Anda di halaman 1dari 49

MINI PROJECT

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENGAWAS MENELAN OBAT


DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA MANNA

Disusun oleh :
dr. Nadila Indriasari Yuwelza

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

PUSKESMAS KOTA MANNA

KECAMATAN KOTA MANNA

KABUPATEN BENGKULU SELATAN

2020
Abstrak

Hubungan Tingkat Pengetahuan Pengawas Menelan


Obatdengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Manna

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang


disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat
bervariasi. Berdasarkan laporan tahunan program pengendalian tuberkulosis
Puskesmas Kota Manna tahun 2019, angka penderita tuberkulosis 34 orang, yang
terdiri dari 8 pasien tuberkulosis BTA (Batang Tahan Asam) positif, 12 pasien
tuberkulosis BTA (Batang Tahan Asam) negatif pemeriksaan rontgen positif, 2
pasien tuberkulosis ekstra paru, 12 pasien anak.
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
pengawas menelan obat (PMO) dengan keberhasilan pengobatan tuberkulosis di
wilayah kerja Puskesmas Kota Manna.
Jenis Penelitian menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan
studi cross sectionalSampel dalam penelitian penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Jumlah sampel 34 orang.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil karakteristik peranan
pengawas menelan obat (PMO) di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Mannapaling
banyak adalah baik yaitu sebanyak 26 responden (76%). Tingkat keberhasilan
pengobatan tuberkulosis di Wilayah kerja Puskesmas Kota Manna paling banyak
adalah berhasil yaitu sebanyak30 responden (90%). Hasil uji Chi-square diperoleh
nilai X2hitung = 10,566 dengan nilai p = 0,003 (p< 0,05) yang berarti ada hubungan
tingkat pengetahuan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) dengan
tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis di wilayah Puskesmas Kota Manna.
Penelitian ini menyimpulkan ada hubungan tingkat pengetahuan pengawas
menelan obat (PMO) dengan tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis di wilayah
Puskesmas Kota Manna.

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan PMO- Keberhasilan Pengobatan TBC

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENGAWAS MENELAN OBAT


DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSISDI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KOTA MANNA

PENULIS : dr. Nadila Indriasari Yuwelza

Manna, Februari 2020


Menyetujui,
Pembimbing

dr. H. Ari Prastyawan


NIP : 197907062007011021

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan dan petunjuk dalam menyelesaikan Miniproject yang berjudul
"HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENGAWAS MENELAN
OBATDENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSISDI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA MANNA
TAHUN 2019". Miniproject ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program dokter internsip.
Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak tidak banyak yang bisa
penulis lakukan dalam menyelesaikan Miniproject ini. Untuk itu penulis menyampaikan
rasa hormat dan terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya selama pelaksanaan
dan penyusunan laporan Miniproject inikepada:
1. Dr. Ari Prastyawan selaku pembimbing sekaligus penguji miniproject
2. Teman-teman sejawat satu tim puskesmas Kota Manna
3. Seluruh staff PKM Kota Manna, khususnya yang telah membantu peneliti dalam
penyelesaian makalah ini
4. Responden yang bersedia meluangkan waktunya untuk ikut dalam penelitian
Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga Miniproject ini dapat
bermanfaat bagi kita semua,Amin.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Manna, Februari 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL........................................................................................i

ABSTRAK .....................................................................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................iii

KATA PENGANTAR......................................................................................iv

DAFTAR ISI.....................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang........................................................................................1

RumusanMasalah..............................................................................................................4

TujuanPenelitian................................................................................................................4

Manfaat Penelitian.............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka....................................................................................6

Pengetahuan............................................................................................6

PenyakitTuberkulosis........................................................................................................9

Definisi Tuberkulosis.............................................................................9

Etiologi Tuberkulosis............................................................................10

v
Cara Penularan......................................................................................11

Gejala danTanda Tuberkulosis.............................................................13

Diagnosa Tuberkulosis.........................................................................13

Tatalaksana Tuberkulosis.....................................................................14

Evaluasi Pengobatan.............................................................................15

Kriteria Keberhasilan.............................................................................17

Pengawas Menelan Obat.........................................................................20

Kerangka Teori.......................................................................................22

Kerangka Konsep....................................................................................23

Hipotesis Penelitian................................................................................23

BAB III METODE PENELITIAN

Jenis dan Desain Penelitian.....................................................................24

Populasi dan Sampel..............................................................................25

Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................25

Variabel Penelitian,Definisi Operasional danSkala Pengukuran............25

PengumpulanData....................................................................................26

BAB IV HASIL PENELITIAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................................28

vi
Analisis Univariat.....................................................................................28

Analisis Bivariat........................................................................................29

BAB V PEMBAHASAN

Karakteristik Responden…........................................................................31

Pembahasan Hasil Penelitian.....................................................................31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.................................................................................................35

Saran............................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

vii
BAB I

PENDAHULUA

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang

sangat bervariasi (Mansjoer, 2010). Data yang diperoleh dari World

Health Organization (WHO) penyakit tuberkulosis merupakan masalah

utama kesehatan masyarakat karena jumlah penderita terus bertambah

seiring munculnya epidemi Human Immunodeficiency Virus ( HIV) dan

Accuired Immune Deficiency Sydrome (AIDS) di dunia. Dari laporan

penyakit tuberkulosis dunia, masih menempatkan Indonesia sebagai

penyumbang terbesar tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah India dan

China yaitu 294.731 kasus pada tahun 2009 (Firdaus, 2012). Menurut

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), menempatkan tuberkulosis

sebagai penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan

penyakit saluran pernafasan yaitu 9,4%. Pada hasil survey yang sama ,

angka kesakitan tuberkulosis pada saat itu adalah 800 per 100.000

penduduk (Depkes RI (2007) dalam Firdaus(2012).

Data keberhasilan pengobatan tuberkulosis setiap tahun

mengalami peningkatan mulai pada tahun 2003 sampai pada tahun 2008.

