Oleh:
Pendamping:
dr. Astriana
Oleh :
Sebagai salah satu persyaratan mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia yang diadakan
oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
dr. Astriana
KATA PENGANTAR
Tim Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................39
BAB I
PENDAHULUAN
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang disekresikan oleh kelenjar payudara ibu berupa
makanan alamiah dengan nutrisi dan energi terbaik bagi bayi khususnya bayi berusia 0-6
bulan karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang optimal (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2015).
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai
tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan saraf dan otak,
memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan
emosional antara ibu dan bayinya.
Faktor-faktor dari dalam diri ibu atau faktor internal antara lain pengetahuan ibu mengenai
proses laktasi, pendidikan, motivasi, sikap, pekerjaan ibu, dan kondisi kesehatan ibu.
Sementara itu, faktor dari luar diri ibu atau faktor eksternal antara lain sosial ekonomi, tata
laksana rumah sakit, kondisi kesehatan bayi, pengaruh iklan susu formula yang intensif,
keyakinan keliru yang berkembang di masyarakat dan kurangnya penerangan dan
dukungan terhadap ibu dari tenaga kesehatan atau petugas penolong persalinan maupun
orang-orang terdekat ibu seperti ibu, mertua, suami, dan lain-lain.
2
Pemerintah Indonesia mendukung masyarakat dalam pemberian ASI eksklusif. Hal ini
tertulis dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2012 pasal 7 yang menyatakan bahwa
setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang
dilahirkannya. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal
128 ayat 2 dan 3 juga menerangkan bahwa pihak keluarga, pemerintah daerah dan
masyarakat harus mendukung ibu secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas
khusus untuk pemberian ASI (Kemenkes, 2014)
Separuh dari kehidupan pertama di masa bayi (6 bulan) dipenuhi oleh ibunya melalui Air
Susu Ibu (ASI). Periode menyusui merupakan masa yang sangat peting bagi bayi dan ibu,
sama pentingnya dengan masa kehamilan. Satu-satunya makanan yang sesuai dengan
keadaan saluran pencernaan bayi dan memenuhi kebutuhan selama 6 bulan pertama
adalah ASI (Pritasari, Damayanti, dan Lestari, 2017)
pencapaian ini menduduki posisi ke-4 dari total 14 kabupaten-kota yang ada di Lampung
(Dinkes Prov. Lampung, 2017).
Bentuk pelayanan tersebut sudah dilakukan oleh UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota.
Dalam hal ini UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota menargetkan keberhasilan program
ASI Eksklusif sebesar 96%. Namun, dalam pelaksanaannya keberhasilan program ASI
eksklusif di puskesmas ini baru tercapai 69% pada tahun 2021, dibandingkan pada tahun
2019 dimana capaian hanya mencakup 51,59% dari target 100%. Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi untuk mencari penyebab dari tidak tercapainya
target program ASI eksklusif di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota serta
menemukan alternatif pemecahan masalahnya.
1.3 Tujuan
Berikut adalah tujuan dari penulisan makalah ini yang terbagi ke dalam tujuan umum dan
tujuan khusus.
a. Tujuan Umum
Mengevaluasi penyebab tidak tercapainya target yang diharapkan pada kegiatan program gizi
dengan pendekatan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan di wilayah kerja UPT BLUD
Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021.
b. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya ASI ekslusif di UPT BLUD
Puskesmas Kupang Kota tahun 2021.
2. Menentukan prioritas penyebab rendahnya cakupan program ASI eksklusif UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021.
3. Menentukan prioritas penyelesaian masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif di
UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021.
4
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
1. Menerapkan ilmu kedokteran komunitas yang telah diperoleh saat kuliah.
2. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program gizi mengenai
presentasi bayi usia 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif di UPT BLUD
Puskesmas Kupang Kota
b. Bagi Puskesmas yang di evaluasi
1. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam program ASI eksklusif di UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota
2. Memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan sebagai umpan balik agar
keberhasilan program di masa mendatang dapat tercapai secara optimal.
c. Bagi Masyarakat
1. Tercapainya pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan sehingga tidak menjadi
permasalahan gizi pada masyarakat di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota
2. Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya bagi ibu yang memiliki
bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
3. Menurunkan angka kejadian bayi usia 0-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam
anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai
makanan bagi bayinya. ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air
putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini. ASI eksklusif selama enam
bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik (Kemenkes RI, 2014).
