TUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh:
dr. Devi Nindya Oktara
Pembimbing:
dr. Astriana
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat,
taufik dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “
Tuberkulosis Paru”. Laporan Kasus ini disusun untuk menyelesaikan kegiatan
Internsip di stase Puskemas Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI).
Proses penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Agustina Hadjar, selaku kepala Puskesmas Kupang Kota Bandar Lampung
atas kesabaran, dukungan dalam membimbing dan memberikan saran sehingga
laporan kasus ini terselesaikan dengan baik.
2. dr. Astriana, sebagai dokter pendamping internsip kami dalam stase Puskesmas
di Puskesmas Kupang Kota Bandar Lampung atas kesabaran, dukungan dalam
membimbing dan memberikan saran sehingga laporan kasus ini terselesaikan
dengan baik.
3. Staff dan pegawai Puskesmas Kupang Kota Bandar Lampung yang telah
banyak membantu dan membimbing dalam pengumpulan data.
Kami berharap Allah SWT akan membalas semua kebaikan dari semua pihak
yang telah kami sebutkan di atas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang
akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL1
KATA PENGANTAR2
DAFTAR ISI3
BAB I. PENDAHULUAN5
BAB II. LAPORAN KASUS7
2.1. Identitas7
2.2.Data Subjektif7
2.2.1. Keluhan Utama7
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang7
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu8
2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga8
2.2.5. Riwayat Sosial9
2.3.Pemeriksaan Fisik9
2.3.1. Status Present9
2.3.2. Satuts Gizi9
2.3.3. Status Generalis9
2.4.Pemeriksaan Penunjang11
2.5. Diagnosis11
2.6.Rencana Terapi11
2.7.Rencana Edukasi11
2.8.Prognosis11
BAB III. LANDASAN TEORI12
3.1.Tuberkulosis Paru13
3.1.1. Definisi13
3.1.2. Epidemilogi13
3.1.3. Etiologi14
3.1.4. Cara Penularan14
2
3.1.5. Patogenesis16
3.1.6. Klasifikasi20
3.1.7. Gejala Klinis23
3.1.8. Diangnosis25
3.1.9. Diagnosis Banding30
3.1.10. Tatalaksana30
BAB VI. KESIMPULAN39
DAFTAR PUSTAKA41
3
BAB I
PENDAHULUAN
6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas
Nama : Tn. K
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal masuk Poli : 20 Juli 2022
No RM : 011201
7
tinggi, dan penurunan berat badan. Buang air kecil normal dengan
frekuensi 4-5x/hari, warna kuning jernih. BAK berdarah (-), nyeri saat
BAK (-). Buang air besar normal dengan frekuensi 1-2x/hari, feses coklat
dan konsistensi padat. Pasien mengatakan sedang menjalani terapi OAT
kategori 1 sejak 2 bulan terakhir.
8
Kesadaran : CM
GCS : 15 (E4V5M6)
Tekanan Darah : 160/130 mmHg
Nadi : 95x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 23x/menit, abdomino-torakal
Suhu : 36, 4 °C
SpO2 : 95%
9
tidak ada pembesaran. Pembesaran kelenjar getah bening
(-)
Thoraks : Bentuk normochest
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat pernapasanstatis-
dinamis, retraksi dinding dada (-), deformitas (-), sela iga
melebar (-),spider nevi (-), pemakaian otot bantu napas (-),
tipe pernapasan abdomino-torakal.
Palpasi : Stem fremitus pada kanan dan kiri sama, ekspansi
dinding dada simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor padaseluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/+),wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi :Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS VI linea midclavicula sinister,
Thril (-)
Perkusi : Batas kanan jantung ICS V linea sternalis dextra,
Batas kiri jantung di ICS VI linea midclavicula sinistra
Batas atas (pinggang) jantung ICS III linea
parasternalis sinistra
Auskutasi : BJ1 dan BJ2 (+) normal reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-), scar (-),venektasi (-)
Palpasi :Supel, nyeri tekan (+)regio epigastrium,hepar dan lien
tidak teraba, ballotment ginjal (-),nyeri ketok CVA (-)
Perkusi : Timpani, shfting dullnes (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas superior
Akral hangat(+/+) pitting edema (-/-),CRT < 2 detik
10
Ekstremitas inferior
Akral hangat(+/+) pitting edema (-/-),CRT < 2 detik
2.4.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (20 Juli 2022)
GDS : 248 mg/dL
GenXpert MTB 2 bulan yang lalu (+)
2.5.Diagnosis Kerja
TB paru aktif on therapy
2.6.Rencana Terapi
Non-Farmakologi:
- Diet TKTP
Farmakologi:
OAT fase intensif 1x2 tab po
Amlodipine tab 1x10 mg p.o
Metformin tab 2x500 mg p.o
Glibenclamide tab 1x2,5 mg p.o
2.7.Rencana Edukasi
1. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit TB, pengobatan, penularan,
dan komplikasinya.
2. Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
3. Screening pada anggota keluarga yang lain untuk tindakan pencegahan
dan pengobatan lebih awal jika keluarga lain sudah tertular.
4. Edukasi tentang kebersihan lingkungan rumah, seperti buka ventilasi
sesering mungkin agar sinar matahari dan udara masuk.
11
2.8 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene), maka
penyakit ini dapat memberi prognosis yang baik
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
12
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Tuberculosis
3.1.1. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga juga dikenal sebagai BTA (basil tahan asam).Bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882.Penyakit ini biasanya mengenai
paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di tubuh. Biasanya
bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan.2
3.1.2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting
khususnya di negara berkembang. Pada bulan Maret tahun 1993 World Health
Organization (WHO) telah mendeklarasikan tuberkulosis sebagai “Global Health
Emergency”. Secara global pada tahun 2018 terdapat 10,0 juta kasus insiden TB
(CI 9,0 juta – 11,1 juta) yang setara dengan 132 kasus per 100.000 penduduk.
Lima negara dengan insiden kasus tertinggi, yaitu India (27%), China
(9%),Indonesia (8%), Philipina (6%), dan Pakistan (6%). Badan kesehatan dunia
mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden countries (HBC) untuk
TB berdasarkan tiga indikator yaitu TB, TB/HIV, dan MDR-TB. Terdapat 48
negara yang masuk dalam daftar HBC, suatu negara dapat masuk dalam salah satu
daftar tersebut, atau keduanya, bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia
bersama 13 negara lain, masuk dalam daftar HBC untuk tiga indikator tersebut
13
yang berarti Indonesia memiliki permasalahan besar dalam menghadapi penyakit
TB.6
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia. TB
menempati peringkat nomor 2 sebagai penyebab kematian teringgi di Indonesia.2
WHO dalam Annual Report on Global TB Control menyatakan terdapat 22 negara
dikategorikan sebagai high burden countries terhadap tuberkulosis paru, termasuk
Indonesia.6
Prevalensi kasus penyakit tuberkulosis paru di Indonesia 130/100.000
penduduk, setiap tahun terdapat 539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar
101.000 pertahun, angka insidensi kasus Tuberkulosis paru BT (+) sekitar
110/100.000 penduduk.1
3.1.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal
0,3-0,6/um.Mycobacterium tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceae yang
mempunyai berbagai genus, diantaranya adalah Mycobacterium, dan salah satu
speciesnya adalah Mycobacterium tuberculosis.Kuman ini mempunyai dinding sel
lipoid sehingga tahan asam, oleh karena itu kuman ini disebut pula sebagai Basil
14
Tahan Asam (BTA).Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup
dalam jangka waktu lama pada suhu antara 40C sampai minus 700C.8
Kuman dapat bersifat dormant, jika terkena sinar ultraviolet secara langsung
maka sebagian besar kuman akan mati dalam beberapa menit.Dalam dahak pada
suhu 300C-370C akan mati dalam waktu satu minggu. Kuman mudah mati pada air
mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C).1,2Kuman
tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu
kuman tersebut akan mati oleh yodium tinctur selama 5 menit dan juga oleh
etanol 80% dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5% dalam waktu 24
jam. Kuman akan mati pada suhu 600C selama 15-20 menit. Pengurangan oksigen
dapat menurunkan metabolisme kuman.8
15
2. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang
yang buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen:
1. Daya tahan tubuh
2. Usia
3. Penyakit penyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia, malnutrisi,
gagal ginjal kronis, diabetes mellitus dan orang dengan terapi
imunosupresif.6
3.1.5 Patogenesis
a. Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru dari orang ke orang terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung
pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran
16
napas, atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran parikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.6
Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak di dalam sitoplasma
makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang
primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru.Bila menjalar sampai ke
pleura, maka terjadilah efusi pleura.Kuman dapat juga masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti
paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan terjadi
penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.3
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-sama limfadenitis
regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan
waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:6
a) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia
yang luasnya > 5 mm dan ±10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi
karena kuman yang dormant.
b) Berkomplikasi dan menyebar secara:
Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
17
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis6.
Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang
disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus
Secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan yang cukup gawat seperti TB milier, meningitis TB.