Pada tahun 2003 keberhasilan pengobatan mencapai 87 % sampai pada

tahun2008keberhasilansudahmencapai91%(WHO 2010) dalam

1
Firdaus (2012). Penyakit tuberkulosis dapat disembuhkan dengan

pengobatan secara rutin dan teratur. Keberhasilan pengobatan tuberkulosis

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu faktor status gizi, faktor

imunitas, faktor lingkungan, faktor sarana dan prasarana. Pengobatan

tuberkulosis yang memerlukan waktu yang lama sehingga menyebabkan

kejenuhan dan kebosanan dari penderita. Untuk menjamin keteraturan

pengobatan diperlukan pengawas menelan obat (PMO) yang akan

membantu penderita selama dalam pengobatan tuberkulosis (Achmadi,

2005).

Pengawasan penderita tuberkulosis sangat mempengaruhi tingkat

kesembuhan pasien. Pemilihan pengawas menelan obat (PMO)

disesuaikan dengan keadaan tempat pasien. Pengawas menelan obat

berasal dari dari keluarga, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan. Selain

bertugas sebagai pengawas menelan obat, PMO juga membantu dalam

pengambilan obat bagi penderita dan menepati jadwal kunjungan berobat

(Kemenkes,2012).

Hasil penelitian pengetahuan, sikap dan perilaku yang merupakan

bagian dari survei prevalensi TB 2004 menemukan bahwa 96% keluarga

merawat anggota keluarganya yang menderita TB dan hanya 13% yang

2
menyembunyikan anggota keluarganya tersebut. 76% keluarga sudah

pernah mendengar tentang penyakit TBC, 26 dapat menyebutkan dua

tanda dan gejala utama, 51% mengetahui cara penularan, dan 19%

memahami bahwa program pengelolaan TB menyediakan obat TB gratis.

Hal tersebut menunjukkan bahwa masih rendahnya pengetahuan

masyarakat tentang gejala, cara penularan dan pengobatan penyakit TBC.

Masih banyak masyarakat yang tahu bahwa TB dapat disembuhkan dan

obat TB OAT dapat diperoleh secara gratis. Perilaku masyarakat dalam

keteraturan berobat masih rendah seperti tidak meneruskan berobat

sebelum selesai masa pengobatan karena merasa sembuh atau sudah jenuh.

Pengawas Menelan Obat (PMO) masih belum melaksanakan tugasnya

dengan baik serta keterlibatan keluarga masih belum optimal (Kemenkes,

2012).

Berdasarkan laporan tahunan program pengendalian tuberkulosis

Puskesmas Kota Manna tahun 2019, angka penderita tuberkulosis 34

orang, yang terdiri dari 8 pasien tuberkulosis BTA (Batang Tahan Asam)

positif, 12 pasien tuberkulosis BTA (Batang Tahan Asam) negatif

pemeriksaan rontgen positif, 2 pasien tuberkulosis ekstra paru, dan 12

pasien tuberkulosis anak. Hasil pengamatan petugas program pengendalian

program tuberkulosis ditemukan masih adanya pasien yang mengambil

obat tidak teratur. Selain itu masih ada pasien yang terlambat dalam

memeriksakan sputumnya pada bulan kedua, satu bulan setelah akhir

pengobatan dan pada saat akhir pengobatan.

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka

rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Adakah Hubungan Tingkat

Pengetahuan Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan Keberhasilan

Pengobatan Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Manna ?“

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 TujuanUmum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO)

dengan keberhasilan pengobatan tuberkulosis di Wilayah KerjaPuskesmas

Kota Manna.

1.3.2 TujuanKhusus

1. Mendiskripsikan karakteristik pengawas menelan obat di wilayah kerja

PuskesmasKota Manna

2. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO)

pada penderitatuberkulosis.

3. Mendiskripsikan keberhasilan pengobatan pada penderita tuberkulosis di

Wilayah KerjaPuskesmasKota Manna.

4. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat

(PMO) dengan keberhasilan pengobatan tuberkulosis diPuskesmasKota

Manna

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

4
1.4.1 Bagi PuskesmasKota Manna

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi tentang

tuberkulosis bagi puskesmas untuk meningkatkan kualitas program

pelayanan kesehatan khususnya pelayanan penyakit tuberkulosis

1.4.2 Bagi InstitusiPendidikan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi yang berguna

dalam menambah wawasan dan pengetahuan pengaruh peranan

pengawas menelan obat (PMO) terhadap keberhasilan pengobatan

tuberkulosis.

1.4.3 Bagi Masyarakat (penderitatuberkulosis)

Menambah pengetahuan masyarakat (penderita tuberkulosis) tentang

penyakit tuberkulosis, cara menangani penyakit tuberkulosis, dan

memotivasi penderita dalam pengobatan tuberkulosis.

1.4.4 Bagi Pengawas Menelan Obat(PMO)

Untuk menumbuhkan sikap dan perilaku yang lebih kooperatif dalam

mengawasi penderita tuberkulosis selama masa pengobatan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), disebutkan bahwa pengetahuan

merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, dan

sebagainya). Pada waktu pengindraan menghasilkan pengetahuan

sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap

obyek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra

pendengaran dan, indera penglihatan. Sedangkan dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2001)pengetahuan diartikan sebagai segala sesuatu

yang dicakup dalam domain kognitif. Dengan melihat kedua pendapat

tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan

hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek

melalui indra yang dimilikinya yang dicakup dalam domain kognitif.

1. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi tiga kategori.

Adapun tiga kategori tersebut adalah:

a. Pengetahuan baik jika skor 76%-100%

b. Pengetahuan cukup jika skor 56%-75%

c. Pengetahuan kurang jika skor <56% (Arikunto (2006) dalam

Wawan dan Dewi (2011).

