Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUHAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN IBU DENGAN MOLA HIDATIDOSA

DI SUSUN OLEH

ALOSIUS DAPPA (1810114201608)

DOSEN PENGAMPU

IKA ARUM DEWI S..,S.KEP..,NERS..,M.BIOMED

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES WIDYAGAMA
HUSADA MALANG
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Kehamilan yang sehat merupakan kehamilan yang ditandai dengan adanya pertumbuhan
dan perkembangan janin secara Dampak mola hidatidosa dapat timbul secara fisik maupun
psikologis.Secara fisik mola hidatidosa bisa menyebabkan perdarahan hebat yang dapat
mengakibatkan kekurangan volume cairan hingga syok, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh akibat mual muntah. normal didalam rahim.Namun ada beberapa keadaan
dimana pertumbuhan dan perkembangan janinnya tidak berkembang dengan baik, apabila terjadi
kegagalan kehamilan tergantung pada tahap dan bentuk gangguannya Dampak mola hidatidosa
dapat timbul secara fisik maupun psikologis. Secara fisik mola hidatidosa bisa menyebabkan
perdarahan hebat yang dapat mengakibatkan kekurangan volume cairan hingga syo
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh akibat mual muntah. Kegagalan ini bisa
berupa abortus, kehamilan ektopik, prematuritas, kehamilan janin dalam rahim, atau kela
kongenital. Sem Dampak mola hidatidosa dapat timbul secara fisik maupun psikologis. Secara
fisik mola hidatidosa bisa menyebabkan perdarahan hebat yang dapat mengakibatkan
kekurangan volume cairan hingga syok, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
akibat mualmuntah.uanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi, juga termasuk trofoblas
Penyakit trofoblas merupakan penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas. Sel trofoblas banyak
ditemukan pada wanita hamil. Sel trofoblas juga dapat ditemukan diluar kehamilan berupa
teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas dalam kehamilan disebut Gestational
Trophoblastic Disea Penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Pada
penyakit trofoblas dikenal dengan nama mola hidatidosa atau hamil anggur Mola hidatidosa
merupakan suatu kehamilan yang perkembangan dan pertumbuhan janinnya tidak berkembang
menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi
pada minggu pertama kehamilan. Sel telur yang seharusnya berkembang menjadi janin justru
terhenti perkembangan nya, yang terus berkembang justru sel-sel trofoblas yaitu berupa
degenerasi hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai gelembung-gelembung berisi cairan,
mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada yang berdiameter 1 milimeter sampai
1-2 sentimeter. Jika dilihat dari mikroskop, ditemukan edema stroma vili, tidak ada pembuluh
darah pada vili, dan proliferasi seltrofoblas faktor resiko dari penyakit mola hidatidosaini adalah
umur, genetik, Status gizi ibu. Mola hidatidosa lebih banyakditemukan pada wanita hamil
berumur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, dan mola hidatidosa juga sering ditemui pada
ibu hamil yangkekurangan protein.
Dampak mola hidatidosa dapat timbul secara fisik maupun psikologis. Secara fisik mola
hidatidosa bisa menyebabkan perdarahan hebat yang dapat mengakibatkan kekurangan volume
cairan hingga syok, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh akibat mual muntah.
secara psikologis bisa menyebabkan kesedihan pada keluarga terutama pada ibu dan keluar
yang masih Mengharapakan anak. Serta pada ibu jika dilakukan tindakakn proses pengangkatan
rahim maka ibu tidak bisa hamil kembali.Oleh karena itu peran perawat sangat dibutuhkan
dalam mengatasi dampak fisik dan psikologis pada pasien mola hidatidosa.Mengingat dampak
dan banyak nya kasus mola hidatidosa perawatmempunyai peran dalam melakukan asuhan
keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Pengkajian keperawatan, data dapat
diperoleh dari riwayat kesehatan, keluhan utama pasien, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Untuk tindakan keperawatannya perawat dapat melakukan tindakan secara mandiri
dan kolaborasi. Secara mandiri perawat dapat melakukan teknik non farmakologi untuk
mengatasi nyeri, memberikanpenyuluhan tentang mola hidatidosa, memberikan motivasi kepada
ibu. Secara kolaborasi perawat dapat berkolaborasi dengan tim medis lainnya untuk mengatasi
perdarahan pada pasien mola dengan pemberian obat anti perdarahan, manajemen cairan untuk
mengatasai kekurangan volume cairan, manajemen nutrisi untuk menjaga keseimbangan nutrisi.
Riset World Health Organization di negara-negara baratkasus mola hidatidosa dilaporkan 1:200
atau 2000 kehamilan. Sedangkan di negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Biasanya
kasus mola lebih sering ditemukan pada umur reproduktif . Jumlah kejadian komplikasi maternal
menurut Riskesdas, 2010 angka kejadian mola hidatidosa ada di provinsi DKI jakarta (345
kejadian) Jawa Barat (268 kejadian) Jawa Tengah (182 kejadian) dan Sumatera Barat (100
kejadian).
2.Tujuan
1.Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini untuk menerapkan asuhan keperawatan pada ibu
hamil dengan mola hidatidos
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan pengkajian pada ibu hamil dengan Mola