18
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Tuberkulosis
post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai
90%.Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal.Tuberkulosis
sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian
apical-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.6
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.6
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang
dini ini dapat menjadi:
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras,
menimbulkan perkapuran.
Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya
mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukkan keluar terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi
jaringan firbroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas
sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena
adanya hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan
TNF-nya.3
Bentuk perkijuan lain yang jarang terjadi adalah cryptic disseminate TB
yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi
19
berisi bakteri sangat banyak. Selanjutnya kavitasdapat menjadi beberapa hal
seperti:
a) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi
kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB
milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk
lambung dan selanjutnya ke usus menjadi TB usus. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan diatas. Bisa
juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila
ruptur ke pleura.3
b) Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) sehingga menjadi
tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau
dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi
kronik kavitas ini adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan
kemudian menjadi mycetoma.3
c) Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga
meyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang
berakhir dengan kavitas yang terbungkus, menciut, dan berbetuk seperti
bintang yang disebut stellate shape.3
20
Gambar 4. Patogenesis tuberkulosis3
3.1.6 Klasifikasi
1. Berdasarkan lokasi anatomi
a) TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena
terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstraparu
harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.4
b) TB ekstraparuadalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim
paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran
genitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 4
2. Berdasarkan riwayat pengobatan
a) Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis
harian).4
b) Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya
Adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih.Kasus ini
diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir
sebagai berikut:
o Kasus Kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
OATdan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir
pengobatandan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode rekuren
(baik untuk kasus yang benar-benar kambuh atau episode baru
yang disebabkan reinfeksi).4
o Kasus pengobatan setelah gagal
Pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan
dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.4
o Kasus setelah putus obat (lost to follow up)
21
Pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak
meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau
dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan.4
o Lain-lain
Pasien yang sebelumnya mendapatkan OAT dan hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.4
c) Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya.4
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.
a) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
b) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c) Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
d) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus
juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
e) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
d. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA):8
a) Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif
22
23
b) Tuberkulosis Paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis
aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas.4
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M.tuberculosis positif. Jika belum ada hasil pemeriksaan
dahak, tulis BTA belum diperiksa.4
24
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).Keadaan lanjut
adalah batuk darah (hemoptisis). 3,4
Kavitas dapat menjadi sumber hemoptisis mayor.Menetapnya
arteri pulmonalis terminal didalam kavitas dapat menjadi sumber
perdarahan yang hebat (aneurisma Rasmussen).Penyebab perdarahan
lainnya adalah aspergiloma pada kavitas tuberkulosis kronik. 3,4
Sesak Napas
Sesak napas akan dirasakan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.3
Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis.Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik / melepaskan nafasnya. 3
b) Gejala Sistemik
Gejala sistemik yaitu:
Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tetapi kadang-
kadand panas badan dapat mencapai 40-41°C.Serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.Begitulah
seterusnya, sehingga pasien tidak pernah merasa terbebas dari serangan
demam influenza. 3,4
Malaise
Gejala malaise yang sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu
makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain.Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.3,4
3.1.8 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar
25
1. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan
keluhan sistemik. 4
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan deman subfebris, badan kurus atau
berat badan menurun. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah terutama
daerah apeks. Dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum3,4
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura.Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher, kadang-kadang di daerah ketiak.3,4
3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH).
Pemeriksaan sputum
Cara pengambilan dahak 2 kali (SP):
1. Sewaktu (dahak sewaktu saat kunjungan)
2. Pagi (keesokan harinya)
26
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).1,3,6
b) Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(Mtb)dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
misal:
Pasien TB ekstra paru.
Pasien TB anak.
