Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN GYNEKOLOGY DAN ONKOLOGY

PADA NY. G USIA 15 TAHUN G1P0A0 HAMIL 10 MINGGU DENGAN


MOLA HIDATIDOSA

DI RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan

Praktik Kebidanan Gynekology dan Onkology

Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh:

Nama : Qonitah Dhaimahwati

NIM : P27224021269

Kelas : Profesi Kebidanan Regular

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

PRODI PROFESI KEBIDANAN

TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang
optimal.
Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang
menentukan derajat kesehatan suatu bangsa. Di Indonesia masalah
ibu dan anak merupakan prioritas dalam upaya peningkatan status
kesehatan masyarakat, sesuai dengan target MDG’s 2016 (Millenium
Development Gold), Angka Kematian Ibu menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup.
Data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007,
memperkirakan bahwa setiap tahun sejumlah 500 orang perempuan
meninggal dunia akibat komplikasi kehamilan, persalian dan nifas,
fakta ini mendekati terjadinya 1 kematian setiap menit dan
diperkirakan 99% kematian tersebut terjadi di Negara-negara
berkembang yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000
kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di
Sembilan Negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Menurut SDKI Angka Kematian Ibu pada tahun 2007 mencapai
228 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini mengalami penurunan
signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya jumlah kematian ibu
mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu masih
terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara-negara lainnya
yaitu Brunei Darussalam dan Singapura masing-masing 13 dan 14 per
100.000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2009, AKI di Jawa Barat adalah 258 per 100.000
kelahiran hidup. Menurun dibandingkan dengan tahun 2008 yang
mencapai 583 per 100.000 kelahiran. Berdasarkan Indeks
Pembangunan Manusia kabupaten Garut pada Tahun 2009 Angka
Kematian Ibu mencapai 219 per 100.000 kelahiran hidup.
Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun
penyebab langsung dari kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik
yaitu perdarahan, infeksi, toksemia gravidarum. Perdarahan sebanyak
30% dari total kasus kematian, eklamsi (keracunan kehamilan) 25%,
infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor tersebut adalah
perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan
dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan, bisa terjadi
pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka
kejadiannya 3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan.
Perdarahan yang terjadi pada awal kehamilan meliputi abortus, mola
hidatidosa dan kehamilan ektopik. Pada kehamilan lanjut antara lain
meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa. Dari kasus perdarahan
diatas ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi adalah
perdarahan pada awal kehamilan yang dari salah satu perdarahan
awal kehamilan tersebut terdapat kehamilan molahidatidosa.
Molahidatidosa adalah Tumor jinak dari trofoblast dan
merupakan kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis
langka, vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal akan
tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu hidup dan
tumbuh terus menerus, sehingga gambaran yang diberikan adalah
sebagai segugus buah anggur. Penyebab pasti terjadinya kehamilan
Mola hidatidosa belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor
yang memengaruhinya yaitu faktor ovum, imunoselektif trofoblast,
usia, keadaan sosio-ekonomi yang rendah, paritas tinggi, defisiensi
protein, infeksi virus dan faktor kromosom yang jelas, dan riwayat
kehamilan mola sebelumnya. Jenis pada molahidatidosa yaitu
Molahidatidosa Komplet (MHK) dan Molahidatidosa Parsial (MHP).
Angka kematian yang diakibatkan oleh kehamilan Molahidatidosa
berkisar antara 2,2% - 5,7%.
Pada kehamilan Molahidatidosa jika tidak dilakukan penanganan
secara komprehensif maka masalah kompleks dapat timbul sebagai
akibat adanya kehamilan dengan Molahidatidosa yaitu TTG (Tumor
Trofoblast Gestasional) dimana TTG ini terbagi menjadi 2 macam
yaitu: Choriocarcinoma non Villosum dan Choriocarcinoma Villosum
yang bersifat hematogen dan dapat bermetastase ke vagina, paru-
paru, ginjal, hati bahkan sampai ke otak. Dengan presentasi kejadian
tersebut adalah 18-20% keganasan.
Penatalaksanaan pada Molahidatidosa ada tiga tahap yaitu
perbaikan keadaan umum ibu, pengeluaran jaringan mola dengan
cara  Kuretase atau Histerektomi, dan pemeriksaan tindak lanjut yaitu
follow up selama 12 bulan, dengan mengukur kadar β-HCG dan
mencegah kehamilan selama 1 tahun. Tindak lanjut serta
penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial kadar β-
HCG serum untuk mendeteksi Tumor Trofoblast Persisten.
Penyakit ini, baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak
ditemukan di Negara Asia, sedangkan di Negara bagian Barat lebih
jarang. Angka di Indonesia umumnya berupa angka Rumah Sakit
yaitu RSCM, untuk Mola Hidatidosa berkisar 1:50 sampai 1:141
kehamilan. Angka ini jauh lebih tinggi disbanding Negara-negara barat
dimana insidennya berkisar 1:1000 sampai 1:2500 kehamilan untuk
kejadian Molahidatidosa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penyusun menarik rumusan
masalah yaitu bagaimanakah asuhan yang tepat, baik, dan efisien
pada ibu hamil dengan molahidatidosa?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan molahidatidosa.
2. Tujuan khusus :
a. Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada ibu
hamil dengan molahidatidosa.
b. Melakukan interpretasi data pada ibu hamil dengan
molahidatidosa.
c. Menentukan diagnosa potensial pada ibu hamil dengan
molahidatidosa.
d. Menentukan tindakan segera pada ibu nifas pada ibu hamil
dengan molahidatidosa.
e. Membuat perencanaan pada ibu hamil dengan
molahidatidosa.
f. Melakukan penatalaksanaan pada ibu hamil dengan
molahidatidosa.
g. Melakukan evaluasi tindakan pada ibu hamil dengan
molahidatidosa.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penyusun
Dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan
keterampilan dalam memberikan asuhan pada ibu hamil dengan
molahidatidosa.
2. Bagi institusi
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber
referensi khususnya tentang asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan molahidatidosa.
3. Bagi lahan
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan studi
banding dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan molahidatidosa.
4. Bagi profesi bidan
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi
bidan dalam asuhan komprehensif pada ibu hamil dengan
molahidatidosa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis
1. Definisi Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan)
yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang
mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata
ikan.

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri


stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin
biasanya meninggal akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan
edematous itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus sebuah anggur.

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir


seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.
Molahidatidosa merupakan kehamilan yang secara genetik tidak
normal yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan
plasenta.

Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan


pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon placenta dan disertai
dengan degenerasi kistik vili dan perubahan hidropik. Hamil
anggur atau molahidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa
tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan
“bakal janin“ sehingga terbentuk jaringan permukaan membran
(vili-vili) mirip gerombolan buah anggur.

Sedangkan menurut beberapa ahli pengertian mola


hidatidosa adalah sebagai berikut :
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan)
yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang
mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata
ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23).

