TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi
2.1.1 Defenisi
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum
ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua
sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran
juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang
heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir
sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan
secara intravena. Obat anastesi umum yang diberikan secara inhalasi (gas dan
cairan yang mudah menguap) yang terpenting di antaranya adalah N2O, halotan,
enfluran, metoksifluran, dan isofluran. Obat anastesi umum yang digunakan secara
fisik pasien pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori
sebagai berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan
operasi. ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter
dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan lekositosis
dan febris. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
3
diaktibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi
dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium. ASA
4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehiduannya. ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun
dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani dan syok
hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan
hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus,
dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi
4
pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya
anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola
mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai
dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot
mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular,
abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV
pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan
ini
5
4 Paralisis Tahap toksik dari anastesi. Pernafasan hilang dan
ventilasi
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik.
Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat.
tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai
pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses
ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk
menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan
ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007) menyatakan bahwa tekanan
darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau
tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri.
6
Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat
kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan darah karena
dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan ringga
dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca
pada manometer seseuai dengan tekanan dalam milimeter air raksa yang
manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan
pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial
dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20
Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan
auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat.8
corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku
(rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara
7
kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg
per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan
tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi
bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brakialis
sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik
Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa
kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah
di dalam tubuh. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa
isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal
tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua informasi
ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran cairan dan
gas) di dalam tubuh. Ginjal juga memproduksi hormon yang disebut renin. Renin
beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal
pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon seperti adrenalin dan aldosteron
juga ovari yang mensekresikan estrogen yang dapat meningkatkan tekanan darah.
8
Kelenjar tiroid atau hormon tiroksin, yang juga berperan penting dalam
Pada akhirnya tekanan darah dikontrol oleh berbagai proses fisiologis yang
berfungsi dengan baik. Jika salah satu mekanisme mengalami gangguan, maka
Tekanan darah manusia dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, sebagai berikut:
(mmHg) (mmHg)
9
Alat yang biasa digunakan oleh praktisi kesehatan untuk mengukur tekanan
darah disebut spygmmanometer atau disebut juga tensi meter. Ada tensi meter yang
menggunakan air raksa atau tensi meter digital. Ada parameter yang digunakan
2.3 Hipotensi
2.3.1 Pengertian
ketidakseimbangan antara kapasitas vaskuler darah dan volume darah atau jika
jantung terlalu lemah untuk menghasilkan tekanan darah yang dapat mendorong
darah.11
90/60 mmHg sehingga menyebabkan keluhan. Namun jika tidak terjadi keluhan
tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel
terendah yang terjadi saat ventrikel beristirahat dan mengisi ruangannya. Tekanan
diastolik.9
untuk perfusi dan oksigenasi jaringan adekuat. Hipotensi dapat primer atau
10
sekunder (misal: penurunan curah jantung, syok hipovolemik, penyakit Addison)
yang dapat mengancam jiwa karena akan terjadi penurunan aliran darah yang
mengangkut nutrisi dan oksigen pada organ vital seperti jantung dan otak.9
2.3.2 Etiologi
2. Heart rate yaitu berapa kali jantung berdenyut dalam satu menitnya.
makin lembek pembuluh darah maka tekanan darah akan semakin rendah.
5. Berdiri teralu lama terlebih dalam kondisi yang belum sarapan pagi atau
malam harinya yang kurang tidur dapat menyebabkan tekanan darah rendah.
terbuka atau luka yg terlalu dalam. Penyebab lainnya adalah kondisi lemah
11
7. Dehidrasi, yang sering disebabkan oleh muntah, diare, demam dan panas
bahkan pingsan. Jika berkepanjangan, hal ini dapat menyebabkan shock dan
hormon-imun dan memelihara suhu badan. Sistem ini terdiri dari jantung,
Jantung dianggap sebagai dua pompa paralel. Dinding jantung terdiri dari 3
lapisan:
sel mesotel.13
2.4.1 Jantung
Otot jantung bersifat antara otot lurik dan otot polos. Ia bersifat inotropik
dan bathmotropik (mudah terangsang). Sistem konduksi dimulai dari nodus sino-
atrial (SA-node) di dinding atrium kanan dekat vena kava superior. Rangsang nodus
node).13
12
Gambar sistem kardiovaskular
dari jantung ke jaringan dan kembali ke jantung. Sistem sirkulasi darah dibagi
menjadi sitem sirkulasi sistemik mengangkut darah dari jantung ke seluruh jaringan
tubuh dan dari seluruh tubuh ke jantung kembali, kecuali paru dan sistem sirkulasi
(13%) mensuplai darah dengan tekanan tinggi, atreriol (2%) mengendalikan darah
ke kapiler, kapiler (5%) mengirim oksigen dan nutrien ke jaringan, menerima hasil
diteruskan ke jantung, sistem sirkulasi paru (9%) mensuplai darah ke dan dari paru.
