Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS II

Dosen : Ibu Ns.Marini Agustin, S.Kep, M.Kep, M.Pd

Disusun Oleh :

Mei Suratih (272020006)

FAKULTAS ILMU KESEHETAN UNIVERSITAS ISLAM ASSAFI’IYAH

PROGRAM STUDI S1

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT saya ucapkan puji dan syukur atas kehadirat- Nya,yang telah
melimpahkan rahmat hidayah kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Makalah
Mola Hidatidosa. Tugas makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
saya menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Terlepas dari semua ini, saya menyadari sepenuh nya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun bahasa nya. Oleh karena itu saya membutuhkan dan
menerima semua kritikan dan saran dari pembaca agar saya dapat memperbaiki tugas makalah
ini.Akhir kata saya berharap semoga tugas makalah tentang Mola Hidatidosa ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bogor, 12 September 2022

2
DAFTAS ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..3

BAB I……………………………………………………………………………………….4

1.1 Latar belakang…………………………………………………………………..4


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………5
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………..5

BAB II……………………………………………………………….……………………...6

Pembahasan ……………………………………………………….………………………..6

A. Pengertian……………………………………………….…………………………..6
B. Klasifikasi ……………………………………………….………………………….6
C. Patofisiologi Mola Hidatidosa………………………………………………………7
D. Etiologi Mola Hidatidosa……………………………………………………………8
E. Factor resiko….…………………………………………………………………..…9
F. Tanda dan gejala……………………………………………………………………11
G. Pentalaksanaa……………………………………………………………………….12
H. Konsep asuhan keperawatan pada kasus Mola Hidatidosa……………..………..…12
I. Diagnose keperawatan…………………………………………………………..….15
J. Perencanaan keperawatan……………………………………………………..……16
K. Implemntasi Keperawatan………………………………………………………….20
L. Evaluasi…………………………………………………………………….……….20

BAB III……………………………………………………………………………………..20

Kesimpulan…………………………………………………………………………………21

Daftar Pustaka………………………………………………….…………………………. .22

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan yang sehat merupakan kehamilan yang ditandai dengan adanya pertumbuhan dan
perkembangan janin secara normal didalam rahim. Namun ada beberapa keadaan dimana
pertumbuhan dan perkembangan janinnya tidak berkembang dengan baik, apabila terjadi
kegagalan kehamilan tergantung pada tahap dan bentuk gangguannya. Kegagalan ini bisa berupa
abortus, kehamilan ektopik, prematuritas, kehamilan janin dalam rahim, atau kelainan
kongenital. Semuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi, juga termasuk trofoblas.
(Martadisoebrata, 2010). Penyakit trofoblas merupakan penyakit yang mengenai sel-sel
trofoblas. Sel trofoblas banyak ditemukan pada wanita hamil. Sel trofoblas juga dapat ditemukan
diluar kehamilan berupa teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas dalam kehamilan
disebut Gestational Trophoblastic Disease (Martasdisoebrata, 2010). Penyakit trofoblas, pada
hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Pada penyakit trofoblas dikenal dengan nama
mola hidatidosa atau hamil anggur (Prawirohardjo, 2010)

Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang perkembangan dan pertumbuhan janinnya
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan
patologik yang terjadi pada minggu pertama kehamilan. Sel telur yang seharusnya berkembang
menjadi janin justru terhenti perkembangan nya, yang terus berkembang justru sel-sel trofoblas
yaitu berupa degenerasi hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai gelembung-gelembung
berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada yang berdiameter 1
milimeter sampai 1-2 sentimeter. Jika dilihat dari mikroskop, ditemukan edema stroma vili, tidak
ada pembuluh darah pada vili, dan proliferasi sel-sel trofoblas ( jumlah sel nya bertambah )
(Prawirohardjo, 2010).

Mola hidatidosa didefinisikan sebagai suatu tumor jinak (benigna) dari korion. Penyakit ini
biasanya dikaitkan dengan; sosioekonomi rendah, malnutrisi (konsumsi protein rendah, asam

4
folat rendah, dan karoten rendah), dan usia 40 tahun. Banyaknya penyulit pada kasus mola
hidatidosa, memperburuk prognosis dari penyakit ini, seperti: preeklampsia, tirotoksikosis,
anemia, dan hipotensi (Anna dkk, 2001).Apabila penanganan pada penyakit ini kurang baik tidak
jarang menimbukan kematian. mola hidatidosa beserta pola penyakitnya dapat diketahui dan
diharapkan masyarakat mengetahui juga lebih waspada terhadap gejala-gejala yang
menyertainya dan melaksanakan pemeriksaan rutin terhadap kandungannya. Dengan deteksi dini
maka angka kematian dapat ditekan semaksimal mungkin.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Mola Hidatidosa ?
2. Bagaiamana patofisiologi pada Mola Hidatidosa?
3. Bagaiamanan asuhan keperawatan pada Mola hidatidosa ?
4. Bagaiamana penatalaksanaan pada mola hidatidossa ?

