Anda di halaman 1dari 46

EVALUASI PROGRAM

CAPAIAN DESA OPEN DEFECATION FREE (ODF)


WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANGKALBALAM
TAHUN 2020

Disusun Oleh
dr Arumita Puspa Hapsari
dr Tri Hendriana Rahmi

Pendamping
dr. Restu Novianti

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS PANGKALBALAM
KOTA PANGKALPINANG
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

EVALUASI PROGRAM CAPAIAN DESA OPEN DEFECATION FREE


(ODF) WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANGKALBALAM
TAHUN 2020

Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Internship di Puskesmas


Pangkalbalam Periode Februari 2021 - Juni 2021

Oleh

dr Arumita Puspa Hapsari


dr Tri Hendriana Rahmi

Telah disetujui dan disahkan oleh:

Rosdiana, S.Kep, MM
dr. Luki Hanifa dr. Restu Novianti
Kepala UPTD Pangkalbalam Dokter Pendamping

2
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
KATA PENGANTAR…………………………………………………… 4
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 5
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 5
1.2. Rumusan Masalah............................................................................. 6
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................. 7
1.4. Manfaat Penulisan............................................................................ 7
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA ……........................................................... 8
2.1. Definisi Jamban Sehat…………………………………………..... 8
2.2. Sejarah Program Jamban Sehat….…………………...................... 8
2.3. Santitas Total Berbasis Masyarakat….…………………………… 9
2.4. Dampak Tinja Bagi Kesehatan Masyarakat……………………… 10
2.5. Jenis- Jenis Jamban …...................................................................... 10
2.6. Syarat-Syarat Jamban Sehat............................................................. 13
2.7. Tujuan Penggunaan Jamban ........................................................... 15
BAB 3. ANALISIS SITUASI ...................................................................... 22
3.1. Visi Puskesmas…………………………………………………... 22
3.2. Misi Puskesmas………..…...………………………….................. 22
3.3. Keadaan Geografi……….………………………………………... 22
3.4. Demografi………………………………………............................ 23
3.5. Lingkungan Sosek……… ….……………………………………. 24
3.6. Sarana Kesehatan.. ………………………………………………. 27
3.7. Program Puskesmas.. ……………………………………………. 27
BAB 4. EVALUASI PROGRAM …………………………………………. 35
BAB 5. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH……………………... 39
BAB 6. PENUTUP…………………………………………………………... 41
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas evaluasi
program ini yang berjudul “Target Capaian Desa Open Defecation Free (ODF)
Kecamatan Pangkalbalam, Kota Pangkal Pinang”. Evaluasi program ini adalah
salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di
Kota Pangkalpinang.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Restu Novianti, selaku
pendamping yang telah memberikan pengarahan dan saran yang mendukung

3
sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Selain itu penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca untuk membangun penulisan tugas akhir ini.

Pangkalpinang, Juni 2021

Penulis

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut
Hendrik L Blum, derajat kesehatan seseorang ataupun
masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu lingkungan 45%, perilaku
30%, pelayanan kesehatan 20% dan keturunan 5%. Status kesehatan akan
tercapai secara optimal bila keempat faktor tersebut secara bersama-sama
mempunyai kondisi yang optimal. Lingkungan mempunyai pengaruh yang
paling besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Hal ini mendorong
pemerintah untuk mencanangkan program kesehatan wajib seperti program
upaya kesehatan lingkungan yang salah satunya melalui cakupan pengawasan
1
sarana jamban yang merupakan sanitasi dasar.
Berdasarkan
laporan pencapaian milenium di Indonesia dan Susenas
2011 proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi dasar
layak, perkotaan dan perdesaan sebesar 55,60% dengan target Millennium
Development Goals (MDGs) 2015 yaitu 62,41%. Proporsi rumah tangga
dengan akses terhadap fasilitas sanitasi dasar layak 72,54% di perkotaan dan
38,97% di perdesaan dengan target MDGs 2015 perkotaan yaitu 76,82% dan
perdesaan yaitu 55,55%.2.3
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014
Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan salah satu
pilar dan indikator yang berperan dalam mewujudkan komunitas yang bebas
dari BABS atau Open Defecation Free (ODF). Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) dikukuhkan sebagai strategi nasional pembangunan
sanitasi di Indonesia. Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga
di Indonesia menggunakan fasilitas BAB milik sendiri (76,2%), milik bersama
(6,7%), dan fasilitas umum (4,2%).4.5.6
Meskipun sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki fasilitas
BAB, masih terdapat rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB sehingga
melakukan BAB sembarangan, yaitu sebesar 12,9%. Sarana jamban sehat dapat

5
diklasifikasi menjadi jamban sharing/komunal, jamban sehat semi permanen
(JSSP), dan jamban sehat permanen. Jamban sharing/komunal merupakan
jamban yang digunakan Bersama dalam masyarakat (pengguna lebih dari satu
keluarga). Jamban sehat semi permanen belum menggunakan konstruksi leher
angsa tetapi memiliki tutup dan terletak di dalam rumah. Jamban sehat
permanen adalah jamban yang sudah menggunakan konstruksi leher angsa dan
terletak di dalam rumah. Pada tahun 2019, 72,3% keluarga di Indonesia sudah
menggunakan jamban sehat permanen. Sisanya 18,6% menggunakan jamban
7
sehat semi permanen dan 9,1% menggunakan jamban sharing/komunal.
Persentase keluarga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak
(jamban sehat) di Indonesia pada tahun 2019 adalah 87,81%. Provinsi dengan
persentase tertinggi keluarga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang
layak (jamban sehat) adalah DI Yogyakarta (100%), Sulawesi Selatan
(97,58%), dan Kepulauan Bangka Belitung (95,57%). Provinsi dengan
persentase terendah adalah Papua (53,74%), Kalimantan Barat (71,81%), dan
Kalimantan Tengah (73,27%). 6.7
Data
tahun 2021 (Januari - April) dalam wilayah kerja Puskesmas
Pangkalbalam yang baru dinyatakan ODF hanya 3 desa dari 5 desa dengan total
capaian 60%. Bedasarkan data tersebut maka dilakukan evaluasi program untuk
jamban sehat di Pangkalbalam guna megidentifikasi strength, weakness,
opportunity, threat serta plan of action.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana target capaian desa Open Defecation Free (ODF) Kecamatan
Pangkalbalam, Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun
2020-2021 ?