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri


stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin
biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan
edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk,
2002 : 339).

Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik


menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi
dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat,
membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human
chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir


seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265).

Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari


berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi.
(Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514).

Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik,


daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan
anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh,
1973 : 325).

Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik


menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi
dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat,
membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human
chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

2. Etiologi Mola Hidatidosa


Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti,
namun ada faktor-faktor penyebabnya adalah :

a. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau
tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma.

b. Imunoselektif dari trofoblas


Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan
oleh kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas.
Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh
darah primitive di dalam vilus  tidak terbentuk dengan baik
sehingga embrio ‘kelaparan’, mati, dan diabsorpsi, sedangkan
trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi kejaringan ibu.

c. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
dapat terjadi kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada
kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif
tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa
pun dalam usia subur dapat terjadi kehamilan mola.

d. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah


Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi
meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan
sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat
gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.

e. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko
terjadi kehamilan molahidatidosa karena trauma kelahiran
atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti
klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun juga tidak dapat
dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
molahidatidosa.

f. Defisiensi protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan
bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin,
pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat
protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila
kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan
pertumbuhan pada janin tidak sempurna.

g. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas


Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk
wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh
manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal
ini sangat tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus )
yang termasuk virulensinya seta daya tahan tubuh.

h. Riwayat kehamilan mola sebelumnya


Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2%
kasus. Dalam suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total
mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah
1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang
tapi pasangan yang berbeda bisa disimpulkan bahwa mungkin
terdapat “ masalah oosit primer “.
3. Patofisiologi Mola Hidatidosa
Setelah ovum dibuahi, terjadi pembagian dari sel
tersebut.Tidak lama kemudian terbentuk biastokista yang
mempunyai lumen dan dinding luar.Dinding ini terjadi atas sel-sel
ekstoderm yang kemudian menjadi tropoblash. Sebagian vili
berubah menjadi gelembung berisi cairan jernih,biasa tidak ada
janin. Gelembung-gelambung atau tesikel ukurannya bervariasi
mulai dari yang mudah dilihat,sampai beberapa
sentimeter,bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai
yang tipis. Masa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga
memenuhi cavum uteri. Pembesaran uterus sering tidak sesuai
dan melebihi usia kehamilan.

Pada beberapa khusus, sebagian pertumbuhan dan


perkembangan villi korealis berjalan normal sehingga janin dapat
tumbuh dan berkembang bahkan sampai aterm.Keadaan ini
disebut mola parsial. Ada beberapa kasus pertumbuhan dan
perkembangan villi korealis berjalan normal sehingga janin dapat
tumbuh dan berkembang.

a. Teori Missed Abortion


Mudigan mati pada kehamilan tiga sampai lima
minggu,karena terjadi gangguan peredaran darah,sehingga
terjadi penemuan cairan dalam jaringan masenkim dari villi
dan akhirnya terbentuk gelembung-gelembung.

b. Teori Neoplasma dari park


Bahwa yang normal adalah sel trofoblast yang
mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi cairan yang
berlebihan dalam villi sehingga timbul gelembung, hal ini
menyebabkan peredaran gangguan peredaran darah dan
kematian mudigan.

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

a. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.


Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan
ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter
beberapa centimeter. Histologinya memiliki karakteristik yaitu :
1) Tidak ada pembuluh pada vili yang membengkak
2) Prolifersi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam
ukuran
3) Tidak adanya janin atau amnion
Secara kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit
tampak seperti seonggok buah anggur. Mola hidatidosa
merupakan hasil pembuahan dari sel telur  ( Ovum ) yang 
kehilangan intinya atau intinya tidak aktif. Fertilisasi terjadi
oleh satu sperma yang mempunyai kromosom 23 X, yang
kemudian setelah masing masing kromosom membelah
terbentuklah sel dengan  kromosom 46 XX,dengan demikian
sebagian besar mola  komplit sifatnya androgenik ,
homozigot  dan berjenis kelamin wanita.

Walaupun lebih jarang dapat pula fertilisasi terjadi oleh 2


sperma, yang menghasilkan sel anak 46 XX atau 46 XY. Pada
kedua kejadian di atas konseptus adalah keturunan
pathenogenome paternal yang seluruhnya meru-
pakan allograft. Jaringan mola komplita secara histologis tidak
menampakkan pertumbuhan villi dan pembuluh pembuluh
darah; bahkan terjadi pembentukan cisterna villosa, disertai
hiperplasia baik dari sel sel  sinsisiotrofoblas  maupun dari  sel
sel sitotrofoblas. Tidak tampak embryo karena sudah
mengalami kematian pada masa dini akibat tidak
terbentuknya  sirkulasi plasenta.

Percobaan pada tikus yang secara immunologis defisien


menunjukkan bahwa berbeda dengan korio-karsinoma; mola
hidatidosa komplit dan mola invasiv sifatnya tidak
ganas.Namun molahidatidosa komplit mempunyai potensi
yang lebih besar untuk berkembang menjadi koriokarsinoma
dibandingkan dengan kehamilan normal. Pernah dilaporkan
pula adanya kehamilan kembar yang salah satunya mola
komplit  (46 XX) dan yang lain  berupa janin yang normal (46
XY) . Janin dapat mengalami abortus namun kadang kadang
berkembang sampai aterm.Bila ada kehamilan kembar yang
salah satunya adalah mola penting sekali untuk
membedakannya apakah itu suatu mola komplit atau mola
parsial ; karena prognosis kearah terjadinya keganasan lebih
kecil pada mola parsial.

b. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau


bagian janin.
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian
dari janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama.
Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan
histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema
dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi,
sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gambaran
karyotipi dari mola parsialis bisa normal ,triploidi atau trisomi
seringkali 69, XXX atau 69 XXY. Ditemukan juga adanya fetus
dan pembengkakan pada villi yang sifatnya tidak menyeluruh.
Penelitian berikutnya secara sitogenetik menunjukkan bahwa
hiperplasia trofoblas`dan pembentukan sisterna pada mola
parsialis hanya ditemukan pada konseptus yang
triploid.Secara biokimiawi dan sitogenetik ditemukan adanya
gen maternal pada mola parsialis sehingga terjadinya adalah
diandri (terdiri atas satu set kromosom  maternal dan dua set
kromosom paternal). Gambaran histologisd  yang khas pada
mola parsialis adalah adanya crinkling atau scalloping dan
ditemukannya stromal trophoblastic inclusion Hiperplasia
trofoblas umumnya terjadi pada sinsisiotrofoblas dan jarang
terjadi pada sitotrofo-blas.Walaupun ada janin , umumnya
mengalami kematian pada trimester pertama. Koriokarsinoma
lebih jarang terjadi pasca mola parsialis dibandingkan dengan
pasca mola komplit.

