Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010).
Persalinan diartikan pula sebagai peregangan dan pelebaran mulut rahim.
Kejadian itu terjadi ketika otot-otot rahim berkontraksi mendorong bayi
keluar. Otot-otot rahim atau kantong muskuler yang bentuknya menyerupai
buah pir terbalik menegang selama kontraksi. Bersamaan dengan setiap
kontraksi, kandung kemih, rectum, tulang belakang dan tulang pubis
menerima tekanan kuat dari rahim. Berat dari kepala bayi ketika bergerak
kebawah saluran lahir juga menyebabkan tekanan (Saiffudin, 2009).
Persalinan tidak selalu berjalan normal, namun bisa terjadi beberapa
penyulit dalam persalinan. Penyulit dalam persalinan diantaranya kelainan
presentasi dan posisi, distosia karena kelainan alat kandungan, distosia karena
kelainan janin, dan distosia karena kelainan his (Manuaba, 2010). Distosia
karena kelainan his dapat terjadi karena sifat his yang berubah-ubah, tidak ada
koordinasi dan sinkronisasi antar kontraksi dan bagian-bagiannya sehingga
kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Kelainan his juga
dapat terjadi karena his yang tidak adekuat untuk melakukan pembukaan
serviks atau mendorong anak keluar. His yang tidak adekuat ini disebut
dengan inersia uteri.
Inersia uteri atau his yang tidak adekuat adalah his yang sifatnya lebih
lemah, pendek dan jarang dari his normal. Inersia uteri dapat menyebabkan
persalinan berlangsung lama sehingga dapat menimbulkan dampak buruk bagi
ibu maupun bagi janin (Manuaba, 2010). Inersia uteri dapat dipengaruhi oleh

1
2

paritas, obat penenang, kesalahan letak janin, kelainan bentuk panggul,


kelainan uterus, kehamilan postmatur, penderita anemia, uterus yang terlalu
teregang pada hidramnion atau kehamilan kembar, faktor herediter, emosi,
ketakutan dan rasa nyeri yang berlebihan.
Nyeri persalinan dapat menyebabkan gangguan pada kontraksi uterus atau
inersia uteri. Nyeri persalinan dapat menyebabkan hiperventilasi, sehingga
kebutuhan oksigen meningkat, kenaikan tekanan darah dan berkurangnya
motilitas usus serta vesika urinaria. Keadaan ini akan meningkatkan
katekolamin yang dapat menyebabkan gangguan pada kekuatan kontraksi
uterus sehingga terjadi inersia uteri.
Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya
sebagai ujung tombak dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia
melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan kehamilan,
pertolongan persalinan, pengawasan neonatus dan pada ibu postpartum.
Distosia kelainan tenaga (his) adalah his tidak normal dalam kekuatan atau
sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi
sehingga menyebabkan persalinan macet. Inersia uteri adalah kelainan his
yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau
mendorong janin keluar. Sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang
jika dibandingkan dengan his yang normal.ineris auteri dibagi menjadi 2
macam yaitu inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder.

B. Rumusuan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dari latar belakang adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari inersia uteri?
2. Apa penyebab dari inersia uteri?
3

3. Bagaimana pembagian inersia uteri?


4. Apa saja komplikasi yang terjadi pada inersia uteri?
5. Bagaimana cara mendiagnosa inersia uteri?
6. Bagaimana penanganan inersia uteri?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan menjelaskan pengertian dari inersia uteri.
2. Mengidentifikasi dan menjelaskan penyebab dari inersia uteri.
3. Mengidentifikasi dan menjelaskan pembagian inersia uteri.
4. Mengidentifikasi dan menjelaskan komplikasi yang terjadi pada inersia
uteri.
5. Mengidentifikasi dan menjelaskan bagaimana cara mendiagnosa inersia
uteri
6. Mengidentifikasi dan menjelaskan penanganan pada inersia uteri.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Inersia Uteri


Inersia uteri adalah perpanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-
duanya dari kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh
serviks yang belum matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu
dini. Pemanjangan fase deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopelvik
atau kelainan anak. Perlu disadari bahwa pemanjangan fase laten maupun fase
aktif meninggikan kematian perinatal.
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan
his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan
keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang
misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi
kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase
aktif maupun pada kala pengeluaran.

B. Penyebab Inersia Uteri


Penggunaan analgetik terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi,
kelainan posisi, regangan dinding rahim (hidramnion, kehamilan ganda) dan
perasaan takut dari ibu. Menurut Rustam Mochtar (1998) sebab-sebab inersia
uteri adalah :
1. Kelainan his sering dijumpai pada primipara
2. Faktor herediter, emosi dan ketakutan
3. Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang

4
5

4. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah


rahim, ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi
sevalopelvik
5. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis
6. Kehamilan postmatur (postdatism)
7. Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
8. Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar
atau makrosomia.

C. Pembagian Inersia Uteri


Pembagian inersia adalah sebagai berikut:
1. Inersia uteri primer: bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan
persalinan berlangsung lama dan terjadi pada kala I fase laten.
2. Inersia uteri sekunder: timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu
yang lama dan terjadi pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi
kemudia melemah. Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada
pembukaan. Pada bagian terendah terdapat kaput, dan ketuban telah
pecah.

D. Komplikasi
Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama
dengan akibat-akibat terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga,
dehidrasi, dll)
1. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan
2. Kemugkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian
perinatal.
6

3. Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi naik,


suhu meninggi, asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan turgor
berkurang.

E. Diagnosa
Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan
pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai
rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah
mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa
sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit,
tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka
diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.

F. Penanganan Inersia Uteri

Penanganan inersia uteri dengan :


1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus
diperhatikan
2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang
kemungkinan-kemungkinan yang ada.
3. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,
evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam.
Jika pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita
diistirahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin
masih dalam “false labour”. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his
tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada
7

kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus


pitosin, perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24
jam setelah ketuban pecah agar prognosis janin tetap baik.
4. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan
pelvimentri klinik atau radiologi. Bila CPD maka persalinan segera
diakhiri dengan sectio cesarean.
b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus
c. Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak
ada kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarean.
d. Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau
cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan
bantuan alat tersebut.
Hampir 50% kelainan his pada fase aktif disebabkan atau dihubungkan
dengan adanya CPD, sisanya disebabkan oleh faktor lain seperti kelainan
posisi janin, pemberian obat sedativa atau relaksan terhadap otot uterus dan
sebagainya.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan
his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan
keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang
misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi
kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase
aktif maupun pada kala pengeluaran.

B. Saran
Pada saat ibu sudah dalam keadaan inpartu sebagai seorang bidan harus
mengawasi secara intensif proses persalinan tersebut. Karena tidak dapat di
punggkiri dalam proses persalinan terjadi inersia uteri. Dengan adanya
pengawasan maka seorang bidan bisa dengan cepat mengambil keputusan
untuk merujuk dan kolaborasi dengan dokter jika terjadi inersia uteri.

Anda mungkin juga menyukai