Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH HUKUM VASEKTOMI DAN TUBEKTOMI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah AIK 4

Disusun Oleh Kelompok 2 Kebumen :


1. Aprivia Wibawanti (A22020165)
2. Arif Mukorobin (A22020167)
3. Desti Maryani (A22020170)
4. Endang Rini Astuti (A22020174)
5. Etik Yulita Suberti (A22020175)
6. Furry Hermintarsih (A22020177)
7. Heni Oktantri (A22020180)
8. Heri Budianto (A22020181)
9. Marti Tusiana A (A22020188)
10. Nur Azizah (A22020193)
11. Puji Lestari (A22020204)
12. Risma Riawardini (A22020209)
13. Susi Trianingsih (A22020226)

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA REGULER B16


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2021
HUKUM VASEKTOMI DAN TUBEKTOMI
DALAM PANDANGAN ISLAM

A. Pengertian Vasektomi dan tubektomi

Keluarga Berencana ( KB ) adalah tindakan yang membantu pasangan

suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mengatur

interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam

hubungan dengan umur suami istri serta menentukan anak dalam keluarga

dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat

kontrasepsi, atau penaggulangan kelahiran.

Vasektomi dan tubektomi adalah metode kontrasepsi yang dilakukan

agar dapat menghalangi pertemuan sperma dan ovum. Dengan demikian,

kehamilan bisa dicegah. Saat menjalani operasi vasektomi, saluran sel

sperma pada alat reproduksi pria akan dipotong atau sekedar diikat, dengan

begitu sel sperma tidak bisa keluar. Sedangkan Tubektomi adalah

kontrasepsi permanen pada perempuan, dilakukan dengan tindakan operasi

kecil dengan cara mengikat atau memotong saluran telur, sehingga tidak

terjadi pertemuan sel telur dengan sperma.

B. Pandangan Islam Terhadap Kontrasepsi Vasektomi Dan Tubektomi

Dalam Keluarga Berencana

Ada dua hal yang pertama kali harus dapat di ketahui perbedaannya

dengan jelas : yakni menunda kehamilan dan membatasi kehamilan.

Menunda kehamilan berarti mencegah kehamilan sementara, untuk

memberikan jarak pada kelahiran yang sebelumnya. Sedangkan membatasi

kehamilan berarti mencegah kehamilan untuk selama - lamanya.


Pada permasalahan yang kedua, yakni membatasi kehamilan atau

membatasi kelahiran, dengan jalan mensterilkan rahim, dan pengangkatan

rahim, dengan tanpa sebuah alasan yang dapat dibenarkan oleh syariat,

maka hal tersebut telah jelas keharamannya. Kecuali pada keadaan dimana

seorang wanita terkena kanker ganas atau yang semacamnya pada

rahimnya, dan ditakutkan akan membahayakan keselamatannya, maka

Insya Allah hal ini tidak mengapa.

Sedangkan pada permasalahan yang pertama, yakni mencegah kehamilan

untuk menunda dan memberi jarak pada kelahiran yang sebelumnya,

berikut ulasannya : kelahiran dan Jarak kehamilan kembali yang terlalu

dekat memang kurang baik dampaknya bagi anak, ibu, dan janin.Mengapa?

Pertama, anak akan kekurangan suplai ASI. Ketika seorang ibu hamil

kembali dan ada anak yang masih berada dalam masa penyusuannya, maka

produksi ASI yang dihasilkannya akan berkurang. Menurut dokter,

sekurang - kurangnya 6 bulan jika Anda ingin hamil kembali setelah Anda

melahirkan. Dan jangan lupakan, bahwa anak-anak memiliki hak untuk

mendapatkan ASI terbaik dan pendidikan terbaik di usia dininya.

Kedua, kondisi ibu belum pulih benar. Setelah hamil selama lebih dari 9

bulan, kemudian melahirkan, maka seorang ibu membutuhkan waktu untuk

membuat tubuhnya kembali fit.

Ketiga, janin yang dikandung memiliki resiko lebih besar dan lebih tinggi

untuk lahir prematur, bayi meninggal, dan bayi cacat lahir. Karena itu,

tunggulah sampai setahun dua tahun untuk kembali hamil.


Jika penggunaan kontrasepsi ini dengan alasan karena takut miskin, takut

tidak dapat membiayai kehidupan anak-anak, dsb, maka ini hukumnya

haram secara mutlak. Karena telah termasuk di dalamnya berprasangka

buruk kepada Allah. Sebelum munculnya alat kontrasepsi di masa

Rasulullah SAW telah terjadi suatu tindakan menghindari kehamilan

dengan cara alami yang dilakukan para sahabat dan biasa disebut ‘Azl

sebagaimana disebutkan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda :"Dari

Jabir berkata: ”Kami melakukan ’Azl di masa Rasulullah saw, dan Rasul

mendengarnya tetapi tidak melarangnya"

Sesuai dengan hadis ini maka tindakan menghindari kehamilan hukumnya

boleh sesuai dengan analogi hukum ‘Azl. Tindakan seperti itu misalnya

menggunakan sistem kalender sehingga tidak terjadi pembuahan saat

berhubungan suami-istri, menggunakan kondom dan lain-lain.

