Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang mengambarkan


keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan
untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal
dari bahasa yunani artinya “Tidak atau tanpa” dan aesthetos “artinya persepsi atau
kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti anestesi adalah suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Anestesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan suatu keadaan depresi umum
dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pingsan.

Anestesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang menghambat
hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup.
Anatetika lokal atau zat-zat penghalang rasa setempat adalah obat yang pengunaannya
lokal merintangi secara reversibel penerusan impul-impuls saraf ke sistem saraf pusat
dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas
atau dingin.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari anestesi umum?


2. Apa saja pembagian anestesi umum, dan obat yang bersangkutan?
3. Apa pengertian dari anestesi lokak?
4. Apa saja pembagian anestesi lokal dan obat yang bersangkutan?

1
C. Tujuan

1. Memuaskan rasa ingin tahu mahasiswa mengenai Farmakologi yang


berkaitan dengan anestesi
2. Menyelesaikan Tugas kuliah yang ditempuh selama pendidikan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anestesi Umum
1. Definisi Dan Sejarah Anestesia
Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh O.W Holmes yang artinya
tidak ada rasa sakit. Anestesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu : (1) Anestesia
Lokal, yaitu hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran (2) Anestesia umum,
yaitu hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran.
Sejak dahulu sudah dikenal tindakan anestesia yang digunakan untuk
mempermudah tindakan operasi. Anestesia yang dilakukan dahulu oleh orang
Mesir menggunakan narkotik, orang cina menggukan canabis indica, dan
pemukulan kepala tongkat kayu yang menghilangkan kesadaran.
Pada Tahun 1776 ditemukan enestesik gas pertama, yaitu N 2O; snestesik gas
ini kurang efektif sehingga diusahakan mencari zat lain. Mulai tahun 1795 eter
digunakan untuk anestesia inhalasi kemudian dikembangkan menjadi anestesia
seperti yang dipakai kita sekarang.
2. Stadium Anestesi Umum
Semua zat anestetik umum menghambat SSP secara bertahap, mula-mula
fungsi yang kompleks akan di hambat dan paling akhir dihambat ialah medulla
oblongata dimana terletak posat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital. Guedel
(1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadia sedangkan stadium III
di bagi lagi dalam 4 tingkat.
a. Stadium I (analgesia), dimulai dari saat pemberian zat anestetik samapai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini penderita masih dapat mengikuti
perintah, dan rasa sakit hilang (analgesia). Pada stadium ini dapat dilakukan
tindakan pembedahan ringan seperti mencabut gigi, biopsy kelenjar dan
sebagainya.
b. Stadium II (delerium / eksitasi), di mulai dari hilangnya kesadaran sampai
permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi
dan gerakan yang tidak menurut kehendak, penderita tertawa, berteriak,

3
menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnea dan
hiperpnea, tonus otot rangka mandiri, inkontinesia urin dan alvi, muntah,
midriasis, hipertensi, takikikardi, hal ini terutama terjadi karena adanya
hambatan pada pusat hambatan. Pada stadium ini dapat terjadi kematian, karena
itu stadium ini harus cepat dilewati.
c. Stadium III (pembedahan), dimulai dengan teraturnya pernafasan spontan
hilang. Tanda yang harus di kenali ialah: (1) pernafasan yang tidak teratur pada
stadium II menghilang; pernafasan menjadi spintan dan teratur oleh karena
tidak ada pengaruh psikis, sedangkan pengontrolan kehendak hilang; (2) refleks
kelopak mata dan konjungtiva hilang, bila kelopak mata atas di angkat menutup
lagi, kelopak mata tidak berkedip bila bulu mata di sentuh; (3) kepala dapat di
gerakan ke kanan dan ke kiri dangan bebas. Bila di angkat lali di lepaskan akan
jatuh babas tanpa tahan; dan (4) gerakan bola mata yang tidak menurut
kehendak merupakan tanda spesifikasi untuk permulaan stadium III
Stadium III dibagi menjadi 4 tingkat berdasarkan tanda-tanda berikut ini:
Tingkat I : pernafasan teratur, spontan, terjadi gerakan bola mata yang tidak
menurut kehendak, miosis, pernafasan dada dan perut seimbang, belum tercapai
relaksasi otot lurik yang sempurna.
Tingkat 2 : pernafasan teratur tetapi kurang dalam di bandingkan tingkat 1, bola
mata tidak bergerak, pupil mulai melebar relaksasi otot sedang, refleks laring
hilang sehingga dapat di kerjakan intubasi
Tingkat 3 : pernafasan perut lebih nyata daripada pernafan dada karena otot
intercostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna,pupil lebih
besar tetapi belum maksimal.
Tingkat 4 : pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal
sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya
hilang.
Bila stadium III tingkat 4 sudah tercapai, harus hati-hati jangan sampai
penderita masuk dalam stadium IV; untuk mengenal keadaan ini, harus di
perhatikan sifat dan dalamnya pernafasan, lebar pupil di bandingkan dengan
keadaan normal, dan mulai meniurunnya tekanan darah.
d. Stadium IV (paralisis medula oblongata), dimulai dangan melemahnya
pernafasan perut dibandingkan stadium III tingkat 4, tekanan darah tak dapat di

4
ukur karena kolaps pembuluh darah, berhentinya denyut jantung dan dapat di
susul kematian. Pada stadium ini kelumpuhan pernafasan tidak dapat di atasi
dengan pernafasan buatan.
Dalam anesthesia di tentukan oleh ahlih anestesis berdasarkan jenis rangsangan
rasa sakit, derajat kesadaran, relaksasi otot dan sebagainya. Perangsangan rasa
sakit dibagai menjadi 3 derajat keukatan: (1) kuat, yang sewaktu pemotongan
kulit, manipulasi peritoneum, kornea, mukosa uretra terutama bila ada
peradangan; (2) sedang, yang terjadi saat manipulasi fasia, otot dan jaringan
lemak; dan (3) ringan, yang terjadi sewaktu pemotongan dan menjahit usus,
serta memotong otak.
3. Efek samping obat analgesik umum
a. Anestesi Inhalasi. Delirium bisa timbul selama induksi dan oemulihan
anestesu inhalasi walaupun telah diberikan medikasi preanestesik. Muntah yang
dapat menyebabkan aspirasi bisa terjadi sewaktu induksi atau sesudah operasi.
Enfluran dan halotan menyebabka depresi miokard yang dore related,
sedangkan isofluran N2O tidak. enfluran, isofluran dan N2O dapat menyebabkan
takikardi, sedangkan halotan tidak. aritma supraventikular biasanya dapat
diatasi kecuali bila curah jantung dan tekanan pada arteri menurun. Aritma
ventrikel sering terjadi, kecuali bla timbul hipoksia atau hiperkapnia. Halotan
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin, sehingga penggunaan
adrenalin, noradranalin, atau isoproterenol bersama halotan akan
mengakibatkan aritma ventrikel. Halotan berbahaya diberikan kepada penderita
dengan rasa khawatir berlebihan, karena pada penderita dengan rasa khawatir
berlebihan, karena pada penderita tersebut ditemukan kolamin yang tinggi.
Depresi pernapasan dapat timbul pada semua stadium anestesia dengan
anestesik inhalasi. Oleh karena itu perlu diperhatikan keadaan penderita selama
pemberia analgesik inhalasi.
Gangguan Fungsi hati ringan sering timbul pada penggunaan anestesik inhalasi,
tetapi jarang terjadi gangguan yang serius, yang mengakibatkan oliguria
reversibel karena menurunnta aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, dan ini
dapat dicegah dengan pemberian cairan yang cukup dan menghindari snestesi
yang dalam.