hidatidosa di RSUP dr. M. Djamil Padang tahun 2017

b. Mampu mendiskripsikan diagnosis keperawatan pada ibu hamil

dengan Mola hidatidosa di RSUP dr. M. Djamil Padang tahun 2017

c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada ibu hamil

dengan Mola hidatidosa di RSUP dr. M. Djamil Padang tahun 2017

d. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada ibu hamil dengan mola hidatidosa dan dapat memberikan masukan
bagi penelitian berikutnya untuk menambah pengetahuan dan data dasar dalam penelitian
selanjutnya
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam meningkatkan penerapan
asuhan keperawatan ibu hamil dengan mola hidatidosa
3. Bagi Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Padang
Hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan konstribusi laporan kasus bagi
pengembangan praktik keperawatan dalam bidang atau profesi keperawatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Hamil mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan
degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang menjadi lebih cepat dari usia gestasi
yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti
rangkaian buah anggur.Mola hidatidosa adalah plasenta vili orialis yang berkembang tidak
sempurna dengan gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga
menunjukkan berbukuran trofoblas trofoblas profileratif tidak normal. Mola hidatidosa
terdiri dari mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial, perbedaan antara keduanya
adalah berdasark morfologi, gambaran klinik patologi, dan sitogenik (Anwar, 2011). Mola
hidatidosa atau yang disebut juga dengan hamil anggur adalah suatu bentuk tumor jinak dari
sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin)
atau merupakan suatu hasil pembuahan yang gagal. Jadi dalam proses kehamilannya
mengalami hal yang berbeda dengan kehamilan normal, dimana hasil pembuahan sel
sperma dan sel telur gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembung gelembung semakin
banyak bahkan bisa berkembang secara cepat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
kadar HCG (dengan pemeriksaan GM titrasi) atau dapat dilihat dari hasil laboratorium beta
sub unit HGG pada ibu hamil tinggi. Pemeriksaan USG kandungan akan terlihat keadaan
kehamilan yang kosong tanpa janin dan tampak gambaran seperti badai salju dalam bahasa
medis disebut “snow storm”
2. Etiologi
Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah pembengkakan
vili (degenerasi pada hidrofibik) dan poliferasi trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan
mola hidatidosa antara lain :
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau ada
serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan
b. Imunoselektif dari trofoblas, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada

stoma vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi sembab dan akhirnya terjadi

hyperplasia sel-sel trofoblast

c. Keadaans osio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi
meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan perkembangan
janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi gizi yang
diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan janinnya

d. Paritas tinggi, ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola


hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi. Secara genetic yang
dapat diidentifikasi dan penggunaan stimulan drulasi seperti menotropiris (pergonal).
e Kekurangan protein, protein adalah zat untuk membangun jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim. Keperluan akan zat protein pada waktu
hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan akan
lahir lebih kecil dari normal.
3. Tanda Dan Gejala

a.Mola hidatidosa komplet (MHK)


Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali pusat,ata
membrane. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta. Vili korionik
berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang menggantung bergerombol pada
pedikulus kecil, dan memeberi tampilan seperti seikat anggur. Ukuran
vesikelbervariasi, dari yang sulit
b.Mola hidatidosa parsial (MHP)
Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong amnion ditemukan
karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8 atau ke-9. Hiperplasia trofoblas hanya
terjadi pada lapisan sinsitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar luas dibandingkan
dengan mola komplet. Kariotip umunya adalah triploid sebagai hasil pembuahan
satu ovum oleh dua sperma (dispermi).Bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, atau 69 XY
4.Phatway
5.Pemeriksaan Penunjang