4. Diferensial Diagnosis Mola Hidatidosa


Diagnosa banding dari kehamilan mola hidatidosa antara
lain: kehamilan ganda, hidramnion atau abortus, Kehamilan
dengan mioma.
Pemeriksaan Diagnosis :

a. Anamnesa / keluhan
1) terdapat gejala hamil muda
2) kadang kala ada tanda toxemia gravidarum
3) terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak
teratur warna merah tua atau kecoklatan.
4) Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dari usia
kehamilan seharusnya.
5) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Muka dan kadang – kadang badan kelihatan pucat
kekuning – kuningan yang disebut muka mola (mola
face) atau muka terlihat pucat.
b) Bila gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.

2) Palpasi
a) Uterus membesar tidak seuai dengan tuanya
kehamilan, teraba lembek.
b) Tidak teraba bagian – bagian janin dan ballotemen,
juga gerakan janin.
c) Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung
mola keluar dan fundus uteri turun lalu naik karena
terkumpulnya darah baru.
d) Adanya pembesaran kelenjar tiroid, menunjukan
adanya komplikasi tiroktoksikosis.
3) Auskultasi
a) Tidak terdengar DJJ
b) Terdengar bising dan bunyi khas
4) Periksa Dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak
ada bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam
kanalis servikalis dan vagina, seerta evaluasi keadaan
servik.

c. Pemeriksaan penunjang
1) Reaksi Kehamilan
Kadar HCG yang jauh lebih tinggi dari kehamilan
biasa. Pada kehamilan biasa kadar HCG darah paling
tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada molahidatidosa bisa
mencapai 5.000.000 IU/L.

2) Uji Sonde
Sonde dimasukan secara pelan – pelan dan hati –
hati kedalam serviks kanalis dan kavum uteri. Bila tidak
ada tahanan, kemungkinan mola.
3) Foto Rontgen
Tidak terlihat tulang – tulang janin pada kehamilan 3 – 4
bulan.

4) USG
Akan terlihat bayangan badai salju dan tidak terlihat
janin, dan seperti sarang tawon.

5. Penanganan Mola Hidatidosa


Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan
tidak jarang disertai penyulit yang membahayakan jiwa, pada
prinsipnya harus segera dikeluarkan .Terapi molahidatidosa terdiri
dari tiga tahap, yaitu :

a. Perbaikan Keadaan Umum


Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :

1) Koreksi dehidrasi.
2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang),
juga untuk memperbaiki syok.
3) Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum
diobati sesuai protocol penanganannya.
4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian
penyakit dalam.
b. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan
histerektomi
1) Kuretase (suction curetase)
a) Definisi
Kuret adalah pembersihan sisa-sisa jaringan
yang ada dalam rahim.

b) Faktor Resiko
 Usia ibu yang lanjut
 Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik .
 Riwayat infertilitas
 Adanya kelainan/penyakit yang menyertai
kehamilan
 Berbagai macam infeksi 
 Paparan dengan berbagai macam zat kimia
 Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
 Kelainan kromosom
c) Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks
terbuka (primer maupun dengan dilatasi), jaringan
konsepsi dapat dikeluarkan secara manual,
dilanjutkan dengan kuretase.

 Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.


 Masukan tang abortus sepanjang besar uterus,
buka dan putar 900 untuk melepaskan jaringan,
kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
 Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan
sendok terbesar yang bisa masuk.
 Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua,
dengan eksplorasi jari maupun kuret.
d) Risiko Yang Mungkin Terjadi
 Perdarahan
 Pengerokan yang terlalu dalam akan
meninggalkan cerukan atau lubang di dinding
rahim.
 Gangguan haid
 Infeksi
e) Persiapan Sebelum Oprasi
 Informed consend
 Puasa
 Cek darah, darah harus tersedia dan sudah
dilakukan crossmatching.
f) Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa
 Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai
(pemeriksaan darah rutin, kadar beta Hcg dan foto
toraks) keculai bila jaringan mola sudah keluar
sepontan .
 Bila kanalis servikalis belum terbuka maka
dilakukan pemasangan laminaria stift (LS) dan
dilakukan kuretase 24 jam kemudian .
 Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah
500 cc dan pasang infus dengan tetesan infus
oksitosin 10 IU dalam 500 cc dextrose 5 % .
 Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu
minimal 1 minggu .
 Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke
labolatorium PA.
g) Teknik Suction Curetase
 Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang
dapat dimasukkan.
 Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat
dimasukkan kedalam kanalis servikalis.
 Serviks dipegang dengan tenakulum
 Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin
disuntikkan atau secara drip sehingga suction
akan selalu diikuti dengan makin kecilnya uterus
 Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan
tujuan untuk mengikuti turunnya fundus uteri dan
merasakan bahwa tidak teerjadi perforasi karena
kanula.
 Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam
dan besar sehingga dapat dijamin kebersihannya.
2) Histerektomi
a) Syarat melakukan histerektomi adalah:
 Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia
40 tahun dan usia anak cukup.
 Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk
menyelamatkan jiwa penderita
 Resisten teerhadap obat kemoterapi.
 Dugaan perforasi pada mola destruen
 Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas
resiko tinggi
 Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
b) Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
 Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
 Segera setelah suction curetase berakhir
 Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan
khusus

c) Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai
secara utuh diberbagai pustaka. Oleh karena itu, kami
menganjurkan teknik operasi sebagai berikut :
 Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi
uterus sehingga dapat mengurangi mestastase 
saat operasi berlangsung.
 Lakukan langkah histerektomi dengan mencari
dulu pembuluh darah yang besar dipotong dan
diikat sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan
perdarahan.
 Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga
tercecernya sel trofoblas dari uterus segera
mengalami denaturasi dan dapat mengalami
kemungkinan hidup untuk mestastase
 Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga
kanalis servikalis tertutup dan mengurangi
kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat
operasi berlangsung.
 Mestastase durante operationum, dapat dilindungi
dengan kemoterapi drip (belum umum
diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan evaluasi
hasilnya.
d) Filosofi Operasi Pada Histerektomi
 Trauma yang terjadi haruslah minimal
 Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu :
ureter, pembuluh darah dan Vesika urinaria .
 Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan,
dan trauma organ pelvis atau kenali secepatnya
bila terjadi trauma untuk segera melakukan
rekontruksi
 Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
 Upayakan agar tidak terjadi komplikasi
pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah
dan anemia, tindakan operasi dengan hilangnya darah
minimal sangat penting karena darah adalah RED (Rare,
Expensive, Dangerous).

Kami anjurkan agar saat melakukan operasi


diberikan profilaksis kemoterapi sehingga dapat
memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas ganas yang
kebetulan dapat masuk kepembuluh darah atau tercecer
pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang.
Pemeriksaan tindak lanjut:
Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini
setiap perubahan yang mengisyaratkan keganasan.
Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa
meliputi:

a) Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut,


sekurang-kurangnya satu tahun.
b) Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun
sebagian menganjurkan pemeriksaan setiap minggu,
belum terbukti adanya manfaat yang nyata.
c) Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus
berkurang. Kadar yang meningkat atau mendatar
mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya
terapi.
d) Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas
bawah pengukuran pemeriksaan dilakukan setiap 6
bulan, lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
e) Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan
setelah 1 tahun.
f) Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat
ini berpusat pada pengukuran serial kadar β hCG
serum untuk mendeteksi tumor trofoblas persisten.

