Anda di halaman 1dari 16

MOLA HIDATIDOSA

Mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal Neonatal

Dosen Pengampu: Nurul Sya’bin, SST., M.Keb.

Kelompok 3:

Ade Fitria (121050039)

Adinda Hudzaifah (121050040)

Dila Padilah (121050043)

Nenden Nurkhasanah (020619038)

Putri Nur Fauziah (020619041)

Rizki Pajar Utami (020619044)

Sonia Febrianti (020619049)

Program Studi Sarjana Kebidanan

Universitas Medika Suherman

Jl. Raya Industri Pasir Gombong Jababeka Cikarang – Bekasi Telp. (021)
89111110 Fax. (021) 8905196

Email: Info@imds.ac.id Website: www.imds.ac.id

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
proposal ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dengan judul “Molahidatidosa”.

Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya.
Untuk itu, Kami mengharapkan kritik serta salam dari pembaca untuk makalah
ini, agar makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya


kepada dosen mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal Neonatal yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, smoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Bekasi, 11 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

1.1. Latar Belakang..........................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................5

1.3. Tujuan........................................................................................................5

1.4. Manfaat......................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7

2.1. Definisi Mola Hidatidosa.......................................................................7

2.2. Klasifikasi..............................................................................................8

2.3. Diagnosis Mola Hidatidosa....................................................................9

2.4. Etiologi................................................................................................10

2.5. Pengobatan Mola Hidatidosa...............................................................11

BAB III PENUTUP..............................................................................................14

3.1. Kesimpulan......................................................................................14

3.2. Saran.................................................................................................14

iii
3.1.
PENDAHULUAN

3.2. Latar Belakang


Insidens Mola Hidatidosa di Asia secara umum lebih tinggi dibandingkan
dengan negara Barat dan di Amerika Latin. Namun angka perbandingan tersebut
sulit untuk dibandingkan karena pada umunya negara maju meggunakan data
populasi sebagai acuan dan sedangkan negara berkembang menggunakan data
rumah sakit.

Riset World Health Organization (WHO) 2010 di negara-negara barat


kasus mola hidatidosa dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan. Sedangkan di
negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Biasanya kasus mola lebih sering
ditemukan pada umur reproduktif (Kemenkes RI, 2010).

Kehamilan yang sehat merupakan kehamilan yang ditandai dengan adanya


pertumbuhan dan perkembangan janin secara normal didalam rahim. Namun ada
beberapa keadaan dimana pertumbuhan dan perkembangan janinnya tidak
berkembang dengan baik, apabila terjadi kegagalan kehamilan tergantung pada
tahap dan bentuk gangguannya. Kegagalan ini bisa berupa abortus, kehamilan
ektopik, prematuritas, kehamilan janin dalam rahim, atau kelainan kongenital.
Semuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi, juga termasuk trofoblas
(Martadisoebrata, 2010).
Penyakit trofoblas merupakan penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas.
Sel trofoblas banyak ditemukan pada wanita hamil. Sel trofoblas juga dapat
ditemukan diluar kehamilan berupa teratoma dari ovarium, karena itu penyakit
trofoblas dalam kehamilan disebut Gestational Trophoblastic Disease
(Martasdisoebrata, 2010). Penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan
kegagalan reproduksi. Pada penyakit trofoblas dikenal dengan nama mola
hidatidosa atau hamil anggur (Prawirohardjo, 2010).
Salah satu bentuk kehamilan abnormal adalah penyakit trofoblas
gestasional (PTG). Satu diantaranya adalah mola hidatidosa. Mola hidatidosa,