Menggunakan alat-alat kontrasepsi lain jika menurut medis tidak

membahayakan, baik fisik maupun kejiwaan maka dibolehkan.

Adapun menggunakan alat-alat kontrasepsi atau sarana lain yang

mengakibatkan alat-alat reproduksi tidak berfungsi dan mengakibatkan

tidak dapat menghasilkan keturunan, baik pada pria maupun wanita,

dengan persetujuan ataupun tidak, dengan motivasi agama atau lainnya,

maka hukumnya haram, dan para ulama sepakat mengharamkannya.

Contoh yang diharamkan adalah Vasektomi ( pemutusan saluran sperma )

dan Tubektomi ( pemutusan saluran telur ).

Anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak keturunan tidak berarti

agar keluarga muslim mendapatkan anak setiap tahun. Karena kalau kita

konsekwen terhadap pengajaran Islam maka minimal seorang muslim


mendapatkan anak setiap tiga tahun, karena setiap bayi yang dilahirkan ada

hak untuk menyusui dua tahun. Dan begitu juga seorang ibu punya hak

untuk istirahat.

Jika dipahami secara baik, maka Islam mengajarkan perencanaan yang

matang dalam mengelola keluarga dan mengaturnya dengan baik. Dalam

konteks inilah KB dibolehkan. Sedangkan upaya pembatasan keturunan

secara masal dalam skala sebuah ummat, maka hal tersebut diharamkan,

diharamkan untuk mempromosikannya, apalagi memaksanya dan

diharamkan menerimanya. Setelah mendapatkan jumlah anak yang

diinginkan, secara umum disebutkan bahwa Sterilisasi adalah

memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi kecil agar tidak dapat

menghasilkan keturunan. Sterilisasi melalui pembedahan atau obat-obatan

tidak diperbolehkan apabila hal itu menyebabkan kehilangan kesuburan

secara permanen. Sterilisasi dapat dipergunakan bilamana telah dipastikan

bahwa suatu penyakit menurun dapat menular pada anak-anak atau

menyebabkan kesakitan. Dalam hal ini, sterilisasi menjadi suatu kebolehan,

berdasarkan prinsip juristik yang membolehkan suatu kemudharatan agar

terhindar dari kemudharatan yang lebih besar. Ini disyaratkan pada

penyakit-penyakit yang tidak tersembukan dan juga harus

mempertimbangkan kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran.

Sterilisasi pada laki-laki disebut vasektomi atau Vas Ligation. Caranya

adalah dengan memotong saluran mani ( vas deverens ) kemudian kedua

ujungnya di ikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar melalui

penis.
Sterilisasi pada wanita disebut atau Tubal Ligation. Caranya ialah dengan

memotong kedua saluran sel telur ( tuba Fallopi ) dan menutup kedua -

duanya sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat

pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi kehamilan.

Ulama berpendapat bahwa alasan jumlah anak yang dimiliki telah sampai

pada jumlah yang dianjurkan dalam program KB tidak cukup kuat untuk

membenarkan pelaksanaan vasektomi dan tubektomi. Tidak mustahil

seseorang merasakan adanya kebutuhan untuk memperoleh anak kembali

karena alasan-alasan tertentu. Di sisi lain ada yang berpendapat pada

keadaan-keadaan darurat yang membenarkan seseorang melakukan operasi

vasektomi dan tubektomi. Dalam hal ini berlaku hukum darurat. Qaidah

Fiqhi mengatakan :

‫اﻟﻀﺮورات ﺗﻴﺒﺢ اﻟﻤﺤﻈﻮرات‬

Artinya :

"Dalam kondisi darurat, hal-hal yang terlarang dibolehkan".