5
b. Anastesi Parental efek samping derivat barbiturat antara lain kantuk yang
disertai menguap, batuk, dan spasme laring. Hipotensi terjadi terutama pada
penderita hipovolemi atau penderita dengan kontraktifitas jantung yang
menurun.
Sifat anastesinya ringan karna obat segera mengalami redistribusi dari SSP.
Depresi pernapasan dan apnea dapat terjadi segera setelah suntikan IV cepat
atau dosis berlebih. Eksitasi, menggigil, delirium, rasa nyeri dapat terlihat
selama masa pemulihan. Barbirulat dapat menimbulkan porifia intermiten akut,
sehinggga dikontraindikasikan pada penderita porifia. Penyuntikan IV harus
hati-hati agar tidak terjadi ekstravasasi atau masuk kedalam arteri.
Ekstravasasidapat menimbulkan nekrosis jaringan dan gangren.
4. Cara Pemberian Anestesik
a) Cara pemberian anestesik inhalasi
Open drop method. Cara ini dapat digunakan untuk anestesik yang menguap,
peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestesik diteteskan pada
kapas diletakkan didepan hidubg penderita sehingga kadar zat anestesik yang
dihisap tidak diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesik menguap
keudara terbuka.
Semiopen drop method. Cara ini hampir sama dengan onr drop, hanya untuk
mengurangi terbuangnya zat anestesik digunakan masker. Karbondioksida yang
dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga terjadi hipoksia,udara napas yang
dikeluakan akan dikeluarkan diudara luar. Keuntungan cara ini ialah dalamnya
anestesia dapat diatur dengan memberikan kadar tertentu dari zat analgetik dan
hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2
Closed Method. Cara ini hampir sama seperti cara semiclosed, hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2 , sehingga udara
yang mengandung anestesik dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman,
dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.
Cara pemberian IV/IM. Obat yang biasa digunakan secara IB ialah tiopental,
sedangkan ketamin dapat digunakan secara IV/IM
b) Medikasi preanastesik
Tujuan medikasi preanastesik ialah untuk mengurangi kecemasan,
memperlancar induksi, mengurangi keadaan gawat anestesia, mengurangi

6
timbulnya hipersalivasi, brakikardi dan muntah sesudah atau selama anestesia.
Obat ini sebaiknya diberikan secara oral sebelum anestesi, kecuali pada
keadaan gawat misalnya pencegahan timbulnya brakikardi, diberikan atropin
IV. Pemberian morfin yang cukup dapat mengurangi penggunaan halotan 9%
dan fluroksen 20%
Golongan obat medikasi preanastesik ada 5 yaitu anelgesik narkotik, sedatif
barbiurat dan non barbiurat, antikolinergik dan penenang.
Analgesik narkotik. Morfin dengan dosis 8-10 mg diberikn secara IM untuk
mengurangi kecemasan dan ketegangan penderita terhadap operasi, mengurangi
rasa sakit, menghindari takipnea pada pemberian trikloretin dan agar anestesia
berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugian penggunaan morfin adalah
perpanjangan waktu pemulihan, menimbulkan spasme sera kolik birasis dan
ureter, kadang terjadi konstipasi, retensi urine dan depresi napas. Devirat
morfin lain yang dapat digunakan untuk medikasi preanastesik ialah meperdin
550-100 mg IM, anileridin, alfaprodin, oksimorfon dan fentanil.
Barbiturat. Biasanya digunakan untuk menimbulkan sedasi. Pentobarbital dan
sekobarbital digunakan secara oral atau IM dengan dosis 100-200 mg pada
orang dewasa dan 1mg/kg BB ada anak/bayi. Keuntungan menggunakan
barbiturat ialah tidak memperpanjang masa pemlihan dan kurang menimbulkan
reaksi yang tidak dinginkan. Golongan barbiturat jarang menimbulkan mual
atau muntah, dan hanya sedikit yang menghambat pernapasan dan sirkulasi.
Sedatif Non Barbiturat. Erinamat, glutetimid dan kloralhidrat sudah jarang
digunakan. sediaan ini digunakan bila penderita alergi terhadap Barbiturat
Antikolinergik. Penggunaan eter secara open drop menimbulkan hiperekskresi
kelenjar ludah dan bronkus sehingga dapat menggangu pernapasan pada waktu
pemberian zat anestesik. Atropin 0,4-0,4 mg IM mulai bekerja stelah 10-15
menit, menegah hiperekskresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit.
Dosis ini tidak cukup untuk mencegah perubahan kardiovaskuler karena
perangsangan parasimpatis, seperti hipotensi dan brakikardi akibat manipulasi
sinus karotikus atau pemberian berulang suksinikolin IV; keadaan ini hanya
dapat diatasi dengan pemberian ibat atropin IV.

7
Skopolamin juga baik untuk menghambat hipersekresi kelenjar ludah dan
bronkus, tetapi kurang fektif mencegah refleks brakikardi selama anestesi
terutama pada anak.efek ini lebih nyata dibanding atroin, tetapi kadang timbul
kegelisahan dan bingung sehingga skopolamin jarang digunakan untuk
medikasi preanastesik.
Obat penenang. Derivat fenotiazin digunakan karena mempunyai efek sedasi,
antiaritmia, anthistamin, dan antiemetik. Golongan obat ini biasnya
dikombinasikan dengan barbiturat atau analgesik narkotik. Obat yang sering
digunakan ialah prometazin, triflupromazin, hidroksin, dan droperidol
Golongan Benzodiazepin obat ini digunakan secara ekstensif pada medikasi
prenestesik dan pada dosis biasa tidak berpotensi dengan opiat dalam
mendepresi pernapasab. Lorazepam dapat diberikan amnesia oral atau parental
dan menimbulkan amnesia pada penderita. Obat ini menimbulkan sedasi yang
memanjang. Dosis yang diberikan 0,05 mg/kg ( maksismum 4mg)diberikan
paling sedikit 2 jam sebelum prosedur operasi, Midazolam (0,07mg/kg BB IM)
menimbulkan amnesia dengan efek samping yang sedikit. Fungsi mental
kembali normal dalam 4 jam, sehingga obat ini terpilih untuk penderita berobat
jalan atau selama anestesia lokal. Lorazepam dan midazolan kurang
menimbulkan efek kumulatif dibandingkan diazepam.
5. Obat Anestesik Umum
a) Anestetik Gas
Pada umumnya anestesi gas berpotensi rendah, sehingga hanya di gunakan
untuk induksi dan oprasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah
sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meninggi. Batas keamanan antara
efek anestesial dan efek letal cukup lebar.
Nitrogen monoksida (N 2 O=GasGelak ) , nitrogen monoksida merupakan
gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat dari pada
udara. Biasanya N2O di simpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi
dalam tabung baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir.
Anestetik ini selalu di gunakan dalam campuran dengan oksigen. Nitrogen
monoksida sukar larut dalam darah, diekskresi dalam bentuk utuh melalui paru-
paru dan sebagian kecil melalui kulit. Gas ini tidak mudah terbakar, tetapi bila

