Disusun oleh:
1i
2
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTIK
Oleh :
Pembimbing Institusi
ii
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat- Nya
sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Bayi Baru Lahir Patologi Pada By. Ny. M dengan Hipospadia di PMB Julia”.
Penyusunan Laporan Praktik Stase ini bertujuan untuk memenuhi Praktik Stase
Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir di Semester 2.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Ajeng Maharani, SST.,M.Keb.
selaku pembimbing institusi yang telah membimbing dan memberikan masukan
dalam penyusunan laporan kasusini sehingga dapat terselesaikan tepat waktu.
Dengan Laporan Praktik Stase ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
bagi penulis dan pembaca terutama mengenai masalah bayi baru lahir patologi.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu penulis harapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan yang akan
datang.
Penulis
iii
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ............................................................................ 3
C. Tujuan ............................................................................................. 3
D. Manfaat............................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori kasus BBL ............................................................................. 5
B. Teori manajemen asuhan kebidanan pada BBL ..............................46
C. Teori EBM pada asuhan kebidanan yang diterapkan dalam Askeb
BBL .................................................................................................47
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Data Subyektif .................................................................................51
B. Data Obyektif ..................................................................................53
C. Analisa .............................................................................................55
D. Penatalaksanaan ..............................................................................56
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisa Temuan Kasus ....................................................................59
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .........................................................................................63
B. Saran ................................................................................................64
DAFTAR PUTAKA
LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberlangsungan hidup bayi baru lahir bergantung pada kemampuannya
untuk beradaptasi dengan lingkungan ekstrauterin. Kemampuan adaptasi ini
meliputi adaptasi dalam sikulasi kardiopulmunal dan penyesuaian fisiologis
lain untuk menggantikan fungsi plasentadan mempertahankan homeostatis.
kelahiran juga merupakan permulaan awal hubungan orang tua/bayi dan,
setelah ibu dan bayi dipastikan sehat, privasi orang tua untuk berbicara,
menyentuh, dan berkumpul berdua saja dengan bayinya merupakan hal
penting (Fraser dan Cooper, 2012).
Penelitian menunjukkan bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode
neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan kurang baiknya penanganan
bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang
mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian, misalnya karena
hipotermiaakan menyebabkan hipoglikemia dan akhirnya dapat terjadi
kerusakan otak. Pencegahan merupakan hal yang terbaik yang harus
dilakukan dalam penanganan neonatal sehingga neonatus sebagai organisme
yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin dapat
bertahan dengan baik karena periode neonatal merupakan periode yang paling
kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi (Indrayani, 2013).
Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka
kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak
yakni Angka Kematian Neonatal (AKN) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Perhatian terhadapupaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari)
menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 59%
kematian bayi (Kemenkes RI, 2016).
Hipospadia berasal dari bahasa latin, yaitu hypo (di bawah) dan spadon
(lubang). Hipospadia adalah kelainan kongenital pada laki-laki yang berupa
muara uretra terletak di ventral penis (Stein, 2012). Hipospadia pada laki-laki
dihubungkan dengan tiga kelainan dari penis, yaitu meatus orifisium eksterna
dapat terletak dimana saja antara glans hingga perineum, deviasi ventral penis
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang
diambil adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Patologi Bayi Baru Lahir
dengan Hipospadia di Puskesmas Plupuh 1”?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan patologi bayi baru lahir dengan Hipospadia menggunakan pola
pikir manajemen kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya
dalam bentuk SOAP.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu dengan benar :
a. Menjelaskan mengenai teori dan konsep dasar asuhan kebidanan
patologi bayi baru lahir dengan hipospadia.
b. Mengintegrasikan teori dan manajemen asuhan kebidanan patologi bayi
baru lahir dengan hipospadia serta mengimplementasikannya pada
kasus yang dihadapi, yang meliputi:
1) Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada bayi baru
lahir dengan hipospadia.
2) Melakukan analisis data yang telah diperoleh untuk merumuskan
diagnosa dan masalah aktual pada bayi baru lahir dengan hipospadia.
3) Melakukan identifikasi diagnosa dan masalah potensial pada bayi
baru lahir dengan hipospadia.
4) Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera dan rujukan pada bayi
baru lahir dengan hipospadia.
5) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
hipospadia.
6) Melakukan evaluasi hasil asuhan yang telah dilakukan pada bayi
baru lahir dengan hipospadia.
7) Melakukan dokumentasi asuhan kebidanan yang telah diberikan
pada bayi baru lahir dengan hipospadia.
4
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
a. Sebagai penyempurna proses pendidikan belajar dan mengajar di
Universitas Kusuma Husada Surakarta.
b. Melatih kemampuan analisis terhadap masalah yang ditemukan.
2. Bagi Institusi
Diharapkan dapat berguna sebagai bahan bacaan dan menambah
wawasan tentang Asuhan Kebidanan Patologi Bayi Baru Lahir dengan
Hipospadia untuk seluruh civitas Universitas Kusuma Husada Surakarta.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori Kasus
1. Konsep Dasar Bayi Baru Lahir
a. Pengertian
Beberapa ahli telah memberikan pendapat tetang pengertian bayi
baru lahir. Diantaranya dari Marmi dan Rahardjo (2014), mengatakan
bayi baru lahir adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran yang
berusia 0-28 hari, bayi baru lahir atau neonatus adalah bayi yang baru
saja dilahirkan ibu sampai umur 28 hari. Sedangkan bayi baru lahir
normal adalah bayi yang lahir dari usia kehamilan 3 sampai 42
minggu dan berat badan lahir 2500 gram samapi 4000 gram (Saleha,
2012).