2. Apa saja alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan penyebab


masalah yang ditemukan?

6
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan capaian desa ODF pada wilayah kerja
Puskesmas Pangkalbalam tahun 2020 – 2021 (Januari-April)
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui permasalahan capaian desa ODF pada wilayah kerja
Puskesmas Pangkalbalam
2. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang
dimiliki Puskesmas Pangkalbalam dalam capaian desa ODF
3. Mencari pemecahan masalah melalui berbagai strategi yang dapat
diterapkan di Puskesmas Pangkalbalam.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan evaluasi program ini diharapkan dapat menjadi suatu upaya dalam
meningkatkan target capaian desa ODF di wilayah kerja Puskesmas
Pangkalbalam.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Jamban Sehat


Jamban merupakan salah satu fasilitas sanitasi dasar yang dibutuhkan
dalam setiap rumah untuk mendukung kesehatan penghuninya sebagai fasilitas
pembuangan kotoran manusia, yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat
duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.6.7
Selain itu menurut Madjid (2009), jamban adalah suatu bangunan yang
dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut
kakus. Menurut Kusnoputranto (2005), jamban adalah suatu bangunan yang
digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran
tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab
suatu penyakit serta tidak mengotoripermukaan.7
Jamban sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari
kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangbiaknya
berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak dikelola
dengan baik. Sebaliknya jika pembuangan tinja tidak baik dan sembarangan
dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi,
dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang
tergolong water borne disease seperti diare, kolera, dan kulit akan mudah
berjangkit.7.8

3.1 Sejarah Program Jamban di Indonesia


Pada dasarnya sejarah program jamban di Indonesia dilatar belakangi
adanya kegagalan dalam program pembangunan sanitasi pedesaan, khususnya
penggunaan jamban yang masih rendah. Salah satu penyebab mengenai
kegagalan tersebut, terlihat dari beberapa hasil studi evaluasi bahwa tidak ada
demand atau kebutuhan yang muncul ketika program dilaksanakan dan banyak
sarana yang dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat8.9

8
Selain itu dalam kebijakan nasional tentang penyehatan lingkungan
berbasis masyarakat tahun 2003 disebutkan rendahnya kepedulian masyarakat
dan pemerintah dalam mendukung kualitas lingkungan merupakan penyebab
kegagalan dalam program pembangunan sanitasi. Pengalaman masa lalu
menunjukkan bahwa program tersebut tidak berfungsi secara optimal
disebabkan tidak dilibatkannya masyarakat sasaran, baik pada perencanaan
maupun pada kegiatan operasi dan pemeliharaan. Hal ini mengakibatkan sarana
dan prasarana tersebut tidak berfungsi secara optimal dan tidak memberikan
manfaat bagi masyarakat pengguna 10.
Dalam kebijakan nasional penyehatan lingkungan berbasis masyarakat
tahun 2003, salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang masih merupakan
masalah besar di negara berkembang tentang program pembangunan sanitasi
penyehatan lingkungan adalah rendahnya kebutuhan masyarakat terhadap
jamban. Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap pentingnya hidup
bersih dan sehat yang tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang
masih banyak yang buang air besar di sungai, kebun, sawah maupun di
sembarang tempat.8
Selain lemahnya visi menyangkut pentingnya sanitasi, terlihat
pemerintah belum melihat anggaran untuk perbaikan sanitasi ini sebagai
investasi, tetapi mereka masih melihatnya sebagai biaya (cost). Menurut
perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sejumlah lembaga lain,
setiap 1 dollar AS investasi di sanitasi, akan memberikan manfa.at ekonomi
sebesar 8 dollar AS dalam bentuk peningkatan produktivitas dan waktu,
berkurangnya angka kasus penyakit dan kematian 9.
Menurut peraturan menteri kesehatan No 39 guna melancarkan Program
Indonesia Sehat (PIS) digunakannya pendekatan keluarga. Derajat kesehatan
suatu keluarga sangat ditentukan oleh Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.10

4.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai

9
oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat,
baik jasmani, rohani maupun sosial. Lingkungan masyarakat merupakan salah
satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi
kesehatan masyarakat. Masalah penyehatan lingkungan khususnya pada
pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang
perlu mendapatkan prioritas 10.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.852/MENKES/SK/IX/2008
tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan program
pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan
sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, serta
mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air
minum dan sanitasi dasar berkesinambungan. Melalui program STBM
pemerintah membuat sebuah pendekatan untuk mengubah perilaku higiene
dan sanitasi dengan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sanitasi.
11

5.1 Dampak Tinja Bagi Kesehatan Masyarakat


Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran
manusia merupakan masalah yang pokok untuk diatasi sedini mungkin,
karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang
multikompleks. Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang
dikeluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui
berbagai perantara, antara lain air, tangan, seranggaa, tanah, makanan, serta
minuman yang mengandung bakteri E.coli yang tercemar oleh kotoran
manusia.1.11
Beberapa penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar
seperti penyediaan jamban antara lain : tifus, disentri, kolera, bermacam-
macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), dan schistosomiasis. Bakteri
E.Coli dijadikan sebagai indikator penyebab terjadinya penyakit tersebut dan
seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan
manusia 11

10
6.1 Jenis-jenis Jamban
Jamban yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang
terbaik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan
air yang tercukupi. Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan
berdasarkan konstruksi dan cara menggunakannya yaitu:7.8
1. Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban
cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi
lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu
atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban
semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya.
2. Jamban Plengsengan
Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang
dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan
kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban.

ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh.


Jamban semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan
daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan
keamanan bagi pemakai lebih terjamin

3. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya
dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor
tangan yang disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm.
Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan
sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah
perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah.
3. Angsatrine (Water Seal Latrine)
Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang
suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl.
Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di
tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air

11
yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan
demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran 5. Jamban
di Atas Balong (Empang)
Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke
balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan,
tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang
terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan
tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat
diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi
b. Balong tersebut tidak boleh kering
c. Balong hendaknya cukup luas
d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu
jatuh diair
e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan
f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan
jarak 15 meter. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di
atas permukaan air
4. Jamban SepticTank
Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti
pembusukan secara anaerobic. Nama septic tank digunakan
karena dalam pembuangan kotoran. Terjadi proses pembusukan oleh
kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri
dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan
mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat
atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air
kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat
proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat
tiga macam lapisan yaitu:
a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran
padat
b. Lapisan cair
c. Lapisan endap

12
a. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai
bermacam cara pembuangan kotorannya yaitu:
1) Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ketanah
2) Jamban empang, bila kotorannya dialirkan keempang
b. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara
pembuangan kotorannya yaitu:
b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan
slab dan bowl langsung di atas galian penampungan
kotoran
c. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab
dan bowl tidak berada langsung di atas galian
penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan
dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam
lubang galian penampungan kotoran.

7.1 Syarat-Syarat Jamban sehat


Menurut Depkes RI (2004), jamban keluarga sehat adalah
jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:11.12
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung
berjarak 10-15 meter dari sumber air minum
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga
maupun tikus
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga
tidak mencemari tanah disekitarnya
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan
berwarna
6. Cukup penerangan
7. Lantai kedap air
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedianya air dan alat pembersih

13
Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat jamban sehat:
1. Tidak mencemari air
a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan
agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan
air tanah maksimum. Dinding dan dasar lubang
kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau
diplester
b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10meter
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada
permukaan sumur agar air kotor dari lubang kotoran
tidak merembes dan mencemari sumur
2. Tidak mencemari tanah permukaan
Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras
kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian
3. Bebas dari srangga
Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras
kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian

a. Bebas dari serangga Jika menggunakan bak air atau penampungan


air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk
mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah
b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang


bias menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus
ditutup setiap selesai digunakan
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa

14
harus tertutup rapat olehair
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa
ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubangkotoran
d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin.
Pembersihan harus dilakukan secaraperiodik
5. Aman digunakan oleh pemakaiaannya
Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding
lubang kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau
bahan penguat lain
6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi
pemakainya
a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran
lubang kotoran
b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke
saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran
karena jamban akan cepat penuh
d. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
e. Jamban harus berdinding dan berpintu
f. Dianjurkan agar bangunan jamba beratap sehingga pemakainya
terhindar dari hujanan dan panas 14

8.1 Tujuan Penggunaan Jamban


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008
tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat,
menyebutkan bahwa tujuan penggunaan jamban sehat merupakan
suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata
rantai penularan penyakit.9
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan.
Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan memiliki manfaat
sebagai berikut:
a. Melindungi masyarakat dari penyakit

15
b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan
sarana yang aman
c. Bukan sebagai tempat berkembangnya serangga sebagai
vector penyakit
d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan
lingkungan7
Menurut Firmansyah (2009), tujuan penggunaan jamban adalah sebagai
berikut:
1. Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidakberbau
2. Tidak mencemari sumber air yang ada disekitamya
3. Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat
menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri, tifus, cacingan,
penyakit saluran pencernaan, dan penyakit kulit.
9.1 Konsep Perilaku
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), penggunaan adalah
suatu proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu dan pemakaian sesuatu
yang bermanfaat sehingga dapat mendatangkan kebaikan (keuntungan) bagi
yang menggunakannya. Penggunaan ini erat kaitannya dengan perilaku
manusia yang nyata dilakukan oleh seseorang dalam bentuk perbuatan.11
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada
dalam diri manusia. Perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat,
perbuatan yang dulu merupakan persiapan perbuatan yang kemudian dan
perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan perbuatan sebelumnya
(Purwanto, 1998). Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak luar 12
Teori yang pernah diujicobakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku kesehatan adalah teori kesehatan dari
Lawrence Green (1980). Green (1980) telah mengembangkan suatu model
pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan
yang dikenal sebagai kerangka PRECEDE. PRECEDE ini merupakan
16
singkatan dari Predisposing, Reinforcing, dan Enabling Causes in
Educational Diagnosis and Evalution. Green menganalisis perilaku manusia
dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku.
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor,
yakni:
1. Faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dansebagainya.
3. Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok yang
berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu,
ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

17
B. Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Program Jamban Sehat
1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan
kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, poster, majalah
dan surat kabar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pengetahuan merupakan
segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan juga merupakan domain yang
sangat penting dalam terbentuknya perilaku seseorang. Menurut Notoatmodjo
(2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yakni:
a. Tahu(know)
suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
b. Memahami (Comprehension)Memahami
18
Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam
suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu
sama lain.
i. Sintesis(Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan
yangbaru
e. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek.

19
2. Kebiasaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kebiasaan disebut
sebagai sesuatu yang biasa dikerjakan dan dilakukan secara berulang
untuk hal yang sama. Menurut Tampubolon (2000), kebiasaan disebut
sebagai perilaku atau kegiatan yang bersifat fisik atau mental yang telah
mendarah daging dan membudaya dalam diri seseorang.
Buang air besar sembarangan merupakan prilaku yang masih sering
dilakukan masyarakat pedesaan. Kebiasaan ini disebabkan tidak
tersedianya sarana sanitasi berupa jamban. Penyediaan sarana
pembuangan kotoran manusia (jamban) adalah bagian dari usaha sanitasi
yang cukup penting peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan
penularan penyakit saluran pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan
lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat
mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber
air .
3. Ketersediaan Jamban Umum
Ketersediaan adalah kestabilan dan kesinambungan penyediaan
sarana dan prasarana (Suryana, 2004). Ketersedianya sarana sanitasi
merupakan hal yang penting dalam kesehatan lingkungan sebagai
upaya untuk lokalisasi pembuangan tinja dan limbah cair lainnya
secara terpusat, menjaga kebersihan air baik air tanah maupun air
permukaan seperti sungai, dan merupakan upaya untuk mengurangi
resiko penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya (Soenarto,
2000).
4. Keterjangkauan Jamban Umum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), keterjangkauan
disebut sebagai kemudahan dalam mencapai. Menurut Notoatmodjo
(2007), keterjangkauan masyarakat dalam mencapai tempat-tempat
fasilitas sanitasi seperti sarana jamban merupakan bagian dari usaha
sanitasi yang cukup penting peranannya untuk mencegah kontaminasi

20
kotoran manusia.
Menurut Soenarto (2000), untuk memfasilitasi terjadinya perilaku
seseorang atau masyarakat dalam penggunaan fasilitas sanitasi seperti
sarana jamban maka harus mempertimbangkan jarak fasilitas yang
tidak terlalu jauh dengan tempat pemukiman masyarakat
5. KebijakanDaerah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kebijakan
merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak. Kebijakan berisi peraturan untuk mengatur secara sah
batasan-batasan perilaku masyarakat agar bertindak sesuai dengan
yang diharapkan.

Kebijakan daerah adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan


dan dilaksanakan pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi
pada tujuan tertentu demi kepentingan masyarakatnya. Menurut Dunn
(2003), kebijakan daerah adalah kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat
dimana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.
6. Dukungan Tenaga Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007), dukungan adalah suatu upaya yang
diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk
memotivasi seseorang atau masyarakat dalam melaksanakan kegiatan.
Perubahan perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan dan dibentuk oleh pengetahuan yang diterima kemudian
timbul persepsi dari individu yang memunculkan sikap dan niat untuk
mewujudkan suatu perilaku. Menurut Notoatmodjo (2005), untuk
memberdayakan perubahan perilaku kesehatan masyarakat dengan
baik diperlukan dukungan dari tenaga kesehatan untuk memberikan
contoh yang baik maupun membekali masyarakat dengan
pengetahuan/informasi yangbermanfaat.
Menurut Notoatmodjo (2003), memberikan contoh yang baik

21
sebagai tokoh panutan bagi masyarakat merupakan suatu dukungan
agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan baik
dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, melalui kegiatan
yang disebut pendidikan kesehatan. Dampak yang timbul dari cara ini
terhadap perubahan perilaku masyarakat akan memakan waktu lama,
namun bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat maka akan
langgeng bahkan selama hidup dilakukan. Dukungan tenaga kesehatan
juga merupakan suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan
kepada perilaku individu, kelompok, atau masyarakat agar perilaku
tersebut mempunyai pengaruh terhadap pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan.
Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
dukungan tenaga kesehatan dalam memberikan contoh yang baik
maupun memberikan informasi/pengetahuan kepada masyarakat
merupakan suatu upaya pemberdayaan perubahan perilaku kesehatan
masyarakat dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan.
7. Dukungan Tokoh Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2005), salah satu pembentuk perilaku
seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh adanya
acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
(personnal references). Di dalam masyarakat, sikap paternalistic masih
kuat sehingga perubahan perilaku masyarakat masih bergantung
kepada tokoh masyarakat setempat sebagai acuan pribadi yang
dipercaya

22
BAB 3
ANALISIS SITUASI
3.1 Visi Puskesmas
Menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat dengan meningkatkan
mutu pelayanan guna mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat.
3.2 Misi Puskesmas
1. Membangun dan mengembangkan pelayanan kesehatan berstandar
nasional.
2. Mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan melalui gerakan
masyarakat dalam pencapaian target indikator keluarga sehat.
3. Membangun pelayanan kesehatan dalam tim yang profesional dan
terpercaya serta berfokus pada keselamatan pasien.
4. Mengembangkan potensi, kompetensi, etos budaya kerja dan sumber
daya manusia agar selalu siap menghadapi perubahan.

3.3 Keadaan Geografis


Letak Geografis dan Luas Wilayah
Puskesmas Pangkalbalam merupakan salah satu bagian wilayah dari
Kecamatan Pangkalbalam. Batas-batas wilayah Kecamatan Pangkalbalam
sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Rangkui atau Kecamatan
Gerunggang dan Taman Sari
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Pandendang atau
Kecamatan Bukit Intan
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kace atau Bangka
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Pandendang atau Kecamatan
Bukit Intan
Luas Kecamatan Pangkalbalam yaitu: 4,679 km². Luas tanah dan
bangunan puskesmas sebesar 4.761 m2. Wilayah Kecamatan Pangkalbalam
terdiri dari 5 kelurahan, yaitu:
1. Kelurahan Rejosari
2. Kelurahan Ampui

23
3. Kelurahan Ketapang
4. Kelurahan Lontong Pancur
5. Kelurahan Pasir Garam

Pada Peta Kota Pangkalpinang di bawah ini, Kecamatan Pangkalbalam


digambarkan dengan warna biru.

Gambar 3.1 Wilayah Kerja Puskesmas Pangkalbalam


Iklim di wilayah kerja Puskesmas Pangkalbalam termasuk tipe iklim
yang gampang berubah-rubah dengan kecenderungan kelembaban udara
minimal diatas 50% dengan suhu antara 25-33 derajat Celcius dan memiliki
iklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
3.4 Keadaan Demografi
Jumlah penduduk di Kecamatan Pangkalbalam tahun 2020 sebesar
22.567 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi di Kelurahan Lontong Pancur
sebesar 6.429 jiwa, sedangkan yang terendah di Kelurahan Pasir Garam
mencapai 2.797 jiwa.

24
Jumlah semua penduduk laki–laki di Kecamatan Pangkalbalam 11.508
jiwa dan penduduk perempuan mencapai 11.059 jiwa. Adapun jumlah
penduduk tahun 2020 dapat dilihat pada grafik berikut:

DATA PENDUDUK KECAMATAN PANGKALBALAM


TAHUN 2020

22567

11508 11059

LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL

Tabel 3.1 Data Penduduk Kecamatan Pangkalbalam


3.5 Lingkungan Sosial Ekonomi
A. Pertumbuhan Ekonomi
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Pangkalbalam adalah sebagai berikut:

No Mata Pencaharian Jumlah


1 Pns 1134
2 Swasta 1205
3 Wiraswasta 426
4 Tni/Polri 3850

25
5 Dokter 47
6 Pedagang 486
7 Pengrajin 4
8 Nelayan 386
9 Tani 10
10 Pensiunan 209
11 Buruh Harian 1689
12 Peternak 46
13 Montir 34
14 Sopir 161
15 Lain-Lain 4080
Tabel 3.2 Mata Pencaharian Penduduk
B. Pendidikan
Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap di
telaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara, aspek
penting dalam kehidupan masyarakat yang berperan meningkatkan
kualitas hidup. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam
mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat. Adapun data
sekolah di Kecamatan Pangkalbalam Tahun 2020 sebagai berikut :

DATA SEKOLAH KECAMATAN PANGKALBALAM


TAHUN 2020

11
9

2
1
PAUD/TK SD SMP SMA

26
Tabel 3.3 Data Sekolah Kecamatan Pangkalbalam
C. Agama
Agama yang saat ini diakui ada 6 (enam) yaitu Islam, Katholik,
Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu. Kecamatan Pangkalbalam
memiliki variasi pemeluk agama yang tercantum pada grafik di bawah ini.