8
di kombinasikan dengan anestetik yang mudah terbakar akan memudahkan
terjadinya ledakan misalnya campuran eter dengan N 2 O .
Potensi anestetik N 2 O kurang kuat tetapi stadium induksi dilewati dengan
cepat, karena kelarutannya yang buruk dalam darah. Dengan perbandingan
N2O : O2 (85: 15) stadium induksi akan cepat dilewati, tetapi
pemberiannya tidak boleh terlalu lama karena mudah terjadi hipoksia. Untuk
mempertahankan anestesi biasanya digunakan 70 % N2O (30 % O2 ),
bila di gunakan 65% N2O tanpa medikasi preanestetik penderita tidak dapat
men capai stadium II. Relaksasi otot kurang baik sehingga untuk mendapatkan
relaksasi yang cukup sering ditambah obat pelumpuh otak.
Nitrogen monoksida mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi
20% N2O dalam oksigen efeknya sepetri efek 15 mg morfin. Kadar
optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksumum ± 35%. Gas ini sering
digunakan pada partus yaitu di berikan 100% N2O pada waktu kontraksi
uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi, dan
100% O2 pada waktu relaksasi untuk mecegah terjadinya hipoksia.
Kadar N 2 O 80% hanya sedikit mendepresi kontraktilitas otot jantung
sehingga peredaran darah tidak terganggu. Efek terhadap pernafasan belum di
selidiki secara mendalam, dikatakan induksi dangan pentotal dan inhalasi
N2O menyebabkan berkurangnya respons pernafasan terhadap CO2 .
Dengan campuran N2O : O2 (65 : 35) waktu pemulihan cepat tercapai
dan tidak terjadi efek yang tidak diinginkan. Pada anestesi yang lama N2O
dapat menyebabkan mual, muntah dan lambat sadar. Gejala sisah hanya terjadi
apabila ada hipoksia atau alkalosis karena hiperventilasi.
Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan N 2 O : O2 (20 : 80), untuk
induksi N2O : O2 (70 : 30), sedangkan untuk partus digunakan berganti -
gantian N 2 O 100% dan O2 100%.
Status. Sebagai anestetik tunggal N 2 O digunakan secara intermiten untuk
mendapatkan analgesi pada persalinana dan pencabutan gigi. H2O secara
luas sebagai anestetik umum, dalam kombinasi zat lain.

9
SIKLOPROPAN merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak
berwarna, lebig berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya di
gunakan dengan close method.
Siklopropan relatif tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat
(2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume;
tingkat 2 dicapai dengan kadar 10- 20% volume tingkat 3 dicapai dengan kadar
20- 35% volume; tingkat 4 dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan
pemberian dengan kadar 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul,
diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan.
Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali
mengiritasi saluran napas. Namun depresi pernapasan ringan dapat terjadi pada
anestesia dengan siklopropan.
Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung; curah jantung dan
tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan
anestetik terpilih pada penderita syok' Siklopropan dapat menimbulkan aritmia
jantung yaitu librilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistol atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistol ventrikel dan ritme bigemini. Pemberian atropin lV
dapat menirn' bulkan ekstrasistol ventrikel, karena efek katekolamin menjadi
lebih dominan.
Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi
perdarahan waktu operasi. Siklopropan tak menimbulkan hambatan terhadap
sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah
dan delirium.
Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5 % di metabolisme
dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air.
Siklopropan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan
efek analgesik digunakan 1 - 2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapai
induksi siklopropan digunakan 25- 50% dengan oksigen sedangkan untuk dosis
penunjang digunakan 10 - 20% dengan oksigen.
b) Anestetik yang Menguap

10
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang
sama yaitu : berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sifat anestetik kuat
pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan.
Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan memperlambat terjadinya
keseimbangan dan terlewatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan
kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan
sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut.
Untuk mempercepat induksi dapat diberikan zat anestetik lain yang kerjanya
cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu,
golongan eter misalnya eter (dietileter), dan golongan hidrokarbon halogen
misalnya halotan, meloksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen.
1) Eter (Dietileter).
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau,
mengiritasi saluran napas, mudah terbakar dan mudah meledak. Di
udara terbuka eter teroksidasi menjadi peroksida dan bereaksi dengan
alkohol membentuk asetaldehid sehingga eter yang sudah terbuka
beberapa hari sebaiknya tidak digunakan lagi. Eter merupakan anestetik
yang sangat kuat (kadar minimal untuk anestetik = 1,9% volume)
sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anestesia. Sifat
analgesiknya kuat sekali; dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg %
sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.
Eter menyebabkan iritasi saluran napas dan merangsang sekresi
kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan, eter menimbulkan
salivasi, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salivasi akan dihambat
dan terjadi depresi nafas. Eter menekan kontraktilitas otot jantung, tetapi
in vivo efek ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpatis sehingga
curah jantung tidak berubah atau meninggi sedikit. Eter tidak
menyebabkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Pada anestesia
ringan, seperti halnya anestetik lain, eter menyebabkan dilatasi
pembuluh darah kulit sehingga timbul kemerahan terutama di daerah

11
muka, pada anestesia yang lebih dalam kulit menjadi lembek, pucat,
dingin dan basah. Terhadap pembuluh darah ginjal, eter menyebabkan
vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan
produksi urin secara reversibel. Sedangkan pada pembuluh darah otak,
eter menyebabkan vasodilatasi.Eter menyebabkan mual dan muntah
terutama pada waktu pemulihan, tetapi dapat pula terjadi pada waklu
induksi. lni disebabkan oleh efek sentral eter atau akibat iritasi lambung
oleh eter yang tertelan. Aktivitas saluran cerna dihambat selama dan
sesudah anestesia.
Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru, sebagian kecil diekskresi
juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi
penderita, kebutuhan dalamnya anestesia dan teknik yang digunakan.
Untuk induksi, digunakan 10 - 20% volume uap eter dalam oksigen atau
campuran oksigen dan N 2 O . Untuk dosis penunjang stadium lll,
membutuhkan 5 - 15% volume uap eter. Status. Eter ini sudah jarang
dipergunakan di negara maju tetapi di lndonesia masih dipakai secara
luas. Anestetik ini cukup aman, hanya berbau yang kurang
menyenangkan.
2) Enfluran
Ialah anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Enfluran
cepat melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan
eksitasi. Kecepatan induksi terhambat bila penderita menahan nafas atau
batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit meningkat
sehingga tidak perlu menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin.
Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskular dan
perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini eflluran diberikan dengan
kadar rendah bersama N 2 O . Enfluran menyebabkan relaksasi otot
lurik lebih baik daripada halotan, sehingga dosis obat pelumpuh otot
non-depolarisasi harus diturunkan.Enfluran kadar rendah tidak banyak
mempengaruhi sistem kardiovaskular, meskipun dapat menurunkan

12
tekanan darah dan meningkatkan frekuensi nadi. Enfluran menyebabkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin yang lebih lemah dibandingkan
dengan halotan. Namun pada beberapa kasus efek ini tidak terlihat.
Pemberian enfluran 1% bersama N2O dan O2 dengan
pengawasan terhadap ventilasi, akan menurunkan tekanan introkular dan
berguna untuk operasi mata. Kadar enfluran kurang dari 3% tidak dapai
mencegah efek obat oksitosik. Kadar 0,25 - 1,25% bersifat analgesik.
Kadar ini tidak menyebabkan perdarahan berat pasca persalinan.
Pemulihan terjadi amat cepat, sehingga perlu diberikan analgetik untuk
mencegah nyeri pascabedah.
Efek samping Enfluran bisa menyebabkan efek samping sesudah
pemulihan berupa menggigil karena hipotermi, gelisah, delirium, mual
atau muntah. Enfluran dapat menyebabkan depresi napas dengan
kecepatan ventilasi tetap atau meningkat, tidal volume dan minute
volume menurun. Enfluran bisa menyebabkan kelainan ringan fungsi
hati. Sebagian besar enfluran diekskresi dalam bentuk utuh dan hanya
−¿¿
sedikit (2-5%) yang dimetabolisasi menjadi F . lmplikasi klinik
−¿¿
biotransformasi enfluran menjadi F perlu dipelajari lebih lanjut.
−¿¿
Pada orang normal, kadar F yang terbentuk berada di bawah batas

toksik, tetapi dapat meningkat sampai batas toksik bila penderita juga
mendapat isoniazid. Enfluran membahayakan penderita penyakit ginjal.
−¿¿
Ekskresi F meningkat pada urin basa. Pada anestesia yang dalam

dan keadaan hipokapnia, enfluran dapat menyebabkan kejang tonik-


klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan tanpa
gejala sisa dengan : (1) mengganti obat anestetik; (2) melakukan
anestesia yang tidak terlalu dalam; dan (3) menurunkan ventilasi
semenit untuk mengurangi hipokapnia. Kejang pada anak timbul dengan
kadar enfluran lebih dari 4 % volume dan oksigenisasi yang kurang.

13
Enfluran jangan digunakan pada anak dengan demam berumur kurang 3
tahun.
Posologi. Untuk induksi, enfluran 2 - 4,5% dikombinasi dengan O2

atau campuran N2O - O2 , sedangkan untuk mempertahankan


anestesia diperlukan 0,5 - 3 % volume.
3) Isofluran (Forane)
Ialah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi
isofluran mirip enfluran, tetapi secara farmakologis banyak berbeda.
isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara
yang dihisap penderita karena penderita menahan napas dan batuk.
Setelah pemberian medikasi preanestetik, stadium induksi dapat
dilalui dengan lancar dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama
N2O - O2 . Yang umum digunakan untuk melewati stadium
induksi ialah obat anestetik IV. lsofluran merelaksasi otot sehingga
baik untuk melakukan intubasi. Obat pelumpuh otot nondepolarisasi
dan isofluran saling menguatkan (potensiasi) sehingga dosis
isofluran perlu dikurangi sepertiganya. Tendensi timbulnya aritmia
amat kecil, sebab isofluran tidak menyebabkan sensitisasi jantung
terhadap katekolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi
dapat dihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2 - 2 mg, atau
dosis kecil narkotik (8 - 10 mg morlin, atau 0,1 mg fentanil), sesudah
hipoksia atau hiperiermia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume
semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Ventilasi mungkin
perlu diatur untuk mendapatkan normokapnia atau hipokapnia.
lsofluran sedikit mengalami biotranslormasi menjadi asam
trilluoroasetat dan F.
Belum pernah dilaporkan adanya gangguan fungsi ginjal dan
hati sesudah penggunaan isolluran. Pada anestesia yang dalam
dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada
pemberian enfluran. lsofluran meningkatkan aliran darah otak pada
kadar lebih dari 1,1 MAC (Minimal Alveolar Concentration, kadar

14
alveoli minimal) dan mungkin meningkatkan tekanan intrakranial.
Hiperventilasi bisa menurunkan aliran darah dan tekanan
intrakranial, sebab hipokapnia yang timbul tidak menginduksi kejang
selama anestesia dengan isofluran. Keamanan isofluran pada wanita
hamil, atau waktu partus, belum terbukti. pada kadar analgesik 0,3 -
0,7 % isofluran tidak mendepresi frekuensi dan kekuatan kontraksi
otot uterus pascapersalinan. Penggunaan obat ini masih terbatas,
sehingga data toksisitas atau reaksi hipersensitivitas belum lengkap
ditemukan. penurunan kewaspadaan mental terjadi 2 - 3 jam sesudah
anestesia, tetapi tidak terjadi mual, muntah atau eksitasi sesudah
operasi. Posologi lsofluran 3- 3,5 % dalam O2 atau kombinasi
N2O - O2 biasanya digunakan untuk induksi, sedangkan kadar
0,5-3% cukup memuaskan untuk mempertahankan anestesia.
4) Halotan (Fluotan).
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah
terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen.
Halotan bereaksi dengan perak, tem_ baga, baja, magnesium,
alurninium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan,
sedangkan nikel, titanium, dan polietilen tidak sehingga pemberian obat
ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesik
halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannnya baik. Dengan
kadar yang aman diperlukan waktu 10 menit untuk induksi sehingga
untuk mempercepatnya digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar
minimal untuk anestesia ialah 0,76% volume.
Depresi nafas terjadi pada semua konsentrasi halotan yang
menimbulkan anestesia. Halotan dapat mencegah spasme laring dan
bronkus, batuk serta menghambat salivasi, sedangkan relaksasi otot
maseter baik, sehingga intubasi mudah di_ lakukan. Pernapasan buatan
harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menyebabkan dosis
halotan berlebihan. Halotan secara langsung menghambat otot jantung
dan otot polos pembuluh darah serta menurunkan aktivitas saraf

15
simpatis. Makin dalam anestesia, makin jelas turunnya kekuatan
kontraksi otot jantung, curah jantung, tekanan darah, dan resistensi
perifer. Bila kadar halotan ditingkatkan dengan cepat, maka tekanan
darah akan tidak terukur dan dapat terjadi henti jantung. Halotan
menyebabkan vasodilatasi pembuluh otot rangka dan darah otak
sehingga aliran darah ke otak dan otot bertambah.
Halotan menyebabkan bradikardi, karena aktivitas vagal yang
meningkat. Halotan menimbulkan sensilisasi jantung terhadap
katekolamin sehingga dapat terjadi aritmia jantung bila diberikan
katekolamin sewaktu inhalasi halotan. Suntikan lokal epinefrin hanya
boleh diberikan dengan syarat : (1 ) ventilasi harus cukup adekuat; (2)
kadar epinefrin yang diberikan tidak lebih dari 1 : 100.000; dan (3) dosis
orang dewasa tidak lebih dari 10 ml larutan 1 : 100.000 dalam 10 menit,
atau 30 ml dalam satu jam.
Penggunaan halotan berulang kali dapat menyebabkan kerusakan
hati yang bersitat alergi berupa nekrosis sel hati yang letaknya
sentrolobular. Gejala yang mungkin timbul ialah anoreksia, mual,
muntah dan kadang-kadang kemerahan pada kulit. Halotan menghambat
tonus miometrium, mengurangi efektivitas alkaloid ergot dan oksitosin
sehingga harus hati-hati diberikan waktu partus. Halotan berguna sekali
pada versi ekstraksi.
5) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah,
tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam
oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah.
Metoksifluran termasuk anestetik yang kuat; kadar minimal 0,16
volume % sudah dapat menyebabkan anestesia dalam tanpa hipoksia.
lnduksi terjadi lambat dan sering disertai delirium sehingga untuk
mempercepat induksi sering diberikan lebih dahulu barbiturat IV.
Depresi nafas dan relaksasi otot lebih nyata oleh metoksifluran daripada