Menurut Purwaningsih, 2010 ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada pasien mola hidatidosa dengan
1. HCG : nilai HCG meningkat dari normal nya.
Nilai HCG normal pada ibu hamil dalam berbagai tingkatan usia kehamilan berdasarkan
haid terakhir :
a. 3 minggu : 5-50 mlU/ml
b. 4 minggu : 5-426 mlU/ml
c. 5 minggu : 18-7,340 mlU/ml
d. 6 minggu : 1.080-56,500 mlU/ml
e. 7-8 minggu : 7,650-229,000 mlU/ml
f. 9-12 minggu : 25,700-288,000 mlU/ml
g. 13-16 minggu : 13,300-254,000 mlU/ml
h. 17-24 minggu : 4,060-165,400 mlU/ml
i. 25-40 minggu : 3,640-117,000 mlU/ml
j. Tidak hamil : <5.0 mlU/ml
k. Post-menopause : < 9.5 mlU/ml
2. Pemeriksaan rontgen : Tidak ditemukan kerangka bayi
3. Pemeriksaan USG : Tidak ada gambaran janin dan denyut jantung janin
4. Uji sonde : Pada hamil mola, sonde mudah masuk, sedangkan pada kehamilan biasa, ada
tahanan dari janin.
6.Penatalaksanaan Medis Dan Non Medis

Karena mola hidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai penyulit
yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan.

Terapi mola hidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :


a. Perbaikan keadaan umum Adalah transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik
atau anemi, pengobatan terhadap penyulit, seperti pre eklampsi berat atau tirotoksikosis.
Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :
1).Koreksi dehidrasi
2) Transfusi darah bila ada anemia ( Hb 8 ggr % atau kurang )
3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protokol
penangan dibagian obstetrik dan gynekologi

4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian penyakit dalam.

b. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi


1) Kuretase pada pasien mola hidatidosa :
a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan
darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar
spontan
b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan
kuretase dilakukan 24 jam kemudian
c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infuse dengan
tetasan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.
d) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu
e) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA
2) Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah :
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup mempunyai
anak. Alasan untuk melakukan histerektomi adalah karena umur tua dan paritas tinggi
merupan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah
umur 35 tahun dengan anak hidup
c. Evakuasi
Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan kuret vakum, kemudian
sisanya dibersihkan dengan kuret tajam.Tindakan kuret hanya dilakukan satu kali.Kuret
ulangan dilakukan hanya bila ada indikasi Segerakan lakukan evakuasi jaringan mola
dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml
NS atau RL dengan kecepatan 40- 60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secaracepat).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian

1.aktivitas/istirahat.

Gejala : insomnia,sensifitas,otot lemah,gangguan koordinasi,kelelahan berat.

Tanda : atrofi otot,tremor

2.sirkulasi.

Gejala : pendarahan pervaginaan.

Tanda : tekanan dara,takikardi saat istirahat

3.eliminasi.

Gejala : urin dalam jumlah banyak,perubahan dalam feses.

4.intergritas.

Gejala : mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik.

Tanda : emosi labil(enphoria sedang sampai dilirium),depresi.

5.makanan/cairan

Gejala ; kehilangan BB mendadak,nafsu makan,mual dan munta

Tanda : destensi vena jugalaris,edema,turgor kulit dapat dilihat dari

kelembaban/kekeringan;membran mukosa

6.neurosensori.

Gejala : rasa ingin pingsan/pusing,tremor halus,kesemutan.

Tanda : gangguan status mental,bicara cepat/parua,perilaku seprti bingung,

Gelisah,desorientasi,peka rangsang,dilirium,psikosis’struktur koma.


7.nyeri.

Gejala :nyeri abdomen

Tanda :mengkerutkan muka,menjaga area yang sakit,respon emosional terhadap


nyeri

8.pernafasan

Gejala : frekuensi pernafasan,takipneu,dispneu,edema paru(pada krisis tiroksikosis)

Tanda : fungsi mental/kegelisahan,kesadaran rileks

9.keamanan

Gejala : tidak toleransi terhadap panas,keringat berlebihan.

Tanda : suhu diatas 37,4C,diaporesis,kulit halus,hangat dan kemerahan,rambut tipis,

Mengkilap dan lurus

10.seksualitas.

Tanda : penurunan libido,hipomenorhea

11.integumen

Tanda : adanya luka bekas operasi

12.verbal

Gejala : pernyataan tidak mengerti/salah mengerti

Tanda : kerusakan kemampuan untuk bicara,gagap,disastria,afasia,suara

lemah/tidak mendengar.

13.penyuluhan/pembelajaran.

Gejala : adanya riwayat keluarga yang mengalami masalah,masala penyakit


trofoblast, Terutama mola hidatidosa
B.Diagnosa Keperawatan

1.gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri.