4
lebih umum dikenal dengan sebutan hamil anggur, adalah kehamilan yang
ditandai dengan perkembangan trofoblas yang tidak wajar. Pada mola hidatidosa,
struktur yang dibentuk trofoblas yaitu vili korialis berbentuk trofoblas yaitu vili
korialis berbentuk gelembung-gelembung seperti anggur. Terdapat 1,3 kali lipat
peningkatan insiden pada remaja (<21 tahun) dan 10 kali lipat meningkat pada
usia >40 tahun. Mola hidatidosa dibagi menjadi 2 subtype yaitu molahidatidosa
kompplit dan molahidatidosa parsial. Molahidatidosa terjadi karena ketidak
seimbangan hormone pada kehamilan. Penyakit ini diakibatkan oleh banyak
faktor diantaranya usia jarak antar kehamilan, riwayat abortus sebelumnya sosial
ekonomi, dan memiliki penyakit mola sebelumnya. Untuk membedakan mola
hidatidosa perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG), pemeriksaan kadar
ß-hCG dan juga gold standar yaitu pemeriksaan histologis. Terapi mola hidatidosa
terdiri dari 4 tahap, yaitu perbaiki keadaan umum, pengeluaran jaringan mola,
terapi profilaksis dengan sitostatika, dan follow up. (Devi & Ratna 2021)

3.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Apa itu Mola Hidatidosa.


2. Diagnosis Mola Hidatidosa.

3.4. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, makalah tujuan penelitian ini sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui apa itu Mola Hidatidosa.


2. Untuk mengetahui diagnosis Mola Hidatidosa.

3.5. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

5
1. Bagi akademisi
Manfaat akademis yang diharapkan adalah bahwa hasil makalah dapat
dijadikan rujukan bagi upaya pengembangan pengetahuan tentang mola
hidatidosa dan media yang dapat digunakan sebagai referensi belajar
tambahan bagi para mahasiswa/i khususnya mahasiswa/i kesehatan.
2. Bagi masyarakat umum
Memberikan pengetahuan mengenai mola hidatidosa.
3. Bagi penulis
Memberikan pengetahuan dan informasi dalam penulisan makalah tentang
mola hidatidosa.

6
3.6.
PEMBAHASAN

3.7. Definisi Mola Hidatidosa


Mola Hidatidosa adalah penyimpangan pertumbuhan serta perkembangan
kehamilan, dimana kehamilan ini tidak disertai janin dan seluruh vili korealis
mengalami perubahan hidropobik (Manuaba, dkk. 2010).

Mola hidatidosa merupakan suatu kehmailan patologik dimana korion (lapisan


jaringan fibrosa yang berada diluar) mengalami beberapa hal seperti degenerasi
hidrofik dan khistik dari villi khorealis, proliferasi trofoblas, dan tidak
ditemukannya pembuluh darah pada janin. Bila mola hidatidosa dijumpai dengan
kehamilan (adanya janin) maka biasanya disebut dengan mola parsialis. (achadiat,
2004).

Mola hidatidosa adalah tidak ditemukan pertumbuhan janin dimana hampir


seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidrofobik sehingga
terlihat seperti sekumpulan buah anggur. Keadaan ini tetap menghasilkan hormon
HCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa(Purba et al., 2019).

Mola Hidatidosa (MH) secara histologis ditandai dengan kelainan vili


korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan
edema stroma vilus. Mola hidatidosa biasanya terletas di rongga uterus, terkadang
mola hidatidosa ini juga terletak di tuba fallopi bahkan ovarium.

Mola Hidatidosa dapat dikatakan sebagai kehamilan abnormal tanpa adanya


embrio, dimana seluruh villi korialis mengalami degenerasi hidropik. Apabila
dilihan secara makroskopis menyerupai buah anggur yang bergerombol, akan
terlihan gelembung-gelembung, transparan dan berisikan cairan jernih. Hal itu
demikian dengan julukan sebagai hamil anggur.

Permulaan degenerasi mola hidatidosa tidak banyak perbedaanya dengan


gejala kehamilan usia muda seperti, mual, muntah, pusing, bahkan terkadang
berlangsung lebih hebat. Perkembangan hamil selanjutnya menunjukan

7
pembesaran Rahim yang pesat disertai pengeluaran hormone yang semakin
meningkat. Infiltrasi sel trofoblas yang merusak pembuluh darah menimbulkan
gejala perdarahan sedikit demi sedikit sampai perdarahan banyak dan pengeluaran
gelembung mola (Manuaba, dkk. 2010).