Bayi lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap
37 minggu sampai dengan 42 minggu dengan berat badan 2500-4000
gram, nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan (Muslihatun, 2010).
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu
(28 hari) sesuai kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir)
sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi
berusia 0-7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari
(Muslihatun, 2010).
Umumnya bayi baru lahir akan dianggap sehat bila langsung
menangis saat lahir. Seluruh tubuhnya tampak kemerahandan tidak
terlihat pucat atau biru. Selain itu, bayi memiliki gerakan yang aktif dan
bisa menetek dengan kuat. Selain itu berat bayi sehat minimal 2,5 kg
(Ronald, 2011). Bayi baru lahir dengan berat badan 2500 gram sampai
dengan 4000 gram dengan masa kehamilan 37 minggu sampai 42
minggu. Bayi baru lahir dengan usia 0-7 hari disebut neonatal dini,
sedangkan 0-28 hari disebut neonatal lanjut (Sari dan Rimandini, 2014).
5
6
d) Evaporasi
Panas hilang melalui proses penguapan tergantung kepada
kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan cara
mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi dipengaruhi oleh:
jumlah panas yang dipakai, tingkat kelembapan udara, aliran
udara yang melewati.
Mencegah kehilangan panas: keringkan bayi secara saksama,
selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat,
tutup bagian kepala bayi, anjurkan ibu untuk memeluk dan
menyusukan bayinya, jangan segera menimbang atau
memandikan bayi baru lahir, tempatkan bayi di lingkungan yang
hangat.
Dalam proses adaptasi kehilangan panas, bayi mengalami:
stres pada BBL menyebabkan hipotermi, BBL mudah kehilangan
panas, bayi menggunakan timbunan lemak cokelat untuk
meningkatkan suhu tubuhnya, lemak cokelat terbatas, sehingga
apabila habis akan menyebabkan adanya stress dingin (Armini,
dkk. 2017).
4) Metabolisme
Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari tubuh
orang dewasa sehingga metabolisme basal per kg BB akan lebih
besar. Pada jam-jam pertama energi didapatkan dari pembakaran
karbohidrat dan pada hari ke dua energi basal dari pembakaran
lemak (Marmi dan rahardjo 2014).
5) Keseimbangan air dan fungsi ginjal
Tubuh BBL mengandung relatif banyak air dan kadar natrium
relatif lebih besar dari kalium karena ruangan ekstraseluler luas.
Fungsi ginjal belum sempurna karena:
a) Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa.
b) Ketidakseimbangan luas permukaan glomerulus dan volume
tubulus proksimal.
9
3) Head to toe
a) Telinga
Pemeriksa dalam hubungan letak dengan mata dan kepala.
b) Mata
Melihat tanda-tanda infeksi seperti adanya pus.
c) Hidung dan mulut
Melihat bentuk bibir dan langit-langit, periksa adanya
sumbing dan refleks hisap dengan penilaian mengamati bayi pada
saat menyusu.
d) Leher
Melihat adanya pembengkakan dan gumpalan.
e) Dada
Melihat bentuk, puting, bunyi napas dan bunyi jantung.
f) Bahu, lengan, dan tangan
Melihat gerakan normal dan jumlah jari.
g) Sistem syaraf
Adanya refleks moro, lakukan rangsangan dengan suara keras
dengan tepukan tangan
h) Perut
Melihat bentuk, penonjolan atau lembek sekitar tali pusat
pada saat menangis, perdarahan tali pusat?
i) Kelamin perempuan
Ditandai dengan vagina berlubang, uretra berlubang dan labia
minora menutupi labia mayora.
j) Kelamin laki-laki
Dilihat dari testis berada dalam skrotum dan penis berlubang
dan pada ujung letak lubang.
k) Tungkai dan kaki
Dilihat dari gerakan normal, tampak normal dan jumlah jari.
l) Punggung dan anus
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat pembengkakan
atau ada cekungan, ada anus dan lubang.
12
m) Kulit
Pemeriksaan dengan melihat Verniks (tidak perlu dibersihkan
karena menjaga kehangatan tubuh bayi), warna, ada
pembengkakan atau bercak- bercak hitam, dan tanda-tanda lahir
(Saifuddin, 2014).
d. Ballard score
Sistem penilaian untuk menentukan usia gestasi bayi baru lahir
melalui penilaian neuromuscular dan fisik. Penilaian neuromuskuler
meliputi postur, jendela pergerakan tangan, gerakan lengan membalik,
sudut popliteal, tanda selandang, lutut ke telinga sedangkan
pemeriksaan fisik meliputi kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara,
mata/telinga dan genitalia perempuan/laki-laki (Ballard JL, dkk. 1991).
Kemudian hasil penilaian baik dari maturitas neuromuskuler
maupun fisik akan disesuaikan dengan skor dan dijumlahkan hasilnya.
13
e. Ciri-ciri BBL
Bayi baru lahir dapat dikatakan normal jika memiliki ciri-ciri
tersendiri diantaranya yaitu, memiliki berat badan 2500-4000 gram,
panjang badan 48- 52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar kepala 33-35
cm, frekuensi jantung 120-160x/menit, pernapasan 40-60x/menit, kulit
kemerah-merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup, rambut
lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna, kuku
agak panjang dan lemas, genetalia jika perempuan labia mayora sudah
menutupi labia minora sedangkan pada laki- laki testis sudah turun,
skrotum sudah ada.
