Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

PELAYANAN KESEHATAN ORANG DENGAN


TUBERKULOSIS (TB) DI PUSKESMAS SERANG KOTA
TAHUN 2020

Disusun oleh:
dr. Isna Nisrina Hardani

Pendamping:
dr. Wiwit Puji Arini

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


UPTD PUSKESMAS SERANG KOTA
PERIODE II TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyusun laporan evaluasi program ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat
kelulusan Program Internsip Dokter Indonesia.
Selama penyusunan laporan ini, banyak pihak yang telah mendukung dan
memberikan bimbingan sehingga penyusunan laporan ini dapat terlaksana dengan
baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. drg. Yayat Cahyati selaku Kepala Puskesmas Serang Kota yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Puskesmas
Serang Kota.
2. dr. Wiwit Puji Arini selaku pendamping Program Internsip Dokter Indonesia
yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama berada
di Puskesmas Serang Kota.
3. Staf Puskesmas Serang Kota dan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar laporan
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bagi program
pelayanan kesehatan tuberkulosis (TB) di Puskesmas Serang Kota.

Serang, 20 Agustus 2021

dr. Isna Nisrina Hardani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Tujuan .................................................................................................... 2

1.2.1 Tujuan Umum ............................................................................. 2

1.2.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 2

1.3 Manfaat .................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4

2.1 Tuberkulosis (TB) ................................................................................. 4

2.1.1 Definisi ........................................................................................ 4

2.1.2 Patogenesis dan Penularan TB .................................................... 4

2.1.3 Diagnosis ..................................................................................... 5

2.1.4 Definisi Kasus dan Klasifikasi Pasien TB .................................. 7

2.1.5 Tatalaksana ................................................................................. 9

2.2 Peran Puskesmas dalam Penanggulangan TB ....................................... 10

BAB III METODE ............................................................................................ 13

3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 13

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 13

3.3 Subjek Penelitian ................................................................................... 13

3.4 Variabel Penelitian ................................................................................ 13

ii
3.5 Pengumpulan Data ................................................................................ 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 14

4.1 Profil Puskesmas Serang Kota .............................................................. 14

4.1.1 Data Geografi .............................................................................. 14

4.1.2 Data Demografi ........................................................................... 14

4.1.3 Data Fasilitas Kesehatan ............................................................. 15

4.1.4 Tenaga Kesehatan ....................................................................... 15

4.1.5 Fasilitas Pelayanan ...................................................................... 16

4.1.6 Jenis Pelayanan Kesehatan ......................................................... 17

4.2 Hasil Langkah Pelaksanaan Evaluasi Program ..................................... 17

4.2.1 Identifikasi Masalah .................................................................... 17

4.2.2 Prioritas Masalah ........................................................................ 18

4.2.3 Analisis Penyebab Masalah ........................................................ 19

4.2.4 Prioritas Penyebab Masalah ........................................................ 20

4.2.5 Alternatif Pemecahan Masalah ................................................... 21

4.2.6 Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah ..................................... 22

BAB V PROPOSAL .......................................................................................... 24

5.1 Rumusan Masalah ................................................................................. 24

5.2 Penyebab Masalah ................................................................................. 24

5.3 Tujuan .................................................................................................... 24

5.4 Rincian Kegiatan ................................................................................... 24

5.5 Waktu dan Tempat Kegiatan ................................................................. 25

5.6 Estimasi Biaya ....................................................................................... 25

iii
5.7 Metode Evaluasi .................................................................................... 25

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 26

6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 26

6.2 Saran ...................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit menular yang sampai saat
ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di
negara berkembang seperti Indonesia. Menurut laporan World Health
Organization (WHO), secara global diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB pada
tahun 2019 dengan 1,2 juta kematian karena TB pada pasien HIV negatif dan
208.000 kematian pada pasien HIV positif. Dari 10 juta kasus TB tersebut, pasien
laki-laki (usia 15 tahun ke atas) sebanyak 56%, perempuan sebanyak 32%, dan
anak (usia <15 tahun) sebanyak 12%.1 WHO mendefinisikan negara dengan beban
tinggi/high burden countries (HBC) untuk TB berdasarkan 3 indikator, yaitu TB,
TB/HIV, dan MDR-TB. Terdapat 48 negara yang masuk dalam daftar tersebut.
Satu negara dapat masuk dalam salah satu daftar tersebut, keduanya, atau bahkan
bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama 13 negara lain masuk dalam
daftar HBC untuk ketiga indikator tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TB.2
Indonesia menempati urutan kedua dengan insiden kasus TB tertinggi di
dunia setelah India.1 Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus
pada tahun 2017.2 Menurut survei Riskesdas tahun 2018, prevalensi TB paru
berdasarkan riwayat diagnosis dokter adalah 0,42%,n/m;. tidak jauh berbeda
dengan tahun 2013 yaitu 0,4%.3 Angka notifikasi kasus/case notification rate
(CNR) dari semua kasus dilaporkan sebanyak 161 per 100.000 penduduk pada
tahun 2017. Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR)
dilaporkan sebesar 42,4% pada tahun 2017.2
Sebagai salah satu indikator keberhasilan program penanggulangan TB,
Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
menetapkan target program penanggulangan TB nasional, yaitu Eliminasi TB
pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TB tahun 2050. 2,4 Eliminasi TB adalah
tercapainya jumlah kasus TB sebesar 1 per 1 juta penduduk.2,4 Sementara pada