16
oleh halotan. Sifat analgesik metoksifluran kuat, sesudah penderita
sadar sifat analgesik ini masih ada.
Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi. kelenjar
bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat
digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap katekolamin tetapi tidak sekuat klorolorm, siklopropan,
halotan atau trikloretilen. Metoksitluran bersifat hepatoksik sehingga
sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
Untuk mendapatkan efek analgesik, cukup diberikan 0,5%
metoksifluran dalam udara. Untuk induksi diperlukan kadar 1,5-3%
dengan campuran oksigen atau N2O sedikitnya 1 : 1 yang kemudian
dilanjutkan dengan dosis penunjang 0,5% Obat ini dapat diberikan
dengan cara closed method atau semiclosed method sedangkan pada
bayi dan anak juga dapat diberikan dengan caraopen drop.
6) Etilklorida.
Etilklorida ialah cairan tak berwarna sangat mudah menguap, mudah
o
terbakar dan mempunyai titik didih 12−13 C . Bila disemprotkan
pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga
rasa sakit hilang. Anestesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat
pula hilangnya. lnduksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu
pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anestesia dihentikan. Karena
itu etilklorida sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi
hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada
masker selama 30 detik. Etilklorida digunakan juga sebagai anestetik
lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku.
Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena inleksi
karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
7) Trikloretilen
Adalah cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas
seperti kloroform, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak.
lnduksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat
larut dalam darah. Elek analgesik trikloretilen cukup kuat tetapi

17
relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik, maka sering
digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O .
Untuk mendapatkan efek analgesik, cukup digunakan 0,25 - 0,75%
trikloretilen dalam udara. Sedangkan untuk anestesia umum, kadar
trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2 : 1 dengan
N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap katekolamin dan sensitisasi pernapasan pada stretch receptor.
Sifat lain trikloretilen ialah tidak mengiritasi saluran napas.
8) Fluroksen.
Fluroksen merupakan eter berhalogen, dengan sifat seperti eter mudah
terbakar, tetapi tidak mudah meledak. Fluroksen menimbulkan analgesi
yang baik, tetapi relaksasi otot sangat kurang. Untuk mencapai analgesi
diperlukan fluroksen 1,5 - 2%, untuk induksi 6 - 12% dan untuk dosis
penunjang 3-12%. Bila dikombinasi dengan N2O dan oksigen,
fluroksen cukup diberikan dengankadar 1 - 2%.
c) Anestesik Perental
Pemakaian obat anestesik intravena, dilakukan untuk : (1) induksi anestesia;
(2) Induksi dan pemeliharaan anestesi bedah singkat;(3) suplementasi hipnosis
pada anestesia atau analgesia lokal dan (4) sedasi pada beberapa tindakan
medik. Anestesia intravena ideal membutuhkan kriteria yang sulit dicapai oleh
hanya satu macam obat, yaitu : (1) cepat menghasilkan hipotesis (2)mempunyai
efek anelgesia (3) disertai oleh amnesia pascaanestesia (4) dampak yang tidak
baik mudah dihilangkan oleh ibat antagonisnya;(5) cepat dieliminasi oleh tubuh
; (6) tidak atau sedikit mendepresi fungsi restirasi dan kardiovaskuler dan (7)
pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ. Untuk
mencapai tujuan diatas kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau
cara anestesi lain. BARBITURAT. Seperti anestesik inhalasi, barbiturat
menghilangkan kesadaran dengan blokade sistem stimulasi ( perangsangan ) di
formasio retikulasi. Barbiturat menghambat pusat pernapasan dimedula
oblongata . tidal volume menurun dan kecepatan napas meninggi sewaktu
anestesia. Pernapasan abdominal akan lebih jelas bila telah terjadi penurunan

18
kontraksi otot interkostal.Barbiturat yang digunakan untuk anestesia ialah yang
termasuk barbiturat kerja sangat singkat yaitu:
1) Natrium Teopental.
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankankan
anestesia tergantung dengan BB, keadaan fisik dan penyakit yang
diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan
2.5% secara intermiten setiap 30-60 detik dengan dosis 1,5 ml untuk BB
15 kg, 3 ml untuk 30 kg, 4 ml untuk 50 kg. Natrium Tiamilal dosis
untuk induksi pada orang dewasa 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan IV
secara intermiten setiap 30-50 detik sampai efek yang diinginkan
tercapai, dosi penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan
secara terusmenerus dapat digunakan larutan 0,3%
2) Natrium Metoheksial.
Dosis induksi pada orang dewasa ialah 5-12 ml larutan 1% diberikan
secara IV dengan kecepatan 1ml/5 detik; dosis penunjang 2-4 ml larutan
1% atau bila diberikan secara terus menerus dengan dosis 0,2%.
3) Ketamin.
Larutan yang tidak berwarna, stabil pada sushu kamar dan relatif
aman. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan
curah jantung sampai ±20%, ketamin menyebabkan refleks faring dan
laring tetap normal atau sedikir meninggi, pada dosis normal anestesia
merangsang, sedangkan dengan dosis yang berlebih akan menekan
pernapasan, ketamin juga sering menimbulkan halusinasi pada orang
dewasa, Induksi ketamin diberikan secara IV dengan dosis 2mg/kg BB
(1-4.5 mg/kg BB) dalam waktu 60 detik; stadium operasi dicapai dalam
5-10 menit.untuk mempertahankan dosis dapat dilakukan dengan dosis
semula. Ketamin IM untuk diinduksi diberikan 10mg/kg BB (6.5-
13mg/kgBB) stadium operasi sampai 12-25 menit. Ketamin jika
digunakan dengan diazepam merupakan anestesi yang memuaskan
dalam penanganan Gawat Darurat
4) Droperidol dan Fentanil.
Tersedia dalam kombinasi tetap dan digunakan untuk menimbulkan
analgesia neuropeltik dan anestesia neuroleptik. Obat ini digunakan

