Anda di halaman 1dari 28

CASE REPORT

MOLA HIDATIDOSA

Pembimbing:

dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Oleh:

Atiqotul Fitriyah (201910401011073)

Naufal Ryandi H. (201910401011039)

Amalda Rizki Pratiwi (201910401011080)

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang membahas mengenai

“Case Report Mola Hidatidosa”.

Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas stase obstetric

ginekologi di RS Muhammadiyah Lamongan serta menambah wawasan dari

penulis maupun pembaca. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini, terutama

kepada Dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG, selaku dokter pembimbing yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan dan penyempurnaan

makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat.

Gresik, September 2020


Penyusun
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB 1......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

BAB 2......................................................................................................................2

LAPORAN KASUS.................................................................................................2

BAB 3......................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................2

2.3 Mola hydatidosa.....................................................................................22

2.3.1 Definisi...............................................................................................22

2.3.2 Etiologi...............................................................................................22

2.3.3 Epidemiologi......................................................................................22

2.3.4 Faktor risiko.......................................................................................23

2.3.5 Manifestasi klinis...............................................................................23

2.3.6 Klasifikasi..........................................................................................24

2.3.7 Patofisiologi.......................................................................................24

2.3.8 Diagnosa banding...............................................................................25

2.3.9 Diagnosa.............................................................................................25

2.3.10 Manajemen........................................................................................26

BAB 4......................................................................................................................2

POMR......................................................................................................................2

BAB 5......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
BAB 1

PENDAHULUAN

Pada manusia 5-6 hari setelah konsepsi zigot berubah menjadi blastocyst.

Blastocyst akan terdiferensiasi menjadi dua lapisan, cytotrophoblast dan

syncytiotrophoblast. Dua lapisan ini berkaitan dengan mesoderm ekstra embrio

yang merupakan calon pembentukan plasenta. Proliferasi dan invasi yang tidak

terkontrol menimbulkan komplikasi kehamilan yang jarang terjadi yang disebut

dengan mola hydatidosa. Mola yang rekurensi jarang terjadi namun hal ini dapat

dipengaruhi oleh genetik (Candelier, 2016).

Mola hidatidosa adalah tidak ditemukan pertumbuhan janin dimana hampir

seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidrofobik sehingga

terlihat seperti sekumpulan buah anggur.Penyakit trofoblas mempunyai potensi

yang cukup besar untuk menjadi ganas dan menimbulkan berbagai bentuk

metastase keganasan dengan berbagai variasi (Abdulrasool,2018).

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin

dibandingkan dengan negara-negera Barat. Frekuensi molaumumnya pada wanita

di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan. Di Amerika Serikat dilapor kaninsi

densimola sebesar 1 pada 1000- 1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan

kejadian molapada1 : 85 kehamilan.Biasanya dijumpai lebih sering pada

usiareproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya

paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar.Sekitar 10% dari seluruh

kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut

sebagai gestational (Cunningham,2014)


BAB 2

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. N

Usia : 32 tahun

Alamat : Malang

B. Anamnesis

1. KU : keluar flek-flek kecoklatan.

2. RPS:

- Pasien mengeluh flek kecoklatan keluar dari vagina sejak 2 minggu

yang lalu. Keluar darah hanya sedikit-sedikit, tetapi terus menerus.

- Pasien tidak mengeluhkan nyeri perut bagian bawah.

- Selama dua minggu ini pasien juga merasakan mual dan muntah

tetapi tidak mengganggu kegiatannya sehari-hari. Muntah kurang

lebih 1-2 kali sehari berisi muntahan makanan.

- Selain itu selama hamil ini sering berdebar tanpa sebab. Sebelum

hamil ini pasien tidak pernah berdebar.

3. RPD : HT (-) , DM (-), Asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-).

4. RPK : HT (-) , DM (-), Asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-)

5. RPSos: Makan dan minum dbn, minum jamu (-), minum kopi (-),

minum soda (-), minum alkohol (-)

6. Riwayat haid:

Menarche : 16 th
Lama : 4-5 hari

Siklus : teratur 26 hari teratur

Dismenorhea : tidak selalu

HPHT : 3 Juni 2020

7. R. Perkawinan :

Menikah : 1 Kali

Lama : 11 tahun

8. Riwayat Kehamilan dan Persalinan:

- Anak 1 : 9 bulan/ Spt.B/ bidan/ perempuan/ 3190gr/ 10tahun

- Hamil ini

9. Riwayat KB : KB suntik 2 tahun setelah melahirkan anak pertama dan

pil 6 tahun

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

T: 127/75 mmhg,

N: 107 x/menit, RR: 20x/menit

T.aksila : 36,6 C

Head to toe :

1. Kepala/Leher :

a/i/c/d +/-/-/-, mata cowong (-) dan mukosa bibi kering (-)

2. Thorax :
- I : Bentuk normal, simetris, iktus kordis tidak tampak, pergerakan

dinding dada simetris.