Kemudian refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik,
refleks morro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik, refleks
graps atau menggenggam sudah baik, refleks rooting mencari putting
susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut terbentuk
dengan baik, eliminasi baik, meconium akan keluar dalam 24 jam
pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan (Dwienda, dkk. 2014).
Menurut Dewi (2014), ciri-ciri BBL normal adalah:
1) Lahir aterm antara 37-42 minggu.
2) Berat badan 2500-4000 gram.
3) Panjang badan 48-52 cm.
15
(2) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan
hangat.
(3) Tutup bagian kepala bayi.
(4) Anjurkan ibu untk memeluk dan menyusui bayinya.
(5) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.
(6) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat (Sari dan
Rimandini, 2014).
4) Cara perawatan tali pusat
a) Menjepit tali dengan klem dengan jarak 3 cm dari pusat, lalu
mengurut tali pusat kearah ibu dan memasang klem ke-2 dengan
jarak 2 cm dari klem (Dewi, 2014).
b) Memegang tali pusat diantara 2 klem dengan menggunakan
tangan kiri (jari tengah melindungi tubuh bayi) lalu memotong
tali pusat diantara 2 klem (Dewi, 2014).
c) Ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat dengan menggunakan
benang DTT. Lakukan simpul kunci/ jepitan (Sari dan Rimandini,
2014).
d) Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling
ujung tali pusat dan lakukan pengikatan kedua dengan simpul
kunci dibagian tali pusat pada sisi yang berlawanan (Sari dan
Rimandini, 2014).
e) Lepaskan klem penjepit dan letakkan didalam larutan klorin 0,5%
(Sari dan Rimandini, 2014).
f) Selimuti bayi dengan kain bersih dan kering, pastikan bahwa
bagian kepala bayi tertutup (Sari dan Rimandini, 2014).
5) Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Pastikan bahwa pemberian ASI dimulai dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir. Jika mungkin anjurkan ibu untuk memeluk dan
mencoba untuk menyusukan bayinya segera setelah tali pusat diklem
dan dipotong beri dukungan dan bantu ibu untuk menyusukan
bayinya (Sari dan Rimandini, 2014).
21
a) Keuntungan ASI
(1) Merangsang produksi air susu ibu.
(2) Memperkuat reflek penghisap bayi.
(3) Mempromosikan keterikatan antara ibu dan bayinya.
(4) Memberikan kekebalan pasif segera kepada melalui
kolostrum.
(5) Merangsang kontraksi uterus (Sari dan Rimandini, 2014).
b) Posisi menyusui
(1) Ibu memeluk keapala dan tubuh bayi secara lurus agar muka
bayi menghadapi ke payudara ibu dengan hideng didepan
puting susu ibu.
(2) Perut bayi menghadap ke perut ibu dan ibu harus menopang
seluruh tubuh bayi tidak hanya leher dan bahunya.
(3) Dekatkan bayi ke payudara jika ia tampak siap untuk
menghisap puting susu.
(4) Membantu bayinya untuk menempelkan mulut bayi pada
puting susu di payudaranya.
(a) Dagu menyentuh payudara ibu.
(b) Mulut terbuka lebar.
(c) Mulut bayi menutupi sampai ke areola.
(d) Bibir bayi bagian bawah melengkung keluar.
(e) Bayimenghisap dengan perlahan dan dalam,
serta kadang-kadang berhenti (Sari dan Rimandini,
2014).
c) Langkah IMD
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan
bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu
untuk melaksanakan proses IMD. Langkah IMD pada persalinan
normal (partus spontan).
(1) Suami dan keluarganya dianjurkan mendampingi ibu di
kamar bersalin.
22
Langkah-langkah Pemeriksaan
a. Pemeriksaan dilakukan pada keadaan bayi tenang (tidak menangis).
b. Pemeriksaan tidak harus berurutan, didahulukan menilai pernafasan dan
tarikan dinding dada bawah, denyut jantung serta perut.
c. Selalu mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir sebelum dan
sesudah memegang bayi (Sari dan Rimandini, 2014).
3. Hipospadia
a. Definisi dan Anatomi
Hipospadia merupakan kelainan kongenital urologi yang paling
sering dijumpai. Kelainan tersebut melibatkan uretra, korpus
spongiosum, kospus kavernosum, glans dan prepusium.
Hipospadia, berasal dari istilah yunani, hipo (dibawah) dan spadon
(celah). Hipospadia merupakan anomali kongenital pada genitalia
eksterna laki-laki yang sering terjadi (Stein, 2012). Sekitar 80% kasus
hipospadia adalah isolated hypospadias, yaitu hipospadia tanpa disertai
kelainan kongenital lainnya (Nissen, 2015).
Gambar 2.4 Gambar kiri: glans yang terbelah ke arah ventral (cleft
glans). Gambar tengah: glans yang terbelah sebagian
(incomplete cleft glans). Gambar kanan: flat glans.
(Dimodifikasi dari Hadidi AT, Azmy AF, eds. Hypospadias
Surgery: An Illustrated Guide, 1st ed. Springer Verlag,
2004).
