Anda di halaman 1dari 18

BAB III

ANESTESI DALAM PENCABUTAN GIGI

III.1 DEFENISI
Rasa sakit dapat diredakan melalui terputusnya perjalanan neural pada
berbagai tingkatan dan melalui cara-cara yang dapat memberikan hasil pemanen
atau sementara. Ujung syaraf yang mempersepsi rasa sakit dapat distimulasi
oleh stimulus mekanis, osmotik, termal dan kimia. Rasa sakit biasanya terhenti
dengan segera bila stimulus yang merangsang ujung syaraf dihilangkan.
Anestesi berasal dari bahasa Yunani “an” yang artinya tanpa dan
“aesthesis” yang artinya rasa, sensasi. Jadi anestesi berarti tanpa rasa, tanpa
sensasi sehingga tidak menimbulkan rasa sakit.
Anestesi digunakan dengan tujuan untuk mencegah atau menghilangkan
rasa sakit, serta memudahkan dalam melakukan tindakan misalnya: operasi
pencabutan gigi.
Banyak prosedur perawatan gigi yang tidak menimbulkan rasa sakit
namun bila diperlukan, perawatan gigi dapat dilakukan dengan bantuan anestesi
lokal maupun umum dan untuk situasi seperti ini, dokter gigi harus sudah
menentukan indikasi dan kontraindikasi dari keduanya sebelum memutuskan
untuk menggunakan salah satu diantaranya.

III.2 ANESTESI UMUM


Anestesi umum atau dikenal juga dengan istilah Narkose atau General
anestesi adalah anestesi yang menyebabkan hilangnya rasa sakit pada daerah
yang dilakukan anestesi disertai dengan hilangnya kesadaran.
Anestesi umum digunakan untuk mempengaruhi seluruh tubuh dimana
hilangnya semua bentuk kesadaran disertai dengan hilangnya fungsi motorik.
Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.
3.2.1 ANESTESI INHALASI
Yang termasuk obat anestesi inhalasi yaitu, halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane yang merupakan cairan yang mudah
menguap. Obat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran napas.
Cara pemberian anestesi inhalasi:
• Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di
depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak
diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara
terbuka.
• Semiopen drop method: cara ini hamper sama dengan open drop, hanya untuk
mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.
• Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang
dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi
dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan
hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.
• Closed method: hamper sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang
mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan
lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.
Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane,
dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena sifatnya
yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane) dan toksisitasnya
terhadap organ (chloroform).
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan
gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan
induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit.
Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus
diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar
memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan
anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan
untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.

  20  
3.2.2 ANESTESI INTRAVENA (INJEKSI)
Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri atau
dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai
komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk menenangkan
pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas buatan untuk jangka
panjang.
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);
benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa
arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan
obat-obat lain ( droperianol, etomidate, dexmedetomidine).
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa
gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa
intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan
pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

3.2.3 TAHAPAN ANESTESI UMUM


1. Stadium 1 (analgesia)
- Penderita mengalami analgesi,
- Rasa nyeri hilang,
- Kesadaran berkurang
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
- Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran
- Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa,
berteriak, menangis, menyanyi)
- Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur
- Dapat terjadi mual dan muntah
- Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi
- Midriasis, hipertensi
3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)
- Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur
(pernapasan perut)

  21  
- Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut
kehendak
- Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri
dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa
ditahan
4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)
- Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.
- Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat
vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat
meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.

3.2.4 Efek samping


Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek
samping dan yang terpenting adalah :
1. Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh
halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
2. Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga
merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.
3. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga
pasien perlu dihidratasi secukupnya.
5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah.

