Oleh:
dr. Silvestri
dr. Vina Fatmasyithah
Pendamping:
dr. Budi Suarman
PUSKESMAS MEGAMENDUNG
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Dokter Internsip Indonesia 2017
Penyusun :
dr. Silvestri
TelahDisetujuiOleh :
Pendamping
NIP. 196605112002121004
2
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Upaya Peningkatan Cakupan Asi Eksklusif Pada Ibu
Menyusui Di Desa Cipayung Datar.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
Bogor, Desember2017
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
4
3.1 Jenis Penelitian ......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
bulan. Sedangkan yang diberikan asi eksklusif sampai umur 4 – 5 bulan hanya 27%. Kondisi
ini masih sangat jauh dari yang direkomendasikan dalam indikator Indonesia 2010 yaitu 80%.
(Depkes RI, 2004).
Menurut Pofil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2015, cakupan pemberian ASI Ekslusif
pada bayi umur 0 – 6 bulan mencapai 55,7%, mengalami penurunan di Tahun 2016 yaitu
54,0%Provinsi dengan pencapaian cakupan asi eksklusif tertinggi di Indonesia, yaitu Nusa
Tenggara Barat 79,7%. Provinsi dengan pencapaian cakupan asi ekslusif terendah di
Indonesia, yaitu Aceh 49,6%. Sebanyak 14 provinsi mempunyai pencapaian cakupan asi
eksklusif dibawah angka pencapaian nasional 61,5%yaitu, Aceh (49,6%), Sumatera Utara
(56,6%), Riau (57,5%), Bangka Belitung (54,9%), Kepulauan Riau (55,5%), Jawa Tengah
(57,8%), Jawa Timur (49,7%), Banten (52,7%), Bali (50,2%), Kalimantan Barat (50,9%),
Sulawesi Tengah (60,4%), Gorontalo (60,4%), Maluku Utara (61,3) dan Papua Barat (61,2%)
(Depkes, 2011).
Di Provinsi Jawa Barat, cakupan untuk bayi diberi ASI eksklusif tahun 2016 sebesar
48,4% meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2015 (35,5%) dan belum tercapai target
Renstra 2016 (54,0%). Tetapi ada kabupaten sudah mencapai target yaitu Kabupaten Ciamis
(85,1%), sedangkan Kab/Kota terendah pencapaiannya adalah Kab. Indramayu (14,0%).
Sedangkan di Kabupaten Bogor cakupan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 48,5% (Dinkes
Jawa Barat, 2014).
Di Kecamatan Megamendung, cakupan ASI eksklusif pada tahun 2015 sebesar 65,7% dan
meningkat pada tahun 2016 sebesar 74,1%. Cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja
puskesmasm Megamendung secara garis besar beum mencpai target nasional yaitu 80%.
Cakupan terendah di wilayah kerja puskesmas megamnedung yaitu desa cipayung datar
(66,7%). (Puskesmas Megamendung, 2016).
Menyikapi permasalahan pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi, pemerintah
Indonesia telah menggalakkan program pemberian ASI eksklusif sejak tahun 1990 yang
dikenal dengan Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI). Sehubungan dengan itu
telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.450/MENKES/IV/2004 tentang
pemberian ASI secara eksklusif pada bayi Indonesia (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Ibu-ibu yg tidak memberikan
ASI eksklusif disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi praktek
pemberian ASI eksklusif antara lain berkaitan dengan pengetahuan ibu (Berg, 1986; Afriana,
2004), ibu yang bekerja (Wibowo, Februhartanty,Fahmida,Roshita;2008), dan volume ASI
(Kasnodihardjo, 1998). Selain itu, gencarnya promosi susu formula (Utomo, 1996;
7
Judarwanto, 2006; Kasnodihardjo,1998) serta faktor dukungan dari keluarga, masyarakat, dan
tenaga medis (Utomo,1996; Februhartanty,2008 ) juga berpengaruh terhadap keberhasilan
pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan latar belakang diatas terlihat bahwa cakupan ASI eksklusif secara global,
nasional bahkan tingkat kabupaten dan kecamatan masih dibawah target indikator nasional
yaitu 80%.Dengan demikian dirasa perlu untuk dilakukannyaPenelitian tentang upaya
peningkatan cakupan ASI eksklusifdi Desa Cipayung Datar.
8
b. Diketahuinya upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan cakupan asi ekslusif di
wilayah kerja puskesmas megamendung berdasarkan identifikasi faktor yang
mempengaruhinya.
c. Diketahuinya deskripsi tentang kelemahan, kekuatan, ancaman dan strategi yang
dimiliki oleh program ASI eksklusif di Puskesmas Megamendung Kecamatan
Megamendung.
1.4 Manfaat
Bagi Puskesmas
Bagi Masyarakat
a. Mengetahui pengetahuan dan informasi tentang ASI eksklusif sehingga memberikan
kesadaran dan motivasi bagi masyarakat dalam memberikan ASI eksklusif
b. Mengetahui informasi tentang keuntungan pemberian ASI eksklusif dan kerugian
pemberian susu formula
c. Mengetahui informasi tentang manajemen laktasi dan cara-posisi menyusui yang
benarsehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu untuk menyusui melalui
persiapan menyusui ASI eksklusif
9
d. Mengetahui pentingnya pemberian ASI eksklusif sehingga meningkatkan peran serta
suami dan dukungan keluarga dalam mendukung, memotivasi dan membantu ibu
untuk menyusui ASI eksklusif.
e. Masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik di Puskesmas dengan
adanya aplikasi perencanaan peningkatan program ASI eksklusif
f. Sebagai media komunikasi, informasi dan edukasi tentang ASI eksklusif
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya
meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Setelah
melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil. (Badriul, 2008).
Selain karbohidrat, ASI juga mengandung protein. Kandungan protein ASI cukup
tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula.
Protein dalam ASI dan susu formula terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam
ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi,
sedangkan susu formula lebih banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna
oleh usus bayi. Jumlah casein yang terdapat di dalam ASI hanya 30%, dibanding susu
formula yang mengandung protein dalam jumlah yang tinggi (80%) (Badriul, 2008).