1.3 Tujuan
1. Pembaca mampu mengenal dan memahami apa yang dimaksud mola hdiatodasa
2. Pembaca mampu memahami patofisiologi pada masalah mola hidatidosa
3. Diharapkan pembaca khususnya mahasiswa fakultas ilmu kesehatan lebih memahami
penatalkasanaan pada kasus Mola hidatidosa
4. Pembaca Mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan pada Mola hidatidosa

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mola hidatidosa

Suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami
degenerasi hidrofik berupa gelembung yang menyerupai anggur (Martaadisoebrata, 2005). Mola
Hidatidosa (MH) secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari
proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. MH biasanya terletak di
rongga uterus, namun kadang-kadang MH terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium
(Cunningham FG, 2010)

Mola hidatidosa (atau hamil anggur) adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang
terbentuk akibat kegagalan pembentukan janin. Bakal janin tersebut dikenal dengan istilah mola
hidatidosa. Istilah hamil anggur digunakan karena bentuk bakal janin tersebut mirip dengan
gerombolan buah anggur. Mola hidatidosa juga dapat didefinisikan sebagai penyakit yang
berasal dari kelainan pertumbuhan calon plasenta (trofoblas plasenta) dan diserai dengan
degenerasi kistik villi serta perubahan hidropik. Trofoblas adalah sel pada bagian tepi ovum (sel
telur) yang telah dibuahi dan nantinya akan melekat di dinding rahim hingga berkembang
menjadi plasenta serta membran yang memberi makan hasil pembuahan. dalam proses
kehamilannya mengalami hal yang berbeda dengan kehamilan normal, dimana hasil pembuahan
sel sperma dan sel telur gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembung gelembung semakin
banyak bahkan bisa berkembang secara cepat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
HCG (dengan pemeriksaan GM titrasi) atau dapat dilihat dari hasil laboratorium beta sub unit
HGG pada ibu hamil tinggi. Pemeriksaan USG kandungan akan terlihat keadaan kehamilan yang
kosong tanpa janin dan tampak gambaran seperti badai salju dalam bahasa medis disebut “snow
storm” (Sukarni, 2014).

B . Klasifikasi

6
MH diklasifikasikan menjadi MHK dan MHP berdasarkan morfologi, histopatologi, dan karyotip
(Daftary dan Desai, 2006). MHP harus dipisahkan dari MHK, karena antara keduanaya terdapat
perbedaan yang mendasar, baik dilihat dari segi patogenesis (sitogenetik), klinis, prognosis,
maupun gambaran PA-nya (Martaadisoebrata, 2005).

Mola Hidatidosa dapat terbagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Mola Hidatidosa komplet (MHK), yaitu penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan


kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korialis mengalami perubahan
hidropik.
MHK rata-rata terjadi pada usia kehamilan 16 minggu, tetapi pada saat ini dengan
kemajuan teknologi ultrasonografi, MHK dapat didetiksi pada usia kehamilan yang lebih
muda. Secara klinis tampak pembesaran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dan
pasien melihatkan gejala toksik kehamilan. Abortus terjadi dengan perdarahan abnormal
dan disertai dengan keluarnya jaringan mola. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi
peningkatan titer serum β human Chorionic Gonadotropin (β hCG) yang jumlahnya
diatas 82,350 mlU/ml (Lumongga, 2009).

2. Mola hidatidosa parsialis (MHP), yaitu sebagian pertumbuhan dan perkembangan vili
korialis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang bahkan sampai
aterm. (Manuaba, 2009)
Secara makroskopis tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin
(Sudiono J, 2001). Mola parsial tampak gambaran vili yang normal dan udem. Pada mola
parsial sering dijumpai komponen janin. Penderita sering dijumpai pada usia kehamilan
lebih tua, yaitu 18-20 minggu. Pada pemeriksaan laboratorium, peningkatan kadar serum
β hCG tidak terlalu tinggi.

