Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KOMPLIKASI PENANGANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL


PADA MASA KEHAMILAN DENGAN MOLA HIDATOSA

Anggota Kelompok :

Aisyah Dalimunthe

Delvi Fitrah Irawan

Eka Febli Reskianti

Elfayana Lesfitasari

Fraya Nadila Putri

Neneng Dwi Mayang Sari

Nurul Natasya

Selly Herayati Pane

DIII KEBIDANAN TK 2 A

POLTEKKES KEMENKES RIAU 2021

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hamil mola ialah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang
menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari fili korialis disertai dengan degenerasi hidrofik,
uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi tidak dijumpai adanya janin, kavum
uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur. Sampai saat ini penyebab mola
tidak diketahui namun faktor-faktor yang dapat menyebabkan mola antara lain faktor umum.
Imuno selektif dari trofoblas, keadaan sosio ekonomi rendah, paritas tinggi, kekurangan protein,
infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas. Pada kehamilan mola biasanya terdapat
gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasanya, muka dan badan
kelihatan pucat, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan, kadang terjadi perdarahan
sedikit atau banyak. Pada pemeriksaan tidak dijumpai adanya kerangka janin (Pelayanan
Kesehatan Maternal Neonatal, Sarwono Prawirohardjo, 2002). Kehamilan mola 10 x lebih besar
terjadi pada wanita usia 45 tahun bila dibanding pada usia reproduksi 20 – 40 tahun. Kejadian
mola di rumah sakit besar di Indonesia kira-kira diantara 80 persalinan (Obstetri Patologi, bagian
obsgin. FK. UNPAD, 1984).

Kehamilan dengan mola dapat menimbulkan komplikasi antara lain perdarahan syok infeksi
sekunder, perforasi dan keganasan (Chorio Carcinoma). Oleh karena itu perlu diwaspadai
mengingat kehamilan ibu terbanyak disebabkan perdarahan.

Pada kehamilan mola perlu penanganan lebih intensif, harus segera dilakukan evakuasi
jaringan pada trimester awal atau maksimal usia gestasi 4 bulan. Setelah itu dilakukan kuretase
untuk membersihkan sisa-sisa jaringan pada hari ke 7 – 10 untuk itu diperlukan kerjasama yang
baik antara tenaga kesehatan dan pasien sehingga komplikasi yang akan timbul bisa dicegah dan
diatasi.

1.2 Rumusan
1. Apa yang dimaksud dengan mola hidatidosa ?

2. Apa factor yang bisa menyebabkan terjadinya mola hidatidosa ?

3. Apa saja klasifikasi dari mola hidatidosa ?

4. Sebutkan tanda dan gejala dari mola hidatidosa ?

5. Apa saja predisposisi dari mola hidatidosa ?

6. Bagaimana manifestasi klinik dari mola hidatidosa ?

7. Apa saja patofisiologi dari mola hidatidosa ?

8. Apa komplikasi dari mola hidatidosa ?

9. Bagaimana cara tes diagnostik dari mola hidatidosa ?

10. Bagaimana cara penanganan dari mola hidatidosa ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari mola hidatidosa

2. Untuk mengetahui factor yang bisa menyebabkan terjadinya mola hidatidosa

3. Untuk mengetahui klasifikasi dari mola hidatidosa

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari mola hidatidosa

5. Untuk mengetahui predisposisi dari mola hidatidosa


6. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari mola hidatidosa

7. Untuk mengetahui patofisiologi dari mola hidatidosa

8. Untuk mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa

9. Untuk mengetahui tes diagnostik dari mola hidatidosa

10. Menjelaskan cara penanganan dari mola hidatidosa

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats yang
berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi
yang patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalalami
perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole
sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole.

Hamil Mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi poliferasi dan vili korialis disertai dengan degenerasi
hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi, tidak dijumpai adanya
janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1 atau 2 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2010).

Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini
merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).

Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang
menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat,
membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG)
(Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

2.2 Etiologi
Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor
penyebabnya adalah :

2.2.1 Faktor ovum

Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah
sel sperma.

2.2.2 Imunoselektif dari trofoblas

Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu


terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah
primitive di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan
diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi
kejaringan ibu.

2.2.3 Usia

Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola.
Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif
tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi
kehamilan mola.

2.2.4 Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga
mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.

2.2.5 Paritas tinggi

Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa
karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris
(pergonal). Namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
molahidatidosa.

2.2.6 Defisiensi protein

Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan
pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada
waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan
pertumbuhan pada janin tidak sempurna.