Dalam kondisi ini, para ulama berbeda pendapat tentang ukuran daruratnya

suatu keadaan jika yang bersangkutan dihadapkan pada pilihan tunggal,

yaitu bahwa hanya dengan cara ini penyakit seorang ibu akan terjamin

( misalnya menurut perhitungan medis ibu akan meninggal apabila

melahirkan kembali ), maka ulama sepakat mengatakan bahwa ia

diperkenankan melakukan operasi tubektomi. Akan tetapi, ulama berbeda

pendapat dalam hal menghindari terjadinya penurunan penyakit berbahaya

yang tidak dapat disembuhkan kepada anak yang akan lahir dan

keturunannya.
Di dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 1979, diantara orang-

orang yang menentang vasektomi, didasarkan pada penolakan terhadap

praktik perencanaan keluarga yang dikenal sebagai program Keluarga

Berencana ( KB ) kemudian mereka mengutip pemikiran Al- Qur'an untuk

mendukung perlawanan mereka yaitu :

a) Jumlah besar sangat dianjurkan dalam Islam

b) Anak adalah hiasan kehidupan

c) Melahirkan anak adalah tujuan perkawinan

d) Kontrasepsi adalah wa'd atau pembunuhan

e) Perencanaan keluarga bertentangan dengan kehendak Allah SWT

( qadar ) dan meragukan kemampuan - Nya untuk memberikan

rezeki.

Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 2000, dikatakan bahwa :

a) Pada dasarnya, agama Islam memperbolehkan manusia melakukan

pengaturan kelahiran anak dengan tujuan positif seperti untuk menjaga

kesehatan ibu dan anak serta dilakukan dengan cara-cara yang baik dan

tidak menimbulkan bahaya.

b) Pemandulan dengan melakukan Vasektomi ( pemotongan /

penutupan saluran air mani laki-laki ) atau Tubektomi ( pemotongan

/ penutupan saluran telur pada wanita ) dengan tujuan untuk membatasi

kelahiran anak adalah perbuatan haram.

c) Tubektomi dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan medis dari

dokter yang profesional yang bersifat amanah, bahwa apabila yang


bersangkutan hamil atau melahirkan akan membahayakan jiwanya dan atau

anaknya.

Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 2009, dikatakan bahwa

Vasektomi hukumnya haram, karena ;

a) Vasektomi sebagai alat kontrasepsi KB sekarang ini dilakukan

dengan memotong saluran sperma. Hal ini berakibat terjadinya kemandulan

tetap.

b) Upaya rekanalisasi ( penyambungan kembali ) tidak menjamin

pulihnya tingkat kesuburan kembali yang bersangkutan. Dalam Fatwa

Majelis Ulama Indonesia tahun 2012, dikatakan bahwa Vasektomi

hukumnya haram kecuali ;

a) Untuk tujuan yang tidak menyalahi syari'at

b) Tidak menimbulkan kemandulan permanen

c) Ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang

dapat mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula

d) Tidak menimbulkan bahaya ( mudharat ) bagi yang bersangkutan

e) Tidak dimasukkan ke dalam program dan metode kontrasepsi

mantap.

Faktor yang mempengaruhi keputusan Majelis Ulama Indonesia dalam

mengeluarkan Fatwa adalah ;

1. Faktor berkaitan dengan kecenderungan untuk

membantu kebijakan pemerintah.


2. Ada keinginan untuk menghadapi dan menjawab tantangan zaman

modern.

Sebagian ulama memberikan pendapat tentang keharaman melakukan

kontrasepsi vasektomi dan tubektomi dalam keluarga berencana.

Sebagimana dalam artikel oleh Raihanul Bahraen dalam bimbingan Islam

beliau mengatakan bahwa, sangat jelas keharaman dalam melakukan

kontrasepsi Vasektomi dan Tubektomi dalam keluarga berencana, karena

membuat laki-laki dan wanita tidak bisa membuat keturunan selamanya.

Dengan alasan sebagai berikut :

1. Membatasi Anak Dan Keturunan

2. Mengubah Ciptaan Allah SWT

Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi berpendapat sebagai berikut dengan

mengemukakan beberapa alasan :

a. Sterilisasi ( Vasektomi / Tubektomi ) berakibat pemandulan tetap.

Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut Islam,

yakni : perkawinan lelaki dan wanita selain bertujuan untuk mendapatkan

kebahagian suami isteri dalam hidupnya di dunia dan di akhirat, juga untuk

mendapatkan keturunan yang sah yang diharapkan menjadi anak yang

saleh sebagai penerus cita-citanya.

b. Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan

menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi ( saluran mani /

telur ).

c. Melihat aurat orang lain ( aurat besar ).


Selanjutnya apabila suami isteri dalam keadaan yang sangat terpaksa

seperti utk menghindari penurunan penyakit dari bapak / ibu terhadap anak

keturunannya yang bakal lahir, atau terancamnya jiwa si ibu bila ia

mengandung atau melahirkan bayi, maka sterilisasi diperbolehkan oleh

Islam.

Dan Berikut Fatwa Majma’ Fikh Al - Islami mengenai Kontrasepsi

Vasektomi dan Tubektomi dalam Keluarga Berencana :

‫ ﻻ ﻳﺠﻮز إﺻﺪار ﻗﺎﻧﻮن ﻋﺎم ﻳﺤﺪ ﻣﻦ ﺣﺮﻳﺔ اﻟﺰوﺟﻴﻦ ﻓﻲ اﻹﻧﺠﺎب‬: ً‫أوﻻ‬.

