Anda di halaman 1dari 44

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN MINI PROJECT

UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU


MENYUSUI DI DESA CIPAYUNG DATAR KECAMATAN
MEGAMENDUNG

Oleh:
dr. Silvestri
dr. Vina Fatmasyithah

Pendamping:
dr. Budi Suarman

PUSKESMAS MEGAMENDUNG
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR
2017
LEMBAR PENGESAHAN

UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU MENYUSUI DI DESA


CIPAYUNG DATAR KECAMATAN MEGAMENDUNG

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Dokter Internsip Indonesia 2017

Penyusun :

dr. Silvestri

dr. Vina Fatmasyithah

TelahDisetujuiOleh :

Pendamping

dr. Budi Suarman

NIP. 196605112002121004

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Upaya Peningkatan Cakupan Asi Eksklusif Pada Ibu
Menyusui Di Desa Cipayung Datar.

Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Budi SuarmanselakuKepalaPuskesmasMegamendung


2. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan laporan ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis berupaya menyusun laporan ini dengan sebaik-baiknya. Semoga laporan ini bermanfaat
bagi pembaca.

Bogor, Desember2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 6

2.1 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif ...................................................................... 6

2.1.1 Definisi ASI Eksklusif ................................................................... 6

2.1.2 Komposisi ASI Eksklusif .............................................................. 6

2.1.3 Manfaat ASI Eksklusif ................................................................ 9

2.2 Praktek Pemberian ASI Eksklusif ............................................................... 11

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakberhasilan Pemberian ASI Eksklusif


13

2.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi produksi ASI ........................................ 18


2.5 Program ASI Eksklusif di Indonesia............................................................... 21

BAB 3. METODE PENELITIAN ........................................................................................ 23

4
3.1 Jenis Penelitian ......................................................................................... 23

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 23

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................... 23

3.4 Jenis Data dan Sumber Data ..................................................................... 23

3.5 InstrumenPenelitian ................................................................................. 24

3.6 Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 24

3.7 Aspek Pengukuran ....................................................................................

BAB 4. HASIL dan PEMBAHASAN .................................................................................. 27

4.1 Data Program ASI Eksklusif ....................................................................... 27

4.2 Alternatif Pemecahan Masalah ................................................................ 28

4.3 Telaah Kelemahan, Kekuatan, Ancaman Dan Strategi ............................ 31

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 36

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 36

5.2 Saran .......................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ASI eksklusif (menurut WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan
tanpa tambahan ataupun makanan lain. ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa
makanan dan minuman lain, ASI eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan
(Depkes RI, 2005). ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan
cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air, teh, dan air putih, serta tanpa tambahan
makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin
dan mineral dan obat (Roesli, 2000).
ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses
menyusui. ASI adalah jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik
fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan
pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur
zat makanan (Hubertin, 2004).
ASI eksklusif memberikan banyak sekali manfaat untuk bayi, diantaranya ASI eksklusif
dapat meningkatkan kualitas kesehatan, membantu proses pertumbuhan, dan perkembangan
hidup bayi (Kasnodihardjo,1998; Winarsih, 2004). ASI eksklusif juga berperan secara
psikologis dengan cara meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi, bayi juga akan
merasa aman dan tentram. Hal tersebut sangat membantu perkembangan emosi bayi, sehingga
membentuk pribadi yang percaya diri serta menjadi dasar spritual yang baik (Oetami Roesli,
2000).
Menurut Badan Kesehatan Dunia(WHO) hanya sekitar 35% anak-anak di dunia yang
mendapatkan ASI eksklusif (www.ejhd.uib.no). UNICEF melaporkan bahwa persentase bayi
yang mendapatkan ASI eksklusif di beberapa negara antara lain Asia Tenggara 45%, Asia
Timur 32%, Timur Tengah 29%, Eropa Tengah 27%, dan Afrika 22%.
(www.breastfeedingbasics.org). Data Susenas 2010 menunjukkan bahwa 61,5% bayi di
Indonesia mendapatkan ASI eksklusif. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian di
negara lain di Asia Tenggara. Sebagai perbandingan cakupan ASI eksklusif di India mencapai
46%, Phillippines 34,5%, Vietnam 27%, dan Myanmar 24%.
Di Indonesia, menurut hasil Survei Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
dilaporkan bahwa bayi di Indonesia rata-rata hanya mendapatkan asi eksklusif sampai 1,6

6
bulan. Sedangkan yang diberikan asi eksklusif sampai umur 4 – 5 bulan hanya 27%. Kondisi
ini masih sangat jauh dari yang direkomendasikan dalam indikator Indonesia 2010 yaitu 80%.
(Depkes RI, 2004).
Menurut Pofil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2015, cakupan pemberian ASI Ekslusif
pada bayi umur 0 – 6 bulan mencapai 55,7%, mengalami penurunan di Tahun 2016 yaitu
54,0%Provinsi dengan pencapaian cakupan asi eksklusif tertinggi di Indonesia, yaitu Nusa
Tenggara Barat 79,7%. Provinsi dengan pencapaian cakupan asi ekslusif terendah di
Indonesia, yaitu Aceh 49,6%. Sebanyak 14 provinsi mempunyai pencapaian cakupan asi
eksklusif dibawah angka pencapaian nasional 61,5%yaitu, Aceh (49,6%), Sumatera Utara
(56,6%), Riau (57,5%), Bangka Belitung (54,9%), Kepulauan Riau (55,5%), Jawa Tengah
(57,8%), Jawa Timur (49,7%), Banten (52,7%), Bali (50,2%), Kalimantan Barat (50,9%),
Sulawesi Tengah (60,4%), Gorontalo (60,4%), Maluku Utara (61,3) dan Papua Barat (61,2%)
(Depkes, 2011).
Di Provinsi Jawa Barat, cakupan untuk bayi diberi ASI eksklusif tahun 2016 sebesar
48,4% meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2015 (35,5%) dan belum tercapai target
Renstra 2016 (54,0%). Tetapi ada kabupaten sudah mencapai target yaitu Kabupaten Ciamis
(85,1%), sedangkan Kab/Kota terendah pencapaiannya adalah Kab. Indramayu (14,0%).
Sedangkan di Kabupaten Bogor cakupan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 48,5% (Dinkes
Jawa Barat, 2014).
Di Kecamatan Megamendung, cakupan ASI eksklusif pada tahun 2015 sebesar 65,7% dan
meningkat pada tahun 2016 sebesar 74,1%. Cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja
puskesmasm Megamendung secara garis besar beum mencpai target nasional yaitu 80%.
Cakupan terendah di wilayah kerja puskesmas megamnedung yaitu desa cipayung datar
(66,7%). (Puskesmas Megamendung, 2016).
Menyikapi permasalahan pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi, pemerintah
Indonesia telah menggalakkan program pemberian ASI eksklusif sejak tahun 1990 yang
dikenal dengan Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI). Sehubungan dengan itu
telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.450/MENKES/IV/2004 tentang
pemberian ASI secara eksklusif pada bayi Indonesia (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Ibu-ibu yg tidak memberikan
ASI eksklusif disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi praktek
pemberian ASI eksklusif antara lain berkaitan dengan pengetahuan ibu (Berg, 1986; Afriana,
2004), ibu yang bekerja (Wibowo, Februhartanty,Fahmida,Roshita;2008), dan volume ASI
(Kasnodihardjo, 1998). Selain itu, gencarnya promosi susu formula (Utomo, 1996;

7
Judarwanto, 2006; Kasnodihardjo,1998) serta faktor dukungan dari keluarga, masyarakat, dan
tenaga medis (Utomo,1996; Februhartanty,2008 ) juga berpengaruh terhadap keberhasilan
pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan latar belakang diatas terlihat bahwa cakupan ASI eksklusif secara global,
nasional bahkan tingkat kabupaten dan kecamatan masih dibawah target indikator nasional
yaitu 80%.Dengan demikian dirasa perlu untuk dilakukannyaPenelitian tentang upaya
peningkatan cakupan ASI eksklusifdi Desa Cipayung Datar.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, diketahuinya rumusan masalah:
1. Cakupan ASI eksklusif Tahun 2016di Desa Cipayung Datar,Kecamatan
Megamendung56%, pencapaian tersebut masih dibawah target yang direkomendasikan
dalam indikator Indonesia 2010 yaitu 80%.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi ketidaktercapaian cakupan ASI eksklusif perlu
diidentifikasi kembali untuk dijadikan strategi perencanaan dalam upaya peningkatan
cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Megamendung.
3. Belum adanya telaah yang mendeskripsikan tentang kelemahan, kekuatan, ancaman dan
strategi yang dimiliki oleh program ASI eksklusif untuk diketahuinya
perencanaanprogram yang baik terhadap penyelesaian masalah belum tercapainya target
cakupan ASI eksklusif di Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisa data cakupan ASI eksklusif tahun 2016 dan 2017 serta faktor-faktor
yang diketahui mempengaruhi ketidaktercapaian pemberian ASI eksklusif untuk
mendeskripsikan kelemahan dan kekuatan program ASI eksklusif sebagai dasar strategi
perencanaan peningkatan program ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Megamendung.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Diketahuinya faktor- faktor yang menyebabkan ketidaktercapaian cakupan asi
eksklusif di wilayah kerja puskesmas megamendung berdasarkan pengetahun,
perilaku dan sikap serta hambatan yang dialami

8
b. Diketahuinya upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan cakupan asi ekslusif di
wilayah kerja puskesmas megamendung berdasarkan identifikasi faktor yang
mempengaruhinya.
c. Diketahuinya deskripsi tentang kelemahan, kekuatan, ancaman dan strategi yang
dimiliki oleh program ASI eksklusif di Puskesmas Megamendung Kecamatan
Megamendung.