6
Ketiga kategori tingkat pengetahuan menurut Arikunto dalam

Wawan dan Dewi tersebut digunakan untuk menganalisis hasil

tingkat pengetahuan responden. Sebagai acuan dalam penyusunan

kuisioner tentang pengetahuan pengawas menelan obat (PMO)

pasien TB, peneliti menggunakan6tingkat pengetahuan Notoatmodjo

(2010). Adapun 6 tingkat pengetahuan tersebut adalah:

a. Tahu ( Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan

yang paling rendah karena tingkatan ini hanyamengingat kembali

(recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telahditerima.

b. Memahami ( Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secarabenar.

c.Aplikasi ( Aplication )

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya).

d. Analisis ( Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam

suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

7
e.Sintesis ( Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yangada.

f. Evaluasi ( Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kamampuan untuk malakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu meteri atau objek,

penilaian itu berdasarkan suatu criteriayang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) dalam Bakti (2010), disebutkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang terdapat 5 faktor. Adapun faktor-faktor tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Pendidikan

Merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan.

b. Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah

pengetahuan tentang sesuatu yang bersifatnonformal.

c. Informasi

Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan

memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber

informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media

masa.

8
d. Lingkungan budaya

Dalam hal ini faktor keturunan dan bagaimana orang tua mendidik

sejak kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam

berfikir selama jenjang hidupnya.

e. Sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan

biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun

rendah.

2.2 Penyakit Tuberkulosis(TBC)

2.2.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkanolehbasil Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang

sangat bervariasi (Mansjoer,2010). Penyakit tuberkulosis sudah ada

sejak ribuan tahun sebelum masehi. Penyakit tuberkulosis sudah ada

sejak zaman Mesir Kuno yang dibuktikan dengan penemuan pada mumi

dan penyakit ini sudah ada kitab pengobatan Cina “ pen tsao” sekitar

5000 tahun yang lalu. Pada tahun 1882 ilmuwan Robert Koch

berhasilmenemukan kuman tuberkulosis yang merupakan penyebab

penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal

dengan namamycobacterium tuberculosis (Widoyono, 2008).

Sebagian besar kuman TB menyerang paru(TB paru), tetapi

dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh. Tuberkulosis

paru merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting.

Meningkatnya kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun diperkirakan kasus

TBC menjadi bertambah (remeerging disease) (Widoyono, 2008).

9
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan penyakit TBC dan

merupakan patogen manusia yang sangat penting (Jawets et al., 2008).

Kuman ini non motil, non spora, dan tidak berkapsul (Palomina et al.,

2007).

Berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air

mendidih (5 menit pada suhu 80oC, dan 20 menit pada suhu 60o C), dan

mudah mati apabila terkena sinar ultraviolet (Alsagaf dan Mukti, 2008).

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas lipid, kemudian

peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman

lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri

tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan

kimia dan fisis (Sudoyo, 2006).

Dapat tahan hidup di udara kering maupun dalam keadaan

dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Ini dapat

terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Sifat dormant

ini kuman tuberkulosis suatu saat dimanakeadaanmemungkinkan untuk

berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali (Hiswani (2004) dalam

Firdaus (2012)).

2.2.2 Etiologi

Penyebab penyakit tuberkulosis adalah mycobacterium

tuberculosisdan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai

ukuran 0.5-4 mikron x 0.3-0.6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus

atau agak bengkok, bergranuler atau tidak mempunyai selubung, tetapi

mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam

mikolat).

10
Bakteri TBC mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan

terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut

basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.

Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin,

bersifat dorman dan anaerob. Bakteri TBC mati pada pemanasan 1000C

selama 5-10 menit atau pemanasan 600C selama 30 menit, dan dengan

alkohol 70-95% selama 15-24 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di

udara terutama ditempat yang gelap dan lembab (dapat berbulan-bulan),

tetapi tidak tahan tahan terhadap sinar dan aliran udara (Widoyono,

2008).

2.2.3 Cara Penularan

TBC ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita

TBC). Ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara atau

meludah, mereka memercikkan kumanTBCataubacillikeudara. Pada

Umumnyadropletyanginfeksiusdapatbertahandalambeberapajamsampai

beberapa hari sampai akhirnya ditiup angin. Infeksi terjadi bila jika

seseorang menghirup droplet yang mengandung kumanTBCdan

akhirnya sampai di alveoli. Respon imun terbentuk 2-10 minggu setelah

terinfeksi. Sejumlah kuman akan tetap dorman bertahun-tahun yang

disebut infeksi laten (Kemenkes, 2012).

Ketika penderita batuk,bersin, atau berbicara saat berhadapan

dengan orang lain , basil tuberkulosis tersembur dan dan terhisap dan

terhisap pada paru orang sehat masa inkubasinya selama 3-6 bulan

(Widoyono, 2008).

11
Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui

pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru

kebagiantubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem

saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsungkebagian-

bagiantubuhlainnya(Kemenkes, 2012).

Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas

paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor

genetik dan faktor penjamu lainnya. Resiko tertinggi berkembangnya

penyakit pada yaitu pada anak berusia di bawah 3 tahun, resiko rendah

pada masa kanak-kanak dan meningkat lagi pada masa ramaja,dewasa

muda dan usia lanjut.

Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran

pernafasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran

darah, pembuluh limfe atau langsung menyebar ke organ terdekatnya.

Setiap satu BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan

sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain,sehingga kemungkinan

setiap kontak untuk menularkan TBC adalah 17%. Hasil studi lainnya

melaporkan bahwa kontak terdekat (keluarga serumah) akan dua kali

lebih beresiko dibanding kontak biasa (tidak serumah)

(Widoyono,2008).

Seorang penderita dengan BTA positif yang derajat positinya

tinggi berpotensi menularkan penyakit ini . Sebaliknya penderita

dengan BTA negatif dianggap tidak menularkan. Angka resiko

penularan infeksiTBC di Amerika Serikatadalah 10/10.000 populasi.