2.resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

3.resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder

4.ketidak seimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan berhubungan dengan masukan yang

Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (mual,anokresia,pembatasan medis).

5.gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan,penurunan sirkulasi.

6.kurang perawatan diriberhubungan dengan kelelahan nyeri atau ketik nyamanan

Rencana Analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua
temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan
teori keperawatan pada paseien dengan mola hidatidosa . Data yang telah
didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosis, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada ibu hamil dengan mola hidatidosa. Analisa
yang dilakukan adalah untuk menentukan apakah adakesesuaian antara teori yang ada dengan
kondisi pasien.
3.Intervensi

Intervensi utama yang dilakukan pada pasien storke yang mengalami gangguan mobilitas
yaitu dukungan ambulasi dan mobilitasi.dukungan ambulasi yaitu memfasilitasipasien untuk
berpindah,sedangkan dukungan mobilisasi yaitu memfasilitasi pasien untukmeningkatkan
aktivitas pergerakan fisik
BAB IV

TREND DAN ISSU

Keterlibatan klien dalam perawatan diri sendiri


Kesadaran dan tanggung jawab klien terhadap perawatan diri sendiri selama hamil semakin
meningkat. Klien tidak lagi hanya menerima dan mematuhi anjuran petugas kesehatan
secara pasif. Kecenderungan saat ini klien lebih aktif dalam mencari informasi, berperan
secara aktif dalam perawatan diri dan merubah perilaku untuk mendapatkan outcome
kehamilan yang lebih baik. Perubahan yang nyata terjadi terutama di kotakota besar
dimana klinik antenatal care baik itu milik perorangan, yayasan swasta maupun
pemerintah sudah mulai memberikan pelayanan kursus/kelas prapersalinan bagi para calon
ibu. Kemampuan klien dalam merawat diri sendiri dipandang sangat menguntungkan baik
bagi klien maupun sistim pelayanan kesehatan karena potensinya yang dapat menekan
biaya perawatan. Dalam hal pilihan pelayanan yang diterima, ibu hamil dapat memilih
tenaga profesional yang berkualitas dan dapat dipercaya sesuai dengan tingkat
pengetahuan dan kondisi sosio-ekonomi mereka. Antenatal care pada usia kehamilan lebih
dini Data statistik mengenai kunjungan antenatal care trimester pertama menunjukkan
peningkatan yang signifika hal ini sangat baik sebab memeungkinkan profesional
kesehatan mendeteksi dini dan dan segera menangani masalah-masalah yang timbul sejak
awal kehamilan.kesempatan untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang perebuhan
perilaku yang diperlukan selama hamil juga lebih banyak Antenatal care pada usia
kehamilan lebih dini Data statistik mengenai kunjungan antenatal care trimester pertama
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini sangat baik sebab memungkinkan
profesional kesehatan mendeteksi dini dan segera menangani masalah-masalah yang
timbul sejak awal kehamilan. Kesempatan untuk memberikan pendidikan kesehatan
tentang perubahan perilaku yang diperlukan selama hamil juga lebih banyak.
BAB V
Kesimpulan

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal yang ditandai dengan pembengkakan kistik


vilus korialis disertai proliferasi trofoblas dalam beberapa tingkatan Jenis Mola hidatidosa
terdiri dari partial dan komplit. Biasanya Mola hidatidosa komplit lebih besar beresiko
terjadinya PTG. Angka kejadian Mola hidatidosa sebesar 37 respon. Usia terbanyak pada
responden yaitu pada usia diatas 35 tahun . Jumlah paritas terbanyak pada responden yaitu
multipara sebanyak 15 responde. Penatalaksanaan mola hidatidosa adalah evakuasi
kehamilan dengan kuret hisap, Setelah dilakukan evakuasi kehamilan, maka diperlukan
evaluasi setelahnya yaitu pemantauan nilai HCG. PetugasPetugas kesehatan sebaiknya
memberikan informasi tentang kemungkinan prognosis Mola hidatidosa kepada klien, agar
klien dapat melakukan pemantauan setelah dilakukan evakuasi kehamilan dan dapat
mendeteksi dini keganasan ptg.
Saran
Disarankan untuk meningkatkan penelitian terkait mola hidatidosa dan menyarankan solusi
yang tepat serta akurat guna meminimalkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
akibat perdarahan mola hidatidosa.
Daftar Pustaka
1. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical
presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and management of
hydatidiform mole. Am J Obstet Gynecol [internet]. 2010 [diakses tanggal 14 Maret 2018];
203(6):531–9. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20728069
2. Cunningham FG. Obstetri williams. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2014.
3. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2008.
4. Almasi A, Almassinokiani F, Akbari P. Frequency of molar pregnancy in health care
canters of Teheran, Iran. Journal of reproduction & infertility. 2014; 15(3):157–60.
Ratna Dewi dkk. | Hubungan Riwayat Abortus dengan Kejadian Mola Hidatidosa pada Wanita Usia Reproduktif di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung

Hubungan Riwayat Abortus dengan Kejadian Mola Hidatidosa pada Wanita


Usia Reproduktif di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
Ratna Dewi Puspitasari1, Intanri Kurniati2, Nurul Utami3, Arif Yudho P4, Risti Graharti2
1
Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Bagian Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
3
Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
4
Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Kematian ibu dapat disebabkan karena adanya komplikasi kehamilan dan persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya
perdarahan. Hal yang dapat menyebabkan perdarahan, di antaranya adalah abortus dan mola hidatidosa. Riwayat pernah
abortus, disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya mola hidatidosa. Oleh karena itu, perlu diketahui dan dilakukan
penelitian lebih lanjut terhadap hubungan antara keduanya untuk menekan angka kematian ibu di Indonesia. Penelitian ini
dilaksanakan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek di bagian Obstetri dan Ginekologi dari bulan April sampai Juni 2018. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara riwayat abortus dengan kejadian mola hidatidosa pada wanita usia
reproduktif di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Populasi penelitian ini adalah wanita dengan kehamilan muda yang terdiagnosa
mola hidatidosa dan sampelnya dipilih dengan cara consecutive sampling. Metode penelitian menggunakan studi
observasional retrospektif. Besar sampel minimal per kelompok yang dibutuhkan adalah 27 orang, dengan perkiraan faktor
drop out sebesar 20%, maka diperoleh besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 33 orang. Data yang diperoleh
dianalisis secara bivariat pada tingkat kemaknaan p<0,05 dengan confidence interval (CI) 95%.

Kata kunci: angka kematian ibu, mola hidatidosa, riwayat abortus

Abortus History Relationship with Hydatidosa Mola Event in Reproductive


Age Women in Dr. H. Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung
Abstract
Maternal death can be caused by an interruption of pregnancy and childbirth, this is due to bleeding. Things that can cause
bleeding are abortion and hydatidiform mole. History of abortion has been mentioned as one of the causes of hydatidiform
mole surgery, and more research is needed and further research on the relationship between several numbers for mothers
in Indonesia. This research was carried out at Abdul Moeloek Hospital in the Department of Obstetrics and Gynecology
from April to June 2018. Research aimed to determine the relationship between abortion history with the incidence of
hydatidiform mole in women in reproduction in Abdul Moeloek Hospital. The population of this study were women with
young pregnancies who were diagnosed with hydatidiform mole and the samples were selected by consecutive sampling.
The research method used a retrospective observational study. The minimum sample size per group required is 27, with a
premium drop out of 20%, the minimum required sample size is 33. The data obtained is bivariate at a significance level of
p<0.05 with 95% confidence interval (CI).

Keywords: abortion history, hydatidiform mole, maternal mortality rate

Korespondensi: dr. Nurul Utami S. Ked, alamat Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung, HP 08136973001,
e-mail n.utami@gmail.com

Pendahuluan kurang dari 20 minggu usia kehamilan, dengan


Kematian ibu menurut definisi WHO berat janin kurang dari 500 gram. Kelainan
adalah kematian selama kehamilan atau yang paling sering dijumpai pada abortus
dalam periode 42 hari setelah berakhirnya adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio,
kehamilan, akibat semua sebab yang terkait janin atau plasenta. Pada kasus abortus, selain
dengan kehamilan atau penanganannya, menghentikan perdarahannya, perlu dicari
tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau penyebab terjadinya abortus dan menentukan
cidera.1 Komplikasi kehamilan dan persalinan sikap dalam penanganan selanjutnya.2
yang dapat menyebabkan kematian pada ibu Mola hidatidosa adalah kehamilan yang
disebabkan oleh perdarahan. Hal yang dapat berkembang tidak wajar (konsepsi yang
menyebabkan perdarahan diantaranya yaitu patologis) dimana tidak ditemukan janin dan
abortus dan mola hidatidosa. Abortus hampir seluruh vili korialis mengalami
merupakan penghentian kehamilan sebelum perubahan hidropik. Mola biasanya ditemukan
janin dapat hidup di luar rahim, yaitu usia pada uterus, tapi kadang-kadang pada tuba