1.4 Manfaat

Bagi Puskesmas

a. Mengetahui faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif


sebagai dasar masalah tidak tercapainya target cakupan ASI eksklusif di Puskesmas
Megamendung Kecamatan Megamendung
b. Mendapatkan alternatif pemecahan masalah dari faktor-faktor penyebab
ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif untuk dijadikan pedoman program dalam
upaya peningkatan program ASI eksklusif
c. Mendapatkan gambaran tentang analisa kelemahan, kekuatan, ancaman dan strategi
dari program ASI eksklusif untuk dijadikan dasar perencanaan dalam peningkatan
mutu program dalam upaya mencapai target nasional cakupan ASI eksklusif
d. Mendapatkan perencanaan program untuk meningkatkan kualitas kinerja tenaga
kesehatan dan motivasi kader di Puskesmas dalam mendukung program ASI eksklusif
sehingga kegiatan promosi ASI eksklusif dalam bentuk penyuluhan, konseling, ASI
lebih maksimal.

Bagi Masyarakat
a. Mengetahui pengetahuan dan informasi tentang ASI eksklusif sehingga memberikan
kesadaran dan motivasi bagi masyarakat dalam memberikan ASI eksklusif
b. Mengetahui informasi tentang keuntungan pemberian ASI eksklusif dan kerugian
pemberian susu formula
c. Mengetahui informasi tentang manajemen laktasi dan cara-posisi menyusui yang
benarsehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu untuk menyusui melalui
persiapan menyusui ASI eksklusif

9
d. Mengetahui pentingnya pemberian ASI eksklusif sehingga meningkatkan peran serta
suami dan dukungan keluarga dalam mendukung, memotivasi dan membantu ibu
untuk menyusui ASI eksklusif.
e. Masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik di Puskesmas dengan
adanya aplikasi perencanaan peningkatan program ASI eksklusif
f. Sebagai media komunikasi, informasi dan edukasi tentang ASI eksklusif

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ASI Eksklusif


2.1.1 Definisi ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain, ASI
eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan (Depkes RI, 2005). ASI eksklusif
adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk,
madu, air, teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu,
biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat (Roesli, 2000).
Menurut WHO, secara keseluruhan pemberian ASI eksklusif mencakup hal sebagai
berikut, yaitu hanya ASI saja sampai umur enam bulan dimana menyusui dimulai 30 menit
begitu setelah bayi lahir dan tidak memberikan makanan pre-lectal seperti air gula atau air
tajin kepada bayi yang baru lahir. Menyusui sesuai kebutuhan bayi, memberikan kolostrum
kepada bayi, menyusui sesering mungkin (tanpa jadwal), termasuk pemberian ASI pada
malam hari dan cairan yang dibolehkan hanya vitamin atau mineral dan obat dalam bentuk
drops atau sirup.
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik,
psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan
pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur
zat makanan (Hubertin, 2004).

2.1.2 Komposisi ASI Eksklusif


a. Komposisi Nutrisi ASI Eksklusif
ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5%, oleh karena itu bayi yang
mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada ditempat yang
suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu
formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya
diare pada bayi yang mendapat susu formula.Komposisi ASIyaitu : karbohidrat, protein,
lemak,mineral,vitamin (Hubertin, 2004 ).
Di dalam ASI terdapat laktosa, laktosa ini merupakan karbohidrat utama dalam ASI
yang berfungsi sebagai salah satu sumber makanan untuk otak. Kadar laktosa yang
terdapat dalam ASI hampir dua kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu

11
formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya
meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Setelah
melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil. (Badriul, 2008).
Selain karbohidrat, ASI juga mengandung protein. Kandungan protein ASI cukup
tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula.
Protein dalam ASI dan susu formula terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam
ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi,
sedangkan susu formula lebih banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna
oleh usus bayi. Jumlah casein yang terdapat di dalam ASI hanya 30%, dibanding susu
formula yang mengandung protein dalam jumlah yang tinggi (80%) (Badriul, 2008).
Disamping itu juga, ASI mempunnyai asam amino yang lengkap yaitu taurin. Taurin
diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak karena asam amino ini
ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada jaringan otak yang sedang berkembang.
ASI juga mengandung lemak, kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah Kemudian
meningkat jumlahnya (Husaini, 2001). Lemak ASI berubah kadarnya setiap kali diisap
oleh bayi yang terjadi secara otomatis. Selain jumlahnya yang mencukupi, jenis lemak
yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang merupakan lemak kebutuhan
sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna serta mempunyai jumlah yang cukup tinggi.
Dalam bentuk Omega 3, Omega 6, DHA (Docoso Hexsaconic Acid) dan Acachidonid
acid merupakan komponen penting untuk bayi (Hubertin, 2004).
Disamping karbohidrat, lemak, protein, ASI juga mengandung mineral, vitamin K,
vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin yang larut dalam air. Hampir semua vitamin
larut dalam air seperti vitamin B, asam folat, vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan
yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin
B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folat mungkin
rendah pada ibu dengan gizi kurang (Badriul, 2008).

b. ASI menurut stadium laktasi

Berdasarkan stadium laktasi, ASI dibagi dalam 3 bagian (King, 1985; Suraatmaja,
1997) yaitu:

1) Kolostrum

12
Kolostrum merupakan caira pertama yang keluar dari kelenjar mamae mulai dari
pertama sampai hari ketiga ataupun keempat, dimana volumenya berkisar 150-300 ml/24
jam, berwarna lebih kekuningan dibandingkan susu matur.
Kolostrum merupakan pencahar yang sangat ideal untuk membersihkan zat – zat yang
tidak terpakai di usus bayi yang baru lahir hingga akhirnya siap untuk menerima makanan
yang akan datang. Kolostrum banyak mengandung protein dibandingkan susu matur.
Tetapi selain itu, antibodi juga banyak terdapat dalam kolostrum sehingga memberikan
perlindungan terhadap bayi hingga usia 6 bulan.Di dalam kolostrum kadar karbohidrat dan
lemak jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu matur namun kadar minealnya jauh
lebih tinggi.

2) ASI masa transisi atau peralihan


ASI transisi merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur, yang
dikeluarkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh masa laktasi. Pada masa ini, kadar
kolostrum makin rendah namun kadar protein dan lemak makin tinggi. Volume ASI
transisi makin meningkat.

3) ASI matur
ASI matur adalah ASI yang keluar pada hari kesepuluh sampai seterusnya dan
volumenya relatif konstan. Merupakan cairan yang berwarna putih kekuning-kuningan,
mengandung faktor anti microbial dan tidak akan menggumpal jika dipanaskan. Pada ibu
yang sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI adalah makanan satu – satunya yang
cukup dan baik untuk pertumbuhan bayi hingga usia 6 bulan.

c. Faktor Kekebalan yang terdapat pada Komposisi ASI


Di dalam ASI terdapat 2 macam kekebalan ( Santosa h, 1997; Ebrahim G J, 1986;
Hayward, 1983 ) yaitu:
1) Faktor kekebalan non spesifik, yaitu :
a) Faktor pertumbuhan lactobasilus bifidus
Faktor ini sering disebut sebagai faktor bifidus, dimana banyak terdapat dalam
kolostrum. Lactobasilus bifidus dalam usus bayi akan mengubah laktosa menjadi asam
laktat dan asam asetat yang menyebabkan suasana menjadi semakin asam. Suasana
asam ini akan menghambat pertumbuhan E.coli yang selalu meyebabkan diare pada
bayi.

13
b) Laktoferin
Laktoferin mempunyai banyak persamaan dengan kerja trasferin yitu suatu protein
yang mengikat Fe dalam darah. Namun selain itu Laktoferin juga menghambat
pertumbuhan Candida albicans dan E.coli.

c) Lisozim
Lisozim adalah suatu substrat anti infeksi yang bekhasiat memecahkan dinding sel
bakteri dari kuman – kuman gram positif.

d) Laktoperoksidase
Laktoperoksidase merupakan suatu enzim yang bersama zat lain akan membunuh
Streptokokus.

2) Faktor kekebalan spesifik, yaitu :

a) Sistem komplemen
ASI banyak mengandung komplemen C3 dan C4 ang dapat diaktifkan oleh
antibodi yang terdapat dalam IgA susu. Komplemen yang sudah diaktifkan dapat
bekerja menghancurkan sel bakteri dalam rongga usus.

b) Khasiat seluler
ASI mengandung berbagai macam sel, terutama makrofag 90 %, Limfosit dan
Leukosit polimorfonuklear sedikit. Makrofag bersifat ameboid dan fagositik terhadap
kuman – kuman Stafilokokus, E.coli dan Candida albicans. Limfosit dalam ASI terdiri
dari sel T dan sel B, dan ini aktif sebagai imunologik.

c) Immunoglobulin
Di dalam ASI dijumpai semua macam immunoglobulin. IgA dengan
konsentrasinya paling tinggi merupakan immunoglobulin yang paling penting dalam
ASI karena berperan penting dalam fungsi biologis.

2.1.3 Manfaat ASI Eksklusif

Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu formula.
Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu yang menyusui.
Manfaaat ASI bagi bayi antara lain; ASI sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan

14
tubuh bayi, mengembangkan kecerdasan, dan dapat meningkatkan jalinan kasih sayang
(Roesli, 2000).

Manfaat ASI bagi bayi adalah sebagai nutrisi. ASI merupakan sumber gizi yang sangat
ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan pertumbuhan bayi. ASI adalah
makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas dan kuantitasnya. Dengan tata laksana
menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan
tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberikan
makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Negara-negara
barat banyak melakukan penelitian khusus guna memantau pertumbuhan bayi penerima ASI
eklslusif dan terbukti bayi penerima ASI eksklusif dapat tumbuh sesuai dengan rekomendasi
pertumbuhan standar WHO-NCHS (Danuatmaja, 2003).

Selain itu juga, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Dengan diberikan ASI
berarti bayi sudah mendapatkan immunoglobulin (zat kekebalan atau daya tahan tubuh ) dari
ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut dengan cepat akan menurun segera setelah
kelahirannya. Badan bayi baru lahir akanmemproduksi sendiri immunoglobulin secara cukup
saat mencapai usia sekitar 4 bulan. Pada saat kadar immunoglobulin bawaan dari ibu
menurun yang dibentuk sendiri oleh tubuh bayi belum mencukupi, terjadilah suatu periode
kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Selain itu, ASI merangsang terbentuknya antibodi
bayi lebih cepat. Jadi, ASI tidak saja bersifat imunisasi pasif, tetapi juga aktif. Suatu
kenyataan bahwa mortalitas (angka kematian) dan mobiditas (angka terkena penyakit) pada
bayi ASI eksklusif jauh lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI
(Budiasih, 2008).

Disamping itu, ASI juga dapat mengembangkan kecerdasan bayi. Perkembangan


kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan otak. Faktor utama yang
mempengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang diterima saat pertumbuhan otak,
terutama saat pertumbuhan otak cepat. Lompatan pertumbuhan atau growt spourt sangat
penting karena pada inilah pertumbuhan otak sangat pesat. Kesempatan tersebut hendaknya
dimanfaatkan oleh ibu agar pertumbuhan otak bayi sempurna dengan cara memberikan nutrisi
dengan kualitas dan kuantitas optimal karena kesempatan itu bagi seorang anak tidak akan
berulang lagi (Danuatmaja, 2003).

Air susu ibu selain merupakan nutrient ideal, dengan komposisi tepat, dan sangat sesuai
kebutuhan bayi, juga mengandung nutrient-nutrien khusus yang sangat diperlukan

15
pertumbuhan optimal otak bayi. Nutrient-nutrient khusus tersebut adalah taurin, laktosa, asam
lemak ikatan panjang (Danuatmaja, 2003).

Kemudian yang terakhir adalah ASI dapat menjalin kasih sayang. Bayi yang sering berada
dalam dekapan ibunya karena menyusui, dapat merasakan kasih sayang ibu dan mendapatkan
rasa aman, tenteram, dan terlindungi. Perasaan terlindungi dan disayangi inilah yang menjadi
dasar perkembangan emosi bayi, yang kemudian membentuk kepribadian anak menjadi baik
dan penuh percaya diri (Ramaiah, 2006).

Bagi ibu, manfaat menyusui itu dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Apabila
bayi disusui segera setelah dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan setelah
melahirkan (post partum) akan berkurang (Siswono 2001). Karena pada ibu menyusui terjadi
peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah
sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu
yang melahirkan. Selain itu juga, dengan menyusui dapat menjarangkan kehamilan pada ibu
karena menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama
ibu memberi ASI eksklusif 98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan
dan 96% tidak akan hamil sampai bayi merusia 12 bulan (Glasier, 2005).

Disamping itu, manfaat ASI bagi ibu dapat mengurangi terjadinya kanker. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa menyusui akan mengurangi kemungkinan terjadinya kanker
payudara. Pada umumnya bila semua wanita dapat melanjutkan menyusui sampai bayi
berumur 2 tahun atau lebih, diduga angka kejadian kanker payudara akan berkurang sampai
sekitar 25%. Beberapa penelitian menemukan juga bahwa menyusui akan melindungi ibu dari
penyakit kanker ovarium. Salah satu dari penelitian ini menunjukan bahwa risiko terkena
kanker ovarium pada ibu yang menyusui berkurang sampai 20-25%. Selain itu, pemberian
ASI juga lebih praktis, ekonomis, murah, menghemat waktu dan memberi kepuasan pada ibu
(Maulana, 2007).

2.2 Praktek Pemberian ASI Eksklusif


1. Langkah-langkah menyusui yang benar (Suradi, 2004)
a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan
aroela sekitarnya
b. Bayi diletakkan menghadap perut atau payudara

16
1) Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang
rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran
kursi
2) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu dan
bokong bayi terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah dan bokong
bayi ditahan dengan tangan ibu
3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satunya di depan
4) Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
6) Ibu menatap bayi dengan kasih saying
c. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang dibawah. Jangan
menekan putting susu atau areolanya saja
d. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara:
1) Menyentuh pipi bayi dengan puting susu
2) Menyentuh sisi mulut bayi
e. Setelah bayi membuka mulut dan mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau
disangga lagi.

2. Lama dan Frekuensi Meyusui


Menurut Khasanah (2011) sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwalkan,
sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan disetiap saat bayi membutuhkan karena bayi
akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis
bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan atau kedingina, atau sekedar ingin didekap)
atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu
payudara sekitar 5 – 7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2
jam. Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola yang teratur dalam menyusui dan akan
mempunyai pola tertentu setelah 1 sampai 2 minggu kemudian.
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik karena isapan bayi sangat
berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal,
sesuai kebutuhan bayi akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Bila sering disusukan
pada malam hari akan memicu produksi ASI. Untuk menjaga keseimbangan besarnya
kedua payudara maka sebaiknya setiap kali menyusui sampai payudara terasa kosong agar
produksi ASI menjadi lebih baik. Setiap kali menyusui dimulai dengan payudara yang

17
terakhir kali disusukan. Selama masa menyusui sebaiknya ibu memakai bra yang dapat
menyangga payudara tetapi tidak terlalu ketat.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakberhasilan Pemberian ASI Eksklusif

Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif sangat bervariasi.
Namun yang sering diungkapkan sebagai berikut (Danuatmaja, 2003).

1. Faktor Internal
a. Ketersediaan ASI
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah 1) tidak melakukan inisiasi
menyusu dini 2) menjadwal pemberian ASI 3) memberikan minuman prelaktal (bayi
diberi minum sebelum ASI keluar ), apalagi memberikannya dengan botol/dot 4)
kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui (Badriul, 2008 ).
Inisiasi menyusui dini adalah meletakkan bayi diatas dada atau perut ibu segera
setelah dilahirkan dan membiarkan bayi mencari puting ibu kemudian menghisapnya
setidaknya satu jam setelah melahirkan. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini
disebut baby crawl. Karena sentuhan atau emutan dan jilatan pada puting ibu akan
merangsang pengeluaran ASI dari payudara. Dan apabila tidak melakukan inisiasi
menyusui dini akan dapat mempengaruhi produksi ASI (Maryunani, 2009).
Ibu sebaiknya tidak menjadwalkan pemberian ASI. Menyusui paling baik dilakukan
sesuai permintaan bayi (on demand) termasuk pada malam hari, minimal 8 kali sehari.
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi menyusui. Makin jarang bayi
disusui biasanya produksi ASI akan berkurang. Produksi ASI juga dapat berkurang bila
menyusui terlalu sebentar. Pada minggu pertama kelahiran sering kali bayi mudah tertidur
saat menyusui. Ibu sebaiknya merangsang bayi supaya tetap menyusui dengan cara
menyentuh telinga/telapak kaki bayi agar bayi tetap menghisap (Badriul, 2008).
Seringkali sebelum ASI keluar bayi sudah diberikan air putih, air gula, air madu, atau
susu formula dengan dot. Seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan karena selain
menyebabkan bayi malas menyusui, bahan tersebut mungkin menyebabkan reaksi
intoleransi atau alergi. Apabila bayi malas menyusui maka produksi ASI dapat berkurang,
karena semakin sering menyusui produksi ASI semakin bertambah (Danuatmaja, 2003).
Meskipun menyusui adalah suatu proses yang alami, juga merupakan keterampilan
yang perlu dipelajari. Ibu seharusnya memahami tata laksana laktasi yang benar terutama
bagaimana posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat menghisap

18
secara efektif dan ASI dapat keluar dengan optimal. Banyak sedikitnya ASI berhubungan
dengan posisi ibu saat menyusui. Posisi yang tepat akan mendorong keluarnya ASI dan
dapat mencegah timbulnya berbagai masalah dikemudian hari (Cox, 2006).

b. Pekerjaan /aktivitas
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk mendapatkan
penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Wanita yang bekerja seharusnya
diperlakukan berbeda dengan pria dalam hal pelayanan kesehatan terutuma karena wanita
hamil, melahirkan, dan menyusui. Padahal untuk meningkatkan sumber daya manusia
harus sudah sejak janin dalam kandungan sampai dewasa. Karena itulah wanita yang
bekerja mendapat perhatian agar tetap memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan dan
diteruskan sampai 2 tahun (pusat kesehatan kerja Depkes RI,2005).Beberapa alasan ibu
memberikan makanan tambahan yang berkaitan dengan pekerjaan adalah tempat kerja
yang terlalu jauh, tidak ada penitipan anak, dan harus kembali kerja dengan cepat karena
cuti melahirkan singkat (Mardiati, 2006).
Cuti melahirkan di Indonesia rata-rata tiga bulan. Setelah itu, banyak ibu khawatir
terpaksa memberi bayinya susu formula karena ASI perah tidak cukup. Bekerja bukan
alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, karena waktu ibu bekerja bayi dapat diberi
ASI perah yang diperah minimum 2 kali selama 15 menit. Yang dianjurkan adalah
mulailah menabung ASI perah sebelum masuk kerja. Semakin banyak tabungan ASI
perah, seamakin besar peluang menyelesaikan program ASI eklusif (Danuatmaja, 2003).

c. Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan akan memberikan pengalaman kepada ibu tentang cara pemberian ASI
eksklusif yang baik dan benar yang juga terkait dengan masa lalunya. Dalam hal ini perlu
ditumbuhkan motivasi dalam dirinya secara sukarela dan penuh rasa percaya diri untuk
mampu menyusui bayinya. Pengalaman ini akan memberikan pengetahuan, pandangan
dan nilai yang akan menberi sikap positif terhadap masalah menyusui (Erlina, 2008).

19
Akibat kurang pengetahuan atau informasi, banyak ibu menganggap susu formula
sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI . Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat
memberikan susu formula jika merasa ASI kurang atau terbentur kendala menyusui.
Masih banyak pula petugas kesehatan tidak memberikan informasi pada ibu saat
pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin (Prasetyono, 2005).

Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif , ibu dan keluarganya perlu
menguasai informasi tentang fisiologis laktasi, keuntungan pemberian ASI, kerugian
pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung,cara menyusui yang baik dan benar,
dan siapa harus dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar menyusui.

d. Kelainan pada payudara

Tiga hari pasca persalinan payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri. Kondisi
ini terjadi akibat adanya bendungan pada pembuluh darah di payudara sebagai tanda ASI
mulai banyak diproduksi. Tetapi, apabila payudara merasa sakit pada saat menyusui ibu
pasti akan berhenti memberikan ASI padahal itu menyebabkan payudara mengkilat dan
bertambah parah bahkan ibu bisa menjadi demam (Roesli, 2000).

Jika terdapat lecet pada puting itu terjadi karena beberapa faktor yang dominan adalah
kesalahan posisi menyusui saat bayi hanya menghisap pada puting. Padahal seharusnya
sebagian besar areola masuk kedalam mulut bayi. Puting lecet juga dapat terjadi pada
akhir menyusui, karena bayi tidak pernah melepaskan isapan. Disamping itu, pada saat
ibu membersihkan puting menggunakan alkohol dan sabun dapat menyebabkan puting
lecet sehingga ibu merasa tersiksa saat menyusui karena sakit (Maulana, 2007).

e. Kondisi kesehatan ibu

Kondisi kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif.
Pada keadaan tertentu, bayi tidak mendapat ASI sama sekali, misalnya dokter melarang
ibu untuk menyusui karena sedang menderita penyakit yang dapat membahayakan ibu
atau bayinya, seperti penyakit Hepatitis B, HIV/AIDS, sakit jantung berat, ibu sedang
menderita infeksi virus berat, ibu sedang dirawat di Rumah Sakit atau ibu meninggal
dunia (Pudjiadi, 2001).

Faktor kesehatan ibu yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada
bayi 0-6 bulan adalah kegagalan menyusui dan penyakit pada ibu. Kegagalan ibu

20
menyusui dapat disebakan karena produksi ASI berkurang dan juga dapat disebabkan
oleh ketidakpuasan menyusui setelah lahir karena bayi langsung diberi makanan
tambahan.

2. Faktor Eksternal
a. Faktor Dukungan dan Motivasi dari Keluarga, Masyarakat dan Tenaga Kesehatan

1) Dukungan dan motivasi suami dan keluarga


Dukungan dari keluargaa merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya
adalah bersifat emosional maupun psikologis kepada ibu dalam memberikan ASI. (
Roesli, 2001 ). Di Indonesia, mengidentifikasi keyakinan ibu untuk menyusui (self
efficacy) dan lingkungan rumah, terutama dukungan dari suami, merupakan faktor
yang mempengaruhi menyusui eksklusif pada ibu bekerja maupun pada ibu yang
tidak bekerja (Wibowo, Februhartanty, Fahmida, Roshita, 2008).
Pada tingkat kelompok, berbagai penelitian telah mengidentifikasi peran suami
sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku menyusui ibu
(Februhartanty, 2008; Littman, Medendorp, Goldfarb, 1994; Pisacane, Continisio GI,
Aldimucci, D’Amora, Continisio P, 2005).
Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang ASI
dari keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri
bayinya. Hubungan harmonis dalam keluarga akan sangat mempengaruhi lancarnya
proses laktasi. ( Lubis, 2000 ).

2) Masyarakat

Penelitian lain menyatakan jaringan sosial ibu merupakan faktor yang


mempengaruhi (Humphreys, Thompson, Miner, 1998).
Penelitian di Meksiko juga menemukan hubungan antara konseling kelompok
sebaya (peer counseling) dengan durasi menyusui karena semakin seringibu
menerima kunjungan konselor sebaya, semakin lama ia akan menyusui bayinya
(Morrow et al., 1999).
Melalui penelitian kualitatif mengenai menyusui di Inggris menyebutkan bahwa
ada ibu yang menganggap kegiatan menyusui sebagai sesuatu yang tidak nyaman
untuk dilakukan di depan umum dan merupakan suatu hal yang tidak cocok dengan
budaya barat yang modern sehingga memilih untuk memberikan susu formula kepada

21
bayinya (Earle, 2002). Ini menunjukkan bahwa norma dan budaya yang berlaku di
suatu masyarakat dapat mempengaruhi keputusan ibu (Earle, 2002).

3) Tenaga Kesehatan
Program laktasi adalah suatu program multidepartemental yang melibatkan bagian
yang terkait, agar dihasilkan suatu pelayanan yang komprehensif dan terpadu bagi ibu
yang menyusui sehingga promosi ASI secara aktif dapat dilakukan tenaga kesehatan.
Dalam hal ini sikap dan pengetahuan petugas kesehatan adalah faktor penentu
kesiapan petugas dalam mengelola ibu menyusui. Selain itu sistem pelayanan
kesehatan dan tenaga kesehatan juga mempengaruhi kegiatan menyusui (Arifin,
2004).
Perilaku tenaga kesehatan biasanya ditiru oleh masyarakat dalam hal perilaku
sehat. Promosi ASI eksklusif yang optimal dalam setiap tumbuh kembangnya
sangatlah penting untuk mendukung keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya (Elza,
2008). Selain itu adanya sikap ibu dari petugas kesehatan baik yang berada di klinis
maupun di masyarakat dalam hal menganjurkan masyarakat agar menyusui bayi
secara eksklusif pada usia 0-6 bulan dan dilanjutkan sampai 2 tahun dan juga
meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal memberikan penyuluhan
kepada masyarakat yang luas (Erlina, 2008).

b. Kondisi kesehatan bayi

Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif.
Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit bawaan tidak
dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada ASI (Pudjiadi,
2001).

Faktor kesehatan bayi adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan ibu
memberikan makanan tambahan pada bayinya antara lain kelainan anatomik berupa
sumbing pada bibir atau palatum yang menyebakan bayi menciptakan tekanan negatif
pada rongga mulut, masalah organik, yaitu prematuritas, dan faktor psikologis dimana
bayi menjadi rewel atau sering menangis baik sebelum maupun sesudah menyusui
akibatnya produksi ASI ibu menjadi berkurang karena bayi menjadi jarang disusui
(Soetjiningsih, 1997)

22
c. Pengganti ASI (PASI) atau susu formula

Meskipun mendapat predikat The Gold Standard, makanan paling baik, aman, dan
satu dari sedikit bahan pangan yang memenuhi kriteria pangan berkelanjutan (terjangkau,
tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah). Sejarah menunjukkan bahwa
menyusui merupakan hal tersulit yang selalu mendapat tantangan, terutama dari
kompetitor utama produk susu formula yang mendisain susu formula menjadi pengganti
ASI (YLKI, 2005).

Seperti di Indonesia sekitar 86% yang tidak berhasil memberikan ASIeksklusif


karena para ibu lebih memilih memberikan susu formula kepada bayinya. Hal ini dapat
dilihat dari meningkatnya penggunaan susu formula lebih dari 3x lipat selama 5 tahun
dari 10,8% pada tahun 1997 menjadi 32,5% tahun 2002 (Depkes,2006).

Masyarakat lebih banyak memilih susu formula ketimbang ASI karena iming-
imingnya: membuat anak sehat dan cerdas. Iklan-iklannya terus diulang di media cetak
maupun elektronik. Jelas, akan membuat para orangtua memilih membeli susu formula
yang sebenarnya berisiko tinggi bagi perkembangan bayi. Gencarnya gerakan kembali ke
ASI masih kalah jauh dibanding gencarnya promosi susu formula.

d. Keyakinan
Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus kepada
bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama umum dilakukan. Kebiasaan ini seringkali
dimulai saat bayi berusia sebulan. Riset yang dilakukan di pinggiran kota Lima, Peru
menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh dalam bulan pertama.
Penelitian di masyarakat Gambia, Filipina, Mesir, dan Guatemala melaporkan bahwa
lebih dari 60% bayi baru lahir diberi air manis dan/atau teh. Nilai budaya dan keyakinan
agama juga ikut mempengaruhi pemberian cairan sebagai minuman tambahan untuk bayi.
Dari generasi ke generasi diturunkan keyakinan bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air
dipandang sebagai sumber kehidupan, suatu kebutuhan batin maupun fisik sekaligus
(LINKAGES, 2002).

23
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi ASI

Adapun hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI antara lain adalah:

a. Makanan Ibu

Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui tidak secara
langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan. Dalam tubuh
terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan.
Akan tetapi jika makanan ibu terus menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang
diperlukan tentu pada akhirnya kelenjar-kelenjar pembuat air susu dalam buah dada ibu
tidak akan dapat bekerja dengan sempurna, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap
produksi ASI.

Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring nasi
ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan kalori yang setara dengan jumlah kalori yang
diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar Ibu menghasilkan 1 liter ASI
diperlukan makanan tamabahan disamping untuk keperluan dirinya sendiri, yaitu setara
dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur.

Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tamabahan makanan, maka akan
terjadi kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jikapada masa kehamilan ibu juga
mengalami kekurangan gizi. Karena itu tambahan makanan bagi seorang ibu yang sedang
menyusui anaknya mutlak diperlukan. Dan walaupun tidak jelas pengaruh jumlah air minum
dalam jumlah yang cukup. Dianjurkan disamping bahan makanan sumber protein seperti
ikan, telur dan kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk
menjamin kadar berbagai vitamin dalam ASI.

b. Ketentraman Jiwa dan Pikiran

Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu dalam
keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan
emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya.

Pada ibu ada 2 macam, reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui bayinya,
reflek tersebut adalah:

1. Reflek Prolaktin

24
Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi menghisap payudara ibu,
terjadi rangsangan neorohormonal pada putting susu dan aerola ibu. Rangsangan ini
diteruskan ke hypophyse melalui nervus vagus, terus kelobus anterior. Dari lobus ini akan
mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar –
kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilkan ASI.

2. Let-down Refleks (Refleks Milk Ejection)

Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada payudara ibu,
maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu. Refleks memutarnya kepala bayi
ke payudara ibu disebut: ”rooting reflex (reflex menoleh). Bayi secara otomatis menghisap
putting susu ibu dengan bantuan lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu,
misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran.
Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Bayi tidak cukup
mendapat ASI dan akan menangis. Tangisan bayi ini justru membuat ibu lebih gelisah dan
semakin mengganggu let down reflex.

c. Pengaruh persalinan dan klinik bersalin

Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap kebiasaan
memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin lebih
menitik beratkan upaya agar persalinan dapat berlangsung dengan baik, ibu dan anak berada
dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah pemebrian ASI kurang mendapat perhatian.
Sering makanan pertama yang diberikan justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini
memberikan kesan yang tidak mendidik pada ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu
sapi lebih dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin
dipasang gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu buatan.

d. Penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron.

Bagi ibu yang dalam masa menyusui tidak dianjurkan menggunakan kontrasepsi pil yang
mengandung hormon estrogen, karena hal ini dapat mengurangi jumlah produksi ASI
bahkan dapat menghentikan produksi ASI secara keseluruhan oleh karena itu alat
kontrasepsi yang paling tepat digunakan adalah alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yaitu
IUD atau spiral. Karena AKDR dapat merangsang uterus ibu sehingga secara tidak langsung
dapat meningkatkan kadar hormon oxitoksin, yaitu hormon yang dapat merangsang
produksi ASI.

25
e. Perawatan Payudara

Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu dengan
mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa kehamilan. Pengurutan tersebut
diharapkan apablia terdapat penyumbatan pada duktus laktiferus dapat dihindarkan
sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan lancar.

2.5 Program ASI Eksklusif di Indonesia

Pemerintah indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang merekomendasikan


inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan, karena inisiasi menyusu dini
dapat menyelamatkan 22% dari bayi meninggal sebelum usia satu bulan. Menyusui satu jam
pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai
indikator global. Ini merupakan hal baru bagi Indonesia, dan merupakan program pemerintah,
sehingga diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan baik
swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan mendukung suksesnya
program tersebut, sehingga diharapkan akan tercapai sumber daya Indonesia yang berkualitas.
Pada tanggal 7 April 2004 Departemen Kesehatan RI mengeluarkan ketetapan mengenai
pemberian ASI eksklusif bagi bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan. Ketetapan ini
dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
250/Menkes/SK/IV/2004. Dianjurkan memberikan ASI sampai usia 2 tahun diikuti pemberian
makanan tambahan yang sesuai. Sebelumnya Departemen Kesehatan RI telah mengeluarkan
SK Menkes No 237/Menkes/SK/IV/1997 yang berisi anjuran pemberian ASI eksklusif kepada
bayi sampai berumur 4 bulan dan dianjurkan untuk menyusui sampai usia 2 tahun.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui peraturan nomor : 450/Menkes/SKN/2004
mengajak Bangsa Indonesia melaksanakan pemberian hanya ASI saja selama 6 bulan
kehidupan bayi dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun (Nuchsan Umar Lubis,
Cermin Dunia Kedokteran 168 vol. 36 no. 2 Maret-April 2009).
Berdasarkan SK Menkes yang mengajak dan mendukung ASI eksklusif, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta hingga kini terus menggalakkan program pemberian ASI eksklusif
melalui peningkatan kapasitas petugas kesehatan baik pemerintah maupun swasta melalui
program konseling menyusui. Program tersebut dilaksanakan dengan berbagai dukungan
lembaga swadaya masyarakat, juga tim penggerak PKK, untuk terus menggalakkan program
ASI eksklusif. (www.depkominfo.go.id).

26
Untuk menggalakkan program pemberian ASI eksklusif, sejak Deklarasi akbar 1001 ibu
hamil untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD), Pemprov. DKI Jakarta melakukan
program peningkatan kapasitas petugas kesehatan dalam konseling menyusui dan pemodelan
10 langkah menuju keberhasilan menyusui, khususnya di Jakarta Utara
(www.depkominfo.go.id):yaitu 1)Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan tentang
penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi PASI, 2) Sarana
pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau lainnya 3) Menyiapkan ibu
hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah keberhasilan menyusui, Memberikan
konseling apabila ibu penderita infeksi HIV positif, 4) melakukan kontak dan menyusui dini
bayi baru lahir (1/2 - 1 jam setelah lahir), 5) Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang
benar (posisi peletakan tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara, 6) Hanya
memberikan ASI saja tanpa minuman pralaktal sejak bayi lahir, 7) Melaksanakan rawat
gabung ibu dan bayi, 8) Melaksanakan pemberian ASI sesering dan semau bayi, 9) Tidak
memberikan dot/ kempeng, 10) Menindak lanjuti ibu-bayi setelah pulang dari sarana
pelayanan kesehatan (www.idai.co.id).

27
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini akan digambarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktercapaian cakupan ASI eksklusif di Desa Cipayung
Datar Kecamatan Megamendung. Akan digambarkan pula upaya peningkatan cakupan ASI
eksklusif berdasarkan faktor yang mempengaruhinya tersebut. Alternatif pemecahan masalah
yang dilakukan adalah dengan menggunakan fish bone.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitiaan dilakukan di posyandu wilayah kerja Puskesmas Megamendung Kecamatan
Megamendung yaitu di Desa Cipayung Datar

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi di Desa Cipayung
Datar. Sampel dalam penelitian ini adalah bayi di Desa Cipayung datar yang berusia 6-11
bulan yang diambil secara acak.
Jumlah penduduk di Kecamatan Megamendung adalah 63.258 orang dengan jumlah
penduduk laki-laki 32.990 dan jumlah penduduk perempuan 30.267 orang. Sementara jumlah
bayi 0 – 11 bulan di Puskesmas Megamendung berjumlah 1.225 bayi dengan jumlah bayi
laki-laki 627 dan bayi perempuan 598 sebagai populasi data. Di Desa Cipayung Datar, jumlah
bayi 0 – 11 bulan berjumlah 269 bayi dengan jumlah bayi laki-laki 114 dan bayi perempuan
155 sebagai populasi data.(Data UPT Puskesmas Kecamatan Megamendung,2017)

3.4 Jenis dan Sumber Data


1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif maupun
yang bersifat kuantitatif.
a. Data kualitatif merupakan data yang dinyatakan tidak dalam bentuk angka – angka
yang dapat dihitung besarannya. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah hasil
wawancara dengan pemegang program ASI eksklusif dan hasil wawancara dengan
responden ASI eksklusif serta data kepustakaan.

28
b. Data kuantitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang
dapat dihitung besarannya. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data cakupan
ASI eksklusif dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan data dari pelaporan tahunan
di Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung Tahun 2016-2017.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari data primer dan
data sekunder.
a. Data primer, adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dari lokasi
penelitian yaitu hasil observasi dengan memberikan daftar pertanyaan berupa lembaran
wawancara dengan pemegang program ASI eksklusif dan responden ASI eksklusif di
posyandu wilayah kerja Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung.
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh bukan dari sumber langsung tetapi data
yang telah dikumpulkan oleh suatu instansi. Instansi yang dimaksud adalah Dinas
Kesehatan Kabupaten Pelalawan, Puskesmas MegamendungKecamatan
Megamendung dan data dari studi kepustakaan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data cakupan
ASI eksklusif dan data faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI
eksklusif.

3.5 Instrument Penelitian


Untuk membantu mendapatkan data, dalam penelitian ini digunakan instrument penelitian
berupa lembar wawancara yang berisi daftar pertanyaan yang berkaitan dengan faktor – faktor
penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang relevan, akurat dan mampu menjawab permasalahan secara
objektif, maka digunakan beberapa teknik pengumpulan data yang sesuai dengan sifat dan
jenis data yang ada. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam
(deep interview).
Wawancara mendalam (deep interview) yaitu memperoleh keterangan dengan melakukan
tanya jawab secara bertatap muka dengan informan yang mengetahui hal-hal yang
mempengaruhi ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif dan permasalahan program
cakupan ASI eksklusif di Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung. Wawancara
yang dilakukan yaitu wawancara mendalam dan berstuktur dengan menggunakan daftar

29
pertanyaan yang sudah disiapkan sebagai instrument. Kemudian dari hasil wawancara itu
dikembangkan pertanyaan-pertanyaan lain untuk menggali informasi sehingga data dan
informasi yang diperoleh lengkap serta tingkat validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.

3.7 Aspek Pengukuran

1. Pengetahuan

Kuesioner pengetahuan ibu terdiri atas 20 pertanyaan. Pemberian skor dilakukan


berdasarkan ketentuan, setiap jawaban diberi skor berdasarkan jawabannya ada yang diberi
nilai 10, 5 dan 1. Sehingga skor total yang tertinggi adalah 150. Skor yang diperoleh masing-
masing responden dijumlahkan, dibandingkan dengan skor maksimal kemudian dikalikan 100.

Dengan memakai skala pengukuran menurut Hadi Pratomo dan Sudarti (1986), yaitu:

1) Baik, bila jawaban responden benar >75% dari total nilai angket pengetahuan.
2) Sedang, bila jawaban responden benar 50%-75% dari total nilai angket pengetahuan.
3) Kurang, bila jawaban responden benar <50% dari total nilai angket pengetahuan.

Maka penilaian terhadap pengetahuan responden, yaitu:

1. Skor > 112,5 = baik.

2. Skor 75- 112,5 = sedang.

3. Skor <75 = kurang.

2. Sikap

Sikap ibu diukur dengan memberikan 11 buah pertanyaan menggunakan kuesioner,


dengan ketentuan disesuaikan dengan jawab yang diberikan, ada yang bernilai 10, 5 dan 1.

Berdasarkan jumlah nilai yang telah diperoleh responden maka ukuran tingkat sikap ibu
hamil menurut Pratomo (1990):

1) Kategori baik, apabila nilai yang diperoleh responden lebih besar dari sama dengan
70% .
2) Kategori kurang, apabila nilai yang diperoleh responden kurang dari dari 70%.

30
Maka penilaian terhadap sikap responden, yaitu:

1. Skor 52,5 = baik.

2. Skor <52,5 = kurang

3. Perilaku
Perilaku diukur dengan memberikan 18 buah pertanyaan menggunakan kuesioner, dengan
ketentuan disesuaikan dengan jawab yang diberikan, ada yang bernilai 10, 5 dan 1.

Berdasarkan jumlah nilai yang telah diperoleh responden maka ukuran tingkat sikap ibu
hamil menurut Pratomo (1990):

1) Kategori baik, apabila nilai yang diperoleh responden lebih besar dari sama dengan
70%.
2) Kategori kurang, apabila nilai yang diperoleh responden kurang dari dari 70%.

Maka penilaian terhadap sikap responden, yaitu:

1. Skor 91 = baik.

2. Skor <91 = kurang

31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Program ASI Eksklusif di Puskesmas Megamendung Kecamatan Megamendung


Tahun 2016-2017

Tabel 1. Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif menurut jenis kelamin di Kecamatan
Megamendung Tahun 2015

JUMLAH BAYI ASI EKSKLUSIF


N JUMLAH BAYI
WILAYAH KERJA L P L+P
NO
(DESA) L P L+P ∑ % ∑ % ∑ %
1 Cipayung Datar 128 192 320 96 75,0 144 75,0 240 62,0
2 Cipayung Girang 111 167 278 69 62,2 104 62,3 173 65,2
3 Megamendung 21 31 52 16 76,2 24 77,4 40 76,9
4 Gadog 19 28 47 18 94,7 26 92,9 44 93,6
5 Pasir Angin 9 14 23 5 55,6 7 50,0 12 72,2
6 Sukamahi 2 2 4 1 50,0 1 50,0 2 70,0
JUMLAH (KAB/KOTA) 292 438 730 206 70,5 308 70,3 514 70,4 65,7
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung

Tabel 2. Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif menurut jenis kelamin di Kecamatan
Megamendung Tahun 2016

JUMLAH BAYI ASI EKSKLUSIF


N JUMLAH BAYI
WILAYAH KERJA L P L+P
NO
(DESA) L P L+P ∑ % ∑ % ∑ %
1 Cipayung Datar 174 161 335 133 76,4 130 80,7 263 79 66,7
2 Cipayung Girang 203 182 385 135 66,5 122 67,0 257 67 78,7
3 Megamendung 32 28 60 25 78,1 25 92,6 50 85,5 83,3
4 Gadog 29 27 56 27 93,1 22 81,5 49 86,5 87,5
5 Pasir Angin 14 13 27 11 78,6 12 92,3 23 86,5 85,2
6 Sukamahi 2 2 4 2 100 0 0,0 2 50,0 67,0
JUMLAH (KAB/KOTA) 458 416 874 335 73,1 313 75,2 648 73,5 74,1
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung

32
Tabel 3. Cakupan ASI eksklusif per-bulannya berdasarkan distribusi wilayah kerja Puskesmas
Megamendung Kecamatan Megamendung Tahun 2016

CAKUPAN ASI EKSKLUSIF (%)


WILAYAH KERJA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 ∑
Cipayung Datar 86,5 89,1 78,0 106 75,7 76,7 76,7 68,4 64,4 72,2 50,1 62,0 67 75,5

Cipayung Girang 90,7 86,7 83,8 90,4 81,7 81,0 81,0 74,0 71,8 81,5 60,6 70,2 79 79,5

Megamendung 88,5 86,8 94,3 80,0 91,1 101,8 115,7 86,9 83,6 80,3 91,8 84,1 85,5 90,4

Gadog 125 25,0 40,0 40,0 85,7 33,3 20,0 20,0 0,0 0,0 66,7 80,0 50 44,6

Pasir Angin 110,8 89,1 79,7 126,8 91,1 90,2 90,2 79,6 93,3 71,6 86,9 85,7 86,5 91,2

Sukamahi 87,0 76,9 81,4 30,4 93,1 93,1 93,1 84,6 79,5 41,7 51,3 85,7 86,5 74,8

JUMLAH 98,4 74,3 78,0 74,8 86,0 78,2 82,4 71,0 60,2 56,8 70,1 79,1 73,5 75,8

Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung

Hasil Wawancara Sikap Pengetahuan Serta Perilaku Ibu Tentang Asi Eksklusif

Berdasarkan hasil wawancara hasil bahwa tingkat pengetahuan responden sebelum


diberikan penyuluhan adalah sebanyak 8 orang (26 %) berada pada kategori baik, 16 orang (54%)
pada kategori sedang dan sebanyak 6 orang (20%) berkategori kurang. Dapat dikatakan bahwa
umumnya tingkat pengetahuan responden tentang ASI eksklusif sedang.
Sikap responden kategori baik adalah sebanyak 6 orang (20%) dan yang berada pada
kategori kurang adalah 24 orang (80%). Dapat dikatakan bahwa sikap responden tentang ASI
eksklusif adalah kurang baik.
Perilaku responden kategori baik adalah 7 orang (23%), dan yang berada pada kategori
kurang adalah 23 orang (77%). Dapat dikatakan bahwa perilaku ibu tentang ASI eksklusif adalah
kurang.

4.2 Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Faktor faktor yang mempengaruhi cakupan asi eksklusif di desa cipayung datar
ditampilkan dalam fish bone. (Fish Bone terlampir)

33
Tabel 4. Faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif : Alternatif
Pemecahan Masalah
Penyebab Alternatif Pemecahan Masalah
1. Kondisi ibu dan bayi:  Peningkatan kesehatan serta status gizi ibu
a. Proses melahirkan hamil dan menyusui (PMT, tablet Fe, vaksin
b. Kesehatan dan status gizi ibu TT 2x selama hamil)
yang rendah  Persiapan menyusui bagi ibu melalui
c. Usia ibu saat hamil dan manajemen laktasi:
melahirkan (paling baik antara a. Periode masa kehamilan (antenatal)
usia 20-30 tahun) Pemeriksaan payudara, pemantauan BB
d. Paritas ibu (menyangkut atau status gizi ibu, pemberian KIE melalui
produksi ASI dan pengalaman konseling gizi ibu hamil, cara memberikan
ibu dalam memberikan ASI) ASI pertama, upaya untuk memperbanyak
e. Pekerjaan ibu ASI, cara perawatan payudara selama
f. Pendapatan keluarga menyusui, manfaat dan keuntungan ASI
g. Kondisi bayi (bayi sakit, eksklusif, serta bahaya susu botol, dan juga
kembar, premature), konseling mengenai KB
kemampuan dan kemauan bayi b. Periode segera setelah bayi lahir
untuk menghisap putting susu Inisiasi menyusu dini (sesegera mungkin
ibu memberikan ASI)
c. Periode pasca persalinan
Rawat gabung dan KIE melalui konseling
ASI eksklusif meliputi cara pemberian ASI
yang baik dan benar serta cara pemerasan
dan penyimpanan ASI, terutama bagi ibu
yang bekerja.
2. Kesadaran Ibu  Peningkatan pengetahuan ibu, suami, keluarga
a. Rasa percaya diri untuk dan lingkungan tentang pentingnya ASI
menyusui yang kurang eksklusif melalui:
b. Pengetahuan/pendidikan ibu a. Penyuluhan ASI eksklusif
tentang ASIeksklusif yang b. Penyebaran leaflet
masih rendah c. Pemasangan poster di puskesmas,
c. Kurangnya dukungan dari posyandu, maupun pelayanan kesehatan

34
keluarga dan lingkungan lainnya
 Peningkatan kepercayaan diri ibu untuk
menyusui melalui persiapan menyusui dengan
manajemen laktasi
 Pengikutsertaan peran suami dan keluarga
dalam mendukung, memotivasi dan membantu
ibu untuk menyusui
3. Tenaga Kesehatan  Meningkatkan peran serta dan tanggung jawab
a. Kinerja tenaga kesehatan tenaga kesehatan puskesmas terhadap
belum optimal dalam penyelenggaraan manajemen laktasi 3 periode
manajemen laktasi  Optimalisasi pojok ASI
b. Kuantitas tenaga kesehatan  Alokasi tambahan tenaga kesehatan dalam
program gizi masih kurang program gizi di puskesmas
c. Cakupan pelaksanaan program  Perluasan pelaksanaan program ASI eksklusif
ASI masih terbatas (KP-ibu, pelatihan dan pembelajaran ASI
eksklusif) di wilayah binaan puskesmas
4. Kader  Optimalisasi kinerja kader dengan
Kinerja kader yang belum optimal menyelenggarakan pelatihan tentang ASI
dan memotivasi yang masih eksklusif. Peningkatan motivasi melalui
kurang karena cakupan pemanfaatan Forum Komunikasi Kader
pelaksanaan program ASI Posyandu (FKKP).
eksklusif yang masih terbatas
5. Gencarnya promosi susu formula  Meningkatkan kerjasama lintas sektoral,
termasuk rumah sakit untuk tidak memberikan
susu formula pada bayi yang dilahirkan disana
 Meningkatkan pengetahuan ibu tentang
manfaat pemberian ASI eksklusif dan kerugian
pemberian susu formula dalam kegiatan-
kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan,
konseling/KIE, pembagian leaflet, ataupun
pemasangan poster di tempat pelayanan
kesehatan).

35
4.3 Telaah Kelemahan, Kekuatan, Ancaman Dan Strategi Yang Dimiliki Oleh Program
ASI Eksklusif
1. Hasil Wawancara dengan Pemegang Program ASI Eksklusif
2. Hasil Wawancara dengan Responden

Telaah tentang kelemahan, kekuatan, ancaman dan strategi yang dimiliki oleh program
ASI eksklusif dilakukan dengan teknik Analisa SWOT.

Analisis SWOT ASI Eksklusif :

Kekuatan (S) Kelemahan (W)


 Ada tenaga professional  Pelatihan dan
(personil medis: 3 dokter pembelajaran ASI
umum dan 1 dokter gigi) eksklusif kurang
dan jumlah paramedis maksimal
sebanyak …… orang  Tidak adanya Forum
 Kepercayaan dan Komunikasi Kader
kepuasan masyarakat Posyandu
terhadap puskesmas  Tidak adanya Kelompok
sangat baik Pendukung Ibu (KP-Ibu)
 Adanya fasilitas  Pendataan kurang
penunjang puskesmas menyuluruh sehingga
 Adanya program gizi belum tercapainya angka
cakupan ASI eksklusif, yang maksimal
KIA dan posyandu yang  Alokasi dana dari
telah terjadwal dengan puskesmas yang masih
baik, termasuk kurang
didalamnya konseling  Kuantitas dan kualitas
gizi dan ASI (pojok ASI) tenaga kesehatan yang
 Pelaksanaan posyandu masih kurang
terjadwal baik  Tidak adanya program
 Memiliki pelaporan dan manajemen laktasi
pancatatan program ASI  Peran kader yang belum
eksklusif yang baik optimal

36
 Kurangnya partisipasi
lintas sektoral
 Cakupan pelaksanaan
program gizi ASI
Eksklusif masih terbatas
Peluang Strategi SO Strategi WO
 Lokasi wilayah  Meningkatkan kerjasama  Memperbaiki sistem
Puskesmas cukup luas dengan dokter spesialis pendataan yang ada
dan mudah dijangkau dan ahli gizi sebagai  Optimalisasi program
oleh petugas kesehatan konsultan melalui manajemen laktasi 3
 Kinerja Dinas program kunjungan ahli periode
Kesehatan Pelalawan  Meningkatkan mutu  Meningkatkan kualitas
cukup baik pelayanan medis gizi dan kuantitas tenaga
 Adanya kader kesehatan  Kerjasama dengan kesehatan di Puskesmas
di wilayah puskesmas poliklinik dan praktisi sehingga kegiatan
 Adanya klinik swasta swasta penyuluhan, konseling,
 Adanya praktisi swasta  Optimalisasi program maupun KIE-ASI dapat
(dokter praktek swasta, gizi, posyandu, dan KIA, lebih maksimal
bidan praktek swasta) khususnya konseling/KIE  Terus memberikan
 Adanya posyandu tentang gizi dan ASI pembekalan dan
 Adanya jaminan untuk eksklusif pelatihan bagi para kader
pembiayaan kesehatan tentang masalah gizi
terutama ASI eksklusif
 Meningkatkan peran
serta kader dalam
mendukung program ASI
eksklusif, jika perlu
dengan pemberian
reward
 Optimalisasi pojok
laktasi di puskesmas
 Meningkatkan kerjasama
lintas sektoral, termasuk

37
rumah sakit untuk tidak
memberikan susu
formula pada bayi yang
dilahirkan disana.
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
 Kurangnya pengetahuan  Melakukan survey dan  Membentuk KP-Ibu
masyarakat dan memberikan kuisioner sebagai sarana motivator
dukungan dari keluarga pada masyarakat wilayah bagi ibu dan keluarga,
terhadap manfaat dan kerja Puskesmas untuk dan sebagai sarana
pentingnya ASI mengetahui sejauh mana sharing mengenai
eksklusif pengetahuan mereka masalah-masalah yang
 Tingkat pendidikan dan tentang ASI eksklusif dihadapi dalam
ekonomi masyarakat  Meingkatkan kegiatan- pemberian ASI eksklusi
yang masih rendah kegiatan promosi  Membentuk Forum
 Kurangnya koordinasi kesehatan (penyuluhan, Komunikasi Kader
antara puskesmas konseling/KIE, Posyandu sebagai sarana
dengan kader kesehatan pembagian leaflet, diskusi dalam kegiatan
yang ada pemasangan poster promosi ASI eksklusif
 Mengadakan promosi
ASI eksklusif dengan
penyuluhan rutin serta
memperbaiki
perencanaan dan strategi
promosi penyuluhan
 Membangun koordinasi
yang baik antara
puskesmas, kader, untuk
melaksanakan program
ASI eksklusif