19
bersama N2O. induksi dengan dosis 1mg/9-15kgBB diberikan perlahan-
lahan secara IV ( 1ml 1-2 menit) dan diikuti dengan N 2O dan O2 setelah
merasakan kantuk dengan dosis (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) anestesi
ini sebenarnya dapat digunakan dengan efektifitas yang tinggi namun
kesadaran akan segera kembali jika N2O dihentikan. Droperidol dan
fentanil sebenarnya dapat diberikan secara terpisah, dengan mengingat
bahwa doperidol memiliki masa kerja lama dan mula kerja lambat
dalam anestesi dengan ketentuan dosis 0,15 mg/kgBB sedangkan
fentanil dengan masa kerja pendek tapi mula kerja cepat dengan
ketentuan dosis 0,0002-0,003 mg/kg BB), induksi dilakukan secara
berurutan, masa ulang 6-8 menit untuk memperpanjang anestesi.
5) Diazepam
Obat ini dapat menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang
disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik.
Juga tidak menimbulkan potensial terhadap efe anelgesik obat narkotik.
Obat ini juga digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anestesia
regional, endoskopi dan prosedur dental, obat ini juga diutamakan atau
paling disarankan untuk penderita kardiovaskuler, efek anestesi lokal
kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa
pemulihannya lama. Diaxepan juga digunkan untuk medikasi
preanestesik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat
anestesi lokal. Dosis yang harus diinduksikan ialah 0,1 -0,5 mg /kgBB.
Pada orang sehat dosis diazepam 0,2mg/kgBB untuk medikasi
preanastestik yang diberikan brsama narkotik analgesik sudah
menyebabkan tidur. Pada penderita dengan resiko tinggi hanya
dibutuhkan 0,1-0,2 mg/kgBB. Untuk sedasi basal, penambah 2,5 mg
diazepam tiap 30 detik diberikan sampai penderita tidur ringan atau
terjadi nistagmus, ptosis atau gangguan bicara. Umumnya
membutuhkan 5-30 mg untuk sedasi ini. Diazepam biasanya digunakan
untuk medikasi preanestesi atau anestesi mandiri. Diazepam
dimetabolisme menjadi metabolit yang aktif. Masa paruhnya bertambah

20
panjang dengan meningkatnya usia, pada usia 20 Tahun kira-kira 20
jam, dan kira-kira 90 jam pada usia 80 Tahun . bersihan plasma hampir
konstan ( 20-32 ml/menit), karena itu pemberian diazepam jangka lama
tidak memerlukan koreksi dosis. Volume distribusi pada steady state
1,1/kg
Efek nonterapi, pemberian diazepam IV untuk mendapatkan sedasi,
tidur, dan amnesia antegrograd tidak menurunkan tekanan arteri atau
curah jantung; hanya dapat terjadi takikardi sedang dan depresi napas
ringan. Pernah dilaporkan terjadinya kegagalan sirkulasi dan henti
napas pada sseorang dewasa sehat yang mendapatkan 20 mg diazepam
IV secara cepat. Henti napas juga pernahdilaporkan selama anestesia,
terutama bila diazepamdiberikan bersama narkotik analgesik
sebagaimedikasi preanestetik. Flebitis dan trombosi sering terjadi pada
penyuntikan lV, juga rasa nyeri bila disuntikan pada vena kecil,
sedangkan pemberian intra-arteri dapat menimbulkan nekrosis jaringan
sehingga tidak dianjurkan. Suntikan diazepam lV sebaiknya tidak
dicampur dengan larutan obat lain. Diazepam disuntikkan pada seiang
inlus dekat vena sementara inlus tetap mengalir untuk mencegah rasa
terbakar akibat suntikan dan mengurangi kemungkinan trombosis
Karena diazepam tidak mempunyai efek analgesik pemberian anestetik
lokal akan membantu prosedur anestesia pada beberapa penderita
(misalnya sebelum endoskopi).
6) Etomidat.
Ialah anestetik non barbiturat yang terutama digunakan untuk induksi
anestesia. Obat ini tidak berefek analgesik tetapi dapat digunakan untuk
anestesia dengan teknik infus secara terus menerus bersama lentanil
atau secara intermiten. Selama induksi, etomidat mempunyai efek
minimal terhadap sistem kardiovaskular dan pernapasan.Etomidat tidak
menimbulkan pelepasan histamin. Dosis induksi etomidat menurunkan
curah jantung,dan tekanan arteri serta meninikatkan frekuensi denyut
jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkan aliran darah otak (35-

21
50%), kecepatan metabolisme otak, dan tekanan intrakranial; sehingga
anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf. Dosis induksi etomidat
ialah 0,3 mg/kg BB, dan dalam waktu satu menit penderita sudah tidak
sadar.
Efek Samping. Etomidat menyebabkan rasa nyeri di tempat suntik
yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau
diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin. Selama
induksi dengan etomidat tanpa medikasi preanestetik dapat terjadi
gerakan otot spontan pada 60% penderita. Efek ini dihilangkan dengan
pemberian narkotik, sehingga narkotik dianjurkan untuk diberikan
sebagai medikasi preanestetik, kadang juga terjadi apnea ringan sekitar
15-20 detik pada orang yang sudah Tua
7) Profol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik lV lain. Zat ini
berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%.
Efek anestetik umum. Pemberian intravena profonol (2 mg/kg)
menginduksi anestesi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang-
kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan plebitis
atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol
yang berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi
lain.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi
efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan
curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan instubasi
trakea. , biasanya setelah diberikan profol IV akan terjadi depresi
pernapasan sampai apnea selama 30 detik. Hal ini diperkuat dengan
premedikasi dengan opiat. Yang perlu diingat profol tidak merusak
fungsi hati dan ginjal, aliran darah keotak, metabolisme otak dan
tekanan intrakarnial menurun. Dan dilaporkan adanya kejang atau
gerakan involunter selama induksi.

B. Anestasi Lokal

22
1. Pengertian
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan
secra lokal pada jarngan saraf dengan kadar yang cukup. Obat ini bekerja pada
tiap bagian susunan saraf. Sebagai contoh bila antestetik lokal dikenakan pada
korteks motorik, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila
disuntikkan kedalam kulit maka transmisi impuls sensorik dihambat. Anestesi
lokal juga menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada
dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika
digunakan pada saraf sentral atau perifer, setelah keluar dari saraf diikuti oleh
pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh
kerusakan struktur saraf.
2. Struktur Kimia
Anestesi lokal ialah gabungan dari garam laut dalam air dan alkaloid larut dalam
lemak dan terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak jenuh yang bersifat
lipofilik, bagian badan sebagai penghubung terdiri dari cincin hidrokarbon dan
bagian ekor yang terdiri dari amino tersier bersifat hidrofilik.
a. Bagian Lipofilik
Biasanya terdiri dari cincin aromatik atau benzene ring tak jenuh, misalnya:
PABA (Para-Amino-Benzoid Acid). Bagian ini sangat esensial untuk
aktivitas anestesi.
b. Bagian Hidrofilik
Biasanya golongan amino tersier (dietil-amin).
3. Sifat-Sifat Anestesi Lokal
Sifat-sifat anestesi lokal yang ideal adalah:

a. Tidak mengiritasi dan merusak jaringan saraf secara menetap


b. Batas keamanan harus lebar karena obat anestesi lokal diabsorbsi
dari tempat suntikan
c. Masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk
melakukan tindakan operasi
d. Masa pemulihan tidak terlalu lama
e. Harus larut dalam air
f. Stabil dalam larutan
g. Dapat disentuh tanpa mengalami perubahan
4. Penggunaan Anestesi Lokal