ASI eksklusif (menurut WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia
6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain makanan tambahan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Sugiarti, Zulaekah, &
Puspowati, 2011). ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. ASI
eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja tanpa tambahan makanan dan
minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan (Kepmenkes RI, 2016).
kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencernakan laktosa (intoleransi
laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan karena
penyerapan laktosa ASI lebih baik dibandingkan laktosa susu sapi. Kadar karbohidrat
dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa
pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini maka
kadar karbohidrat ASI relatif stabil (Hegar et al, 2008).
b. Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang
terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey
dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri protein whey yang lebih mudah
diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein casein
yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein casein yang terdapat dalam ASI
hanya 30% dibanding susu sapi yang mengandung jumlah ini lebih tinggi (80%).
Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein whey yang banyak terdapat
pada susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan sejenis
protein yang berpotensial menyebabkan alergi. ASI juga kaya akan nukleotida
(kelompok berbagai jenis senyawa organik yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa
nitrogen,karbohidrat,dan fosfat) dibanding dengan susu sapi yang mempunyai zat gizi
ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu kualitas nukleotida ASI juga lebih baik
dibanding susu sapi. Nukleotida ini mempunyai peran dalam meningkatkan
pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan bakteri yang baik di
dalam usus, dan meningkatkan penyerapan besi dan daya tahan tubuh (Hegar et al.,
2008).
c. Lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi. Kadar lemak yang
tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa
bayi. Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan dalam ASI dan
susu sapi. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi
banyak ditemukan dalam ASI. Disamping itu,ASI banyak mengandung asam lemak
rantai panjang diantaranya asam dokosaheksonik (DHA) dan asam arakidonat (ARA)
yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. ASI
mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding susu sapi
yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Seperti yang kita ketahui,konsumsi
asam lemak jenuh dalam jumlah banyak dan lama tidak baik untuk kesehatan jantung
dan pembuluh darah (Hegar et al., 2008).
7
d. Kartinin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang
tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui,bahkan di dalam kolostrum kadar
karnitin lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi
dibanding dengan bayi yang mendapat susu formula (Hegar et al., 2008).
e. Vitamin
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai factor
pembekuan. Vitamin D untuk mencegah bayi menderita penyakit tulang. Vitamin A
berfungsi untuk kesehatan mata dan juga untuk mendukung pembelahan sel,
kekebalan tubuh dan pertumbuhan (Hegar et al., 2008).
f. Mineral
Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi
untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan
darah. Kandungan zat besi di dalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-50%
dibandingkan hanya 4-7% pada susu formula. Sehingga bayi yang mendapat ASI
mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami kekurangan zat besi dibanding dengan
bayi yang mendapat susu formula. Mineral zink dibutuhkan oleh tubuh karena
merupakan mineral yang banyak membantu berbagai proses metabolisme di dalam
tubuh (Hegar et al., 2008).
Pada hari-hari pertama biasanya ASI belum keluar, bayi cukup disusui selama 5 menit
untuk merangsang produksi ASI dan membiasakan puting susu diisap oleh bayi. Setelah
produksi ASI cukup bayi dapat menyusu selama 10-15 menit dan jumlah ASI yang
terhisap bayi pada 5 menit pertama adalah ± 112 ml, 5 menit kedua 64 ml dan 5 menit
terakhir hanya ± 15 ml. Pada prinsipnya menyusui bayi adalah tanpa jadwal (on demand)
karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Pada awalnya bayi akan menyusu
dengan jadwal yang tidak teratur, tetapi selanjutnya akan memiliki pola tertentu yang
dilakukan dengan frekuensi 2-3 jam sekali, sehingga sedikitnya dilakukan 7 kali
8
Untuk menilai produksi ASI dapat merujuk pada volume ASI yang dikeluarkan oleh
payudara. ASI yang telah diproduksi disimpan di dalam gudang ASI. Selanjutnya ASI
dikeluarkan dari payudara kemudian dialirkan ke bayi. Banyaknya ASI yang dikeluarkan
oleh payudara dan diminum oleh bayi, diasumsikan sama dengan produksi ASI
(Soetjiningsih, 2017).
