vas
deferens, dan kelenjar kelamin seperti prostat.
- Produksi hormon seks laki-laki, terutama testosteron, yang berperan dalam
perkembangan karakteristik seksual sekunder dan pemeliharaan fungsi
seksual.
- Pertumbuhan rambut wajah dan tubuh.
- Perkembangan suara yang lebih dalam (seringkali disebut sebagai perubahan
suara).
- Pertumbuhan otot yang lebih besar dan kepadatan tulang yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan.
- Perkembangan struktur tubuh laki-laki, seperti bahu yang lebih lebar.
- Perkembangan organisme sesuai dengan jalur pertumbuhan dan
perkembangan laki-laki.
- Pembentukan genital eksternal yang khas laki-laki selama perkembangan
embrio.
- Pertumbuhan rambut di daerah khas laki-laki, seperti dada dan ketiak.

12
Ciri-ciri ini adalah hasil dari ekspresi genetik yang terkandung dalam kromosom
seks XY, dan mereka mengatur perkembangan biologis dan karakteristik seksual
sekunder laki-laki.

Pembelahan kromosom adalah bagian kunci dari proses reproduksi seksual


dan kontribusi genetik dari kedua orangtua. Pembelahan kromosom terjadi selama
pembentukan sel kelamin (gametogenesis) dan pada saat pembuahan, yang
mengarah pada pembentukan zigot. Berikut adalah cara pembelahan kromosom
terkait dengan kemungkinan induk menghasilkan anak laki-laki normal:

- Gametogenesis

Proses pembelahan kromosom pertama-tama terjadi selama gametogenesis,


yaitu pembentukan sel kelamin (spermatogenesis pada laki-laki dan oogenesis pada
perempuan). Selama spermatogenesis, sel-sel spermatogonium mengalami meiosis,
sebuah pembelahan kromosom yang menghasilkan sel-sel sperma yang memiliki
setengah jumlah kromosom (23 kromosom), termasuk kromosom seks (X atau Y).

- Sperma dengan Kromosom Y

Selama spermatogenesis, setengah dari sperma yang dihasilkan oleh laki-laki


mengandung kromosom Y. Jika sperma yang mengandung kromosom Y berhasil
membuahi sel telur yang mengandung kromosom X dari induk perempuan, hasilnya
adalah zigot dengan karyotipe 46,XY, yang menentukan jenis kelamin laki-laki.

- Pembelahan Sel Telur

Pada sisi perempuan, pembelahan kromosom terjadi selama oogenesis. Sama


seperti pada spermatogenesis, pembelahan sel telur menghasilkan sel telur dengan
setengah jumlah kromosom, dan satu dari kromosom seks (X). Sel telur yang
mengandung kromosom X akan menyatu dengan sperma yang membawa kromosom
Y untuk membentuk zigot 46,XY, yang merupakan embrio laki-laki.

- Pembuahan

Proses kunci selanjutnya adalah pembuahan, di mana sperma yang membawa


kromosom Y menyatu dengan sel telur yang membawa kromosom X. Pembuahan ini
menghasilkan zigot yang membawa karyotipe 46,XY, menentukan jenis kelamin laki-
laki (Campbell et al., 2017).

13
No. Case : 3 (tiga)
Sex : XY (laki-laki)

Tabel 4.3 Analisis kromosom case 3


No. Chromosome Tipe kromosom Mutasi
1 Metasentris Normal
2 Submetasentris Normal
3 Metasentris Normal
4 Submetasentris Normal
5 Submetasentris Normal
6 Submetasentris Normal
7 Submetasentris Normal
8 Submetasentris Normal
9 Submetasentris Normal
10 Submetasentris Normal
11 Submetasentris Normal
12 Submetasentris Normal
13 Akrosentris Normal
14 Akrosentris Normal
15 Akrosentris Normal
16 Metasentris Normal
17 Submetasentris Normal
18 Submetasentris Normal
19 Metasentris Normal
20 Metasentris Normal
21 Akrosentris Trisomi
22 Akrosentris Normal
23 X ( Submetasentris), Y Normal
(Akrosentrik)
Hasil diagnosis : Down Syndrome pada laki-laki
Formula Kromosom : 47, XY, + 21

14
X

Gambar 4.3 Idiogram case 3

Dari analisis data yang telah dilakukan pada case 3 dengan mengidentifikasi
tipe setiap kromosom hasil diagnosis menunjukkan kromosom penderita down
syndrome pada laki-laki. Hal ini ditandai dengan adanya mutasi kromosom, trisomi 21.
Orang dengan sindrom down memiliki 47 kromosom (normalnya 46 kromosom).
Kelainan genetik ini terjadi pada kromosom 21 yang jumlahnya menjadi tiga buah
(normalnya dua buah kromosom).