B. Teori Asuhan Kebidanan


1. Langkah I. Pengumpulan Data Dasar
Data atau fakta yang dikumpulkan terdiri dari data subjektif
dan data objektif, yang meliputi:
a. Data subjektif
Pada ibu post partum, data subjektif yang diperlukan meliputi :

1) Identitas Pasien
Maksud pertanyaan ini adalah untuk identifikasi
(mengenal) penderita dan menetukan status sosial
ekonominya yang harus diketahui, misalnya untuk
menetukan anjuran apa atau pengobatan apa yang akan
diberikan.(Hani dkk,2010)

2) Nama
Dikaji untuk mengenal klien dan memanggil pasien
agar tidak keliru dengan pasien lain. (Ibrahim, 1996).
Memanggil ibu sesuai dengan namanya, menghargai dan
menjaga martabatnya merupakan salah satu asuhan
sayang ibu dalam proses persalinan (Depkes RI, 2008).

3) Umur
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk resiko tinggi
atau tidak. Usia di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun
mempredisposisi wanita terhadap sejumlah komplikasi.
Usia di bawah 16 tahun meningkatkan insiden
preeklamsia. Usia di atas 35 tahun meningkatkan insiden
diabetes, hipertensi kronis, persalinan lama, dan kematian
janin (Varney,2008).

4) Agama
Dikaji untuk mempermudah dalam melakukan
pendekatan keagamaan dalam melakukan asuhan
kebidanan juga mengetahui pengaruhnya terhadap
kebiasaan kesehatan lain. Dalam keadaan gawat ketika
memberi pertolongan dan perawatan dapat diketahui
dengan siapa harus berhubungan misalnya pada agama
islam memanggil ustad, pada agama khatolik memanggil
pastur atau pendeta (Ibrahim.1996) .

5) Pendidikan
Pendidikan berpengaruh dalam tindakan kebidanan
dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya,
sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai
dengan pendidikannya (Ambarwati, 2009).

6) Pekerjaan
Mengetahui pekerjaan ibu, gunanya untuk
mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya,
karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut
(Ambarwati, 2009).

7) Suku Bangsa
Ini perlu ditanyakan untuk mengadakan statistik
kelahiran. Mungkin juga untuk menentukan prognosa
persalinan dengan melihat keadaan panggul. Wanita Asia
dan Afrika biasannya mempunyai panggul bundar dan
normal bagi persalinan dan biasanya wanita-wanita dari
barat panggulnya ukuran melintang lebih panjang tetapi
ukuran muka belakang lebih kecil. (Ibrahim,1996).

8) Alamat
Untuk mengetahui keadaan lingkungan perumahan
serta keadaan tempat tinggal ibu. Dengan mengetahui
tempat tinggal ibu, bidan bisa memberikan pilihan kepada
ibu akan di mana ibu tersebut bersalin. Dengan telah
meninjau rumah ibu hamil yang bersalin tentu akan
mempengaruhi bagaimana psikologis ibu. Lingkungan
yang aman dan bersih akan membuat ibu bersemangat
untuk menyambut bayinya sehingga diharapkan mampu
mempengaruhi power ibu saat mengejan.
Mengetahui ibu tinggal di mana, juga menjaga
kemungkinan bila ada ibu yang namanya sama dan
memastikan ibu mana yang hendak ditolong, juga
diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada penderita
(Chunningham, 2013).

9) Data mengenai suami/ penanggung jawab


Hal ini akan memberikan jaminan jika saat persalinan
ibu mengalami kegawatdaruratan maka bidan sudah tahu
harus dengan siapa bidan berunding. Dan saat ibu
mendapat pendampingan saat persalinan akan membuat
psikologis ibu membaik dan membuat motivasi dalam
mengejan.
Anjurkan ibu untuk di temani suami dan/ atau anggota
keluarga lain selama persalinan dan kelahiran bayinya.
Beberapa prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan
mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses
persalinan dan kelahiran bayinya. Banyak hasil penelitian
menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi
dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta
mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan
asuhan yang akan mereka terima, mereka akan
mendapatan rasa aman dan hasil yang lebih baik.
Disebutkan pula bahwa hal tersebut diatas dapat
mengurangi terjadinya persalinan dengan vaakum, cunam,
dan secsio sesar, dan persaalinan berlangsung lebih
cepat merupakan asuhan sayang ibu dalam proses
persalinan (Depkes RI, 2008).

10)Alasan Datang
Alasan wanita datang ke tempat bidan/klinik, yang
diungkapkan dengan kata-katanya sendiri (Hani dkk,
2010).

11)Keluhan Utama
Keluhan utama perlu di kaji untuk mengetahui apakah
penderita datang untuk memeriksakan kehamilanya
ataukah ada pengaduan-pengaduan lain yang penting.
(UNPAD, 1983).

12)Status Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinannya, lama
perkawinan, sah atau tidak, sudah berapa kali menikah,
berapa jumlah anaknya (Wiknjosastro, 2010).

13)Data Kebidanan
a) Riwayat Menstruasi
Pengkajian riwayat menstruasi yang ditemukan
meliputi siklus menstruasi tidak teratur, lama
menstruasi lebih dari 7 hari, banyaknya lebih dari 6 kali
ganti pembalut sehari (Depkes RI, 2011).

b) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu


 Kehamilan : untuk mengetahui berapa umur
kehamilan ibu dan hasil pemeriksaan kehamilan
(Wiknjosastro, 2010).
 Persalinan : untuk mengetahui proses persalinan
spontan atau buatan lahir aterm atau prematur ada
perdarahan atau tidak, waktu persalinan ditolong
oleh siapa, dimana tempat melahirkan
(Wiknjosastro, 2010).
 Nifas : untuk mengetahui hasil akhir
persalinan (abortus, lahir hidup, apakah dalam
kesehatan yang baik) apakah terdapat komplikasi
atau intervensi pada masa nifas dan apakah ibu
tersebut mengetahui penyebabnya.
c) Riwayat Keluarga Berencana
Riwayat KB ditanyakan untuk mengetahui KB yang
pernah digunakan ibu sebelumnya dan selama ber-KB
apakah ibu mengalami keluhan yang mengganggu
(Pendit, 2014).

14)Data Kesehatan
a) Penyakit sistemik yang pernah/sedang diderita
Data ini dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit
yaitu meliputi Jantung, Asma / TBC, Hepatitis, DM,
Hipertensi, Epilepsi dan lain-lain.

b) Penyakit yang pernah/sedang diderita


Data-data ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit yang diderita
(Varney,2008).

c) Riwayat penyakit ginekologi


Dari data yang diambil diketahui apakah ibu belum
pernah mengalami operasi dan menjalani rawat inap
karena mengalami gangguan atau infeksi pada saluran
genetalia (Varney,2008).