- P : ekspansi simetris, iktus di MCL S ICS V tidak kuat angkat

- P : Sonor/sonor, batas jantung N, peranjakan naik 1-2 ICS

- A : Ves/Ves, Ronkhi (-), Wheezing (-), S1 S2 tunggal, murmur (-),

gallop (-)

3. Abdomen:

- I = perut membesar (-), alba (-), striae gravidarum (-), bekas

operasi (-)

- P = nyeri tekan suprasimfisis (+)

- P = redup

- A = BU (+) N

4. Extremitas :

- Akral hangat kering merah.

- Edema ekstremitas (-), CRT > 2 detik

5. Status ginekologi:

- Abdomen : Tidak teraba massa, uterus teraba membesar TFU 20

cm, DJJ (-), Ballotement tak teraba.

- Pemeriksaan dalam tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium: Hb 11,2 g/dl

- Plano test: +
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Mola hydatidosa

1.1.1 Definisi

Menurut Candelier (2016) mola hydatidosa adalah kelainan patologis yang

berbentuk seperti buah anggur dalam berbagai ukuran.

1.1.2 Etiologi

Berasal dari plasenta dan dapat metastasis. Mola hydatidosa adalah bentuk

yang unik karena ia berasal dari jaringan gestational bukan dari jaringan maternal.

Mola hydatidosa dibagi menjadi bentuk utuh (complete) dan parsial. Bentuk utuh

biasanya diploid hal ini terjadi karena sel telur yang tidak berinti dibuahi oleh dua

sperma atau hanya dengan sperma haploid yang berduplikasi, sehingga hanya

DNA paternal yang muncul. Sementara bentuk parsial, satu buah sel ovum

haploid berduplikasi atau ketika dua sperma memfertilisasi sebuah ovum haploid,

sehingga DNA maternal dan paternal diekspresikan, oleh karena itu bentuk parsial

biasanya triploid (Ghassemzadeh dan Kang, 2020).

1.1.3 Epidemiologi

Di dunia prevalensi mola hydatidosa sangat jarang terjadi. Di Amerika

Utara dan Eropa penderitanya sekitar 60 sampai dengan 120 tiap 100.000

kehamilan (Ghassemzadeh dan Kang, 2020). Pada negara berkembang prevalensi

complete mola hydatidosa adalah 1 sampai dengan 3 tiap 1.000 kehamilan, tidak

berbeda jauh prevalensi partial mola hydatidosa adalah 3 tiap 1.000 kehamilan

(Candelier, 2016).
1.1.4 Faktor risiko

a. Usia ibu hamil sangat ekstrem

 Lebih dari 35 tahun

 Terlalu muda, kurang dari 20 tahun

b. Riwayat mola hydatidosa sebelumnya

c. Riwayat abortus spontaneous atau infertilitas

d. Nutrisi

Terutama pada mereka yang kurang asupan karoten (prekursor vitamin A)

dan protein hewani

e. Perokok

(Ghassemzadeh dan Kang, 2020)

1.1.5 Manifestasi klinis

1.1.5.1 Complete mola hydatidosa

a. Perdarahan pervaginam

Hal ini terjadi karena jaringan molar terpisah dari desidua. Tampak

seperti jus anggur, hal ini terjadi karena akumulasi darah di kavitas uterus

dan terjadi oksidasi serta liquifikasi

b. Hiperemesis

Hal ini terjadi karena peningkatan kadar hCG di dalam pembuluh

darah.

c. Pengeluaran jaringan dari vagina

Penderita menggambarkannya seperti buah anggur atau vesikel.

d. Tanda-tanda hipertiroid
Takikardi dan tremor sering dijumpai pada trisemester pertama (14-16

minggu)

e. Pre-eklamsia, Proteinuria, dan Disfungsi organ

Merupakan sekuel yang ditemukan setelah 34 minggu kehamilan.