DATA JUMLAH PEMELUK AGAMA


KECAMATAN PANGKALBALAM
TAHUN 2020
16628

Islam 991
Katholik 866
Protestan 128
Hindu 926
Budha 1108
Konghuchu

27
Tabel 3.4 Data Jumlah Pemeluk Agama Kec Pangkalbalam
D. Yayasan Sosial
Kecamatan Pangkalbalam memiliki Panti Asuhan untuk anak-anak
yatim piatu atau kurang mampu, yaitu Panti Asuhan An-Nisa di Kelurahan
Lontong Pancur.
E. Tempat Pengelolaan Makanan

39

14 14
6 5
Depot Air Rumah Jasa Boga Makanan TOTAL
Minum Makan/ Jajanan
Restoran kantin/ sentra
makanan
jajanan

Kecamatan Pangkalbalam memiliki total 39 tempat pengelolaan


makanan (TPM) yang dapat dilihat rinciannya dari grafik berikut :

Tabel 3.5 Tempat Pengelolaan Makanan

28
3.6 Sarana Kesehatan
No. Keterangan Tempat
1 Puskesmas Pangkalbalam (Induk) Kelurahan Ampui
2 Puskesmas Pembantu Kelurahan Pasir Garam
Kelurahan Lontong Pancur
Kelurahan Suberjo
3 Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)
Poskesdes Rusunawa Kelurahan Ketapang
Poskesdes Ampui Kelurahan Ampui
Poskesdes Rejosari Kelurahan Rejosari
Tabel 3.6 Sarana Kesehatan Puskesmas Pangkalalam
3.7 Program-Program Puskesmas Pangkalbalam
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas Pangkalbalam
terdiri dari upaya kesehatan masyarakat esensial dan pengembangan, serta
upaya kesehatan perorangan.
1. Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial
Upaya kesehatan esensial merupakan upaya kesehatan yang
dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas di Indonesia. Yang termasuk
dalam Upaya Kesehatan Esensial, antara lain :
A. Program Promosi Kesehatan
 Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Upaya PHBS adalah untuk menciptakan suatu kondisi bagi
perorangan, Keluarga, kelompok atau masyarakat untuk mengenali
dan mengetahui masalahnya sendiri agar dapat menerapkan cara-cara
hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Upaya yang sudah dilakukan adalah melakukan
sosialisasi dan penyuluhan langsung dan tidak langsung kepada
masyarakat.
 Program Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM)
 Program Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM)
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM). Kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka mendukung
kegiatan pengembangan posyandu adalah sosialisasi dan penyuluhan terhadap

29
kader posyandu melalui kegiatan pertemuan kader posyandu sehingga diharapkan
ada peningkatan kemampuan dan ketrampilan kader yang merupakan ujung
tombak pelaksanaan kegiatan posyandu.
 Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) dan Upaya Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS)
B. Program Kesehatan Lingkungan
1. Program Hygiene dan Sanitasi TTU dan TPM
2. Program Pemukiman, Perumahan dan Bangunan Sehat
3. Program Penyehatan Air
4. Program Kusades
5. Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
C. Program Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak adalah program kesehatan yang
mempunyai tujuan khusus di bidang kesehatan yang mengangkat pelayanan
dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita
1. Pemeriksaan Kehamilan (ANC)
 Ibu hamil merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai
macam gangguan kesehatan.
 Memeriksakan secara rutin merupakan satu cara untuk
menghindari terjadinya komplikasi kehamilan.
 Dalam pemeriksaan kehamilan akan diketahui factor – factor
resiko meliputi: LILA, BB, TD, Pemberian Tablet Fe,
Pemeriksaan Hb dan Imunisasi TT serta konseling untuk
mengikuti kelas ibu hamil.
 Dalam masa kehamilan minimal ibu hamil memeriksakan
kehamilan sebanyak 4 kali yaitu :
• Trimester I 1 kali
• Trimester II 1 kali
• Trimester III 2 kali
Pada saat pemeriksaan juga tenaga kesehatan dapat memberikan konseling
pada bumil tentang:
1. Perawatan sehari – hari kehamilan

30
2. Tanda bahaya ada kehamilan
3. Perencanaan persalinan dan
4. Perencanaan ber KB setelah masa nifas
2. Screening Malaria Untuk Ibu Hamil
Kondisi wilayah kepulauan Bangka Belitung merupakan wilayah
Endemis bagi penyakit malaria, untuk menghindari terjadinya peningkatan
angka kesakitan dan komplikasi padaibu hamil maka perlu diadakan
penjaringan malaria melalui pemeriksaan RDT ataupun mikroskopik bagi
seluruh ibu hamil yang ada tanpa memandang usia kehamilan. Dengan
screening ini diharapkan setiap ibu hamil dapat memperoleh pelayanan
yang maksimal sehingga penyakit malaria dapat terdeteksi lebih dini dan
dapat diobati sesuai dengan kondisi dan umur kehamilannya, hal ini
tentunya akan berpengaruh besar terhadap tingkat ibu hamil akibat
malaria. Selain pemeriksaan melalui screening RDT ataupun Mic,
konseling pencegahan terhadap penyakit malaria perlu juga dilakukan,
salah satunya mengajak ibu hamil ataupun keluarganya untuk selalu
menggunakan kelambu saat tidur, membersihkan lingkungan sekitar
rumah dan menjelaskan tanda – tanda klinis malaria. Hal tersebut tidak
lain adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara luas
dan khususnya dalam hal ini adalah ibu hamil.
3. Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil
Kelas ibu hamil merupakan kelas yang diikuti oleh ibu hamil tanpa
memandang usia kehamilan ibu tersebut, dimana ibu hamil akan
mendapatkan materi tentang kehamilan, perubahan tubuh dan perawatan
serta senam hamil. Kelas ibu hamil sangat bermanfaat untuk
meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap perilaku ibu hamil agar
memahami tentang kehamilan serta perawatan kehamilan. Dengan kelas
ibu hamil diharapkan mitos – mitos tentang kehamilan yang bertentangan
dengan perawatan kehamilan yang benar dapat diluruskan oleh tenaga
kesehatan / bidan.
4. Deteksi Dini Ibu Hamil Berisiko
Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi perlu

31
perawatan diri yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat,
karena kehamilan yang normal pun mempunyai resiko kehamilan namun
tidak secara langsung meningkatkan resiko kematian ibu.Semakin banyak
ditemukan faktor risiko pada seorang ibu hamil maka semakin tinggi
risiko kehamilannya. Risiko tinggi / komplikasi kebidanan pada
kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara
langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.
5. Persalinan
Dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan
pertolongan persalinan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah
Dokter SpOG, Dokter Umum, Bidan, dan masih ada yang ditolong oleh
dukun / dukun terlatih atau keluarga sendiri
6. Neonatus
Kunjungan neonatus adalah kontak dengan tenaga kesehatan minimal
tiga kali untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehehatan
neonatal, baik di dalam maupun di luar gedung Puskesmas termasuk
Bidan Desa, Polindes, dan kunjungan rumah.
7. Jumlah Kunjungan KB
Program keluarga berencana mengalami perkembangan pesat baik
ditinjau dari tujuan ruang lingkup geografis cara operasional dan
dampaknya terhadap pencegahan kehamilan. Tujuan utama keluarga
berencana adalah untuk menjarangkan kelahiran, upaya ini di kaitkan
dengan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak.
D. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
1. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
 DBD (Demam Berdarah Dengue)
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Biasanya
ditandai dengan demam yang bersifat bifasik selama 2-7 hari, ptechie
dan adanya manifestasi perdarahan. Penyakit demam berdarah
dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah

32
penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah
seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
 Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh parasit
Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah
manusia. Penyakit ini secara alami di tularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles betina. Kegiatan yang dilakukan untuk menurunkan angka
kesakitan malaria adalah dengan cara: melakukan penyuluhan baik
secara langsung maupun tidak langsung, bekerjsama dengan lintas
program dan lintas sektoral, pembagian kelambu yang berinsektisida,
melakukan Fogging/penyemprotan di dinding bagian luar dan dalam
rumah.memberikan pemgobatan malaria yang sudah di diagnosa
melalui pemeriksaan laboratorium.
 Diare
Angka kejadian diare cenderung meningkat jumlahnya pada balita
terutama pada musim penghujan. Kegiatan yang telah dilakukan untuk
menurunkan angka kejadian diare dengan memberikan pengertian
kepada masyarakat untuk lebih memperhatikan higine dan sanitasi
lingkungan, pengaktifan pojok oralit di puskesmas, pendistribusian
oralit ke kader – kader posyandu sebagai pengobatan awal bila ada
kasus diare.
2. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
3. Program Pengembangan Surveilans dan Epidemiologi Penyakit
4. Program Imunisasi
5. Program Haji dan Matra
E. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
1. Pelaksanaan Penimbangan
2. Pemberian Vitamin A dan Sweeping Vitamin A
3. TBABS
4. Kunjungan Rumah Anak Bayi dan Balita yang BGM
5. Pelacakan Gizi Buruk
6. Pendataan Bayi dan Balita

33
7. Pelaksanaan PSG
8. Pelaksanaan Lomba Posyandu
9. ASI Ekslusif
10. Melakukan SDIDTK (Stimulasi deteksi dan intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak )
2. Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan
Upaya Kesehatan Pengembangan adalah Upaya Kesehatan yang di
tetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat
setempat serta disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Yang termasuk
dalam Upaya Kesehatan Pengembangan antara lain:
A. Upaya Kesehatan Olahraga
B. Upaya Kesehatan Jiwa
C. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
D. Upaya Kesehatan Gigi Sekolah ( UKGS )
Yaitu upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada usia TK
dan SD dengan tujuan untuk menanamkan perilaku sejak dini melalui
kunjungan ke sekolah – sekolah, tercapainya derajat kesehatan gigi
dan mulut yang optimal, meningkatkan pengetahuan siswa tentang
kesehatan gigi dan mulut, siswa mempunyai sikap dan kebiasaan
memelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut. UKGS ini
dilakukan 2 kali dalam setahun, kegiatannya antara lain memberikan
penyuluhan, pemeriksaan gigi, pencabutan gigi susu dan rujukan
murid TK dan SD ke Puskesmas. Di Wilayah puskesmas
Pangkalbalam terdapat 15 SD dan 19 TK.
E. Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGMD)
Pembinaan dan kemampuan peran serta masyarakat dalam
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang di laksanakan dalam
bentuk promotif, preventif melalui pendekatan kesehatan gigi
masyarakat dnegan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
kemampuan dan peran serta masyarakat / keluarga dalam
pemeliharaan kesehatan gigi. Kegiatan tersebut dilakukan di tiap
posyandu, berupa penyuluhan,pembinaan, kesehatan gigi pada bumi,

34
balita, apras, pemeriksaan gigi dan rujuakan ke Puskesmas.

F. Upaya Kesehatan Usia Lanjut


Secara alami, individu usia lanjut akan mengalami kemunduran
fisik, biologi, mental maupun sosial dan sejalan dengan itu
perjalanan penyakit pun memiliki ciri khas yakni bersifat menahun,
semakin berat dan sering kambuh. Timbulnya permasalahan-
permasalahan lansia adalah:
 Keterbatasan fisik terhadap penyakit
 Gerak dan mobilitas lambat
 Kemampuan ekonomi menurun
 Ada perasaan tersisih dari masyarakat
Mengingat permasalahan – permasalahan lansia di atas maka peran
monitoring kesehatan menjadi sangat penting untuk menghindari terjadainya
kecacatan atau perjalanan penyakit yang semakin parah dengan resiko
pengobatan dan pemulihan yang mahal adapun kebijakan operasional yang telah
ditetapkan bahwa upaya pelayanan usila menjadi salah satu program Puskesmas.
Dengan dibentuknya salah satu usaha kesehatan usila dengan membuat posyandu
lansia di kelurahan – kelurahan. Puskesmas Pangkalbalam terdapat 5 Posyandu
Usila, yaitu di semua Kelurahan di wilayah kecamatan Pangkalbalam, yang
dilaksanakan setiap bulan. Di mana kegiatan yang dilakukan meliputi :
pemeriksaan kesehatan, pengobatan, penyuluhan, konseling.
3. Upaya Kesehatan Perorangan
A. Unit Pelayanan Rawat Jalan
 Pelayanan Kesehatan Umum
 Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana
 Klinik MTBS
B. Pelayanan Konseling
 Gizi
 Kesehatan Lingkungan
 Kesehatan Jiwa
 NAPZA
35
 VCT-IMS
 Calon Pengantin
C. Unit Kefarmasian
D. Unit Laboratorium