3.8. Klasifikasi
Mola Hidatidosa diklasifikasikan menjadi 2 Mola Hidatidosa Komplet dan
Mol Hidatidosa Parsial berdasarkan morfologi, hispatologi dan karyotip. sebagai
berikut:

A. Mola Hidatidosa Komplet,


Mola Hidatidosa Komplet (MHK) yaitu penyimpangan
pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan
seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik.
Pada waktu yang lalu MHK rata-rata terjadi pada usia kehamilan 16
minggu, tetapi pada saat ini dengan kemajuan teknologi ultrasonografi, MHK
dapat didetiksi pada usia kehamilan yang lebih muda. Secara klinis tampak
pembesaran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dan pasien
melihatkan gejala toksik kehamilan. Abortus terjadi dengan perdarahan
abnormal dan disertai dengan keluarnya jaringan mola. Pada pemeriksaan
laboratorium terjadi peningkatan titer serum β human Chorionic
Gonadotropin (β hCG) yang jumlahnya diatas 82,350 mlU/ml.
Secara makroskopik ditandai dengan gelembung-gelembung putih,
tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran yang 14 bervariasi
dari beberapa milimeter sampai 1-2 centimeter. Massa tersebut dapat
tumbuh besar sehingga memenuhi uterus.

8
B. Mola Hidatidosa Parsialis
Mola Hidatidosa Parsialis (MHP), yaitu sebagian pertumbuhan dan
peekembangan vili korialis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh
dan berkembang bahkan sampai aterm (Manuaba, 2010).
Secara makroskopis tampak gelembung mola yang disertai janin atau
bagian dari janin. Mola parsial tampak gambaran vili yang normal dan udem.
Pada mola parsial sering dijumpai komponen janin. Penderita sering dijumpai
pada usia kehamilan lebih tua, yaitu 18-20 minggu. Pada pemeriksaan
laboratorium, peningkatan kadar serum β hCG tidak terlalu tinggi.

3.9. Diagnosis Mola Hidatidosa


Bidan dalam penatalaksaanaan penyakit mola hidatidosa berperan terutama
menegakan diagnosis kemungkinan dan selanjutnya melakukan rujukan untuk
mendapatkan diagnosis pasti.

A. Gambara Klinis

9
Mola hidatidosa mengalami perubahan hidropik disertai dengan
pengeluaran hormone gonadotropin, maka mola hidatidosa dapat
menimbulkan gejala klinis yang bervariasi. Umumnya penderita mola
hidatidosa mengalami keluhan sebagai berikut:
1. Amenore.
2. Mual dan Muntah berlebihan (hiper emesis gravidarum
3. Perdarahan vaginam atau perdarahan tidak teratur disertai
keluarnya jaringan mola seperti buah anggur (namun tidak
selalu).
4. Sekret pervaginam kecoklatan.
5. Perubahan penyerta seperti uterus lebih besar dari lamanya
amenorea.
6. Kadar β-HCG jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa.
B. Pemeriksaan Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa dapat didiagnosa berdasarkan gejala atau
gambaran klinis, serta untuk memastikan diagnose tersebut maka
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
Pemeriksaan Fisik:
a. Umumnya ukuran uterus lebih besar jika dibandingkan dengan usia
kehamilan
b. Dijumpai kista lutein yang biasanya lebih besar dari kista lutein
biasa
c. Tidak ada ballottement
d. Tidak dijumpai adanya denyut jantung janin (DJJ) walau ukuran
kehamilan sudah besar.

Pemeriksaan Penunjang:

a. Pemeriksaan laboratoriuam darah lengkap dan urine lengkap


b. Pemeriksaan β-HCG urine dan serum
c. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
d. Pemeriksaan T3 dan T4 bila tampak tanda-tanda tirotoksikosis atau
hiperteroid.