15
Down Syndrome atau Sindrom Down atau kelainan genetik Trisomi merupakan
sebuah kelainan genetik yang dapat menyebabkan penderitanya memiliki tingkat
kecerdasan yang rendah, kelainan fisik yang khas, serta hambatan tumbuh kembang.
Down Syndrome terjadi dikarenakan materi genetik ekstra di kromosom 21. Kelainan
genetik ini disebabkan karena gagalnya pembelahan sel gamet (sel telur atau sperma)
pada prose Meiosis I atau Meosis II (non disjunction) sehingga terdapat kromosom
ekstra pada kromosom 21 yang menyebabkan jumlah protein tertentu berlebih dan
mengganggu pertumbuhan normal dari tubuh seperti perubahan perkembangan
sistem otak (Siahaan & Kesuma, 2021).

Kegagalan pembelahan sel gamet yang dibuahi akan menghasilkan bayi


dengan kelebihan 1 kromosom 21 dengan kariotip: 47, XX. +21 (perempuan) atau 47,
XY, +21 (laki-laki). Sindrom ini disebut sebagai Sindrom Down Klasik dan tidak
diturunkan. Sedangkan kasus sindrom yang diturunkan dari orang tuanya (karier)
terjadi akibat terjadinya translokasi (perpindahan sebagian atau seluruh kromosom ke
kromosom lain) yang terjadi akibat adanya translokasi kromosom 21 dengan
kromosom akrosentrik (tidak mempunyai lengan pendek) lain misalnya kromosom 14
(paling sering), kromosom 13, kromosom 15, dengan kromosom 21, sindrom ini
disebut sebagai Sindrom Down Translokasi.

Sindrom Down ditemukan oleh John Langdon Down pada tahun 1866. Ini
adalah kelainan kromosom di mana individu memiliki tambahan salinan kromosom 21,
baik penuh atau sebagian. Ada beberapa sejumlah kondisi medis yang terkait dengan
sindrom Down, yang paling umum adalah kelainan jantung, leukemia, gangguan
pencernaan, masalah penglihatan dan pendengaran, masalah gigi, penyakit tiroid,
apnea tidur obstruktif, epilepsi, dan penyakit Alzheimer. Sindrom Down juga
merupakan salah satu penyebab utama kecacatan intelektual (Diamandopoulos &
Green, 2018).

Dasar klinis mengenai sindrom down diungkapkan pertama kali oleh Professor
Jerome Lejeune (1926-1994) yang melakukan diagnosa genetik melalui teknik
pemeriksaan kariotipe pada tahun 1959. Pemeriksaan kariotipe pada awalnya adalah
sebuah metode untuk mengidentifikasi anomali pada kromosom yang terlihat.
Pemeriksaan dengan cara tersebut dapat mengobservasi penyimpangan kromosom
melalui mata ataupun menggunakan mikroskop.

Berikut ini adalah ciri-ciri Down Syndrome: (1) Bentuk kepala yang relatif kecil
dibandingkan dengan orang normal (microchephaly) dengan area datar di bagian
tengkuk; (2) Ubun-ubun berukuran lebih besar dan menutup lebih lambat (rata-rata
usia 2 tahun): (3) Bentuk mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan
(epicanthal folds): (4) Bentuk mulut yang kecil dengan lidah besar (microglossia)
sehingga tampak menonjol keluar Saluran telinga bisa lebih kecil sehingga mudah
buntu dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran jika tidak terapi: (5) Garis
telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simian crease); (6) Penurunan tonus
otot (hypotonia): (7) Jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), cuping hidung

16
dan jalan napas lebih kecil sehingga anak Down Syndrome mudah mengalami hidung
buntu; (8) Tubuh yang pendek; (9) Dagu kecil (micrognatia): (10) Gigi geligi kecil
(microdontia), muncul lebih lambat dalam urutan yang tidak sebagaimana mestinya
dan spot putih di iris mata (brushfiel brush field) (Siahaan & Kesuma, 2021).