36
BAB 4
EVALUASI PROGRAM

4.1 Identifikasi Masalah


Masalah merupakan kesenjangan antara apa yang diharapkan sesuai target
dengan keadaan aktual yang didapat di Puskesmas Pangkalbalam. Berdasarkan
data yang diperoleh dari hasil analisis data Standar Pelayanan Minimal
Puskesmas Pangkalbalam tahun 2020, didapatkan beberapa yang belum mencapai
hasil yang ditargetkan. Komponen-komponen program tersebut yaitu :
N UPAYA
INDIKATOR KINERJA TARGET CAPAIAN
O KESEHATAN
Persentase balita 70% 60.64
1 GIZI ditimbang berat badannya
D/S
Cakupan ASI Eksklusif 70% 68,54
Presentase ibu hamil yang 100% 98%
mendapatkan pelayanan
antenatal sesuai standar
2 KIA/ KB
Presentase kesehatan 100% 97,68%
pelayanan ibu bersalin
sesuai standar
Presentase pelayanan 100% 95,9%
kesehatan balita
Cakupan kunjungan bayi 100% 99.30%
Cakupan penjaringan 100% 58%
kesehatan siswa SD dan
setingkat
3 PROMKES Pelayanan kesehatan pada 100% 57.0%
usia pendidikan dasar
Persentase rumah tangga 75% 73%
yang ber-PHBS
Presentase kelurahan 100% 97,1%
universal child
immunization
4 Cakupan anak usia 1 tahun 100% 98,5%
IMUNISASI yang diimunisasi campak
Persentase bayi usia 1 – 100% 97,1%
11 bulan
yang di imunisasi dasar
lengkap
Presentase pelayanan 100% 82.90%
5 LANSIA
kesehatan pada usia lanjut
6 P2P Presentase pelayanan 100% 72%

37
kesehatan orang dengan
resiko terinfeksi virus
yang melemahkan daya
tahan tubuh manusia
(HIV)
Angka kejadian 527/10000 69/100000 
tuberkulosis (semua 0
kasus/100.000 penduduk)
Persentase kasus baru TB 70% 15% 
BTA positif yang
ditemukan (CDR)
Cakupan Kelurahan 100% 60%
yang melaksanakan
7 KESLING
sanitasi total berbasis
masyarakat
Tabel 4.1 Daftar Program di Puskesmas Pangkalbalam yang tidak mencapai
target tahun 2020

4.2 Penentuan Prioritas Masalah

Tabel 4.2 Prioritas Masalah Puskesmas Pangkalbalam

38
4.3 Analisis Penyebab Masalah
Untuk analisis penyebab masalah digunakan metode brainstorming
dengan pemegang program dan kepala puskesmas. Hasil brainstorming
kemudian dikemas dalam bentuk SWOT yang merupakan akronim dari
Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang), dan
Threat (hambatan).
1. Strength
a. Pemegang program sudah memiliki pengetahuan yang baik mengenai
program sanitasi lingkungan
b. Setiap desa sudah memiliki kader kesehatan lingkungan masing-
masing
2. Weakness
1. Kurangnya antusiasme masyarakat dalam menyikapi program jamban
sehat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
a. Kurangnya pengetahuan warga mengenai pentingnya
memiliki jamban yang sehat
b. Mayoritas masyarakat berada dalam status sosial ekonomi
menengah kebawah.
c. Kurangnya lahan disekitar pemukiman masyarakat yang
menjadi kendala untuk pembangunan jamban sehat.
d. Banyaknya warga usia dewasa tua dan lansia sehingga
sulit untuk melakukan penyuluhan karena warga terutama
dewasa tua- lansia sulit menghilangkan kebiasaan untuk
buang air besar menggunakan jamban sehat
2. Dana yang tidak memadai
a. Dana pemerintah tidak mencukupi untuk menutupi biaya
jamban sehat di seluruh desa di Pangkalbalam, sehingga
dana desa lebih diutamakan. Namun, apabila antusias
warga kurang terhadap jamban sehat maka dana tidak akan
terkumpul karena warga tidak mempriotitaskan dalam

39
pengumpulan dana untuk jambann sehat.
b. Mata pencaharian warga Pangkalbalam yang rendah,
dimana pendapat yang rendah juga merupakan salah satu
faktor penghambat dalam terbentuknya jamban sehat.
Warga yang kurang pengetahuan akan menganggap jambn
sehat tidak penting sehingga dalam pendapatan yang
rendah akan lebih memprioritaskan hal lain.
c. Kader kesling yang kurang aktif
3. Opportunity
Tingginya jumlah warga yang berusia produktif dapat menjadi sasaran
petugas kesehatan untuk dijadikan kader kesling.
4. Threat

d. Tersedianya wahana seperti kolam dan perkebunan yang


cukup luas diPangkalbalam Sehingga menyulitkan warga
untuk beralih ke jamban sehat.

e. Penyebaran penyakit terutama penyakit saluran pencernaan


meningkat.

4.4 Diagram Ishikawa

Diagram ishikawa adalah suatu teknik analisis sebab-akibat dengan cara


menuliskan masalah utama pada kepala ikan kemudian membuat rusuk besar
yang berisi unsure penyebab masalah.

