Pendahuluan
Kelainan kromosom terjadi pada sekitar 1 per 160 kelahiran hidup, pada
60-80% kasus abortus, pada 10% kasus kelahiran mati, 13% pada kasus kelainan
jantung bawaan, 3-6% pada kasus infertilitas dan banyak pada kelainan bawaan.
(Howe B, 2014) Secara global, setidaknya 7,6 juta anak dilahirkan setiap tahun
dengan malformasi genetik, 90% dari bayi ini dilahirkan di negara berpenghasilan
menengah dan rendah. Data untuk menentukan prevalensi yang tepat sulit untuk
dikumpulkan, terutama di negara-negara berkembang, karena kondisi keragaman
yang sangat besar dan karena banyak kasus tetap tidak terdiagnosis.
1
pengujian genetik yaitu pengujian sitogenetika, biokimia, dan molekuler untuk
mendeteksi kelainan pada struktur kromosom, fungsi protein, atau urutan DNA.
Nageli, seorang ahli botani dari Swiss pada tahun 1840 pertama kali
menemukan struktur seperti benang di dalam inti sel yang dia sebut “transitory
cytoblast”. Istilah kromosom pertama kali dikenalkan oleh Waldayer pada tahun
1888. Kata kromosom berasal dari bahasa yunani, chromos yang berarti warna
dan soma yang berarti badan. (Kannan TP, 2009) Tahun 1956, Tijo dan Levan,
Ford dan Hamerton menemukan sel somatik yang normal pada manusia terdiri
dari 46 kromosom. (Veerabhadrappa SK, 2016)
2
Sitogenetik Manusia Nomenklatur / ISCN (1985). Ada 23 pasang kromosom di
sel manusia, terdiri dari 22 pasang autosom dan 1 pasang kromosom sex. (Hardi
F, 2009) Adanya DNA di dalam kromosom maka dikatakan kromosom
bertanggung jawab untuk mentransfer informasi genetik dari satu generasi ke
generasi lainnya. (Veerabhadrappa SK, 2016) Dengan demikian kelainan dalam
jumlah maupun struktur kromosom akan mengakibatkan kelainan genetik.
Sebagai contoh delesi lengan panjang kromosom 22 (kromosom philadelphia)
yang terdeteksi pada pasien chronic myeloid leukaemia. Delesi lengan panjang
kromosom 22 tersebut merupakan aberasi kromosom somatik yang pertama
ditemukan pada sel kanker. Penemuan tersebut sekaligus mendukung prediksi
Boveri pada tahun 1914 yang menyatakan bahwa kanker disebabkan oleh
perubahan kromosom. Analisis sitogenetika pada keganasan memiliki fungsi
diagnostik dan prognosis. (Ferguson-Smith MA, 2015)
Karyotyping
3
individu dipasangkan satu sama lain berdasarkan pola pita yang sama. Manusia
normal memiliki 46 kromosom atau 23 pasang yang terdiri dari 22 pasang
autosom dan 1 pasang kromosom sex yang menentukan jenis kelamin. Gambar 1
dan 2 menunjukkan karyogram kromosom normal.( Ponnuraj KT, 2011)
4
Gambar 2. Kromosom normal pada pria. 22 pasang autosome dan 1 pasang
kromosom sex XY
5
Tabel 1. Simbol standar dalam karyotyping. (Gangane SD, 2008)
6
Gambar 3. Klasifikasi kromosom berdasarkan posisi sentromer
Klasifikasi Denver :
7
Gambar 4. Klasifikasi Denver.
1. Q-banding
Teknik Banding kromosom yang pertama ditemukan adalah Q-Banding.
Pada teknik ini kromosom diwarnai dengan fluorokrom seperti quinacrine
mustard atau quinacrine dihidrochloride yang kemudian dievaluasi
dengan mikroskop fluoresen. Kelebihan dari teknik ini adalah tidak
memerlukan perlakuan awal.
2. G-banding
Teknik ini menggunakan cat Giemsa. Sebelum pengecatan, diperlukan
perlakuan awal. G-banding merupakan teknik banding yang paling banyak
digunakan karena memiliki resolusi yang lebih baik.
3. R-banding
8
Teknik R-banding merupakan kebalikan dari G-banding. Teknik ini
memerlukan suhu 65-88º C untuk denaturasi.
4. C-banding
Teknik ini memerlukan perlakuan dengan asam klorida 0,2 N
hydrochloride acid diikuti RNAse dan Natrium hidroksida. Mewarnai
bagian sentromer kromosom.