JK Unila | Volume 3 | Nomor 1 | Maret 2019 | 6


Ratna Dewi dkk. | Hubungan Riwayat Abortus dengan Kejadian Mola Hidatidosa pada Wanita Usia Reproduktif di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung

fallopi dan ovarium. Penyakit ini banyak Januari 2016 sampai Desember 2017 di RSUD
ditemukan pada golongan sosial ekonomi Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas Data diolah menggunakan program
34 tahun dan paritas tinggi. Penyebab komputer dengan teknik analisis bivariat pada
terjadinya mola hidatidosa tidak diketahui tingkat kemaknaan p< 0.05 dengan confidence
dengan pasti, diperkirakan adanya peranan interval (CI) 95%.
kelainan kromosomal. Faktor lainnya yang Hasil
sebenarnya belum jelas benar hubungannya Hubungan riwayat abortus dengan
antara lain, penggunaan kontrasepsi oral kejadian mola hidatidosa pada wanita usia
jangka panjang, golongan darah, pernah reproduktif, disajikan pada tabel 1.
abortus dan kesulitan memiliki keturunan.
Mola hidatidosa membutuhkan penanganan Tabel 1. Hubungan Riwayat Abortus dengan
dan deteksi dini karena walaupun penyakit Kejadian Mola Hidatidosa pada Wanita Usia
tersebut merupakan kasus yang jarang, Reproduktif di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
namun jika tidak dideteksi dan ditangani Bandar Lampung
segera, maka akan berkembang menjadi Kejadian mola
keganasan sel trofoblas. Hal tersebut Riwayat hidatidosa 2
kemungkinan akan menjadi salah satu Iya Tidak Total p x
Abortus
penyebab angka kematian ibu di Indonesia f % f % f %
semakin meningkat. Riwayat pernah abortus
Ada 24 88,9 9 23,1 33 50
disebut sebagai salah satu penyebab
terjadinya mola hidatidosa, namun belum Tidak
3 11,1 30 76,9 33 50 0,004 10,81
diketahui pasti alasannya. Oleh karena itu, Ada
perlu penelitian lebih lanjut mengenai Jumlah 27 100 39 100 66 100
hubungan riwayat abortus dengan kejadian
mola hidatidosa pada wanita usia reproduktif.
Berdasarkan tabel 1, wanita usia
Metode reproduktif dengan riwayat abortus, lebih
Metode penelitian ini adalah penelitian banyak mengalami mola hidatidosa (88,89%)
observasional retrospektif mengenai dibandingkan dengan wanita usia reproduktif
hubungan riwayat abortus dengan kejadian tanpa riwayat abortus (11,11%).
mola hidatidosa pada wanita usia reproduktif
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung. Pada Pembahasan
penelitian ini, pajanan dan penyakit sudah Berdasarkan tabel 1, wanita usia
terjadi sebelum dimulainya penelitian, reproduktif dengan riwayat abortus, lebih
sehingga variable-variabel tersebut diukur banyak mengalami mola hidatidosa (88,89%)
melalui catatan historis.3 dibandingkan dengan wanita usia reproduktif
Studi observasional retrospektif tanpa riwayat abortus (11,11%). Hasil analisis
dilakukan menggunakan dua kelompok, yaitu bivariat diperoleh nilai p = 0,004 dan x2hitung =
kelompok ibu hamil yang terpajan faktor risiko 10,811. Nilai p = 0,004, lebih kecil dari  =
(kelompok studi) dan kelompok ibu hamil yang 0,05. Hal ini berarti ada hubungan antara
tidak terpajan faktor risiko (kelompok riwayat abortus dengan kejadian mola
kontrol). hidatidosa pada wanita usia reproduktif di
Penelitian ini dilakukan di bagian RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. H. Abdul tahun 2018.
Moeloek Bandar Lampung. Waktu Penelitian ini sesuai dengan Almasi et al
pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai dari (2014)4 yang menyatakan bahwa terdapat
bulan April sampai Juni 2018. hubungan antara mola hidatidosa dengan
Pengambilan sampel dilakukan dengan riwayat abortus. Kasus mola hidatidosa yang
cara consecutive sampling, dimana setiap paling banyak ditemukan, yaitu pada wanita
penderita yang memasuki kriteria penelitian, usia reproduktif 20-35 tahun. Riwayat abortus
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun juga meningkatkan risiko terkena mola
waktu tertentu, sehingga jumlah sampel hidatidosa pada usia ibu lebih muda.5 Selain
terpenuhi. Pengambilan sampel dilakukan dari itu, Hayashi et al (2007)6 menyatakan bahwa

