TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anestesi
2.1.1. Definisi
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum
ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua
sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran
juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang
heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir
sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan
secara intravena. Obat anastesi umum yang diberikan secara inhalasi (gas dan
cairan yang mudah menguap) yang terpenting di antaranya adalah N2O, halotan,
enfluran, metoksifluran, dan isofluran. Obat anastesi umum yang digunakan secara
intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-analgesik, senyawa alkaloid lain dan
molekul sejenis, dan beberapa obat khusus seperti ketamin. (Munaf, 2008).
Dalam tesis Nainggolan (2011), untuk menentukan prognosis ASA
(American Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi berdasarkan status
fisik pasien pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori
sebagai berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan
operasi. ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter
dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan lekositosis
dan febris. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diaktibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi
dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium. ASA
4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehiduannya. ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun
dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani dan syok
hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan
Tahap
Nama
Keterangan
Analgesia
korteks
mental,
serebri.
eksitasi,
atau
Prosedur
pembedahan
biasanya
Halotan
Enfluran
Isofluran
Sevofluran
Sevofluran merupakan fluorokarbon dengan bau yang tidak begitu
menyengat, dan tidak begitu mengiritasi saluran napas, serta absorpsinya cepat.
Indikasi klinik: sebagai anestesi umum untuk melewati stadium 2 dan untuk
pemeliharaan umum(Munaf, 2008).
Tabel 2.2. Obat Sevofluran
Obat
Aritmia
Sensitivitas
terhadap
katekolamin
Curah
jantung
Tekanan Refleks
Darah
Respirasi
Toksisitas
pada
Hepar
+++
Halotan
+
Enflura
n
-
Obat
Natrium
tiopental
Waktu induksi
Cepat
Pertimbangan Pemakaian
Masa kerja singkat. Dipakai untuk
induksi cepat pada anestesi umum.
Membuat pasien tetap hangat, karena
dapat terjadi tremor. Dapat menekan
pusat pernapasan dan mungkin
diperlukan bantuan ventilasi
Cepat
Dipakai untuk induksi anestesi dan
Natrium
anestesi untuk terapi elektrosyok
Tiamilal
Sedang sampai cepat
Sering digunakan bersama anaestesi
Droperidol
umum. Dapat juga dipaki sebagai obat
preanestetik
Ketamin
Cepat
Dipakai untuk pembedahan jangka
singkat
atau
untuk
induksi
Hidroklorida
pembedahan. Obat ini meningkatkan
salivasi, tekanan darah, dan denyut
jantung
Sumber: Omoigui, S., 2009. Buku Saku Obat-Obatan. Edisi 11. Jakarta: EGC.
2.1.6. Anestesi Gas
Tabel 2.4. Anestesi Gas
Obat
Waktu Induksi
Pertimbangan pemakaian
Nitrous
Sangat cepat
oksida
diberikan
bersama-sama
Sumber: Omoigui, S., 2009. Buku Saku Obat-Obatan. Edisi 11. Jakarta: EGC.
2.1.7. Penggolongan Muscle Relaxant
Analgesia adalah hilangnya sensasi nyeri. Relaksan otot adalah obat yang
mengurangi ketegangan otot dengan bekerja pada saraf yang menuju otot (misalnya
kurare, suksinilkolin) (Grace, 2006). Berdasarkan perbedaan mekanisme kerja dan
durasi kerjanya' obat-obat pelumpuh otot dapat dibagi menjadi obat pelumpuh otot
depolarisasi (meniru aksi asetilkolin) dan obat pelumpuh otot nondepolarisasi
(mengganggu kerja asetilkolin). Obat pelumpuh otot nondepolarisasi dibagi
menjadi 3 grup lagi yaitu obat kerja lama' sedang' dan singkat. Obat-obat pelumpuh
otot dapat berupa senyawa benzilisokuinolin atau aminosteroid. Obat- obat
pelumpuh otot membentuk blokade saraf-otot fase I depolarisasi' blokade saraf-otot
fase II depolarisasi atau nondepolarisasi (Rachmat, et al., 2004).
2.1.7.1 Muscle Relaxant Golongan Depolarizing
Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah sinaps
tidak dirusak dengan asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama
menyebabkan terjadinya depolarisasi yang ditandai dengan fasikulasi yang diikuti
relaksasi otot lurik. Termasuk golongan ini adalah suksinilkolin (diasetil-kolin) dan
dekametonium. Didalam vena, suksinil kolin dimetabolisme oleh kolinesterase
plasma,pseudokolinesterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti kolinesterase
(prostigmin) dikontraindikasikan karena menghambat kerja pseudokolinesterase
(Mangku, 2010).