1
tahun 2017 jumlah kasus TB sebesar 254 per 100.000 penduduk atau 2540 per 1
juta penduduk.2 Angka tersebut menunjukkan capaian yang masih jauh menuju
target. Oleh karena itu, diperlukan optimalisasi upaya dan peran serta berbagai
pihak untuk mewujudkan target penanggulangan TB nasional tersebut.
Berdasarkan sumber data Dinas Kesehatan Provinsi Banten, kasus TB di
Banten pada tahun 2017 menduduki posisi ke-8 dari seluruh provinsi di Indonesia,
yaitu sebanyak 16.608 kasus.5 Hal tersebut menggambarkan posisi Banten
memberikan pengaruh signifikan terhadap kondisi kasus TB secara nasional.
Sedangkan jika dilihat dari capaian kinerja penemuan kasus TB di
Kabupaten/Kota Provinsi Banten pada tahun 2017, beban TB ini baru dicapai 42%
yakni dari perkiraan kasus TB 40.277, hanya ditemukan 17.108 kasus.5 Hal ini
menggambarkan perlunya optimalisasi upaya untuk memperluas jangkauan
penemuan kasus pada sasaran potensial.
Hasil kegiatan penemuan penderita TB di Puskesmas Serang Kota tahun
2020 menunjukkan jumlah kumulatif suspek TB sebanyak 223 kasus, dengan 54
kasus BTA positif baru, 8 kasus kambuh, 13 kasus BTA negatif dengan rontgen
positif, 1 kasus TB ekstraparu, dan 1 kasus TB pada anak. Menurut data di
Puskesmas Serang Kota, capaian standar pelayanan minimal (SPM) pada
pelayanan kesehatan orang dengan tuberkulosis (TB) pada tahun 2020 mengalami
penurunan signifikan menjadi 25% dari angka 81% pada tahun 2019.6 Oleh karena
itu, diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengevaluasi program pelayanan
kesehatan orang dengan TB di Puskesmas Serang Kota agar cakupan pelayanan
TB dapat mencapai target di masa mendatang.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengevaluasi program pelayanan kesehatan orang dengan tuberkulosis
(TB) di Puskesmas Serang Kota tahun 2020.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor-faktor penyebab rendahnya cakupan pelayanan
kesehatan TB di Puskesmas Serang Kota.

2
2. Mencari alternatif pemecahan masalah yang menyebabkan rendahnya
cakupan pelayanan kesehatan TB di Puskesmas Serang Kota.
3. Menentukan prioritas pemecahan masalah yang menyebabkan rendahnya
cakupan pelayanan kesehatan TB di Puskesmas Serang Kota.
4. Menyusun rencana kegiatan pemecahan masalah terpilih.

1.3 Manfaat
1. Dapat memberikan landasan pengetahuan terkait faktor-faktor penyebab
rendahnya cakupan pelayanan kesehatan TB di Puskesmas Serang Kota.
2. Dapat mengimplementasikan solusi pemecahan masalah sesuai
usulan/rekomendasi sehingga cakupan pelayanan TB di Puskesmas Serang
Kota diharapkan dapat mencapai target di masa mendatang.
3. Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit TB dan peran serta
Puskesmas dalam upaya pengendaliannya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TB)


2.1.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. M. tuberculosis merupakan kuman yang
bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl-Neelsen, berbentuk
batang berwarna merah dalam pemeriksaan di bawah mikroskop. Kuman ini tahan
terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama
pada suhu antara 4oC sampai minus 70oC. Sebaliknya, kuman sangat peka
terhadap panas, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Kuman ini juga dapat bersifat
dorman.4

2.1.2 Patogenesis dan Penularan TB


Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang mengandung
kuman TB dalam dahaknya. Pada saat batuk atau bersin, pasien menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik).
Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara yang mengandung
percikan dahak infeksius. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500 M. tuberculosis. Sedangkan
saat bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500-1.000.000 M. tuberculosis.4
Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit TB, meliputi tahap
paparan, infeksi, menderita sakit, dan meninggal dunia.4
1. Paparan
Peluang peningkatan paparan terkait dengan jumlah kasus menular di
masyarakat, peluang kontak dengan kasus menular, tingkat daya tular dahak
sumber penularan, intensitas batuk sumber penularan, kedekatan kontak dengan
sumber penularan, serta lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.4

4
2. Infeksi
Paru merupakan tempat masuk (port d’entrée) lebih dari 95% kasus
infeksi TB. Kuman TB dalam percik renik akan terhirup dan dapat mencapai
alveolus.7 Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi 6-14 minggu setelah infeksi. Lesi
umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut
(dorman) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahan tubuh
manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi.4
3. Sakit TB
Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari
konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup, lamanya waktu sejak terinfeksi, usia
seseorang yang terinfeksi, dan tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang
dengan daya tahan tubuh yang rendah seperti adanya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB aktif (sakit TB).
Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya akan menjadi sakit TB.
Namun pada seseorang dengan HIV positif berisiko 20-37 kali untuk sakit TB
dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV.4
4. Meninggal dunia
Faktor risiko kematian karena TB diantaranya akibat dari keterlambatan
diagnosis, pengobatan tidak adekuat, dan adanya kondisi kesehatan awal yang
buruk atau penyakit penyerta. Pada pasien TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya
meninggal dan risiko ini meningkat pada pasien dengan HIV positif. Begitu pula
pada ODHA, 25% kematian disebabkan oleh TB.4

