Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya sebagai ujung
tombak dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui kemampuannya untuk
melakukan pengawasan kehamilan, pertolongan persalinan, pengawasan neonatus dan pada ibu
postpartum.
Distosia kelainan tenaga (his) adalah his tidak normal dalam kekuatan atausifatnya
menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan
persalinan macet. Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Sifatnya lebih lemah, lebih singkat
dan lebih jarang jika dibandingkan dengan his yang normal.ineris auteri dibagi menjadi 2 macam
yaitu inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dari latar belakang adalah sebagai berikut:
1.

Apa pengertian dari inersia uteri?

2.

Apa penyebab dari inersia uteri?

3.

Bagaimana pembagian inersia uteri?

4.

Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada inersia uteri?

5.

Bagaimana cara mendiagnosa inersia uteri?

6.

Bagaimana penanganan inersia uteri?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.

Pengertian inersia uteri

2.

Penyebab inersia uteri

3.

Pembagian inersia uteri

4.

Komplikasi yang dapat terjadi pada inersia uteri

5.

Cara mendiagnosa inersia uteri

6.

Penanganan inersia uteri

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Inersia Uteri
Inersia uteri adalah perpanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala
pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks yang belum matang atau
karena penggunaan analgetik yang terlalu dini. Pemanjangan fase deselerasi ditemukan pada
disproporsi sefalopelvik atau kelainan anak. Perlu disadari bahwa pemanjangan fase laten
maupun fase aktif meninggikan kematian perinatal.
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi kurang
baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala
pengeluaran.
2.2 Penyebab Inersia Uteri
Penggunaan analgetik terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan posisi,
regangan dinding rahim (hidramnion, kehamilan ganda ) dan perasaan takut dari ibu.
Menurut Rustam Mochtar (1998) sebab-sebab inersia uteri adalah :
1. Kelainan his sering dijumpai pada primipara
2. Faktor herediter, emosi dan ketakutan
3. Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang
4. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim, ini dijumpai
pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik
5. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis
6. Kehamilan postmatur (postdatism)
7. Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
8. Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia

2.3 Pembagian Inersia Uteri


Dulu inersia uteri dibagi dalam :
1.
2.

Inersia uteri primer : jika His lemah dari awal persalinan


Inersia uteri sekunder : jika mula-mula His baik, tetapi kemudian menjadi lemah karena

otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia karena kelelahan )
Pembagian inersia yang sekarang berlaku ialah :
1.

Inersia uteri hipotonis : kontraksi terkoordinasi, tetapi lemah. Dengan CTG, terlihat

tekanan yang kurang dari 15 mmHg, dengan palpasi, His jarang dan pada puncak kontraksi
dinding rahim masih dapat ditekan kedalam.
2.

Inersia uteri hipertonis : kontraksi tidak terkoordinasi, misalnya kontraksi segmen tengah

lebih kuat dari segmen atas. Inersia uteri ini sifatnya hifertonis, sering disebut inersia spastis.
2.4 Komplikasi yang Dapat Terjadi Pada Inersia Uteri
Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibat
terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi, dll)
1.

Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan.

2.

Kemugkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian perinatal.

3.

Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi naik, suhu meninggi,
asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan turgor berkurang

2.5 Cara Mendiagnosa Inersia Uteri


Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti
terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat
diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan
kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit,
tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri
sekunder akan lebih mudah.
2.6 Penanganan Inersia Uteri
Penanganan inersia uteri dengan :
1.

Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan

2.

Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang

kemungkinan-

kemungkinan yang ada.


3.

Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan, evaluasi
kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika pembukaan kurang dari
3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan, berikan sedativa sehingga
pasien dapat tidur, mungkin masih dalam false labour. Jika setelah 12 jam berikutnya
tetap ada his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada
kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin, perlu
diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah
agar prognosis janin tetap baik.

4.

Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :

a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan pelvimentri klinik atau
radiologi. Bila CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarean
b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infuse
c. Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada kemajuan, persalinan
diakhiri dengan sectio cesarean
d. Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam dipenuhi, maka
persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut. Hampir 50% kelainan his pada
fase aktif disebabkan atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya disebabkan oleh faktor
lain seperti kelainan posisi janin, pemberian obat sedativa atau relaksan terhadap otot uterus
dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi kurang
baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala
pengeluaran.
3.2 Saran
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks, presentasi
serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Kemudian harus
disusun rencana menghadapi persalinan yang lamban ini. Apabila ada disposporsi sefalopelvik
yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan SC. Apabila tidak ada disporporsi
atau ada disporporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu
diperbaiki dan kandung kencing serta rectum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin
sudah masuk ke dalam panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan sederhana ini
kadang-kadang menyebabkan his menjadi kuat dan selanjutnya persalinan berjalan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Makalah Inersia Uteri. Tersedia pada:http://irmahd4bidan.blogspot.com/2012/11/makalahinersia-uteri.html. 27 Desember 2014
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: P. T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai