Anda di halaman 1dari 45

EVALUASI PROGRAM ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 6 BULAN DI

WILAYAH KERJA UPT BLUD PUSKESMAS KUPANG KOTA

Oleh:

dr. Ahmad Syah Putra


dr. Zara Shelli Meirosa

Pendamping:
dr. Astriana

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


WAHANA BLUD PUSKESMAS KUPANG KOTA
PERIODE MEI 2022 – NOVEMBER 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Evaluasi program yang berjudul

EVALUASI PROGRAM ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 6 BULAN DI WILAYAH


KERJA UPT BLUD PUSKESMAS KUPANG KOTA

Periode Mei 2022 – November 2022

Oleh :

1. dr. Ahmad Syah Putra


2. dr. Zara Shelli Meirosa

Sebagai salah satu persyaratan mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia yang diadakan
oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Bandar Lampung, 23 Oktober 2022


Pendamping,

dr. Astriana
KATA PENGANTAR

Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:


1. dr. Astriana sebagai dokter pendamping yang telah banyak member kritik, saran
dan fasilitas yang mendukung guna penyelesaian laporan kasus ini
2. Rekan-rekan seperjuangan yang turut meluangkan banyak waktu dalam
membantu proses penyelesaian laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan evaluasi program ini
selesai.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Sehingga apabila ada kritik dan saran
dari semua pihak maupun pembaca untuk kesempurnaan laporan ini, penulis
mengucapkan banyak terimakasih.

Bandar Lampung, 23 Oktober 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN Halaman


1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................3
a. Tujuan Umum...............................................................................................3
b. Tujuan Khusus..............................................................................................3
1.4 Manfaat..............................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5


2.1 ASI Eksklusif.....................................................................................................5
2.2 Komposisi ASI...................................................................................................5
2.3 Produksi ASI......................................................................................................7
2.4 Pola Pemberian ASI...........................................................................................9
2.5 Manfaat ASI dan Menyusui...............................................................................9
2.6 Masalah Pemberian ASI..................................................................................11
2.7 Faktor-Faktor Kegagalan Pemberian ASI.......................................................13
2.8 Manajemen ASI Esklusif.................................................................................16
2.9 Peran Pemerintah dalam Peningkatan ASI Esklusif........................................18
2.10 Pelaksanaan Program ASI Eksklusif di Masa Pandemi ...............................20

BAB III METODE EVALUASI.....................................................................................23


3.1 Pengumpulan Data...........................................................................................23
3.2 Tolak Ukur Penilaian.......................................................................................23
3.3 Cara Analisis...................................................................................................23
3.4 Waktu dan Tempat..........................................................................................26

BAB IV PROFIL UPT BLUD PUSKESMAS KUPANG KOTA...............................27


4.1 Geografis Wilayah Kerja.................................................................................27
4.2 Visi dan Misi...................................................................................................28
4.3 Data Demografis Wilayah Kerja.....................................................................28
4.4 Gambaran Cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPT BLUD
Puskesmas Kupang Kota ......................................................................................29

BAB V HASIL EVALUASI............................................................................................30


5.1 Membandingkan Pencapaian Keluaran Program dengan Tolak Ukur
Keluaran.........................................................................................................30
5.2 Menetapkan Prioritas Masalah........................................................................31
5.3 Perbandingan Pencapaian Keluaran Program dengan Tolak Ukur.................31
5.4 Identifikasi Penyebab Masalah dengan Diagram Fishbone.............................32
5.5 Penetapan Prioritas Penyebab Masalah...........................................................34
5.6 Menyusun Alternatif Pemecahan Masalah......................................................35
5.7 Memilih Prioritas Jalan Keluar........................................................................36

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................38


6.1 Simpulan..........................................................................................................38
6.2 Saran................................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................39
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI kepada bayi selama 6 bulan pertama
dalam kehidupannya tanpa memberikan makanan ataupun minuman lain, untuk kemudian
diteruskan hingga 2 tahun atau lebih , dan setelah enam bulan baru didampingi dengan
makanan / minuman pendamping ASI ( MPASI ) sesuai perkembangan pencernaan anak
(Permenkes RI, 2012).

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang disekresikan oleh kelenjar payudara ibu berupa
makanan alamiah dengan nutrisi dan energi terbaik bagi bayi khususnya bayi berusia 0-6
bulan karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang optimal (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2015).
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai
tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan saraf dan otak,
memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan
emosional antara ibu dan bayinya.

Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan


pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi,
pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI mengandung berbagai zat yang penting untuk
tumbuh kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya. Meski demikian, pemberian ASI
pada bayi erat kaitannya dengan keputusan yang dibuat oleh ibu. Selama ini ibu
merupakan figur utama dalam keputusan untuk memberikan ASI atau tidak pada bayinya.
Pengambilan keputusan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari dalam
maupun dari faktor dari luar diri ibu.

Faktor-faktor dari dalam diri ibu atau faktor internal antara lain pengetahuan ibu mengenai
proses laktasi, pendidikan, motivasi, sikap, pekerjaan ibu, dan kondisi kesehatan ibu.
Sementara itu, faktor dari luar diri ibu atau faktor eksternal antara lain sosial ekonomi, tata
laksana rumah sakit, kondisi kesehatan bayi, pengaruh iklan susu formula yang intensif,
keyakinan keliru yang berkembang di masyarakat dan kurangnya penerangan dan
dukungan terhadap ibu dari tenaga kesehatan atau petugas penolong persalinan maupun
orang-orang terdekat ibu seperti ibu, mertua, suami, dan lain-lain.
2

Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah kematian balita sebanyak 13 %.


Pemberian makanan pendamping ASI pada saat dan jumlah yang tepat dapat mencegah
kematian balita sebanyak 6%, sehingga pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai lebih dari 2 tahun bersama makanan
pendamping ASI yang tepat dapat mencegah kematian balita sebanyak 19% (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Tahun 1990 pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI


(PP-ASI) yang salah satu tujuannya adalah untuk membudayakan perilaku menyusui
secara eksklusif kepada bayi dari lahir sampai dengan berumur 4 bulan. Pada tahun 2004,
sesuai dengan anjuran badan kesehatan dunia (WHO), pemberian ASI Eksklusif
ditingkatkan menjadi 6 bulan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 tahun 2004.

Pemerintah Indonesia mendukung masyarakat dalam pemberian ASI eksklusif. Hal ini
tertulis dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2012 pasal 7 yang menyatakan bahwa
setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang
dilahirkannya. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal
128 ayat 2 dan 3 juga menerangkan bahwa pihak keluarga, pemerintah daerah dan
masyarakat harus mendukung ibu secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas
khusus untuk pemberian ASI (Kemenkes, 2014)

Separuh dari kehidupan pertama di masa bayi (6 bulan) dipenuhi oleh ibunya melalui Air
Susu Ibu (ASI). Periode menyusui merupakan masa yang sangat peting bagi bayi dan ibu,
sama pentingnya dengan masa kehamilan. Satu-satunya makanan yang sesuai dengan
keadaan saluran pencernaan bayi dan memenuhi kebutuhan selama 6 bulan pertama
adalah ASI (Pritasari, Damayanti, dan Lestari, 2017)

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia target program cakupan


ASI eksklusif tahun 2017 adalah 80%, akan tetapi secara nasional cakupan pemberian ASI
eksklusif hanya 61,33%. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Provinsi Lampung tahun
2016 57,7% dimana angka ini masih di bawah target yang diharapkan yaitu, 80%. Jumlah
bayi yang diberi ASI eksklusif di Kota Bandar Lampung pada tahun 2017 sebanyak 3.099
(62%) dan belum mencapai target pemberian yang telah ditetapkan yaitu, 80%. Target
3

pencapaian ini menduduki posisi ke-4 dari total 14 kabupaten-kota yang ada di Lampung
(Dinkes Prov. Lampung, 2017).

Pemerintah telah mengupayakan kesehatan bagi masyarakatnya. Sesuai dengan


Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2014, terdapat Puskesmas yaitu fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif.
Salah satu upaya promotif dan preventif terkait dengan pencegahan Stunting terdapat
dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak meliputi konseling IMD (Inisiasi Menyusui
Dini) dan pemberian ASI Eksklusif pada ibu. Selain itu dilakukan penimbangan terhadap
bayi sebagai upaya deteksi balita Stunting (Permenkes RI, 2014).

Bentuk pelayanan tersebut sudah dilakukan oleh UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota.
Dalam hal ini UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota menargetkan keberhasilan program
ASI Eksklusif sebesar 96%. Namun, dalam pelaksanaannya keberhasilan program ASI
eksklusif di puskesmas ini baru tercapai 69% pada tahun 2021, dibandingkan pada tahun
2019 dimana capaian hanya mencakup 51,59% dari target 100%. Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi untuk mencari penyebab dari tidak tercapainya
target program ASI eksklusif di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota serta
menemukan alternatif pemecahan masalahnya.

1.3 Tujuan
Berikut adalah tujuan dari penulisan makalah ini yang terbagi ke dalam tujuan umum dan
tujuan khusus.
a. Tujuan Umum
Mengevaluasi penyebab tidak tercapainya target yang diharapkan pada kegiatan program gizi
dengan pendekatan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan di wilayah kerja UPT BLUD
Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021.
b. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya ASI ekslusif di UPT BLUD
Puskesmas Kupang Kota tahun 2021.
2. Menentukan prioritas penyebab rendahnya cakupan program ASI eksklusif UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021.
3. Menentukan prioritas penyelesaian masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif di
UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021.
4

1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
1. Menerapkan ilmu kedokteran komunitas yang telah diperoleh saat kuliah.
2. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program gizi mengenai
presentasi bayi usia 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif di UPT BLUD
Puskesmas Kupang Kota
b. Bagi Puskesmas yang di evaluasi
1. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam program ASI eksklusif di UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota
2. Memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan sebagai umpan balik agar
keberhasilan program di masa mendatang dapat tercapai secara optimal.
c. Bagi Masyarakat
1. Tercapainya pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan sehingga tidak menjadi
permasalahan gizi pada masyarakat di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota
2. Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya bagi ibu yang memiliki
bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
3. Menurunkan angka kejadian bayi usia 0-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ASI Eksklusif


2.1.1 Definisi
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara
Ibu melalui proses menyusui. ASI merupakan makanan yang disiapkan untuk
bayi. Mulai masa kehamilan payudara sudah mengalami perubahan untuk
memproduksi ASI. Air susu setiap jenis mamalia berbeda sesuai dengan
kebutuhan dan perbedaan laju pertumbuhan bayi. Komposisi air susu ibu berbeda
dengan komposisi air susu sapi karena laju pertumbuhan bayi manusia berbeda
dengan bayi sapi. Makanan yang diramu menggunakan teknologi modern tidak
bisa menandingi keunggulan ASI karena ASI mempunyai nilai gizi yang tinggi
dibandingkan dengan makanan buatan manusia ataupun susu yang berasal dari
hewan sapi, kerbau atau kambing (Andrian, 2016).

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam
anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai
makanan bagi bayinya. ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air
putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini. ASI eksklusif selama enam
bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik (Kemenkes RI, 2014).
ASI eksklusif (menurut WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia
6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain makanan tambahan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Sugiarti, Zulaekah, &
Puspowati, 2011). ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. ASI
eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja tanpa tambahan makanan dan
minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan (Kepmenkes RI, 2016).

2.2 Komposisi ASI


a. Karbohidat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber
energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat
dibandingkan laktosa yang ditemukan pada susu sapi. Namun demikian angka
6

kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencernakan laktosa (intoleransi
laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan karena
penyerapan laktosa ASI lebih baik dibandingkan laktosa susu sapi. Kadar karbohidrat
dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa
pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini maka
kadar karbohidrat ASI relatif stabil (Hegar et al, 2008).
b. Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang
terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey
dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri protein whey yang lebih mudah
diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein casein
yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein casein yang terdapat dalam ASI
hanya 30% dibanding susu sapi yang mengandung jumlah ini lebih tinggi (80%).
Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein whey yang banyak terdapat
pada susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan sejenis
protein yang berpotensial menyebabkan alergi. ASI juga kaya akan nukleotida
(kelompok berbagai jenis senyawa organik yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa
nitrogen,karbohidrat,dan fosfat) dibanding dengan susu sapi yang mempunyai zat gizi
ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu kualitas nukleotida ASI juga lebih baik
dibanding susu sapi. Nukleotida ini mempunyai peran dalam meningkatkan
pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan bakteri yang baik di
dalam usus, dan meningkatkan penyerapan besi dan daya tahan tubuh (Hegar et al.,
2008).
c. Lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi. Kadar lemak yang
tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa
bayi. Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan dalam ASI dan
susu sapi. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi
banyak ditemukan dalam ASI. Disamping itu,ASI banyak mengandung asam lemak
rantai panjang diantaranya asam dokosaheksonik (DHA) dan asam arakidonat (ARA)
yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. ASI
mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding susu sapi
yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Seperti yang kita ketahui,konsumsi
asam lemak jenuh dalam jumlah banyak dan lama tidak baik untuk kesehatan jantung
dan pembuluh darah (Hegar et al., 2008).
7

d. Kartinin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang
tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui,bahkan di dalam kolostrum kadar
karnitin lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi
dibanding dengan bayi yang mendapat susu formula (Hegar et al., 2008).
e. Vitamin
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai factor
pembekuan. Vitamin D untuk mencegah bayi menderita penyakit tulang. Vitamin A
berfungsi untuk kesehatan mata dan juga untuk mendukung pembelahan sel,
kekebalan tubuh dan pertumbuhan (Hegar et al., 2008).
f. Mineral
Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi
untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan
darah. Kandungan zat besi di dalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-50%
dibandingkan hanya 4-7% pada susu formula. Sehingga bayi yang mendapat ASI
mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami kekurangan zat besi dibanding dengan
bayi yang mendapat susu formula. Mineral zink dibutuhkan oleh tubuh karena
merupakan mineral yang banyak membantu berbagai proses metabolisme di dalam
tubuh (Hegar et al., 2008).

2.3 Produksi ASI


Pada bulan terakhir kehamilan kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai memproduksi ASI.
Apabila tidak ada kelainan, pada hari pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan
50-100 ml sehari dan jumlah akan terus bertambah sehingga mencapai 400-450 ml pada
waktu mencapai usia minggu kedua (Purwanti, 2014).

Pada hari-hari pertama biasanya ASI belum keluar, bayi cukup disusui selama 5 menit
untuk merangsang produksi ASI dan membiasakan puting susu diisap oleh bayi. Setelah
produksi ASI cukup bayi dapat menyusu selama 10-15 menit dan jumlah ASI yang
terhisap bayi pada 5 menit pertama adalah ± 112 ml, 5 menit kedua 64 ml dan 5 menit
terakhir hanya ± 15 ml. Pada prinsipnya menyusui bayi adalah tanpa jadwal (on demand)
karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Pada awalnya bayi akan menyusu
dengan jadwal yang tidak teratur, tetapi selanjutnya akan memiliki pola tertentu yang
dilakukan dengan frekuensi 2-3 jam sekali, sehingga sedikitnya dilakukan 7 kali
8

menyusui dalam sehari setelah 1-2 minggu kemudian (Soetjiningsih, 2017).

Produksi ASI selama periode menyusui mengalami beberapa perubahan dengan


karakteristik dan komposisi berbeda yaitu kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang
(mature). Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah
melahirkan (4-7 hari) dengan volume 150 – 300 ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang
dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak, laktosa dan protein lebih
tinggi sedangkan mineral lebih rendah. Sedangkan ASI matang adalah ASI yang
dihasilkan ≥ 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300 – 850 ml/hari
tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi (Purwanti, 2014).

Untuk menilai produksi ASI dapat merujuk pada volume ASI yang dikeluarkan oleh
payudara. ASI yang telah diproduksi disimpan di dalam gudang ASI. Selanjutnya ASI
dikeluarkan dari payudara kemudian dialirkan ke bayi. Banyaknya ASI yang dikeluarkan
oleh payudara dan diminum oleh bayi, diasumsikan sama dengan produksi ASI
(Soetjiningsih, 2017).

Penilaian terhadap produksi ASI dapat menggunakan beberapa kriteria sebagai acuan
untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya mencukupi bagi bayi pada 2- 3 hari
pertama kelahiran, diantaranya adalah sebelum disusui payudara ibu terasa tegang, ASI
yang banyak dapat keluar dari puting dengan sendirinya, sedangkan ASI yang kurang
dapat dilihat saat stimulasi pengeluaran ASI dan ASI yang keluar hanya sedikit, bayi baru
lahir yang cukup mendapatkan ASI maka BAK-nya selama 24 jam minimal 6-8 kali,
warna urin kuning jernih, jika ASI cukup setelah menyusu maka bayi tertidur atau tenang
selama 2- 3 jam (Bobak & Jensen, 2014).

Indikator lain untuk melihat bahwa produksi ASI mencukupi bagi bayi adalah
karakteristik dari BAB bayi. Pada 24 jam pertama bayi mengeluarkan BAB yang
berwarna hijau pekat, kental dan lengket, yang dinamakan dengan mekonium, BAB ini
berasal dari saluran pencernaan bayi, serta cairan amnion (Hockenberry & Wilson, 2009).

Pola eliminasi bayi tergantung dari intake yang bayi dapatkan. Bayi yang meminum ASI,
umumnya pola BAB-nya 2-5 kali perhari. BAB yang dihasilkan adalah berwarna kuning
keemasan, tidak terlalu encer dan tidak terlalu pekat, sedangkan bayi yang mendapatkan
susu formula, umumnya pola BAB-nya hanya 1 kali sehari dan BAB berwarna putih
9

pucat (Purnama, 2013).

2.4 Pola Pemberian ASI


Agar pemberian ASI eksklusif dapat berhasil, selain tidak memberikan makanan lain
perlu pula diperhatikan cara menyusui yang baik dan benar yaitu tidak dijadwal, ASI
diberikan sesering mungkin termasuk menyusui pada malam hari. Ibu menggunakan
payudara kiri dan kanan secara bergantian tiap kali menyusui. Disamping itu, posisi ibu
bisa duduk atau tiduran dengan suasana tenang dan santai. Bayi dipeluk dengan posisi
menghadap ibu. Isapan mulut bayi pada puting susu harus baik yaitu sebagian besar
areola (bagian hitam sekitar puting) masuk kemulut bayi. Apabila payudara terasa penuh
dan bayi belum mengisap secara efektif, sebaiknya ASI dikeluarkan dengan
menggunakan tangan yang bersih (Depkes RI, 2014; WHO, 2015).

Keadaan gizi ibu yang baik selama hamil dan menyusui serta persiapan psikologi selama
kehamilan akan menunjang keberhasilan menyusui. Seorang ibu yang menyusui harus
menjaga ketenangan pikiran, menghindari kelelahan, membuang rasa khawatir yang
berlebihan dan percaya diri bahwa ASI-nya mencukupi untuk kebutuhan bayi (Depkes
RI, 2014).

2.5 Manfaat ASI dan Menyusui


Manfaat ASI dan menyusui selain untuk bayi, manfaat untuk ibu juga dapat dirasakan,
keuntungan menyusui eksklusif selama 6 bulan dan akan dilanjutkan menjadi 2 tahun
dengan makanan pendamping ASI diatas usia 6 bulan dapat dijelaskan sebagai berikut
yaitu (Rahman, 2017):
1. Manfaat bagi bayi
a. ASI adalah makanan alamiah yang disediakan untuk bayi anda. Dengan komposisi
nutrisi yang sesuai untuk perkembangan bayi sehat.
b. ASI mudah dicerna oleh bayi.
c. Jarang menyebabkan konstipasi.
d. Nutrisi yang terkandung pada ASI sangat mudah diserap oleh bayi.
e. ASI kaya akan antibodi (zat kekebalan tubuh) yang membantu tubuh bayi untuk
melawan infeksi dan penyakit lainnya.
f. ASI dapat mencegah karies karena mengandung mineral selenium.
g. Dari suatu penelitian di Denmark menemukan bahwa bayi yang diberikan ASI
sampai lebih dari 9 bulan akan menjadi dewasa yang lebih cerdas. Hal ini diduga
10

karena ASI mengandung DHA/AA. h.Bayi yang diberikan ASI eksklusif sampai 4
bulan akan menurunkan resiko sakit jantung bila mereka dewasa.
h. ASI juga menurunkan resiko diare, infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi
saluran kencing, dan juga menurunkan resiko kematian bayi mendadak.
i. Memberikan ASI juga membina ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi.
2. Manfaat bagi ibu
a. Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan kontraksi rahim,
yang berarti mengurangi resiko perdarahan.
b. Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke ukuran sebelum
hamil.
c. Menyusui dapat membakar kalori sehingga membantu penurunan berat badan lebih
cepat.
d. Beberapa ahli menyatakan bahwa terjadinya kanker payudara pada wanita
menyusui sangat rendah.
e. ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol susu,
dot dan sebagainya.
f. ASI tidak akan basi. ASI selalu diproduksi payudara bila ASI telah kosong ASI
yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam
payudara tidak pernah basi dan ibu tidak perlu memerah dan membuang ASInya
setiap kali akan menyusui.
3. Manfaat untuk keluarga
a. Tidak perlu membuang uang untuk membeli susu formula.
b. Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam
perawatan kesehatan.
c. Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi MAL dari ASI eksklusif.
d. Memberikan ASI pada bayi (menyusui) berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab
ASI selalu siap sedia.
4. Manfaat untuk masyarakat dan Negara
a. Menghemat devisa negara karena tidak perlu menyimpan susu formula dan
peralatan lain untuk persiapan.
b. Bayi sehat membuat negara lebih sehat.
c. Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi sakit lebih sedikit.
d. Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan kematian.
e. ASI adalah sumber daya yang terus menerus diproduksi.
11

2.6 Masalah Pemberian ASI


Kegagalan pemberian ASI eksklusif akan menyebabkan kekurangan jumlah sel otak
sebanyak 15% – 20%, sehingga menghambat perkembangan kecerdasan bayi pada tahap
selanjutnya. Ada beberapa masalah menyusui terkait dengan ibu yaitu:
1. Pembengkakan Payudara
Pembengkakan payudara ialah respon payudara terhadap hormon-hormon laktasi dan
adanya air susu. Payudara membengkak dan menekan saluran air susu, sehingga bayi
tidak memperoleh air susu. Rasa nyeri dapat menjalar ke aksila. Perawatan yang lebih
baik dapat dilakukan dengan menggunakan es yang diletakkan di payudara. Es akan
mengurangi pembengkakan, sehingga sejumlah air susu yang cukup dapat dikeluarkan
untuk membuat areola menjadi lunak. Payudara dapat menjadi sangat bengkak jika
bayi tidak sering menyusu atau kurang efisien dalam mengisap selama beberapa hari
pertama setelah ASI keluar. Payudara memang sedikit bengkak disaat sedang mulai
menyusui, bengkak yang ekstrem menyebabkan pembengkakan dari duktus susu
dalam payudara dan pembuluh darah di area dada (Bobak & Jensen, 2014; Nelson,
2011).
2. Puting yang luka
Puting susu dapat terasa nyeri pada beberapa hari pertama. Puting yang luka dapat
dicegah atau dibatasi dengan mengambil posisi yang benar dan dengan menghindari
pembengkakan sebelum hal ini terjadi (Bobak & Jensen, 2014).
3. Persepsi Tentang Jumlah Susu Yang Tidak Adekuat
Suplai air susu yang tidak cukup jarang menjadi masalah, karena isapan menstimulasi
aliran susu dalam waktu cukup lama seharusnya dapat memberikan suplai susu dan
jumlah besar (Bobak & Jensen, 2014; Nelson, 2011).
4. Mastitis
Mastitis merupakan suatu infeksi payudara yang disebabkan oleh bakteri dalam sistem
duktus. Mastitis menyebabkan bengkak, panas, dan nyeri, biasanya hanya pada satu
payudara, dan juga menyebabkan ibu menyusui merasa demam dan sakit (Nelson,
2011).
5. Masalah pada Bayi
Beberapa kondisi bayi bisa mempersulit tindakan menyusui pada bayi, salah satu
diantaranya adalah bayi tidak tahan terhadap laktosa atau fenilketonuria, kelainan
sumbing bibir atau langit-langit, dan kelainan bentuk mulut sehingga bayi tidak dapat
menghisap dengan baik (Nelson, 2011; Siregar, 2014).
6. Manajemen Laktasi
12

Manajemen laktasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan


menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai pada masa kehamilan, segera
setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya (Nelson, 2011; Siregar, 2014).
Menurut (Siregar, 2014), Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pada masa Kehamilan (antenatal)
Memberikan penerangaan dan penyuluhan tentang manfaat keunggulan ASI,
manfaat menyusui baik bagi ibu maupun bayinya, disamping bahaya pemberian
susu botol. Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara / keadaan puting susu,
apakah ada kelainan atau tidak. Disamping itu perlu dipantau kenaikan berat badan
ibu hamil. Lakukan perawatan payudara mulai kehamilan umur enam bulan agar
ibu mampu memproduksi dan memberikan ASI yang cukup. Memperhatikan
gizi/makanan ditambah mulai dari kehamilan trisemester kedua sebanyak 1 1/3 kali
dari makanan pada saat belum hamil. Menciptakan suasana keluarga yang
menyenangkan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keluarga terutama suami kepada
istri yang sedang hamil untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya.
b. Pada masa segera setelah persalinan (prenatal)
Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan ditunjukkan cara menyusui
yang baik dan benar, yakni: tentang posisi dan cara melekatkan bayi pada payudara
ibu. Membantu terjadinya kontak langsung antara bayi-ibu selama 24 jam sehari
agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal. Ibu nifas dapat diberikan kapsul
vitamin A dosis tinggi dalam waktu dua minggu setelah melahirkan
c. Pada masa menyusui selanjutnya (post-natal)
Menyusui dilanjutkan secara ekslusif selama 4 bulan pertama usia bayi, yaitu hanya
memberikan ASI saja tanpa makanan/minuman lainnya. Perhatikan gizi/makanan
ibu menyusui, perlu makanan 1 ½ kali lebih banyak dari biasa dan minum minimal
8 gelas sehari. Ibu menyusui harus cukup istirahat dan menjaga ketenangan pikiran
dan keberhasilan menyusui. Menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar
produksi ASI tidak terhambat. Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami
penting untuk menunjang. Rujuk ke Posyandu atau Puskesmas atau petugas
kesehatan apabila ada permasalahan menyusui. Menghubungi kelompok pendukung
ASI terdekat untuk meminta pengalaman dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui
bagi mereka. Memperhatikan gizi/makanan anak, terutama mulai bayi 4 bulan,
berikan MP ASI yang cukup baik kuantitas maupun kualitas.

2.7 Faktor- Faktor Kegagalan Pemberian ASI


13

Pemberian ASI eksklusif dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Adapun aktor internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam diri individu itu sendiri,
meliputi faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, psikologis, adanya tekanan batin, faktor
fisik ibu, dan faktor emosional. Adapun faktor eksternal meliputi dukungan suami,
perubahan social-budaya, kurangnya petugas kesehatan, meningkatnya promosi susu
kaleng sebagai pengganti ASI, pemberian informasi yang salah, dan pengelolaan laktasi
di ruang bersalin (Wahyuningsih dan Machmudah, 2013).

Adapun penjelasan dari faktor-faktor internal adalah sebagai berikut:


1. Faktor Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah untuk menerima informasi
sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan
yang kurang akan menghambat sikap terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan,
termasuk mengenai ASI Ekslusif (Wahyuningsih dan Machmudah, 2013).
2. Faktor Pengetahuan
Pengetahuan yang rendah tentang manfaat dan tujuan pemberian ASI Eksklusif bisa
menjadi penyebab gagalnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Kemungkinan pada
saat pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care), mereka tidak memperoleh penyuluhan
intensif tentang ASI Eksklusif, kandungan dan manfaat ASI, teknik menyusui, dan
kerugian jika tidak memberikan ASI Eksklusif (Wahyuningsih dan Machmudah,
2013).
3. Faktor Sikap Perilaku
Menurut Roesli (2009), dengan menciptakan sikap yang positif mengenai ASI dan
menyusui dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI secara esklusif.
4. Faktor psikologis
Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita (estetika). Adanya anggapan para
ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan dan khawatir akan tampak menjadi
tua.
5. Tekanan batin.
Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayi sehingga dapat
mendesak ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui bayinya, bahkan
mengurangi menyusui (Roesli, 2009).

6. Faktor Fisik ibu


Alasan Ibu yang sering muncul untuk tidak menyusui adalah karena ibu sakit, baik
14

sebentar maupun lama. Sebenarnya jarang sekali ada penyakit yang mengharuskan Ibu
untuk berhenti menyusui. Lebih jauh berbahaya untuk mulai memberi bayi berupa
makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit (Roesli,
2009).
7. Faktor Emosional
Faktor emosi mampu mempengaruhi produksi air susu ibu. Aktifitas sekresi kelenjar-
kelenjar susu itu senantiasa berubah-ubah oleh pengaruh psikis/kejiwaan yang dialami
oleh ibu. Perasaan ibu dapat menghambat /meningkatkan pengeluaran oksitosin.
Perasaan takut, gelisah, marah, sedih, cemas, kesal, malu atau nyeri hebat akan
mempengaruhi refleks oksitosin, yang akhirnya menekan pengeluaran ASI.
Sebaliknya, perasaan ibu yang berbahagia, senang, perasaan menyayangi bayi;
memeluk, mencium, dan mendengar bayinya yang menangis, perasaan bangga
menyusui bayinya akan meningkatkan pengeluaran ASI (Roesli, 2009).

Adapun penjelasan dari faktor-faktor eksternal adalah sebagai berikut.


1. Dukungan Suami
Dari semua dukungan bagi ibu menyusui dukungan suami adalah dukungan yang
paling berati bagi ibu. Suami dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI
khususnya ASI eksklusif dengan cara memberikan dukungan secara emosional dan
bantuan-bantuan yang praktis. Untuk membesarkan seorang bayi, masih banyak yang
dibutuhkan selain menyusui seperti menyendawakan bayi, menggendong dan
menenangkan bayi yang gelisah, mengganti popok, memandikan bayi, membawa bayi
jalan-jalan di taman, memberikan ASI perah, dan memijat bayi. Kecuali menyusui
semua tugas tadi dapat dikerjakan oleh ayah (Roesli, 2009)

Dukungan suami sangat penting dalam suksesnya menyusui, terutama untuk ASI
eksklusif. Dukungan emosional suami sangat berarti dalam menghadapi tekanan luar
yang meragukan perlunya ASI. Ayahlah yang menjadi benteng pertama saat ibu
mendapat godaan yang datang dari keluarga terdekat, orangtua atau mertua. Suami
juga harus berperan dalam pemeriksaan kehamilan, menyediakan makanan bergizi
untuk ibu dan membantu meringankan pekerjaan istri. Kondisi ibu yang sehat dan
suasana yang menyenangkan akan meningkatkan kestabilan fisik ibu sehingga
produksi ASI lebih baik. Lebih lanjut ayah juga ingin berdekatan dengan bayinya dan
berpartisipasi dalam perawatan bayinya, walau waktu yang dimilikinya terbatas
(Roesli, 2009).
15

Suami yang berperan mendukung ibu agar menyusui sering disebut breastfeeding
father. Pada dasarnya seribu ibu menyusui mungkin tidak lebih dari sepuluh orang
diantaranya tidak dapat menyusui bayinya karena alasan fisiologis. Jadi, sebagian
besar ibu dapat menyusui dengan baik. Hanya saja ketaatan mereka untuk menyusui
ekslusif 4-6 bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun yang mungkin tidak dapat
dipenuhi secara menyeluruh. Itulah sebabnya dorongan ayah dan kerabat lain
diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu akan kemampuan menyusui
secara sempurna (Khomsan, 2006).

2. Perubahan Sosial Budaya


a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.
Pekerjaan terkadang mempengaruhi keterlambatan ibu untuk memberikan ASI
secara eksklusif. Secara teknis hal itu dikarenakan kesibukan ibu sehingga tidak
cukup untuk memperhatikan kebutuhan ASI. Pada hakekatnya pekerjaan tidak
boleh menjadi alasan ibu untuk berhenti memberikan ASI secara eksklusif. Untuk
menyiasati pekerjaan maka selama ibu tidak dirumah, bayi mendapatkan ASI perah
yang telah diperoleh satu hari sebelumnya (Roesli, 2009).

Secara ideal tempat kerja yang mempekerjakan perempuan hendaknya memiliki


“tempat penitipan bayi/anak”. Dengan demikian ibu dapat membawa bayinya ke
tempat kerja dan menyusui setiap beberapa jam. Namun bila kondisi tidak
memungkinkan maka ASI perah/pompa adalah pilihan yang paling tepat. Tempat
kerja yang memungkinkan karyawatinya berhasil menyusui bayinya secara
eksklusif dinamakan Tempat Kerja Sayang Ibu (Roesli, 2009).

b. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.
Persepsi masyarakat akan gaya hidup mewah, membawa dampak terhadap
kesediaan ibu untuk menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu,
bahwa susu botol sangat cocok buat bayi dan merupakan makanan yang terbaik.
Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu berkeinginan untuk meniru orang
lain, atau prestise (Roesli, 2009).

c. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.


Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat, mendesak para
ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan
16

keluarnya (Roesli, 2009).

3. Meningkatnya Promosi Susu Formula sebagai Pengganti ASI.


Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan
distribusi susu buatan menimbulkan pergeseran perilaku dari pemberian ASI ke
pemberian Susu formula baik di kelurahan maupun perkotaan. Distibusi, iklan dan
promosi susu buatan berlangsung terus, dan bahkan meningkat tidak hanya di televisi,
radio dan surat kabar melainkan juga ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik
kesehatan masyarakat di Indonesia (Roesli, 2009).

Iklan menyesatkan yang mempromosikan bahwa susu suatu pabrik sama baiknya
dengan ASI, sering dapat menggoyahkan keyakinan ibu, sehingga tertarik untuk coba
menggunakan susu instan itu sebagai makanan bayi. Semakin cepat memberi
tambahan susu pada bayi, menyebabkan daya hisap berkurang, karena bayi mudah
merasa kenyang, maka bayi akan malas menghisap putting susu, dan akibatnya
produksi prolaktin dan oksitosin akan berkurang (Roesli, 2009).

4. Faktor pengelolaan laktasi di ruang bersalin (praktik IMD)


Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau sedini
mungkin setelah lahir. Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua
dapat dilaksanakan menyusui dini. IMD disebut early initation atau permulaan
menyusu dini, yaitu bayi mulai menyusui sendiri segera setelah lahir. Keberhasilan
praktik IMD, dapat membantu agar proses pemberian ASI eksklusif berhasil,
sebaliknya jika IMD gagal dilakukan, akan menjadi penyebab pula terhadap gagalnya
pemberian ASI Eksklusif (Roesli, 2009).

2.8 Manajemen ASI Eksklusif


Langkah-langkah kegiatan Menejemen Laktasi menurut Depkes RI adalah :
1. Masa Kehamilan (Antenatal).
Memberikan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai manfaat dan keunggulan
ASI, manfaat menyusui bagi ibu, bayi dan keluarga serta cara pelaksanaan manajemen
laktasi.
a. Menyakinkan ibu hamil agar ibu mau dan mampu menyusui bayinya.
b. Melakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara. Disamping itu, perlu pula
dipantau kenaikan berat badan ibu hamil selama kehamilan.
17

c. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan sehari-hari termasuk mencegah


kekurangan zat besi. Jumlah makanan sehari-hari perlu ditambah mulai kehamilan
trimester ke-2 (minggu ke 13-26) menjadi 1-2 kali porsi dari jumlah makanan pada saat
sebelum hamil untuk kebutuhan gizi ibu hamil.
d. Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Penting pula perhatian keluarga
terutama suami kepada istri yang sedang hamil untuk memberikan dukungan dan
membesarkan hatinya bahwa kehamilan merupakan anugerah dan tugas yang mulia.
2. Saat segera setelah bayi lahir.
a. Dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi agar mulai kontak
dengan bayi (skin to skin contact) dan mulai menyusui bayi. Karena saat ini bayi dalam
keadaan paling peka terhadap rangsangan, selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu
secara naluriah.
b. Membantu kontak langsung ibu-bayi sedini mungkin untuk memberikan rasa aman dan
kehangatan.
3. Masa Neonatus
a. Bayi hanya diberi ASI saja atau ASI Eksklusif tanpa diberi minum apapun.
b. Ibu selalu dekat dengan bayi atau di rawat gabung.
c. Menyusui tanpa dijadwal atau setiap kali bayi meminta (on demand).
d. Melaksanakan cara menyusui (meletakan dan melekatkan) yang baik dan benar.
e. Bila bayi terpaksa dipisah dari ibu karena indikasi medik, bayi harus tetap mendapat ASI
dengan cara memerah ASI untuk mempertahankan agar produksi ASI tetap lancar.
f. Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) dalam waktu kurang dari 30
hari setelah melahirkan.
4. Masa menyusui selanjutnya (post neonatal).
a. Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi, yaitu hanya
memberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman lainnya.
b. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan ibu menyusui sehari-hari. Ibu menyusui
perlu makan 1½ kali lebih banyak dari biasanya (4-6 piring) dan minum minimal 10 gelas
sehari.
c. Cukup istirahat (tidur siang/berbaring 1-2 jam), menjaga ketenangan pikiran dan
menghindari kelelahan fisik yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat.
d. Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk menunjang keberhasilan
menyusui.
e. Mengatasi bila ada masalah menyusui (payudara bengkak, bayi tidak mau menyusu, puting
lecet, dan lain-lain ).
2.9 Peran Pemerintah dalam Peningkatan ASI Eksklusif
Kebijakan ASI eksklusif di Indonesia mengalami proses yang cukup panjang. Beberapa
peraturan yang telah dibuat terkait dengan pemberian ASI eksklusif di Indonesia
18

diantaranya Permenkes RI No 240/MENKES/PER/V/1985 tentang pengganti ASI,


Kepmenkes RI No.237/Menkes/SK/IV/1997 tentang Pemasaran Pengganti ASI dan
Kepmenkes RI No.450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif
pada Bayi di Indonesia. Peraturan terbaru yang saat ini tercatat adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Selain itu juga
Kementrian Kesehatan mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan ketentuan dari Pasal
30 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 15/MENKES/SK/V/2013
tentang Pedoman Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Ibu Menyusui dan atau
Memerah Air Susu Ibu.

Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004 merupakan salah satu upaya kementrian


kesehatan dalam rangka meningkatkan pemberian ASI eksklusif. Dalam peraturan ini
diatur agar semua tenaga kesehatan yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan agar
menginformasikan kepada semua Ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI
eksklusif. Dalam Keputusan Mentri Kesehatan ini diputuskan sepuluh langkah menuju
keberhasilan menyusui (LMKM). Isi dari LMKM tersebut adalah:
a. Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan peningkatan pemberian Air
Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas
b. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk
menerapkan kebijakan tersebut
c. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2
tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui
d. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan, yang
dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Sectio Caesaria, bayi
disusui setelah 30 menit ibu sadar
e. Membantu ibu bagaimana cara menyusui dengan benar dan cara mempertahankan
menyusui meski ibu dan bayi dipisahkan atas indikasi medis
f. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir
g. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari
h. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu tanpa pembatasan terhadap lama dan
frekuensi menyusui
i. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI
19

j. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu


kepada kelompok tersebut ketika sudah pulang dari Rumah Sakit/Rumah
Bersalin/Sarana Pelayanan Kesehatan.

Selain upaya diatas, pemerintah pada tahun 2012 juga mengesahkan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif. Dalam peraturan ini
pemerintah mengatur fungsi dan peranan pemerintah dari segala jajaran mulai dari tingkat
pusat sampai daerah untuk mendukung dan melaksanakan program peningkatan
pemberian ASI eksklusif. Peraturan ini juga mengatur lembaga pemerintah dan lembaga
kesehatan untuk memberikan edukasi mengenai pemberian ASI eksklusif, tata cara dan
isi edukasi yang disampaikan turut diatur dalam peraturan ini.

Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia juga mengeluarkan


kebijakan tetang pemberian ASI pada pekerja wanita. Kebijakan ini sebagai salah satu
bentuk strategi agar para pekerja wanita tetap dapat memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya. Isi dari kebijakan terebut adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pihak manajemen untuk meningkatkan
kesehatan ibu pekerja dan bayinya
2. Memantapkan tanggung jawab dan kerjsama dengan berbagai instansi pemerintah yang
terkait, asosiasi pengusaha, serikat pekerja, LSM dalam program pemberian ASI di
tempat kerja dan meningkatkan produktivitas kerja
3. Mengupayakan agar setiap petugas dan sarana pelayanan kesehatan di tempat kerja
mendukung prilaku menyusui optimal melalui penerapan LMKM
4. Mengupayakan fasilitas pendukung PP-ASI bagi ibu yang menyusui di tempat kerja
dengan:
a. Menyediakan sarana ruang memerah ASI
b. Menyediakan perlengkapan untuk memerah dan menyimpan ASI
c. Menyediakan materi penyuluhan ASI
5. Mengembangkan dan memantapkan pelaksanaan ASI eksklusif bagi pekerja wanita
melalui pembinaan dan dukungan penuh dari pihak penguasa.

Salah satu kebijakan yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012
yaitu mengenai pelaksaan ASI Eksklusif bagi pekerja. Kemudian untuk mendukung hal
tersebut, Kementrian Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 15/MENKES/SK/V/2013 tentang Pedoman Tata Cara Penyediaan
20

Fasilitas Khusus Ibu Menyusui dan atau Memerah Air Susu Ibu. Di dalam peraturan
tersebut diatur bahwa setiap tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus
menyelenggarakan Ruang ASI dengan menyesuaikan ketentuan Peraturan Menteri
sebagai salah satu bentuk untuk mendukung tercapainya tujuan dari Program ASI
Eksklusif ini.

Bentuk dukungan lain terhadap tercapainya program ASI eksklusif ini yaitu
diselenggarakannya Pekan ASI Sedunia (PAS) tahun 2017 dengan tema “Bekerja
bersama untuk keberlangsungan pemberian ASI”. Pekan ASI Sedunia tahun 2017
bertujuan untuk memahami pentingnya bekerja sama dalam rangka mendukung
pemberian ASI dengan mengajak berbagai pihak untuk turut berperan serta mendukung
ibu menyusui. Penyelenggaraan kegiatan Pekan ASI (PAS) Tahun 2017 dilaksanakan di
ngkat pusat dan daerah mengacu pada Pedoman Penyelenggaran Pekan ASI Sedunia
(PAS) Tahun 2017 dan diharapkan bermanfaat bagi masyarakat serta mendukung
keberhasilan SDGs Tahun 2030. Rangkaian kegiatan PAS Tahun 2017 berbentuk
seminar, workshop atau talkshow. Ada pula penyebaran informasi melalui media
elektronik, cetak dan media sosial. Kegiatan berupa kampanye ASI dan juga penyebaran
materi melalui leaflet, flyer atau banner.

2.10Pelaksanaan Program ASI Ekslusif di Masa Pandemi


Menanggapi situasi penyebaran COVID-19 yang begitu cepat, Presiden Republik
Indonesia telah menyatakan status Tanggap Darurat pada tanggal 17 Maret 2021.
Pemerintah juga menetapkan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui Kepres
no 11 tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2021 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka percepatan Penanganan
COVID-19. Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud PP Nomor 21, pada ayat (1)
huruf c, dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk, antara
lain kebutuhan pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-
hari lainnya.
Kebutuhan pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk upaya kesehatan masyarakat
yang dilaksanakan di tingkat Puskesmas. Pelayanan gizi adalah salah satu upaya
kesehatan masyarakat esensial (UKM esensial) seperti yang tercantum dalam Pasal 36,
ayat (2) Permenkes 75/2014 tentang Puskesmas.
Kegiatan pelayanan gizi utama yang dilakukan adalah: konseling dan suplementasi gizi
ibu hamil (TTD dan makanan tambahan ibu hamil KEK), promosi dan konseling PMBA
21

(IMD, ASI Eksklusif, MP-ASI dan melanjutkan menyusui hingga 2 tahun atau lebih),
pemantauan pertumbuhan balita, suplementasi gizi balita (vitamin A dan makanan
tambahan Balita gizi kurang), penanganan balita gizi buruk, dan suplementasi TTD pada
remaja putri (rematri).
Dalam masa pandemi COVID-19 untuk mencegah penularan, Fasyankes telah
meminimalisir kunjungan masyarakat untuk hal-hal yang tidak mendesak atau gawat
darurat dengan memanfaatkan teknologi informasi atau media lainnya sesuai kebutuhan.
Selain itu, tekonologi informasi juga dapat digunakan untuk kegiatan koordinasi maupun
sosialisasi dengan berbagai pihak.
 Kunjungan rumah diprioritaskan kepada kelompok sasaran yang berisiko yaitu balita
berisiko masalah gizi, ibu hamil KEK dan anemia serta remaja anemia
 Kunjungan rumah bertujuan untuk melakukan tindaklanjut intervensi (pemberian MT,
TTD dan vitamin A serta memantau kepatuhan konsumsinya), memantau pertumbuhan
dan kesehatan balita serta memberikan konselling dan edukasi
 Dalam melakukan kunjungan rumah petugas kesehatan/kader harus memperhatikan
prosedur pencegahan infeksi yaitu:
- Menggunakan masker.
- Menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter.
- Konseling dilakukan pada udara terbuka atau ruangan dengan cukup ventilasi, Ì
membatasi waktu konseling maksimal 15 menit.
 Sebelum melakukan kunjungan rumah, lakukan diskusi dengan ibu melalui telepon/
sms/ aplikasi chat untuk mengetahui masalah yang dihadapi ibu, sehingga konseling
dilakukan secara efektif, dalam waktu terbatas, sesuai dengan masalah yang ada.
 Konseling lanjutan, bila diperlukan, bisa dilakukan melalui media telepon, maupun
SMS atau aplikasi chat lainnya.
 Perlu disampaikan pentingnya pencegahan penularan tingkat individu bagi ibu
menyusui diantaranya:
- Menggunakan masker.
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan anak dengan sabun dan air
yang mengalir.
- Membersihkan benda yang dipegang oleh ibu dengan disinfektan.
 Utamakan konseling melalui media virtual, sambungan telepon, SMS atau
menggunakan aplikasi tatap muka lainnya secara daring (video call) kepada ibu hamil
22

atau keluarga lain. Penggunaan media KIE tetap bisa ditampilkan selama konseling.
Ingatkan Ibu untuk membaca buku KIA.
 Bersama dengan lintas program (Promkes) melakukan edukasi kepada masyarakat
melalui berbagai saluran komunikasi, seperti media cetak berbentuk poster yang
dipasang pada tempat-tempat strategis, maupun menggunakan berbagai platform media
sosial untuk menyampaikan pesan kunci gizi dari sumber yang terpercaya.
 Melalui kader membuat grup media sosial dengan kelompok sasaran pelayanan (ibu
hamil, ibu balita, remaja puteri) di wilayahnya masing-masing, untuk memberikan
informasi penting terkait tumbuh kembang balita, kesehatan remaja, ibu hamil dan ibu
menyusui, serta perilaku hidup bersih dan sehat.
23
BAB III
METODE EVALUASI

3.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan berupa:
1. Sumber data primer
Melakukan wawancara langsung dengan koordinator pelaksana Program Gizi
Terhadap Indikator ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota.
2. Sumber data sekunder
Laporan mengenai Indikator Asi Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
tahun 2021.

3.2 Tolak Ukur Penilaian


Evaluasi dilakukan pada Program Indikator Asi Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota tahun 2021. Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan
adalah:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 tahun 2012 tentang Asi Eksklusif
2. Pedoman Penyelenggara Pekan ASI Sedunia (PAS) tahun 2017.
3. Kepmenkes RI No.450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 15/MENKES/SK/V/2013 tentang
Pedoman Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Ibu Menyusui dan atau Memerah Air Susu
Ibu.
5. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid 2, Departemen Kesehatan RI, Tahun 2004.

3.3 Cara Analisis


Evaluasi Program Indikator ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun
2021 dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran
Mengetahui atau menetapkan indikator atau tolak ukur atau standar yang ingin
dicapai merupakan langkah pertama untuk menentukan adanya suatu masalah dari
pencapaian hasil output. Indikator didapatkan dari berbagai rujukan, rujukan tersebut
harus realistis dan sesuai sehingga layak digunakan untuk mengukur. Tolak ukur juga
diperoleh dari rujukan.
25

2. Langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian program (output) dengan tolak
ukurnya. Jika terdapat kesenjangan antara tolak ukur dengan hasil pencapaian pada unsur
keluaran maka disebut sebagai masalah.
3. Menetapkan prioritas masalah. Masalah-masalah pada komponen output tidak semuanya
dapat diatasi secara bersamaan mengingat keterbatasan kemampuan Puskesmas. Selain itu
adanya kemungkinan masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya dan bila
diselesaikan salah satu masalah yang dianggap paling penting, maka masalah lainnya dapat
teratasi pula. Oleh sebab itu, ditetapkanlah prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk
memecahkannya.

Metode pemecahan masalah yang digunakan adalah USG, yaitu:


1. Urgency: menilai ketersediaan waktu untuk pemecahan masalah yang ada.
2. Seriousness: melihat pengaruh bahwa masalah tersebut akan menyebabkan hal yang serius
atau fatal.
3. Growth: aspek kemungkinan meluasnya atau berkembangnya masalah maupun kemungkinan
timbulnya masalah

Untuk penilaiannya; nilai 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (cukup), 4 (tinggi), 5 (sangat tinggi)


1. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan. Untuk menentukan penyebab
masalah yang telah diprioritaskan tersebut, maka dibuatlah kerangka konsep masalah.
Dengan menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat
diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.
2. Identifikasi penyebab masalah
Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan membandingkan antara tolak ukur
atau standar komponen-komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan
pencapaian di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka ditetapkan sebagai
penyebab masalah yang diprioritaskan tadi. Identifikasi masalah/akar masalah dalam
penulisan ini menggunakan diagram fishbone.

Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi,


mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab
yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar dari diagram fishbone
adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada
bagian kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan
pada sirip dan durinya. Dalam analisis penyebab masalah pada tulisan ini digunakan
kategori 5 M (Man, Money, Material, Method, Machine). Setelah didapatkan faktor-
26

faktor penyebab masalah selanjutnya ditentukan prioritas faktor penyebab masalah


dengan menggunakan teknik kriteria matriks.

Untuk menyusun prioritas masalah ada beberapa indikator yang sering dipergunakan,
yaitu:
a. I (Importance) : pentingnya masalah, yang terdiri dari beberapa unsur lagi yaitu;
1) P (Prevalence), jumlah suatu masyarakat yang terkena masalah, semakin besar
maka semakin harus diprioritaskan.
2) S (Severity), berat tingginya masalah yang dihadapi, serta seberapa jauh akibat yang
ditimbulkan oleh masalah tersebut.
3) PB (Public concern), menyangkut besarnya keprihatinan masyarakat terhadap
suatu masalah.
4) RI (Rate of increase), yaitu jumlah kenaikan angka penyakit dalam periode
waktu tertentu.
5) DU (Degree of unmeet need), yaitu adanya keinginan/dorongan besar dari
masyarakat agar masalah tersebut dapat segera diselesaikan
6) SB (Social Benefit), sejauh mana keuntungan sosial yang diperoleh dari
penyelesaian masalah tersebut.
7) PC (Politicial climate), besarnya dukungan politik dari pemerintah sangat
menentukan besarnya keberhasilan penyelesaian masalah.
b. T (Technology feasibility), ketersediaan teknologi dalam mengatasi suatu
masalah.
c. R (Resource avaibility), menyangkut ketersediaan sumber daya yang dapat
dipergunakan untuk menyelesaikan suatu masalah

Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus: “IxTxR”; masalah


dengan skor paling tinggi merupakan masalah yang paling dominan.
1. Membuat alternatif pemecahan masalah
Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa alternatif
pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut dibuat
untuk mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah ditentukan. Alternatif
pemecahan masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta situasi
dan kondisi Puskesmas.
2. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah
Pemilihan cara pemecahan masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks.
27

Dua kriteria yang lazim digunakan adalah efektivitas (magnitude, inportancy,


vulnerability) dan efisiensi jalan keluar, Nilai efisiensi ini biasanya dikaitkan
dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin
besar biaya yang diperlukan, makin tidak efisien jalan keluar tersebut (Azwar,
2010).
MxIxV
P=
C
Keterangan: P (Priority), M (Magnitude), I (Importancy), V(Vulnerability), C
(Cost)

3.4 Waktu dan Tempat


Data yang diambil selama tahun 2021 di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota, Bandar
Lampung.
27

BAB IV
PROFIL UPT BLUD PUSKESMAS KUPANG KOTA

4.1 Geografis Wilayah Kerja


UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota merupakan Puskesmas Pemerintah Kota
Bandar Lampung, Tanah UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota yang diperoleh dari
Hibah pada tahun 1958 seluas 1.450 m2, dengan Luas bangunan sekarang 307 m2
Bangunan Lama, terletak di Jl. Patimura No.14 Teluk Betung Bandar Lampung.
a. Batas Wilayah :
- Utara : berbatasan dengan Kelurahan Talang dan Pengajaran.
- Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Bumi Waras dan Kangkung
- Timur : berbatasan Kangkung dan Pesawahan
- Barat : berbatasan dengan Kelurahan Bumi waras dan Gedung pakuon
b. Peta Wilayah

Gambar 1. Peta Wilayah Kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota


c. Wilayah kerja.
Wilayah kerja menjadi 4 Kelurahan yaitu :
1. Kelurahan Kupang kota.
2. Kelurahan Kupang Teba.
3. KelurahanKupang Raya.
4. Kelurahan Gunung Mas.
28

4.2 Visi dan Misi


a. Visi
Mewujudkan puskesmas menjadi pusat pelayanan masyarakat yang bermutu dan
berwawasan pada kebutuhan masyarakat untuk mewujudkan TBU dan TBS sehat
b. Misi
1. Meningkatkan mutu pelayanan
2. Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional dan ramah
3. Meningkatkan sarana dan prasarana
4. Meningkatkan kemandirian masyarakat dan kerjasama dengan lintas sektoral

4.3 Data Demografis Wilayah Kerja


Pada tahun 2021 jumlah penduduk wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang
Kota sebanyak 33.466 jiwa. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 distribusi Penduduk, Kepala Keluarga, Jumlah Rumah dan Luas Wilayah
Kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021
Jumlah
Luas Jumlah Jumlah
No Kelurahan Kepala
Wilayah(km2) penduduk Rumah
Keluarga
1 Kupang Kota 54,0 11.580 2.270 2.205

2 Kupang Teba 76,0 14.160 2.410 3.002

3 Kupang Raya 17,0 4.156 664 852

4 Gunung Mas 24,0 3.550 575 740

JUMLAH 171,0 33.446 25.529 6.682

Peran serta masyarakat di wilayah kerja puskesmas sudah berjalan cukup baik.
Adapun jumlah kader yang selama ini terlibat didalam kegiatan pelayanan kesehatan
di wilayah kelurahan Kupang Kota, kelurahan Kupang Teba, kelurahan Kupang Raya
adalah kader posyandu ibu dan balita sebanyak 27 posyandu x 5 kader yaitu 135
orang, kader posyandu lansia 7 posyandu x 4 kader yaitu 28 orang, kader Posbindu
PTM 4 posyandu x 3 kader yaitu 12 kader, kader poskeskel 4 poskeskel x 5 kader
yaitu 20 orang.
29

4.4 Gambaran Cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota
Berikut disajikan data cakupan penilaian kinerja upaya perbaikan gizi masyarakat di UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021.