  22  
III.3 ANESTESI LOKAL
Anestesi lokal atau terminal anestesi atau peripheral anestesi adalah
anestesi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Artinya hilangnya rasa sakit hanya
pada daera yang dilakukan anestesi tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran.
Popularitas anestesi lokal yang makin meluas dan meningkat dalam
bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan
sedikitnya kontra indikasi dari bentuk anestesi ini.
Teknik anestesi lokal dapat dipelajari dengan mudah dan peralatan yang
diperlukan tidak terlalu banyak, ekonomis serta mudah dibawa-bawa.
Penggunaan bentuk anestesi ini junga tidak mengganggu saluran pernapasan.
Keuntungan lain dari anestesi lokal adalah memungkinkan diperolehnya
kerja sama yang baik antara pasien dan operator selama dilakukannya
perawatan gigi. Persipan praoperatif dari pasien umumnya tidak diperlukan dan
pasien dapat dibiarkan pulang sendiri tanpa perlu ditemani dan seringkali
bahkan sudah dapat segera kembali bekerja. Karena alas an inilah , anestesi
lokal sering digunakan untuk operasi gigi yang membutuhkan waktu kurang
lebih 45menit.
Anestesi lokal hanya mempunyai beberapa kontraindikasi pada perawatan
gigi sehari-hari, tapi kontraindikasi anestesi lokal yang terpenting adalah infeksi
akut pada daerah operasi. Suntikan larutan anestesi lokal pada daerah
peradangan akut akan menyebabkan infeksi menyebar melalui rusaknya daya
pertahanan alami dan jarang menimbulkan efek anestesi.
Yang termasuk dalam anestesi lokal (terminal anestesi) adalah:
a. Anestesi infiltrasi, adalah suatu teknik anestesi lokal dimana obat anestesi
(anestetikum) mengenai ujung-ujung syaraf terminal pada suatu daerah
terbatas. Misalnya: untuk pencabutan gigi insisivus rahang atas, maka
anestesi ditujukan pada N.Alveolaris Superior Anterior
b. Anestesi block (konduksi), adalah suatu bentuk teknik anestesi lokal dimana
anestetikum mengenai cabang syaraf yang lebih besar pada suatu daerah
tertentu. Misalnya: pencabutan gigi posterior rahang bawah, obat
anestetikum ditujukan pada foramen mandibula dimana terdapat
N.Mandibularis.
c. Anestesi topikal, adalah anestesi yang diberikan hanya pada permukaan
mukosa. Misalnya untuk pencabutan gigi susu goyang derajat 3 atau 4 dapat

  23  
dipakai sebagai anestesi pendahuluan untuk menghilangkan rasa sakit pada
penyuntikan jarum.
Anestesi lokal dapat dilaukan dengan 4(empat) cara, yaitu:

a. Tekanan ; dengan cara menekan mukosa dengan dua jari, maka pada mukosa
tersebut akan teranestesi. Dapat digunakan pada pencabutan gigi anak-anak
yang sudah goyang sekali (derajat 4)
b. Diulas/ ulasan ; dengan menggunakan obat anestesi seperti salep yang
diulaskan pada mukosa gigi yang akan dicabut dimana sebelumnya mukosa
tersebut dikeringkan terlebih dahulu.
c. Disemprot/ pendinginan setempat ; dengan menggunakan obat anestesi yang
disemprotkan langsung pada mukosa atau pada kapas yang kemudian
ditempelkan pada mukosa gigi yang akan dicabut. Bahan yang biasa
digunakan adalah chlor ethyl spray atau xylocain spray. Dapat digunakan
untuk pecabutan gigi anak-anak yang goyang, pencabutan gigi orang tua yang
sudah goyang, dan incisi pada abses subcutan.
d. Suntikan/ injeksi ; anestesi dilakukan dengan cara disuntik menggunakan
jarum suntik. Dapat dibedakan menjadi infiltrasi anestesi dan block anestesi.

3.3.1 Topikal Anestesi


Anestesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anestesi tertentu pada
daerah kulit maupun membran mukosa yang dapat dipenetrasi untuk mem-
baalkan ujung-ujung syaraf superfisial.
Topikal anestesi dapat dibedakan menjadi 2(dua) macam berdasarkan cara
pemberiannya, yaitu:

a. Dengan cara disemprot


Bahan yang sering digunakan adalah chlor ethyl spray atau xylocain spray.
Chlor ethyl disemprotkan pada kapas atau tampon secukupnya, tunggu
beberapa saat (1menit) sampai terlihat seperti bunga es/ bersalju pada kapas
tersebut. Letakkan kapas itu pada mukosa gigi yang akan dicabut dibawah
cervic gigi, agak ditekan sedikit agar bahan anestesi benar-benar mengenai
mukosa sehingga menjadi teranestesi/ baal lalu lakukan pencabutan. Cara
lain adalah dengan menyemprotkan langsung pada mukosa. Mukosa