Meskipun kelainan kromosom bisa sangat kompleks, ada dua tipe dasar yaitu
kelainan numerik dan struktural. Kedua jenis kelainan ini dapat terjadi secara
bersamaan. Abnormalitas numerik melibatkan hilangnya atau bertambahnya
jumlah kromosom yang dapat mencakup autosom dan kromosom sex. Singkatan
yang digunakan adalah (+) untuk penambahan kromosom atau (-) untuk
kehilangan kromosom. Sel yang kehilangan kromosom disebut monosomi,
sedangkan penambahan kromosom disebut trisomi. Ada juga suatu kondisi yang
disebut triploidy di mana ada salinan tambahan dari setiap kromosom. (Hardi F,
2009)
9
Tabel 2. Contoh penyakit akibat kelainan numerik dan struktur kromosom
(Veerabhadrappa SK, 2016)
G-banding
Pola pita (banding) kromosom terdiri dari pola garis atau pita terang dan
gelap yang muncul setelah diwarnai dengan pewarna. Pola pita unik digunakan
untuk mengidentifikasi setiap kromosom. Pita yang gelap merupakan bagian
kromosom yang bereplikasi lambat pada fase S, mengandung banyak Adenin dan
Timin serta sedikit gen yang aktif. Sedangkan pita yang terang adalah bagian
10
kromosom yang bereplikasi awal di fase S, mengandung banyak Guanin dan
Cytosine serta sekitar 80% gen aktif. (Veerabhadrappa SK, 2016)
Pada tahun 1952, T. C. Hsu secara tidak sengaja mengganti air suling
untuk larutan salin normal yang digunakan dalam mencuci sel sebelum diletakkan
pada slide. Pemberian cairan hipotonik ini menyebabkan inti sel membengkak dan
memungkinkan kromosom untuk berpisah atau tersebar dengan baik.
3. Sinkronisasi
4. Pemanenan (Harvesting) :
- Hypotonic treatment
- Fiksasi
6. Pewarnaan (Banding)
7. Pembacaan hasil
11
1. Pengumpulan / pengambilan bahan
12
metanol perbandingan 1 : 3. Kocok perlahan dengan drop pipet. Warna sampel
menjadi coklat kehitaman. Kemudian sentrifuge selama 10 menit kecepatan
1200 RPM. Supernatan hasil sentrifuge dibuang. Ulangi pemberian Carnoy’s
Fix dan sentrifugasi tersebut sampai supernatan jernih. Lalu disimpan pada
suhu -20ºC minimal 24 jam. Sebelum disimpan, ditambahkan lagi Carnoy’s
Fix 5 ml. sampel yang telah disimpan minimal 24 jam pada suhu -20º C
tersebut siap untuk proses dropping.
5. Pembuatan Slide (Dropping)
Pembuatan slide diawali dengan persiapan kaca slide. Kaca slide direndam
dalam methanol 95% dingin selama 24 jam. Kemudian sebelum digunakan,
kaca slide yang telah selesai direndam tersebut dikeringkan dalam slide
warmer selama 24 jam pada suhu 38,5º C. Proses dilanjutkan dengan dropping
sampel ke atas slide. Bisa menggunakan mesin Dropping (metaphase
spreader), sampel diteteskan pada silde sebanyak 2 tetes, lalu dimasukkan
dalam slide warmer suhu 38,5ºC selama 4 hari dilanjutkan oven suhu 60ºC
selama 24 jam.
6. Pewarnaan (Banding)
Bahan untuk pewarnaan terdiri dari Tripsin 100 ml, Free Salt Solution /
FSS 100 ml (siapkan dalam 2 wadah : FSS I dan FSS II ) dan Giemsa. Giemsa
yang digunakan dicampur aquabidest dengan perbandingan 9 giemsa : 1
aquabidest. Cara pewarnaan sebagai berikut : slide dicelupkan dalam Tripsin
selama 12 detik, kemudian dicelupkan ke dalam FSS I selama 4 detik,
dilanjutkan ke dalam FSS II selama 4 detik dan terakhir masukkan slide ke
dalam larutan Giemsa selama 30 menit. Selanjutnya cuci slide dengan air
mengalir, keringkan dan baca di bawah mikroskop.
7. Pembacaan hasil
Pembacaan hasil pada teknik G-banding dilakukan dengan mikroskop
cahaya pembesaran 1000x. Dilakukan analisa kromosom sesuai ISCN
(International System for Human Cytogenetic Nomenclature). Dianalisis
apakah terdapat kelainan numerik maupun struktur.
13
Secara umum sitogenetika klasik seperti karyotyping memiliki kelebihan dan
keterbatasan sebagai berikut. (Bridge JA, 2008)
Kelebihan :
Kekurangan :
14
DAFTAR PUSTAKA
Gangane, SD. 2008. Cytogenetics. Human Genetics 3rd edition. Noida: Elsevier.
Kannan TP, Zilfalil BA. Cytogenetics: Past, Present And Future. Malays J Med
Sci. 2009; 16(2):4-9.
Keagle MB, Gersen SL. 2005. Basic Laboratory Procedures. The Principles of
Clinical Cytogenetics Second Edition. Totowa, NJ : Humana Press Inc.
Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. 2007. Chapter 2 The Human Genome
and the Chromosomal Basis of Heredity. In: Thompson & Thompson Genetics in
Medicine. Philadelphia: Saunders Elsevier
15
Available from: https://www.intechopen.com/books/advances-in-the-study-of-
genetic-disorders/cytogenetic-techniques-in-diagnosing-genetic-disorders
Veerabhadrappa SK, Chandrappa PR, Roodmal SY, Shetty SJ, Madhu Shankari
GS, Mohan Kumar KP. Karyotyping: Current perspectives in diagnosis of
chromosomal disorders. Sifa Med J 2016; 3:35-40.
16
Schweizer D., Ambros P.F. 1994. Chromosome Banding. In: Gosden J.R. (eds)
Chromosome Analysis Protocols. Methods in Molecular Biology™, vol 29.
Humana Press
17
18