10
3.10. Etiologi
Mola Hidatidosa telah dikenal sejak lama (abad ke-6), untuk penyebabnya
sampai saat ini belum diketahui pasti. Oleh karena itu ada beberapa factor-faktor
yang meningkatkan mola hidatidosa meliputi:

1. Usia Ibu
Resiko kejadia mola hidatidosa akan meningkat pada wanita dengan usia
yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Semakin tinggi usia
ibu maka akan semakin beresiko, hal ini dikarenakan kualitas sel telur
sudah mengalami penurunan.
2. Etnik
Hal ini berkaitan dengan ras, resiko akan meningkat pada ras Mongoloid
dari pada ras Kaukasus.
3. Status Gizi
Resiko meningkat pada mereka yang kekurangan protein, asam folat dan
histadin, β-karoten serta vitamin A. Vitamin A berfungsi untuk mengatur
proliferasi dan apoptosis sel, sehingga ketika terjadi kekurangan vitamin A
akan menyebabkan proliferas sel berlebihan termasuk pada sel trofoblas.
Sedangkan protein digunakan untuk zat pembangun yaitu untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan
4. Genetik
Resiko akan meningkat pada perempuan yang mengalami translokasi
seimbang. Dimana daerah kromosom yang menjadi bakal calon kromosom
(19q13) dan terbanyak pada kromosom 11p dominan terekspresi dari alel
maternal.
5. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada
keadaan sosial ekonomi yang rendah menyebabkan kebutuhan gizi ibu
hamil tidak terpenuhi dengan baik, padahal pada keadaan hamil ibu
memerlukan zat gizi yang lebih banyak untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin.

11
6. Gaya Hidup
Gaya hidup seperti merokok dan mengkonsumsi alcohol dapat
meningkatkan angka kejadian mola hidatidosa.

3.11. Pengobatan Mola Hidatidosa


Dalam pengobatan mola hidatidosa yang lebih diutamakan adalah menegakan
diagnosis sebelum gelembung mola (hamil anggur) dikeluarkan, sehingga
perdarahan yang timbul pada saat pengeluaran mola dapat dikendalikan. Pada
kasus gelembung mola keluar secara spontan sebagian pasien dating dalam
keadaan syok dan anemis. Langkah pengobatan mola hidatidosa terdiri dari 4
tahap yaitu:

1. Perbaikan kedaan umum


Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan yang
memerlukan transfusi sehingga penderita tidak syok yang dapat menjadi
penyebab kematian. Disamping itu setiap evakuasi jaringan mola dapat
dapat diikuti perdarahan sehingga persiapan darah, menjadi program vital
terapi mola hidatidosa. Pada waktu pengeluaran mola dengan kuretase
didahului pemasangan infus dan uterotonika, sehingga pengecilan Rahim
dapat mengurangi perdarahan.
2. Pengeluaran jaringan mola hidatidosa
Dalam menghadapi kasus mola hidatidosa terdapat beberapa
pertimbangan yang berkaitan dengan umur penderita dan paritas. Pada
mola hidatidosa dengan umur muda dan jumlah anak sedikit, Rahim perlu
diselamatkan dengan melakukan tindakan:
a. Evakuasi jaringan Mola Hidatidosa, evakuasi jaringan Mola
Hidatidosa dengan kuretase atau dengan vakum kuretase, yaitu alat
pengisap listrik yang kuat sehingga dapat menghisap jaringan mola
dengan cepat. Penggunaan alat vakum listrik mempuanyai
keuntungan yaitu jaringan mola dengan cepat dapat dihisap dan
mengurangi perdarahan.evakuasi jaringan mola dilakukan

12
sebanyak dua kali dengan interval satu minggu, dan jaringan
diperiksa kepada ahli patologi anatomi.
b. Histerektomi, dengan pertimbangan umur relative tua (diatas 35
tahun) paritas diatas tiga, pada penderita Mola Hidatidosa
dilakukan tindakan radikal histerektomi. Pertimbangan ini
didasarkan kemungkinan keganasan korio karsinoma menjadi lebih
tinggi. Hasil operasi diperiksakan kepada ahli patologi anatomi.
3. Pengobatan profilaksis dengan sitostatika (kemoterapi)
Mola Hidatidosa merupakan penyakit trofobla yang dapat
berkelanjutan menjadi koreo karsinoma (65-75%). Untuk menghindari
terjadinya degenerasi ganas, penderita mola hidatidosa diberi profilaksis
dengan sitostastika (kemoteraphy) Methotraxate (MTX) atau actinomycin
d. pengobatan profilaksis atau terapi sitotastika memerlukan perwatan dan
pengwasan dirumah sakit.
4. Pengawasan lanjutan
Pengawasan lanjutan regenerasi koreo karsinoma memerlukan
waktu sehingga kesembuhan penyakit mola hidatidosa memerlukan
pengawasan. Disamping itu rekuren mola hidatidosa mempercepat
kejadian koreo karsinomo sehingga setelah penanganan mola hidatidosa
perlu menunda kehamilan paling sedikit satu tahun. Metode keluarga
berencana yang dianjurkan adalah pil KB, pantang berkala, kondom, atau
alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR).