13
Gambar pembuluh limfe membawa cairan interstitial ke sistem vena
Dalam keadaan normal, aliran darah melalui suatu organ ditentukan oleh
kebutuhan metabolik, bukan oleh tekanan perfusi (autoregulasi). Aliran darah per
unit jaringan bervariasi dari organ ke organ baik dalam keadaan basal atau pada
perbedaan antara tekanan arteri rata-rata (MAP), tekanan vena rata-rata (MVP) dan
dipertahankan dengan mengurangi aliran darah ke kulit, otot dan visera. Sekresi
ADH (anti diuretik hormon) dan aldosteron akan menahan cairan dalam tubuh.
Penurunan perfusi lama dan berat akan menyebabkan gagal organ misalnya gagal
ginjal.13
2.4.3 Darah
Air 92%
14
Protein 7%
Albumin 60%
Globulin 35%
Fibrinogen 4%
Zat lain 1 %
Elemen-elemen (37-54%)
Eritrosit 99,9%
Leukosit
Netrofil 50-70%
Eosinofil 2-4%
Basofil <1
Limfosit 20-30%
Monosit 2-8%.13
15
menekan aktivasi simpatis menyebabkan kontraksi jantung menurun dan vasodilasi
menyebabkan bradikardia.
T1-4 menyekat saraf simpatis menyebabkan dilatasi arteri dan vena, bradikardi dan
hipotensi
menigkatkan curah jantung dan vasokontriksi perifer, naiknya tahanan perifer dan
usia lanjut dan penderita hipertensi. Tarikan suatu organ, otot mata, visera dapat
menyebabkan bradikardia.13
Tekanan darah ditentukan oleh tahanan vaskuler sistemik dan curah jantung.
Curah jantung ditentukan oleh laju nadi dan stroke volume, sementara stroke
volume sendiri dipengaruhi oleh kontraktilitas otot jantung, after load dan preload,
dimana hal ini semua berhubungan dengan venous retun. Venous return sendiri
dipengaruhi oleh gravitasi (gaya berat), tekanan intratorakal dan derajat tonus
16
hormon antidiuretik, metabolik lokal (pada jaringan dan darah), serta konsentrasi
02 dan C02.14
tersebut bertanggung jawab untuk autoregulasi terhadap aliran darah. Ada dua
Besarnya perubahan kardiovaskuler tergantung atas derajat dari tonus simpatis yang
Blok simpatis yang terbatas pada daerah thorax bagian bawah dan tengah
menurun ringan yang membatasi derajat hipotensi. Bila blokade meluas lebih
tinggi, vasodilatasi akan meningkat, dan beberapa saat kemudian kemampuan untuk
17
2.5.2 Curah Jantung
Anestesi spinal, yang hanya sampai level torakal tengah, tidak menyebabkan
perubahan yang nyata pada curah jantung asalkan posisi pasien horizontal atau head
down. Anestesi spinal yang meluas sampai ke level torakal bagian atas atau
servikal, menyebabkan pengurangan yang nyata pada curah jantung karena adanya
Arterial
resistance
Preload
Afterload
Cardiac
Output
Heart Rate
Gambar. 1
tampak pada beberapa pasien dengan anestesi spinal tinggi, hal ini kemungkinan
18
disebabkan oleh peningkatan aktifitas vagal sebagaimana terjadi selama vasovagal
Pada pasien yang tonus simpatisnya sudah dihilangkan, venous return akan
tergantung pada gaya berat dan posisi tubuh. Kontrol simpatis pada sistem
membentuk sistem tekanan darah dan merupakan proporsi yang besar dalam darah
kontrol tersebut hilang dan venous return tergantung gravitasi. Pada anggota badan
yang berada dibawah atrium kanan, pembuluh darah yang didenervasi akan dilatasi,
venous return dan curah jantung serta dengan penurunan tahanan perifer dapat
2.5.6 Kontraktilitas
inotropism atau sifat inotropiknya yang mengakibatkan penurunan pada cardiac out
put (5%).14
19
Keterangan :
PR = Peripheral resistance; HR = Heart
Rate; CO = Cardiac Output; VR = Venous
Return; C = Contractility; MAP = Mean
Arterial Pressure; NC = No Change.
Gambar. 2
Hubungan Antara Ketinggian Blok Pada Anestesi Spinal Terhadap
Perubahan Ka rdiovaskuler.14
Hipotensi adalah suatu keadaan tekanan darah yang rendah yang abnormal,
yang ditandai dengan tekanan darah sistolik yang mencapai dibawah 80 mmHg
atau 90 mmHg, atau dapat juga ditandai dengan penurunan sistolik atau MAP
20
Penyebab utama terjadinya hipotensi pada anestesi spinal adalah blokade
tonus simpatis. Blok simpatis ini akan menyebabkan terjadinya hipotensi, hal ini
Pada keadaan ini terjadi pooling darah dari jantung dan thoraks ke mesenterium,
kecepatan obat lokal anestesi ke dalam ruang subarachnoid dan meluasnya blok
simpatis. Blok yang terbatas pada dermatom lumbal dan sakral menyebabkan
sedikit atau tidak ada perubahan tekanan darah. Anestesi spinal yang meluas
sampai ke tingkat thorax tengah berakibat dalam turunnya tekanan darah yang
penurunan frekwensi jantung dan karena kotraktilitas jantung dan venous return
yang dalam.1
21
Gambar. 3 Patofisiologi Hipotensi Dan Bradikardi Pada Anestesi Spinal.2
Blokade simpatis yang terbatas pada rongga thorax tengah atau lebih rendah
vasokonstriksi pada anggota gerak atas atau dengan kata lain vasokonstriksi
22
yang terjadi diatas level dari blok, diharapkan dapat mengkompensasi terjadinya
2. Posisi Pasien
Kontrol simpatis pada sistem vena sangat penting dalam memelihara venous
postural. Vena-vena mempunyai tekanan darah dan berisi sebagian besar darah
fungsi kontrol dan venous return menjadi tergantung pada gravitasi. Jika
anggota gerak bawah lebih rendah dari atrium kanan, vena-vena dilatasi, terjadi
sequestering volume darah yang banyak (pooling vena). Penurunan venous return
23
dan curah jantung bersama-sama dengan penurunan tahanan perifer dapat
dipengaruhi oleh posisi pasien. Pasien dengan posisi head-up akan cenderung
terjadi hipotensi diakibatkan oleh venous pooling. Oleh karena itu pasien
Keterangan :
PR = Peripheral resistance; CO
No Change.
Kondisi fisik pasien yang dihubungkan dengan tonus simpatis basal, juga
24
kontraindikasi relative pada anestesi spinal. Tetapi, anestesi spinal dapat
Pasien hamil, sensitif terhadap blokade sympatis dan hipotensi. Hal ini
dikarenakan obstruksi mekanis venous return oleh uterus gravid. Pasien hamil
harus ditempatkan dengan posisi miring lateral, segera setelah induksi anestesi
spinal untuk mencegah kompresi vena cava. Demikian juga pasien dengan tumor
anestesi spinal. Pasien-pasien tua dengan hipertensi dan ischemia jantung sering
menjadi hipotensi selama anestesi spinal dibanding dengan pasien - pasien muda
sehat.14
Derajat hipotensi tergantung juga pada agent anestesi spinal. Pada level
anestesi spinal. Agent tetracaine maupun bupivacaine yang hiperbarik dapat lebih
hipobarik. Hal ini dihubungkan dengan perbedaan level blok sensoris dan
simpatis. Dimana agent hiperbarik menyebar lebih jauh daripada agent isobarik
menyebabkan hipotensi adalah efek sistemik dari obat anestesi lokal itu sendiri.
