Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
MOLAHIDATIDOSA

OLEH

KELOMPOK VI

1. RANGGA PRADITYA 8. SITI RAHMAH


2. RIZKIA APRILIA S. 9. SUKMA ASTUTI
3. RIZKI DARA QUTHNI 10. SULISTIYA NINGSIH
4. SAIFUL RAHMAN
5. SARWAN HADI
6. SYAEFUL HAMZAH
7. SITI JA’RAH

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S.1
MATARAM
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Molahidatidosa
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Mataram, Januari 2018

Penyusun

Tim Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Mola Hidatidosa 4
B. Etiologi 5
C. Fatofisiologi 7
D. Manifestasi klinis 9
E. Diagnosa 10
F. Penatalaksanaan Medis..................................................................................13

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Identitas pasien 17
B. Diagnosa keperawatan 19
C. Intervensi 19
D.Evaluasi Keperawatan 23
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 24
B. Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
BAB 1
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Mola Hidatidosa


Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.11
Molahidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblas gestasional /
Gestational Thropoblatic Disease (GTD) yaitu kelompok penyakit yang ditandai
dengan proliferasi abnormal trofoblas pada kehamilan dengan potensi keganasan.
Spektrum keganasan dari GTD adalah dalam bentuk koriokarsinoma.
Molahidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblas. Pada
molahidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna,
melainkan berkembang menjadi patologik.12,13,14,15 Terapi yang optimal pada
kelompok penyakit ini terletak pada diagnosis yang benar, menilai risiko
keganasan, menggunakan sistem penilaian prognostik dan pemberian pengobatan
yang tepat.
Molahidatidosa diterapi dengan evakuasi mola atau histerektomi,
sedangkan pengobatan pilihan untuk penyakit trofoblas ganas (PTG) adalah
kemoterapi. Dengan pengobatan yang tepat, angka kesembuhan mendekati 100%
pada kelompok dengan resiko rendah, dan 80% sampai 85% pada kelompok
dengan resiko tinggi. 3,4,5
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan
tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus,
gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro,
Hanifa, dkk, 2002 : 339).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi
sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio
mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan
sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 :
104).
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di
dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan.

B.   Etiologi
Prevalensi molahidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara barat. Dinegara-negara barat dilaporkan
1:200 atau 2000 kehamilan, dinegara-negara berkembang 1:100 atau 600
kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1:85 kehamilan, RS dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A Siregar
(Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; RS Soetomo (Surabaya) : 1:80
persalinan; Djamhoer Maradisoebrata (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan.
Biasanya lebih sering dijumpai pada usia reproduktif (15-45 tahun) dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas, kemungkinan untuk menderita
molahidatidosa lebih besar.
InsidensiGTD konstan sekitar 1 sampai 2 per 1.000 kelahiran di Amerika
Serikat dan Eropa. Frekuensi yang sama dijumpai di Afrika Selatan dan Turki.
Tingkat insidensi yang lebih tinggi telah dilaporkan di Asia.Berdasarkan
populasi, penelitian di Korea Selatan baru-baru ini mencatat penurunan insidensi
dari 40/1.000 kelahiran menjadi 2/1.000 kelahiran.Demikian pula, rumah sakit
berbasis studi di Jepang dan Singapura telah menunjukkan penurunan kejadian
mendekati angka di Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa kelompok etnis, lebih
berisiko mengalami penyakit trofoblas gestasional yaitu hispanik, penduduk asli
Amerika dan kelompok populasi tertentu yang hidup di Asia Tenggara. Insidensi
molahidatidosa dengan janin hidup terjadi pada 1/20.000 – 1/100.000 kehamilan.
3,4,5
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah:

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggie
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)
Mola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga
hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-
bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama
sekali. Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang
paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi.
Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah
20 tahun atau diatas 40 tahun.
Faktor resiko terjadinya mola adalah:
a. Status sosial-ekonomi yang rendah

  b. Diet rendah protein, asam folat dan karotin.

C.   Patofisiologi
Pada konsepsi normal, setiapsel tubuh manusia mengandung 23 pasang
kromosom, dimana salah satumasing-masing pasangan dari ibu dan yang lainnya
dari ayah. Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23 kromosom
membuah isel telu rdengan 23 kromosom, sehingga akan dihasilkan 46
kromosom. 3,4,16

Gambar 1.Skema Konsepsi Normal


Pada Molahidatidosa Parsial (MHP), dua sperma membuahi sel telur,
menciptakan 69 kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi normal.
Hal ini disebut triploid. Dengan materi genetik yang terlalu banyak, kehamilan
akan berkembang secara abnormal, dengan plasenta tumbuh melampaui bayi.
Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini,akantetapi janin tumbuh secara
abnormal dan tidak dapat bertahan hidup. 3,4,16