‫ وﻫﻮ ﻣﺎ ﻳﻌﺮف‬،‫ ﻳﺤﺮم اﺳﺘﺌﺼﺎل اﻟﻘﺪرة ﻋﻠﻰ اﻹﻧﺠﺎب ﻓﻲ اﻟﺮﺟﻞ أو اﻟﻤﺮأة‬: ً ‫ﺛﺎﻧﻴﺎ‬

‫ ﻣﺎ ﻟﻢ ﺗﺪﻋﻮ إﻟﻰ ذﻟﻚ اﻟﻀﺮورة ﺑﻤﻌﺎﻳﻴﺮﻫﺎ اﻟﺸﺮﻋﻴﺔ‬،(‫ﺑـ)اﻹﻋﻘﺎم( أو )اﻟﺘﻌﻘﻴﻢ‬.

‫ أوـ إﻳﻘﺎﻓﻪ ﻟﻤﺪةـ ﻣﻌﻴﻨﺔـ ﻣﻦ‬،‫ـ ﻳﺠﻮزـ اﻟﺘﺤﻜﻢ اﻟﻤﺆﻗﺖ ﻓﻲـ اﻹﻧﺠﺎب ﺑﻘﺼﺪـ اﻟﻤﺒﺎﻋﺪةـ ﺑﻴﻦـ ﻓﺘﺮات اﻟﺤﻤﻞ‬: ‫ﺛﺎﻟﺜﺎًـ‬

‫ ﺑﺤﺴﺐ ﺗﻘﺪﻳﺮ‬،َ‫ إذا دﻋﺖ إﻟﻴﻪ ﺣﺎﺟﺔ ﻣﻌﺘﺒﺮة ﺷﺮﻋﺎ‬،‫اﻟﺰﻣﺎن‬

‫ وأن ﺗﻜﻮن‬،‫اﻟﺰوﺟﻴﻦ ﻋﻦ ﺗﺸﺎور ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ وﺗﺮاض ﺑﺸﺮط أن ﻻ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ ﺿﺮر‬

‫ وأن ﻻ ﻳﻜﻮن ﻓﻴﻬﺎ ﻋﺪوان ﻋﻠﻰ ﺣﻤﻞ ﻗﺎﺋﻢ‬،‫اﻟﻮﺳﻴﻠﺔ ﻣﺸﺮوﻋﺔ‬.

1. Tidak boleh mengeluarkan Undang-Undang agar membatasi

kebebasan suami-istri untuk memperoleh keturunan.

2. Diharamkan melakukan pemotongan/penghilangan kemampuan

memiliki keturunan yaitu yang dikenal dengan steril ( vasektomi /

tubektomi ). Hal tersebut dilakukan jika ( darurat ) sesuai dengan kaidah

standar syariat.

3. Boleh mengontrol sementara dalam memperoleh keturunan dengan


tujuan mengatur jarak kehamilan atau menghentikan sementara kehamilan

pada jangka waktu tertentu. Jika ada hajat yang sesuai dengan tolak ukur

syariat. Sesuai dengan kemampuan suami-istri, musyawarah dan saling

ridha mereka. Tidak juga menimbulkan bahaya. Hendaknya sarananya juga

sesuai dengan syariat dan tidak ada tindakan yang membahayakan

kehamilan. Dengan alasan - alasan seperti tersebut diatas, maka Islam

menentang cara kontrasepsi dengan vasektomi dan tubektomi.

Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang begitu pesat, maka para pakar kedokteran juga telah menemukan jalan

alternatif terbaik untuk pelaksanaan vasektomi dan tubektomi, sehingga

yang dulunya vasektomi dan tubektomi bersifat pemandulan tetap ternyata

dengan hasil teknologi ilmu kedokteran sterilisasi dengan kedua metode ini

dapat dibuka dan disambung lagi dengan aman ( rekanalisasi ).