25
Obat anestesi lokal tersebut mempunyai efek langsung terhadap miokardium
maupun otot polos vaskuler perifer. Semua obat anestesi mempunyai efek
inotropik negatif terhadap otot jantung. Obat anestesi lokal tetracaine maupun
Adapun beberapa faktor resiko lain terjadinya hipotensi pada anestesi spinal,
diantaranya adalah hipertensi preoperatif, usia lebih dari 40 th, obesitas, kombinasi
general anestesi dan regional anestesi, alkoholisme yang kronis, dan tekanan darah
Pemberian preloading pada pasien yang akan dilakukan anestesi spinal dengan
1 2 liter cairan intravena (kristaloid atau koloid) sudah secara luas dilakukan untuk
mencegah hipotensi pada anestesi spinal. Pemberian cairan tersebut secara rasional
dengan loading 10 20 ml/kg cairan intravena (kristaloid atau koloid) pada pasien
intravena pada pasien yang akan dilakukan anestesi spinal adalah tidak efektif. Coe
et al. dalam penelitiannya mengatakan bahwa prehidrasi pada pasien yang akan
26
dilakukan anestesi spinal tidak mempunyai efek yang signifikan dalam mencegah
terjadinya hipotensi. Hal ini juga dibenarkan oleh Buggy et al. Berbeda dengan
Arndt et al. dia mengatakan bahwa prehidrasi dapat secara signifikan menurunkan
insidensi terjadinya hipotensi, namun hanya dalam waktu 15 menit pertama setelah
pemberian preloading cairan kristaloid. Namun hal ini tergantung dari waktu
pemberian cairan tersebut. Dia mengatakan pemberian 20 ml/kg ringer laktat (RL)
sesaat setelah dilakukan anestesi spinal dapat secara efektif menurunkan frekuensi
diatas dengan pemberian placebo (RL 1 2 cc/min). Dan didapatkan hasil bahwa
disebabkan oleh karena waktu paruh kristaloid yang pendek, dimana saat mulai
tidak dapat mempertahankan venous return dan curah jantung. Berbeda dengan
pemberian kristaloid saat dilakukan anestesi spinal, ternyata cara ini lebih efektif
dalam menurunkan insidensi terjadinya hipotensi, karena dengan cara ini kristaloid
27
masih dapat memberikan volume intravaskuler tambahan (additional fluid) untuk
posisi trendelenburg, ringer laktat, dan HES 6% terhadap curah jantung setelah
anestesi spinal didapatkan bahwa ketiga cara diatas dapat mencegah terjadinya
pada saat anestesi spinal, ternyata tidak hanya dapat mencegah penurunan curah
jantung, tapi dapat meningkatkan curah jantung. Namun saat efek kristaloid mulai
mempertahankan curah jantung. Namun dari segi ekonomis koloid lebih mahal
28
dibandingkan kristaloid, dan koloid dapat menyebabkan terjadinya anafilaksis
Gambar. 7
perdebatan, karena absorbsi sistemik dan peak effect dari pemberian intramuskuler
sulit diprediksi.1
29
.Dalam penelitian yang lain juga mengatakan bahwa pemberian ephedrine 0.5
setelah preloading dengan kristaloid dapat menurunan angka kejadian hipotensi dan
seperti angina, perubahan ST segmen pada EKG dan confusion tidak didapatkan.
Penelitian ini dibatasi untuk tidak diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit
jantung iskemik dan pasien yang menggunakan bloker. Lim, et.al., mengatakan
bahwa pemberian atropine secara rutin sebagai premedikasi pada anestesi spinal
pasien-pasien dengan baseline laju nadi yang rendah maupun pasien dengan
2. Penatalaksanaan hipotensi
30
Derajat hipotensi yang membutuhkan terapi aktif masih dalam perdebatan,
hal ini disebabkan karena adanya data-data ilmiah yang menunjukkan bahwa
dasarnya. Jika terjadi hipotensi secara mendadak yang kemudian diikuti dengan
bradikardia dan nausea, hal ini mungkin disebabkan akibat vasovagal syncope.