Gambar 2.Skema Kehamilan Molahidatidosa Parsial (MHP)


Suatu MHK atau lengkap ketika salah satu (atau bahkan dua) sperma
membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan jika kromosom
ayah dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi genetik yang ada
terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada saat itu juga. Tetapi
dalam kasus yang jarang sel tersebut terimplantasipada uterus.Jika hal itu terjadi,
embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas yang tumbuh untuk mengisi rahim
dengan jaringan mola.3,4,16

Gambar 3.Skema Kehamilan Molahidatidosa Komplit (MHK)


Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblast :
a. Teori missed abortion
Mudigah (Calon Janin) mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu
terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan
masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
b. Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal
dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul
gelembung.
c. Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-
mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya
embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal
yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast
berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan
merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi
embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola
pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola
adalah: satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung
mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1
cm.
Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung
mola. Secara mikroskopik terlihat trias :
1.      Proliferasi dari trofoblas
2.      Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
3.      Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

D.    Manifestasi Klinis


1.      Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim
lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
anggur pada pakaian dalam.
Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
2.   Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup penurunan
BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit l
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
5. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
6. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada
keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
7. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ
sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266)
2.   Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
a. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial
b. Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah
janin di dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi
gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di
dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah
kehamilan yang normal.
c. Foto rontgen : pada mola ada gambaram emboli udara

E. Diagnosis
Pasien dengan kehamilan molahidatidosa biasanya datang dengan
perdarahan pervaginam (89-97%) dan bila sudah berlangsung lama dapat
menyebabkan anemia. Diagnosa molahidatidosa dapat ditegakkan dengan
riwayat keluar jaringan vesikel hidatid yang mirip anggur. Hampir 80% pasien
datang dengan ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dengan
ketiadaan denyut jantung janin. Pada 15-25% kasus MHK disertai dengan
hiperemesis gravidarum yang berkaitan dengan peningkatan kadar β-hCG dan
besar uterus. Pada 12-27% MHK disertai dengan preeklampsia. Pada 2-7%
pasien MHK terdapat hipertiroidisme yang tampak secara klinis. Insufisiensi
paru terjadi pada 2% kasus MHK. Pada kasus-kasus seperti ini distres
pernafasan akut dapat muncul setelah evakuasi molahidatidosa. Tanda dan
gejala dari distres pernafasan akut adalah dispnea, takikardi, dan takipnea. Pada
pemeriksaan fisik biasanya dijumpai ronki yang luas. Dan dibutuhkan rawatan
ICU maupun ventilator. Dengan penanganan yang baik, distres pernafasan akan
mereda dalam 2-3 hari. 3,4,5,17

Sekitar 27% pasien MHK mengalami toksemia ditandai oleh adanya


hipertensi (tekanan darah >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/dl), dan
edema. Hipertiroid pada molahidatidosa dapat disebabkan oleh peningkatan
produksi hormon Tirotropin oleh jaringan mola dan sebagai efek dari
peningkatan hormon Estrogen. Kadar T4 plasma yang meningkat pada
molahidatidosa disebabkan oleh peningkatan kadar hormon hCG sehingga
terjadi peningkatan ikatan molekul hCG pada tempat reseptor TSH, yang
menyebabkan terjadinya hiperfungsi dari kelenjar tiroid sehingga terjadi
peningkatan hormon T4 serum. 3,4,5,17
Keadaan hipertiroid ini ditandai oleh takikardia, kulit hangat, tremor,
peningkatan kadar T4 dan T3 bebas. Setelah diagnosa molahidatidosa
ditegakkan, maka sebaiknya diberikan terapi β-adrenergik sebelum dilakukan
tindakan evakuasi jaringan mola untuk mencegah terjadinya badai tiroid pada
saat evakuasi jaringan mola dan pembiusan. Terapi anti tiroid diberikan untuk
waktu yang singkat. Dosis anti tiroid yang dianjurkan 20-40 mg setiap 12 jam
secara oral, dan dosis di titrasi sampai 5-10 mg perhari setelah evakuasi
jaringan mola dilakukan untuk mempertahankan denyut jantung sekitar 100
denyutan/menit. 3,4,18
Pasien-pasien MHP bisanya tidak datang dengan gambaran klinis yang
khas seperti MHK. Pada umumnya, pasien MHP datang dengan keluhan
abortus inkomplit ataumised abortion dan jarang didiagnosa MHP sebelum
evakuasi uterus dilakukan. Diagnosa MHP biasanya ditegakkan setelah
pemeriksaan histologi. Gejala utamanya adalah pedarahan pervaginam (73%).
Pembesaran uterus dan preeklampsia hanya muncul pada 4-11% dan 1-4%
kasus. Kista teka lutein, hiperemesis dan hipertiroid jarang muncul.
Diperkirakan sekitar 8-20% pasien dengan MHK berkembang menjadi
keganasan trofoblastik setelah evakuasi uterus. Molahidatidosa parsial menjadi
persisten kurang dari 3% kasus.3,4,5,17
Ultrasonografi (USG) telah terbukti sebagai alat diagnostik yang akurat
dan sensitif untuk menegakkan diagnosa molahidatidosa. Molahidatidosa
komplit menunjukkan gambaran pola vesikuler oleh karena pembengkakkan
dari vili korionik. Vili korionik pada trimester I MHK cenderung lebih kecil
dan lebih sedikit kavitasi. Akan tetapi, mayoritas dari MHK pada trimester I
tetap menunjukkan gambaran USG yang khas (pola snow storm) yaitu pola
kompleks, ekogenik massa intrauterin yang mengandung banyak ruang kista
kecil. Temuan USG yang bermakna untuk MHP adalah : ruang kistik pada
plasenta dan rasio transversal dengan anteroposterior dari kantung kehamilan >
1,5. 3,4,18