2.1.3 Diagnosis
Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.4
1. Anamnesis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

5
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari 1 bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk seringkali bukan
merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2
minggu atau lebih. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan
pada orang dengan faktor risiko, seperti kontak erat dengan pasien TB, tinggal di
daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang
bekerja dengan bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan infeksi paru.4
2. Pemeriksaan laboratorium bakteriologi
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menentukan potensi penularan, dan menilai keberhasilan pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 2 contoh uji dahak berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP). Dahak
Sewaktu (S) ditampung di fasyankes. Dahak Pagi (P) ditampung pada pagi hari
segera setelah bangun tidur dan dapat dilakukan di rumah pasien atau di
bangsal rawat inap apabila pasien menjalani rawat inap.4
b. Pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan TCM dengan metode Xpert MTB/RIF merupakan sarana
untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi
hasil pengobatan.4
c. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-
Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk
identifikasi M. tuberculosis.4
3. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Pemeriksaan foto toraks
b. Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu

6
2.1.4 Definisi Kasus dan Klasifikasi Pasien TB
Definisi kasus TB terdiri dari dua, yaitu:
1. Pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis
Adalah pasien TB yang terbukti positif pada hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya (sputum dan jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung,
tes cepat molekuler (TCM) TB, atau biakan.4
2. Pasien TB terdiagnosis secara klinis
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan
diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Pasien yang termasuk dalam
kelompok ini di antaranya adalah pasien TB paru BTA negatif dengan hasil
pemeriksaan foto toraks mendukung TB, pasien TB paru BTA negatif dengan
tidak ada perbaikan klinis setelah diberikan antibiotik non OAT dan memiliki
faktor risiko TB, serta pasien TB anak yang terdiagnosis dengan sistem
skoring.4
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi di atas, pasien TB juga
dapat diklasifikasikan sebagai berikut.4
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
a. TB paru, adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. Pasien
yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstraparu,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b. TB ekstraparu, adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, seperti
pleura, kelenjar limfe, abdomen, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru TB, adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (<28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB, adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:

7
1) Pasien kambuh, adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis.
2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal, adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up),
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up.
4) Lain-lain, adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
a. Mono resisten (TB MR), Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap
salah satu jenis OAT lini pertama saja.
b. Poli resisten (TB PR), Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap lebih
dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan.
c. Multi drug resisten (TB MDR), Mycobacterium tuberculosis resisten
terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau
tanpa diikuti resisten OAT lini pertama lainnya.
d. Extensive drug resisten (TB XDR), adalah TB MDR yang sekaligus juga
resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin,
dan Amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR), Mycobacterium tuberculosis resisten
terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
terdeteksi menggunakan metode genotip (TCM) atau metode fenotip
(konvensional).
4. Klasifikasi berdasarkan status HIV
a. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV), adalah pasien
TB dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan
ART, atau hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.

8
b. Pasien TB dengan HIV negatif, adalah pasien TB dengan hasil tes HIV
negatif sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.
c. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui, adalah pasien TB tanpa ada
bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.

2.1.5 Tatalaksana
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB.4
1. Tahapan pengobatan TB
a. Tahap awal. Pengobatan diberikan setiap hari selama 2 bulan. Paduan
pengobatan pada tahap ini dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan
jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien. Pada umumnya dengan
pengobatan teratur dan tanpa penyulit, daya penularan sudah sangat
menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
b. Tahap lanjutan. Pengobatan pada tahap ini bertujuan membunuh sisa-sisa
kuman yang masih ada dalam tubuh.
2. Jenis OAT
a. OAT lini pertama, terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid
(Z), Streptomisin (S), dan Etambutol (E).
b. OAT lini kedua, terdiri dari golongan fluorokuinolon, seperti
Levofloksasin (Lfx), Moksifloksasin (Mfx), Gatifloksasin (Gfx), serta
OAT suntik lini kedua, seperti Kanamisin (Km), Amikasin (Am),
Kapreomisin (Cm).
3. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
a. Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru, yaitu pasien TB paru
terkonfirmasi bakteriologis, pasien TB paru terdiagnosis klinis, dan pasien
TB ekstraparu.
b. Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.

9
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang), yaitu pasien kambuh, pasien gagal pada
pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya, dan pasien yang
diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).
c. Kategori anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.
Paduan OAT kategori 1 dan 2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi
2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien dan dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten
(diberikan 3 kali per minggu).

Tabel 2.1 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR))4

Tahap Intensif Tahap Lanjutan

Berat Setiap hari Setiap hari


Badan RHZE RH
(kg) (150/75/400/275) (150/75)
Selama 56 hari Selama 16 minggu

30 - 37 2 tablet 4KDT 2 tablet

38 - 54 3 tablet 4KDT 3 tablet

55 - 70 4 tablet 4KDT 4 tablet

≥71 5 tablet 4KDT 5 tablet

2.2 Peran Puskesmas dalam Penanggulangan TB


Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas
kesehatan kabupaten/kota yang berfungsi menyelenggarakan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) tingkat pertama.8 Salah satu UKM esensial puskesmas adalah
pencegahan dan pengendalian penyakit menular8, dimana penanggulangan TB
termasuk di dalamnya. Sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang memiliki
wilayah kerja dan berhubungan langsung dengan masyarakat, puskesmas

10
memiliki tanggung jawab besar terhadap masalah kesehatan di masyarakat, salah
satunya dalam hal penanganan TB.
Langkah pertama penanganan TB adalah dengan penemuan kasus.
Penemuan kasus TB di puskesmas dapat dilakukan secara aktif dan pasif.
Penemuan kasus TB secara aktif dilakukan melalui investigasi dan pemeriksaan
kasus kontak, skrining secara massal terutama pada kelompok rentan dan berisiko
(seperti tempat penampungan pengungsi dan daerah kumuh), serta skrining di
tempat khusus (seperti lapas/rutan, tempat kerja, asrama, pondok pesantren,
sekolah, panti jompo). Skrining dapat dibantu oleh kader dari posyandu, pos TB
desa, tokoh masyarakat, ataupun tokoh agama. Penemuan kasus TB secara pasif
dilakukan melalui pemeriksaan pasien yang mengalami gejala-gejala TB yang
datang ke puskesmas. Setelah penemuan kasus, selanjutnya diperlukan
penanganan kasus TB yang dilakukan melalui kegiatan tata laksana kasus untuk
memutus rantai penularan. Tata laksana kasus terdiri atas pengobatan dan
penanganan efek samping, pengawasan kepatuhan menelan obat, pemantauan
kemajuan pengobatan dan hasil pengobatan, serta pelacakan kasus mangkir. Tata
laksana kasus dilaksanakan sesuai dengan pedoman nasional pelayanan
kedokteran tuberkulosis.4
Puskesmas juga berperan dalam pemberian kekebalan dan pemberian obat
pencegahan sebagai upaya penanggulangan TB. Pemberian kekebalan dilakukan
melalui imunisasi BCG terhadap bayi yang bermanfaat untuk mengurangi risiko
keparahan TB. Pemberian obat pencegahan (profilaksis) TB ditujukan pada anak
usia di bawah 5 tahun yang kontak erat dengan pasien TB aktif, orang dengan
HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosis TB, serta populasi tertentu
lainnya.4
Peran lain puskesmas dalam kegiatan penanggulangan TB adalah berupa
promosi kesehatan, yaitu berbagai upaya yang dilakukan terhadap masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
mereka sendiri. Promosi kesehatan diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan
yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan, pengobatan, pola

11
hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku
sasaran program TB.
Puskesmas berperan dalam kegiatan surveilans TB sebagai salah satu
kegiatan untuk memperoleh data epidemiologi yang diperlukan dalam sistem
informasi program penanggulangan TB. Data diperoleh dari sistem pencatatan-
pelaporan TB. Pencatatan TB menggunakan formulir baku secara manual
didukung dengan sistem informasi secara elektronik, sedangkan pelaporan TB
menggunakan sistem informasi elektronik. Puskesmas akan mengkompilasi
laporan kasus TB dari semua FKTP (klinik dan dokter praktik mandiri) di wilayah
kerjanya dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

12
BAB III
METODE

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan pendekatan deskriptif
analitik yang bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap program pelayanan
kesehatan orang dengan tuberkulosis (TB) di Puskesmas Serang Kota.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan Agustus 2021
di Puskesmas Serang Kota.

3.3 Subjek Penelitian


Informan utama pada penelitian ini adalah penanggung jawab program TB
Puskesmas Serang Kota. Informan lain yang mendukung penelitian ini adalah
dokter, perawat, dan kader TB di Puskesmas Serang Kota.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian ini terdiri dari input (man, money, method, material,
machine), proses (planning, organizing, actuating, controlling), dan output
(capaian standar pelayanan minimal/SPM).

3.5 Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam
kepada informan, observasi, dan telaah dokumen. Jenis data yang diambil adalah
data sekunder yang didapatkan dari laporan tahunan Puskesmas Serang Kota

13
tahun 2020. Data yang sudah terkumpul dianalisis secara deskriptif dan disajikan
dalam bentuk uraian singkat sesuai dengan variabel penelitian.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Puskesmas Serang Kota


4.1.1 Data Geografi
Puskesmas Serang Kota terletak di tengah Kota Serang sebagai ibukota
Provinsi Banten, tepatnya di Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 159 Ciwaktu, Kel.
Sumur Pecung, Kec. Serang. Puskesmas Serang Kota memiliki wilayah kerja
yang meliputi 3 kelurahan, 46 RW dan 169 RT dengan gambaran luas wilayah
pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kelurahan


No. Kelurahan Luas Wilayah
1. Cipare 1,68 km²
2. Sumur Pecung 3,96 km²
3. Sukawana 1,77 km²
Jumlah 7,41 km2

4.1.2 Data Demografi


Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Serang Kota pada tahun
2020 sejumlah 51.329 jiwa. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya
adalah Pegawai Negeri Sipil. Tingkat pendidikan sebagian besar Sekolah
Menengah Atas. Data penduduk keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan & Jenis Kelamin


No. Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Cipare 12.771 12.571 25.342

14
2. Sumur Pecung 10.434 10.373 20.807

3. Sukawana 2.711 2.469 5.180

Jumlah 25.916 25.413 51.329

4.1.3 Data Fasilitas Kesehatan


Tabel 4.3 Data Fasilitas Kesehatan Puskesmas Serang Kota Tahun 2020
No. Fasilitas Jumlah

1. Puskesmas 1

2. Puskesmas Pembantu 1

3. Poskesdes 1

4. Mobil Ambulans/Pusling 2

5. Rumah Bersalin 3

6. Rumah Sakit Ibu & Anak 1

7. Praktek Dokter Bersama 23

8. Praktek Dokter Umum 9

9. Rumah Sakit Bedah 1

10. Praktek Bidan Swasta 6

4.1.4 Tenaga Kesehatan


Tabel 4.4 Jenis Ketenagaan di Puskesmas Serang Kota
No. Jenis Ketenagaan Jumlah Yang Ada Keterangan
1. Kepala Puskesmas 1 PNS
2. Kasubag Tata Usaha 1 PNS
3. Dokter/Dokter Layanan Primer 2 PNS
4. Dokter Gigi 1 PNS
5. Perawat 6 PNS
6. Bidan 7 PNS
7. Tenaga Kesehatan Masyarakat 1 PNS

15
8. Tenaga Kesehatan Lingkungan 1 PNS
9. Ahli Teknologi Laboratorium Medik 2 PNS
10. Tenaga Gizi 1 PNS
11. Tenaga Kefarmasian 1 PNS
12. Rekam Medis 1 PNS
13. Terapis Gigi dan Mulut 1 PNS
14. Tenaga Promosi Kesehatan 1 THL
15. Fisioterapi 1 PNS
16. Tenaga Lainnya 6 PNS/THL
  Jumlah 34

4.1.5 Fasilitas Pelayanan


Puskesmas Serang Kota terdiri dari 4 gedung, yaitu:
A. Fasilitas di gedung A terdiri dari:
- Apotek
- Pendaftaran
- Loket pembayaran
- Koperasi
- Ruang BP Umum
- Ruang BP PTM
- Ruang MTBS
- Klinik sanitasi dan layanan UBM
- Ruang TB dan TB MDR
B. Fasilitas di gedung B terdiri dari:
- Laboratorium
- Klinik gigi
- Ruang konseling
a) HIV/AIDS (Klinik Rosella)
b) IMS
c) Kusta
d) Kesehatan jiwa
- Fisioterapi dan akupresure
- Ruang kepala puskesmas
- Ruang administrasi (tata usaha)
- Ruang perpustakaan
- Mushola
- Ruang aula
- Gudang farmasi

16
C. Fasilitas di gedung C terdiri dari:
- UGD
- Ruang nifas
- Ruang bersalin
- Ruang KIA/KB
- Ruang imunisasi
- Ruang pemeriksaan IVA
- Ruang konseling PKPR
- Ruang promkes
- Pojok ASI
- Ruang rawat inap
D. Gedung TFC (Therapeutic Feeding Center)

4.1.6 Jenis Pelayanan Kesehatan


A. UKM Esensial
1. Pelayanan promosi kesehatan
2. Pelayanan kesehatan lingkungan
3. Pelayanan kesehatan keluarga yang bersifat UKM
4. Pelayanan gizi yang bersifat UKM
5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
- Surveilans
- Imunisasi
- Pelayanan pengendalian penyakit menular
- Pelayanan pengendalian penyakit bersumber binatang
- Pelayanan penyakit tidak menular

B. UKM Pengembangan
1. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat
2. Pelayanan kestrad komplementer
3. Pelayanan kesehatan kerja dan olahraga
4. Pelayanan kesehatan jiwa
5. Pelayanan kesehatan lansia

C. UKP, Kefarmasian, dan Laboratorium


1. Pelayanan pemeriksaan umum
2. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
3. Pelayanan kesehatan keluarga yang bersifat UKP
4. Pelayanan gawat darurat
5. Pelayanan gizi yang bersifat UKP
6. Pelayanan persalinan

17
7. Pelayanan rawat inap
8. Pelayanan kefarmasian
9. Pelayanan laboratorium

4.2 Hasil Langkah Pelaksanaan Evaluasi Program


4.2.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah kesehatan di Puskesmas Serang Kota dilakukan
dengan membandingkan target dengan capaian program pada setiap standar
pelayanan minimal (SPM). Masalah diidentifikasi ketika terjadi kesenjangan
antara target dengan capaian. Berikut merupakan tabel capaian SPM di Puskesmas
Serang Kota tahun 2020.

Tabel 4.5 Capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Puskesmas Serang


Kota Tahun 2020
Capaian Capaian Selisih Selisih
Targe Tahun Tahun dengan Capaian
No. Standar Pelayanan Minimal
t (%) 2020 2019 Target 2019-2020
(%) (%) (%) (%)
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil 100 94,00 99,60 6,00 5,60
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin 100 95,60 99,50 4,40 3,90
3. Pelayanan Kesehatan Bayi Baru
100 100 99,90 0 -0,10
Lahir
4. Pelayanan Kesehatan Balita 100 87 73,90 13 -13,10
5. Pelayanan Kesehatan pada Usia
100 13,30 100 86,70 86,70
Pendidikan Dasar
6. Pelayanan Kesehatan pada Usia
100 34,84 53,89 65,16 19,05
Produktif
7. Pelayanan Kesehatan pada Usia
100 65,42 100 34,58 34,58
Lanjut
8. Pelayanan Kesehatan Penderita
100 21,27 42,05 78,73 20,78
Hipertensi
9. Pelayanan Kesehatan Penderita
100 46,69 85 53,31 38,31
Diabetes Melitus (DM)
10. Pelayanan Kesehatan Orang
100 84 70 16 -14
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
11. Pelayanan Kesehatan Orang
100 25 81 75 56
Dengan Tuberkulosis (TB)
12. Pelayanan Kesehatan Dengan 100 100 70 0 -30