Atropine dapat diberikan pada keadaan ini, namun tidak se-efektif bila diberikan
vasopresor.14
harus dikoreksi. Penurunan curah jantung dan venous return harus diatasi,
pemberian kristaloid sering kali berguna untuk memperbaiki venous return. Dalam
Pada pasien tanpa adanya gangguan pada target organ dan asimptomatik,
diperhatikan pada anestesi spinal. Pemberian cairan juga harus dimonitor secara
Penggunaan hanya dengan cairan intra vena tidak cukup efektif dalam
pemberian cairan intra vena membutuhkan waktu beberapa menit, sedangkan pada
31
beberapa kasus hal itu tidak cukup cepat, oleh karena itu sebagai obat pilihan utama
diberikan vasopresor.2
merupakan pilihan obat utamanya. Kombinasi dan adrenergik agonis lebih baik
dari pada agonis murni dalam menangani penurunan tekanan darah, ephedrine
merupakan obat pilihan utamanya. Dengan ephedrine curah jantung dan resistensi
trendelenburg atau dengan head down. Posisi ini tidak boleh lebih dari 20 , karena
prefusi cerebral dan dapat meningkatkan tekanan vena jugularis, dan bila ketinggian
blok pada anestesi spinal belum menetap, posisi trendelenburg dapat meningkatkan
ketinggian level blok pada pasien yang mendapatkan agen hiperbarik, yang dapat
bagian atas tubuh menggunakan bantal dibawah bahu ketika bagian bawah tubuh
32
mg IV, dan bila laju nadi sekitar 80 kali/mnt dapat diberikan phenylephrine 50
100 mcg IV, pemberian vasopresor tersebut dapat diulang setiap 2 3 mnt
bila perlu sampai tekanan darah kembali normal. Perlu dipertimbangkan juga
2. Pada pasien dengan adanya penyakit jantung dan kardiovaskuler serta penyakit
Bila terjadi penurunan tekanan darah mencapai 30 % atau lebih dan ditemukan
tidak ada respon sampai dengan 2 kali pemberian, dapat diberikan epinephrine
Dengan laju nadi 80 kali/mnt dapat diberikan phenylephrine 100 200 mcg
IV, jika tidak ada respon sampai dengan 2 kali pemberian, dapat diberikan infus
33
Gambar. 8
2.6.2 Ephedrine
meningkatkan tekanan darah, laju nadi, kontraktilitas, dan curah jantung. Ephedrine
lebih panjang, kurang poten, memiliki efek langsung maupun tidak langsung dan
dapat menstimulasi susunan saraf pusat. Efek tidak langsung dari ephedrine dapat
34
menstimulasi sentral, melepaskan norepinephrine perifer postsinaps, dan
kedua reseptor () beta untuk meningkatkan curah jantung, laju nadi, tekanan darah
antiemetik.1
10 menit atau 25 mg IM dengan durasi yang lebih panjang. Dapat pula diberikan
dalam infus, dengan dosis 25 30 mg ephedrine dalam 1 liter ringer laktat. Dosis
2.6.3 Phenylephrine
Obat ini bersifat langsung dan dominan terhadap 1-agonis reseptor, dengan
35
spinal. Dengan infus kontinyu (0.25 1 g/kg/min) dapat mempertahankan tekanan
2.6.4 Norepinephrine
arteri maupun vena, hal ini dipicu oleh stimulasi langsung pada reseptor 1 ketika
Norepinephrine dapat diberikan dengan dosis 0.1 g/kg, atau dapat dengan
g/min.1
36
BAB III
KESIMPULAN
Hipotensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah rendah dari 90/60
mmHg sehingga menyebabkan keluhan. Namun jika tidak terjadi keluhan dapat
dikatagorikan kondisi yang normal. Sedangkan Tekanan darah adalah tekanan yang
ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi
dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi
tonus simpatis. Blok simpatis ini akan menyebabkan terjadinya hipotensi, hal ini
Pada keadaan ini terjadi pooling darah dari jantung dan thoraks ke mesenterium,
kecepatan obat lokal anestesi ke dalam ruang subarachnoid dan meluasnya blok
simpatis. Blok yang terbatas pada dermatom lumbal dan sakral menyebabkan
37
sedikit atau tidak ada perubahan tekanan darah. Anestesi spinal yang meluas
sampai ke tingkat thorax tengah berakibat dalam turunnya tekanan darah yang
penurunan frekwensi jantung dan karena kotraktilitas jantung dan venous return
yang dalam.
spinal adalah bila terjadi penurunan tekanan darah mencapai 30 % atau lebih,
diberikan vasopresor, bila laju nadi sekitar 70 kali/mnt dapat diberikan ephedrine 5
10 mg IV, dan bila laju nadi sekitar 80 kali/mnt dapat diberikan phenylephrine 50
100 mcg IV, pemberian vasopresor tersebut dapat diulang setiap 2 3 mnt bila
perlu sampai tekanan darah kembali normal. Perlu dipertimbangkan juga untuk
penyakit di susunan saraf pusat yaitu bila terjadi penurunan tekanan darah mencapai
30 % atau lebih dan ditemukan adanya gejala seperti nausea vomitus, nyeri dada,
dsb. Dengan laju nadi 70 kali/mnt dapat diberikan ephedrine 10 20 mg IV, jika
tidak ada respon sampai dengan 2 kali pemberian, dapat diberikan epinephrine 8
38
16 mg IV atau infus titrasi epinephrine 0.15 0.3 mcg/kg/min. Dengan laju nadi 80
kali/mnt dapat diberikan phenylephrine 100 200 mcg IV, jika tidak ada respon
sampai dengan 2 kali pemberian, dapat diberikan infus titrasi phenylephrine 0.15
39