Penilaian terhadap produksi ASI dapat menggunakan beberapa kriteria sebagai acuan
untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya mencukupi bagi bayi pada 2- 3 hari
pertama kelahiran, diantaranya adalah sebelum disusui payudara ibu terasa tegang, ASI
yang banyak dapat keluar dari puting dengan sendirinya, sedangkan ASI yang kurang
dapat dilihat saat stimulasi pengeluaran ASI dan ASI yang keluar hanya sedikit, bayi baru
lahir yang cukup mendapatkan ASI maka BAK-nya selama 24 jam minimal 6-8 kali,
warna urin kuning jernih, jika ASI cukup setelah menyusu maka bayi tertidur atau tenang
selama 2- 3 jam (Bobak & Jensen, 2014).
Indikator lain untuk melihat bahwa produksi ASI mencukupi bagi bayi adalah
karakteristik dari BAB bayi. Pada 24 jam pertama bayi mengeluarkan BAB yang
berwarna hijau pekat, kental dan lengket, yang dinamakan dengan mekonium, BAB ini
berasal dari saluran pencernaan bayi, serta cairan amnion (Hockenberry & Wilson, 2009).
Pola eliminasi bayi tergantung dari intake yang bayi dapatkan. Bayi yang meminum ASI,
umumnya pola BAB-nya 2-5 kali perhari. BAB yang dihasilkan adalah berwarna kuning
keemasan, tidak terlalu encer dan tidak terlalu pekat, sedangkan bayi yang mendapatkan
susu formula, umumnya pola BAB-nya hanya 1 kali sehari dan BAB berwarna putih
9
Keadaan gizi ibu yang baik selama hamil dan menyusui serta persiapan psikologi selama
kehamilan akan menunjang keberhasilan menyusui. Seorang ibu yang menyusui harus
menjaga ketenangan pikiran, menghindari kelelahan, membuang rasa khawatir yang
berlebihan dan percaya diri bahwa ASI-nya mencukupi untuk kebutuhan bayi (Depkes
RI, 2014).
karena ASI mengandung DHA/AA. h.Bayi yang diberikan ASI eksklusif sampai 4
bulan akan menurunkan resiko sakit jantung bila mereka dewasa.
h. ASI juga menurunkan resiko diare, infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi
saluran kencing, dan juga menurunkan resiko kematian bayi mendadak.
i. Memberikan ASI juga membina ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi.
2. Manfaat bagi ibu
a. Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan kontraksi rahim,
yang berarti mengurangi resiko perdarahan.
b. Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke ukuran sebelum
hamil.
c. Menyusui dapat membakar kalori sehingga membantu penurunan berat badan lebih
cepat.
d. Beberapa ahli menyatakan bahwa terjadinya kanker payudara pada wanita
menyusui sangat rendah.
e. ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol susu,
dot dan sebagainya.
f. ASI tidak akan basi. ASI selalu diproduksi payudara bila ASI telah kosong ASI
yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam
payudara tidak pernah basi dan ibu tidak perlu memerah dan membuang ASInya
setiap kali akan menyusui.
3. Manfaat untuk keluarga
a. Tidak perlu membuang uang untuk membeli susu formula.
b. Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam
perawatan kesehatan.
c. Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi MAL dari ASI eksklusif.
d. Memberikan ASI pada bayi (menyusui) berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab
ASI selalu siap sedia.
4. Manfaat untuk masyarakat dan Negara
a. Menghemat devisa negara karena tidak perlu menyimpan susu formula dan
peralatan lain untuk persiapan.
b. Bayi sehat membuat negara lebih sehat.
c. Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi sakit lebih sedikit.
d. Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan kematian.
e. ASI adalah sumber daya yang terus menerus diproduksi.
11
Pemberian ASI eksklusif dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Adapun aktor internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam diri individu itu sendiri,
meliputi faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, psikologis, adanya tekanan batin, faktor
fisik ibu, dan faktor emosional. Adapun faktor eksternal meliputi dukungan suami,
perubahan social-budaya, kurangnya petugas kesehatan, meningkatnya promosi susu
kaleng sebagai pengganti ASI, pemberian informasi yang salah, dan pengelolaan laktasi
di ruang bersalin (Wahyuningsih dan Machmudah, 2013).
sebentar maupun lama. Sebenarnya jarang sekali ada penyakit yang mengharuskan Ibu
untuk berhenti menyusui. Lebih jauh berbahaya untuk mulai memberi bayi berupa
makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit (Roesli,
2009).
7. Faktor Emosional
Faktor emosi mampu mempengaruhi produksi air susu ibu. Aktifitas sekresi kelenjar-
kelenjar susu itu senantiasa berubah-ubah oleh pengaruh psikis/kejiwaan yang dialami
oleh ibu. Perasaan ibu dapat menghambat /meningkatkan pengeluaran oksitosin.
Perasaan takut, gelisah, marah, sedih, cemas, kesal, malu atau nyeri hebat akan
mempengaruhi refleks oksitosin, yang akhirnya menekan pengeluaran ASI.
Sebaliknya, perasaan ibu yang berbahagia, senang, perasaan menyayangi bayi;
memeluk, mencium, dan mendengar bayinya yang menangis, perasaan bangga
menyusui bayinya akan meningkatkan pengeluaran ASI (Roesli, 2009).
Dukungan suami sangat penting dalam suksesnya menyusui, terutama untuk ASI
eksklusif. Dukungan emosional suami sangat berarti dalam menghadapi tekanan luar
yang meragukan perlunya ASI. Ayahlah yang menjadi benteng pertama saat ibu
mendapat godaan yang datang dari keluarga terdekat, orangtua atau mertua. Suami
juga harus berperan dalam pemeriksaan kehamilan, menyediakan makanan bergizi
untuk ibu dan membantu meringankan pekerjaan istri. Kondisi ibu yang sehat dan
suasana yang menyenangkan akan meningkatkan kestabilan fisik ibu sehingga
produksi ASI lebih baik. Lebih lanjut ayah juga ingin berdekatan dengan bayinya dan
berpartisipasi dalam perawatan bayinya, walau waktu yang dimilikinya terbatas
(Roesli, 2009).
15
Suami yang berperan mendukung ibu agar menyusui sering disebut breastfeeding
father. Pada dasarnya seribu ibu menyusui mungkin tidak lebih dari sepuluh orang
diantaranya tidak dapat menyusui bayinya karena alasan fisiologis. Jadi, sebagian
besar ibu dapat menyusui dengan baik. Hanya saja ketaatan mereka untuk menyusui
ekslusif 4-6 bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun yang mungkin tidak dapat
dipenuhi secara menyeluruh. Itulah sebabnya dorongan ayah dan kerabat lain
diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu akan kemampuan menyusui
secara sempurna (Khomsan, 2006).
b. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.
Persepsi masyarakat akan gaya hidup mewah, membawa dampak terhadap
kesediaan ibu untuk menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu,
bahwa susu botol sangat cocok buat bayi dan merupakan makanan yang terbaik.
Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu berkeinginan untuk meniru orang
lain, atau prestise (Roesli, 2009).
Iklan menyesatkan yang mempromosikan bahwa susu suatu pabrik sama baiknya
dengan ASI, sering dapat menggoyahkan keyakinan ibu, sehingga tertarik untuk coba
menggunakan susu instan itu sebagai makanan bayi. Semakin cepat memberi
tambahan susu pada bayi, menyebabkan daya hisap berkurang, karena bayi mudah
merasa kenyang, maka bayi akan malas menghisap putting susu, dan akibatnya
produksi prolaktin dan oksitosin akan berkurang (Roesli, 2009).
Selain upaya diatas, pemerintah pada tahun 2012 juga mengesahkan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif. Dalam peraturan ini
pemerintah mengatur fungsi dan peranan pemerintah dari segala jajaran mulai dari tingkat
pusat sampai daerah untuk mendukung dan melaksanakan program peningkatan
pemberian ASI eksklusif. Peraturan ini juga mengatur lembaga pemerintah dan lembaga
kesehatan untuk memberikan edukasi mengenai pemberian ASI eksklusif, tata cara dan
isi edukasi yang disampaikan turut diatur dalam peraturan ini.
Salah satu kebijakan yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012
yaitu mengenai pelaksaan ASI Eksklusif bagi pekerja. Kemudian untuk mendukung hal
tersebut, Kementrian Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 15/MENKES/SK/V/2013 tentang Pedoman Tata Cara Penyediaan
20
Fasilitas Khusus Ibu Menyusui dan atau Memerah Air Susu Ibu. Di dalam peraturan
tersebut diatur bahwa setiap tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus
menyelenggarakan Ruang ASI dengan menyesuaikan ketentuan Peraturan Menteri
sebagai salah satu bentuk untuk mendukung tercapainya tujuan dari Program ASI
Eksklusif ini.
Bentuk dukungan lain terhadap tercapainya program ASI eksklusif ini yaitu
diselenggarakannya Pekan ASI Sedunia (PAS) tahun 2017 dengan tema “Bekerja
bersama untuk keberlangsungan pemberian ASI”. Pekan ASI Sedunia tahun 2017
bertujuan untuk memahami pentingnya bekerja sama dalam rangka mendukung
pemberian ASI dengan mengajak berbagai pihak untuk turut berperan serta mendukung
ibu menyusui. Penyelenggaraan kegiatan Pekan ASI (PAS) Tahun 2017 dilaksanakan di
ngkat pusat dan daerah mengacu pada Pedoman Penyelenggaran Pekan ASI Sedunia
(PAS) Tahun 2017 dan diharapkan bermanfaat bagi masyarakat serta mendukung
keberhasilan SDGs Tahun 2030. Rangkaian kegiatan PAS Tahun 2017 berbentuk
seminar, workshop atau talkshow. Ada pula penyebaran informasi melalui media
elektronik, cetak dan media sosial. Kegiatan berupa kampanye ASI dan juga penyebaran
materi melalui leaflet, flyer atau banner.
(IMD, ASI Eksklusif, MP-ASI dan melanjutkan menyusui hingga 2 tahun atau lebih),
pemantauan pertumbuhan balita, suplementasi gizi balita (vitamin A dan makanan
tambahan Balita gizi kurang), penanganan balita gizi buruk, dan suplementasi TTD pada
remaja putri (rematri).
Dalam masa pandemi COVID-19 untuk mencegah penularan, Fasyankes telah
meminimalisir kunjungan masyarakat untuk hal-hal yang tidak mendesak atau gawat
darurat dengan memanfaatkan teknologi informasi atau media lainnya sesuai kebutuhan.
Selain itu, tekonologi informasi juga dapat digunakan untuk kegiatan koordinasi maupun
sosialisasi dengan berbagai pihak.
Kunjungan rumah diprioritaskan kepada kelompok sasaran yang berisiko yaitu balita
berisiko masalah gizi, ibu hamil KEK dan anemia serta remaja anemia
Kunjungan rumah bertujuan untuk melakukan tindaklanjut intervensi (pemberian MT,
TTD dan vitamin A serta memantau kepatuhan konsumsinya), memantau pertumbuhan
dan kesehatan balita serta memberikan konselling dan edukasi
Dalam melakukan kunjungan rumah petugas kesehatan/kader harus memperhatikan
prosedur pencegahan infeksi yaitu:
- Menggunakan masker.
- Menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter.
- Konseling dilakukan pada udara terbuka atau ruangan dengan cukup ventilasi, Ì
membatasi waktu konseling maksimal 15 menit.
Sebelum melakukan kunjungan rumah, lakukan diskusi dengan ibu melalui telepon/
sms/ aplikasi chat untuk mengetahui masalah yang dihadapi ibu, sehingga konseling
dilakukan secara efektif, dalam waktu terbatas, sesuai dengan masalah yang ada.
Konseling lanjutan, bila diperlukan, bisa dilakukan melalui media telepon, maupun
SMS atau aplikasi chat lainnya.
Perlu disampaikan pentingnya pencegahan penularan tingkat individu bagi ibu
menyusui diantaranya:
- Menggunakan masker.
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan anak dengan sabun dan air
yang mengalir.
- Membersihkan benda yang dipegang oleh ibu dengan disinfektan.
Utamakan konseling melalui media virtual, sambungan telepon, SMS atau
menggunakan aplikasi tatap muka lainnya secara daring (video call) kepada ibu hamil
22
atau keluarga lain. Penggunaan media KIE tetap bisa ditampilkan selama konseling.
Ingatkan Ibu untuk membaca buku KIA.
Bersama dengan lintas program (Promkes) melakukan edukasi kepada masyarakat
melalui berbagai saluran komunikasi, seperti media cetak berbentuk poster yang
dipasang pada tempat-tempat strategis, maupun menggunakan berbagai platform media
sosial untuk menyampaikan pesan kunci gizi dari sumber yang terpercaya.
Melalui kader membuat grup media sosial dengan kelompok sasaran pelayanan (ibu
hamil, ibu balita, remaja puteri) di wilayahnya masing-masing, untuk memberikan
informasi penting terkait tumbuh kembang balita, kesehatan remaja, ibu hamil dan ibu
menyusui, serta perilaku hidup bersih dan sehat.
23
BAB III
METODE EVALUASI
2. Langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian program (output) dengan tolak
ukurnya. Jika terdapat kesenjangan antara tolak ukur dengan hasil pencapaian pada unsur
keluaran maka disebut sebagai masalah.