A. Suksinilkolin (diasetilkolin, suxamethonium)
Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang bergabung. obat ini
memiliki onset yang cepat (30-60 detik) dan duration of action yang pendek (kurang
dari 10 menit). Ketika suksinilkolin memasuki sirkulasi, sebagian besar
dimetabolisme oleh pseudokolinesterase menjadi suksinilmonokolin. Proses ini
sangat efisien, sehingga hanya fraksi kecil dari dosis yang dinjeksikan yang
mencapaineuromuscular junction. Duration of action akan memanjang pada dosis
besar atau dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya level
pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan pada
kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada beberapa
Dosis
Awal
Rumatan
(mg/kg)
(mg/kg)
Durasi
Efek Samping
(menit)
0.40
2. Pankuronium
0.60
3. Metakurin
0.08
4. Pipekuronium
0.12
5. Doksakurium
0.20 -
6. Alkurium
0.40
0.05
0.12
0.02
0.08
0.15
0.30
30
0.10
0.15
0.20
0.05
0.01
0.015
0.005
0.010
0.05
60
30
60
40
60
40
Hipotensi
Vagolitik,takikardi
Hipotensi
Kardiovaskuler
stabil
Kardiovaskuler
stabil
60
Vagolitik,
45
takikardi
60
40
60
30
46
2. Atrakurium
3. Vekuronium
4. Rokuronium
5. Cistacuronium
0.5
0.5
0.6
0.1
0.1
0.015
0.2
0.02
0.6
0.10
0.1
0.15
0.15
0.02
0.20
60
Hipotensi
Aman untuk hepar
20
45
25
45
30
60
30
45
Berdasarkan lama kerja, maka pelumpuh otot non depolarisasi dibagi menjadi
kerja panjang, sedang, dan pendek:
Dosis
Dosis
Awal
Rumatan
(mg/kg)
(mg/kg)
0.20
Efek Samping
Durasi
(menit)
10
1. Mivakurium
0.25
0.05
15
2. Ropacuronium
1.5
0.3 0.5
15
2.0
30
3 10
Sumber: Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An., 2010. Buku Ajar Ilmu
Anestesi dan Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks.
a.
b.
c.
2.1.9. Analgesik
Menurut kamus perobatan Oxford (2011), obat anti nyeri bermaksud suatu
obat yang meredakan rasa nyeri. Obat anti nyeri ringan (aspirin dan parasetamol)
digunakan untuk meredakan nyeri kepala, nyeri gigi dan nyeri reumatik ringan
manakala obat anti nyeri yang lebih poten (narkotika atau opioid) seperti morfin
dan petidin hanya digunakan untuk meredakan nyeri berat memandangkan ia bisa
menimbulkan gejala dependensi dan toleransi. Sesetengah analgesik termasuk
aspirin, indometasin dan fenilbutazon bisa juga meredakan demam dan inflamasi
serta digunakan dalam kondisi rematik.
a. Jenis-Jenis Analgesik
Berdasarkan sifat farmakologisnya, obat anti nyeri (analgesika) dibagi
kepada dua kelompok yaitu analgesika perifer dan analgesika narkotika. Analgesika
perifer (non-narkotika) terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak
2.2.1. Definisi
Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting
(PONV) tidak mengenakkan bagi pasien dan potensial mengganggu penyembuhan
paska operatif. Kapur mendeskripsikan PONV sebagai the big little problem pada
pembedahan ambulatori (Maddali MM, Mathew J, 2003).
Mual adalah suatu sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang
berhubungan dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah ekspulsi dengan
tenaga penuh dari isi gaster. Stimulus yang bisa mecetuskan mual dan muntah
berasal dari olfaktori, visual, vestibular dan psikogenik. Kemoreseptor pada CTZ
memonitor level substansi di darah dan cairan serebrospial dan dan faktor faktor
lainnya juga bisa mencetuskan terjadinya PONV. Muntah diawali dengan bernafas
yang dalam, penutupan glotis dan naiknya langit langit lunak. Diafrahma lalu
berkontraksi dengan kuat dan otot otot abdominal berkontraksi untuk
2.2.2. Patofisiologi
Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata,
memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus
solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area
postrema. Rangsangan perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat muntah
dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum,ginjal, peritoneum dan genital
dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical
atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di
telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area
postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah
atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ (Ho KY, Chiu JW, 2005).
Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang
berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang
tidak nyaman (Zainumi C M). Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan
mual muntah dengan perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui
perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih (Morgan
Jr GE, Mikhail MS, Murray Mj, 2006). Sistem vestibular dapat dirangsang melalui
pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada vestibular telinga tengah
(Rahman MH, Beattie J, 2004).
Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang
tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptorreseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya
reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah
mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot
perut untuk melakukan refleks muntah (Ho KY, Chiu JW, 2005)
b. Teknik anestesi
Insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan spinal anestesi bila
dibandingkan dengan general anestesi. Pada regional anestesi dijumpai
insiden yang lebih rendah pada emesis intra dan postoperatif.
c. Faktor pembedahan :
terutama yang monoterapi. Oleh karena itu, penting untuk memberikan intervensi
pada pasien yang mungkin mengalami PONV. Bagaimanapun, pengertian
mengenai faktor resiko PONV belumlah lengkap, untuk mengerti tentang
patofisiologi dan faktor resiko PONV dipersulit oleh banyaknya faktor karena
banyaknya reseptor dan stimulus. Setidaknya ada 7 neurotransmiter yang diketahui,
serotonin, dopamine, muscarine, acetylcholine, neurokinin 1, histamine dan
opioid (Gan TJ, 2006).
2.2.4
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan farmakologikal PONV menurut Morgan Jr GE, 2006) dan
(Metoklopramide
dan
Domperidon),Phenotiazine