Gambar 2.5 Gambar kiri: uretra tipis yang tidak terlindung korpus
spongiosum dan korpus spongiosum distal yang terbagi 2
pilar. Gambar tengah dan kanan: hipospadia kasus berat
(skrotum terbelah dua dan bertemu di penoskrotal / skrotal
bifida)
b. Prevalensi
Sekitar 4-6 tiap 1000 bayi laki-laki yang lahir mengalami kelainan
kongenital hipospadia. Beberapa studi menyatakan terjadinya
peningkatan prevalensi hipospadia dalam 30 tahun terakhir sehubungan
dengan kasus hipospadia jenis ringan dan meningkatnya survival bayi
dengan berat lahir rendah karena peningkatan perawatan masa neonatal
(Erin, 2014).
29
c. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang
belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa
faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain:
1) Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang
mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena
reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang
atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja
tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim
yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi
pun akan berdampak sama.
2) Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya
terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen
tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Mekanisme
genetik yang tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain
adalah turunan autosomal resesif dengan manifestasi tidak lengkap.
Kelainan kromosom ditemukan secara sporadis pada pasien dengan
hipospadia.
30
3) Prematuritas
Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang
lahir dari ibu dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas
juga lebih sering dikaitkan dengan hipospadia.
4) Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan
mutasi.
d. Patofisiogi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada
berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit
pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga
akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan
fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam
rahim. Penyebab pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh
lingkungan dan hormonal genetik. Perpindahan dari meatus uretra
biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih. Namun, stenosis
pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsial
outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK atau hidronefrosis.
Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu
kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi.
Hipospadia merupakan salah satu kelainan kongenital genital pria
yang umum dijumpai dengan kecendrungan peningkatan jumlah angka
kejadian di beberapa negara. Faktor etiologi hipospadia masih belum
diketahui dengan pasti, namun ada beberapa faktor yang diyakini
berperan penting dalam pembentukan hipospadia, diantaranya adalah
faktor genetik. Salah satu faktor genetik tersebut adalah variasi jumlah
31
e. Diagnosis
Diagnosis hipospadia secara jelas dapat ditemukan pada
pemeriksaan inspeksi. Pada beberapa kasus, hipospadia dapat
didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak dapat
teridentifikasi pada masa intrauterin maka dapat diidentifikasi setelah
bayi lahir. Kasus tertentu dapat diketahui saat penderita dewasa, yaitu
penderita mengeluh adanya gangguan mengarahkan pancaran urin dan
gangguan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal
menyebabkan penderita harus miksi dengan posisi duduk. Gangguan
seksual yang mereka alami karena adanya chordee pada penisnya.
Diagnosis hipospadia ditegakkan dengan pemeriksaan fisik.
Pencatatan pemeriksaan fisik harus disertai deskripsi temuan lokal
seperti posisi meatus uretra, bentuk dan lebar orifisium, ukuran penis,
lempeng uretra, informasi derajat kurvatura penis (pada saat ereksi),
prepusium, dan skrotum bifidum.
Hipospadia biasanya didiagnosis dalam pembibitan bayi baru lahir
oleh penampilan karakteristik penis.
1) Pembukaan kemih (meatus) lebih rendah dari normal, dan sebagian
anak laki-laki hanya memiliki pengembangan parsial kulup, kurang
penutup normal atau glans di bawah.
2) Abnormal “berkerudung” kulup meminta perhatian dengan kondisi.
32
f. Gejala Klinis
Mayoritas penderita hipospadia memiliki penis yang melengkung
ke bawah dan diperjelas saat terjadi ereksi. Penyebab keluhan tersebut
adalah adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang menyebar dari
meatus yang letaknya abnormal hingga glans penis. Jaringan fibrosa
tersebut merupakan bentuk rudimenter dari uretra, korpus spongiosum,
dan tunika dartos. Chordee merupakan salah satu ciri dari hipospadia
tetapi tidak semua hipospadia memiliki chordee.
Gejala lainnya yang sering dikeluhkan penderita adalah kesulitan
dalam mengatur aliran air kencing saat miksi dan pada penderita
dewasa mengalami gangguan hubungan seksual. Berikut ini gejala
klinis hipospadia.
33
g. Klasifikasi
Hipospadia biasanya diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi
meatus urethra:
1) Anterior atau hipospadia distal (meatus urethra terletak di gland
penis)
Pada hipospadia derajat pertama ini letak meatus urethra
eksterna dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
a) Hipospadial sine (curvatura ventral penis dengan letak meatus
urethra eksterna normal, jenis ini sering dianggap hipospadia
yang bukan sebenarnya)
b) Glandular (letak meatus ekterna hanya turun sedikit pada bagian
ventral gland penis)
c) Sub-coronal (letak meatus urethra eksterna terletak di sulcus
coronal penis).
2) Middle shaft atau intermediate hipospadia
Disebut hipospadia derajat dua, juga dapat dibagi berdasar letak
meatus urethra menjadi distal penis, mid-shaft, dan tipe proksimal
3) Hipospadia posterior atau proksimal atau derajat tiga dibagi menjadi:
a) Penoscrotal (meatusurethra di antara pertemuan basis penis dan
scrotum)
b) Scrotal (meatus urethra eksterna di scrotum),
c) Perineal (meatus urethra eksterna di bawah scrotum dan pada area
perineum) (Holmes, 2012 dan Erin 2014).
34
Bayi laki-laki yang lahir prematur, kembar, atau berat badan lahir
rendah memiliki hubungan dengan terjadinya hipospadia. Pada
sebagian besar kasus, bayi kembar dengan berat badan lahir rendah,
salah satunya kemungkinan besar mengalami hipospadia.