C . Patofisiologi Mola hidatidosa

Ada beberapa teori yang diajukan menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas.
Diantaranya Hertig et al, mengatakan bahwa pada MH terjadi insufisiensi peredaran darah
akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion), sehingga terjadi penimbunan
cairan dalam jaringan mesenhim vili dan terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama

7
makin besar, sampai pada akhirnya terbentuklah gelembung mola. Sedangkan Sebaliknya,
Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan trofoblas yang abnormal, baik
berupa hiperplasia, displasi maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan
fungsi yang abnormal, dimana terjadi absorbsi cairan yang berlebihan ke vili. Keadaan ini
menekan pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio (Martaadisoebrata,
2005). Reynolds mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke 13 dan 21,
mengalami kekurangan asam folat dan histidine, akan mengalami gangguan pembentukan
thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan
menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan
menimbulkan perubahan hidrofik (Martaadisoebrata, 2005)

D. Etiologi

Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah pembengkakan vili
(degenerasi pada hidrofibik) dan poliferasi trofoblas.

Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain :

a. Faktor ovum :
ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau ada serum
memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan
b. Imunoselektif dari trofoblas,
yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stoma vili menjadi jarang dan
stroma vili menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah,
dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial
ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi gizi yang diperlukan tubuh kurang
sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya
d. Paritas tinggi, ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa
karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi. Secara genetic yang dapat
diidentifikasi dan penggunaan stimulan drulasi seperti menotropiris (pergonal).

8
e. Kekurangan protein,
protein adalah zat untuk membangun jaringan bagian tubuh sehubungan dengan
pertumbuhan janin, rahim. Keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat
meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan akan lahir
lebih kecil dari normal.

Pathway:

9
E. Faktor resiko

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya MH adalah :

a) Usia ibu

10
Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia reproduksi yang ekstrim (terlalu
muda dan terlalu tua) (Daftary, 2006). Menurut Kruger TF, hal ini berhubungan
dengan keadaan patologis ovum premature dan postmature (Kruger TF, 2007). Ovum
patologis terjadi karena gangguan pada proses meiosis, sehingga ovum tidak
memiliki inti sel.
b) Status gizi
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan
sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan
tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan janinnya (Saleh, 2005).
c) Riwayat obstetric
Resiko untuk MHK dan MHP meningkat pada wanita dengan riwayat aborsi spontan
sebelumnya (Brinton LA, 2005). Sebuah MH sebelumnya juga merupakan faktor
resiko yang kuat (Berek, 2009). Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan
mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik
(Saleh, 2005)
d) Kontrasepsi oral dan perdarahan irregular
Resiko untuk mola parsial dihubungkan dengan penggunaan kontrasepsi oral dan
riwayat perdarahan irregular (Berek, 2007). Kontrasepsi oral, peningkatan resiko MH
dengan lamanya penggunaan. Sepuluh tahun atau lebih meningkatkan resiko lebih
dari 2 kali lipat (Berek, 2009). Pada salah satu penelitian efek ini terbatas pada
pengguna estrogen dosis tinggi.

F. Tanda dan Gejala

Gejala yang dapat ditemukan pada MH adalah:

a. Perdarahan
Perdarahn uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari bercak sampai
perdarahn berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus atau, yang lebih
sering, terjadi secara intermitten selama beberapa minggu sampai bahkan bulan. Efek

11
delusi akibat hipervolumia yang cukup berat dibuktikan terjadi pada sebagian wanita
yang molanya lebih besar. Kadang-kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di
dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat
eritropoisis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan
muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berproliferasi
(Cunningham FG, 2005).
b. Ukuran Uterus
Uterus sering membesar lebih cepat daripada biasanya. Ini adalah kelainan yang
etrsering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran uterus jelas melebihi
yangyang diharapkan berdasarka usia gestasi. Uterus mungkin sulit diidentifikasi secara
pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara, karena konsistensiny yang lunak di
bawah dinding abdomen yang kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar
akibat kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar
(Cunningham FG, 2005)
c. Aktivitas janin
Walaupun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas simfisis, bunyi
jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang, mungkin terdapat plaseta
kembar dengan perkembangan kehamilan MHK pada salah satunya, sementara plasenta
lain dan janinya tampak normal demikian juga, walaupun sangat jarang, plasenta
mungkin mengalami perubahan mola yang luas tetapi disertai janin hidup (Cunningham
FG, 2005).
d. Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mual dan muntah yang berat. Keluhan
hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu dan
keluhan mual muntah terdapat pada MH dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu.
Pada kehamilan MH, jumlah hormon estrogen dan gonadotropin korionik terlalu tinggi
dan menyebabkan hiperemesis gravidarum (Manuaba, 2008).