Tabel 1. Cakupan Penilaian Kinerja Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat UPT BLUD
Puskesmas Kupang Kota
No. Indikator Target % Capaian % Masalah

1 Pemberian Tablet Besi (90 tablet) 100 89,61 (+)

pada Ibu Hamil

2 Persentase Ibu Hamil dengan KEK 100 100 (-)

(Kurang Energi Kronis) yang

Mendapat Makanan Tambahan

3 Presentasi Bayi Usia <6bulan 100 63 (+)

Mendapat ASI Eksklusif

4 Presentasi Bayi Mendapat IMD 100 96 (-)

6 Presentasi Balita Kurus yang 100 100 (-)

Mendapat Makanan Tambahan

7 Persentase Remaja Putri Mendapat 100 100% (+)

dan Mengkonsumsi Tablet Tambah

Darah

Berdasarkan data di atas didapatkan cakupan ASI ekslusif di UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota pada tahun 2021 masih belum mencapai target yaitu 63% dari target
capaian 100%. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi program ASI Ekslusif di Wilayah
Kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota.
30

BAB V
HASIL EVALUASI

5.1 Membandingkan Pencapaian Keluaran Program dengan Tolak Ukur Keluaran


Proses identifikasi masalah dilakukan secara bertahap, dimulai dari keluaran (output)
program kerja puskesmas, kemudian apabila ditemukan adanya kesenjangan antara tolak
ukur dengan data keluaran tersebut maka harus dicari kemungkinan penyebab masalah
pada unsur masukan (input, proses, atau lingkungan). Identifikasi masalah dimulai
dengan melihat adanya kesenjangan antara pencapaian. Hasil pencapaian Program Gizi
yang tersaji pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pencapaian


No. Indikator Target % Capaian % Masalah

1 Pemberian Tablet Besi (90 tablet) 100 89,61 (+)

pada Ibu Hamil

2 Persentase Ibu Hamil dengan KEK 100 100 (-)

(Kurang Energi Kronis) yang

Mendapat Makanan Tambahan

3 Presentasi Bayi Usia <6bulan 100 63 (+)

Mendapat ASI Eksklusif

4 Presentasi Bayi Mendapat IMD 100 96 (-)

6 Presentasi Balita Kurus yang 100 100 (-)

Mendapat Makanan Tambahan

7 Persentase Remaja Putri Mendapat 100 100% (+)

dan Mengkonsumsi Tablet Tambah

Darah

Dari data yang ada terdapat beberapa masalah yang ditemukan pada program pelayanan
gizi yang terdiri dari:
a. Pemberian Tablet Besi (90 tablet) pada Ibu Hamil target 100% dengan capaian pada
tahun 2021 sebesar 89,61%
31

b. Persentase Bayi usia <6 Bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif tidak mencapai
target 96% dengan capaian pada tahun 2021 63%

5.2 Menetapkan Prioritas Masalah


Pada evaluasi program pelayanan gizi setelah membandingkan pencapaian program
dan target sasaran program, masalah yang ditemukan terdapat dua masalah yang
ditemukan pada program pelayanan gizi. Masalah ini ditegakkan karena adanya
perbedaan antara target sasaran dengan capaian.
Tabel 6. Penentuan prioritas masalah metode USG
Masala Urgenc Seriousnes Growt Tota
h y s h l
1 Persentase Pemberian 4 2 3 9
Tablet Besi (90 tablet)
pada Ibu Hamil
2 Persentase Bayi usia 6 4 5 4 13
bulan yang mendapat ASI
Eksklusif

Berdasarkan tabel masalah yang terdapat pada program gizi dikarenakan tidak
tercapainya target, masalah pada program gizi yaitu Presentase Bayi yang Telah
Mencapai 6 Bulan ASI Eksklusif memiliki skor tertinggi yaitu 13, sehingga masalah yang
menjadi prioritas untuk diselesaikan dalam laporan ini adalah terkait Bayi yang Telah
Mencapai 6 Bulan ASI Eksklusif.

5.3 Perbandingan Pencapaian Keluaran Program dengan Tolak Ukur


Setelah diketahui pencapaian dari program tersebut, maka dilakukan analisis terhadap
hasil capaian dengan tolak ukur program yang telah ditetapkan. Jika, dalam analisis
didapatkan kesenjangan antara kedua indikator tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
program tersebut belum berhasil terlaksana, dan terdapat suatu permasalahan didalamnya.
Pada program gizi dengan pendekatan Bayi Usia <6 Bulan yang mendapat ASI Eksklusif
di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota, didapatkan hasil capaian pada tahun 2021
sebesar 63%. Analisis antara tolak ukur program dengan pencapaian program dijelaskan
pada tabel tujuh.
32

Tabel 7. Analisis masalah program pelayanan gizi bayi usia < 6 bulan yang mendapat
ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021

Jumlah ibu Tolak Ukur Pencapaian Target yang


dengan bayi belum tercapai
mencapai usia 6
bulan
N n % N % N %
570 570 100 364 63 206 37

Berdasarkan analisis pada tabel tujuh didapatkan kesenjangan antara tolak ukur dengan
pencapaian pada program gizi bayi usia < 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif di
UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021 sebesar 37% (206 orang). Berdasarkan
data tersebut, terdapat masalah pada program gizi bayi usia <6 bulan yang mendapatkan
ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021. Pencapaian pada bayi
usia <6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
tahun 2021 adalah 63%.

5.4 Identifikasi Penyebab Masalah dengan Diagram Fishbone


Setelah mengetahui prioritas masalah maka dibuat identifikasi penyebab masalah dengan
menggunakan diagram fishbone.
27

MAN
METHOD

Kurangnya Pengetahuan
Masyarakat mengenai
pentingnya ASI Eksklusif Faktor Dukungan
Keluarga Kurangnya media/cara penyuluhan
yang menarik

Kurangnya minat masyarakat


untuk mengikuti penyuluhan ASI
Eksklusif
Pendidikan ibu yang Keadaan pandemi yang tidak
rendah memungkinkan diadakannya
penyuluhan langsung dengan
mengumpulkan massa Capaian program gizi
Ibu yang bekerja
dengan pendekatan
ASI Eksklusif pada
bayi < 6 bulan di UPT
Kurangnya media
BLUD Puskesmas
Keterbatasan ekonomi
promosi ASI Eksklusif menjadi tututan bagi Ibu Kupang Kota tahun
Kurangnya edukasi dari
untuk bekerja dan tokoh masyarakat mengenai 2021 yang belum
menitipkan anaknya ASI Eksklusif mencapai target
sehingga memberi susu
Fasilitas ruang lakstasi di formula
puskesmas belum memadai

MATERIAL MONEY MACHINE

Gambar 5. Diagram Fishbone


34

5.5 Penetapan Prioritas Penyebab Masalah


Dengan menggunakan model teknik kriteria matriks pemilihan prioritas dapat dipilih
masalah yang paling dominan sebagai berikut:

Tabel 8. Matriks penentuan prioritas penyebab masalah


I Jumlah
No Daftar Masalah T R
P S RI DU SB PB PC IxTxR
1. Man

Penanggung Jawab
kurang maksimal dalam 3 2 3 3 3 3 3 4 4 320
menjalankan program
Faktor Kurangnya
4 3 4 4 3 4 3 4 4 400
Dukungan Keluarga
Pendidikan Ibu Rendah 3 2 3 3 4 3 2 2 3 120
Ibu Bekerja 3 4 2 4 3 2 2 3 3 180
2. Method
Keadaan pandemi yang
tidak memungkinkan
diadakan penyuluhan 4 4 3 4 3 4 3 4 3 300
langsung dengan
mengumpulkan massa
Kurangnya cara/media
penyuluhan yang 3 4 2 4 3 2 2 3 3 180
menarik
3. Material
Kurangnya media
3 2 2 2 3 2 2 3 4 192
promosi ASI Eksklusif
Fasilitas ruang lakstasi di
puskesmas dan belum 4 4 3 4 4 3 2 2 2 96
memadai
4. Money
Pembiayaan untuk media
3 3 2 3 2 2 2 3 2 102
promosi ASI Eksklusif
5. Machine
Kurangnya edukasi dari
tokoh masyarakat 3 3 3 2 3 2 2 3 2 108
mengenai ASI Eksklusif

Keterangan: P = Prevalence
S = Severity
PB = Public concern
RI = Rate of increase
DU = Degree of unmeet need
SB = Social benefit
PC =Political climate
T = Technical feasiability
R = Resources availability
35

Setelah dilakukan pemilihan prioritas penyebab masalah, didapatkan banyak masalah


yang menyebabkan belum tercapainya program secara maksimal terutama berupa faktor
kurangnya dukungan keluarga. Selain itu, masalah lain yang diduga menyebabkan belum
tercapainya program secara maksimal adalah keadaan pandemi covid-19 sehingga tidak
memungkinkan diadakannya penyuluhan secara langsung dengan mangumpulkan
massa.

5.6 Menyusun Alternatif Pemecahan Masalah


Belum tercapainya program gizi dengan indikator pemberian ASI Eksklusif pada bayi
usia 6 bulan di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota dipengaruhi
beberapa faktor baik dari sumber daya manusia, sarana, wilayah maupun lingkungan.
Setelah dilakukan pemilihan prioritas masalah dengan menggunakan matrik USG,
kemudian dilakukan pemilihan faktor-faktor penyebab masalah dengan diagram
fishbone didapatkan penyebab dominan yaitu faktor kurangnya dukungan keluarga,
sehingga angka tercapainya ASI Eksklusif selama 6 bulan belum tercapai. Alternatif
pemecahan masalah sebagai berikut:

Tabel 9. Alternatif Pemecahan Masalah


Masalah Penyebab Alternatif
Rendahnya Faktor kurangnya  Melakukan pendampingan
Pencapaian program dukungan keluarga pemberian ASI eksklusif kepada ibu
gizi Gizi Bayi yang dan keluarga yang tinggal serumah
Mencapai Usia 6 oleh para kader posyandu
Bulan ASI Eksklusif bekerjasama dengan homecare
di UPT BLUD
Puskesmas Kupang  Melakukan pendampingan
Kota Tahun 2021 pemberian ASI eksklusif kepada ibu
dan keluarga yang tinggal serumah
dengan melibatkan keluarga
membentuk “Kelompok Pendamping
ASI (KP-ASI)”

 Membentuk grup di media sosial


yang mempertemukan kader dengan
ibu dan keluarga yang tinggal
serumah dan melakukan
pendampingan pemberian ASI
eksklusif