Ketika penderita mengalami gejala pre-eklamsia kurang dari 20 minggu

kehamilan maka patut dicurigai mola hydatidosa.

f. Distres napas

Hal ini terjadi karena emboli paru. Terjadi karena metastasis jaringan

trofoblas ke paru.

1.1.5.2 Partial mola hydatidosa

a. Gejala klinisnya mirip hanya tidak separah complete mola hydatidosa

b. Pada pemeriksaan Doppler ditemukan detak jantung janin

(Ghassemzadeh dan Kang, 2020)

1.1.6 Klasifikasi

1.1.6.1 Complete mola hydatidosa

Secara histopatologi tidak ditemukan jaringan embrio atau janin.

Ditemukan hydropic villi chorion yang difuse dan dikelilingi hiperplasia trofoblas

(Ghassemzadeh dan Kang, 2020).

1.1.6.2 Partial mola hydatidosa

Secara histopatologi ditemukan jaringan embrio atau janin. Villi chorion

normal dan jaringan embrio atau janin bercampur dengan hydropic villi

(Ghassemzadeh dan Kang, 2020).

1.1.7 Patofisiologi

Berasal dari jaringan gestational, Setelah konsepsi, zigot berubah menjadi

blastocyst. Blastocyst ini terdiferensiasi menjadi dua sel yang berbeda yakni
cytotrophoblast (CTB) dan syncytiotrophoblast (STB). Lalu kedua sel ini

menginvasi endometrium dan pembuluh darah uterus. Kedua sel ini berikatan

dengan ekstra embrionik mesoderm yang merupakan bakal/ calon plasenta.

Terjadi proliferasi trofoblas yang tidak teratur mengakibatkan struktur vaskular

yang terbatas, hal ini terjadi karena maturitas vaskular terganggu akibat

peningkatan apoptosis pada sel prekursor dari vaskular atau karena penurunan

perekrutan pericyte di sekitar pembuluh vilus stromal. Imaturitas vaskular vilus

stromal yang persisten menyebabkan terbentuknya villi yang hydropic (sering

pada complete mola hydatidosa). Lalu terjadi pembengkakan dan peningkatan

kadar hCG yang diproduksi (Candelier, 2016; Ghassemzadeh dan Kang, 2020).

Disisi lain hiperplasia trofoblas dapat menginvasi sampai menembus

kavum uterus. Maka dari itu menurut penelitian ini mola hydatidosa tidak

dianggap benda asing oleh uterus, beberapa peneliti mengatakan bahwa hal ini

dapat disebut missed abortion. Proliferasi yang tidak terkontrol ini dapat

menyebabkan penderita mola hydatidosa berkembang menjadi choriocarcinoma,

bahkan setelah mengalami kehamilan yang normal (Candelier, 2016).

1.1.8 Diagnosa banding

1. Early abortus with trophoblastic hyperplasia

2. Hydropic abortus

3. Hyperemesis gravidarum

4. Hipertensi

5. Hipertiroid

6. Hipertensi maligna
1.1.9 Diagnosa

a. Pemeriksaan fisik

 Ketidaksesuaian antara usia kandungan dan besar uterus

Pada complete mola hydatidosa, ukuran uterus lebih besar

dibandingkan usia kandungannya. Sementara pada parsial mola hydatidosa

ukuran uterus lebih kecil dibandingkan usia kandungannya

(Ghassemzadeh dan Kang, 2020).

b. Pemeriksaan penunjang

 Ultrasonography

Disarankan menggunakan pelvic ultrasound. Pada complete mola

hydatidosa ditemukan adanya massa heterogen pada kavum uterus dengan

ruang anechoic yang banyak (multiple), gambaran badai salju

(snowstorm). Tidak ditemukan adanya embrio atau fetus dan cairan

amnion. Sementara pada parsial mola hydatidosa ditemukan fetus yang

mungkin viable, adanya cairan amnion, dan plasenta yang membesar dan

ruang kistik, gambaran Swiss cheese (Ghassemzadeh dan Kang, 2020).

 Kadar hCG

Pada penderita mola hydatidosa kadar hCGnya lebih tinggi

dibandingkan kehamilan normal atau ektopik (Ghassemzadeh dan Kang,

2020).

 Golongan darah

Terutama pemeriksaan rhesus antibodi. Hal ini berkaitan dengan

pemberian anti-D imunoglobulin apabila pasien diketahui Rh(D) negatif.

 Darah lengkap
Untuk melihat adanya anemia dan trombositopeni.