Adapun yang menjadi pertimbangan di dalam hal-hal yang telah di

sebutkan di atas adalah :

A. Teori Kemaslahatan

Berdasarkan pada teori penemuan hukum dalam Islam dengan

memakai metode istilahiyah ( metode kemaslahatan ), maka

vasektomi dan tubektomi telah bergeser status hukumnya yang semula

haram karena membawa dampak pemandulan permanen terhadap

suami atau isteri sehingga bertentangan dengan konsep hukum

perkawinan dalam Islam, yakni memperoleh keturunan, maka pada

saat ini ditemukan bahwa vasektomi dan tubektomi bisa kembali

disambung ( tidak pemandulan permanen ), oleh karenanya ditoleransi

dan dibenarkan oleh hukum Islam. Tapi yang harus ditekankan bahwa
Islam hanya membolehkan vasektomi dan tubektomi karena hanya

semata-mata alasan kemaslahatan jika ada efek negatif baik kepada si

ibu atau terhadap anak, karena setiap kemaslahatan harus dihilangkan,

seperti kebolehan kemaslahatan tersebut dengan alasan medis. Maka

berdasarkan metode istislahi sterilisasi baik secara vasektomi maupun

tubektomi hukumnya boleh, dengan beberapa syarat :

a. Adanya asas sukarela, artinya yang bersangkutan telah dijelaskan

berbagai alat / cara kontrasepsi dan yang bersangkutan secara sukarela

memilih vasektomi atau tubektomi.

b. Adanya asas bahagia, artinya yang bersangkutan terikat dalam

perkawinan yang sah dan harmonis, telah punya anak, karena tujuan

perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan.

Dalam teori istislahi ini dapat juga dikemukakan bahwa laju

pertumbuhan penduduk semakin tinggi, sedangkan lapangan

pekerjaan semakin sempit, sehingga daripada meninggalkan generasi

yang lemah dan agar hasil pembangunan nasional dapat dirasakan

oleh seluruh rakyat Indonesia, maka vasektomi dan tubektomi

diperbolehkan sebagai salah satu menekan laju pertumbuhan

penduduk.

Namun utamanya yaitu jika suami isteri dalam keadaan terpaksa /

darurat ( emergency ), seperti untuk menghindari penurunan penyakit

dari bapak / ibu terhadap anak yang bakal lahir, atau terancamnya

jiwa si ibu bila ia mengandung atau melahirkan bayi, maka sterilisasi

dengan metode vasektomi dan tubektomi diperbolehkan oleh Islam

dan termasuk dalam kategori teori maslahat.

B. Dalam Kategori Darurat, Hajjiyat atau Tahsiniyat.


Berdasarkan dengan alasan yang telah dikemukakan di atas, dan

sesuai dengan ketentuan kaidah-kaidah hukum Islam, maka vasektomi

dan tubektomi diperbolehkan dalam Islam, tidak harus dalam keadaan

darurat, melainkan juga dapat diizinkan dalam keadaan hajjiyat

bahkan dapat dilakukan dalam keadaan tahsiniyat ( normal ) biasa,

dengan syarat – syarat sebagai berikut :

a. Selektif dan persuasif dengan memenuhi syarat-syarat yang telah

disebutkan di atas.

b. Berhak mendapatkan pelayanan vasovasostomi ( penyambungan

kembali saluran sperma ) atau reanastomisis ( penyambungan kembali

saluran telur ), apabila suami / isteri yang menjalani sterilisasi

mengalami musibah, misalnya anak-anaknya meninggal karena

kecelakaan, atau salah satu dari suami / isteri meninggal, sedangkan

yang masih hidup berniat kawin lagi, padahal dia telah menjalani

sterilisasi.

Guna untuk kepentingan penetapan hukum, maka vasektomi dan

tubektomi dapat saja menjadi tiga peringkat daruriyat, hajiyyat dan

tahsniyat. Pengelompokan ini didasarkan pada tingkat kebutuhan dan

skala prioritasnya. Memelihara kelompok daruriyat yang

dimaksudkan adalah memelihara kebutuhan yang bersifat esensial

bagi kebutuhan seksualitas seseorang jika bukan metode ini dipakai

karena metode yang lain kurang cocok bahkan membawa mafsadat,

maka vasektomi dan tubektomi dapat saja pada tingkat daruriyat. Jika

tidak terpenuhinya yang esensial ini akan mengancam lima tujuan

pokok yang harus dipelihara yakni memelihara agama, jiwa, akal,

keturunan dan harta.


Berbeda jika dalam tahap hajiyyat, tidak termasuk kebutuhan yang

esensial, melainkan kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia

dari kesulitan dalam hidupnya, namun jika vasektomi dan tubektomi

tidak ditempuh, maka akan mengalami kesulitan bagi suami isteri,

dalam tahap ini erat kaitannya dengan rukhsah atau keringanan dalam

ilmu fiqhi, seperti suami isteri memakai metode ini dalam upaya

untuk mengatur tingkat kelahiran anak karena kontrasepsi yang lain

dikhawatirkan membawa kegagalan dalam ber - KB.

Sedangkan vasektomi dan tubektomi dalam tingkat tahsiniyat adalah

kebutuhan yang menunjang dalam peningkatan gairah seksualitas

suami isteri karena beban psikologis terhindar, karena kegagalan

dalam metode sterilisasi ini kecil kemungkinan terjadi sesuai dengan

kepatutan.