JK Unila | Volume 3 | Nomor 1 | Maret 2019 | 7


Ratna Dewi dkk. | Hubungan Riwayat Abortus dengan Kejadian Mola Hidatidosa pada Wanita Usia Reproduktif di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung

mola hidatidosa cenderung lebih sering terjadi syok.2 Perdarahan dan infeksi merupakan
pada wanita dengan usia reproduktif. Wanita penyebab tersering kematian ibu di
disebut memasuki usia reproduktif ketika Indonesia.3 Pada mola hidatidosa, sebagai
berada pada rentang usia 20-45 tahun. tanda dan keluhan pertama penderita adalah
Beberapa penelitian menyebutkan, seorang adanya pendarahan. Oleh karena itu, antara
penderita mola hidatidosa, terutama yang riwayat abortus, kejadian mola hidatidosa dan
bertipe mola komplit, memiliki risiko kematian ibu berkaitan satu sama lain.
pengulangan mola 10-20 kali lipat lebih besar Gejala klinik mola hidatidosa adalah
daripada populasi biasa.1 perdarahan, ukuran uterus yang lebih besar
Mola hidatidosa memiliki potensi untuk dari usia kehamilan, preeklampsi, hiperemis
menjadi ganas (mola invasif dan gravidarum, hipertiroid, embolisasi trofoblast,
koriokarsinoma), tergantung pada lokasi dan kista theca lutein ovarium.13 Di negara
proliferasi, invasi miometrium dan metastasis. maju, kematian karena mola hidatidosa
Wanita dengan riwayat mola hidatidosa hampir tidak ada. Mortalitas akibat mola
memiliki risiko untuk mengalami mola hidatidosa ini, mulai berkurang oleh karena
hidatidosa berulang dan koriokarsinoma.7 diagnosis yang lebih dini dan terapi yang
Pernyataan ini sesuai dengan Vinay et al tepat. Akan tetapi di negara berkembang,
(2010)8 bahwa lebih dari 80% mola hidatidosa kematian akibat mola hidatidosa masih cukup
adalah tidak berbahaya, 10-15% kasus mola tinggi, berkisar antara 2,5%-5,7%. Kematian
hidatidosa berkembang menjadi invasif mola pada mola hidatidosa disebabkan karena
dan 2-3% berkembang menjadi perdarahan, infeksi, eklampsi, payah jantung
koriokarsinoma. Beberapa faktor risiko mola dan tirotoksikosis. Perdarahan uterus
hidatidosa yaitu umur, paritas, riwayat mola merupakan tanda paling utama dari mola
hidatidosa, riwayat abortus, kontrasepsi oral, hidatidosa, mulai dari bercak darah sampai
nutrisi, golongan darah, sosial ekonomi, gaya perdarahan yang profus. Perdarahan dapat
hidup (merokok, konsumsi alkohol).9 terjadi sesaat sebelum abortus atau lebih
Riwayat abortus merupakan faktor sering terjadi secara intermitten berminggu-
risiko yang dapat meningkatkan risiko minggu atau berbulan-bulan. Terkadang
terjadinya abortus pada ibu hamil. Pada terjadi perdarahan tersembunyi yang banyak
penelitian yang dilakukan oleh Noer et al dalam uterus. Akibat dari perdarahan, sering
(2016)10 sekitar 21 dari 35 ibu hamil dengan terjadi anemia. Perdarahan juga mengancam
riwayat abortus, mengalami abortus spontan dan mengakibatkan kematian akibat
pada kehamilan selanjutnya. Ibu hamil dengan terlambatnya diagnosis mola hidatidosa. Hal
riwayat abortus sebelumnya, memiliki risiko ini sering dijumpai di negara-negara yang
1,4 kali lebih besar mengalami abortus pada pelayanan obstetrinya belum baik, seperti di
kehamilan selanjutnya.11 Data dari beberapa Indonesia.14
studi menyatakan bahwa ibu yang pernah Upaya untuk mencegah terjadinya mola
mengalami abortus spontan 1 kali, memiliki hidatidosa dan menurunkan mortalitas yang
risiko abortus rekuren sebanyak 15%, disebabkan oleh mola hidatidosa, maka perlu
meningkat menjadi 25% apabila pernah diketahui faktor-faktor terjadinya mola
mengalami abortus sebanyak 2 kali, dan hidatidosa. Salah satu faktornya yaitu riwayat
meningkat lagi menjadi 30-45% setelah abortus. Risiko terjadinya mola hidatidosa,
mengalami abortus spontan 3 kali berturut- lebih tinggi pada wanita berusia ≤24 tahun
turut.3 Fakta ini menunjukkan adanya kaitan yang menderita defisiensi berat vitamin A dan
antara riwayat abortus dengan kejadian mola pada wanita berusia ≤ 24 tahun, berparitas nol
hidatidosa yang semakin meningkat. Selain yang menderita defisiensi vitamin A.15 Pada
itu, abortus sering dikaitkan dengan tingginya wanita usia reproduktif, saat kehamilan harus
angka persalinan prematur, abortus rekuren, rajin dan rutin menjaga organ reproduksi dan
dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Abortus melakukan cek kesehatan agar risiko abortus
diduga memiliki pengaruh terhadap kehamilan dapat diminimalisir sehingga kejadian mola
berikutnya, baik menyebabkan penyulit hidatidosa juga berkurang.
kehamilan atau pada produk kehamilan.12
Abortus sering kali mengakibatkan komplikasi
seperti perdarahan, infeksi, perforasi, dan