2.2.7 Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya
mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat
tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan
tubuh.

2.2.8 Riwayat kehamilan mola sebelumnya

Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu kejadian
terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah
1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa
disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.

2.3 Klasifikasi

Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009 yaitu :

2.3.1 Mola Hidatidosa Komplet

Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali pusat, atau membran.
Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta. Villi korionik berubah menjadi
vesikel hidropik yang jernih yang menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan memberi
tampilan seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari yang sulit dilihat sampai yang
berdiameter beberapa sentimeter. Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan
sitotrofoblas.
Massa mengisi rongga uterus dan dapat cukup besar untuk menyerupai kehamilan.

Pada kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk menambatkan hasil konsepsi. Hal
ini berarti bahwa mola yang sedang berkembang dapat berpenetrasi ke tempat implantasi.
Miometrium dapat terlibat, begitu pula dengan vena walaupun jarang terjadi. Ruptur uterus
dengan perdarahan massif merupakan salah satu akibat yang dapat terjadi.

Mola komplet biasanya memiliki 46 kromosom yang hanya berasal dari pihak ayah
(paternal). Sperma haploid memfertilasi telur yang kosong yang tidak mengandung kromosom
maternal. Kromosom paternal berduplikasi sendiri. Korsiokarsioma dapat terjadi dari mola jenis
ini.

2.3.2 Mola hidatidosa partial

Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong amnion dapat ditemukan
karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8 atau ke-9. Hiperplasia trofoblas hanya terjadi pada
lapisan sinsitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar luas dibandingkan dengan mola komplet.

Analisis kromosom biasanya akan menunjukan adanya triploid dengan 69 kromosom, yaitu
tiga set kromosom: satu maternal dan dua paternal. Secara histologi, membedakan antara mola
parsial dan keguguran laten merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini memiliki signifikansi
klinis karena walaupun risiko ibu untuk menderita koriokarsinoma dari mola parsial hanya
sedikit, tetapi pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal yang sangat penting.

2.4 Tanda Dan Gejala

2.4.1 Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah
sebagai berikut :

1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan

2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut
kadang keluar gelembung mola.

3. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

4. Mual dan muntah,hyperemesis gravidarum


5. Adanya tekanan atau sakit di panggul

6. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus sudah
membesar setinggi pusat atau lebih.

7. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.

8. Hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.

9. Mungkin timbul preeklampsia dan eklampsia. Terjadinya preeclampsia dan Eklampsia


sebelum minggu kedau empat menuju kearah mola hidatidosa.

10. Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah periode
menstruasi terakhir.

2.4.2 Gejala Klinik

1. Perdarahan vaginal

Perdarahan vaginal merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting
sampai perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan merupakan
gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola. Tiga perempat pasien
mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya sepertiga pasien yang mengalami
perdarahan hebat. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai
lebih jauh. Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus.
Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat daripada kehamilan normal,
hal ini ditemukan pada setengah kasus pasien mola. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih
kecil atau sama dengan besarnya kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.

2. Hiperemesis gravidarum

Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang
berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang menyebabkan peningkatan B
HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini
sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup
berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit.
3. Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan

Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler vilii
yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada
sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih
kecil dari yang diharapkan.

4. Aktifitas janin

Meskipun uterus cukup besara untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas
janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan
tidak teraba gerakan janin.

5. Pre-eklamsia

Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul
pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut
dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema
generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.

6. Hipertiroid

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%),
namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa
berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi
tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka
dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif
dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan
menghilangnya mola.

Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi
kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena
krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang
dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat
thyrotropin – like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar
hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat
tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi,
takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin

7. Kista teka lutein

Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Kista ini
biasanya tidak dapat dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG pasien dapat
memberikan tekanan dan nyeri pada pelvik karena peningkatan ukuran ovarium dapat
menyebabkan torsi ovarium. Kista ini terjadi akibat respon BHCG yang sangat meningkat dan
secara spontan mengalami penurunan (regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan elemen
lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh
trofoblas yang berproliferasi.

Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium terjadi
pada 15-30% penderita mola. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan
tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada saat follow up. Kasus mola
dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi
keganasan di kemudian hari. Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi
dari kista terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar βHCG.
Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium tadi
mengalami infeksi.

8. Embolisasi

Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat
evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah
kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel
trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat
menyebabkan kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru
akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi.