Gamba4. USG menunjukkan polak has MHK. Tampak karakteristik


polavesikel dari molahidatidosa4

F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari dua fase yaitu : evakuasi
jaringan mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi trofoblas
persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau
histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari
metastasis.Radiografi toraks harus dilakukan untuk mencari lesi paru berupa
lesi koin. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) scan dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) untuk melihat metastase ke hepar dan otak tidak
dilakukan secara rutin. 3,4,5,17,19
Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk molahidatidosa,
berapapun ukuran uterusnya.Untuk molahidatidosa yang besar, dipersiapkan
darah yang sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk
menyalurkan infus secara cepat. Dapat juga digunakan laminaria apabila
serviks panjang, sangat padat dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat
dilakukan dengan anestesi sampai tercapai diameter yang memadai untuk
memasukkan kuret pengisap plastik. Setelah sebagian besar jaringan mola
dikeluarkan melalui aspirasi, pasien diberikan oksitosin, dan jika miometrium
telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase yang menyeluruh secara hati-
hati.4,5
Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah
dilakukan, dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk
memastikan bahwa rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan
petugas untuk laparotomi darurat seandainya terjadi perdarahan yang tidak
terkendali atau trauma serius pada uterus. 3,4,5

Apabila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi
memerlukan kehamilan, maka histerektomi mungkin menjadi pilihan daripada
aspirasi vakum. Histerektomi merupakan tindakan yang logis bagi wanita
berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi penyakit trofoblastik ganas pada
kelompok usia ini cukup besar. Tow (1996) melaporkan bahwa 37 persen dari
wanita berusia lebih dari 40 tahun dengan MHK akan menjadi tumor
trofoblastik gestasional. Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik,
histerektomi cukup banyak mengurangi kemungkinan kekambuhan
penyakit.3,4,5,17,18
Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari dua fase yaitu : evakuasi
jaringan mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi trofoblas
persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau
histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari
metastasis.Radiografi toraks harus dilakukan untuk mencari lesi paru berupa
lesi koin. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) scan dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) untuk melihat metastase ke hepar dan otak tidak
dilakukan secara rutin. 3,4,5,17,19
Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk molahidatidosa,
berapapun ukuran uterusnya.Untuk molahidatidosa yang besar, dipersiapkan
darah yang sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk
menyalurkan infus secara cepat. Dapat juga digunakan laminaria apabila
serviks panjang, sangat padat dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat
dilakukan dengan anestesi sampai tercapai diameter yang memadai untuk
memasukkan kuret pengisap plastik. Setelah sebagian besar jaringan mola
dikeluarkan melalui aspirasi, pasien diberikan oksitosin, dan jika miometrium
telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase yang menyeluruh secara hati-
hati.4,5
Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah
dilakukan, dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk
memastikan bahwa rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan
petugas untuk laparotomi darurat seandainya terjadi perdarahan yang tidak
terkendali atau trauma serius pada uterus. 3,4,5
Apabila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi
memerlukan kehamilan, maka histerektomi mungkin menjadi pilihan daripada
aspirasi vakum. Histerektomi merupakan tindakan yang logis bagi wanita
berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi penyakit trofoblastik ganas pada
kelompok usia ini cukup besar. Tow (1996) melaporkan bahwa 37 persen dari
wanita berusia lebih dari 40 tahun dengan MHK akan menjadi tumor
trofoblastik gestasional. Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik,
histerektomi cukup banyak mengurangi kemungkinan kekambuhan
penyakit.3,4,5,17,18
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :

1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.