  24  
sekitarnya jangan lupa diisolasi agar kering. Sesudah nampak lapisan salju
pada jaringan/mukosa setempat baru dilakukan pencabutan.
b. Dengan cara diulas
Bahan yang biasa digunakan adalah cocain pasta atau countralgin pasta.
Anestesi dilakukan dengan cara diulas dengan mengulaskan cocain pasta
atau countralgin pada daerah gigi yang akan dicabut. Sebelumnya daerah gigi
yang akan dicabut dikeringkan dan diisolasi agar mukosa tidak kering.
Kemudian ulaskan pasta anestetikum ke pada mukosa, tunggu beberapa saat.
Kemudian tunggu beberapa saat., selanjutnya dapat dilakukan tindakan.
Misalnya penyuntikan dengan jarum.
Obat anestesi topical hanya mempengaruhi ujung serabut syaraf sensibel
pada permukaan mukosa dan akhirnya mengakibatkan hilangnya sensasi rasa
sakit. Anestesi lokal bersifat reversibel, penggunaannya akan diakhiri dengan
pemulihan sempurna dari fungsi syaraf tanpa disertai kerusakan serabut syaraf
atau sel syaraf yang bersangkutan. Efektifitas obat anestesi topikal hanya
berlangsung beberapa menit (kurang lebih 3 menit) sehingga harus bekerja
dengan cepat.
Indikasi penggunaan topikal anestesi adalah untuk :
a. mengurangi rasa sakit pada incisi abses
b. pasien yang sensitif
c. pasien anak sebelum insersi jarum
d. pencabutan gigi goyang derajat 3 atau 4
Sementara kontra indikasi penggunaaan topikal anestesi adalah:
a. penderita dengan penyakit asthma
b. penderita dengan penyakit bronchitis
c. penderita dengan obstruksi pernapasan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan topikal
anestesi, antara lain: sifat chlor ethyl yang mudah menguap, sehingga
penggunaannya harus tepat. Bila chlor ethyl disemprotkan dan sudah bersalju
harus segera ditempelkan pada mukosa atau dilakukan tindakan incisi. Anestesi
topikal hanya dapat dilakukan untuk anestesi permukaan. Penggunaan chlor
ethyl dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir faring, laring, dan hidung
sehingga sebaiknya dihindari pada penderita asthma, bronchitis, dan obsttruksi
saluran pernapasan.

  25  
3.3.2 Anestesi Infiltrasi
Anestesi infiltrasi adalah anestesi yang dilakukan dengan cara
mendepositkan larutan anestesi di dekat serabut terminal dari syaraf dan akan
terinfiltrasi disepanjang jaringan untuk mencapai serabut syaraf dan
menimbulkan efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh syaraf
tersebut. Teknik anestesi infiltrasi dapat dibagi menjadi:
a. Submucous infiltrasi
Istilah ini digunakan bila larutan anestesi di depositkan tepat dibawah
membran mukosa. Cara ini tidak bisa digunakan untuk ekstraksi gigi,
hanya sering digunakan untuk incisi submucous abses pada infra oral.
b. Subperiosteal infiltrasi
Pada teknik ini, larutan anestesi di depositkan antara periosteum dan
bidang cortical. Karena struktur ini terikat erat suntikan tentu terasa
sangat sakit. Karena itu suntikan ini hanya digunakan bila tidak ada
alternatif lain atau bila anestesi supersifial dapat diperoleh dari
suntikan supraperiosteal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan
bermanfaat bila suntikan periosteal gagal untuk memberikan efek
anestesi, walaupun biasanya pada situasi ini lebih sering digunakan
intraligamen infiltrasi
c. Supraperiosteal infiltrasi
Merupakan anestesi infiltrasi yang paling umum/sering dilakukan
pada praktek kedokteran gigi, dan disebut “suntikan infiltrasi”.
Larutan anestetikum didepositkan diatas perios pada daerah apex gigi.
Jarum diinsersikan pada muccobucal fold dan mukosa palatal/lingual.
Suntikkan jarum pada muccobuccal fold kearah apex gigi yang akan
dicabut kira-kira sedalam ½-1cm. Lakukan aspirasi (handle jarum
suntik ditarik) untuk melihat apakah jarum suntik mengenai pembuluh
darah atau tidak. Bila tidak ada darah dalam spuit, depositkan
anestetikum 0,5cc secara perlahan-lahan lalu jarum ditarik. Kemudian
untuk mukosa palatal depositkan obat anestetikum 0,5cc setelah
melakukan aspirasi. (gambar 3.1)

  26  
Gambar 3.1 Teknik supraperiosteal infiltrasi
Sumber : www.medscape.com

d. Intraosseous infiltrasi
Pada teknik ini, larutan anestetikum di depositkan langsung pada
tulang medullaris. Prosedur ini sangat efektif bila dilakukan dengan
bantuan bur tulang dan jarum yang di desain khusus untuk tujuan
tersebut. Pada prakteknya, dewasa ini sudah dipasarkan larutan
anestesi yang efektif dan penggunaan intraligamen infiltrasi sudah
mengurangi perlunya suntikan intraosseous dank arena itu suntikan
intraosseous ini sudah makin jarang digunakan.
 