23
Obat-obat anestesi lokal memiliki peranan yang penting dalam meredakan rasa
nyeri untuk jangka waktu yang singkat. Dalam kebidanan obat-obat tersebut
diberikan lewat beberapa cara.
a. Topikal, misalnya pada pemasangan infus.
b. Subcutan / Intradermal pada penjahitan luka.
c. Infiltrasi disekeliling serabut saraf yang tunggal, misalnya blok
anestesi pudendus.
d. Epidural, pada permukaan durameter bagi persalinan atau sectio
caesaria.
e. Spinal (Intratekal), kedalam cairan serebrospinal pada ruang subara
knoid (intratekal) bagi persalinan atau sectio caesaria
5. Mekanisme Kerja
Komunikasi dalam sistem saraf dan aktifitas mekanis dalam otot bergantung
pada eksitabilitas-elektris membran sel jaringan. Timbulnya impuls saraf
bergantung pada produksi potensial aksi dalam membran sel pada akson neuron.
Kerja utama obat-obat anestesi lokal adalah untuk mengurangi kemampuan
saraf dalam menghantarkan potensial aksi dan impuls saraf. Pada saat istirahat,
membran sel saraf dan otot berada dalam keadaan terpolarisasi (bermuatan).
Jika suatu potensial aksi dipicu, lewat influk ion natrium yang cepat kejadiannya
ini akan diikuti oleh peristiwa repolarisasi (pemuatan kembali) karena terjadinya
efluks ion kalium. Keseluruhan proses tersebut memakan waktu hanya sekitar 1
milidetik. Obat-obat anestesi lokal mencegah influk ion natrium yang cepat
dengan cara menyekat saluran natrium dalam membran sel saraf. Keadaan ini
akan menghambat pembentukan potensial aksi, dan penghambatan ini akan
mencegah transmisi impuls serta sinyal di sepanjang akson dan dengan
demikian akan menyekat fungsi saraf yang normal. Kerja obat anestesi lokal
akan dikembalikan ketika obat tersebut melintas kedalam aliran darah dan di
eksresikan keluar.
Efek obat anestesi lokal terhadap setiap akson bergantung pada ukuran dan
mielinisasi akson tersebut. Akson yang beriameter kecil dan tidak terselubung
mielin yang mentransmisikan impuls rasa nyeri serta impuls sistem saraf
simpatik merupakan akson yang paling sensitif terhadap ibat anestesi lokal,
sementara itu akson yang berukutan lebih besar dan ber mielin yang

24
bertanggung jawab atas gerakan tubuh serta persepsi rasa sentuhan / tekanan
yang merupakan akson relatif resisten terhdap obat anestesi lokal. Gangguan
fungsi sensorik dalam sebuah saraf karena kerja obat anestesi lokal akan
berjalan dengan urutan yang pasti, sensibilitas rasa nyeri merupakan fungsi
pertama yang menghilang yang kemudian diikuti oleh sensibilitas rasa dingin,
panas, sentuhan dan tekanan. Ini berarti bahwa sensibilitas gerakan dan sentuhan
masih bergungsi normal pada penyuntikan anestesi normal. Gangguan pada
sistem saraf simaptik bertanggung jawab atas efek samping seperti hipotensi
yang ditimbulkan oleh anestesi epidural.
6. Farmakodinamik
Onset, intensitas dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi
anatomi saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti
jantung. Efeknya terhadap Na+ jantung adalah dasar terapi anestesi lokal dalam
terapi aretmia tertentu (biasanya yang digunakan lidocain) anestesi local
umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan
normal karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal dan
menurunkan pH.
7. Farmakokinetika
a. Absorbsi Sistemik, dipengaruhi oleh:
1) Tempat suntikan
Kecepatan aborbsi sistemik sebanding dengan ramainya vaskulerisasi
tempat suntikan: absorbsi intravena-trakeal-interkostal-kaudal-
paraservikal-epidural-pleksus-brakial-skiatik-subcutan.
2) Penambahan vasokonstriktor
Adrenalin 5µg / ml atau 1 : 200.000 membuat vasokontriksi pembuluh
darah pada tempat suntikan sehingga dapat memperlambat absorbsi
sampai 50%.
3) Karateristik obat anestetik lokal
Obat anestetik lokal terikat pada jaringan sehingga dapat diabsorbsi
secara lambat.
b. Distribusi, dipengaruhi oleh:
Perfusi jaringan
1) Koefisien pertisi jaringan atau darah
Ikatan kuat dengan protein plasma obat lebih lama di darah.
Kelarutan dalam lemak tinggi meningkatkan ambilan jaringan.

25
2) Massa jaringan
Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokal.
c. Metabolisme dan eksresi
1) Golongan Ester
Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolineterase plasma).
Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit dieksresi melalui
urin.
2) Golongan Amida
Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan
metabolisme tergantung pada spesifikasi obat anestetik lokal.
Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit dieksresi
lewat urine dan sebagian kecil di eksresi dalam bentuk utuh.
8. Efek Samping
a. Efek samping secara umum
Efeksamping obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya khususnya
kemampuanmua untuk menghambat hantaran impuls dalam jaringan yang
dapat tereksitasi. Obat-obat anestesi lokal akan menyekat saluran cepat ion
natrium pada semua jaringan pengntar impuls yaitu:
1) Sistem saraf pusat (SSP)
SSP rentan terhadap toksisitas anestetika lokal,dengan tanda-tanda awal
parastesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinitus, pandangan kabur,
agitasi, twitching, depresi pernafasa, tidak sadar, konvulsi, koma,
tambahan adrenalin beresiko kerusakan saraf.
2) Sistem Kardiovaskuler
a) Depresi automatisasi miokard
b) Depresi kontraktilitas miokard
c) Dilatasi arteriolar
d) Dosis besar dapat menyebabkan disritmia / kolaps sirkulasi
3) Sistem Pernafasan
Relaksasi otot polos bronkus. Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus,
paralise interkostal atau depresi langsung pusat pengaturan nafas.
4) Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena
merupakan derivat para-amino-benzoid acid (PABA) yang dikenal
sebagai alergen.
5) Sistem Muskuloskeletal
Bersifat miotoksik (bupivakain-lidocain-procain). Tambahan adrenalin
beresiko kerusakan syaraf regenarasi dalam waktu 3-4 minggu.