Insufisiensi plasenta telah dicatat pada berbagai studi terkait
dengan kejadian hipospadia. Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
plasenta berfungsi menstimulasi steroidogenesis testis selama masa
fetus sebelum fetus memiliki axis pituitary–gonadal mandiri.
Insufisiensi plasenta menyebabkan ketidakcukupan hCG dan Intra
Uterin Growth Retardation (IUGR), yang memungkinkan penjelasan
tentang hubungan antara hipospadia dan berat badan lahir rendah serta
small for gestational age (SGA) yang konsisten, meskipun beberapa
data penelitian menunjukkan data yang tidak signifikan (Jin Ye, 2010).
Salah satu hipotesis menyatakan bahwa hormon hCG secara normal
akan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan genitalia ekterna
laki-laki secara sempurna, termasuk perkembangan urethra selama
minggu ke-14 kehamilan. Insufisiensi plasenta dapat mengurangi suplai
hCG ke fetus yang berakhir terjadinya hipospadia. Walaupun, studi lain
menyatakan bahwa insufisiensi plasenta berhubungan dengan level
hCG serum ibu yang tinggi (Yinon, 2010).
Peningkatan frekuensi infark plasenta akibat berat badan lahir
sangat rendah dan onset dini pada IUGR, serta SGA berhubungan
dengan insufisiensi plasenta yang lebih sering terjadi pada kasus
hipospadia posterior. Riwayat kelahiran prematur yang berhubungan
dengan disfungsi plasenta yang terlambat, juga dinyatakan berhubungan
dengan terjadinya hipospadia. Meskipun studi lainnya menyatakan
tidak mengkonfirmasi tentang hal tersebut.
Sebuah studi menyatakan bahwa terdapat korelasi antara tingkat
keparahan IUGR dengan tingkat keparahan hipospadia. Secara
signifikan, dinyatakan bahwa bayi dengan hipospadia yang memiliki
berat badan ketika lahir kurang dari persentil tiga dan berat badan lahir
rendah dibandingkan dengan bayi hipospadia yang sedang dan ringan:
41
n. Terapi
42
tube-onlay flap atau operasi bertahap. Jika tidak ada prepusium atau
kulit penis, dapat digunakan mukosa bukal, mukosa buli, dan free skin
graft.
Benang yang digunakan sebaiknya hanya dari bahan yang dapat
diserap dengan baik (6/0-7/0). Untuk koagulasi darah, sebaiknya
menggunakan alat bipolar. Untuk glanuloplasti dan meatoplasti dapat
diberikan infittrasi dengan larutan epinefrin 1:100.000 atau
menggunakan tourniquet. Setelah preparasi neurovaskular dorsal,
dipasang jahitan modifikasi Nesbit (benang monofilamen yang tidak
dapat diserap 4/0-5/0) dengan simpul terlipat ke dalam. Urin dialirkan
melalui kateter transuretra atau suprapubik. Jika menggunakan kateter
suprapubik, harus dipasang stent pada neo-uretra. Untuk stent uretra
dan drainase, digunakan stent yang berukuran 8-10 Fr dan apabila
diperlukan dengan lubang multipel di bagian samping dengan ujung di
uretra pars bulbosa (tidak sampai ke buli). Prosedur rutin lainnya adalah
penggunaan balutan sirkular dengan kompresi ringan dan pemberian
antibiotik.
Perbaikan hipospadia dapat dilakukan dalam jangka penuh, bayi
sehat setiap saatdari 3 bulan. Bayi prematur umumnya operasi
dilakukan pada usia 6 bulan atau lebih.
44
o. Teknik Operasi
Teknik pembedahan hipospadia telah dikenal memiliki beberapa
macam teknik. Pada umumnya operasi hipospadia dilakukan dengan
tahap berikut.
1) Chordectomy atau orthoplasty, yaitu dilakukan eksisi chordee dari
muara uretra sampai glans penis. Setelah eksisi chordee, penis akan
lurus tetapi meatus uretra eksternal masih terletak abnormal. Untuk
melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes ereksi buatan dengan
menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum;
2) Uretroplasti, yaitu membuat muara uretra eksterna di ujung glans
penis. Biasanya dilakukan enam bulan pasca operasi pertama. Uretra
dibuat dari kulit penis bagian ventral yang di insisi secara
longitudinal paralel di kedua sisi.
45
p. Komplikasi
Penyempitan meatus setelah splint dilepas dapat dikoreksi dengan
dilatasi secara berkala. Intervensi bedah diperlukan untuk kasus dengan
skar meatus dimana tindakan dilatasi tidak efektif untuk jangka
panjang. Untuk striktur uretra sebaiknya dilakukan operasi terbuka
setelah satu kali usaha urethrotomi intema gagal. Jika terjadi fistula,
revisi sebaiknya dilakukan setelah 6 bulan.
1) Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat
kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri
sexsual tertentu).
2) Infertility
3) Resiko hernia inguinalis
4) Gangguan psikologis dan psikososial
5) Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
3) Diagnosa potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
lain bedasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah teridentifikasi,
langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati lien bidan diharapkan dapat bersiap-siap
bila diagnosa/ masalah potensial benar-benar terjadi (Sujiyatini, 2009).
4) Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi
Pada langkah ini merupakan kelanjutan menejemen terhadap diagnosa
atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini
informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi (Sujiyatini, 2009).
Dari diagnosa potensial kubutuhan segera untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat akibat hipospadia, yang dapat menimbulkan
komplikasi pada bayi.
