(MOLA HIDATIDOSA)
Disusun Oleh :
Nama :Dara Nauratul Ikramah
NIM : 00219015
TAHUN 2021
HALAMAN PERSETUJUAN
Disusun Oleh :
NIM : 00219015
Disetujui Oleh :
Tanggal : Tanggal :
Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt yang mana atas berkat
dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan laporan berjudul “Mola
Hidatidosa”.Laporan ini dibuat untuk menyelesaikan tugas Praktik Klinik
Kebidanan III.
Penyusun
HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN1
A. Latar Belakang1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan3
D. Manfaat Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA4
A. Definisi Mola Hidatidosa4
B. Patofisiologi Mola Hidatidosa
C. Tanda Gejala Mola Hidatidosa
D. Faktor Resiko Mola Hidatidosa
E. Penatalaksanaan Mola Hidatidosa
BAB III PENUTUP9
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian maternal umumnya merupakan ukuran yang dipakai
untuk menilai baik atau buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam
suatu Negara atau daerah. Penyebab kematian ini dapat dibagi dalam 2
golongan, yakni yang disebabkan langsung oleh komplikasi-komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas, atau sebab-sebab yang lain seperti
penyakit jantung, kanker, dan sebagainya. (Prawirohardjo, 2015)
Angka Kematian Ibu (AKI) ialah jumlah kematian maternal
diperhitungkan terhadap 1000 atau 10.000 kelahiran hidup, kini di
beberapa Negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup. (Sujiyatini,
2016). Indonesia berada diperingkat ke-11 dari 18 negara di kawasan
tersebut, yaitu sebesar 240 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab
kematian
ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obstetri langsung
yaitu perdarahan 28%, preeklampsi/eklampsi 24%, infeksi 11%,
sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri 5 % dan lain –
lain 11 %. Untuk perdarahan sendiri dapat terjadi saat awal kehamilan
yaitu karena kehamilan ektopik, mola hidatidosa, dan abortus sedangkan
pada kehamilan lanjut dapat disebabkan oleh solusio plasenta dan plasenta
previa. Menurut data, terdapat mola hidatidosa sebagai salah satu
penyebab perdarahan yang selanjutnya merupakan penyebab kematian ibu
terbesar, namun tidak ada data yang spesifik berapa presentase yang
sebenarnya untuk kasus tersebut. (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2012).
Dalam menanggulangi masalah angka kematian ibu yang masih
tinggi di Indonesia, pemerintah mencanangkan program Millineum
Development Goals (MDGs) namun pada kenyataannya, kondisi Angka
Kematian Ibu hingga akhir program yaitu pada tahun 2015 tidak mencapai
target (102 per 100.000 kelahiran hidup). Berdasarkan SDKI tahun 1992
mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup, selanjutnya angka tersebut
dapat ditekan terus sampai dengan 228 pada tahun 2007, sedangkan pada
tahun 2012 mulai naik sampai dengan angka 359 per 100.000 kelahiran
hidup.
Di sisi lain, untuk tahun 2016 hingga tahun 2030, WHO kembali
mencangankan strategi untuk menurunkan angka kematian ibu melalui
program Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu SDGs poin 3.1
dimana target ratio kematian ibu secara global diharapkan dapat turun
hingga mencapai kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup (WHO,
2016)
Insiden mola hidatidosa per 1.000 kehamilan terjadi di Asia di
mana 5 negara yang menduduki peringkat atas yaitu Indonesia dengan 13
kasus, Taiwan 8,0 kasus, Filipina dan China 5,0 kasus, serta Jepang 3.8
kasus. Sedangkan insidensi terendah terdapat di Amerika Utara, Eropa,
dan Oceania dengan rata-rata 0.5-1.84 kasus per 1.000 kehamilan. Data
yang diperoleh dari Amerika Selatan terdapat 0.23-0.9 kasus per 1.000
kehamilan, sedangkan di benua Afrika hanya Uganda dan Nigeria yang
mempunyai dokumentasi kasus yaitu terdapat rata-rata 5.0 kasus per 1.000
kehamilan.
Berdasarkan kematian ibu yang dilaporkan, Angka Kematian Ibu
(AKI) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019 yaitu sebesar 98 per 100.000
kelahiran hidup (41 kematian Ibu/41.689 kelahiran hidup dikali konstanta
100.000). Capaian AKI Tahun 2019 lebih baik jika dibandingkan dengan
AKI pada tahun 2018 yang sebesar 120 per 100.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan jumlah kasus kematian ibu, juga terdapat penurunan dari 51
kasus kematian ibu ditahun 2018, turun menjadi 41 kasus ditahun 2019.
Penyebab kematian ibu di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2019
masih didominasi oleh penyebab langsung yaitu pendarahan dan hipertensi
dalam kehamilan (Dinkes Provinsi Kepulauan Riau, 2019).
Salah satu komplikasi kehamilan dan persalinan yang
menyebabkan
kematian pada ibu adalah perdarahan. Perdarahan dalam kehamilan terbagi
dua yaitu perdarahan hamil muda dan hamil tua, yang termasuk
perdarahan
hamil muda salah satunya adalah kehamilan trofoblas yang disebut dengan
mola hidatidosa atau hamil anggur. Pada kehamilan mola hidatidosa ini
terjadi penimbunan cairan dalam jaringan chorionic villi dan terbentuklah
gelembung mola. Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan
pada golongan sosial ekonomi rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas
34 tahun dan paritas tinggi (Prawirohardjo, 2016)
Walaupun mola hidatidosa merupakan kasus yang jarang, namun
jika tidak dideteksi dan ditangani segera maka akan berkembang menjadi
keganasan sel trofoblas yaitu pada 15 - 20 % wanita dengan mola
hidatidosa komplet dan 2-3 % pada mola parsial. Mola hidatidosa
dinyatakan ganas jika terjadi metastasis dan invasi merusak miometrium,
misalnya pada mola invasif. Jika hal tersebut dilanjutkan kemungkinan
akan menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu di Indonesia
semakin meningkat.