15)Data Kebutuhan Dasar


a) Pola Nutrisi
Mengkaji pola makanan ibu meliputi frekuensi,
komposisi, jumlah, serta jenis dan jumlah minuman. Hal
ini untuk mengetahui apakah gizi ibu baik atau buruk,
pola makan ibu teratur atau tidak (Hidayat,2008).
b) Pola Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu
kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah,
konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil
meliputi frekuensi, warna, jumlah (Varney,2008).
c) Pola Istirahat/tidur
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien,
berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur,
kebiasaan tidur siang, (Varney,2008)..
d) Personal Hygiene
Dikaji karena kebersihan diri sangat penting untuk
mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh,
pakaian dan lingkungan sangat penting untuk tetap
dijaga (Varney,2008).
16)Data Psikososial
Dikaji untuk mengetahui perubahan perasaan dan
respon yang dialami sebelum dan sesudah tindakan
operatif (Varney,2008)

b. Data objektif
Data objektif yang dikaji meliputi:

1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum
Pemeriksaan keadaan umum meliputi status
kesadaran, status gizi, tanda vital dan lain-lain (Hidayat,
2008). Keadaan umum meliputi baik, sedang dan jelek.
b) Kesadaran
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya
kelainan pada gangguan sistem kardiovaskuler
(Hidayat, 2008).
 Composmentis : Sadar penuh
 Apatis : acuh tak acuh dan lama dalam
menjawab
 Somnolen : keadaan mengantuk (letargi)
 Delirium : penurunan abnormal, disertai
peningkatan yang abnormal
 Koma : keadaan tidak sadar diri yang
penderitanya tidak dapat dibangunkan.
c) Tanda Vital
 Tekanan Darah
Untuk mengetahui tekanan darah apakah ada
peningkatan atau tidak ada. Tekanan darah normal
yaitu 110/80 - 120/80 mmHg (Hidayat, 2008).
 Suhu
Untuk mengetahui suhu badan apakah ada
peningkatan atau tidak, normalnya 36,5 0–37,60 C
(Saifuddin, 2010).
 Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 –
80 kali per menit (Varney,2008).

 Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien
yang dihitung dalam 1 menit batas respirasi normal
yaitu 22 – 24 x/menit (Hidayat, 2008).

d) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Sistematis yaitu pemeriksaan
dengan melihat klien dari ujung rambut sampai ujung
kaki (Nursalam, 2011), meliputi:
 Rambut : bersih, tidak mudah rontok
 Muka : tidak pucat, tidak ada kelainan, tidak ada
oedema
 Mata : konjungtiva merah muda, sklera putih
 Hidung : bersih, tidak ada polip
 Telinga : bersih, tidak ada serumen
 Mulut : tidak ada stomatitis, tidak ada karies, tidak
ada pembengkakan gusi
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan
limfe, tidak ada benjolan
 Payudara : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
nyeri
 Abdomen : tidak ada luka bekas operasi, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri
 Genetalia : untuk mengetahui varises, luka,
kemerahan, nyeri, posisi portio dan perdarahan.
 Anus : Apakah ada haemorhoid atau tidak
 Ekstremitas atas dan bawah : ada cacat atau tidak
oedema atau tidak terdapat varices atau tidak
(Wiknjsastro, 2010).

2. Langkah II. Interpretasi DataDasar


Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnose
atau masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah
dikumpulkan.

Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan


sehingga dapat merumuskan diagnose dan masalah yang
spesifik. Rumusan diagnose dan masalah keduanya digunakan
karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnose tetapi
tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan
dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi
oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering
menyertai diagnose. Sebagai contoh: ibu post partum merasa
takut dengan keadaannya dan nyeri pada luka bekas jahitan.
Perasaan takut tidak termasuk dalam kategori “nomenklatur
standar diagnose” tetapi tentu akan menciptakan suatu masalah
yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu
perencanaan untuk mengurangi rasa takut. Diagnose
kebidanan adalah diagnose yang ditegakkan bidan dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnose
kebidanan (Varney,2008).
Standar nomenklatur diagnose kebidanan:
a. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi.
b. Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan.
c. Memiliki ciri khas kebidanan.
d. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan.
e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen
kebidanan

3. Langkah III : Mengidentifikasi diagnose atau masalah


potensial dan mengantisipasi penanganannya
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial
atau diagnose potensial berdasarkan diagnose yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat
waspada dan bersiap-siap mencegah diagnose ini menjadi benar-
benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan
yang aman. Contoh: seorang wanita dengan pemuaian uterus
yang berlebihan, bidan harus mempertimbangkan kemungkinan
penyebab pemuaian uterus yang berlebihan tersebut. Kemudian ia
harus mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk
mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba
terjadi perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri
karena pemuaian uterus yang berlebihan.
Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu
mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan
masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan
tindakan antisipasi agar masalah atau diagnose potensial tidak
terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang
bersifat antisipasi yang rasional atau logis. Kaji ulang apakah
diagnose atau masalah potensial yang diidentifikasi sudah tepat
(Varney,2008).

4. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan


segera untuk melakukan konsultasi, kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama
dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari
proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya
selama asuhan primer periodic atau kunjungan prenatal saja tetapi
juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus,
misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.
Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi.
Beberapa data mungkin mengidentifikasi situasi yang gawat
dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan
keselamatan jiwa ibu atau anak.
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi
yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus
menunggu intervensi dari dokter. Situasi lainnya tidak merupakan
kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter. Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre
eklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes
atau masalah medic yang serius, bidan perlu melakukan
konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan
memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi atau seorang ahli
perawatan klinis BBL. Dalam hal ini bidan harus mampu
mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada
siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam
manajemen askeb.
Pada penjelasan di atas menunjukkan bahwa bidan dalam
melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah atau
kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan
tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnose atau
masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus
merumuskan tindakan segera yang harus dirumuskan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini termasuk
tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, secara
kolaborasi atau bersifat rujukan.Kaji ulang apakah tindakan segera
ini benar-benar dibutuhkan (Varney,2008).

5. Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh


Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini
merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau
diagnose yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah
ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-
apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap
masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman
antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan
akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan,
konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-
masalah yang berkaitan dengan social ekonomi-kultural atau
masalah psikologis. Dengan perkataan lain, asuhan terhadap
wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan
dengan setiap aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana asuhan
haruslah disetujui oleh kedua pihak, yaitu bidan dan klien agar
dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan
melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini
tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan
hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien kemudian
membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan
menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan
pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan
asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien. Kaji ulang apakah
rencana asuhan sudah meliputi semua aspek asuhan kesehatan
terhadap wanita.

6. Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien


dan aman
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh
seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan
efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul
tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanannya, misalnya
memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana.
Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka
keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah
tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efesien
akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan
asuhan klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah
dilaksanakan (Varney,2008).

7. Langkah VII : Mengevaluasi


Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan
akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnose dan
masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang
benar efektik dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif
sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses
manajemen asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang
berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal
setiap asuhan yang tidak efektif melalui manajemen untuk
mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta
melakukan penyesuaian terhadap rencana asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan
pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang
mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis,
karena proses manajemen tersebut berlangsung didalam situasi
klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi
klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam
tulisan saja (Varney,2008).
Follow Up Data Perkembangan KondisiKlien

7 Langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP


(Subjektif, Objektif, Asessment, dan Planing).Dokumentasi yang
dilakukan merupakan kemajuan dari kondisi awal, selama
perawatan, dan kondisi akhir klien.

S = Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan


data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.

O = Objektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik


klien, hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan
dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I
Varney.

A = Asessment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan


interpretasi data subjektif dan objektif. Diagnosis dalam kasus ini
adalah Ny. E umur 22 tahun P 1A0akseptor IUD dengan
menometroragia dengan masalah potensial anemia. Tindakan
segera yang harus dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter
Sp.OG untuk penatalaksanaan komplikasi yang mungkin terjadi
padaibu.

P = Plan

Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan (I) dan


evaluasi perencanaan (E) berdasarkan pengkajian langkah 5, 6,
dan 7 Varney (Varney,2008).

C. Teori EBM
Mola hidatidosa IDC-10 (001,D39.2) adalah kehamilan abnormal
yang sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi
berupa gelembung yang menyerupai anggur.

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi


(1 per 120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000
kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit
yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per
40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta
sebagian besar data masih berupa hospital based.

Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20


tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan
genetik.

Sejak implantasi terjadi, hCG (human Chorionic Gonadotropin)


merupakan hormon peptida yang dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas.
Pada awal kehamilan biasa, konsentrasi hCG dalam serum meningkat
pesat seiring dengan peningkatan ukuran trofoblastik.

Diagnosis mola hidatidosa berdasarkan amenore, hiperemesis,


perdarahan pervaginam, uterus lebih dari usia kehamilan, dan kadar
b-hCG lebih tinggi daripada usia kehamilan normal.

Pengkuretan merupakan salah satu terapi evakuasi jaringan


mola hidatidosa. Setelah dikuret kadar b-hCG akan menurun secara
perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak ditemui lagi.

Waktu rata-rata yang diperlukan mencapai kadar normal (< 5


mIU/ml) ialah 12 minggu. Penyakit trofoblas ganas (GGT=Gestational
Trophoblastic Tumor) merupakan degenerasi keganasan sel trofoblas
yang berasal dari kehamilan, antara lain mola hidatidosa. Risiko pasca
mola hidatidosa sebesar 22%.
Uji kadar b-hCG selain untuk menemukan lebih dini dan
memantau kehamilan juga dipakai untuk kegiatan yang sama bagi
terapi sel tumor yang menghasilkan b-hCG.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PATOLOGI PADA NY. G UMUR


15 TAHUN G1P0A0 USIA KEHAMILAN 10 MINGGU DENGAN
MOLA HIDATIDOSA DI RUANGAN POLI OBSGYN
RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO

Tanggal, hari : 24 Maret 2022 / Kamis


Dirawat di ruang : Poli Obsgyn

I. PENGKAJIAN DATA
A. DATA SUBYEKTIF
Biodata Ibu Suami
Nama : Ny. G Nama : Tn.
M
Umur : 15 tahun Umur : 15 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku / bangsa : Jawa Suku / bangsa : Jawa
Pendidikan : SD Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Klaten

1. Alasan datang / dirawat :


Ibu datang rujukan dari Puskesmas dengan perdarahan
pervaginam berupa flek-flek kecoklatan dan ada gelembung
seperti telur ikan sejak tanggal 20-4-2022 pukul 09.00 WIB.

2. Keluhan Utama :
Ibu mengatakan cemas dengan kehamilannya sekarang karena
mengalami perdarahan.
3. Riwayat Menstruasi
Menarche : usia 11 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 5 hari
Teratur : ya teratur
Sifat Darah : encer, sedikit gumpalan
Keluhan : tidak ada

4. Riwayat Obstetrik : G1P0A0


Persalinan Nifas
Hamil Umur
Tangga Jenis Penolon J BB
Ke kehamila Komplikasi Laktasi Komplikasi
l persalinan g K lahir
n
Hamil
1.
ini

5. Riwayat kehamilan sekarang


a. HPHT : LUPA
6. Riwayat kesehatan
a. Penyakit yang pernah / sedang diderita (menular, meurun dan
menahun):
Tidak pernah menderita penyakit menular, menurun dan
menahun seperti sakit kuning, jantung berdebar-debar,
tekanan darah tinggi, penyakit gula, serta HIV/AIDS.
b. Penyakit yang pernah / sedang diderita keluarga (menular,
menurun dan menahun) :
Keluarga tidak pernah menderita penyakit menular, menurun
dan menahun seperti sakit kuning, jantung berdebar-debar,
tekanan darah tinggi, penyakit gula, serta HIV/AIDS.
c. Riwayat keturunan kembar : tidak memiliki riwayat kembar
d. Riwayat operasi : tidak pernah operasi
e. Riwayat alergi obat : tidak pernah alergi obat

7. Pola pemenuhan kebutuhan


Sebelum hamil Saat hamil
a. Nutrisi
Makan
Frekuensi : 3 x / hari 3 x / hari
Jenis : nasi, lauk pauk, sayur nasi, lauk pauk,
sayur
Porsi : 1 porsi setengah porsi
Pantangan : tidak ada tidak ada
Keluhan : tidak ada tidak ada

Sebelum hamil Saat hamil

Minum
Frekuensi : > 5 x / hari > 8 x / hari
Jenis : air putih air putih, susu
Porsi : 1 gelas (300 ml) 1 gelas (300 ml)
Pantangan : tidak ada tidak ada
Keluhan : tidak ada tidak ada

Sebelum hamil Saat hamil

b. Eliminasi
BAB
Frekuensi : 1 x / hari 1 x / hari
Warna : kecoklatan coklat kehitaman
Konsistensi : lembek lembek
Keluhan : tidak ada tidak ada
BAK
Frekuensi : > 5 x / hari sering tidak
terhitung
Warna : putih jernih putih jernih
Keluhan : tidak ada tidak ada

c. Istirahat
Tidur siang
Lama : jarang tidur siang 1 jam / hari
Keluhan : tidak ada tidak ada
Tidur malam
Lama : ± 6 jam / hari ± 8 jam / hari
Keluhan : tidak ada tidak ada

d. Personal Hygiene
Mandi : 2 x / hari 2 x / hari
Ganti pakaian : 2 x / hari 2 x / hari
Gosok gigi : 2 x / hari 2 x / hari
Keramas : 2 x / minggu 3 x /
minggu

e. Pola seksualitas
Frekuensi : 3 x / minggu 2 x / minggu
Keluhan : tidak ada

f. Pola aktivitas (terkait kegiatan fisik, olahraga) :


Ibu melakukan pekerjaan rumah yang dibantu oleh keluarga
8. Kebiasaan yang mengganggu kesehatan (merokok, minuman
beralkohol):
Ibu mengatakan tidak pernah merokok dan minum minuman
beralkohol.