12
2.2.4 Gejala dan tanda tuberculosis

Untuk mengetahui tentang penderita tuberkulosis dapat dikenali

melalui tanda dan gejala. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka

penderita tuberkulosis paru apabila ditemukan gejala klinis utama

(cardinal simptom) pada diri si penderita. Adapun gejala utama pada

tersangka TBC adalah batuk berdahak selama 2- 3 minggu atau lebih,

batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas,nyeri dada, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam

hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu

bulan (Widoyono, 2008).

2.2.5 Diagnosis Tuberculosis(TBC)

Untuk menegakkan diagnosa penyakit tuberkulosis dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan

lainnya dilakukan dengan pemeriksaan kultur bakteri, tetapi hasilnya

lama dan biya mahal.

Metode pemeriksaan dahak sewaktu-pagi- sewaktu (SPS)

dengan pemeriksaan mikroskopis mebutuhkan kurang lebih 5 ml dahak

dan biasanya menggunakan pewarnaan panas dengan metode Ziehl

Neelsen (ZN) atau pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet menurut Tan

Thiam Hok. Apabila dari dua pemeriksaan didapatkan BTA positif,

maka pasien dinyatakan positif mengidap tuberkulosis paru

(Widoyono,2008).

Pada program TB nasional,penemuan BTA melalui pemeriksaan

dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain

seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan


13
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosisTBChanya berdasarkan pemeriksaan

foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran

yangkhaspadaTBparu,sehinggaseringterjadioverdiagnosis. Gambaran

kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit

(Kemenkes, 2012).

2.2.6 Tatalaksana Tuberculosis

Setelah diagnosa ditegakkan, petugas pengelola TB segera

menyiapkan 1 paket OAT (Obat Anti Tuberkulosis) untuk 1 pasien

sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan pada penderita

tuberkulosis dewasa dibagi menjadi beberapa kategori:

1. Kategori-1(2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),

Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan

setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).

Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari

Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam

seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:

a. Penderita baru TB Paru BTA positif

b. Penderita TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang

“sakit berat”.

c. Penderita TB Ekstra Paru Berat

2. Kategori-2(2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan. Dua bulan pertama dengan

Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E)

dan suntikan streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan

dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin(R),

14
Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari,

Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan

HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan

bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai

minum obat. Obat ini diberikan untuk:

a. Penderita kambuh(relaps)

b. Penderita gagal (failure)

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (afterdefault)

3. OAT Sisipan

Akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan

kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan

kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan

obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 28 hari.

4. Kategori-Anak (2HRZ/4(HR)

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien TB anak . Pengobatan TB

anak dalam waktu 6 bulan yang diberikan setiap hari, baik pada

tahap awal maupun lanjutan , dosis obat harus disesuaikan dengan

berat badan anak (Kemenkes,2012).

2.2.7 Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pengobatan ada 5 macam evaluasi yaitu

1. EvaluasiKlinis

a. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama,

pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan.

b. Evaluasi: respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping

obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.

c. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan

fisik.
15
2. Evaluasi Bakteriologis (0-2-6/9 bulan pengobatan)

a. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.

b. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis yaitu

Sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan

(setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan.

c. Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji

resistensi.

3. Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

a. Sebelum pengobatan

b. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga

dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan

pengobatan).

c. Pada akhir pengobatan.

4. Evaluasi efek samping secara klinis

Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping,

maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya

dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.

5. Evaluasi keteraturan berobat

Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan

berobat dan diminum/tidaknya obat tersebut. Ketidakteraturan

berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

(PDPI(2006) dalam Puri 2012).

16
2.2.8 Kriteria Keberhasilan Menurut SPM (Standar Pelayanan Minimal)

Pelayanan Kesehatan Orang dengan Tuberkulosis (TB)

a. Pernyataan Standar

Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar.

Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban untuk memberikan

pelayanan kesehatan sesuai standar kepada seluruh orang dengan TB

sebagai upaya pencegahan di wilayah kerjanya.

b. Pengertian

1) Pelayanan Tuberkulosis Sesuai Standar adalah pelayanan kesehatan

diberikan kepada seluruh orang dengan TB yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan sesuai kewenangannya di FKTP (puskesmas dan

jaringannya) dan di FKTL baik pemerintah maupun swasta

2) Pelayanan yang diberikan sesuai Pedoman Penanggulangan TB yang

berlaku antara lain :

- Penegakan diagnosis TB dilakukan secara bakteriologis dan klinis

serta dapat didukung dengan pemeriksaan penunjang lainnya.

- Dilakukan pemeriksaan pemantauan kemajuan pengobatan pada

akhir pengobatan intensif, bulan ke 5 dan akhir pengobatan.

- Pengobatan dengan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

dengan panduan OAT standar.

3) Gejala Utama TB adalah batuk selama 2 minggu atau lebih. Batuk

dapat diikuti dengan dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,

badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

berkeringat malam hari tanpa aktifitas fisik dan badan meriang lebih

dari satu bulan.

17
4) Kegiatan Promotif dan preventif antara lain penemuan kasus secara

dini, penemuan kasus secara aktif, pemberian KIE untuk pencegahan

penularan dengan penerapan etika batuk, pengendalian faktor risiko

dan pemberian obat pencegahan

5) Prinsip pelayanan TB adalah penemuan orang dengan TB sedini

mungkin, ditatalaksana sesuai standar sekaligus pemantauan hingga

sembuh atau “TOSS TB” (Temukan, Obati Sampai Sembuh).

c. Definisi Operasional Capaian Kinerja

Capaian kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam memberikan

pelayanan orang dengan TB dinilai dari persentase jumlah orang yang

mendapatkan pelayanan TB sesuai standar di wilayah kerjanya dalam

kurun waktu satu tahun.

d. Rumus Perhitungan Kinerja

Jumlah orang yang mendapatkan pelayanan


TB sesuai standar dalam kurun waktu satu
tahun
= Jumlah orang dengan TB yang x100 %
ada di wilayah kerja pada kurun waktu satu

tahun yang sama

e. Contoh Penghitungan

Jumlah orang dengan TB di Kabupaten “K” pada tahun 2015 sebanyak 100

orang.Jumlah orang TB yang mendapatkan pelayanan Tuberkulosis sesuai

standarsebanyak 100 orang.Capaian kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten

“K” dalam memberikan pelayanan TB Paru sesuai standar pada orang TB

adalah 100/100 x 100% = 100%.

18
f. Target

Capaian kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam upaya

Pelayanan Tuberkulosis terhadap orang dengan TB adalah 100%, dengan

kriteria Capaian Kinerja ≥ 80% dikategorikan tercapai 100%.

g. Langkah-langkah Kegiatan

1) Peningkatan Kapasitas SDM TB

2) Promosi/Penyuluhan dan Penyediaan Media KIE TB

3) Pelayanan dan pemeriksaan TB dalam gedung dan luar gedung

4) Rujukan kasus TB dengan penyulit termasuk TB resistan Obat kepada fasilitas

kesehatan tingkat lanjut

5) Jejaring dan kemitraan pelayanan TB

6) Pemantapan mutu layanan labotatorium TB untuk penegakan diagnosis TB

7) Pencatatan dan pelaporan TB melalui penyediaan Formulir pencatatan dan

pelaporan

h. Monitoring dan Evaluasi

1) Register TB (TB 06 UPK) di Puskesmas dan RS.

2) Register TB (TB 03 UPK) di Puskesmas dan RS.

3) Register TB Kabupaten/ Kota (TB 03) di Dinkes Kabupaten/Kota.

4) Laporan triwulan TB Puskesmas.

5) Laporan triwulan Penemuan kasus (TB 07) di Dinkes Kabupaten/Kota.

i.Sumber Daya Manusia

1) Dokter yang terlatih Program TB;

2) Perawat yang terlatih Program TB;

3) Pranata Laboratorium kesehatan yang terlatih Mikroskopis TB dan atau Test

Cepat Molekuler (TCM);

19
4) Bidan yang terlatih untuk menskrining gejala TB anak;

5) Bidan di Poli anak RS yang terlatih untuk melakukan skrining gejala TB anak;

6) Petugas Program TB di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

j.Referensi

1) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/MENKES/SK/V/2009 tentang

Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB).

2) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/305/2014 tentang

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis.

3) Panduan Praktik Klinik bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer,

IDI, Edisi I, 2013.

4) Panduan Diagnosis TB Anak dengan Sistem Scoring, Kemenkes, IDAI, 2011.

2.2.9 Pengawas Menelan Obat

Pengawas menelan obat (PMO) adalah seseorang yang membantu

pemantauan pasien selama masa pengobatan hingga sembuh. Pasien

memerlukan pemantauan secara ketat dan rutin untuk melihat reaksi

terhadap obat yang diberikan dan untuk mengetahui efek samping

pengobatan. Untuk mendapatkan kepatuhan yang tinggi dalam

pengobatan diperlukan seorang PMO untuk memantau pengobatan dan

mengingatkan pemeriksaan yang dilakukan (Kemenkes, 2012).

Pengawas menelan obat (PMO) adalah seseorang yang ditunjuk dan

dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita dalam meminum

obat secara teratur dan tutas, PMO bisa berasal dari keluarga, tetangga,

kader, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan (Krisnawati (2010)

dalam Novita (2012).

20
Melihat kedua pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan

bahwa pengawas menelan obat (PMO) adalah seseorang yang

membantu pemantauan pasien selama masa pengobatan hingga

sembuh, PMO bisa berasal dari keluarga, tetangga, kader, tokoh

masyarakat atau petugas kesehatan. Adapun peran PMO adalah sebagai

berikut:

1. Memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal hingga

sembuh

2. Mendampingi pasien pada saat kunjungan ke puskesmas dan

memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat menjalani

pengobatan secara lengkap dan teratur

3. Mengingatkan pasien datang ke puskesmas untuk mendapatkan

pengobatan.

4. Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping obat dan

menghubungi unit pelayanan kesehatan,

5. Memberikan penyuluhan kepada pasien atau orang yang tinggal

serumah tentang penyakit kusta (Kemenkes,2012).

21
2.3 Kerangka Teori

Tuberkulosis

Pengobatan Obat Anti


Tuberkulosis

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuanPMO:
1. Pendidikan
2. Sosialekonomi

Tingkat Keberhasilan
Kesembuhan Penderita
Tuberkulosis
1. Berhasil
2. TidakBerhasil

Karakter Penderita:
Jenis kelamin, Umur ,
Suku/etnik, Pendidikan,
Pekerjaan, Status

Gambar1.Kerangka Teori

22
2.4 Kerangka Konsep

VariabelBebas Variabel Terikat


Tingkat
pengetahuan
pengawas Keberhasilan
menelan obat pengobatan tuberkulosis
(PMO) tentang
penyakit
tuberkulosis

Gambar 2. Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis Penelitian

Ha : Ada hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO)

dengankeberhasilan pengobatan tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas

Kota Manna.

Ho : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat

(PMO) dengankeberhasilan pengobatan tuberkulosis di wilayah kerja

Puskesmas Kota Manna.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan DesainPenelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Menurut

Riyanto (2010), disebutkan bahwa penelitian cross sectional adalah suatu

penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko (independen)

dengan faktor efek (dependen) dimana melakukan observasi/pengukuran

variabel sekali dan sekaliguspada waktu yang sama. Arti dari “sekali dan

sekaligus” tidak berarti semua responden di ukur dan diamati pada saat yang

bersamaan, tetapi artinya dalam penelitian cross sectional setiap responden

hanya hanya di observasi satu kali saja dan pengukuran variabel responden

dilakukan pada saat pengamatan/pengukuran tersebut, kemudian penelititidak

melakukan tindak lanjut. Pada penelitian ini, dalam sekali waktu peneliti

menyebarkan kuisioner pada pengawas menelan obat (PMO) pasien TB di

wilayah kerja Puskesmas Kota Manna.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,

2010). Jumlah pasien TB di wilayah Puskesmas Kota Manna tahun 2019

adalah 34 orang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengawas

menelan obat (PMO) pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna.

24
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki dari

populasi. Untuk mendapatkan data sesuai dengan fokus penelitian ini, maka

peneliti menentukan sampel penelitian dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

a. Pasien TB sudah melakukan pengobatan selama 6bulan.

b. Setiap pasien diambil 1 PMO yang bisa membaca danmenulis.

c. PMO berada pada wilayah kerja Puskesmas Kota Manna saat dilakukan

penelitian.

Adapun kriteria eksklusi adalah sebagai berikut:

a. PMO TB yang tidak bersedia menjadiresponden.

b. Pasien berada diluar wilayah kerja Puskesmas Kota Mannasaat dilakukan

penelitian.

Jumlah yang sesuai dengan kriteria inklusi adalah 34 responden.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna

pada bulan februari 2020

3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan SkalaPengukuran

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan

pengawas menelan obat tentang penyakit tuberkulosis. Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah keberhasilan pengobatan tuberculosis di wilayah

kerja Puskesmas Kota Manna.

25
No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Parameter
Operasional
1. Tingkat Hasil Kuisioner Ordinal Pengetahuan baik
Pengetahuan Pengetahuan jika skor 76 %-
pengawas Seseorang 100%.
menelan pengawas
obat menelan obat Pengetahuan cukup
Terhadap jika skor 56%-75%.
penyakit
TBC dicakup Pengetahuan kurang
dalam jika skor <56%
domain (Arikunto (2006)
kognitif dalam Wawan dan
Dewi (2011).

2. Tingkat Ketercapaian Dokumen Nominal Berhasil: jika data


keberhasilan proses TB 01 puskesmas
pengobatan pengobatan menunjukkan
tuberculosis tuberkulosis pengobatantuntas
yang ditandai
dengan tidak Tidak berhasil: jika
munculnya data puskesmas
tanda dan menunjukkan hasil
gejala yang tidak tuntas
tuberkulosis dalam pengobatan
dan (Kemenkes,2012)
pemeriksaan
laboratorium

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

membagikan kuesioner dalam bentuk angket tertutup yang sifatnya terstruktur

dan terpimpin, sehingga pertanyaan yang diajukan pada responden sama dan

terarah dan tidak terjadi bias pada responden. Pada penelitian ini kuesioner

dibagikan pada pengetahuan petugas kesehatan dengan menjelaskan maksud

pertanyaan dan memberi kesempatan pada pengetahuan petugas kesehatan

untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti.

26
1. Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif, yang diperoleh dari
wawancara menggunakan kuesioner

2. Sumber data
a. Data primer
Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara menggunakan
kuesioner kepada responden.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Kota Manna dan instansi
terkait. Selain itu data juga diperoleh melalui studi pustaka dan data
berbasis elektronik.
3. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan
kuesioner kepada responden
4. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner

27
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dari Puskesmas Kota

Manna yang berlokasi di Jalan Veteran, Kecamatan Kota Manna,Kabupatan Bengkulu

Selatan, provinsi Bengkulu. Jenis tipe non perawatan.

4.1.2 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi

baik dari varibael independen maupun variabel dependen. Analisa univariat dilakukan

terhadap tiap variabel dalam penelitian. Tingkat pengetahuan pengawas menelan obat

tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna dari 34

responden dapat lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden


BerdasarkanPengetahuanpengawas menelan obat tentang
penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kota
Manna.

No Pengetahuan Jumlah responden Presentase


(%)
1 Baik 26 76
2 Cukup 4 12
3 Kurang 4 12
Total 34 100

Tabel 4.1 menunjukkan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat

tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kota

Manna. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan

petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja

Puskesmas Kota Mannapaling banyak adalah tingkat pengetahuan baik yaitu

sebanyak 26 responden (76%).

28
Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di

wilayah kerja Puskesmas Kota Mannadari 34 responden dapat lihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat


keberhasilan pengobatan tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja
Puskesmas Kota Manna.

No Tingkat Keberhasilan Jumlah responden Presentase (%)


Pengobatan
1 Berhasil 30 88
2 Tidak Berhasil 4 12
Total 34 100

Tabel 4.2 menunjukkan tingkat keberhasilan pengobatan

tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna. Dari hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas Kota Manna paling banyak adalah berhasil yaitu

sebanyak 30 responden (88%).

4.1.3 Analisis Bivariat

Analisa yang dilakukan untuk mengetahui jawaban dari hipotesa

penelitian yang diajukan adalah analisis chi-square yaitu hubungan tingkat

pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) dengan tingkat keberhasilan

pengobatan tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna.

Hasil analisis data adalah sebagai berikut.

Tabel 4.6 Analisa hubungan tingkat pengetahuan pengawas


menelan obat (PMO) dengan keberhasilan pengobatan
tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna.

Variabel TingkatKesembuhan X2 Kesimpulan


Berhasil TidakBerhasil
N % N %
Tingkat Baik 24 76 0 0 0,005 Signifikan
pengeta- Cukup 4 12 2 50
Huan Kurang 2 6 2 50
Total 30 100 4 100

29
Hasil uji chi square nilai p value 0.003 (nilai p<0.05) maka berdasar

nilai statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.

Jadi ada hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO)

dengan tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja

Puskesmas Kota Manna.