G. Penatalaksanaan

12
MH harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Bila perlu lakukan
stabilisasi dahulu dengan melakukan perbaikan keadaan umum penderita dengan mengobati
beberapa kelainan yang menyertai seperti tirotoksikosis.

Terapi MH terdiri dari beberapa tahap yaitu :

1. Memperbaiki keadaan umum

a. Koreksi dehidrasi
b. Transfusi darah bila anemia berat
c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan
protokol

2.Pengeluaran jaringan mola

Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan kavum uteri
sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap. Bila serviks masih
tertutup dapat didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan
dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk memastikan
kavum uteri kosong.

3. Histerektomi Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan : 1). Usia > 35 tahun dan anak hidup
cukup.(3) (Martadisoebrata, 2005).

H. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Mola hidatidosa

1. Pengkajian

a) Identitas pasien Seperti : nama, umur, pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, alamat

b) Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama
Biasanya klien datang dengan keluhan nyeri atau kram perut disertai dengan perdarahan
pervaginam, keluar secret pervaginam, muntah-muntah
2. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluhan pasien akan mengalami perdarahan pervaginam diluar siklus haidnya,
terjadi pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan

13
3. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji jumlah paritas ibu, paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai karena semakin banyak anak
keadaan rahim ibu akan semakin melemah. ibu multipara cenderung beresiko terjadinya
kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran.
4. Status obstetri ginekologi
a. Usia saat hamil , sering terjadi pada usia produktif 25 – 45 tahun, berdampak bagi
psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan anak.
b. Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses persalinan di petugas
kesehatan atau di dukun, melakukan persalinan secara normal atau operasi.
c. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD.
d. Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yang menyengat. Kemungkinan
adanya infeksi

2 .Riwayat kesehatan keluarga

Hal yang perlu dikaji kesehatan suami, apakah suami mengalami infeksi system urogenetalia,
dapat menular pada istri dan dapat mengakibatkan infeksi pada celvix.

a. Pola aktivitas sehari – hari


1. Pola nutrisi

Biasanya pada klien mola hidatidosa terjadi penurunan nafsu makan, karena pasien
biasanya akan mengalami mual dan muntah akibat peningkatan kadar hCG dalam tubuh.

2. Eliminasi
Biasanya pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko terhadap konstipasi itu
diakibatkan karena penurunan peristaltik usus, imobilisasi, obat nyeri, adanya intake
makanan dan cairan yang kurang. Sehingga tidak ada rangsangan dalam pengeluaran
feces. Pada BAK klien mengalami output urine yang menurun < 1500ml/hr, karena
intake makanan dan cairan yang kurang.
3. Personal hygiene
Biasanya akibat banyak nya perdarahan yang dialami pasien akan mengalami
kelemahan fisik, pasien akan mengalami pusing dan dapat mengakibatkan

14
pembatasan gerak, takut mlakukan aktivitas, karena kemungkinan akan timbul nya
nyeri, sehingga dalam personal hygiene tergantung pada orang lain.
4. Pola aktivitas (istirahat tidur)
Biasanya terjadi gangguan istirahat, nyeri akibat luka post op atau setelah kuratese.

b. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum Biasanya keadaan umum kllien akan tampak pucat, lemah, lesu, dan
tampak mual atau muntah
2. Pemeriksaan kepala dan leher
Biasanya muka dan mata pucat, conjungtiva anemis
3. Pemeriksaan leher dan thorak
Tanda-tanda mola hidatidosa tidak dapat di identifikasikan melalui leher dan thorax.
4. Pemeriksaan abdomen
Biasanya hampir 50 % pasien mola hidatidosa uterus lebih besar dari yang diperkirakan
dari lama nya amenore.Pada 25% pasien uterus lebih kecil dari yang diperkirakan.Bunyi
jantung janin tidak ada. (Prawirohardjo, 2010)
5. Pemeriksaan genetalia
Biasanya sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetalia eksterna dapat
ditemukan adanya perdarahan pervaginam.
6. Pemeriksaan ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akral dingin akibat syok
serta tanda-tanda cyanosis perifer pada tangan dan kaki
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan HCG
Secara umum, pada pasien hamil yang mengalami perdarahan pervaginam harus
diperiksa darah perifer lengkap serta kadar hCG serum secara kuantitatif. Peningkatan
kadar hCG serum hingga >100.000 seringkali ditemukan pada mola hidatidosa
komplit. Sementara itu pada mola hidatidosa parsial, kadar hCG serum dapat saja
ditemukan normal.