Pemeriksaan yang dilakukan pada pengawasan pasca-mola hidatidosa adalah:

1. Melakukan pemeriksaan dalam dengan pedoman Trias Acosta sison HBSL


yaitu history (pasca-mola hidatidosa, pasca abortus, pasca-partum),
bleeding (terjadi perdarahan berkelanjutan), softness (perlunakan rahim,
enlargement (pembesaran Rahim), Dengan Evaluasi berdasarkan Trias
Acosta sison kemungkinan degenerasi ganas secara klinis dapat
ditegakkan.
2. Pemeriksaan hormone, sebelumnya dapat diterapkan dengan pemeriksaan
canggih, mola hidatidosa ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan Galli

13
Mainnin. Pemeriksaan alat canggij dilakukan untuk menetapkan kadar
hormone gonadotropin.
3. Pemeriksaan foto toraks, Pemeriksaan foto toraks dilakukan karena
kemungkinan metastase ke paru dengan gejala batuk disertai dahak
berdarah, dapat terjadi timbunan cairan dalam pleural.

Degenerasi ganas mola hidatidosa bila dijumpai metastase bintik kebiru-


biruan pada vagina merupakan tanda khas korio karsinoma. Karsinoma
Vilosum Penyakit mola hidatidosa yang dapat melakukan invasi kedalam otot
Rahim disebut korio karsinoma. Gambaran klinisnya agak sulit di tetapkan.
Setelah dilakukan kuretase mola hidetidosa, Rahim masih tetap besar.
Pembesaran Rahim mungkin asimetris.

3.12.
PENUTUP

3.13. Kesimpulan
Mola Hidatidosa adalah penyimpangan pertumbuhan serta perkembangan
kehamilan, dimana kehamilan ini tidak disertai janin dan seluruh vili korealis
mengalami perubahan hidropobik (Manuaba, dkk. 2010).

Mola hidatidosa merupakan suatu kehmailan patologik dimana korion (lapisan


jaringan fibrosa yang berada diluar) mengalami beberapa hal seperti degenerasi
hidrofik dan khistik dari villi khorealis, proliferasi trofoblas, dan tidak
ditemukannya pembuluh darah pada janin. Bila mola hidatidosa dijumpai dengan
kehamilan (adanya janin) maka biasanya disebut dengan mola parsialis. (achadiat,
2004).

3.14. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah
mengenai Mola hidatidosa masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Untuk karena itu kami membutuhkan saran dan kritik yang sifatnya membangun.

14
DAFTAR PUSTAKA

Purba, Y. S., Munir, M. A., & Saranga, D. (2019). MOLA HIDATIDOSA. In Jurnal
Medical Profession (MedPro) (Vol. 1, Issue 1).

Achadiat, Chrisdiono M. (2004). PROSEDUR TETAP OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Luz, Heller. (1997). GAWAT DARURAT GINEKOLOGI DAN OBESTETRI.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Manuaba, Ida Ayu Sri Kusuma Dewi Suryasaputra, Indra Ayu Chandranita
Manuaba, Ida Bagus Gde Fajar Mauaba, Ida Bagus Gde Mauaba. (2010).
BUKU AJAR GINEKOLOGI UNTUK MAHASISWA KEBIDANAN. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Martaadisoebarata, Djamhoer, Firman F. Wirakusumah, Jusuf S. Effendi. (2016).


OBSTETRI PATOLOGI ILMU KESEHATAN REPRODUKSI, Ed. 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

15
16

Anda mungkin juga menyukai