 BMP (Basic Metabolic Panel)

Untuk melihat adanya kelainan elektrolit dan insufisiensi renal.

 Fungsi tiroid

 Fungsi hepar dan urinalisis

 Profil koagulasi

PT/INR untuk mengevaluasi adanya Disseminated Intravascular

Coagulation pada kasus yang parah.

 Foto rontgen dada

Untuk mengevaluasi adanya metastasis dan adanya edema paru.

Pemeriksaan yang harus dilakukan terutama pada pasien yang mengalami

distres napas (Ghassemzadeh dan Kang, 2020).

1.1.10 Manajemen

Yang pertama kali dilakukan adalah stabilisasi pasien. Apabila pasien

datang dengan distres napas atau edema paru maka dapat dilakukan pemberian

ventilasi bertekanan positif atau ventilasi mekanik. Pada pasien yang datang

dengan gejala eklampsia termasuk kejang, segera siapkan untuk dilakukan

pemberian benzodiazepine dan magnesium sulfat. Apabila pasien datang dengan

gejala pre-eklampsia maka perlu dilakukan penurunan tekanan darah dengan

penggunaan hydralazine dan labetalol. Apabila terdapat tanda hipertiroid maka

inisiasi pemberian beta bloker. Apabila terdapat anemia yang parah maka siapkan

pasien untuk mendapatkan transfusi darah. Apabila pasien Rh(D) negatif maka

inisiasi pemberian anti-D-imunoglobulin (Ghassemzadeh dan Kang, 2020).


Setelah pasien stabil maka persiapkan pasien untuk menjalani dilatasi dan

kuretase. Pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun dan sudah tidak ada

keinginan untuk memiliki keturunan pilihan utamanya adalah dilakukan

histerektomi. Namun tindakan ini tidak mengurangi risiko penyakit ini menjadi

invasif. Setelah tata laksana kadar hCG dapat saja tetap meningkat dan apabila

berubah menjadi invasif maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan

kemoterapi. Konsultasikan pasien dengan dokter spesialis onkologi ginekologi

(Ghassemzadeh dan Kang, 2020).


BAB IV

POMR

SUMMARY OF CLUE AND CUE PROBLE INITIAL PLANNING


DIAGNOSIS THERAPY MONITORING EDUCAT
DATA BASE M LIST DIAGNOSI
S
Identitas  Ny. A, 30 tahun 1. Syok Syok • MRS • Kontraksi  Membe
Nama: Ny A/30 th  Perdarahan jalan hypovo hipovolemia • Konsul Sp.OG uterus tahukan
KU : Perdarahan jalan lahir   lemia Et causa • O2 15 lpm • Urin output tentang
lahir 2 jam post  T: 70/40 mmhg primary dengan masker • Heart rate kemuun
partum.  N: 110 x/menit severe PPH reservoir  bila • Tekanan penyak

 RR: 25x/menit et causa saturasi bertahan darah  Membe


RPS: atonia uteri diantara 94-98% • Respiratory an pasie
 Akral dingin
 Pasien datang  ubah ke simple rate mengen
basah.
dengan rujukan dari facemask 7-10 • Saturasi O2 komplik
 CRT > 2 detik
bidan dengan lpm • Tanda g
 Conjungtiva
perdarahan. • Pemasangan anemia kemung
anemis
 Melahirkan anak double IV ukuran (fatigue, pasien a
 Hb 6.8 gr%
pertama. 16 G dan sesak nafas,  Membe
 Mual (+)\Pusing
 Pada saat persalinan pengambilan nyeri dada, an kepa
(+)
tgl 18-08-2020 2 spesimen darah masalah pasien u
jam yll, dilakukan • Loading RL laktasi) rawat in
manual plasenta 2. Post 1000 cc • DL serial agar
karena plasenta lahir • Perdarahan partum • Transfusi PRC 2 (Hemoglobin mendap
lengkap, tidak ada jalan lahir   haemor bag dengan ) pemant
laserasi jalan lahir. • Post partum 2 rhage kecapatan 34 tpm • Platelet dan tera
 Selama post partum, jam yang lalu ec. • Pemasangan count yang op
pasien mengalami • Plasenta lahir Atonia kateter urin no 18 • PT  Membe
perdarahan semakin lengkap uteri • Masase uterus • aPTT an pasie
banyak, disertai • Laserasi jalan terus menerus • Kadar tentang
darah merah dan lahir (-) hingga kontraksi Fibrinogen yang ha
hitam bergumpal- • Darah merah uterus baik • Serum periksa
gumpal. dan hitam • Loading oksitosin Elektrolit  Membe
 Nyeri perut (-) bergumpal 20 IU dalam 500 (kalsium) pasien t
demam (-) • fluxus (+) ml NS (10 menit) • Tanda reaksi terapi y
 Mual (+), muntah (-) • uterus lembek  dilanjutkan transfusi akan di
pusing(+). (+) Oksitosin 20 IU seperti berikan
dalam 500 ml RL urtikaria, efek sam
RPD : 83 tpm selama 1 rash, demam dari tera
HT (-) , DM (-), Asma jam takikardi, -
(-), alergi (-), penyakit • Bila Terapi sesak, nyeri
jantung (-). uterotonika gagal kepala
 Tampon dimulai 15
RPK : uterus bila menit setelah
HT (-) , DM (-), Asma masih gagal  transfusi 
(-), alergi (-), penyakit embolisasi tiap jam 
jantung (-) pembuluh darah 15 menit
 bila masih setelah
RPSos: pasien adalah gagal  ligasi a transfusi
seorang ibu rumah uterina dan a selesai
tangga, merokok (-), hipogastika 
sering minum jamu- bila masih gagal
jamuan (-), makan  histerektomi
minum baik