C. Maqasid Syari'ah

Selanjutnya dapat kami menyimpulkan bahwa kontrasepsi mantap pria

dan wanita dengan jalan vasektomi dan tubektomi dapat dibenarkan

dalam Islam. Sebab vasektomi dan tubektomi pada saat sekarang tidak

lagi pemandulan permanen, karena kemajuan teknologi kedokteran

yang canggih dewasa ini dengan cara mikroskopik dapat dilakukan

vasovasostomi dan reanastomisis dengan hasil yang cukup

memuaskan. Oleh karena vasektomi dan tubektomi termasuk dari lima

tujuan syari'ah yang harus dilindungi.

Tujuan hukum merupakan dalam rangka upaya mengembangkan

pemikiran hukum dalam Islam secara umum menjawab persoalan-

persoalan hukum kontemporer, sehingga vasektomi dan tubektomi

dapat diterapkan berdasarkan satu ketentuan hukum, karena adanya


perubahan

dari yang sifatnya permanen telah berubah kepada sesuatu yang dapat

disambung kembali ( rekanalisasi ). Dengan demikian maqasid

syari'ah menjadi kunci bagi keberhasilan program KB melalui

vasektomi dan tubektomi.

Demikian pula halnya vasektomi dan tubektomi bukan persoalan

ibadah, akan tetapi masuk dalam aspek yang pada dasarnya bidang

dalam ilmu fiqh dapat diketahui makna dan rahasianya oleh manusia,

jadi tujuan penetapan hukumnya akan lebih mudah diketahui oleh

manusia itu sendiri dan tujuan akhir penetapan hukum itu adalah

dalam rangka untuk memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus

untuk menghindari mafsadat baik di dunia maupun di akhirat. Dengan

demikian termasuk dalam kategori lima tujuan hukum yang harus

dipelihara karena jika tidak memakai metode vasektomi dan

tubektomi akan membawa kesulitan dalam hidup suami isteri, tidak

terpeliharanya kelompok ini akan mengancam hidup suami isteri,

yaitu bertitik tolak lima pokok kemaslahatan yaitu : agama, jiwa, akal,

keturunan dan harta.

D. Qaidah Fiqhiyah.

Berikut ini kaidah-kaidah fiqhiyah yang dapat dikemukakan dalam

penemuan hukum dalam masalah vasektomi dan tubektomi sebagai

berikut :

1. Jika keadaan vasektomi dan tubektomi merupakan sesuatu yang

bersifat darurat ( emergency ), hal ini berdasarkan kaidah yang

yang berbunyi :

‫اﻟﻀﺮورات ﺗﺒﻴﺢ اﻟﻤﺤﻈﻮرات‬


" Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang". Maksud

darurat disini bila memenuhi tiga hal :

(1). Kondisi darurat itu mengancam jiwa atau anggota badan

Q.S 2 ; 177, Q.S 5 : 105 dan Q.S 6 : 145 )

(2). Tindakan darurat hanya dilakukan sekedarnya tanpa melampaui

batas,

(3). Tidak ada jalan halal atau mubah yang dapat dilakukan kecuali

dengan melakukan yang dilarang.

2. Jika dilihat bahwa vasektomi dan tubektomi pada mulanya haram

karena pemandulan permanen, namun dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi, maka hukum vasektomi dan tubektomi

ditolerir, dengan alasan kaidah yang memiliki arti :

• Hukum itu berputar bersama illatnya alasan yang

menyebakan adanya hukum atau tidak adanya.

• Hukum-hukum itu bisa berubah karena perubahan zaman, tempat

dan keadaan.

3. Di dalam Al Quran dan Al Hadis yang menjadi sumber pokok

hukum Islam dan yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam, tidak

ada nash yang terang melarang ataupun yang memerintahkan

vasektomi dan tubektomi secara eksplisit. Karena itu, hukumnya

harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam yang artinya :

• Pada dasarnya segala sesuatu dan perbuatan itu boleh sehingga ada

dalil yang menunjukan atas keharamannya.

4. Metode vasektomi dan tubektomi baik yang dibolehkan ataupun

secara bersyarat oleh hukum Islam dapat dilakukan dengan ketentuan


tidak membahayakan, namun jika dapat membahayakan keselamatan

manusia hukumnya dapat berbalik menjadi haram, oleh karenanya

setiap kemudharatan harus dihilangkan, sebagaimana kaidah yang

memiliki arti :

• Menghindari kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan.

5. Jika vasektomi dan tubektomi merupakan sesuatu yang harus

ditempuh, guna untuk mendapatkan kemudahan, maka kaidah yang

berkenaan dengan ini adalah :

• Kesukaran itu menimbulkan adanya kemudahan.