38
Analisis SWOT berdasarkan masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif di Puskesmas
Megamendung:

1. Dari tabel analisis SWOT tentang deskripsi kelemahan, kekuatan, ancaman dan strategi
yang bisa dilakukan, maka deskripsi ini dapat dijadikan perencanaan untuk peningkatan
keberhasilan program ASI eksklusif di tahun berikutnya.
2. Dari analisis SWOT diketahui bahwa kelemahan yang dimiliki program ASI eksklusif di
Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung yaitu: pelatihan dan pembelajaran
ASI eksklusif masih kurang optimal, hal ini dikarenakan tidak adanya forum komunikasi
kader posyandu dan kelompok pendukung ibu menyusui. Kuantitas dan kualitas tenaga
kesehatan dalam program ASI eksklusif masih kurang, sehingga cakupan pelaksanaan
program ASI eksklusif masih terbatas dan tidak adanya secara khusus program manajemen
laktasi di puskesmas. Kurangnya partisipasi lintas sektoral juga menjadi kelemahan dalam
program ASI eksklusif di puskesmas.
3. Dari analisis SWOT diketahui bahwa kekuatan dalam program ASI eksklusif di
Puskesmas Megamendung yaitu adanya tenaga professional, meliputi dokter umum, dokter
gigi, dan ahli gizi serta jumlah paramedis yang cukup banyak. Kepercayaan dan kepuasan
masyarakat terhadap puskesmas sangat baik, adanya fasilitas penunjang puskesmas,
adanya program gizi: ASI eksklusif, KIA dan posyandu yang telah terjadwal dengan baik,
termasuk didalamnya konseling gizi dan adanya pojok ASI.
4. Dari analisis SWOT diketahui bahwa yang menjadi ancaman ketidakberhasilan program
ASI eksklusif ini selain dari kelemahan yang dimiliki puskesmas juga karena kurangnya
pengetahuan masyarakat dan dukungan dari keluarga terhadap manfaat dan pentingnya
ASI eksklusif, tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat yang masih rendah serta
kurangnya koordinasi antara puskesmas dengan kader kesehatan yang ada.
5. Dari analisis SWOT diketahui bahwa strategi perencanaan untuk meningkatkan
keberhasilan program ASI eksklusif adalah dengan:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas sehingga program
gizi, posyandu, KIA maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal
b. Optimalisasi program manajemen laktasi 3 periode dan pojok ASI
c. Meningkatkan motivasi dan peran serta kader dalam mendukung program ASI
eksklusif, jika perlu dengan pemberian reward
d. Membentuk KP-Ibu sebagai sarana motivator bagi ibu dan keluarga

39
e. Membentuk Forum Komunikasi Kader Posyandu sebagai sarana diskusi dalam
kegiatan promosi ASI eksklusif
f. Meningkatkan kerjasama dengan dokter spesialis dan ahli gizi sebagai konsultan
melalui program kunjungan ahli
g. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral, termasuk rumah sakit untuk tidak
memberikan susu formula pada bayi yang dilahirkan disana
h. Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan, konseling/KIE,
pembagian leaflet, pemasangan poster di puskesmas, posyandu atau tempat sarana
kesehatan lainnya).

40
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Cakupan ASI eksklusif meningkat pada tahun 2015 (65,7%) dibandingkan tahun 2016
(74,1%). Pencapaian cakupan ASI eksklusif tahun 2016 masih belum mencapai target
indikator pencapaian nasional yaitu 80%.
2. Faktor - faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif, yaitu: kondisi ibu
dan atau bayi, kesadaran ibu, faktor tenaga kesehatan dan kader ASI eksklusif.
3. Dari analisis SWOT tentang kelemahan, kekuatan dan ancaman program ASI eksklusif
diketahui suatu strategi perencanaan untuk meningkatkan keberhasilan program ASI
eksklusif adalah dengan:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas sehingga
program gizi, posyandu, KIA maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal
b. Optimalisasi program manajemen laktasi 3 periode dan pojok ASI
c. Meningkatkan motivasi dan peran serta kader dalam mendukung program ASI
eksklusif, jika perlu dengan pemberian reward
d. Membentuk KP-Ibu sebagai sarana motivator bagi ibu dan keluarga
e. Membentuk Forum Komunikasi Kader Posyandu sebagai sarana diskusi dalam
kegiatan promosi ASI eksklusif
f. Meningkatkan kerjasama dengan dokter spesialis dan ahli gizi sebagai konsultan
melalui program kunjungan ahli
g. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral, termasuk rumah sakit untuk tidak
memberikan susu formula pada bayi yang dilahirkan disana
h. Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan, konseling/KIE,
pembagian leaflet, pemasangan poster di puskesmas, posyandu atau tempat sarana
kesehatan lainnya).

5.2 Saran

 Berdasarkan hasil survey dan kesimpulan di atas, ada beberapa hal yang bisa dilakukan
untuk meningkatkan cakupan ASI Eksklusif yaitu penyuluhan mengenai ASI eksklusif,
dengan harapan akan meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama ibu mengenai
manfaat dan pentingnya ASI bagi bayi. Apabila pengetahuan masyarakat mengenai ASI
41
meningkat maka diharapkan sikap dan perilaku masyarakat untuk memberikan ASI akan
menjadi lebih baik. Bila memungkinkan penyuluhan dilakukan dengan menggunakan
media power point serta menanyangkan beberapa gambar atau video mengenai ASI
Eksklusif sehingga para peserta penyuluhan lebih antusias untuk mendengarkan dan lebih
memahami materi penyuluhan yang telah diberikan.
 Keaktifan serta kepedulian petugas kesehatan harus ditingkatkan untuk memotivasi ibu
memberikan ASI kepada bayinya dan memberikan pengetahuan bagaimana cara menyusui
yang baik dan benar. Hal ini untuk membantu memperkecil angka jumlah bayi yang tidak
mendapat ASI baik nasional maupun wilayah Kabupaten Bogor.

42
DAFTAR PUSTAKA

Arafah,Nur. 2010 GambaranPerilakuIbuMenyusuiTentangPemberianAsiEksklusif Di KecamatanSibolga


Selatan Kota SibolgaTahun 2008.Medan: FK USU

Arifin, Siregar.2004. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Bagian Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.Medan:FK
USU

BPNI. 2007. Production of breastmilk, establishing breastfeeding skills and the composition of breastmilk.
http://www.bpni.com

Dadhich, J.P., Dr. 2007. Successful Infant and Young Child Feeding.
http://www.bpni.org/Presentation/Successful_Exclusive_Breastfeeding.pdf

DinkesJatim. 2013. Daftar Isi JatimDalamAngkaTerkiniTahun 2012 - 2013 Triwulan.

Emilia, Rika. 2009. PengaruhPenyuluhanAsiEksklusifTerhadapPengetahuan Dan SikapIbuHamil Di Mukim


Laure-E KecamatanSimeulue Tengah KabupatenSimeulue (Nad) Tahun 2008 . Medan: FKM USU

Linkages. 2002. Pemberian ASI eksklusif: Satu-satunyasumbercairan yang dibutuhkanbayiusiadini.


Academy for educational. http://www.linkagesproject.org

Nelson E Waldo.2007.Text Book of Paediatric 18th edition. Philadelphia: Saunders

43
Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. PendidikandanPerilakuKesehatan. Jakarta. RinekaCipta.

Pudjiadji, Solihin. 2005. IlmuGiziKlinikpadaAnakEdisikeempat. Jakarta:


FakultasKedokteranUniversitasKedokteran.

Purwanti, 2004. KonsepPenerapan ASI ekslusif,BukuKedokteran. Jakarta : EGC

PuskesmasMegamendung. 2013. ProfilPuskesmasMegamendung. Bogor

PuskesmasMegamendung. 2013 LB3 GiziMegamendung 2013.Bogor

Safitri Dian.2007. Dasar-DasarPemberianSusu Formula PadaBayi,


http://www.babycenter.com/refcap/baby/babyfeeding/9195.html

USAID Linkages Project, 2004. Exclusive Breastfeeding: The Only Water Source Young Infants Need -
Frequently Asked Questions, Washington DC.

U.S. Department of Health and Human Services on Women’s Health. 2007. An Easy Guide to
Breastfeeding.http://www.womenshealth.gov/pub/BF.General.pdf

WHO. 2001. The Optimal Duration of Exclusive Breastfeeding. Geneva: Department of Nutrition for Health
and Development (NHD)

44

Anda mungkin juga menyukai