Pada laporan ini akan membahas mengenai mola hidatidosa yang
merupakan plasenta atau ari-ari yang terbentuk pada penderita hamil
anggur tidak normal dan terbentuk seperti sekumpulan anggur. Sering kali
janin sama sekali tidak terbentuk, hanya jaringan plasenta yang abnormal.
Adapun sub pembahasan yang terkait yaitu pengertian dll.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Mola Hidatidosa?
2. Bagaimana patofisiologi Mola Hidatidosa?
3. Bagaimana tanda gejala Mola Hidatidosa?
4. Apa saja faktor resiko terjadinya Mola Hidatidosa?
5. Bagaimana penatalaksanaan Mola Hidatidosa?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari laporan praktik kebidanan berikut :
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan mola hidatidosa
2. Mengetahui bagaimana patofisiologi mola hidatidosa
3. Mengetahui bagaimana tanda gejala mola hidatidosa
4. Mengetahui apa saja faktor resiko terjadinya mola hidatidosa
5. Menjelaskan bagaimana penatalaksanaan mola hidatidosa
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai penugasan untuk praktik klinik kebidanan 3 dan sebagai
media penambahan wawasan pengetahuan mengenai laporan
pendahuluan tentang mola hidatidosa.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sarana pembelajaran dan referensi untuk mahasiswa D-
III dan S-1 Kebidanan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Awal Bros
Batam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Penanganan Selanjutnya
a. Pasien dianjurkan menggunakan kontrasepsi hormonal atau
tubektomi
b. Lakukan pemantauan setiap 8 minggu selama minimal 1 tahun
pasca evakuasi dengan menggunakan tes kehamilan dengan
urin karena adanya resiko timbulnya penyakit trofoblas yang
menetap
c. Jika tes kehamilan dengan urin yang belum memberi hasil
negatif setelah 8 minggu atau menjadi positif kembali dalam
satu tahun pertama, rujuk ke rumah sakit rujukan tersier untuk
pemantauan dan penanganan lebih lanjut
F. Diagnosis Mola Hidatidosa
Diagnostic pada mola hidatidosa dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu:
1. Pemeriksaan kadar beta hCG: pada mola terdapat peningkatan kadar
beta hCG darah atau urin.
2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan
hatihati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada
tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta Sison).
3. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan).
4. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake
pattern) dan tidak terlihat janin.
5. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.
6. Pemeriksaan trimester 3 dan trimester 4 bila ada gejala tirotoksikosis.
7. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk penetapan diagnosa apabila
terjadi perlepasan/ pengeluaran jaringan mola.
8. Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung
molanya. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar
biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya
disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, di antaranya sebagai berikut.
a) Anamnesis - Perdarahan pervaginam, paling sering biasanya
terjadi pada usia kehamilan 6-16 minggu.
1) Terdapat gejala hamil muda yang sering lebih nyata dari
kehamilan biasa (hiperemesis gravidarum)
2) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti.
3) Perdarahan bisa sedikit atau banyak, tidak teratur, berwarna
merah kecoklatan.
4) Kadang kala timbul gejala preeklampsia.
b) Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat
kekuningkuningan, yang disebut muka mola (mola face).
Selain itu, kalau gelembung mola keluar, dapat terlihat jelas.
2) Palpasi: uterus membesar ridak sesuai dengan usia
kehamilannya, teraba lembek. Tidak teraba bagian janin dan
ballotement, juga gerakan janin. Adanya fenomena
harmonika, darah dan gelembung mola keluar, fundus uteri
turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
3) Auskultasi: tidak terdengar bunyi denyut jantung janin,
terdengar bising dan bunyi khas.
c) Pemeriksaan Dalam
Untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan atau jaringan pada
kanalis servikalis dan vagina.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hamil anggur (Mola Hidatidosa) adalah kehamilan abnormal
berupa tumor jinak dari sel-sel trofoblas.Trofoblas adalah bagian dari tepi
sel-sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin atau merupakan
suatu hasil yang gagal. Jadi, dalam proses kehamilannya mengalami hal
yang berbeda dengan kehamilan normal, dimana hasil pembuahan sel
sperma dan sel telur gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembung-
gelembung yang bergerombol membentuk buah anggur.
Terdapat beberapa tanda dan gejala pada mola Hidatidosa yaitu
Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa, kadang kala ada tanda toksemia gravidarum dll.
Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai
berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan
gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias yaitu
proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi dan
kesembaban, terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Untuk pembuatan laporan pendahuluan selanjutnya sebaiknya lebih
mencari referensi lebih lengkap dan terbaru.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan laporan pendahuluan ini dapat
menjadi bahan atau materi pembelajaran untuk kalangan mahasiswa D
– III Kebidanan agar lebih memahami mengenai mola hidatidosa.
DAFTAR PUSTAKA
Novvi Karlina, Elsi Ermalinda, Wulan Mulya Pratiwi. 2016. Asuhan kebidanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Bogor:In media
Triana, Ani, dkk. 2015. Buku Ajar Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Yogyakarta:Deepublish
Rahyani, Ni Komang. 2020. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Patologi Bagi Bidan.
Yogyakarta:Andi
Yulita, Sarangga Daniel. 2019. Mola Hidatidosa. Jurnal Medical Profession. Vol.
1. No. 1
Pembimbing Institusi
Pembimbing Lahan