18
Risiko Terinfeksi HIV

4.2.2 Prioritas Masalah


Prioritas masalah ditentukan dengan melihat kesenjangan tertinggi antara
target yang ditetapkan dari setiap program dengan hasil pencapaian. Setelah
diurutkan berdasarkan kesenjangannya, didapatkan 5 masalah pelayanan
kesehatan dengan kesenjangan tertinggi yaitu:
1. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
2. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi
3. Pelayanan kesehatan orang dengan tuberkulosis (TB)
4. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
5. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus (DM)
Selanjutnya, penentuan prioritas masalah dilakukan menggunakan metode
USG (Urgency, Seriousness, Growth), yaitu dengan cara menentukan tingkat
urgensi, keseriusan, dan perkembangan masalah dengan memberikan nilai dari
skala 1-5. Masalah yang memiliki total nilai tertinggi merupakan masalah
prioritas. Kriteria urgency dilihat dari tersedianya waktu, yaitu seberapa mendesak
masalah tersebut harus diselesaikan. Seriousness dilihat dari seberapa serius
dampak yang diakibatkan masalah tersebut. Growth dilihat dari seberapa besar
kemungkinan masalah tersebut semakin memburuk apabila dibiarkan.

Tabel 4.6 Penentuan Prioritas Masalah Berdasarkan Metode USG


No. Program U S G Total
1. Pelayanan Kesehatan pada Usia
1 1 1 3
Pendidikan Dasar
2. Pelayanan Kesehatan Penderita
4 3 3 10
Hipertensi
3. Pelayanan Kesehatan Orang Dengan
5 4 5 14
Tuberkulosis (TB)
4. Pelayanan Kesehatan pada Usia
3 3 2 8
Produktif
5. Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes
4 3 3 10
Melitus (DM)

19
Berdasarkan hasil skoring USG di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
masalah yang menjadi prioritas utama adalah pelayanan kesehatan orang dengan
tuberkulosis (TB).

4.2.3 Analisis Penyebab Masalah


Setelah menentukan prioritas masalah, dilakukan analisis kemungkinan-
kemungkinan penyebab dari masalah tersebut. Metode yang digunakan adalah
diagram sebab-akibat Ishikawa/fishbone.

INPUT
Man Planning LINGKUNGAN
Kurangnya petugas Actuating - Kondisi pandemi COVID-19
Eksekusi program
Puskesmas dalam pelayanan - Jarak Puskesmas cukup jauh dari
Perencanaan intervensi langsung
TB salah satu wilayah kerjanya
jadwal program ke masyarakat
Money penyuluhan TB belum optimal di
Tidak ada masalah belum optimal masa pandemi
Method
Kurangnya program OUTPUT
sosialisasi mengenai Rendahnya
pentingnya deteksi dini pelayanan
suspek TB PROSES kesehatan orang
Material dengan TB
Tidak ada masalah
Market
- Kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang TB Tidak ada masalah Pelaporan pasien
- Kurangnya kesadaran TB dari faskes lain
masyarakat untuk berobat di wilayah kerja
- Stigma negatif masyarakat Puskesmas belum
terhadap penderita TB optimal
- Pasien dengan tingkat
sosioekonomi menengah ke Controlling &
bawah terkendala akses
Organizing
Evaluating
untuk pergi ke Puskesmas

Gambar 4.1 Analisis Penyebab Masalah dengan Diagram Fishbone

4.2.4 Prioritas Penyebab Masalah


Berdasarkan analisis penyebab masalah, didapatkan beberapa faktor mulai
dari komponen input, proses, dan lingkungan yang mempengaruhi output berupa
rendahnya pelayanan kesehatan orang dengan tuberkulosis di Puskesmas Serang
Kota tahun 2020. Agar dapat fokus memecahkan suatu penyebab masalah, maka

20
perlu ditentukan prioritas penyebab masalah. Penentuan prioritas penyebab
masalah ini dilakukan dengan menggunakan kriteria matriks ITR (Importance,
Technical Feasibility, Resources Availability). Metode ini dilakukan dengan cara
memberikan penilaian dari skala 1-5 pada setiap faktor penyebab, lalu masing-
masing kriteria dikalikan. Faktor yang memiliki total nilai tertinggi merupakan
prioritas penyebab masalah.

Tabel 4.7 Penentuan Prioritas Penyebab Masalah Berdasarkan Metode ITR


No. Penyebab Masalah I T R Total
1. Kurangnya petugas Puskesmas dalam pelayanan TB 3 1 1 3
2. Kurangnya program sosialisasi mengenai pentingnya
5 4 5 100
deteksi dini suspek TB
3. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB 5 3 4 60
4. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk berobat 5 3 3 45
5. Stigma negatif masyarakat terhadap penderita TB 4 2 3 24
6. Pasien dengan tingkat sosioekonomi menengah ke
4 2 1 8
bawah terkendala akses untuk pergi ke Puskesmas
7. Perencanaan jadwal program penyuluhan TB belum
5 3 4 60
optimal
8. Eksekusi program intervensi langsung ke masyarakat
4 2 2 16
belum optimal di masa pandemi
9. Pelaporan pasien TB dari faskes lain di wilayah kerja
3 3 3 27
Puskesmas belum optimal
10. Jarak Puskesmas cukup jauh dari salah satu wilayah
4 1 1 4
kerjanya
11. Kondisi pandemi COVID-19 5 1 1 5