 Memberikan reward kepada ibu dan


keluarga dengan bayi yang berhasil
mendapatkan ASI eksklusif selama 6
bulan.
36

5.7 Memilih Prioritas Jalan Keluar


Berdasarkan tabel 9, terdapat tiga alternatif pemecahan masalah untuk menyelesaikan
masalah program gizi dengan indikator pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia <6 bulan
di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota tahun 2021, penulis menggunakan rumus MIV/C
untuk memilih prioritas pemecahan masalah. Rumus tersebut diuraikan dalam tabel 10 di
bawah ini:

Tabel 10. Prioritas Pemecahan Masalah


No Dasar Alternatif Afektifitas Efisiensi Jumlah
M I V C (MIV/C)
1 Melakukan pendampingan pemberian 3 4 4 3 16
ASI eksklusif kepada ibu dan keluarga
yang tinggal serumah oleh para kader
posyandu bekerjasama dengan
homecare
2. Melakukan pendampingan pemberian 3 3 4 3 12
ASI eksklusif kepada ibu dan keluarga
yang tinggal serumah dengan
melibatkan keluarga membentuk
“Kelompok Pendamping ASI (KP-
ASI)”

3 Membentuk grup di media sosial yang 3 2 4 2 12


mempertemukan kader dengan ibu dan
keluarganya yang tinggal serumah dan
melakukan pendampingan pemberian
ASI eksklusif
4 Memberikan reward kepada ibu dan 3 2 3 3 6
keluarga dengan bayi yang berhasil
mendapatkan ASI eksklusif selama 6
bulan

Keterangan:
P : Prioritas alternatif pemecahan masalah (MIV/C).
M : Magnitude, yaitu besarnya masalah yang dilihat dari morbiditas dan mortalitas.
I : Importance, yang ditentukan oleh jenis kelompok penduduk yang terkena
masalah/penyakit.
V : Vulnerability, yaitu ada/tersedianya cara–cara pencegahan dan pemberantasan
masalah yang bersangkutan.
C : Cost, yaitu biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah tersebut.
Alternatif pemecahan masalah yang dipilih adalah dengan melakukan pendampingan
pemberian ASI eksklusif kepada ibu dan keluarga yang tinggal serumah oleh para
kader posyandu bekerjasama dengan homecare.

Cara ini dianggap paling efektif untuk meningkatkan keikutsertaan keluarga dan
37

dukungan dari keluarga kepada ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif selama 6
bulan kepada bayinya. Dalam satu tahun terakhir, kegiatan yang dilakukan oleh UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota dalam mencapai target terlaksananya program ASI
Eksklusif ini lebih fokus kepada ibu dari bayi. UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
telah melakukan penyuluhan terkait ASI Eksklusif dan Kelas Ibu untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran para ibu. Namun, kendala yang dihadapi saat ini adalah
kurangnya peran serta dan dukungan dari keluarga. Sehingga UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota selanjutnya akan memperluas sasaran dari program ASI Eksklusif ini
tidak hanya kepada ibu tetapi juga keluarga yang tinggal serumah dengan melakukan
pendampingan.

Langkah-langkah yang akan dilakukan UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota untuk
mencapai keberhasilan pelaksanan pendampingan pemberian ASI Eksklusif ini
diantaranya:
1. Pembentukan Kader ASI Eksklusif wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
untuk melakukan proses pendampingan pemberian ASI Eksklusif kepada ibu dan keluarga
yang tinggal serumah dengan bayi usia < 6 bulan
2. Melakukan penyuluhan secara berkala kepada para kader yang telah dibentuk untuk
memantau pelaksanaan dari pendampingan pemberian ASI Eksklusif ini
3. Menjalin kerjasama dengan bidan di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota
untuk membantu petugas homecare Puskesmas dalam melakukan pemantauan keberhasilan
pendampingan oleh para kader
4. Pembuatan kartu catatan ASI Eksklusif dimana di dalamnya akan berisi tentang informasi
terkait ASI dan catatan pemberian ASI

Pendampingan pemberian ASI Eksklusif ini dilakukan oleh pada kader yang telah
dilatih dan diberikan penyuluhan terkait dengan pentingnya pemberian ASI
bekerjasama dengan petugas homecare dari Puskesmas. Petugas homecare dari
Puskesmas akan memantau pelaksanaan dari pendampingan ASI Eksklusif melalui
para kader dan akan secara rutin melakukan evaluasi masalah-masalah apa yang
dijumpai pada pelaksanaannya.
38

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil evaluasi program gizi dengan pendekatan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Angka capaian program gizi Bayi yang Mencapai Usia 6 Bulan ASI Eksklusif di UPT
BLUD Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021 adalah 63% dan belum mencapai target
yaitu 100%. Hal ini masih menjadi prioritas masalah dalam pelaksanaan program gizi
di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota.
2. Penyebab masalah angka capaian pemberian ASI Eksklusif adalah karena kurangnya
dukungan keluarga dalam pemberian ASI Eksklusif di UPT BLUD Puskesmas
Kupang Kota.
3. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dipilih adalah dengan melakukan
pendampingan pemberian ASI eksklusif kepada ibu dan keluarga yang tinggal
serumah oleh para kader posyandu bekerjasama dengan homecare untuk
meningkatkan dukungan keluarga.
6.2 Saran
Adapun saran dari evaluasi program gizi dengan pendekatan pemberian ASI eksklusif pada
bayi usia 6 bulan di UPT BLUD Puskesmas Kupang Kota Tahun 2021 sebagai berikut:
1. Mengingat situasi pandemi Covid-19, teknik penyuluhan dilakukan dengan tetap
menerapkan physical distancing dan protokol kesehatan
2. Puskesmas harus melakukan pendampingan terhadap seluruh kader setiap posyandu
untuk melakukan penyuluhan ASI Eksklusif kepada seluruh ibu dengan bayi usia 0-6
bulan
3. Kader setiap posyandu dapat memberikan media promosi kesehatan pada keluarga
memiliki bayi usia 0-6 bulan mengenai ASI Eksklusif
..
39

DAFTAR PUSTAKA

Ananta, Yovita. 2016. Dampak dari Tidak Menyusui di Indonesia. Jakarta: IDAI
Andrian, R. 2016. Peran pemberian ASI Eksklusif terhadap Status Gizi dan Tumbuh
Kembang pada Anak Usia Dini. Jurnal Agromedicine Unila, 3(1), 30–4.
Bobak, L., & Jensen. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas / Maternity Nursing. (M. A.
Wijayati & I. Peter, Eds.) (Edisi 4). Jakarta: EGC.
BAPPENAS dan UNICEF. 2017. Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia.
Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF.
Dinkes Lampung. 2015. Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung tahun 2014. Bandar
Lampung: Dinkes Lampung.
Dirjen BGKIA. 2015. Kesehatan dalam Kerangka Sustainable Development Goals (SDGs).
Jakarta: Sekretariat Pembangunan Kesehatan Pasca-2015 Kementerian Kesehatan RI.
Hegar, B., Suradi, R., Hendarto, A., & Partiwi, I. G. A. 2008. Bedah ASI. Jakarta: IDAI
Cabang DKI.
Hockenberry, M.J & Wilson, D. 2009. Essential of Pediatric Nursing. St. Louis Missoury:
Mosby
Kemenkes RI. 2014. Pusat Data dan Informasi Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2020. Pedoman Pelayanan Gizi Pada Masa Tanggap Darurat Pandemi COVID-
19. Jakarta: Kemenkes RI
Kepmenkes RI. 2016. Informasi Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta:
Kemenkes RI.
Khomsan, Ali. 2006. Solusi Makanan Sehat. Jakarta: PT. Raja gravindo Persada.
Kemenkes RI. 2019. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.
Nelson, J. 2011. Cara menyusui yang baik. Jakarta: Arcan
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pemerintah Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian
Air Susu Ibu Eksklusif. Lembaran RI tahun 2012 No 33. Jakarta: Sekretariat Negara.
Puput S, Victoria FS. Perilaku Pemberian ASI Terhadap Frekuensi Diare pada Anak Usia 6-
24 Bulan di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis Kediri. J Stikes RS.Baptis Kediri.
2011;4(2) 89-93.
Purnama, RRW. 2013. Efektivitas antara pijat oksitosin dan breastcare terhadap produksi ASI
pada ibu post partum dengan sectio caesarea di RSUD Banyumas. Skripsi. Purwokerto:
40

FK UNSOED Depkes RI. (2014). Kebijakan Departemen Kesehatan tentang


Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita. Indonesia.
Purwanti. 2014. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Bandung: Cendikia.
Rahman, N. 2017. Pengetahuan, Sikap, Dan Praktik Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah
Kerja Puskesmas Jumpandang Baru Kecamatan Tallo Kota Makassar. Universitas
Hasanuddin Makassar.
Roesli, U. 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Siregar, A. 2014. Pemberian ASI eksklusif dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. In ASI
eksklusif (pp. 56–9). Jakarta: Salemba Medika.
Soetjiningsih. 2017. ASI: Petunjuk untuk tenaga kesehatan. Jakarta: EGC.
Susanty M, Kartika M, Hadju V, Alharini S. Hubungan pola pemberian ASI dan MP-ASI
dengan gizi buruk pada anak 6-24 bulan di Kelurahan Pannampu Makassar. Jurnal
Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2012; 1 (2): 97-1
Wahyuningsih Dyan dan Machmudah. 2013. Dukungan Suami dalam Pemberian ASI
Eksklusif. Jurnal Keperawatan Maternitas 1:2 93-101
WHO. 2015. Sustainable Development Goal’s 2030. Geneva.

Anda mungkin juga menyukai