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau
mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat
yang direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan
untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.1,3
d) Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis serta memberikan keuntungan seperti pada
tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal ini diagnosis dapat
diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum
selalu negatif.3
27
Pemeriksaan standar adalah foto toraks posterior-anterior. Gambaran yang
dicurigai sebagi lesi tuberkulosis aktif adalah:
Pada segmen apikal dan posterior lobus atas paru serta segmen superior
lobus bawah paru ditemukan berupa bercak-bercak seperti awan /
nodular.3
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal.3
Bayangan bercak milier, berupa bercak-bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapangan paru.3
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi tuberkulosis inaktif adalah6:
o Fibrotik, terlihat bayangan yang bergaris-garis,
o Kalsifikasi, terlihat seperti bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi,
o Schwarte atau penebalan pleura.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah
bayangan hitam radio-ulsen di pinggir paru atau pleura (pneumotoraks) dan
atelektasis yang terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat
terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.3
American Thoracic Society membagi luasnya proses TB pada foto toraks
terdiri dari 3 bagian:
a. Lesi Minimal
Bila proses TB mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan
luas tidak melebihi volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari
iga kedua dan prossesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra
torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.3
b. Lesi Sedang
Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar
dengan densitas sedang, tetapi luas tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau
jumlah dari seluruh proses TB tadi memiliki densitas yang lebih padat, lebih tebal,
tetapi tidak boleh melebihi sepertiga dari satu paru dan proses ini dapat disertai
atau tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas, tidak boleh melebihi 4 cm.3
28
c. Lesi Luas
Kelainan lebih luas dari lesi sedang.3
e) Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat
sel limfosit dominan dan glukosa rendah.3
f) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua
dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis.3
g) Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux)
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai utuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita) Teknik standar tes
Mantoux adalah dengan menyuntikkan tuberkulin PPD (Purified Protein
Derivative) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 T.U. tuberkulin secara
intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah. Untuk
memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48-72 jam
sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam
cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Hanya indurasi
(pembengkakan yang teraba) dan bukan eritem yang bernilai.4
Pembagian hasil interpretasi tes mantoux adalah sebagai berikut:4
1. Indurasi berdiameter 0-5 mm : Mantoux negatif
2. Indurasi berdiameter 6-9 mm : hasil meragukan
3. Indurasi berdiameter 10-15 mm : Mantoux positif
4. Indurasi berdiameter > 15 mm : Mantoux positif kuat
29
Gambar 4. Alur diagnosis Tb paru pasien dewasa6
Terdapat 9 gejala TB resisten obat yang memenuhi satu atau lebih kriteria terduga
/ Suspek TB resisten obat, yaitu:4
1. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2
2. Pasien TB pengobatan 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan yang tidak standar serta
menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan
4. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tetap positif setelah 3 bulan
pengobatan
30
6. Pasien TB kasus sembuh (relaps), kategori 1 dan 2
7. Pasien yang kembali setelah loos to follow up (putus obat/ default)
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat erat dengan pasien TB MDR
9. Pasien ko-infeksi TB HIV yang tidak respon terhadap pengobatan OAT
31
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kb)
Harian 3 x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 15
(12-18) (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)
32
b. Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
33
Pasien TB ekstra paru
Tabel 2.2 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 114
Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan
tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16
RHZE (150/75/400/275) minggu
RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
34
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan. Cara melarutkan
streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml
sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250 mg).
35
Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu
pemeriksaan follow-up sebelumnya
Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang
lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
36
pengobatan sebelumnya, lamanya putus berobat, dan bagaimana hasil
pemeriksaan dahak sewaktu dia kembali berobat.Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.6 Pengobatan penderita TB paru baru BTA positif yang berobat tidak
teratur.7
Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan:
Lacak pasien
Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak
teratur
Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan:
Tindakan-1 Tindakan-2
Lacak pasien Bila hasil BTA Lanjutkan pengobatan sampai
Diskusikan negatif atau Tb seluruh
dan extra paru dosis selesa
cari masalah Bila satu atau Lama pengobatan Lanjutkan
Periksa 3 kali lebih sebelumnya pengobatan
dahak (SPS) hasil BTA kurang sampai
dan lanjutkan positif dari 5 bulan *) seluruh dosis
pengobatan selesai
sementara Lama pengobatan Kategori-1:
menunggu sebelumnya lebih mulai kategori-2
hasilnya dari 5 bulan Kategori-2:
rujuk, mungkin
kasus kronis
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default)
Periksa 3 kali Bila hasil BTA Pengobatan dihentikan, pasien
dahak SPS negatif atau Tb diobservasi
Diskusikan extra paru: bila gejalanya semakin parah perlu
dan dilakukan pemeriksaan kembali
cari masalah (SPS dan
Hentikan atau biakan)
pengobatan Bila satu atau Kategori-1 Mulai kategori-
sambil lebih 2
menunggu hasil hasil BTA Kategori-2 Rujuk, mungkin
pemeriksaan positif kasus kronik.
dahak.
Keterangan :
*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama
pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai
seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak
37
3.1.16. Efek Tidak Diinginkan OAT
38
BAB IV
KESIMPULAN
39
dapat berupa suara bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-
tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk membantu menegakan diagnosis TB adalah rontgen thorax
dan sputum BTA.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita TB paru yang tidak
melakukan pengobatan, setelah lima tahun menderita diprediksikan 50% dari
penderita TB paru akan meninggal. Sedangkan sekitar 25% akan sembuh sendiri
dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25% lainnya sebagai “kasus kronis” yang
tetap menular.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai Tuberkulosis
Paru. Kasus yang ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan
TB paru pada pasien ini pada umumnya tepat.
40
DAFTAR PUSTAKA
41