• Kemudaratan itu harus dihilangkan.

6. Seorang dokter boleh mengerjakan profesi vasektomi dan

tubektomi bagi suami isteri yang menginginkannya (butuh) jika jalan

ini yang lebih aman untuk melakukan KB, kaidah yang berkaitan

dengan ini yaitu :

• Hajat (kebutuhan) itu menduduki kedudukan darurat, baik

hajat umum (semua orang) ataupun hajat khusus (satu golongan atau

perorangan).

7. Jika terdapat beberapa alat kontrasepsi yang dapat digunakan oleh

suami-isteri, namun salah satunya terdapat secara bersamaan dua

mafsadat atau lebih, maka harus diteliti mana yang lebih kecil atau

lebih ringan dari kedua mafsadat tersebut, sedangkan yang lebih besar

mafsadatnya ditinggalkan, dikerjakan yang lebih ringan madlaratnya,

kaidah yang berkenaan dengan persoalan vasektomi dan tubektomi,

jika memang dengan metode ini mudlaratnya yang lebih kecil, maka

boleh mempergunakan sterilisasi ini :

• Apabila dua mafsadah bertentangan, maka diperhatikan mana yang


lebih besar madlaratnya dengan dikerjakan yang lebih ringan

madharatnya.

Dari arti kaidah-kaidah yang telah disebutkan di atas tadi menunjukan

bahwa kemudharatan itu telah terjadi dan akan terjadi, apabila

demikian halnya wajib untuk dihilangkan. Dari berbagai macam

kaidah ini dapat ditetapkan bahwa dalam keadaan ( sangat ) terpaksa,

maka seseorang diperkenankan melakukan perbuatan yang dalam

keadaan biasa terlarang, karena apabila tidak demikian mungkin akan

menimbulkan suatu kemadlaratan pada diri suami isteri jika tidak

menempuh metode vasektomi dan tubektomi.

Jika memang vasektomi dan tubektomi haram pada mulanya karena

metode ini membawa kemandulan permanen, kenyataannya karena

perubahan zaman, tempat dan kepentingan bahwa vasektomi dan

tubektomi tidak lagi demikian halnya, tetapi bisa disambung kembali,

sehingga perubahan fatwa hukum suatu masalah bisa dimungkinkan,

karena illat hukum yang menjadi alasan hukum ijtihad itu telah

berubah, atau karena zaman, waktu dan situasi kondisinya yang telah

berubah.

Dalam berbagai ayat dalam Al Quran mengingatkan kepada umat

Islam agar harta dan anak-anaknya tidak menjadi penghalang dalam

beribadah kepada Allah SWT. Tidak jarang ditemukan keluarga yang

berantakan justru diakibatkan oleh anak-anak mereka yang tidak

terdidik, malah tanpa kualitas dan moralitas. Apalagi jika jumlah anak

itu banyak, bukan hanya mengakibatkan kemiskinan dan kerusakan

moral keluarga, tetapi juga dapat membawa kemurkaan Allah SWT di

akhirat kelak. Berdasarkan argument di atas, maka program Keluarga


Berencana dengan menggunakan sterilisasi baik vasektomi dan

tubektomi sebagai salah program keluarga berencana perlu

dilestarikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga dan

bangsa. Sebab dengan perubahan dan perkembangan zaman ternyata

vasektomi dan tubektomi tidak lagi bersifat pemandulan abadi,

melainkan dapat dibuka dan disambung kembali secara aman

( rekanalisasi ) sehingga memudahkan untuk mengontrol kehamilan

bahkan dapat direncanakan secara matang dibandingkan memakai alat

kontrasepsi yang lain.

Tentu kehadiran vasektomi dan tubektomi ini sebagai alternatif bagi

pasangan suami isteri untuk melakukan KB, maka secara tidak

langsung telah membawa suatu perubahan mendasar dalam pola

pemikiran umat Islam, paling tidak setiap klinik KB dilengkapi

dengan ahli tentang hukum Islam, maka program ini akan berjalan

secara lebih baik dan berkualitas, tidak saja berkualitas di mata

manusia tetapi juga baik dan berkualitas di mata Allah SWT.

Sehingga penggunaan tenaga ahli Islam menambah nilai positif untuk

meningkatkan pelayanan program KB sesuai dengan cita-cita hukum

Islam. Sebab jika pelaksanaannya mengabaikan hukum Islam, besar

peluangnya untuk gagal diterapkan dalam masyarakat Islam.

Hikmahnya tentu dalam upaya yang bertujuan untuk kemaslahatan

manusia, seperti meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup

masyakarat, baik material maupun spiritual. Sebab umat yang sedikit

lebih baik daripada banyak tapi kurang berkualitas, oleh karena itu

program KB dengan metode ini salah satu termasuk yang

diperbolehkan dalam Islam setelah ditemukan bahwa vasektomi dan


tubektomi tidak lagi pemandulan permanen, namun dapat disambung

ulang.