9. Data psikososial, spiritual dan ekonomi (penerimaan ibu / suami /


keluarga terhadap kelahiran, dukungan keluarga, hubungan
dengan suami / keluarga / tetangga, perawatan bayi, kegiatan
ibadah, kegiatan sosial, keadaan ekonomi keluarga :
a. Dukungan suami dan keluarga
suami dan keluarga sangat mendukung kehamilan ibu
b. Kegiatan ibadah
ikut serta dalam setiap kegiatan rohani
c. Keadaan ekonomi
pendapatan suami sekitar Rp 1.500.000,00 per bulan cukup
untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, suami mulai
menabung untuk keperluan istri ketika bersalin

10. Pengetahuan ibu (tentang kehamilan, persalinan, nifas)


Ibu mengatakan telah mengetahui tanda bahaya kehamilan,
persalinan dan nifas dengan membaca buku KIA dan penkes dari
bidan.

11. Lingkungan yang berpengaruh (sekitar rumah dan hewan


peliharaan)
Ibu dan tetangga tidak memelihara hewan peliharaan di rumah
dan di rumah tidak ada yang merokok.

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Status emosional : stabil
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 76 x / menit
Pernafasan : 19 x / menit Suhu : 36,6˚C
BB : 55 Kg TB : 151 cm

2. Pemeriksaaan Fisik
Kepala : tidak ada ketombe, rambut tidak bercabang
Wajah : tidak ada pembengkakan
Mata : simetris, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak
ikterik
Hidung : bersih, tidak ada polip
Mulut : gigi tidak ada karies dan tidak berlubang,
tidak ada pembengkakan pada gusi, tidak
sariawan
Telinga : tidak ada pengeluaran cairan
Leher :tidak ada pembesaran kelenjar limfe, kelenjar
tiroid dan vena jugularis
Dada : simetris, tidak ada tarikan dinding dada
kedalam
Payudara : payudara simetris, putting susu menonjol,
tidak ada benjolan
Abdomen : tidak ada luka bekas operasi, tidak ada strie,
tidak ada linea

Palpasi Leopold
Leopold I : belum teraba
Leopold II : tidak dilakukan
Leopold III : tidak dilakukan
Leopold IV : tidak dilakukan

Pemeriksaan Mc.Donald : belum teraba


Auskultasi DJJ : tidak dilakukan

Ekstremitas Atas : tidak ada pembengkakan


Ekstremitas bawah : tidak ada pembengkakan,
varises tidak ada
Genetalia luar : tidak ada varises, pengeluaran darah
berupa gelembung seperti telur ikan
3. Pemeriksaan penunjang
Data Laboratorium :
Hb : 12,7 gr%
Golongan darah : A (+)
HbsAg : Negatif
Pemeriksaan penunjang lainnya :
USG : terdapat gambaran badai salju, tidak terlihatnya janin

II. INTERPRETASI DATA


Diagnosa kebidanan :
Ny. G usia 15 tahun G1P0A0 hamil 10 minggu dengan mola hidatidosa

Masalah :
Ibu cemas dengan kehamilannya

III. DIAGNOSA POTENSIAL


Kariokarsinoma

IV. TINDAKAN SEGERA


Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk terapi obat dan tindakan kuretase.

V. PERENCANAAN
1. Beri informasi kepada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan.
2. Beritahu kepada ibu dan keluarga tentang kondisi kehamilan ibu.
3. Beri dukungan psikologis dan support mental kepada ibu.
4. Beritahu kepada ibu dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan pada ibu.
5. Lakukan kolaborasi dengan dokter SpOG.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Memberi informasi kepada ibu dan keluarga tentang hasil
pemeriksaan.
Rasionalisasi : agar ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan kondisi
kesehatannya.
2. Memberitahu kepada ibu dan keluarga tentang kondisi kehamilan ibu.
Rasionalisasi : agar ibu dan keluarga tidak merasa cemas terhadap
kondisi kehamilannya.
3. Memberi dukungan psikologis dan support mental kepada ibu.
Rasionalisasi : agar ibu dapat menerima dengan ikhlas terhadap
kondisi kehamilaanya dan tetap berpikir positif serta tetap tegar dalam
menjalani kehidupan.
4. Memberitahu kepada ibu dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan pada ibu yaitu tindakan kuretase oleh dokter SpOG untuk
membersihkan rahim ibu.
Rasionalisasi : agar ibu mengetahui tindakan yang akan dilakukan dan
tujuan dari tindakan tersebut. Kuretase bertujuan untuk membersihkan
rahim ibu agar rahim dapat menjadi tempat implantasi embrio baru.
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG
Rasionalisasi : kolaborasi bertujuan dalam pemberian terapi dan
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya untuk pemulihan pasien.

VII. EVALUASI
1. Ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Ibu telah mengetahui kondisi kehamilannya.
3. Ibu telah menerima dengan ikhlas kondisi kehamilannya.
4. Ibu telah mengetahui dan menyetujui tindakan yang akan dilakukan.
5. Pemberian terapi dan tindakan sudah dilakukan.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian asuhan kebidanan pada ibu hamil yang telah
dilakukan pada ny. G dari pengkajian data subjektif dan objektif
didapatkan diagnosis ny. G umur umur 15 tahun G1P0A0 usia
kehamilan 10 minggu dengan mola hidatidosa. Penatalaksanaan
asuhan sudah sesuai dengan standar asuhan kebidanan pada ibu
hamil dengan mola hidatidosa yaitu melakukan kolaborasi dengan
dokter SpOG.
Terkait asuhan yang dilakukan pada Ny. G, penulis tertarik untuk
membahas dua topik masalah yaitu mola hidatidosa dan kekhawatiran
ibu terhadap bercak darah yang keluar.