30
BAB V

PEMBAHASA

5.1 Karakteristik Responden.

Pada penelitian ini, jumlah sampel yang didapat sebagai responden

yang memenuhi criteria penelitian adalah sebanyak 34 orang. Karakteristik

responden yang ada merupakan responden yang hadir di Posyandu Veteran

dan telah mengisi kuesioner pretest mengenai Tb paru

5.2 Tingkat pengetahuan pengawas menelan obat tentang di wilayah

kerja Puskesmas Kota Manna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan

pengawas menelan obat (PMO) di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna

paling banyak adalah tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 26

responden (76%).Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Puri (2010)

dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Kinerja Pengawas Minum

Obat (PMO) dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi

DOTS” bahwa kinerja pengawas menelan obat paling banyak kategori

baik yaitu 37 orang (74%). Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa

tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman,

sumber informasi, lingkungan budaya dan, social ekonomi.

Peran pengawas menelan obat meliputi sebagai berikut:

memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal hingga sembuh,

mendampingi pasien pada saat kunjungan ke puskesmas dan memberikan

dukungan moral kepada pasien agar dapat menjalani pengobatan secara

lengkap dan teratur.

31
Mengingatkan pasien datang ke puskesmas untuk mendapatkan

pengobatan, menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping obat

dan menghubungi unit pelayanan kesehatan, memberikan penyuluhan

kepada pasien atau orang yang tinggal serumah tentang penyakit

tuberkulosis.

5.3 Tingkat Kesembuhan penderita tuberkulosis (TBC) di wilayah

kerja Puskesmas Kota Manna.

Hasil penelitian didapatkan hasil bahwa tingkat kesembuhan pasien

tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna paling banyak

adalah kategori berhasil yaitu sebanyak 30 responden (90%). Seorang

penderita TBC dikatakan sembuh apabila dalam pemeriksaan laboratorium

dengan menunjukkan spesimen sputum negatif dan rontgen dada

menunjukan hasil gambaran tuberkulosis pasif. Selain dari hasil

pemeriksaan laboratorium, penderita tuberkulosis dikatakan sembuh jika

tanda dan gejala tuberkulosis lokal dan sistemik seperti batuk jangka lama

dan berdarah, sesak nafas, nyeri dada, keringat dingin tidak muncul

kembali setelah masa pengobatan tuntas selama 6-8bulan.

Menurut Puri (2010) menyebutkan bahwa faktor mempengaruhi

kesembuhan TB paru tidak hanya dari kinerja PMO saja melainkan dari

faktor pasien dan faktor lingkungan. Kasus penyakit TB sangat terkait

dengan faktor perilaku pasien dan lingkungan. Faktor lingkungan, sanitasi

dan higiene terutama sangat terkait dengan keberadaan kuman, dan proses

timbul serta penularannya.

32
Faktor perilaku sangat berpengaruh pada kesembuhan yang dimulai

dari perilaku hidup sehat (makan makanan yang bergizi dan seimbang,

istirahat cukup, olahraga teratur, hindari rokok, alkohol, hindari stress),

kepatuhan untuk minum obat dan pemeriksaan rutin untuk memantau

perkembangan.

Peranan petugas kesehatan juga mempengaruhi tingkat

keberhasilan pengobatan tuberkulosis. Peranan petugas kesehatan dalam

program pemberantasan tuberkulosis adalah mendeteksi pasien,

melakukan pengobatan, melakukan pengawasan langsung dan mencegah

orang lain terinfeksi (Kemenkes, 2012). Petugas kesehatan merupakan

ujung tombak dalam penemuan, pengobatan dan evaluasi penderita

maupun pelaksana administrasi program di puskesmas. Keberhasilan

dalam pengobatan tuberkulosis dipengaruhi oleh motivasi pasien untuk

sembuh, peran pengawas menelan obat dalam mengawasi pasien menelan

obat serta peran petugas kesehatan yang memberikan pengobatan

tuberkulosis secara berkesinambungan.

5.4 Analisa hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat

(PMO) dengan tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis (TBC)

di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan tingkat

pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) dengan tingkat keberhasilan

pengobatan tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna,

yang dibuktikan dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p value 0.003

(nilaip<0.05).

33
Hasil analisis tersebut sesuai dengan penelitian Puri (2010) dalam

penelitiannya yang berjudul “Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat

(PMO) dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS”

bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan pengawas

menelan obat dengan tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis.

Menurut Notoatmojo (2010) pengaruh pengetahuan terhadap

praktik/peran dapat bersifat langsung maupun melalui perantara sikap.

Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk praktik. Agar terwujudnya

sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata (praktik/peran) diperlukan

faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.

34
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah Puskesmas

Kota Manna yang dilaksanakan pada bulan februari 2020 tentang pengaruh

peranan pengawas menelan obat (PMO) dengan tingkat kesembuhan pasien

tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Kota Manna dapat ditarik

kesimpulan bahwa :

6.1.1 Tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) di wilayah

kerjaPuskesmas Kota Manna paling banyak adalah baik yaitu sebanyak

26 responden (76%).

6.1.2 Tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas

Kota Manna paling banyak adalah berhasil yaitu sebanyak 30

responden (88%).

6.1.3 Ada hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) dengan tingkat

keberhasilan pasien tuberkulosis di wilayah Puskesmas Kota Manna.

6.2 Saran

Dalam penelitian mengenai tingkat pengetahuan pengawas menelan

obat (PMO) dengan tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis, dapat

disimpulkan sebagai berikut :

6.2.1 Bagi petuga skesehatan

Petugas kesehatan harus meningkatan kemampuannya dalam

menangani masalah tuberkulosis dengan cara melanjutkan pendidikan

yang lebih tinggi atau mengikuti pelatihan tuberkulosis.

35
6.2.2 Bagi Puskesmas Kota Manna

Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo mengadakan supervisi

petugas tuberkulosis secara periodik dan memberikan reward kepada

petugas program tuberkulosis agar petugas mempunyai motivasi

memberikan penyuluhan kesehatan pada penderita tuberkulosis dan

pengawas menelan obat (PMO).

6.2.3 Bagi Pengawas Menelan Obat

Pengawas menelan obat hendaknya melakukan perannya secara

maksimal dalam mendampingi pasien tuberkulosis dalam pengobatan

tuberkulosis mulai dari mendampingi pasien dalam pengobatan

sampai memberikan penyuluhan kusta pada keluargaterdekat.