Di samping itu, terkadang alat kontrasepsi membawa side effect

terhadap wanita berupa pendarahan, rasa mual-mual, kegemukan, dan

sebagainya yang tentu terjadi apabila sang isteri yang sebagian kurang

cocok dengan alat / cara kontrasepsi tertentu, maka wajarlah salah

satu hikmah diperbolehkan cara yang lain, dimana sang suami

berpartisipasi penuh memakai alat / cara kontrasepsi tertentu dengan

persetujuan isteri dengan cara vasektomi karena ternyata tidak ada

akibat sampingan bagi suami, sebab sebagaimana yang diketahui

bahwa vasektomi tidak mengurangi gairah seks seorang laki-laki,

masih tetap bisa ereksi, ejakulasi dan merasakan nikmatnya jima,

bahkan sisi positifnya bisa menjadi potensialnya meningkat, karena

beban psikologis hilang karena tidak khawatir lagi gagal KB.

KESIMPULAN :
Dari uraian sebagaimana dikemukakan di atas, maka penulis dapat

menyimpulkan :

1. Tentang kedudukan kontrasepsi jenis vasektomi dan tubektomi

dalam perpektif hukum Islam.

Majelis Ulama Indonesia pada awalnya melarang tindakan vasektomi dan

tibektomi ini, namun dalam perkembangannya setelah beberapa kali

melakukan pembahasan dan sidang mengenai vasektomi dan tubektomi


ini, maka akhirnya dalam Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia ke IV

Masai Fiqhiyyah Mu'ashirah ( Masalah Fikih Kontemporer ) pada tahun

2012 di Cipasang, diambil fatwa bahwa vasektomi dan tubektomi hukum

asalnya adalah haram, kecuali :

a) Untuk tujuan yang tidak menyalahi syari'at

b) Tidak menimbulkan kemandulan permanen

c) Ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang

dapat mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula.

d) Tidak menimbulkan bahaya ( Mudharat ) bagi

yang bersangkutan.

e) Tidak dimasukkan ke dalam program dan metode kontraepsi

mantap.

Dalam pandangan Hukum Islam, setelah dilakukan telaah berdasarkan

berbagaimacam kaidah, dapat ditetapkan bahwa dalam keadaan ( sangat )

terpaksa, maka seseorang

diperkenankan melakukan perbuatan yang dalam keadaan biasa terlarang,

karena apabila tidak demikian mungkin akan menimbulkan suatu

kemudharatan pada diri suami istri jika tidak menempuh metode

vasektomi dan tubektomi.

Jika memang vasektomi dan tubektomi haram pada mulanya karena

metode ini membawa kemandulan permanen, kenyataannya karena

perubahan zaman, tempat dan kepentingan bahwa vasektomi dan


tubektomi tidak lagi demikian halnya, tetapi bisa disambung kembali,

sehingga perubahan fatwa hukum suatu masalah bisa dimungkinkan,

karena illat hukum yang menjadi alasan hukum ijtihad itu telah berubah,

atau karena zaman, waktu dan situasi kondisinya yang telah berubah pula.

2. Penggunaan kontrasepsi dengan cara vasektomi dan tubektomi

dalam keluarga berencana.

Dari kedua jenis kontrasepsi ini awalnya merupakan kontrasepsi yang

permanen sehingga diperlukan persyaratan dan pengarahan kontrasepsi

yang baik dan yang buruk, karena hanya mempunyai kemungkinan yang

sangat kecil untuk bisa hamil. Namun pada perkembangannya jenis

kontarsepsi ini dapat dibuka dan disambung kembali ( rekanalisasi )

dengan aman. Sehingga sifatnya telah berubah tidak lagi merupakan

pemandulan tetap.

DAFTAR PUTAKA

Al-Qur’an dan terjemah, Kementrian Agama RI, AMCF ( cet : Adhwaul

bayan 2015).

Abdurrahman Qadir, Problematika Hukum Islam Kontemporer (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1996).

Abd Salam, Pembaharuan Pemikiran Islam Antara Fakta dan Realita

(Yogyakarta; Les fi,2003).

Ali Hasan, Masalah Kontemporer Hukum-Hukum Islam (Jakarta; Raja

Grafindo Persada,t.th.).

Baziad, Ali. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta : YBP-Sarwono, 2002


Ensiklopedi Kesehatan Untuk umum, karangan Mutaroh Akmal,Zely

Indahaan,Widhawati,Sekar Sari. (Penerbit AR-RUZZ MEDIA, Cetakan

IV,2016).

Anda mungkin juga menyukai