Berdasarkan skoring dengan metode ITR tersebut, didapatkan bahwa


penyebab masalah yang menjadi prioritas untuk ditanggulangi adalah kurangnya
program sosialisasi mengenai pentingnya deteksi dini suspek TB. Hal ini juga
sejalan dengan hasil diskusi bersama pemegang program TB di Puskesmas Serang
Kota, bahwa masalah utama dalam pelayanan TB saat ini terkait dengan
rendahnya penemuan kasus baru TB akibat suspek yang enggan diperiksa. Suspek
yang terdiri dari kontak erat pasien terkonfirmasi TB ini tidak mau memeriksakan
diri ke fasilitas kesehatan dengan berbagai alasan, di antaranya karena merasa
sehat dan tidak bergejala, merasa takut terdiagnosis TB karena harus berobat
dalam jangka waktu lama, merasa malu karena stigma negatif penderita TB masih

21
tinggi di masyarakat, atau merasa takut untuk datang ke Puskesmas karena kondisi
pandemi COVID-19 yang belum mereda.

4.2.5 Alternatif Pemecahan Masalah


Setelah didapatkan prioritas penyebab masalah, selanjutnya dilakukan
penyusunan berbagai alternatif solusi untuk memecahkan masalah tersebut.
Berikut merupakan alternatif pemecahan masalah yang disusun berdasarkan studi
referensi dan wawancara mendalam dengan pemegang program TB di Puskesmas
Serang Kota.

Tabel 4.8 Alternatif Pemecahan Masalah


Estimasi
No. Solusi Deskripsi Tujuan Sasaran
Biaya
1. Membuat leaflet Menyampaikan informasi Agar suspek Seluruh Rp300.000
edukasi pentingnya mengenai pentingnya TB bersedia kontak erat
deteksi dini bagi memeriksakan diri ke memeriksakan pasien
suspek TB fasilitas kesehatan bagi diri ke fasilitas terkonfirmasi
suspek TB melalui media kesehatan TB
cetak yang diberikan
kepada pasien ter-
konfirmasi TB yang
datang berobat untuk
disampaikan kepada
kontak erat/keluarganya
2. Membuat penyuluhan Menyampaikan informasi Agar suspek Seluruh Rp200.000
di dalam gedung mengenai pentingnya TB bersedia pasien yang
menggunakan slide memeriksakan diri ke memeriksakan berobat ke
presentasi dan video fasilitas kesehatan bagi diri ke fasilitas Puskesmas
edukasi suspek TB melalui kesehatan
metode interaktif dan
media elektronik
audiovisual
3. Membuat pelatihan Mengadakan pertemuan Agar suspek Seluruh Rp500.000
kader untuk dengan para kader secara TB bersedia kader di
sosialisasi pentingnya virtual untuk disampaikan memeriksakan wilayah
deteksi dini bagi kepada masyarakat diri ke fasilitas kerja
suspek TB kepada mengenai pentingnya kesehatan Puskesmas
masyarakat memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan bagi
suspek TB

22
4.2.6 Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
Dalam menentukan prioritas dari solusi pemecahan masalah, pendekatan
yang dilakukan adalah dengan menggunakan matriks MxIxV/C. Metode ini terdiri
dari komponen:
1. Magnitude, dilihat dari seberapa besar alternatif solusi mampu untuk
memecahkan masalah. Diberi nilai 1-5 dimana semakin besar solusi dapat
menyelesaikan masalah maka nilai mendekati angka 5.
2. Importance, dilihat dari seberapa permanen solusi tersebut dapat
memecahkan masalah. Diberi nilai 1-5 dimana semakin permanen solusi
dalam menyelesaikan masalah maka nilai mendekati angka 5.
3. Vulnerability, dilihat dari seberapa cepat solusi tersebut dapat
menyelesaikan masalah. Diberi nilai 1-5 dimana semakin cepat solusi
dapat menyelesaikan masalah maka nilai mendekati angka 5.
4. Cost yaitu besar biaya solusi. Diberi nilai 1-5 dimana semakin kecil biaya
yang dikeluarkan maka nilai mendekati angka 1.
Tiga komponen pertama dikalikan, lalu dibagi dengan komponen cost.
Solusi dengan skor tertinggi merupakan pemecahan masalah terpilih.

Tabel 4.9 Penentuan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan


Metode MxIxV/C

MxIxV
No. Alternatif Pemecahan Masalah M I V C C
1. Membuat leaflet edukasi pentingnya
4 3 4 3 16
deteksi dini bagi suspek TB
2. Membuat penyuluhan di dalam
gedung menggunakan slide presentasi 3 2 2 2 6
dan video edukasi
3. Membuat pelatihan kader untuk
sosialisasi pentingnya deteksi dini 5 4 3 5 12
bagi suspek TB kepada masyarakat

Tabel di atas menunjukkan bahwa total skoring tertinggi terdapat pada


alternatif pemecahan masalah berupa pembuatan leaflet edukasi pentingnya

23
deteksi dini bagi suspek TB. Solusi ini kemudian akan disusun sebagai
rekomendasi intervensi program pelayanan TB di Puskesmas Serang Kota.

BAB V
PROPOSAL

Berikut ini merupakan proposal rekomendasi intervensi program


berdasarkan alternatif pemecahan masalah terpilih, yaitu pembuatan leaflet
sebagai media edukasi pentingnya deteksi dini bagi suspek TB.