Riwayat haid:
 Menarche : 12 th
 Lama : 5 hari
 Siklus : teratur 30
hari teratur
 Dismenorhea :
kadang-kadang, hari
1

HPHT : lupa
R. Perkawinan :
 Menikah : 1 Kali
 Lama : 1 tahun

Riwayat Kehamilan
dan Persalinan:
 Hamil ini.
 Riwayat KB : -
 Riwayat ANC: 3x
ke Puskesmas.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : cukup
A/I/C/D : +/-/-/-
Kesadaran : compos
mentis
T: 70/40 mmhg
N: 110 x/menit
RR: 25x/menit
t.aksila : 36,5 C
BB : 49 kg
TB : 143 cm
Head to toe :
Kepala/Leher :
I : a/i/c/d +/-/-/- Tonsil
hiperemi (-); Faring
hiperemi (-), Lidah
kotor (-), nyeri tekan
(-), hiperemi (-),
Pembesaran KGB (-),
JVP dbn.

Thorax :
 I : Bentuk normal,
simetris, iktus kordis
tidak tampak,
pergerakan dinding
dada simetris.
 P : ekspansi
simetris, iktus di
MCL S ICS V tidak
kuat angkat
 P : Sonor/sonor,
batas jantung N,
peranjakan naik 1-2
ICS
 A : Ves/Ves, Ronkhi
(-), Wheezing (-), S1
S2 tunggal, murmur
(-), gallop (-)

Abdomen:
 I = distended, linea
nigra (+), striae
gravidarum (+),
bekas operasi (-)
 P = nyeri tekan (-),
uterus lembek (+)
 P = redup
 A = BU (+) N

Extremitas :
 Akral dingin basah.
 Edema ekstremitas
(-), CRT > 2 detik,
ikterik (-), Spoon
nail (-), Ulkus (-),
eritema palmaris (-)

Status ginekologi:
 Vulva/vagina:
fluxus (+)banyak
fluor (-)
 Portio: terbuka,
perdarahan (+)
 Corpus uteri: AF~
membesar, TFU : 2
jari dibawah pusat,
konsistensi lunak
 Adnexa d/s : massa
(-) nyeri (-)
 CD: dbn

Laboratorium:
Hb 6.8 gr%
BAB V

PEMBAHASAN

Pasien ny. N berusia 32 tahun datang dengan kehamilan kedua, riwayat

melahirkan 1 kali aterm, tanpa ada keguguran sebelumnya. Hari pertama haid

terakhir pasien yaitu pada tanggal 3 Juni 2020. Menurut perhitungan usia

kehamilan dari rumus Neagle, TTP (Tanggal Taksiran Persalinan) didapatkan dari

perhitungan HPHT; tahun ditambah 1, bulan dikurangi 3 dan hari ditambah 7.

Hasil perhitungan tersebut didapatkan TTP adalah tanggal 10 Maret 2021.

Selanjutnya perhitungan UK didasarkan dari TTP dikurangi dengan tanggal

pemeriksaan, tanggal pemeriksaan pasien ini adalah 3 September 2020. Hasil

perhitungan tersebut didapatkan usia kehamilan yaitu 14 minggu 0 hari. Maka

diagnosis kehamilan pasien adalah G2P1000A0 UK 14/16 minggu (Naidu, K., et

al, 2019).