3. Menetapkan prioritas masalah. Masalah-masalah pada komponen output tidak semuanya
dapat diatasi secara bersamaan mengingat keterbatasan kemampuan Puskesmas. Selain itu
adanya kemungkinan masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya dan bila
diselesaikan salah satu masalah yang dianggap paling penting, maka masalah lainnya dapat
teratasi pula. Oleh sebab itu, ditetapkanlah prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk
memecahkannya.
Untuk menyusun prioritas masalah ada beberapa indikator yang sering dipergunakan,
yaitu:
a. I (Importance) : pentingnya masalah, yang terdiri dari beberapa unsur lagi yaitu;
1) P (Prevalence), jumlah suatu masyarakat yang terkena masalah, semakin besar
maka semakin harus diprioritaskan.
2) S (Severity), berat tingginya masalah yang dihadapi, serta seberapa jauh akibat yang
ditimbulkan oleh masalah tersebut.
3) PB (Public concern), menyangkut besarnya keprihatinan masyarakat terhadap
suatu masalah.
4) RI (Rate of increase), yaitu jumlah kenaikan angka penyakit dalam periode
waktu tertentu.
5) DU (Degree of unmeet need), yaitu adanya keinginan/dorongan besar dari
masyarakat agar masalah tersebut dapat segera diselesaikan
6) SB (Social Benefit), sejauh mana keuntungan sosial yang diperoleh dari
penyelesaian masalah tersebut.
7) PC (Politicial climate), besarnya dukungan politik dari pemerintah sangat
menentukan besarnya keberhasilan penyelesaian masalah.
b. T (Technology feasibility), ketersediaan teknologi dalam mengatasi suatu
masalah.
c. R (Resource avaibility), menyangkut ketersediaan sumber daya yang dapat
dipergunakan untuk menyelesaikan suatu masalah
BAB IV
PROFIL UPT BLUD PUSKESMAS KUPANG KOTA
Tabel 2.1 distribusi Penduduk, Kepala Keluarga, Jumlah Rumah dan Luas Wilayah
Kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021
Jumlah
Luas Jumlah Jumlah
No Kelurahan Kepala
Wilayah(km2) penduduk Rumah
Keluarga
1 Kupang Kota 54,0 11.580 2.270 2.205
Peran serta masyarakat di wilayah kerja puskesmas sudah berjalan cukup baik.
Adapun jumlah kader yang selama ini terlibat didalam kegiatan pelayanan kesehatan
di wilayah kelurahan Kupang Kota, kelurahan Kupang Teba, kelurahan Kupang Raya
adalah kader posyandu ibu dan balita sebanyak 27 posyandu x 5 kader yaitu 135
orang, kader posyandu lansia 7 posyandu x 4 kader yaitu 28 orang, kader Posbindu
PTM 4 posyandu x 3 kader yaitu 12 kader, kader poskeskel 4 poskeskel x 5 kader
yaitu 20 orang.
29
4.4 Gambaran Cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota
Berikut disajikan data cakupan penilaian kinerja upaya perbaikan gizi masyarakat di UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021.
Tabel 1. Cakupan Penilaian Kinerja Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat UPT BLUD
Puskesmas Kupang Kota
No. Indikator Target % Capaian % Masalah
Darah
Berdasarkan data di atas didapatkan cakupan ASI ekslusif di UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota pada tahun 2021 masih belum mencapai target yaitu 63% dari target
capaian 100%. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi program ASI Ekslusif di Wilayah
Kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota.
30
BAB V
HASIL EVALUASI
Darah
Dari data yang ada terdapat beberapa masalah yang ditemukan pada program pelayanan
gizi yang terdiri dari:
a. Pemberian Tablet Besi (90 tablet) pada Ibu Hamil target 100% dengan capaian pada
tahun 2021 sebesar 89,61%
31
b. Persentase Bayi usia <6 Bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif tidak mencapai
target 96% dengan capaian pada tahun 2021 63%
Berdasarkan tabel masalah yang terdapat pada program gizi dikarenakan tidak
tercapainya target, masalah pada program gizi yaitu Presentase Bayi yang Telah
Mencapai 6 Bulan ASI Eksklusif memiliki skor tertinggi yaitu 13, sehingga masalah yang
menjadi prioritas untuk diselesaikan dalam laporan ini adalah terkait Bayi yang Telah
Mencapai 6 Bulan ASI Eksklusif.