5) Perencanaan
Pelaksanaan asuhan kebidanan patologi bayi baru lahir dengan
hipospadia.
6) Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan kebidanan yang
telah di buat sesuai dengan masalah yang ada seperti yang dituliskan diatas.
7) Evaluasi
Pada langkah ini dinilai keefektifan asuhan yang telah diberikan,
apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam
diagnosis maupun masalah (Muslihatun, dkk, 2009).
C. Teori EBM pada Asuhan Kebidanan yang diterapkan dalam Askeb Bayi
Baru Lahir
Penatalaksanaan satu-satunya untuk kondisi hipospadia adalah dengan
operasi, yang bertujuan untuk memperbaiki secara fungsional dan kosmetik.
Teknik operasi yang paling banyak digunakan saat ini adalah yang
diperkenalkan oleh Snodgrass tahun 1994, yaitu teknik tubularized incised
plate (TIP) (Tarmono, 2016). Secara umum tekniknya adalah dengan
melakukan insisi midline sampai ke urethral plate melebarkannya sampai
48
Prosedur Mathieu
Prosedur Mathieu dimulai dengan mengukur panjang defek uretra dari
meatus ke ujung glans. Jarak yang sama ditarik pada kulit proksimal penis, di
sepanjang urethral plate. Kemudian, insisi dilakukan sepanjang tanda
tersebut. Lebar yang sesuai biasanya 7 sampai 8 mm diukur untuk flap
proksimal, lebar ini dikecilkan menjadi 5 sampai 6 mm pada bagian distal
glans.. Pembedahan pada jaringan subkutan dari flap dilakukan dengan hati-
hati agar memungkinkan flap dibawa ke ujung glans. Flap dilipat ke meatus
dan jahitan berjalan mendekati flap ke garis lateral urethral plate. Jaringan
flap dartos digunakan untuk menutupi jahitan dan glans wings, dan jahitan
sirkumsisi dapat dilakukan. Angka terjadinya komplikasi dengan prosedur ini
adalah jarang dengan masing-masing, striktura distal (1%), fistula
uretrokutaneus (1%) dan retraksi meatus (0,5%) (Mouriquand et al., 2010).
51
BAB III
TINJAUAN KASUS
No register : 1234567
Tanggal masuk : 09 Juli 2020
Tanggal Pengkajian : 09 Juli 2020
A. Data Subyektif
1. Identitas
Nama Bayi : By. Ny. M
Anak ke :2
Umur Bayi : 1 hari
Tgl/jam lahir : 09 Juli 2020/ 14.00 WIB
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 2700 gr
Panjang badan : 48 cm
2. Anamnesa
PADA IBU
a. Riwayat kehamilan sekarang
1) HPHT : 10 Oktober 2019
2) HPL : 16 Juli 2020
52
3) Keluhan pada
a) Trimester I : Tidak ada
b) Trimester II : Sering kencing + nyeri pinggang
c) Trimester III : Nyeri pinggang
4) ANC : 15 X Teratur
5) Penyuluhan yang pernah didapat : Tanda bahaya kehamilan, nutrisi
6) Imunisasi TT :5 X
b. Riwayat persalinan ini
1) Tempat persalinan : PMB Julia Penolong : Bidan
2) Jenis Persalinan : Spontan
3) Kompliksi/kelainan dalam persalinan : Tidak ada
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit saat hamil : Tidak ada
2) Riwayat penyakit sistemik
a) Jantung : Tidak ada
b) Ginjal : Tidak ada
c) Asma : Tidak ada
d) TBC : Tidak ada
e) Hepatitis : Tidak ada
f) DM : Tidak ada
g) Hipertensi : Tidak ada
h) Epilepsi : Tidak ada
i) Lain-lain : Tidak ada
3) Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
4) Riwayat keturunan kembar : Tidak ada
5) Riwayat operasi : Tidak ada
53
B. Data Obyektif
1. Riwayat pemeriksaan khusus
NILAI JUMLAH
ASPEK YANG
Menit Menit
DINILAI 0 1 2
I II
Apperance Biru/ Badan merah Badan dan 1 1
(warna kulit) pucat muda, ekstremitas
ekstremitas merah muda
biru
Pulse Tidak < 100 100 2 2
(denyut jantung) teraba
Grimance Tidak ada Lambat Menangis 2 2
(refleks) kuat
Activity Lemas/ Gerakan Aktif/ fleksi 1 2
(Aktivitas) lumpuh sedikit/ fleksi tungkai baik/
tungkai reaksi
melawan
Respiratory Tidak ada Lambat, Baik, 1 2
(pernafasan) tidak teratur menangis
kuat
JUMLAH 7 9
2. Pemeriksaan umum
a. Suhu : 36,80 C Jam : 15.00 WIB
b. Pernafasan : 45 x/mnt Sifat : Teratur
c. Nadi : 126 x/mnt Sifat : Teratur
3. Pemeriksaan fisik sistematis
5. Antropometri
a. Lingkar kepala : 36 cm
b. Lingkar dada : 36 cm
c. Lingkar lengan atas : 11 cm
d. BB/PB : 2700 gr/ 48 cm
6. Pemeriksaan penunjang : Tidak dilakukan
C. Analisa
By. Ny. M bayi baru lahir dengan hipospadia
5. Kebutuhan
a) Berikan motivasi dan dukungan pada ibu dan keluarga
b) Lakukan rujukan untuk kolaborasi dengan dokter spesialis anak
D. Penatalaksanaan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengkajian data dasar pada kasus dilakukan saat pengamatan pertama kali
ketika ibu datang ke fasilitas kesehatan. Pengkajian meliputi anamnesis langsung
yang diperoleh dari ibu dan keluarga. Pengkajian data objektif diperoleh melalui
pemeriksaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik serta
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan USG. Pengkajian pada kasus ini dilanjutkan pada pendokumentasian.