5.1 Rumusan Masalah


Rendahnya capaian pelayanan kesehatan orang dengan tuberkulosis (TB)
di Puskesmas Serang Kota tahun 2020.

5.2 Penyebab Masalah


Kurangnya program sosialisasi mengenai pentingnya deteksi dini pada
orang yang terduga TB (suspek) yang merupakan kontak erat pasien terkonfirmasi
TB, sehingga angka penemuan kasus baru TB masih rendah.

5.3 Tujuan
5.3.1 Tujuan Umum
Suspek TB bersedia memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
5.3.2 Tujuan Khusus
1. Suspek TB bersedia dilakukan pengumpulan dahak untuk deteksi dini.
2. Suspek TB dilakukan tindakan preventif, promotif, dan kuratif sesuai hasil
pemeriksaan.

5.4 Rincian Kegiatan

24
Kegiatan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Menyusun materi edukasi yang akan disampaikan dalam media leaflet.
2. Membuat desain leaflet yang menarik dan komunikatif.
3. Mencetak hasil desain ke dalam bentuk kertas leaflet yang berbahan cukup
tebal dan tidak mudah sobek.
4. Membagikan kertas leaflet kepada pasien terkonfirmasi TB yang datang
berobat ke Puskesmas untuk disampaikan kepada kontak erat/keluarganya
sambil menyampaikan penjelasan singkat materi edukasi dalam leaflet.
5. Menetapkan indikator keberhasilan, monitoring, dan evaluasi.

5.5 Waktu dan Tempat Kegiatan


Kegiatan dilakukan di Poli TB Puskesmas Serang Kota, dengan rincian
waktu sebagai berikut:
1. Menyusun materi edukasi: dalam waktu 7 hari kerja.
2. Membuat desain leaflet: dalam waktu 3 hari kerja.
3. Mencetak hasil desain: dalam waktu 1 hari kerja.
4. Membagikan kertas leaflet: dilakukan pada setiap pasien baru
terkonfirmasi TB yang datang berobat ke Puskesmas selama 1 bulan
pelayanan.
5. Menetapkan indikator keberhasilan, monitoring, dan evaluasi: dilakukan
setiap bulan.

5.6 Estimasi Biaya


Biaya yang diperlukan untuk pembuatan leaflet edukasi ini diperkirakan
sebesar Rp300.000 yang mencakup anggaran untuk penyusunan materi, desain,
dan biaya cetak.

5.7 Metode Evaluasi


Dilakukan perhitungan jumlah suspek TB yang datang memeriksakan diri
ke Puskesmas lalu dilakukan pembagian kuesioner yang menilai pengaruh media
edukasi cetak berupa leaflet terhadap kesadaran masyarakat untuk berobat.

25
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi program pelayanan kesehatan orang dengan
tuberkulosis (TB) di Puskesmas Serang Kota tahun 2020, didapatkan bahwa
rendahnya capaian pelayanan TB disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu
penyebab yang paling utama adalah kurangnya program sosialisasi mengenai
pentingnya deteksi dini bagi orang terduga TB (suspek). Dari beberapa alternatif
pemecahan masalah yang ada, dipilih solusi berupa pembuatan leaflet sebagai
media edukasi mengenai pentingnya deteksi dini yang akan dibagikan kepada
pasien baru terkonfirmasi TB yang selanjutnya disampaikan kepada kontak
erat/keluarganya sebagai suspek TB. Solusi ini telah disusun sebagai rekomendasi
intervensi program pelayanan TB di Puskesmas Serang Kota.

6.2 Saran
1. Bagi tenaga kesehatan, terutama pemegang program pelayanan TB di
Puskesmas Serang Kota diharapkan dapat meningkatkan kegiatan
sosialisasi atau penyuluhan mengenai deteksi dini TB, baik di dalam
maupun di luar gedung melalui metode-metode yang inovatif dan aplikatif
dengan segala keterbatasan yang dihadapi pada masa pandemi COVID-19
ini.
2. Bagi kader, perangkat desa, dan tokoh masyarakat diharapkan dapat
mengambil peran aktif untuk memberikan sosialisasi, dukungan, dan

26
penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya deteksi dini TB serta
mendukung masyarakat dalam melawan stigma negatif terhadap penderita
TB.
3. Bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Serang Kota diharapkan
dapat lebih kooperatif dalam pelaksanaan program deteksi dini TB,
terutama terhadap suspek yang dianjurkan datang memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan. Masyarakat juga diharapkan mampu meningkatkan
kesadaran dan tingkat pengetahuan mengenai masalah penyakit TB.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2020.


WHO. 2020.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Infodatin


Tuberkulosis. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2018.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Laporan


Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes RI. 2018.

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Permenkes


Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Kemenkes RI. 2016.

5. Amri H. Gerakan Banten Eliminasi TB sebagai Upaya Percepatan


Pemberantasan TB di Provinsi Banten. Jurnal Lingkar Widyaiswara. 2018
Jan-Mar;1(5):1-9.

6. Laporan Tahunan UPTD Puskesmas Serang Kota. 2020.

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Petunjuk Teknis


Manajemen dan Tatalaksana TB Anak. Jakarta: Kemenkes RI. 2016.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Permenkes


Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta:
Kemenkes RI. 2016.

27
28

Anda mungkin juga menyukai