Oleh:
1. Doni Setiawan 201906027
2. Frizko Rizki P 201906033
3. Gita Mega K 201906035
4. Hanisaningrum H 201906036
5. Intan Febyanti 201906039
6. Isyarotus Sakinah 201906040
7. Leni Pitriana 201906041
HARI :
TANGGAL :
Mengetahui,
(____________________________) (____________________________)
SATUAN ACARA PENYULUHAN IKTERUS PADA BAYI
DI RUANG POLI ANAK RSUD KOTA MADIUN
11.Metode penyuluhan
a. Ceramah
b. Tanya jawab
1 2 3 4 5 6
13. Pengorganisasian
Moderator : Gita Mega K.
Tugas :
Memperkenalkan anggota kelompok dan pembimbing
Membuka acara penyuluhan
Mengatur jalannya penyuluhan
Memfasilitasi tanya jawab
Menutup acara penyuluhan
Penyaji :
a. Leni Pitriana
b. Isyarotus Sakinah
Tugas :
Menyajikan materi penyuluhan
Observer : Hanisaningrum H
Tugas :
Mengevaluasi jalannya penyuluhan
Mengobservasi ketepatan waktu penyuluhan
Fasilitator :
Doni Setyawan
Frizko Rizky P.
IKTERUS NEONATORUM
b. Ikterus patologis
Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:
1) Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
2) Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup bulan dan
10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature
3) Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.
4) Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
5) Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan
patologis lain yang telah diketahui
6) Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.
1. Gejala akut
a) Lethargi (lemas)
b) Tidak ingin mengisap
c) Feses berwarna seperti dempul
d) Urin berwarna gelap
2. Gejala kronik
a) Tangisan yang melengking (high pitch cry)
b) Kejang
c) Perut membuncit dan pembesaran hati
d) Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
e) Tampak matanya seperti berputar-putar
5. Komplikasi
Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka akan terjadi
penyakit kern ikterus. Kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain
: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya
opistotonus.
Penyebab kern ikterus karena kadar bilirubin yang sangat tinggi yang dapat
mencapai tingkat toksik sehingga merusak sel-sel otak. Kadar bilirubin yang tinggi
merupakan kelanjutan dari ikterus neonatorum. Kern ikterus dapat menimbulkan
kerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan mental dan
gangguan tingkah laku.
a. Memandikan bayi
b. Melakukan perawatan tali pusat
c. Lakukan pencegahan hipotermi
d. Menjemur bayi di bawah sinar matahari dari jam 07.00 hingga jam 09.00
pagi,kurang lebih 30 menit
e. Berikan ASI secara adekuat
2) Ikterus Patologis
a. Cegah agar gula darah tidak turun, jika anak masih bisa menyusui mintalah pada ibu
untuk menyusui anakanya
Jika anak tidak bisa menyusui lagi tapi masih bisa menelan beri perasan ASI atau
susu pengganti, Jika keduanaya tidak memungkinkan beri air gula 30-50 cc
sebelum dirujuk
Cara membuat air gula.Larutkan 4 sendok teh gula kedalam gelas yang berisi 200
cc air masak
Jika anak tidak bisa menelan berikan 50cc air susu ataua ir gula melalaui pipa
ansogastrik ,jika tidak rujuk segera
b. Nasehati ibu agar menjaga bayi tetap hangat
c. Sertakan contoh darah ibu jika kuning terjadi pada 2 hari pertama kehidupan
Rujuk segera.
Setiap ikterik yang muncul pada 24 jam pertama adalah patologis dan
membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut
Pada bayi dengan ikterus kramer grade 3 atau lebih perlu dirujuk
d. Perhatikan frekwensi BAK dan BAB
e. Beri terapi sinar untuk bayi yang dirawat di RS dan jemur bayi dibawah sinar matahari
pagi pada jam 7-8 selaam 30 menit/.15 menit telentang dan 15 menit telungkup
f. Cegah kontak dengan keluarga yang sakit dan cegah terjadinya infeksi dengan menjaga
personal hygiene dan selalu cuci tangan sebelum kontak dengan bayi.
g. Risiko Terjadinya kern ikterus, dapat di lakukan pencegahan kern ikterus dengan
melakukan cek laboratorium bilirubin.
Penanganan di Rumah Sakit
1). Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam
darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat
dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi
sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan
risiko yang lebih fatal.
Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang
gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di
bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan
energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh
pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain
kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti
diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak
bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ
reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu
telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol apakah kadar
bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika sudah turun dan berada di bawah ambang
batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah
boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan
bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara,
proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ
usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua
bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari
terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada si kecil.