MASYARAKAT LINGKUNGAN
MAN

Kurangnya Keterbatasan Peran serta masyarakat yang


kemampuan secara Kurang pedulinya lahan untuk masih kurang
professional merubah masyarakat dengan membangun
perilaku masyarakat lingkungan, sungai jamban
dan manfaat
jamban sehat
Koordinasi antar lintas
program yang masih
kurang aktif
Adanya Kelurahan
yang ODF
Kurang tahunya masyarakat Anggaran dana operasional
akan dampak ODF untuk yang dinilai kurang
Lingkungan dan Sungai yang
ditimbulkan (promosi
40
kesehatan)

ALAT & BAHAN


METODE
BAB 5
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan diagram tulang ikan dapat ditemukan masalah spesifik untuk


dibahas operasionalnya sebagai alternatif pemecahan masalah.

Penyebab Alternatif pemecahan masalah


Koordinasi antar lintas program yang Menjalin kerjasama lintas program
masih kurang aktif dengan PROMKES, KESLING, P2P
Kurangnya kemampuan secara Lakukan pelatiha kepada kader dan
professional merubah perilaku edukasi ke masyarakat
masyarakat
Kurang tahunya masyarakat akan Melakukan promosi kesehatan
dampak ODF untuk Lingkungan dan lingkungan dengan media presentasi
Sungai yang ditimbulkan dan leaflet terkait ODF
Kurang pedulinya masyarakat dengan Edukasi masyarakat mengenai
lingkungan, sungai dan manfaat penyakit yang disebabkan oleh ODF
jamban sehat
Keterbatasan lahan untuk membangun Membuat jamban komunal
jamban
Peran serta masyarakat yang masih Penyuluhan rutin yang dapat
kurang dilakukan oleh kader dan pemegang
program
Anggaran dana operasional yang Kerja sama dengan mitra /
dinilai kurang perusahaan
Tabel 5.1 Alternatif Pemecahan Masalah

5.1 Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah Kriteria Matrix

Setelah menentukan alternatif pemecahan masalah, selanjutnya dilakukan


penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Dalam menentukan prioritas
alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria
matriks dengan rumus (M x I x V) : C. Masing-masing cara penyelesaian masalah
diberi nilai berdasarkan kriteria:
1. Magnitude: besarnya penyebab masalah yang dapat diselesaikan. Dengan
nilai 1 – 5 dimana semakin mudah masalah yang dapat diselesaikan maka
nilainya mendekati angka 5
2. Importancy: pentingnya penyelesaian masalah. Dengan nilai 1 – 5 dimana
semakin pentingnya masalah untuk diselesaikan maka nilainya mendekati
angka 5
3. Vulnerability: sensitivitas cara penyelesaian masalah. Dengan nilai 1 – 5
dimana semakin sensitifnya cara penyelesaian masalah maka nilainya
mendekati angka 5
41
4. Cost: biaya (sumber daya) yang digunakan. Dengan nilai 1 – 5 dimana
semakin kecil biaya yang dikeluarkan maka nilainya diberi 5

Alternatif pemecahan masalah M I V C Total


Menjalin kerjasama lintas program dengan PROMKES, 5 5 4 4 25
KESLING, P2P
Lakukan pelatihan kepada kader dan edukasi ke 4 5 4 4 20
masyarakat
Melakukan promosi kesehatan lingkungan dengan 5 5 4 2 16
media presentasi dan leaflet terkait ODF
Edukasi masyarakat mengenai penyakit yang 5 5 4 4 25
disebabkan oleh ODF
Membuat jamban komunal 4 5 4 1 80
Penyuluhan rutin yang dapat dilakukan oleh kader dan 4 5 3 3 20
pemegang program
Kerja sama dengan mitra / perusahaan 4 3 3 3 12

Tabel 5.2 Hasil Akhir penentuan prioritas pemecahan masalah kriteria matriks

42
BAB 6
PENUTUP

6.1 Simpulan

Open defecation free masih menjadi masalah yang sulit untuk dipecahkan dan
belum tercapai khususnya di wilayah Kecamatan Pangkalbalam. Hal ini disebabkan oleh
berbagai kendala diantaranya mengenai luasnya wilayah Pangkalbalam, kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya penerapan perilaku bebas buang air besar
sembarangan, kuatnya kebiasaan yang sulit diubah, terbatasnya biaya dan kurangnya
petugas PKM. Beberapa penyebabnya antara lain rendahnya tingkat pendidikan, kebiasaan
yang mendarah daging, pembiayaan hanya dari desa, dan kurangnya SDM. Hal tersebut
diharapkan dapat diatasi melalui peningkatan frekuensi dan intensitas sosialisasi penerapan
bebas BABS, menumbuhkan kemauan untuk mengubah kebiasaan melalui pendekatan
perorangan, peningkatan kemauan dan antusiasme warga dalam penerapan jamban sehat
dengan penggunaan dana mandiri, serta perekrutan dan pelatihan petugas PKM.

6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka diperlukan koordinasi yang aktif antara petugas
Puskesmas dan kader untuk melakukan kegiatan penyuluhan terkait sanitasi lingkungan
khususnya mengenai ODF agar masyarakat dapat memahami pentingnya upaya kesehatan
diri.

43
DAFTAR PUSTAKA
1. Notoadmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Edisi revisi 2011. Jakarta:
Rineka Cipta.2011
2. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2011. Memastikan
Kelestarian Hidup. Jakarta : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembanguan Nasional(BAPPENAS);2012.h.86-9.
3. WHO. Sustainable Development Global solutions Network (SDGs). Jakarta: United
Nation; 2015
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 3 Tahun 2014 mengenai Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat.
5. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 132 tahun 2013. Tentang Pelaksanaan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM), 2013.
6. Trihono, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013
7. Kemenkes RI. Profile Kesehatan Indonesia : Sanitasi Lingkungan. Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat. 2020
8. UNICEF. Air, Lingkungan, Sanitasi dan Kebersihan. Jakarta :UNICEF.2012.
9. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia;2009.
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang. Buku Kumpulan Peraturan dan Pedoman
Teknis Kesehatan Lingkungan. Karawang : Kegiatan Pengembangan dan Analisis
Risiko Kesehatan Lingkungan APBD II;2014.
11. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia;2009.
12. Kusnoputranto, H. (2013). Kesehatan Lingkungan: Jamban di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. Vol. 5, No.4, November 2013.

44
45
46

Anda mungkin juga menyukai