ASUHAN KEPERAWATAN
MOLAHIDATIDOSA
OLEH
KELOMPOK VI
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Molahidatidosa
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Mola Hidatidosa 4
B. Etiologi 5
C. Fatofisiologi 7
D. Manifestasi klinis 9
E. Diagnosa 10
F. Penatalaksanaan Medis..................................................................................13
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Identitas pasien 17
B. Diagnosa keperawatan 19
C. Intervensi 19
D.Evaluasi Keperawatan 23
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 24
B. Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
BAB 1
TINJAUAN TEORI
B. Etiologi
Prevalensi molahidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara barat. Dinegara-negara barat dilaporkan
1:200 atau 2000 kehamilan, dinegara-negara berkembang 1:100 atau 600
kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1:85 kehamilan, RS dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A Siregar
(Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; RS Soetomo (Surabaya) : 1:80
persalinan; Djamhoer Maradisoebrata (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan.
Biasanya lebih sering dijumpai pada usia reproduktif (15-45 tahun) dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas, kemungkinan untuk menderita
molahidatidosa lebih besar.
InsidensiGTD konstan sekitar 1 sampai 2 per 1.000 kelahiran di Amerika
Serikat dan Eropa. Frekuensi yang sama dijumpai di Afrika Selatan dan Turki.
Tingkat insidensi yang lebih tinggi telah dilaporkan di Asia.Berdasarkan
populasi, penelitian di Korea Selatan baru-baru ini mencatat penurunan insidensi
dari 40/1.000 kelahiran menjadi 2/1.000 kelahiran.Demikian pula, rumah sakit
berbasis studi di Jepang dan Singapura telah menunjukkan penurunan kejadian
mendekati angka di Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa kelompok etnis, lebih
berisiko mengalami penyakit trofoblas gestasional yaitu hispanik, penduduk asli
Amerika dan kelompok populasi tertentu yang hidup di Asia Tenggara. Insidensi
molahidatidosa dengan janin hidup terjadi pada 1/20.000 – 1/100.000 kehamilan.
3,4,5
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah:
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggie
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)
Mola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga
hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-
bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama
sekali. Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang
paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi.
Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah
20 tahun atau diatas 40 tahun.
Faktor resiko terjadinya mola adalah:
a. Status sosial-ekonomi yang rendah
C. Patofisiologi
Pada konsepsi normal, setiapsel tubuh manusia mengandung 23 pasang
kromosom, dimana salah satumasing-masing pasangan dari ibu dan yang lainnya
dari ayah. Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23 kromosom
membuah isel telu rdengan 23 kromosom, sehingga akan dihasilkan 46
kromosom. 3,4,16
E. Diagnosis
Pasien dengan kehamilan molahidatidosa biasanya datang dengan
perdarahan pervaginam (89-97%) dan bila sudah berlangsung lama dapat
menyebabkan anemia. Diagnosa molahidatidosa dapat ditegakkan dengan
riwayat keluar jaringan vesikel hidatid yang mirip anggur. Hampir 80% pasien
datang dengan ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dengan
ketiadaan denyut jantung janin. Pada 15-25% kasus MHK disertai dengan
hiperemesis gravidarum yang berkaitan dengan peningkatan kadar β-hCG dan
besar uterus. Pada 12-27% MHK disertai dengan preeklampsia. Pada 2-7%
pasien MHK terdapat hipertiroidisme yang tampak secara klinis. Insufisiensi
paru terjadi pada 2% kasus MHK. Pada kasus-kasus seperti ini distres
pernafasan akut dapat muncul setelah evakuasi molahidatidosa. Tanda dan
gejala dari distres pernafasan akut adalah dispnea, takikardi, dan takipnea. Pada
pemeriksaan fisik biasanya dijumpai ronki yang luas. Dan dibutuhkan rawatan
ICU maupun ventilator. Dengan penanganan yang baik, distres pernafasan akan
mereda dalam 2-3 hari. 3,4,5,17
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari dua fase yaitu : evakuasi
jaringan mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi trofoblas
persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau
histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari
metastasis.Radiografi toraks harus dilakukan untuk mencari lesi paru berupa
lesi koin. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) scan dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) untuk melihat metastase ke hepar dan otak tidak
dilakukan secara rutin. 3,4,5,17,19
Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk molahidatidosa,
berapapun ukuran uterusnya.Untuk molahidatidosa yang besar, dipersiapkan
darah yang sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk
menyalurkan infus secara cepat. Dapat juga digunakan laminaria apabila
serviks panjang, sangat padat dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat
dilakukan dengan anestesi sampai tercapai diameter yang memadai untuk
memasukkan kuret pengisap plastik. Setelah sebagian besar jaringan mola
dikeluarkan melalui aspirasi, pasien diberikan oksitosin, dan jika miometrium
telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase yang menyeluruh secara hati-
hati.4,5
Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah
dilakukan, dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk
memastikan bahwa rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan
petugas untuk laparotomi darurat seandainya terjadi perdarahan yang tidak
terkendali atau trauma serius pada uterus. 3,4,5
Apabila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi
memerlukan kehamilan, maka histerektomi mungkin menjadi pilihan daripada
aspirasi vakum. Histerektomi merupakan tindakan yang logis bagi wanita
berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi penyakit trofoblastik ganas pada
kelompok usia ini cukup besar. Tow (1996) melaporkan bahwa 37 persen dari
wanita berusia lebih dari 40 tahun dengan MHK akan menjadi tumor
trofoblastik gestasional. Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik,
histerektomi cukup banyak mengurangi kemungkinan kekambuhan
penyakit.3,4,5,17,18
Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari dua fase yaitu : evakuasi
jaringan mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi trofoblas
persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau
histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari
metastasis.Radiografi toraks harus dilakukan untuk mencari lesi paru berupa
lesi koin. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) scan dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) untuk melihat metastase ke hepar dan otak tidak
dilakukan secara rutin. 3,4,5,17,19
Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk molahidatidosa,
berapapun ukuran uterusnya.Untuk molahidatidosa yang besar, dipersiapkan
darah yang sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk
menyalurkan infus secara cepat. Dapat juga digunakan laminaria apabila
serviks panjang, sangat padat dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat
dilakukan dengan anestesi sampai tercapai diameter yang memadai untuk
memasukkan kuret pengisap plastik. Setelah sebagian besar jaringan mola
dikeluarkan melalui aspirasi, pasien diberikan oksitosin, dan jika miometrium
telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase yang menyeluruh secara hati-
hati.4,5
Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah
dilakukan, dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk
memastikan bahwa rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan
petugas untuk laparotomi darurat seandainya terjadi perdarahan yang tidak
terkendali atau trauma serius pada uterus. 3,4,5
Apabila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi
memerlukan kehamilan, maka histerektomi mungkin menjadi pilihan daripada
aspirasi vakum. Histerektomi merupakan tindakan yang logis bagi wanita
berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi penyakit trofoblastik ganas pada
kelompok usia ini cukup besar. Tow (1996) melaporkan bahwa 37 persen dari
wanita berusia lebih dari 40 tahun dengan MHK akan menjadi tumor
trofoblastik gestasional. Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik,
histerektomi cukup banyak mengurangi kemungkinan kekambuhan
penyakit.3,4,5,17,18
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
C. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
b. TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat
membantu menentukan intervensi yang tepat.
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan
salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
c. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan
distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat
mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
d. Beri posisi yang nyaman
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area
luka/nyeri.
e. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri
tidat dapat dipersepsikan.
2. Diagnosa Keperawatan II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
a. Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
b. Klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam
merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan
hygienenya.
b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien
ketergantungan pada perawat
c. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan
kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi
kebutuhannya.
d. Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu
memenuhi kebutuhan klien.
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara
mandiri.
3. Diagnosa Keperawatan III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.
b. Konjungtiva tidak anemis.
Intervensi :
a. Kaji pola tidur
Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam
menentukan intervensi selanjutnya.
b. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
c. Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang
untuk tidur.
d. Batasi jumlah penjaga klien
Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di
ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.
e. Memberlakukan jam besuk
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
f. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat
tenang dan mudah tidur.
4. Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk,
2002 : 339).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah
kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola
tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human
chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam
rahim yang terjadi pada awal kehamilan.
B. Saran
Semoga makalah dari kelompok kami dapat berguna bagi rekan-rekan
dan semoga makalah kami dapat menjadi suatu acuan untuk kedepanya, untuk
kritik dan saran akan kami terima untuk membentuk makalah yang lebih baik
untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Lenovo KJ, Bloom SL, et al. Williams. Obsterics. 23 ed. New
York; McGraw-Hill Mwdical; 2010.
hydatidiform mole
http://emidicine.medscape.com/article/254657-overview