Terdapat penyebab sindrom down yaitu nondisjunction dan anaphase lag.


Faktor nondisjunction merupakan kegagalan perpisahan kromosom pada saat
pembelahan sel gamet dan sel sperma reproduksi atau meiosis. Irwanto menyebutkan
ada empat hal yang menjadi pemicu faktor nondisjunction yaitu:

1. Infeksi virus. Salah satu jenis virus yang paling sering menginfeksi prenatal
adalah Rubela yang mampu memengaruhi mutasi gen sehingga jumlah atau
struktur kromosom berubah.
2. Radiasi. Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom down
mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi.
3. Usia sel telur dan sel spermatozoa. Pada saat usia perempuan memasuki usia
tua, kondisi sel telur terkadang menjadi kurang baik yang dapat menyebabkan
pembelahan saat kesalahan dibuahi oleh spermatozoa. Sedangkan pada sel
sperma berpotensi gangguan pematangan. mengalami
4. Usia ibu. Usia perempuan saat kehamilan juga turut menjadi faktor pemicu
terjadinya kegagalan perpisahan kromosom saat meiosis. Usia perempuan di
atas 35 tahun saat kehamilan diungkapkan berpotensi melahirkan bayi dengan
sindrom down dengan rasio sebesar 1 dalam 400 kelahiran.

Adapun faktor anaphase lag adalah kegagalan dari kromosom untuk bergabung
ke salah satu nucleus anak yang terjadi saat pembelahan sel sebagai akibat dari
keterlambatan pergerakan selama anafase atau ketika kromosom bergerak ke ujung
yang berlawanan (Balasong, 2022).

Menurut Rahma dan Indrawati (2017) persentase terjadinya nondisjunction


lebih tinggi terjadi pada sel telur dibandingkan dengan sperma sehingga
nondisjunction dapat dipengaruhi oleh usia ibu. Semakin tua usia ibu maka semakin
besar terjadinya nondisjunction dan semakin besar pula melahirkan anak sindrom
down. Resiko melahirkan anak sindrom down pada usia kurang dari 30 tahun adalah
1 dari 1000 kelahiran bayi. Usia ibu antara 30-34 tahun kelahiran anak penderita
sindrom down akan meningkat menjadi 1 dari 750 kelahiran. Usia ibu diatas 35 tahun
dapat mencapai 1 dari 100 kelahiran bayi. Bertambahnya usia ibu ketika mengandung
anak akan menyebabkan penuaan materi genetik yang memungkinkan terjadinya
kesalahan dalam pembelahan sel, selain itu penyebab terlahimya anak sindrom down
selain dari penuaan materi genetik juga dapat disebabkan oleh adanya pengaruh obat
saat kehamilan (Yunitasari et al., 2019).

17
No. Case : 4 (empat)
Sex : XX (Perempuan)

Tabel 4.4 Analisis kromosom case 4


No. Chromosome Tipe kromosom Mutasi
1 Metasentris Normal
2 Submetasentris Normal
3 Metasentris Normal
4 Submetasentris Normal
5 Submetasentris Normal
6 Submetasentris Normal
7 Submetasentris Normal
8 Submetasentris Normal
9 Submetasentris Normal
10 Submetasentris Normal
11 Submetasentris Normal
12 Submetasentris Normal
13 Akrosentris Normal
14 Akrosentris Normal
15 Akrosentris Normal
16 Metasentris Normal
17 Submetasentris Normal
18 Submetasentris Normal
19 Metasentris Normal
20 Metasentris Normal
21 Akrosentris Normal
22 Akrosentris Normal
23 C X( Submetasentris) Normal
23 G X (Akrosentrik) Normal
Hasil diagnosis : Perempuan normal
Formula Kromosom : 22AA+XX

18
Gambar 4.4 Idiogram case 4

Kromosom adalah struktur dalam sel yang mengandung infomasi genetik.