Tabel 7. Analisis masalah program pelayanan gizi bayi usia < 6 bulan yang mendapat
ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021
Berdasarkan analisis pada tabel tujuh didapatkan kesenjangan antara tolak ukur dengan
pencapaian pada program gizi bayi usia < 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif di
UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021 sebesar 37% (206 orang). Berdasarkan
data tersebut, terdapat masalah pada program gizi bayi usia <6 bulan yang mendapatkan
ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021. Pencapaian pada bayi
usia <6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
tahun 2021 adalah 63%.
MAN
METHOD
Kurangnya Pengetahuan
Masyarakat mengenai
pentingnya ASI Eksklusif Faktor Dukungan
Keluarga Kurangnya media/cara penyuluhan
yang menarik
Penanggung Jawab
kurang maksimal dalam 3 2 3 3 3 3 3 4 4 320
menjalankan program
Faktor Kurangnya
4 3 4 4 3 4 3 4 4 400
Dukungan Keluarga
Pendidikan Ibu Rendah 3 2 3 3 4 3 2 2 3 120
Ibu Bekerja 3 4 2 4 3 2 2 3 3 180
2. Method
Keadaan pandemi yang
tidak memungkinkan
diadakan penyuluhan 4 4 3 4 3 4 3 4 3 300
langsung dengan
mengumpulkan massa
Kurangnya cara/media
penyuluhan yang 3 4 2 4 3 2 2 3 3 180
menarik
3. Material
Kurangnya media
3 2 2 2 3 2 2 3 4 192
promosi ASI Eksklusif
Fasilitas ruang lakstasi di
puskesmas dan belum 4 4 3 4 4 3 2 2 2 96
memadai
4. Money
Pembiayaan untuk media
3 3 2 3 2 2 2 3 2 102
promosi ASI Eksklusif
5. Machine
Kurangnya edukasi dari
tokoh masyarakat 3 3 3 2 3 2 2 3 2 108
mengenai ASI Eksklusif
Keterangan: P = Prevalence
S = Severity
PB = Public concern
RI = Rate of increase
DU = Degree of unmeet need
SB = Social benefit
PC =Political climate
T = Technical feasiability
R = Resources availability
35
Keterangan:
P : Prioritas alternatif pemecahan masalah (MIV/C).
M : Magnitude, yaitu besarnya masalah yang dilihat dari morbiditas dan mortalitas.
I : Importance, yang ditentukan oleh jenis kelompok penduduk yang terkena
masalah/penyakit.
V : Vulnerability, yaitu ada/tersedianya cara–cara pencegahan dan pemberantasan
masalah yang bersangkutan.
C : Cost, yaitu biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah tersebut.
Alternatif pemecahan masalah yang dipilih adalah dengan melakukan pendampingan
pemberian ASI eksklusif kepada ibu dan keluarga yang tinggal serumah oleh para
kader posyandu bekerjasama dengan homecare.
Cara ini dianggap paling efektif untuk meningkatkan keikutsertaan keluarga dan
37
dukungan dari keluarga kepada ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif selama 6
bulan kepada bayinya. Dalam satu tahun terakhir, kegiatan yang dilakukan oleh UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota dalam mencapai target terlaksananya program ASI
Eksklusif ini lebih fokus kepada ibu dari bayi. UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
telah melakukan penyuluhan terkait ASI Eksklusif dan Kelas Ibu untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran para ibu. Namun, kendala yang dihadapi saat ini adalah
kurangnya peran serta dan dukungan dari keluarga. Sehingga UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota selanjutnya akan memperluas sasaran dari program ASI Eksklusif ini
tidak hanya kepada ibu tetapi juga keluarga yang tinggal serumah dengan melakukan
pendampingan.
Langkah-langkah yang akan dilakukan UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota untuk
mencapai keberhasilan pelaksanan pendampingan pemberian ASI Eksklusif ini
diantaranya:
1. Pembentukan Kader ASI Eksklusif wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
untuk melakukan proses pendampingan pemberian ASI Eksklusif kepada ibu dan keluarga
yang tinggal serumah dengan bayi usia < 6 bulan
2. Melakukan penyuluhan secara berkala kepada para kader yang telah dibentuk untuk
memantau pelaksanaan dari pendampingan pemberian ASI Eksklusif ini
3. Menjalin kerjasama dengan bidan di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
untuk membantu petugas homecare Puskesmas dalam melakukan pemantauan keberhasilan
pendampingan oleh para kader
4. Pembuatan kartu catatan ASI Eksklusif dimana di dalamnya akan berisi tentang informasi
terkait ASI dan catatan pemberian ASI
Pendampingan pemberian ASI Eksklusif ini dilakukan oleh pada kader yang telah
dilatih dan diberikan penyuluhan terkait dengan pentingnya pemberian ASI
bekerjasama dengan petugas homecare dari Puskesmas. Petugas homecare dari
Puskesmas akan memantau pelaksanaan dari pendampingan ASI Eksklusif melalui
para kader dan akan secara rutin melakukan evaluasi masalah-masalah apa yang
dijumpai pada pelaksanaannya.