Ny. M usia 32 tahun, baru saja melahirkan putra keduanya di PMB Julia. 1
jam kemudian dilakukan perawatan bayi baru lahir. Ibu mengatakan bahwa
lubang penis bayinya tidak pada tempatnya dan penis bayinya seperti berkerudung
dan melengkung kebawah. Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi, asma jantung dan diabetes, riwayat mengomsumsi obato-batan selama
hamil di sangkal klien. Selama hamil, nutrisi pasien terpenuhi dengan baik,
istirahat cukup, aktivitas pasien tetap melakukan pekerjaannya dan pekerjaan
rumah tangga. Ibu mengatakan bekerja di perusahaan pupuk dan peptisida.
Pemeriksaan fisik pada bayi didapatkan semua dalam batas normal, BB/PB:
2700gr/ 48cm, namun pada pemeriksaan genetalia didapatkan bahwa kepala penis
berbentuk lebih datar, penis melengkung kebawah, lubang penis tidak terdapat di
ujung penis, tetapi berada di glandular (letak meatus ekterna hanya turun sedikit
pada bagian ventral gland penis), dan penis tampak seperti berkerudung karena
adanya kelainan pada kulit dengan penis. Hasil pengkajian data subjektif dan
objektif yang diperoleh menunjukkan diagnosis bahwa By. Ny. M mengalami
hipospadia derajat pertama.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hipospadia adalah
malformasi yang umum terjadi di saluran genital laki-laki yang ditunjukan dengan
muara uretra yang abnormal dimana lokasi muara uretra/ostium uretra eksternum
(OUE) dapat berada di bagian anterior (glandular, coronal, dan distal penile),
bagian pertengahan, atau bagian posterior (penoscrotal, scrotal, perineal) dengan
60
Faktor risiko penyebab hipospadia pada kasus diatas adalah ibu yang bekerja
di perusahaan pupuk dan peptisida. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa, riwayat pekerjaan di bidang agrikultural dan penggunaan obat nyamuk
meningkatkan paparan pestisida yang selanjutnya akan meningkatkan risiko
terjadinya hipospadia. Zat kimia yang banyak terdapat di lingkungan tersebut
telah dipelajari mengandung bahan yang dapat mengganggu endokrin (endocrine
disruptors). Endocrin disruptors merupakan bahan kimia yang dapat
menginterverensi hormonal. Menurut bukti studi pada hewan menunjukkan bahwa
endocrine disruptors tertentu dapat menyebabkan terjadinya hipospadia melalui
interferensi jalur sinyal androgen dan estrogen selama diferensiasi seksual. Selain
pestisida, fitoestrogen juga merupakan zat yang termasuk endocrine disruptors
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hipospadia (Carmichael, 2013). Studi
lainnya menyatakan bahwa peningkatan kerusakan sitogenik berhubungan dengan
peningkatan usia perempuan dengan paparan pekerjaan yang terkena pestisida.
Perkembangan saluran kemih pada minggu ke-7 sampai minggu ke-16 usia
kehamilan dipengaruhi oleh kadar hormon androgen dan esterogen. Faktor resiko
terjadinya hipospadia masih belum diketahui secara pasti, namun peranan genetik,
endokrin, dan lingkungan luar dapat mempengaruhi esterogen (Rittler, 2002
dalam Supangat, 2018).
Namun penelitian ini tidak didukung oleh penelitan yang dilakukan oleh
Tangkudung, dkk (2016), yang menyatakan bahwa tidak didapatkan hubungan
antara kejadian hipospadia dengan paparan pestisida terhadap lingkungan sekitar
yang dikatakan sebagai faktor risiko meningkatnya kejadian hipospadia.
Kelemahan dari penelitian yang dilakukan adalah terdapat keterbatasan dalam
61
menilai berapa lama paparan pestisida telah berlangsung. Selain itu, peneliti tidak
meneliti jenis pestisida yang digunakan. Beberapa jenis pestisida, antara lain
insektisida, fungisida, dan herbisida, diketahui dapat memberikan pengaruh pada
perkembangan hormon endokrin. Hal tersebut diakibatkan oleh sifat pestisida
yang anti androgenik. Meyer (2006), menyatakan hanya jenis tertentu dari
pestisida yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hipospadia, yaitu diclofop-
methyl yang termasuk dalam pestisida jenis herbisida.