Disamping itu juga, ASI mempunnyai asam amino yang lengkap yaitu taurin. Taurin
diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak karena asam amino ini
ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada jaringan otak yang sedang berkembang.
ASI juga mengandung lemak, kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah Kemudian
meningkat jumlahnya (Husaini, 2001). Lemak ASI berubah kadarnya setiap kali diisap
oleh bayi yang terjadi secara otomatis. Selain jumlahnya yang mencukupi, jenis lemak
yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang merupakan lemak kebutuhan
sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna serta mempunyai jumlah yang cukup tinggi.
Dalam bentuk Omega 3, Omega 6, DHA (Docoso Hexsaconic Acid) dan Acachidonid
acid merupakan komponen penting untuk bayi (Hubertin, 2004).
Disamping karbohidrat, lemak, protein, ASI juga mengandung mineral, vitamin K,
vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin yang larut dalam air. Hampir semua vitamin
larut dalam air seperti vitamin B, asam folat, vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan
yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin
B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folat mungkin
rendah pada ibu dengan gizi kurang (Badriul, 2008).
Berdasarkan stadium laktasi, ASI dibagi dalam 3 bagian (King, 1985; Suraatmaja,
1997) yaitu:
1) Kolostrum
12
Kolostrum merupakan caira pertama yang keluar dari kelenjar mamae mulai dari
pertama sampai hari ketiga ataupun keempat, dimana volumenya berkisar 150-300 ml/24
jam, berwarna lebih kekuningan dibandingkan susu matur.
Kolostrum merupakan pencahar yang sangat ideal untuk membersihkan zat – zat yang
tidak terpakai di usus bayi yang baru lahir hingga akhirnya siap untuk menerima makanan
yang akan datang. Kolostrum banyak mengandung protein dibandingkan susu matur.
Tetapi selain itu, antibodi juga banyak terdapat dalam kolostrum sehingga memberikan
perlindungan terhadap bayi hingga usia 6 bulan.Di dalam kolostrum kadar karbohidrat dan
lemak jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu matur namun kadar minealnya jauh
lebih tinggi.
3) ASI matur
ASI matur adalah ASI yang keluar pada hari kesepuluh sampai seterusnya dan
volumenya relatif konstan. Merupakan cairan yang berwarna putih kekuning-kuningan,
mengandung faktor anti microbial dan tidak akan menggumpal jika dipanaskan. Pada ibu
yang sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI adalah makanan satu – satunya yang
cukup dan baik untuk pertumbuhan bayi hingga usia 6 bulan.
13
b) Laktoferin
Laktoferin mempunyai banyak persamaan dengan kerja trasferin yitu suatu protein
yang mengikat Fe dalam darah. Namun selain itu Laktoferin juga menghambat
pertumbuhan Candida albicans dan E.coli.
c) Lisozim
Lisozim adalah suatu substrat anti infeksi yang bekhasiat memecahkan dinding sel
bakteri dari kuman – kuman gram positif.
d) Laktoperoksidase
Laktoperoksidase merupakan suatu enzim yang bersama zat lain akan membunuh
Streptokokus.
a) Sistem komplemen
ASI banyak mengandung komplemen C3 dan C4 ang dapat diaktifkan oleh
antibodi yang terdapat dalam IgA susu. Komplemen yang sudah diaktifkan dapat
bekerja menghancurkan sel bakteri dalam rongga usus.
b) Khasiat seluler
ASI mengandung berbagai macam sel, terutama makrofag 90 %, Limfosit dan
Leukosit polimorfonuklear sedikit. Makrofag bersifat ameboid dan fagositik terhadap
kuman – kuman Stafilokokus, E.coli dan Candida albicans. Limfosit dalam ASI terdiri
dari sel T dan sel B, dan ini aktif sebagai imunologik.
c) Immunoglobulin
Di dalam ASI dijumpai semua macam immunoglobulin. IgA dengan
konsentrasinya paling tinggi merupakan immunoglobulin yang paling penting dalam
ASI karena berperan penting dalam fungsi biologis.
Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu formula.
Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu yang menyusui.
Manfaaat ASI bagi bayi antara lain; ASI sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan
14
tubuh bayi, mengembangkan kecerdasan, dan dapat meningkatkan jalinan kasih sayang
(Roesli, 2000).
Manfaat ASI bagi bayi adalah sebagai nutrisi. ASI merupakan sumber gizi yang sangat
ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan pertumbuhan bayi. ASI adalah
makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas dan kuantitasnya. Dengan tata laksana
menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan
tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberikan
makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Negara-negara
barat banyak melakukan penelitian khusus guna memantau pertumbuhan bayi penerima ASI
eklslusif dan terbukti bayi penerima ASI eksklusif dapat tumbuh sesuai dengan rekomendasi
pertumbuhan standar WHO-NCHS (Danuatmaja, 2003).
Selain itu juga, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Dengan diberikan ASI
berarti bayi sudah mendapatkan immunoglobulin (zat kekebalan atau daya tahan tubuh ) dari
ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut dengan cepat akan menurun segera setelah
kelahirannya. Badan bayi baru lahir akanmemproduksi sendiri immunoglobulin secara cukup
saat mencapai usia sekitar 4 bulan. Pada saat kadar immunoglobulin bawaan dari ibu
menurun yang dibentuk sendiri oleh tubuh bayi belum mencukupi, terjadilah suatu periode
kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Selain itu, ASI merangsang terbentuknya antibodi
bayi lebih cepat. Jadi, ASI tidak saja bersifat imunisasi pasif, tetapi juga aktif. Suatu
kenyataan bahwa mortalitas (angka kematian) dan mobiditas (angka terkena penyakit) pada
bayi ASI eksklusif jauh lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI
(Budiasih, 2008).
Air susu ibu selain merupakan nutrient ideal, dengan komposisi tepat, dan sangat sesuai
kebutuhan bayi, juga mengandung nutrient-nutrien khusus yang sangat diperlukan
15
pertumbuhan optimal otak bayi. Nutrient-nutrient khusus tersebut adalah taurin, laktosa, asam
lemak ikatan panjang (Danuatmaja, 2003).
Kemudian yang terakhir adalah ASI dapat menjalin kasih sayang. Bayi yang sering berada
dalam dekapan ibunya karena menyusui, dapat merasakan kasih sayang ibu dan mendapatkan
rasa aman, tenteram, dan terlindungi. Perasaan terlindungi dan disayangi inilah yang menjadi
dasar perkembangan emosi bayi, yang kemudian membentuk kepribadian anak menjadi baik
dan penuh percaya diri (Ramaiah, 2006).
Bagi ibu, manfaat menyusui itu dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Apabila
bayi disusui segera setelah dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan setelah
melahirkan (post partum) akan berkurang (Siswono 2001). Karena pada ibu menyusui terjadi
peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah
sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu
yang melahirkan. Selain itu juga, dengan menyusui dapat menjarangkan kehamilan pada ibu
karena menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama
ibu memberi ASI eksklusif 98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan
dan 96% tidak akan hamil sampai bayi merusia 12 bulan (Glasier, 2005).
Disamping itu, manfaat ASI bagi ibu dapat mengurangi terjadinya kanker. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa menyusui akan mengurangi kemungkinan terjadinya kanker
payudara. Pada umumnya bila semua wanita dapat melanjutkan menyusui sampai bayi
berumur 2 tahun atau lebih, diduga angka kejadian kanker payudara akan berkurang sampai
sekitar 25%. Beberapa penelitian menemukan juga bahwa menyusui akan melindungi ibu dari
penyakit kanker ovarium. Salah satu dari penelitian ini menunjukan bahwa risiko terkena
kanker ovarium pada ibu yang menyusui berkurang sampai 20-25%. Selain itu, pemberian
ASI juga lebih praktis, ekonomis, murah, menghemat waktu dan memberi kepuasan pada ibu
(Maulana, 2007).
16
1) Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang
rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran
kursi
2) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu dan
bokong bayi terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah dan bokong
bayi ditahan dengan tangan ibu
3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satunya di depan
4) Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
6) Ibu menatap bayi dengan kasih saying
c. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang dibawah. Jangan
menekan putting susu atau areolanya saja
d. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara:
1) Menyentuh pipi bayi dengan puting susu
2) Menyentuh sisi mulut bayi
e. Setelah bayi membuka mulut dan mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau
disangga lagi.
17
terakhir kali disusukan. Selama masa menyusui sebaiknya ibu memakai bra yang dapat
menyangga payudara tetapi tidak terlalu ketat.
Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif sangat bervariasi.
Namun yang sering diungkapkan sebagai berikut (Danuatmaja, 2003).
1. Faktor Internal
a. Ketersediaan ASI
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah 1) tidak melakukan inisiasi
menyusu dini 2) menjadwal pemberian ASI 3) memberikan minuman prelaktal (bayi
diberi minum sebelum ASI keluar ), apalagi memberikannya dengan botol/dot 4)
kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui (Badriul, 2008 ).
Inisiasi menyusui dini adalah meletakkan bayi diatas dada atau perut ibu segera
setelah dilahirkan dan membiarkan bayi mencari puting ibu kemudian menghisapnya
setidaknya satu jam setelah melahirkan. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini
disebut baby crawl. Karena sentuhan atau emutan dan jilatan pada puting ibu akan
merangsang pengeluaran ASI dari payudara. Dan apabila tidak melakukan inisiasi
menyusui dini akan dapat mempengaruhi produksi ASI (Maryunani, 2009).
Ibu sebaiknya tidak menjadwalkan pemberian ASI. Menyusui paling baik dilakukan
sesuai permintaan bayi (on demand) termasuk pada malam hari, minimal 8 kali sehari.
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi menyusui. Makin jarang bayi
disusui biasanya produksi ASI akan berkurang. Produksi ASI juga dapat berkurang bila
menyusui terlalu sebentar. Pada minggu pertama kelahiran sering kali bayi mudah tertidur
saat menyusui. Ibu sebaiknya merangsang bayi supaya tetap menyusui dengan cara
menyentuh telinga/telapak kaki bayi agar bayi tetap menghisap (Badriul, 2008).
Seringkali sebelum ASI keluar bayi sudah diberikan air putih, air gula, air madu, atau
susu formula dengan dot. Seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan karena selain
menyebabkan bayi malas menyusui, bahan tersebut mungkin menyebabkan reaksi
intoleransi atau alergi. Apabila bayi malas menyusui maka produksi ASI dapat berkurang,
karena semakin sering menyusui produksi ASI semakin bertambah (Danuatmaja, 2003).
Meskipun menyusui adalah suatu proses yang alami, juga merupakan keterampilan
yang perlu dipelajari. Ibu seharusnya memahami tata laksana laktasi yang benar terutama
bagaimana posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat menghisap
18
secara efektif dan ASI dapat keluar dengan optimal. Banyak sedikitnya ASI berhubungan
dengan posisi ibu saat menyusui. Posisi yang tepat akan mendorong keluarnya ASI dan
dapat mencegah timbulnya berbagai masalah dikemudian hari (Cox, 2006).
b. Pekerjaan /aktivitas
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk mendapatkan
penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Wanita yang bekerja seharusnya
diperlakukan berbeda dengan pria dalam hal pelayanan kesehatan terutuma karena wanita
hamil, melahirkan, dan menyusui. Padahal untuk meningkatkan sumber daya manusia
harus sudah sejak janin dalam kandungan sampai dewasa. Karena itulah wanita yang
bekerja mendapat perhatian agar tetap memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan dan
diteruskan sampai 2 tahun (pusat kesehatan kerja Depkes RI,2005).Beberapa alasan ibu
memberikan makanan tambahan yang berkaitan dengan pekerjaan adalah tempat kerja
yang terlalu jauh, tidak ada penitipan anak, dan harus kembali kerja dengan cepat karena
cuti melahirkan singkat (Mardiati, 2006).
Cuti melahirkan di Indonesia rata-rata tiga bulan. Setelah itu, banyak ibu khawatir
terpaksa memberi bayinya susu formula karena ASI perah tidak cukup. Bekerja bukan
alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, karena waktu ibu bekerja bayi dapat diberi
ASI perah yang diperah minimum 2 kali selama 15 menit. Yang dianjurkan adalah
mulailah menabung ASI perah sebelum masuk kerja. Semakin banyak tabungan ASI
perah, seamakin besar peluang menyelesaikan program ASI eklusif (Danuatmaja, 2003).
c. Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan akan memberikan pengalaman kepada ibu tentang cara pemberian ASI
eksklusif yang baik dan benar yang juga terkait dengan masa lalunya. Dalam hal ini perlu
ditumbuhkan motivasi dalam dirinya secara sukarela dan penuh rasa percaya diri untuk
mampu menyusui bayinya. Pengalaman ini akan memberikan pengetahuan, pandangan
dan nilai yang akan menberi sikap positif terhadap masalah menyusui (Erlina, 2008).
19
Akibat kurang pengetahuan atau informasi, banyak ibu menganggap susu formula
sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI . Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat
memberikan susu formula jika merasa ASI kurang atau terbentur kendala menyusui.
Masih banyak pula petugas kesehatan tidak memberikan informasi pada ibu saat
pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin (Prasetyono, 2005).
Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif , ibu dan keluarganya perlu
menguasai informasi tentang fisiologis laktasi, keuntungan pemberian ASI, kerugian
pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung,cara menyusui yang baik dan benar,
dan siapa harus dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar menyusui.
Tiga hari pasca persalinan payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri. Kondisi
ini terjadi akibat adanya bendungan pada pembuluh darah di payudara sebagai tanda ASI
mulai banyak diproduksi. Tetapi, apabila payudara merasa sakit pada saat menyusui ibu
pasti akan berhenti memberikan ASI padahal itu menyebabkan payudara mengkilat dan
bertambah parah bahkan ibu bisa menjadi demam (Roesli, 2000).
Jika terdapat lecet pada puting itu terjadi karena beberapa faktor yang dominan adalah
kesalahan posisi menyusui saat bayi hanya menghisap pada puting. Padahal seharusnya
sebagian besar areola masuk kedalam mulut bayi. Puting lecet juga dapat terjadi pada
akhir menyusui, karena bayi tidak pernah melepaskan isapan. Disamping itu, pada saat
ibu membersihkan puting menggunakan alkohol dan sabun dapat menyebabkan puting
lecet sehingga ibu merasa tersiksa saat menyusui karena sakit (Maulana, 2007).
Kondisi kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif.
Pada keadaan tertentu, bayi tidak mendapat ASI sama sekali, misalnya dokter melarang
ibu untuk menyusui karena sedang menderita penyakit yang dapat membahayakan ibu
atau bayinya, seperti penyakit Hepatitis B, HIV/AIDS, sakit jantung berat, ibu sedang
menderita infeksi virus berat, ibu sedang dirawat di Rumah Sakit atau ibu meninggal
dunia (Pudjiadi, 2001).
Faktor kesehatan ibu yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada
bayi 0-6 bulan adalah kegagalan menyusui dan penyakit pada ibu. Kegagalan ibu
20
menyusui dapat disebakan karena produksi ASI berkurang dan juga dapat disebabkan
oleh ketidakpuasan menyusui setelah lahir karena bayi langsung diberi makanan
tambahan.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Dukungan dan Motivasi dari Keluarga, Masyarakat dan Tenaga Kesehatan
2) Masyarakat
21
bayinya (Earle, 2002). Ini menunjukkan bahwa norma dan budaya yang berlaku di
suatu masyarakat dapat mempengaruhi keputusan ibu (Earle, 2002).
3) Tenaga Kesehatan
Program laktasi adalah suatu program multidepartemental yang melibatkan bagian
yang terkait, agar dihasilkan suatu pelayanan yang komprehensif dan terpadu bagi ibu
yang menyusui sehingga promosi ASI secara aktif dapat dilakukan tenaga kesehatan.
Dalam hal ini sikap dan pengetahuan petugas kesehatan adalah faktor penentu
kesiapan petugas dalam mengelola ibu menyusui. Selain itu sistem pelayanan
kesehatan dan tenaga kesehatan juga mempengaruhi kegiatan menyusui (Arifin,
2004).
Perilaku tenaga kesehatan biasanya ditiru oleh masyarakat dalam hal perilaku
sehat. Promosi ASI eksklusif yang optimal dalam setiap tumbuh kembangnya
sangatlah penting untuk mendukung keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya (Elza,
2008). Selain itu adanya sikap ibu dari petugas kesehatan baik yang berada di klinis
maupun di masyarakat dalam hal menganjurkan masyarakat agar menyusui bayi
secara eksklusif pada usia 0-6 bulan dan dilanjutkan sampai 2 tahun dan juga
meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal memberikan penyuluhan
kepada masyarakat yang luas (Erlina, 2008).
Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif.
Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit bawaan tidak
dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada ASI (Pudjiadi,
2001).
Faktor kesehatan bayi adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan ibu
memberikan makanan tambahan pada bayinya antara lain kelainan anatomik berupa
sumbing pada bibir atau palatum yang menyebakan bayi menciptakan tekanan negatif
pada rongga mulut, masalah organik, yaitu prematuritas, dan faktor psikologis dimana
bayi menjadi rewel atau sering menangis baik sebelum maupun sesudah menyusui
akibatnya produksi ASI ibu menjadi berkurang karena bayi menjadi jarang disusui
(Soetjiningsih, 1997)
22
c. Pengganti ASI (PASI) atau susu formula
Meskipun mendapat predikat The Gold Standard, makanan paling baik, aman, dan
satu dari sedikit bahan pangan yang memenuhi kriteria pangan berkelanjutan (terjangkau,
tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah). Sejarah menunjukkan bahwa
menyusui merupakan hal tersulit yang selalu mendapat tantangan, terutama dari
kompetitor utama produk susu formula yang mendisain susu formula menjadi pengganti
ASI (YLKI, 2005).
Masyarakat lebih banyak memilih susu formula ketimbang ASI karena iming-
imingnya: membuat anak sehat dan cerdas. Iklan-iklannya terus diulang di media cetak
maupun elektronik. Jelas, akan membuat para orangtua memilih membeli susu formula
yang sebenarnya berisiko tinggi bagi perkembangan bayi. Gencarnya gerakan kembali ke
ASI masih kalah jauh dibanding gencarnya promosi susu formula.
d. Keyakinan
Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus kepada
bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama umum dilakukan. Kebiasaan ini seringkali
dimulai saat bayi berusia sebulan. Riset yang dilakukan di pinggiran kota Lima, Peru
menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh dalam bulan pertama.
Penelitian di masyarakat Gambia, Filipina, Mesir, dan Guatemala melaporkan bahwa
lebih dari 60% bayi baru lahir diberi air manis dan/atau teh. Nilai budaya dan keyakinan
agama juga ikut mempengaruhi pemberian cairan sebagai minuman tambahan untuk bayi.
Dari generasi ke generasi diturunkan keyakinan bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air
dipandang sebagai sumber kehidupan, suatu kebutuhan batin maupun fisik sekaligus
(LINKAGES, 2002).
23
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi ASI
a. Makanan Ibu
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui tidak secara
langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan. Dalam tubuh
terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan.
Akan tetapi jika makanan ibu terus menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang
diperlukan tentu pada akhirnya kelenjar-kelenjar pembuat air susu dalam buah dada ibu
tidak akan dapat bekerja dengan sempurna, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap
produksi ASI.
Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring nasi
ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan kalori yang setara dengan jumlah kalori yang
diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar Ibu menghasilkan 1 liter ASI
diperlukan makanan tamabahan disamping untuk keperluan dirinya sendiri, yaitu setara
dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur.
Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tamabahan makanan, maka akan
terjadi kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jikapada masa kehamilan ibu juga
mengalami kekurangan gizi. Karena itu tambahan makanan bagi seorang ibu yang sedang
menyusui anaknya mutlak diperlukan. Dan walaupun tidak jelas pengaruh jumlah air minum
dalam jumlah yang cukup. Dianjurkan disamping bahan makanan sumber protein seperti
ikan, telur dan kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk
menjamin kadar berbagai vitamin dalam ASI.
Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu dalam
keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan
emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya.
Pada ibu ada 2 macam, reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui bayinya,
reflek tersebut adalah:
1. Reflek Prolaktin
24
Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi menghisap payudara ibu,
terjadi rangsangan neorohormonal pada putting susu dan aerola ibu. Rangsangan ini
diteruskan ke hypophyse melalui nervus vagus, terus kelobus anterior. Dari lobus ini akan
mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar –
kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilkan ASI.
Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada payudara ibu,
maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu. Refleks memutarnya kepala bayi
ke payudara ibu disebut: ”rooting reflex (reflex menoleh). Bayi secara otomatis menghisap
putting susu ibu dengan bantuan lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu,
misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran.
Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Bayi tidak cukup
mendapat ASI dan akan menangis. Tangisan bayi ini justru membuat ibu lebih gelisah dan
semakin mengganggu let down reflex.
Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap kebiasaan
memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin lebih
menitik beratkan upaya agar persalinan dapat berlangsung dengan baik, ibu dan anak berada
dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah pemebrian ASI kurang mendapat perhatian.
Sering makanan pertama yang diberikan justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini
memberikan kesan yang tidak mendidik pada ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu
sapi lebih dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin
dipasang gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu buatan.
Bagi ibu yang dalam masa menyusui tidak dianjurkan menggunakan kontrasepsi pil yang
mengandung hormon estrogen, karena hal ini dapat mengurangi jumlah produksi ASI
bahkan dapat menghentikan produksi ASI secara keseluruhan oleh karena itu alat
kontrasepsi yang paling tepat digunakan adalah alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yaitu
IUD atau spiral. Karena AKDR dapat merangsang uterus ibu sehingga secara tidak langsung
dapat meningkatkan kadar hormon oxitoksin, yaitu hormon yang dapat merangsang
produksi ASI.
25
e. Perawatan Payudara
Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu dengan
mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa kehamilan. Pengurutan tersebut
diharapkan apablia terdapat penyumbatan pada duktus laktiferus dapat dihindarkan
sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan lancar.
26
Untuk menggalakkan program pemberian ASI eksklusif, sejak Deklarasi akbar 1001 ibu
hamil untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD), Pemprov. DKI Jakarta melakukan
program peningkatan kapasitas petugas kesehatan dalam konseling menyusui dan pemodelan
10 langkah menuju keberhasilan menyusui, khususnya di Jakarta Utara
(www.depkominfo.go.id):yaitu 1)Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan tentang
penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi PASI, 2) Sarana
pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau lainnya 3) Menyiapkan ibu
hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah keberhasilan menyusui, Memberikan
konseling apabila ibu penderita infeksi HIV positif, 4) melakukan kontak dan menyusui dini
bayi baru lahir (1/2 - 1 jam setelah lahir), 5) Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang
benar (posisi peletakan tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara, 6) Hanya
memberikan ASI saja tanpa minuman pralaktal sejak bayi lahir, 7) Melaksanakan rawat
gabung ibu dan bayi, 8) Melaksanakan pemberian ASI sesering dan semau bayi, 9) Tidak
memberikan dot/ kempeng, 10) Menindak lanjuti ibu-bayi setelah pulang dari sarana
pelayanan kesehatan (www.idai.co.id).
27
BAB III
METODE PENELITIAN
28
b. Data kuantitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang
dapat dihitung besarannya. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data cakupan
ASI eksklusif dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan data dari pelaporan tahunan
di Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung Tahun 2016-2017.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari data primer dan
data sekunder.
a. Data primer, adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dari lokasi
penelitian yaitu hasil observasi dengan memberikan daftar pertanyaan berupa lembaran
wawancara dengan pemegang program ASI eksklusif dan responden ASI eksklusif di
posyandu wilayah kerja Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung.
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh bukan dari sumber langsung tetapi data
yang telah dikumpulkan oleh suatu instansi. Instansi yang dimaksud adalah Dinas
Kesehatan Kabupaten Pelalawan, Puskesmas MegamendungKecamatan
Megamendung dan data dari studi kepustakaan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data cakupan
ASI eksklusif dan data faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI
eksklusif.
29
pertanyaan yang sudah disiapkan sebagai instrument. Kemudian dari hasil wawancara itu
dikembangkan pertanyaan-pertanyaan lain untuk menggali informasi sehingga data dan
informasi yang diperoleh lengkap serta tingkat validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
1. Pengetahuan
Dengan memakai skala pengukuran menurut Hadi Pratomo dan Sudarti (1986), yaitu:
1) Baik, bila jawaban responden benar >75% dari total nilai angket pengetahuan.
2) Sedang, bila jawaban responden benar 50%-75% dari total nilai angket pengetahuan.
3) Kurang, bila jawaban responden benar <50% dari total nilai angket pengetahuan.
2. Sikap
Berdasarkan jumlah nilai yang telah diperoleh responden maka ukuran tingkat sikap ibu
hamil menurut Pratomo (1990):
1) Kategori baik, apabila nilai yang diperoleh responden lebih besar dari sama dengan
70% .
2) Kategori kurang, apabila nilai yang diperoleh responden kurang dari dari 70%.
30
Maka penilaian terhadap sikap responden, yaitu:
3. Perilaku
Perilaku diukur dengan memberikan 18 buah pertanyaan menggunakan kuesioner, dengan
ketentuan disesuaikan dengan jawab yang diberikan, ada yang bernilai 10, 5 dan 1.
Berdasarkan jumlah nilai yang telah diperoleh responden maka ukuran tingkat sikap ibu
hamil menurut Pratomo (1990):
1) Kategori baik, apabila nilai yang diperoleh responden lebih besar dari sama dengan
70%.
2) Kategori kurang, apabila nilai yang diperoleh responden kurang dari dari 70%.
1. Skor 91 = baik.
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif menurut jenis kelamin di Kecamatan
Megamendung Tahun 2015
Tabel 2. Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif menurut jenis kelamin di Kecamatan
Megamendung Tahun 2016
32
Tabel 3. Cakupan ASI eksklusif per-bulannya berdasarkan distribusi wilayah kerja Puskesmas
Megamendung Kecamatan Megamendung Tahun 2016
Cipayung Girang 90,7 86,7 83,8 90,4 81,7 81,0 81,0 74,0 71,8 81,5 60,6 70,2 79 79,5
Megamendung 88,5 86,8 94,3 80,0 91,1 101,8 115,7 86,9 83,6 80,3 91,8 84,1 85,5 90,4
Gadog 125 25,0 40,0 40,0 85,7 33,3 20,0 20,0 0,0 0,0 66,7 80,0 50 44,6
Pasir Angin 110,8 89,1 79,7 126,8 91,1 90,2 90,2 79,6 93,3 71,6 86,9 85,7 86,5 91,2
Sukamahi 87,0 76,9 81,4 30,4 93,1 93,1 93,1 84,6 79,5 41,7 51,3 85,7 86,5 74,8
JUMLAH 98,4 74,3 78,0 74,8 86,0 78,2 82,4 71,0 60,2 56,8 70,1 79,1 73,5 75,8
Hasil Wawancara Sikap Pengetahuan Serta Perilaku Ibu Tentang Asi Eksklusif
Faktor faktor yang mempengaruhi cakupan asi eksklusif di desa cipayung datar
ditampilkan dalam fish bone. (Fish Bone terlampir)
33
Tabel 4. Faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif : Alternatif
Pemecahan Masalah
Penyebab Alternatif Pemecahan Masalah
1. Kondisi ibu dan bayi: Peningkatan kesehatan serta status gizi ibu
a. Proses melahirkan hamil dan menyusui (PMT, tablet Fe, vaksin
b. Kesehatan dan status gizi ibu TT 2x selama hamil)
yang rendah Persiapan menyusui bagi ibu melalui
c. Usia ibu saat hamil dan manajemen laktasi:
melahirkan (paling baik antara a. Periode masa kehamilan (antenatal)
usia 20-30 tahun) Pemeriksaan payudara, pemantauan BB
d. Paritas ibu (menyangkut atau status gizi ibu, pemberian KIE melalui
produksi ASI dan pengalaman konseling gizi ibu hamil, cara memberikan
ibu dalam memberikan ASI) ASI pertama, upaya untuk memperbanyak
e. Pekerjaan ibu ASI, cara perawatan payudara selama
f. Pendapatan keluarga menyusui, manfaat dan keuntungan ASI
g. Kondisi bayi (bayi sakit, eksklusif, serta bahaya susu botol, dan juga
kembar, premature), konseling mengenai KB
kemampuan dan kemauan bayi b. Periode segera setelah bayi lahir
untuk menghisap putting susu Inisiasi menyusu dini (sesegera mungkin
ibu memberikan ASI)
c. Periode pasca persalinan
Rawat gabung dan KIE melalui konseling
ASI eksklusif meliputi cara pemberian ASI
yang baik dan benar serta cara pemerasan
dan penyimpanan ASI, terutama bagi ibu
yang bekerja.
2. Kesadaran Ibu Peningkatan pengetahuan ibu, suami, keluarga
a. Rasa percaya diri untuk dan lingkungan tentang pentingnya ASI
menyusui yang kurang eksklusif melalui:
b. Pengetahuan/pendidikan ibu a. Penyuluhan ASI eksklusif
tentang ASIeksklusif yang b. Penyebaran leaflet
masih rendah c. Pemasangan poster di puskesmas,
c. Kurangnya dukungan dari posyandu, maupun pelayanan kesehatan
34
keluarga dan lingkungan lainnya
Peningkatan kepercayaan diri ibu untuk
menyusui melalui persiapan menyusui dengan
manajemen laktasi
Pengikutsertaan peran suami dan keluarga
dalam mendukung, memotivasi dan membantu
ibu untuk menyusui
3. Tenaga Kesehatan Meningkatkan peran serta dan tanggung jawab
a. Kinerja tenaga kesehatan tenaga kesehatan puskesmas terhadap
belum optimal dalam penyelenggaraan manajemen laktasi 3 periode
manajemen laktasi Optimalisasi pojok ASI
b. Kuantitas tenaga kesehatan Alokasi tambahan tenaga kesehatan dalam
program gizi masih kurang program gizi di puskesmas
c. Cakupan pelaksanaan program Perluasan pelaksanaan program ASI eksklusif
ASI masih terbatas (KP-ibu, pelatihan dan pembelajaran ASI
eksklusif) di wilayah binaan puskesmas
4. Kader Optimalisasi kinerja kader dengan
Kinerja kader yang belum optimal menyelenggarakan pelatihan tentang ASI
dan memotivasi yang masih eksklusif. Peningkatan motivasi melalui
kurang karena cakupan pemanfaatan Forum Komunikasi Kader
pelaksanaan program ASI Posyandu (FKKP).
eksklusif yang masih terbatas
5. Gencarnya promosi susu formula Meningkatkan kerjasama lintas sektoral,
termasuk rumah sakit untuk tidak memberikan
susu formula pada bayi yang dilahirkan disana
Meningkatkan pengetahuan ibu tentang
manfaat pemberian ASI eksklusif dan kerugian
pemberian susu formula dalam kegiatan-
kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan,
konseling/KIE, pembagian leaflet, ataupun
pemasangan poster di tempat pelayanan
kesehatan).
35
4.3 Telaah Kelemahan, Kekuatan, Ancaman Dan Strategi Yang Dimiliki Oleh Program
ASI Eksklusif
1. Hasil Wawancara dengan Pemegang Program ASI Eksklusif
2. Hasil Wawancara dengan Responden
Telaah tentang kelemahan, kekuatan, ancaman dan strategi yang dimiliki oleh program
ASI eksklusif dilakukan dengan teknik Analisa SWOT.
36
Kurangnya partisipasi
lintas sektoral
Cakupan pelaksanaan
program gizi ASI
Eksklusif masih terbatas
Peluang Strategi SO Strategi WO
Lokasi wilayah Meningkatkan kerjasama Memperbaiki sistem
Puskesmas cukup luas dengan dokter spesialis pendataan yang ada
dan mudah dijangkau dan ahli gizi sebagai Optimalisasi program
oleh petugas kesehatan konsultan melalui manajemen laktasi 3
Kinerja Dinas program kunjungan ahli periode
Kesehatan Pelalawan Meningkatkan mutu Meningkatkan kualitas
cukup baik pelayanan medis gizi dan kuantitas tenaga
Adanya kader kesehatan Kerjasama dengan kesehatan di Puskesmas
di wilayah puskesmas poliklinik dan praktisi sehingga kegiatan
Adanya klinik swasta swasta penyuluhan, konseling,
Adanya praktisi swasta Optimalisasi program maupun KIE-ASI dapat
(dokter praktek swasta, gizi, posyandu, dan KIA, lebih maksimal
bidan praktek swasta) khususnya konseling/KIE Terus memberikan
Adanya posyandu tentang gizi dan ASI pembekalan dan
Adanya jaminan untuk eksklusif pelatihan bagi para kader
pembiayaan kesehatan tentang masalah gizi
terutama ASI eksklusif
Meningkatkan peran
serta kader dalam
mendukung program ASI
eksklusif, jika perlu
dengan pemberian
reward
Optimalisasi pojok
laktasi di puskesmas
Meningkatkan kerjasama
lintas sektoral, termasuk
37
rumah sakit untuk tidak
memberikan susu
formula pada bayi yang
dilahirkan disana.
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
Kurangnya pengetahuan Melakukan survey dan Membentuk KP-Ibu
masyarakat dan memberikan kuisioner sebagai sarana motivator
dukungan dari keluarga pada masyarakat wilayah bagi ibu dan keluarga,
terhadap manfaat dan kerja Puskesmas untuk dan sebagai sarana
pentingnya ASI mengetahui sejauh mana sharing mengenai
eksklusif pengetahuan mereka masalah-masalah yang
Tingkat pendidikan dan tentang ASI eksklusif dihadapi dalam
ekonomi masyarakat Meingkatkan kegiatan- pemberian ASI eksklusi
yang masih rendah kegiatan promosi Membentuk Forum
Kurangnya koordinasi kesehatan (penyuluhan, Komunikasi Kader
antara puskesmas konseling/KIE, Posyandu sebagai sarana
dengan kader kesehatan pembagian leaflet, diskusi dalam kegiatan
yang ada pemasangan poster promosi ASI eksklusif
Mengadakan promosi
ASI eksklusif dengan
penyuluhan rutin serta
memperbaiki
perencanaan dan strategi
promosi penyuluhan
Membangun koordinasi
yang baik antara
puskesmas, kader, untuk
melaksanakan program
ASI eksklusif
38
Analisis SWOT berdasarkan masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif di Puskesmas
Megamendung:
1. Dari tabel analisis SWOT tentang deskripsi kelemahan, kekuatan, ancaman dan strategi
yang bisa dilakukan, maka deskripsi ini dapat dijadikan perencanaan untuk peningkatan
keberhasilan program ASI eksklusif di tahun berikutnya.
2. Dari analisis SWOT diketahui bahwa kelemahan yang dimiliki program ASI eksklusif di
Puskesmas MegamendungKecamatan Megamendung yaitu: pelatihan dan pembelajaran
ASI eksklusif masih kurang optimal, hal ini dikarenakan tidak adanya forum komunikasi
kader posyandu dan kelompok pendukung ibu menyusui. Kuantitas dan kualitas tenaga
kesehatan dalam program ASI eksklusif masih kurang, sehingga cakupan pelaksanaan
program ASI eksklusif masih terbatas dan tidak adanya secara khusus program manajemen
laktasi di puskesmas. Kurangnya partisipasi lintas sektoral juga menjadi kelemahan dalam
program ASI eksklusif di puskesmas.
3. Dari analisis SWOT diketahui bahwa kekuatan dalam program ASI eksklusif di
Puskesmas Megamendung yaitu adanya tenaga professional, meliputi dokter umum, dokter
gigi, dan ahli gizi serta jumlah paramedis yang cukup banyak. Kepercayaan dan kepuasan
masyarakat terhadap puskesmas sangat baik, adanya fasilitas penunjang puskesmas,
adanya program gizi: ASI eksklusif, KIA dan posyandu yang telah terjadwal dengan baik,
termasuk didalamnya konseling gizi dan adanya pojok ASI.
4. Dari analisis SWOT diketahui bahwa yang menjadi ancaman ketidakberhasilan program
ASI eksklusif ini selain dari kelemahan yang dimiliki puskesmas juga karena kurangnya
pengetahuan masyarakat dan dukungan dari keluarga terhadap manfaat dan pentingnya
ASI eksklusif, tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat yang masih rendah serta
kurangnya koordinasi antara puskesmas dengan kader kesehatan yang ada.
5. Dari analisis SWOT diketahui bahwa strategi perencanaan untuk meningkatkan
keberhasilan program ASI eksklusif adalah dengan:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas sehingga program
gizi, posyandu, KIA maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal
b. Optimalisasi program manajemen laktasi 3 periode dan pojok ASI
c. Meningkatkan motivasi dan peran serta kader dalam mendukung program ASI
eksklusif, jika perlu dengan pemberian reward
d. Membentuk KP-Ibu sebagai sarana motivator bagi ibu dan keluarga
39
e. Membentuk Forum Komunikasi Kader Posyandu sebagai sarana diskusi dalam
kegiatan promosi ASI eksklusif
f. Meningkatkan kerjasama dengan dokter spesialis dan ahli gizi sebagai konsultan
melalui program kunjungan ahli
g. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral, termasuk rumah sakit untuk tidak
memberikan susu formula pada bayi yang dilahirkan disana
h. Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan, konseling/KIE,
pembagian leaflet, pemasangan poster di puskesmas, posyandu atau tempat sarana
kesehatan lainnya).
40
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Cakupan ASI eksklusif meningkat pada tahun 2015 (65,7%) dibandingkan tahun 2016
(74,1%). Pencapaian cakupan ASI eksklusif tahun 2016 masih belum mencapai target
indikator pencapaian nasional yaitu 80%.
2. Faktor - faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif, yaitu: kondisi ibu
dan atau bayi, kesadaran ibu, faktor tenaga kesehatan dan kader ASI eksklusif.
3. Dari analisis SWOT tentang kelemahan, kekuatan dan ancaman program ASI eksklusif
diketahui suatu strategi perencanaan untuk meningkatkan keberhasilan program ASI
eksklusif adalah dengan:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas sehingga
program gizi, posyandu, KIA maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal
b. Optimalisasi program manajemen laktasi 3 periode dan pojok ASI
c. Meningkatkan motivasi dan peran serta kader dalam mendukung program ASI
eksklusif, jika perlu dengan pemberian reward
d. Membentuk KP-Ibu sebagai sarana motivator bagi ibu dan keluarga
e. Membentuk Forum Komunikasi Kader Posyandu sebagai sarana diskusi dalam
kegiatan promosi ASI eksklusif
f. Meningkatkan kerjasama dengan dokter spesialis dan ahli gizi sebagai konsultan
melalui program kunjungan ahli
g. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral, termasuk rumah sakit untuk tidak
memberikan susu formula pada bayi yang dilahirkan disana
h. Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan, konseling/KIE,
pembagian leaflet, pemasangan poster di puskesmas, posyandu atau tempat sarana
kesehatan lainnya).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil survey dan kesimpulan di atas, ada beberapa hal yang bisa dilakukan
untuk meningkatkan cakupan ASI Eksklusif yaitu penyuluhan mengenai ASI eksklusif,
dengan harapan akan meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama ibu mengenai
manfaat dan pentingnya ASI bagi bayi. Apabila pengetahuan masyarakat mengenai ASI
41
meningkat maka diharapkan sikap dan perilaku masyarakat untuk memberikan ASI akan
menjadi lebih baik. Bila memungkinkan penyuluhan dilakukan dengan menggunakan
media power point serta menanyangkan beberapa gambar atau video mengenai ASI
Eksklusif sehingga para peserta penyuluhan lebih antusias untuk mendengarkan dan lebih
memahami materi penyuluhan yang telah diberikan.
Keaktifan serta kepedulian petugas kesehatan harus ditingkatkan untuk memotivasi ibu
memberikan ASI kepada bayinya dan memberikan pengetahuan bagaimana cara menyusui
yang baik dan benar. Hal ini untuk membantu memperkecil angka jumlah bayi yang tidak
mendapat ASI baik nasional maupun wilayah Kabupaten Bogor.
42
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Siregar.2004. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Bagian Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.Medan:FK
USU
BPNI. 2007. Production of breastmilk, establishing breastfeeding skills and the composition of breastmilk.
http://www.bpni.com
Dadhich, J.P., Dr. 2007. Successful Infant and Young Child Feeding.
http://www.bpni.org/Presentation/Successful_Exclusive_Breastfeeding.pdf
43
Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. PendidikandanPerilakuKesehatan. Jakarta. RinekaCipta.
USAID Linkages Project, 2004. Exclusive Breastfeeding: The Only Water Source Young Infants Need -
Frequently Asked Questions, Washington DC.
U.S. Department of Health and Human Services on Women’s Health. 2007. An Easy Guide to
Breastfeeding.http://www.womenshealth.gov/pub/BF.General.pdf
WHO. 2001. The Optimal Duration of Exclusive Breastfeeding. Geneva: Department of Nutrition for Health
and Development (NHD)
44