38
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil evaluasi program gizi dengan pendekatan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Angka capaian program gizi Bayi yang Mencapai Usia 6 Bulan ASI Eksklusif di UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021 adalah 63% dan belum mencapai target
yaitu 100%. Hal ini masih menjadi prioritas masalah dalam pelaksanaan program gizi
di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota.
2. Penyebab masalah angka capaian pemberian ASI Eksklusif adalah karena kurangnya
dukungan keluarga dalam pemberian ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota.
3. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dipilih adalah dengan melakukan
pendampingan pemberian ASI eksklusif kepada ibu dan keluarga yang tinggal
serumah oleh para kader posyandu bekerjasama dengan homecare untuk
meningkatkan dukungan keluarga.
6.2 Saran
Adapun saran dari evaluasi program gizi dengan pendekatan pemberian ASI eksklusif pada
bayi usia 6 bulan di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021 sebagai berikut:
1. Mengingat situasi pandemi Covid-19, teknik penyuluhan dilakukan dengan tetap
menerapkan physical distancing dan protokol kesehatan
2. Puskesmas harus melakukan pendampingan terhadap seluruh kader setiap posyandu
untuk melakukan penyuluhan ASI Eksklusif kepada seluruh ibu dengan bayi usia 0-6
bulan
3. Kader setiap posyandu dapat memberikan media promosi kesehatan pada keluarga
memiliki bayi usia 0-6 bulan mengenai ASI Eksklusif
..
39
DAFTAR PUSTAKA
Ananta, Yovita. 2016. Dampak dari Tidak Menyusui di Indonesia. Jakarta: IDAI
Andrian, R. 2016. Peran pemberian ASI Eksklusif terhadap Status Gizi dan Tumbuh
Kembang pada Anak Usia Dini. Jurnal Agromedicine Unila, 3(1), 30–4.
Bobak, L., & Jensen. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas / Maternity Nursing. (M. A.
Wijayati & I. Peter, Eds.) (Edisi 4). Jakarta: EGC.
BAPPENAS dan UNICEF. 2017. Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia.
Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF.
Dinkes Lampung. 2015. Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung tahun 2014. Bandar
Lampung: Dinkes Lampung.
Dirjen BGKIA. 2015. Kesehatan dalam Kerangka Sustainable Development Goals (SDGs).
Jakarta: Sekretariat Pembangunan Kesehatan Pasca-2015 Kementerian Kesehatan RI.
Hegar, B., Suradi, R., Hendarto, A., & Partiwi, I. G. A. 2008. Bedah ASI. Jakarta: IDAI
Cabang DKI.
Hockenberry, M.J & Wilson, D. 2009. Essential of Pediatric Nursing. St. Louis Missoury:
Mosby
Kemenkes RI. 2014. Pusat Data dan Informasi Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2020. Pedoman Pelayanan Gizi Pada Masa Tanggap Darurat Pandemi COVID-
19. Jakarta: Kemenkes RI
Kepmenkes RI. 2016. Informasi Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta:
Kemenkes RI.
Khomsan, Ali. 2006. Solusi Makanan Sehat. Jakarta: PT. Raja gravindo Persada.
Kemenkes RI. 2019. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.
Nelson, J. 2011. Cara menyusui yang baik. Jakarta: Arcan
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pemerintah Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian
Air Susu Ibu Eksklusif. Lembaran RI tahun 2012 No 33. Jakarta: Sekretariat Negara.
Puput S, Victoria FS. Perilaku Pemberian ASI Terhadap Frekuensi Diare pada Anak Usia 6-
24 Bulan di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis Kediri. J Stikes RS.Baptis Kediri.
2011;4(2) 89-93.
Purnama, RRW. 2013. Efektivitas antara pijat oksitosin dan breastcare terhadap produksi ASI
pada ibu post partum dengan sectio caesarea di RSUD Banyumas. Skripsi. Purwokerto:
40