Setelah dilakukan perawatan pada bayi baru lahir, seperti: pencegahan infeksi
membersihkan jalan nafas, penilaian apgar score, bayi normal akan menangis
spontan segera setelah lahir, memotong dan merawat tali pusat, mempertahankan
suhu tubuh bayi, inisiasi menyusu dini, pemberian vitamin K, pencegahan infeksi
mata, pemberian imunisasi, mulai pemberian ASI, pemeriksaan fisik bayi baru
lahir, pemantauan tanda bahaya dan pencegahan kehilangan panas melalui tunda
mandi selama 6 jam (Kemenkes RI, 2013), kemudian bayi dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap untuk dilakukan kolaborasi dengan dokter spesialis
anak untuk mendiagnosis pasti keadaan bayi. Ibu dan keluarga diberikan motivasi
dan dukungan mental untuk dapat menerima keadaan bayinya. Kemudian
diberikan penjelasan bahwa keadaan hipospadia dapat disembuhkan dengan
melakukan pembedahan. Namun harus tetap menerima risiko yang terjadi setelah
dilakukan pembedahan, karna tidak semua pembedahan dapat berjalan dengan
baik.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Hipospadia adalah malformasi yang umum terjadi di saluran genital laki-
laki yang ditunjukan dengan muara uretra yang abnormal dimana lokasi
muara uretra/ostium uretra eksternum (OUE) dapat berada di bagian anterior
(glandular, coronal, dan distal penile), bagian pertengahan, atau bagian
posterior (penoscrotal, scrotal, perineal) dengan derajat kurvatura penis yang
berbeda. Hipospadia merupakan keadaan dimana muara eksterna uretra
terletak di sisi ventral penis yang proksimal dari ujung glans, dari sulkus
balanopreputial hingga ke area perineal (Sharma, 2013). Kelainan ini
diklasifikasikan menjadi ringan (glans atau penis) atau berat (skrotum atau
perineal) tergantung lokasi anatomi dari meatus uretra (Krisna, 2017).
Kelainan ini terjadi akibat terlambatnya perkembangan fusi uretra pada
trimester 1 kehamilan (Sharma, 2013).
Penatalaksanaan satu-satunya untuk kondisi hipospadia adalah dengan
operasi, yang bertujuan untuk memperbaiki secara fungsional dan kosmetik.
Teknik operasi yang paling banyak digunakan saat ini adalah yang
diperkenalkan oleh Snodgrass tahun 1994, yaitu teknik tubularized incised
plate (TIP) (Andersson, 2015). Secara umum tekniknya adalah dengan
melakukan insisi midline sampai ke urethral plate melebarkannya sampai
mencukupi untuk dibentuk menjadi neo urethra. Sejumlah penelitian
menyebutkan bahwa teknik ini memberikan angka komplikasi yang cukup
rendah dan angka keberhasilan yang cukup tinggi (Subramaniam, 2011 dalam
Saksono, 2017).
Tujuan terapi adalah untuk mengkoreksi kurvatura penis, untuk
membentuk neo-uretra dan untuk menempatkan muara neo-uretra ke ujung
glans penis jika memungkinkan. Untuk mencapai hasil yang memuaskan
diperlukan kaca pembesar dan benang jahit khusus, pengetahuan mengenai
berbagai teknik operasi plastik (rotational skin flaps, free tissue transfer),
64
B. Saran
1. Bagi Fasilitas Kesehatan
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan peraktek dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan
Asuhan kebidanan patologi pada bayi baru lahir dengan hipospadia sesuai
standar pelayanan.
2. Bagi Ibu
Diharapkan ibu mengerti mengenai pentingnya perawatan bayi baru
lahir agar bayi mendapatkan perawatan yang sesuai dan diberikan asuhan
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan ibu dan bayi.
65
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2016. Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2016. Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI. Jakarta
Lissauer dan Fanaroff. 2013. Selayang Neonatologi. Jakarta: PT Indeks
Li Y, Mao M, Dai L, Li K, Li X, Zhou , Wang Y, Li Q, He C, Liang J dan Zhu J.
2012. Time trends and geographic variations in the prevalence of
hypospadias in China. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol 94(1): 36–41.
Changjiang Scholars and Innovative Research Team in University.
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/bdra.22854, diakses tanggal
11 Juli 2020
Jin L, Ye R, Zheng J, Hong S dan Ren A. 2010. Secular trends of hypospadias
prevalence and factors associated with it in southeast China during 1993–
2005. Clinical and Moecularl Teratology 88(6): 458–465. Peking
University Health Science Center.
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/bdra.20673, diakses tanggal
11 Juli 2020
Krisna DM dan Maulana A. 2017. Hipospadia: Bagaimana Karakteristiknya di
Indonesia. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 2(2): 325-333.
Universitas Mataram.
https://bikdw.ukdw.ac.id/index.php/bikdw/article/download/52/42, diakses
tanggal 11 Juli 2020
Maritska Z. 2015. Peranan CAG Repeat Gen Androgen Receptor Pada
Hipospadia. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan 2(1): 151-156. Universitas
Sriwijaya Palembang. https://media.neliti.com/media/publications/181676-
ID-peranan-cag-repeat-gen-androgen-receptor.pdf, diakses tanggal 11 Juli
2020
Marmi dan Rahardjo. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Meyer KJ, Eif JS, Nuckols JR. 2006. Pesticide use and hypospadias in eastern
Arkansas. Environ Health Perspect 114(10): 1589-1595. Colorado State
University. https://ehp.niehs.nih.gov/doi/pdf/10.1289/ehp.9146, diakses
tanggal 11 Juli 2020
Mouriquand P, Gearhart, John, dan Rink. 2010. Pediatric Urology 2nd Edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier
. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya
Muslihatun WN. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya
Nissen KB, Udesen A, Garne E. 2015. Hypospadias: Prevalence, birthweight and
associated major congenital anomalies. Congenialt Anomalies 55(1): 37–41.
Odense University Hospital.
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/cga.12071, diakses tanggal
11 Juli 2020
67
JURNAL BIMBINGAN
NIM : 15901191012
RUANGAN :-
TEMPAT PRAKTIK :-