B. Analisis Penyebab Masalah


1. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri
stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin
biasanya meninggal akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan
edematous itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus sebuah anggur.
d. Anamnesa / keluhan
6) terdapat gejala hamil muda
7) kadang kala ada tanda toxemia gravidarum
8) terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak
teratur warna merah tua atau kecoklatan.
9) Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dari usia
kehamilan seharusnya.
10) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada).
Pada anamnesa, ibu mengatakan selama hamil sering mual
muntah dan pada tanggal 22 Maret 2022 pukul 08.00 WIB, ibu
mengeluarkan flek-flek darah kecoklatan dari jalan lahirnya. Pada
pemeriksaan fisik terdapat tanda- tanda terjadinya mola hidatidosa
yaitu ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan, uterus teraba
lembek, tidak teraba bagian-bagian janin dan tidak terdengar DJJ.
Pada pemeriksaan USG terlihat gambaran sarang lebah yang
memperkuat diagnosa mola hidatidosa.
Hal tersebut telah sesuai dengan tinjauan teori yang
menyebutkan bahwa manifestasi/gejala klinik mola hidatidosa
meliputi terjadinya mual dan muntah yang menetap, sering kali
menjadi parah, terjadi perdarahan sedikit demi sedikit sampai
banyak, pada pemeriksaan palpasi pada penderita mola
hidatidosa biasanya ditemukan uterus membesar tidak sesuai
dengan umur kehamilan, teraba lembek, tidak teraba bagian-
bagian janin dan balotemen (Morgan, 2009). Pada pemeriksaan
auskultasi penderita mola hidatidosa tidak terdengar bunyi denyut
jantung janin (Varney, 2007). Pada pemeriksaan USG terlihat
bayangan badai salju atau sarang lebah dan tidak terlihat janin
(Kurniawati, 2009). Pada teori disebutkan pemeriksaan penunjang
yang juga penting untuk dilakukan adalah rontgen thoraks untuk
menentukan ada tidaknya penyebaran jaringan mola hidatidosa di
paru-paru(Manuaba, 2009). Tetapi pada kasus Ny. F tidak
dilakukan karena dengan pemeriksaan USG sudah memperkuat
diagnosa kehamilan mola hidatidosa
Pada kasus mola hidatidosa antisipasi tindakan segera
adalah melaksanakan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk
pemeriksaan USG dan pemberian terapi, yaitu : pemberian infus,
uterotonika dan pelaksanaan tindakan kuretase (Manuaba, 2009).
Pada kasus Ny. G ditemukan adanya diagnosa potensial, yaitu
terjadi tumor ganas dari trofoblast yang disebut Koriokarsinoma
dan tindakan segera yaitu Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk
dilakukan kuretase.
Penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dan
praktek dalam menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera.
Rencana asuhan kebidanan yang diberikan kepada ibu
hamil dengan mola hidatidosa antara lain observasi keadaan
umum dan vital sign, observasi pengeluaran/perdarahan
pervaginam, pemberian infomasi pada ibu dan keluarga tentang
hasil pemeriksaan dan keadaan kehamilan ibu, pemberian
dukungan moril kepada ibu dengan melibatkan suami atau
keluarga, pemberian informasi kepada ibu dan keluarga tentang
tindakan yang mungkin dilakukan kepada ibu, kolaborasi dengan
bagian laboratorium untuk cek darah lengkap, kolaborasi dengan
bagian radiologi untuk pemeriksaan USG dan rontgen, kolaborasi
dengan dokter SpOG dalam pemberian terapi (pemberian infus,
antibiotik, uterotonika dan pelaksanaan tindakan kuretase)
(Saifuddin, 2006; Sinclair, 2009).
Sedangkan pada kasus ibu hamil dengan mola hidatidosa
tindakan yang diberikan yaitu observasi keadaan umum dan vital
sign, observasi pengeluaran/perdarahan pervaginam, pemberian
infomasi pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan dan
keadaan kehamilan ibu, pemberian dukungan moril kepada ibu
dengan melibatkan suami atau keluarga, pemberian informasi
kepada ibu dan keluarga tentang tindakan yang mungkin
dilakukan kepada ibu, kolaborasi dengan bagian laboraturium
untuk cek darah lengkap, kolaborasi dengan bagian radiologi
untuk pemeriksaan USG, kolaborasi dengan dokter SpOG dalam
pemberian terapi dan penanganan selanjutnya yaitu meminta
persetujuan (informed consent) kepada keluarga untuk dilakukan
kuretase, pasang infus RL 20 tpm, skin test dalam pemberian
Cefotaxim 1 gr/24 jam, pemberian Cefotaxim 1gr/24jam,
pemberian Cytrostol 200 mg/6 jam per oral, menganjurkan ibu
puasa untuk persiapan kuretase mulai jam 12.00 WIB setelah
makan siang hingga pelaksanaan kuretase, setelah itu tindakan
setelah evakuasi dilakukan kuretase. Setelah tindakan kuretase
diberikan terapi injeksi Myotonik 1 mg/IV, Renxon 1 gr/IV, dan
obat oral yaitu Veroscan 1x1, Myotonik 3x1, Clindamicyn 2x1,
Paracetamol 3x1.
Dari hal tersebut diatas masih terdapat kesenjangan antara
teori dan dalam kasus yaitu tidak dilaksanakannya pemeriksaan
rontgen karena dengan pemeriksaan USG sudah memperkuat
diagnosa kehamilan mola hidatidosa

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan mola hidatidosa
melalui pendekatan holistik dengan tahap-tahap manajemen asuhan
kebidanan terdiri dari pengkajian, analisis data, penatalaksanaan
berupa perencanaan, implementasi dan evaluasi, serta
pendokumentasian asuhan. Berdasarkan tinjauan kasus yang telah
dibuat asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan mola hidatidosa
terhadap Ny. G dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada pengkajian didapatkan data subyektif dan data objektif
berdasarkan data yang telah didapat melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan observasi pada Ny. G.
2. Pada interpretasi data didapatkan diagnosa kebidanan Ny. G usia
15 tahun G1P0A0 hamil 10 minggu dengan mola hidatidosa
3. Diagnosa potensial yang muncul pada Ny. G adalah mola
hidatidosa.
4. Tindakan segera yang dilakukan pada Ny. G adalah kolaborasi
dengan dr. Sp.OG untuk pemberian terapi.
5. Pada kasus tersebut, perencanaan yang dibuat berdasarkan
diagnosa, perencanaan ini dibuat untuk memberikan asuhan.
6. Pada kasus tersebut, pelaksanaan telah dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat.
7. Pada kasus tersebut, evaluasi yang didapatkan dari perencanaan
yang telah dilakukan, dimana evaluasi yang ada untuk menilai
perencanaan apa yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya.
Dan telah diberikan asuhan pada Ny. G sesuai rencana yang telah
dibuat.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Untuk lebih menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta
mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan asuhan
kebidanan secara langsung pada ibu sehingga dapat digunakan
sebagai berkas penulis didalam melaksanakan tugas sebagai
bidan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Agar menjadi tambahan sumber kepustakaan dan
perbandingan pada asuhan kebidanan kehamilan dengan mola
hidatidosa.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Agar Klien lebih mengetahui dan memahami asuhan yang
diberikan pada ibu hamil dengan mola hidatidosa.
4. Bagi Lahan Praktik
Hasil penulisan dapat memberikan masukan terhadap
tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat dan selalu menjaga mutu pelayanan.
5. Bagi Masyarakat
Agar menambah informasi kepada masyarakat tentang
asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan mola hidatidosa.

Anda mungkin juga menyukai