2.5 Predisposisi
Faktor resiko lainnya yang diketahui adalah status sosio ekonomi rendah, keguguran
sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional sebelumnya, dan usia yang sangat ekstrim pada
masa subur. Efek usia yang sangat jelas terlihat adalah pada wanita yang berusia lebih dari 45
tahun, ketika frekuensi lesi yang terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada
wanita yang berusia diantara 20-40 tahun. (Reeder, 2011)

Faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk kehamilan mola yaitu berkaitan dengan genetika
dan riwayat reproduksi. Berikut faktor resiko untuk kehamilan mola hidatidosa menurut
Fauziyah, 2012 :

2.5.1 Etnis Asia

Ada insiden yang lebih tinggi untuk angka kejadian kehamilan mola hidatidosa di kawasan
Asia. Perempuan dari etnis Asia beresiko dua kali lipat lebih tinggi dari pada wanita non-etnis
Asia.

2.5.2 Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya

Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki resiko 2 kali lipat
dibandingkan dengan yang belum pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa.

2.5.3 Riwayat genetik

Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola hidatidosa memiliki penyebab
genetik terkait dengan mutasi gen pada kromosom 19.

2.5.4 Faktor makanan

Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan dengan peningkatan resiko
kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk juga kekurangan vitamin A.

2.6 Manifestasi Klinik

Mola hidatidosa adalah tumor plasenta yang terbentuk saat telah terjadi kehamilan. Untuk
beberapa alas an yang belum jelas, embrio mati dalam uterus, tetapi plasenta tetap berkembang.
Pada tahap awal penyakit, manifestasi yang terjadi sulit dibedakan dengan manifestasi yang
terjadi pada kehamilan normal. Abnormalitas genetik yang terjadi pada saat pembuahan tampak
menjadi penyebab penyakit tersebut.

Gambaran klinis pada kehamilan akan terlihat normal awalnya, walaupun pada sekitar
sepertiga sampai setengah wanita yang mengalami mola komplit, uterus akan membesar lebih
dari massa gestasi yang diperkirakan. Perdarahan merupakan gejala yang umum terjadi dan dapat
bervariasi dari perdarahan bercak-bercak merah kecoklatan sampai perdarahan hebat berwarna
merah segar. Muntah yang berlebihan dan parah akan muncul pada tahap awal. Denyut jantung
janin tidak terdengar walaupun terdapat tanda-tanda kehamilan yang lain. Preeklampsia dapat
terjadi sebelum gestasi minggu yang ke-20. Wanita yang mengalami mola hidatidosa sebagian
biasanya memiliki diagnosis klinis aborsi spontan missed abortion. Vesikel akan terlihat pada
rabas vagina saat terjadinya abortus.

Kadar β – hCG darah atau urine akan sangat positif (sangat meningkat saat dibandingkan
dengan kadarnya pada kehamilan yang normal). Pada kehamilan mola, kadar β – hCG serum
masih sangat tinggi dalam seratus hari setelah menstruasi terakhir, ketika kadarnya seharusnya
telah mengalami penurunan. Walaupun demikian, nilai ini juga harus dievaluasi dengan cermat,
karena kadar yang sangat tinggi juga dapat dikaitkan dengan gestasi multipel dengan lebih dari
satu plasenta. Kadar hCG awal mungkin relatif pada pasien yang mengalami mola sebagian
daripada pasien yang mengalami mola komplit. (Reeder, 2011)

2.7 Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista


seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang
ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda
mola adalah: satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola
besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis
adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola.

Secara mikroskopik terlihat trias:

1. Poliferasi dari trofoblas

2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban


3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsisial
giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10
cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang
setelah mola hidatidosa sembuh (Mochtar, 2005)

Sedangkan menurut Purwaningsih, 2010 patofisiologi mola hidatidosa yaitu ovum Y telah
dibuahi mengalami proses segmentasi sehingga terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan
dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing sel membelah lagi menjadi 4, 8, 16,
32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke
cavum uteri kurang lebih 3 hari dan didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi
dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel telur)
sel kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel yang terdapat disebelah dalam yang akan
membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi
dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya
pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berproliferasi ringan
kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas
juga mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola
hidatidosa tidak jarang terjadi perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas
yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan
diagnose mola hidatidosa.

2.8 Komplikasi

2.8.1 Komplikasi non maligna

1. Perforasi uterus

Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus , kuretase harus
dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya
perforasi.

2. Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah tindakan kuretase.
Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase sehingga
mengurangi kejadian perdarahan ini.