36
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta: Kompas

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka.


Jakarta.

Bakti, Martinda. 2009. “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan


Reproduksi dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa-siswi SMAN 1
Sukoharjo”. Karya Tulis Ilmiah. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Darwis dan Sudarwan, D., 2003. Metodelogi Penelitian Kebidanan. EGC. Jakarta.

Dewi dan Wawan. 2014 .Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta.

Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tekhnik Analisis Data.


Salemba Medika. Jakarta.

Kemenkes R.I. 2012 (a), Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis.


Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Jakarta.

Kemenkes R.I. 2012(b). Jejaring Program Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat


Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

Kemenkes R.I. 2012(c). Komunikasi, Informasi dan Edukasi Tuberkulosis.


Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Jakarta.

Machfoed, I. 2009. Metodelogi Penelitian. Fitramaya. Yogyakarta.

Mansjoer, Arif. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Media.
Aesculapius,Jakarta.

Maryun, Yayun. 2007. “ Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja


Petugas Program TB Paru terhadap Cakupan Penemuan Kasus Baru
BTA (+) di kota Tasik Malaya Tahun 2006”. Tesis. Program Magister
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.

Notoatmodjo, S. 2010 (a). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2010 (b). Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi).


Jakarta: Rineka Cipta.

Priyanto, D. 2009. Mandiri Belajar SPSS. Mediakom. Yogyakarta.

37
Puri, N. 2010. “Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan
Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS”. Skripsi. Tidak
diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Rahmawati, E. & Atikah, P., 2011. Perlaku Hidup Bersih dan Sehat. Nuha
Medika. Yogyakarta.

Salamah dan Suyanto. 2008. Riset Kebidanan Metodelogi dan Aplikasi. Mitra
Cendikia press. Yogyakarta.

Saryono dan Setiawan, A. 2010. Metodelogi Penelitian Kebidanan D III, D IV, S1


dan S2. Muhamedika. Yogyakarta.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Alfabeta.
Bandung.

Wahyudi, E. 2010. “Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Kader dengan


Penemuan Suspek Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon”. Tesis.
Tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Zulkani, Akhsin. 2008. Parasitologi. Muhamedika. Yogyakarta

38
Identitas Responden

No. Identitas

1. Nama

2. Umur

3. Jenis kelamin

4 Alamat

5. Pendidikan

39
A. Pengetahuan

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara melingkari jawaban menurut anda yang benar

1. Menurut anda penyakit tuberkulosis paru (TB) disebabkan oleh ?

a. Kutukan dari Tuhan

b. Adanya virus dan terpapar oleh asap kendaraan

c. Adanya kuman atau bakteri

d. Semua salah

2. Penularan penyakit tuberkulosis paru paru melalui ?

a. Udara

b. Pakaian

c. Makanan/minuman

d. Kontak kulit

3. Menurut anda penyakit tuberkulosis paru dapat menularkan kepada anggota keluarga

keluarga lain karena ?

a. Memakai pakaian keluarga anda yang terkena tuberkulosis paru

b. Berdekatan dan kontak kulit dengan keluarga anda yang terkena tuberkulosis paru

c. Berbicara dengan menggunakan masker pada penderita tuberkulosis paru

d. Terhirup percikan ludah atau dahak penderita tuberkulosis paru

4. Bagaimana pemeriksaan diagnosis pasien yang masih terduga mengidap tuberkulosis paru

sebaiknya dilakukan cara ?

a. Pemeriksaan dahak pasien dengan 3 kali (sewaktu-pagi-sewaktu)

b. Pemeriksaan rontgen saja

c. Langsung diberikan obat TB paru tanpa melakukan pemeriksaan dahak

d. B&c benar

40
5. Menurut yang anda ketahui, pengobatan untuk TB paru sebaiknya ?

a. Minum obat secara teratur selama 6 bulan untuk pasien baru dan pengobatan 8 bulan

untuk pasien kambuh, gagal, putus berobat sampai dinyatakan sembuh

b. Tidak boleh berhenti sebelum pengobatan selesai

c. Boleh berhenti apabila obat tidak tersedia

d. A & B benar

6. Menurut anda apakah tujuan dari pengobatan Tb paru ?

a. Menyembuhkan pasien Tb paru

b. Mencegah kematian akibat Tb paru

c. Dapat menularkan kepada orang lain

d. A & b benar

7. Berapa lama pengobatan Tb yg harus anda jalani agar bisa sembuh dari penyakit?

a. 2 bulan

b. 4 bulan

c. 6 bulan dan 8 bulan untuk pasien kambuh, gagal dan putus berobat

d. Semua benar

8. Pasien dengan menjalani pengobatan TB minimal selama 6 bulan dikategorikan sebagai ?

a. Pasien baru

b. Pasien gagal

c. Pasien putus berobat

d. Pasien kambuh

9. Menurut anda, apa yang anda lakukan jika anda sudah berhasil pengobatan dari penyakit TB

paru agar tidak tertular kembali ?

a. Menjaga kondisi fisik rumah dan lingkungan sekitarnya tetap bersih dan terkena cahaya

sinar matahari

b. Tidak memakai masker saat berkomunikasi dengan pasien Tb

c. Menjaga kondisi fisik tubuh agar tetap sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat

d. A & C benar
41
10.Sebelumnya pada masa menjalani pengobatan, menurut anda selain minum obat secara

teratur dan lengkap agar cepat sembuh, sebaiknya apa lagi yang seharusnya dilakukan ?

a. Banyak istirahat terutama di tempat yang sejuk tidak terkena sinar matahari

b. Tetap merokok bila anda perokok

c. Makan-makanan bergizi

d. Banyak istirahat terutama ditempat dengan ventililasi baik terkena sinar matahari, makan

teratur, yang sehat dan bergizi

42

Anda mungkin juga menyukai