JK Unila | Volume 3 | Nomor 1 | Maret 2019 | 8


Ratna Dewi dkk. | Hubungan Riwayat Abortus dengan Kejadian Mola Hidatidosa pada Wanita Usia Reproduktif di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung

Simpulan 9. Schorge J. Menopause. Dalam: Hoffman


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, B, Schorge J, Schaffer J, Halvorson L,
terdapat hubungan antara riwayat abortus Bradshaw K, editor. Williams gynecology.
dengan kejadian mola hidatidosa pada wanita Edisi ke-23. New York: The McGraw-Hill
usia reproduktif di RSUD Abdul Moeloek Companies; 2008.
Bandar Lampung. 10. Noer RI, Ernawati, Afdal. Karakteristik ibu
Disarankan untuk meningkatkan pada penderita abortus dan tidak abortus
penelitian terkait mola hidatidosa dan di RS Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011-
menyarankan solusi yang tepat serta akurat 2012. Jurnal fk unand. 2016; 5(3):576–83.
guna meminimalkan Angka Kematian Ibu (AKI) 11. Kuntari T, Wilopo SA, Emilia O.
di Indonesia akibat perdarahan mola Determinan abortus di Indonesia. Jurnal
hidatidosa. Kesehatan Masyarakat Nasional. 2010;
4(5):223–9.
Daftar Pustaka 12. Amalia LM, Sayono. Faktor risiko kejadian
1. Lurain JR. Gestational trophoblastic abortus (studi di Rumah Sakit Islam
disease I: epidemiology, pathology, Sultan Agung Semarang). J Kesehatan
clinical presentation and diagnosis of Masyarakat Indonesia. 2015; 10(1):23–9.
gestational trophoblastic disease, and 13. Berek SJ. Novak’s gynecology. Edisi ke-13.
management of hydatidiform mole. Am J USA: Lippincott William & Wilkins; 2002.
Obstet Gynecol [internet]. 2010 [diakses 14. Aziz F. Buku acuan nasional onkologi
tanggal 14 Maret 2018]; 203(6):531–9. ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Tersedia dari: Sarwono Prawirohardjo; 2006.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2
0728069
2. Cunningham FG. Obstetri williams. Edisi
ke-23. Jakarta: EGC; 2014.
3. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2008.
4. Almasi A, Almassinokiani F, Akbari P.
Frequency of molar pregnancy in health
care canters of Teheran, Iran. Journal of
reproduction & infertility. 2014;
15(3):157–60.
5. Kusuma AI, Adi BP. Karakteristik mola
hidatidosa di RSUP DR. Kariadi Semarang.
Jurnal Kedokteran Diponegoro. 2017;
6(2):319–27.
6. Hayashi T, Shishido N, Nakayama K,
Nunomura A, Smith MA, Perry G, et al.
Lipid peroxidation and 4-hydroxy-2-
nonenal formation by copper ionbound
to amyloid-beta peptide. Free Radic Biol
Med. 2007; 43:1552–9.
7. Salehi S, Eloranta S, Johansson AL,
Bergstrom M, Lambe M. Reporting and
incidence trends of hydatidiform mole in
Sweden 1973-2004. Acta Oncol. 2011;
50(3):367–72.
8. Vinay K, Abul K, Aster. Robins & cotran
pathologic basis of disease. Edisi ke-9.
Philadelphia: Elsevier; 2010.

JK Unila | Volume 3 | Nomor 1 | Maret 2019 | 9

Anda mungkin juga menyukai