2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di
mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik
dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan
tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan
serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin.
Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis
dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi
uterus).
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari
penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang
dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan
evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung
berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan
kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus
secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari
kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan
peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian
hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi
seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah
prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600
mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000
IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar
uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta
besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan,
pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila
masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.
BAB 2
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Mola Hidatidosa
A.    Pengkajian
1.      Pengkajian Data Subjetif
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi
klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang.
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
1). Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di
luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2).   Riwayat kesehatan masa lalu
3). Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami
oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit
menular yang terdapat dalam keluarga.
f. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji
kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
g. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien
mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan
anaknya.
h. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluhan yang menyertainya.
i. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi
oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
j.  Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum
dan saat sakit.
2.      Pengkajian Data Objektif
a. TTV: ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi nafas
b. Status Gizi: Berat Badan meningkat/menurun
c.  Status Kardiovaskuler: Bunyi jantung, karakter nadi
d. Status Respirasi: Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan
e. Status Hidrasi: Edema, derajat kelembaban
f. Keadaan Integumen: Observasi kulit terhadap warna, lesi, laserasi, bekas luka
operasi, kontraksi dinding perut
g. Genital: nyeri kostovertebral dan suprapubik, perdarahan yang abnormal
h. Status Eliminasi: Perubahan konstipasi feses, konstipasi dan perubahan
frekuensi berkemih
i. Keadaan Muskoloskeletal: Bahasa tubuh, pergerakan, tegangan otot, ketut lutut
j. Keadaan janin: Pemeriksaan DJJ, TFU, dan perkembangan janin (apakah
sesuai dengan usia kehamilan)

B.     Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

C.    Intervensi
1.      Diagnosa Keperawatan I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
b. TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat
membantu menentukan intervensi yang tepat.
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan
salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
c.  Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan
distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat
mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
d. Beri posisi yang nyaman
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area
luka/nyeri.
e. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri
tidat dapat dipersepsikan.
2. Diagnosa Keperawatan II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
a. Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
    b.   Klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam
merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan
hygienenya.
b.  Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien
ketergantungan pada perawat
c. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan
kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi
kebutuhannya.
d. Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu
memenuhi kebutuhan klien.
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara
mandiri.
3.  Diagnosa Keperawatan III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu
Kriteria Hasil :
a.  Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.
b.   Konjungtiva tidak anemis.
Intervensi :
a. Kaji pola tidur
Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam
menentukan intervensi selanjutnya.
b.  Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
c. Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang
untuk tidur.
d. Batasi jumlah penjaga klien
Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di
ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.
e.  Memberlakukan jam besuk
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
f. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat
tenang dan mudah tidur.
4.   Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas
Kriteria Hasil :
a.  Tanda-tanda vital dalam batas normal
 

b. Klien tidak mengalami komplikasi.


Intervensi :
a. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis
Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola
demam dapat membantu diagnosa.
b.  Pantau suhu lingkungan
Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus
mendekati normal.
c.  Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.
d. Berikan kompres hangat
Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga
dapat menurunkan suhu tubuh.
e.  Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada
hipothalamus.
5.  Diagnosa Keperawatan V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
a.  Ekspresi wajah tenang
b. Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga
mengurangi kecemasan.
c. Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien
akan merasa diperhatikan.
d.  Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti
tentang penyakitnya.
e.  Beri dorongan spiritual/support
Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat
berkurang.

D.    Evaluasi Keperawatan


1.      Nyeri berkurang
2.      Dapat melakukan aktivitas secara mandiri
3.      Pola tidur tidak terganggu
4.      Tidak menimbulkan demam
5.      Kecemasan berkurang

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk,
2002 : 339).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah
kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola
tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human
chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam
rahim yang terjadi pada awal kehamilan.

B. Saran
Semoga makalah dari kelompok kami dapat berguna bagi rekan-rekan
dan semoga makalah kami dapat menjadi suatu acuan untuk kedepanya, untuk
kritik dan saran akan kami terima untuk membentuk makalah yang lebih baik
untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Lenovo KJ, Bloom SL, et al. Williams. Obsterics. 23 ed. New
York; McGraw-Hill Mwdical; 2010.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku Pelayanan Kesehatan Ibu di


Fasilitas Kesehatan Dasar dan rujukan. 1ed. Jakarta ; kemenkes RI; 2013

Stanford Medicine. Gestational Trophoblastic Disease facts;2014. (cited 27 May


2014). Available from:
http://cancer.stanford.edu/gynecologic/gtd/facts.html.com

hydatidiform mole
http://emidicine.medscape.com/article/254657-overview

Anda mungkin juga menyukai