b. Pemeriksaan USG

15
Contoh gambar pada hasil USG (Sumber: Google)

I . Diagnosa Keperawatan berdasarakan SDKI


a. Hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan kehilangan cairan aktif melalui pendarahan
pervaginam

b. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik dan fisiologis

c. Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan keengganan makan dan mual muntah

d. Intoleransi aktifitas (D.0056) berhubungan dengan kelemahan

J. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa (SDKI Intervensi (SIKI) Kriteria hasil (SLKI)

16
Hipovolemia Manajemen Hipovelemia  (I.03116) (L 03028)
(D.0023) berhubungan
dengan kehilangan Observasi  Kekuatan Nadi meningkat
cairan aktif melalui  Pengisian Vena meningkat
pendarahan  Periksa tanda dan gejala  Ortopnea menurun
pervaginam hipovolemia (mis. frekuensi nadi  Suara nafas tambahan
meningkat, nadi teraba lemah, menurun
tekanan darah menurun, tekanan  Perasaan lemah menurun
nadi menyempit,turgor kulit  Frekuensi nadi membaik
menurun, membrane mukosa  Tekanan darah membaik
kering, volume urine menurun,  Status mental meembaik
hematokrit meningkat, haus dan
lemah)
 Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

 Hitung kebutuhan cairan


 Berikan posisi modified
trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral

Edukasi

 Anjurkan memperbanyak asupan


cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian cairan IV


issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk
darah
Nyeri Akut (D.0077) ( L.08066)

 Kemampuan menunaskan
MANAJEMEN NYERI (I. 08238) aktivtas meningkat
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun

17
 Gelisah menurun
Observasi  Kesulitan tidur menurun
 Perasaan tertekan menurn
 lokasi, karakteristik, durasi,  Perasaan takut mengalami
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri cedera berulang menurun
 Identifikasi skala nyeri  Perineum terasa tertekan
 Identifikasi respon nyeri non menurun
verbal  Uterus teraba membulat
 Identifikasi faktor yang menurun
memperberat dan memperingan  Proses berfikir membaik
nyeri  Nafsu makan membaik
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara

18
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
Defisit Nutrisi  Ajarkan teknik nonfarmakologis
(D.0019) berhubungan untuk mengurangi rasa nyeri
dengan keengganan (L. 03030)
makan dan mual Kolaborasi
muntah.  Verbalisasi keinginan
untuk meningkatkan
 Kolaborasi pemberian
nutrisi meningkat.
analgetik, jika perlu
 Pengetahuan standart
nutrisi yang tepat
 Sikap terhadap
makanan/minuman sesuai
Manajemen Nutrisi (I. 03119) dengan tujuan kesehatan
meningkat
Observasi  Nyeri abdomen menurun
 Nafsu makan membaik
 Identifikasi status nutrisi    Bising usus membaik
 Identifikasi alergi dan  Berat badan membaik
 Membrane mukosa
intoleransi makanan membaik
 Identifikasi makanan yang
disukai  
 Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrient
 Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastric
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum


makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)  
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat

19
untuk  mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
Intoleransi aktifitas  Hentikan pemberian makan
(D.0056) berhubungan melalui selang nasogastrik jika
dengan kelemahan asupan oral dapat ditoleransi    
(L 05047)
 Frekuensi nadi meningkat
Edukasi  Saturasi oksigen meningkat
 Kmeudahan dalam
 Anjurkan posisi duduk, jika melakukan aktifitas sehari
mampu hari meningkat
 Ajarkan diet yang diprogramkan  Kecpatan berjalan
meningkat
 Perasaan lemah menurn
Kolaborasi  Warna kulit membaik
 Tekanan darah membaik
 Kolaborasi pemberian medikasi  Frekuensi nafas membaik
sebelum makan  (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah 
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu      

MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)

Observasi

 Identifkasi gangguan fungsi tubuh


yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan
emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama

20
melakukan aktivitas

Terapeutik

 Sediakan lingkungan nyaman dan


rendah stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
 Lakukan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan asupan
makana

K . Implementasi Keperawatan
Menurut Perry & Potter (2009) implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Perencanaan keperawatan yang
dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat. Tindakan keperawatan diharapkan dapat mencapai
tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan mengingatkan status kesehatan klien

L . Evaluasi Keperawatan

21
Ada 2 tipe evaluasi yang bisa dilakukan yaitu :

1. Evaluasi Formatif ( Proses) Evaluasi yang dilaksanakan segera setelah perencanaan


keperawatan dilaksanakan, evaluasi proses dilaksanakan secara terus menerus sampai tujuan
yang ditentukan tercapai.

2. Evaluasi Sumatif ( Hasil ) Evaluasi yang dilaksanakan setelah akhir tindakan keperawatan
secara paripurna, fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan pasien
pada akhir tindakan keperawatan.

Pada evaluasi pasien dengan mola hidatidosa evaluasi yang dilakukan yaitu dengan
menggunakan evaluasi sumatif karena semua evaluasi dilakukan setelah semua tindakan
keperawatan dilakukan kepada pasien.

Secara umum, evaluasi ditujukan untuk a) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam
mencapai tujuan b) Menentukan apakan tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, c)
Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008).

BAB III

Kesimpulan
Mola hidatidosa dengan komplikasi dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi sehingga
diperlukandeteksi dini,penanganan kuratase,pemeriksaan B-hCG secara berkala serta patologi
anatomi untuk mencegah komplikasi dan mengetahui sedini mungkin mola hidatidosa yang
memiliki potensi cukup besar  menjadi keganasan.
Penatalaksanaan mola hidatidosa adalah sebagai berikut: Langkah awal penanganan mola
hidatidosa adalah dengan memperbaiki keadaan umum paslen, apabila pasien mengalami anemIa
atau tirotoksikosis, maka keadaan ini harus ditanggulangi terlebih dahulu. Pengeluaran jaringan
mola, tindakan evakuasi ini bisa dengan tindakan vakum kuretase ataupun histerektomi.
Tahap akhir penanganan kasus mola hidatidosa adalah pemeriksaan tindak lanjut, yang memiliki
tujuan untuk mendeteksi dini setiap perubahan yang menunjukkan kemungkinan ke arah
malignansi. Pemeriksaan tindak lanjut ini meliputi pencegahan kehamilan minimal I tahun
setelah pasien menderita penyakit mola hidatidosa, pemeriksaan kadar hCG setiap dua minggu
sekali. Apabila kadar hCG sudah normal, dilakukan pemeriksaan rutin setiap bulan selama 6

22
bulan dan dua bulan sekali pada 6 bulan berikutnya, sehingga total 1 tahun kadar hCG pasien
normal, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien boleh hamil kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin dkk.2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan Maternal dan
Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
Matrin, Tucker Susan. 1997. Pemantauan Janin. EGC: Jakarta
Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC: Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III . Yayasan Bina
Pustaka:Jakarta.
Supridi, Teddy. 1994. Kedokteran Observasi Dan Gynekologi . EGD: Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Asmadi, (2008).Konsep Keperawatan Dasar. Jakarta : EGC Bobak, Lowdermilk Jensen, 2004, Buku Ajar
Keperawatan Maternitas/ Maternity Nursing (Edisi 4), Alih Bahasa Maria A, Wijayati, Peter I, Anugerah,
Jakarta : EGC

Depkes, RI. 2013. http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2418.html Http://01-gdl-sheilaanin-


794-1-kti-sheir-8-pdf.2014.html

23
Maulida nur, Evita. 2016. ‘’asuhan keperawatan pada Pasien yang mengalami Mola Hidatidosa’’.
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1097/EVITA%20MAULIDA%20NUR%20KTI.pdf?
sequence=1&isAllowed=y , diakses pada 13 September 2022. pukul 07.03

Permatasari, Lady. 2017 ‘’Asuhan keperawatan pada klien Mola Hidatidosa’’. http://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/repository/Lady_Permata_Sari(1) , diakses pada 12 Spetember 2022 pukul 22.01

https://eprints.umm.ac.id/31636/2/jiptummpp-gdl-s1-2011-yuliratnad-23492-BAB%2.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/jmp/article/view
http://repository.maranatha.edu/3548/6/0110103_Conclusion.

24

Anda mungkin juga menyukai