Rumus Naegle :

HPHT : 2020 – 6 – 3
: (+1) – (-3) – (+7)
Taksiran Persalinan : 2021 – 3 – 10
Usia Kehamilan : 2020 – 9 – 3
: 14 minggu

Ny. N yang sedang hamil dengan hasil plano test + ini juga mengeluhkan

vaginal bleeding, hiperemesis (nausea & vomiting), TFU 20 cm pada UK 14/16

mgg (TFU >UK normal), serta early failed pregnancy (DJJ - dan ballotement tak

teraba). Hal ini sesuai dengan kriteria gejala dan tanda mola hidatidosa menurut

RCOG 2010. Pada RCOG 2010 juga menyebutkan pada mola hidatidosa dapat
disertai hipertiroid, early onset preeklamsi atau distensi abdomen. Sedangkan pada

pasien ini didapatkan keluhan berdebar dan pemeriksaan nadinya takikardi (nadi

107x/menit) yang merupakan tanda dan gejala dari hipertioid. Sehingga dari

penjelasan tersebut pasien dicurigai menderita mola hidatidosa

Gambar 1 Gejala dan Tanda Mola Hidatidosa (RCOG, 2010).

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri (cm)

Gambar 2 TFU Normal sesuai dengan Usia Kehamilan (Sirisena, 2017).


Pada pasien ini, tindakan pertama yang dilakukan adalah pasien
dirawatinapkan karena akan dilakukan observasi serta tatalaksana definitive pada
pasien tersebut. Pemasangan infus atau IV line pada pasien bertujuan sebagai
administrasi dari cairan, obat dan darah yang mungkin akan dibutuhkan oleh
pasien selama proses terminasi kehamilan mola. Tatalaksana definitive yang
dilakukan pada pasien ini adalah suction kuretase. Suction curettage dilakukan
dengan menggunakan suction cannule ukuran 12-14 mm. Suction curettage dipilih
pada pasien ini karena pasien masih berusia 32 tahun, dan kemungkinan masih
ingin untuk hamil lagi. Histerektomi dapat dilakukan pada pasien yang sudah
berusia lebih dari 40 tahun dan sudah tidak ada keinginan untuk hamil kembali.

Gambar 3. Cavallier, et al, 2015, Management of molar pregnancy, Journal of


Prenatal Medicine

Sebelum dilakukan kuretase, pasien diberikan antibiotic profilaksis.


Antibiotic profilaksis terbukti menurunkan risiko infeksi pasca tindakan bedah.
Antibiotik yang dapat digunakan adalah Doksisiklin dengan dosis 2x100 mg per
hari, dan diberikan selama 7 hari secara per oral.

Gambar 4. Cunningham FG et al. (2014). Obstetrical Hemorrhage. Dalam C. F. al,


William Obstetrics 24rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
Setelah dilakukan tindakan, edukasi yang dapat diberikan kepada pasien
antara lain: menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien setelah ini
harus diobervasi selama 12 bulan. Dan selama masa observasi pasien
dihae=ruskan menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Pada
kehamilan yang akan dating, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
pada awal kehamilan untuk mendeteksi dini adanya jaringan mola atau tidak.

Gambar 5. New Zealand gynaecologic cancer group guidelines, Gestational


Trophoblastic Disease
DAFTAR PUSTAKA

Abdulrasool, G., & Nandini, A. (2018). Case report: Molecular

confirmation of dispermy in a complete hydatiform mole. Pathology, 50, S99.

Candelier, J. J. (2016) “The hydatidiform mole,” Cell Adhesion and Migration.

Taylor & Francis, 10(1–2), hal. 226–235. doi:

10.1080/19336918.2015.1093275.

Cunningham FG et al. (2014). Obstetrical Hemorrhage. Dalam C. F. al, William

Obstetrics 24rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.

Ghassemzadeh, S. dan Kang, M. (2020) “Hydatidiform Mole Pathophysiology

Histopathology.”

Naidu, K., et al, 2019, Gestational Age Assessment, StatPearls review books and

articles.

RCOG, 2010, The Management of Gestational Trophoblastic Disease Green–top,

Green-top Guideline No. 38.

Sirisena. 2017. A Relationship between Gestational Age Determined by

Ultrasound Biometric and Symphysis Fundal Height Measurements.

28

Anda mungkin juga menyukai