3. DIC

Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua pasien di-
skreening untuk melihat adanya koagulopati.

4. Embolisme tropoblastik

Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada uterus
yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.

5. Infeksi pada sevikal atau vaginal.

Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan
penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola benigna dan mola maligna.

2.8.2 Komplikasi maligna

Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan identifikasi
pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 %
pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan selah
terjadi mola incomplete meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik non metastase
yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:

1. Anemia

2. Syok

3. Preeklampsi atau Eklampsia

4. Tirotoksikosis

5. Infeksi sekunder.
6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.

2.9 Tes Diagnostik

Menurut Fauziyah, 2012 tes diagnostic pada mola hidatidosa dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu:

1. Pemeriksaan kadar beta hCG: pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau
urin.

2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap
tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta Sison).

3. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan).

4. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat
janin.

5. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.

6. Pemeriksaan trimester 3 dan trimester 4 bila ada gejala tirotoksikosis. (Sujiyatini, 2009)

7. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk penetapan diagnosa apabila terjadi perlepasan/


pengeluaran jaringan mola. (Myles, 2009)

8. Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung molanya. Tetapi bila kita
menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran
gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.
(Prawirohardjo, 2007)

2.10 Penanganan

Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu:

1. Perbaikan keadaan umum

Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :


1) Koreksi dehidrasi

2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr % atau kurang)

3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protokol
penanganan di bagian obstetrik dan ginekologi

4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian penyakit dalam

2. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi

Kuretase pada pasien mola hidatidosa:

1) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta
HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.

2) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase
dilakukan 24 jam kemudian.

3) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infuse dengan tetesan
oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5%.

4) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.

5) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.

Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah :

1) Umur ibu 35 tahun atau lebih.

2) Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.

3. Pemeriksaan tindak lanjut

Menurut Sujiyatini, 2009 pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola hidatidosa meliputi :

1) Lama pengawasan 1-2 tahun.

2) Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi
atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.
3) Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadarnya yang
normal 3 kali berturut-turut.

4) Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan kadarnya yang normal
6 kali berturut-turut.

5) Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto toraks
semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti menggunakan
kontraasepsi dan dapat hamil kembali.

6) Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan pada pemeriksaan
foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai
pemberian kemoterapi.
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny.U umur 27 tahun G1P0A0H0 Uk 9


minggu dengan suspect mola hidatosa. Melalui tahap pengumpulan data dengan anamnesa,
observasi, pemeriksaan umum dan pemeriksaan fisik antara tinjauan kasus dan teori pada
dasarnya adalah sama, sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan prakteknya dalam kasus.

Sedangkan pada prakteknya tidak terjadi penyimpangan antara teori dan kasus dalam
penatalaksanaanya mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi

Pada pengkajian data terdapat data subyektif dan data obyektif telah dilakukan sesuai
dengan teori. Data subyektif meliputi alasan datang, keluhan utama serta data obyektif yang
meliputi pemeriksaan umum dan fisik dan telah dilakukan pada Ny.U

Pada penegakan diagnose Ny.U umur 27 tahun G1P0A0H0 Uk 9 minggu dengan


suspect mola hidatosa, sudah sesuai dengan teori yang telah ada dan sesuai dengan gejala yang
dihadapi ibu, juga dari hasil pemeriksaan yang telah menunjukan bahwa ibu mengalami mola
hidatidosa. yang berdasarkan pada pemeriksaan KU lemah, muka pucat, mulut bibir lembab dan
di genetalia terdapat pengeluaran darah Pervaginam.

Dalam penatalaksanaan kehamilan dengan mola hidatidosa juga telah dilakukan sesuai
dengan teori dan kewenangan bidan. Penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa berupa
pemberian informasi tentang tanda-tanda bahaya kehamilan, serta tindakan rujukan.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats
yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar
(konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete
mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial
mole.

Hamil Mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi poliferasi dan vili korialis disertai dengan degenerasi
hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi, tidak dijumpai adanya
janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1 atau 2 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2010).

5.2 Saran

Sebagai karya manusia yang tidak pernah luput dari kekurangan, makalah ini tetap
memerlukan kritik dan masukan dari pembaca, khususna dosen. Kami sangat me mnantikan hal
ini untuk mencapai penyempurnaan tulisan dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Chandranita,dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri, edisi I. Jakarta: EGC.


Prawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika.

Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri Jilid I. Edisi2. Jakarta : EGC. 1998. Hal. 238-
243.

Anda mungkin juga menyukai