Kromosom mempunyai bagian yang menyempit sepasang yaitu sentromer dan
membagi kromosom menjadi dua lengan yaitu lengan p pada bagian atas dan lengan
q di bagian bawah. Berdasarkan letak sentromernya kromosom dapat dibedakan
menjadi beberapa bentuk. Pertama kromosom metasentrik yaitu apabila sentromer
terletak di tengah kromosom sehingga kromosom terbagi menjadi dua lengan yang
hampir sama panjang. Kedua kromosom submetasentrik yaitu apabila sentromer
terletak ke arah salah satu ujung kromosom sehingga kromosom terbagi menjadi dua
lengan yang tak sama panjang. Ketiga kromosom akrosentik yaitu letak sentromer di
dekat ujung kromosom sehingga satu lengan menjadi sangat pendek dan yang lain
sangat panjang. Terakhir adalah kromosom telosentrik yaitu apabila sentromer terletak
di ujung kromosom sehingga kromosom hanya terdiri dari satu lengan saja (Suryo,
2015).
19
Sel tubuh manusia normal memiliki 46 buah kromosom yang terdiri atas 22
pasang kromosom autosom dan 2 buah kromosom seks. Kromosom seks pada
wanita. Adalah 2 buah kromosom X (XX), sedangkan kromosom seks pada pria adalah
1 buah kromosom X dan 1 buah kromosom Y (XY). Penulisan nomenklatur kromosom
wanita. Normal adalah 46, XX, sedangkan pria normal adalah 46, XY. Tujuan
memahami kariotipe manusia normal adalah untuk mengetahui gambaran kromosom
manusia. Normal dan mendeteksi abnormalitas pada tingkat kromosom (Suryo 1994).

Berdasarkan kariotipe kromosom yang kami dapatkan dapat diketahui bahwa


lembar kromosom Case 4 merupakan kromosom manusia normal berjenis kelamin
perempuan karena kariotipe tersebut mempunyai kromosom berjumlah 46 buah
kromosom yang terdiri atas 22 pasang autosom dan 2 buah kromosom X sehingga
nomenklaturnya dapat ditulis 22AA+XX atau 46, XX.

20
V. Kesimpulan

Kromosom berasal dari 2 kata, yaitu Chroma : warna; dan Soma : badan.
Kromosom merupakan struktur seperti untaian benang yang membawa informasi
genetik (DNA/RNA). Pada sel eukariotik, kromosom disusun oleh Chromatin dan
dikemas oleh Histone. Secara umum, kromsom terdiri dari 2 struktur, yaitu :
Centromere (bagian pusat) dan Lengan (terdapat DNA). Pasangan kromosom terdiri
dari satu kromosom dari ibu dan satu kromosom dari ayah. Berdasarkan letak
Centromere, kromosom dibagi menjadi 4 tipe, yaitu : Metacentric, Sub-metacentric,
Acrocentric, & Telocentric. Berdasarkan informasi genetik yang dibawa, kromosom
dibagi menjadi 2, yaitu : Autosome (kromsom tubuh), yang membawa informasi
genetik untuk menentukan sifat tubuh, dan Gonosome (kromosom kelamin), yang
membawa informasi genetik untuk menentukan jenis kelamin. Kariotipe adalah teknik
menyusun kromosom berdasarkan jumlah dan strukturnya. Kariotipe dapat dilakukan
dengan cara mengambil gambar kromosom, memotong gambar kromosom dan
mengorganisir. Idiogram hasil dari kariotipe dapat dilakukan dengan memanfaatkan
aplikasi Karyo Measure dan Idiokar. Kromosom normal pada manusia yaitu 46 buah
atau 23 pasang dengan 22 pasang autosom dan 1 pasang gonosom. Karyotipe pada
manusia normal yaitu 22AA (autosom) + XX (genosom) untuk wanita 22AA (autosom)
+ XY (genosom) untuk laki-laki.

Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa pada keadaan normal jumlah
kromosom suatu individu adalah konstan yaitu 46 kromosom. Akan tetapi karena
adanya kelainan kromosom pada individu yang disebabkan mutasi kromosom, maka
jumlah kromosom yang ada pada individu tertentu dapat berbeda dari yang
seharusnya karena mengalami mutasi.

21
VI. Daftar Pustaka

Alresna, F. 2009. Karakteristik Dismorfologi dan Analisis Kelainan Kromosom pada


Siswa Retardasi Mental di SLB C/C1 Widya Bhakti Semarang. Karya Tulis
Ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP.

Artadana, I.B.M., & Wina, D.S. (2018). Dasar-Dasar Genetika Mendel dan
Pengembangannya. Surabaya : Graha Ilmu.

Balasong, A. N. F. (2022). Memahami Individu dengan Sindrom Down di Tengah


Masyarakat dan Agama. Mimikri, 8 (2), 286-310.