26
b. Efek samping kasus kebidanan
1) Hipotensi
Obat-obat anestesi lokal menghambat sistem saraf simpatik yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan konstriksi arteriole dan
tekanan darah serta frekuensi jantung dalam batas yang normal. Karena
itu obat-obat ini berpotensi untuk menganggu sistem kardiovaskuler
dengan menimbulkan hipotensi, bradikardia dan bahkan henti jantung.
Resiko hipotensi akan menjadi lebih besar jika ibu hamil berada dalam
keadaan dehidrasi atau hopovolemia. Karena itu sebelum pemberian
intraspinal ibat anestesi lokal harus diberikan dahulu lewat pembuluh
vena cairan infus intravena seperti larutan kristaloid sebanyak 2o-25 ml /
kg berat badan atau larutan senyawa laktat sebanyak 1L. Pemberian
infus cairan harus mempertahnkan aliran balik vena dan demikian pula
curah jantung untuk mengatasi hipotensi.
2) Depresi otot polos
Kontraksi uterus, usus dan kandung kemih akan tertekan oleh kerja obat-
obat anestesi lokal. Obat-obat anestesi lokal memperpanjang masa
persalinan dengan menimbulkan relaksasi otot-otot dasar panggul,
mengurangi reflek meneran, mengurani upaya ibu untuk mendorong
bayinya lahir, bekerja langsung pada otot rahim dengan menurunkan
tonus otot, mengurangi pelepasan oksitosin secara pulsatile dari kelenjar
hipovisis posterior. Beberapa peneliti merekomendasikan untuk tidak
melanjutkan analgesia epidural sampai kala dua persalinan karena
tindakan ini dapat meningkatkan insidens malrotasi presenting part
sehingga kelahiran bayi pervaginam harus dilakukan dengan bantuan.
Penghentan analgesia epidural akan meningkatkan rasa nyeri yang dapat
membawa konsekuensi psikologis maupun fisiologi yang merugikan
termasuk hiperventilasi dan alkalosis. Penurunan tonus otot rahim dapat
mengangu kontraksi uterus setelah melahirkan dan meningkatkan resiko
perdarahan.
3) Kegagalan Respirasi

27
Otot-otot interkostalis dapat terganggu dengan anestesi spinal yang
tinggi sehingga pernafasan pasien bergantung pada diafragma. Akan
tetapi, diafragma pada kehamilan aterm akan dibidai oleh uterus
sehingga kurang mampu untuk meningkatkan gerakannya dalam
mengimbangi setiap ketidak adekuatan otot-ototo interkostalis.
4) Neonatus
Penggunaan analgesia epidural akan meningkatkan resiko hipoglikemia
neonatal, takipnea dan gangguan pada metabolisme lipid. Tindakan
anagesia epidural memberikan kemungkinan yang lebih kecil bagi
neonatus untuk memiliki nilai APGAR scor yang rendah pada waktu 5
menit setelah kelahiran
9. Jenis Obat
a. Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas
atas lama kerja 2-30 menit.
b. Prokain (Novokain)
Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%
Blok saraf: 1-2%
Dosis 15mg/kg berat badan dan lama kerja 30-60 menit
c. Kloroprokain (Nesakain)
Derivat prokain dengan masa kerja lebih pendek.
d. Lidocain (Lignocaine, xylocain, lidonest)
Konsetrasi efektif minimal 0,25%
Infiltrasi mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan
e. Bupivakain (Marcain)
Konsetrasi efektif minimal 0,125%
Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain tetapi lama kerjanya sampai 8
jam. Setelah suntuikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadarplasma puncak
dicapai dalam 45 menit, kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3- 8 jam.
f. EMLA (eutectic mixture of local anasthetic)
Campuran emulsi minyak dalam air (krim) antara lidokain dan prilokain
masing-masing 2,5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan di kulit
intak 1-2 jam sebelum tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi
pada vena atau arteri atau miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau
buang tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terbuka.
g. Ropivakain (Naropin) dan Levobupivakain (Chirokain)

28
Penggunaannya seperti bupivakain karena kedua obat tersebut merupakan
isomer bagian kiri dari bupivakain yang efek sampingnya lebih ringan
dibanding bupivakain.
10. Cara –cara pemberian obat anestesi lokal
a. Anastesi permukaan
EMLA dioleskan pada permukaan kulit utuk menghasilkan analgesia bagi
fungsi vena atau pemasangan kateter vena.lapisan tebal prevarat EMLA
yang ditutupi dengan kasa oklusif akan memberikan efek analgesia
dilakukan 1-5 jam sebelum pelaksaan prosedur .sebelum dilakukannya
fungsi vena atau dilakukannya pmasangan fungsi vena dapat dioleksan
dengan car yang sama 30-45 menit sebagai alternatif lain.
b. Injeksi subkutan atau intradermal
Anetesi lokal dapat di infiltrasikan secara langsung kedalam jaringan ,untuk
berbagai kedalaman,untuk menganestesi area yang kecil .bila lidokain
intradermal digunakan untuk mengurangi nyeri pada trauma perinium atau
episiotom,penyuntikan tanpa sengaja kedalam presenting part neonatus
dapat menimbulkan efek samping berupa apnea,tonnus otot yang
menghilang dan pupil berdilatasi serta tefiksasi .
c. Blok syaraf
Larutan obt anestesi lokal kedalam sebuah syaraf yang tersendiri atau
fleksus syaraf disekitarnya.masa kerjanya adalah 3 menit untuk
lignocain/lodocain dan 15 menit untuk bupivacain.Durasi kerja untuk
masing-masing obat tersebut adalah 2 hingga3 jam dan 5-7 jam akan
mempengaruhi baik modalitas mototik maupun sensorik.blok pudensus
dapat dilakukan sebelum prosedur yang singkat seperti tindakan melahirkan
bayi dengan alat,penjahitan luka atau pengeluaran plasenta secara manual.
d. Analgesia intraspinal
Istilah intraspinal digunakan untuk menyatakan pmebrian obat kedalam
columna spinalis ,yaitu meliputi pemberian epidural,spinal,dan kombinasi
spinal-epidural.obat-bat yang disuntukan epidural harus diberikan dengan
takaran yang lebih besar dan obat-bat tersebut akan diabsorbsikedalam
sirkulasi sistemik lewat vena epidural sehingga kemungkinan terjadinya efek
samping lebih besar.

29
e. Anestesi epidural
Tindakan ini meluputi penyuntikan kedalam jaringan lemak yang ada
didalam ruang sempit antara durameter dan kanalis tulang obat yang
disuntikan akan berdifusi lewat durameter tempat obat tersebut bekerja pada
radiks syaraf.obat anestesi lokal yang disuntikan dalam jumlah yang cukup
akan diserap kedalam sirkulasi darah sebanding dengan jumlah total obat
yang disuntuikan itu.Kemudian obat anetesi lokal berjalan kedalam tubuh
janin,absorbsinya meningkat pada saat bayi sedang dilahirkan ketika ibunya
meneran secara spontan untuk mendorong bayinya dan pada saat inilah
dilaukan penyuntikan ulang untuk meningkatkan efek peredaan nyeri .

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Farmakologi Anestesia dewasa kini digunakan dengan metode modern sesuai
dengan indikasi penyakit klien yang diderita. Anestesia dibedakan menjadi dua yaitu
Anestesi Umum dan Anestesi Lokal, pemilihan anestesia umum didasarkan atas
beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestesi umum, jenis operasi dan
obat yang tersedia, begitu juga dengan penggunaan anestesia lokal. Obat yang

30
digunakan dengan dosis yang telah ditentukan sesuai stadium operasi atau jenis
keparahan/kesulitan operasi yang akan dijalankan
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami sebagai Mahasiswi Kebidanan yang menyusun
menginginkan pembaca untuk lebih banyak mencari informasi mengenai banyak hal,
dan kami turut senang jika pembaca meninggalkan komentar sebagai tanda perhatian
terhadap penyusunan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, dkk.1995. Farmakologi dan Terapi Edisi Empat. Jakarta :Gaya Baru

Said, dkk . 2001. Anestesiologi edisi kedua. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FK UI

Keat Sally, dkk. 2013. Anestesia on the move. Jakarta : PT Indeks.

31
32

Anda mungkin juga menyukai