Campbell, N. A., Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P.
V., & Jackson, R. B. (2017). Biology (11th ed.). Pearson.

Diamandapoulos, K. & Green, J. (2018). Down syndrome : An integrative review.


Journal of Nursing, 2 (1), 1-8.

Dito, M.F., Dalfian, Ringgo, A., Mala, K. (2023). Hubungan Antara Riwayat Keturunan
Terhadap Jenis Kelamin Anak pada Keluarga di Wilayah Kerja Kantor Urusan
Agama Bandar Lampung. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 10(9), 2782-
2789.

Effendi, Y. (2020). Buku Ajar Genetika Dasar. Magelang : Pustaka Rumah C1nta.

Gardner, R.J McKinlay, Grant R Sutherland, Lisa G. Shaffer. Chromosome


Abnormalities and Genetics Counseling 4thEd. Inggris: Oxford University Press
Inc.

Hartono, R. & Rudina, A. (2019). Biologi Sel dan Genetika. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Irdawati & Muhlisin, A. (2009). Sindrom Down Pada Anak Ditinjau Dari Segi Biomedik
dan Penatalaksanaannya. Berita Ilmu Keperawatan. 2(1) : 47-50

Irwanto, Wicaksono, H., Ariefa, A., Samosir, S.M. (2019). A-Z Sindrom Down.
Surabaya: Airlangga University Press.

Laimeheriwa, B.M. (2018). Sitogenetika dan Analisis Kromosom. Pattimura University.

Mertha, I.G., Agil, I.I., Ahmad, R., I, W.M. Syamsul, B. (2021). Pelatihan Preparasi
Kromosom dan Analisis Karyotipe Pada Dosen-Dosen Biologi di Universitas
Nahdlatul Wathan Mataram. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 4(4),
376-382.

Nusantari, E. (2014). Genetika : Belajar Genetika dengan Mudah & Komprehensif.


Gorontalo : Deepublish.

22
Puspita, A., Agus, B.S., Aziz, P., Endang, S. (2020). Identifikasi Kromosom Homolog
Melalui Deteksi Nucleolus Organizer Regions dengan Pewarnaan AgNO3 pada
Tanaman Bawang Merah. Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia, 7(1), 9-17.

Saskaprabawanta, M., Sultana, M.F., Tri, I.W. (2015). Analisis Kromosom pada
Penderita dengan Anomali Kongenital Multipel di Laboratorium Cebior. Media
Medika Muda, 4(4), 1476-1483.

Siahaan, B.N. & Kesuma, Y. (2021). Kriteria Desain Pusat Rehabilitasi Down
Syndrome Dengan Pendekatan Arsitektur Perilaku. LOSARI : Jurnal Arsitektur,
Kota dan Permukiman, 6 (1), 82-90.

Siswosudarmo, R. (1981). Pemeriksaan Sitogenetik di Laboratorium Anatomi Fakultas


Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Berkala Ilmu Kedoteran, 13(2), 73-80.

Syafitri, K., Elza, A., Winoto, S. (2013). Metode Pemeriksaan Jenis Kelamin Melalui
Analisis Histologis dan DNA Dalam Identifikasi Odontologi Forensik. Jurnal
PDGI, 62(1), 11-16.

Tjahjani, N.P. (2013). Kelainan Genetik Klasik: Tinjauan Penciptaan Manusia dalam
Perspektif Al-Qur’an. Mudarrisa: Jurnal Kajian Pendidikan Islam, 5(2), 222-250.

Wulandari, A.S. & Tofan, R.W. (2015). Analisis Kromosom Tanaman Jati (Tectona
grandis Lf) dengan Metode Pewarnaan. Jurnal Silvikultur Tropika, 06(1), 49-54.

Yunitasari, I., Mahriani, & Oktarani, R. (2019). Pola Sidik Jari Tangan dan Ciri Fisik
Penderita Sindrom Down di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kota Jember. BERKALA
SAINTEK, 7 (2), 34-38.

23
VII. Lampiran

Lampiran 7.1 Gambar Kromosom Manusia

Gambar Keterangan

Penomoran Kromosom
Pada Case 1

Penomoran Kromosom
Pada Case 2

24
Penomoran Kromosom
Pada Case 3

Penomoran Kromosom
Pada Case 4

25
Lampiran 7.2 Laporan Sementara

26
27
28
29
30

Anda mungkin juga menyukai