                       
 
Gambar 3.2 Teknik intraosseous. Pembuatan lubang dengan bur pada kortikal
bagian luar pada posisi antara akar-akar gigi yang akan dianestesi dan jarum
diinsersikan melalui lubang bur kemudian larutan anestetikum disuntikkan ke
tulang agar mudah terinfiltrasi.
Sumber : http://www.healthmantra.com/blog/2008_12_01_archive.html

  27  
e. Intraseptal infiltrasi
Merupakan versi modifikasi dari teknik introsseous yang kadang-
kadang digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau
bila akan dipasang gigi tiruan immediate serta bila teknik
supraperiosteal tidak mungkin digunakan.

Gambar 3.3 : Teknik intraseptal infiltrasi, jarum diinsersikan ke tulang di dekat


crest alveolar. Larutan anestetikum di depositkan pada posisi ini, serta akan
terinfiltrasi dengan cepat kearah apeks gigi
Sumber : http://www.dentalhitec.com/web3/fra

f. Intraligamen infiltrasi
Teknik ini dianggap sebagai teknik pembantu untuk teknik yang lebih
canggih. Teknik ini umumnya menggunakan syringe konvensional
yang pendek dan lebarnya 27gauge atau syringe yang didesain khusus
untuk tujuan tersebut seperti Ligmaject, Rolon, atau Citojet yang
digunakan bersama jarum 30gauge.
Jarum diinsersikan pada sulkus gingival dengan bevel mengarah
menjauhi gigi. Jarum kemudian didorong ke membran periodontal
bersudut 30derajat terhadap sumbu panjang gigi. Jarum ditahan
dengan jari operator untuk mencegah pembengkokan dan didorong ke
penetrasi maksimal sehingga terletak diantara akar-akar gigi dan
tulang crestal. Tekanan maksimal diaplikasikan pada pegangan
syringe selama 5 detik dengan tekana ke belakang yang kuat untuk
mendepositkan sejumlah kecil larutan pada membran periodontal.
Untuk menganestsi gigi berakar jamak, dilakukan penyuntikan untuk
tiap akar.

  28  
                             
Gambar 3.4 Teknik anestesi intraligamen
Sumber : http://www.australasiandentist.com.au/what’s-buzz

3.3 Injeksi Blok


Blok n. alveolaris inferior bisa dilakukan dengan mendepositkan
anestetikum sekitar nervus tersebut sebelum masuk ke canalis mandibularis.
Metode ini dianjurkan karena injeksi supraperiosteal biasanya tidak efektif
terutama untuk regio gigi-gigi molar.
Teknik blok n. alveolaris inferior dilakukan dengan pertama-tama
mempalpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel
pada linea oblique. Dengan “barrel” (bagian yang berisi anestetikum) syringe
terletak diantara kedua premolar pada sisi yang berlawanan, arahkan jarum
sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula kearah ramus dan jari. Jarum
ditusukkan pada apeks trigonum pterygomandibular dan teruskan gerakan jarum
diantara ramus dan ligamentum-ligamentum serta otot-otot yang menutupi
faciaes interna ramus sampai ujungnya berkontak pada dinding posterior sulcus
mandibularis. Disini, setelah dilakukan aspirasi, depositkan kurang lebih 1,5cc
anestetikum di sekitar n.alveolaris inferior. Kedalaman insersi jarum rata-rata
adalah 15mm, tetapi bervariasi tergantung pada ukuran mandibula dan perubahan
proporsinya sejalan dengan pertambahanumur. N.lingualis biasanya teranestesi
dengan cara mendepositkan sejumlah kecil anestetikum pada pertengahan
perjalanan masuknya jarum.

  29  
 

Gambar 3.5 Teknik anestesi blok mandibula


Sumber : www.vikaasriningrum.com/2009/09/anaesthesiology-technique-of.html

III.4 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI ANESTESI


Indikasi dari penggunaan anestesi lokal dalam bidang kedokteran gigi
adalah untuk pencabutan gigi-gigi rahang atas dan bawah baik anterior maupun
posterior. Selain itu anestesi lokal juga digunakan untuk prosedur bedah lainnya
misalnya incisi, gingivektomi, alveolektomi maupun odontektomi.
Kontraindikasi pemakaian anestesi lokal dapat dibedakan menjadi
kontraindikasi lokal dan sistemik.
Secara lokal, infeksi pada gingiva yang akut serta infeksi akut lainnya
menjadi kontraindikasi. Hal ini disebabkan karena daerah yang dikenakan
anestesi akan mengalami pemucatan dan tekanan menyebar ke jaringan
sekitarnya yang bebas dari infeksi sehingga keradangan akan meluas. Selain itu
tidak terjadi efek anestesi karena pH jaringan yang rendah.
Sedangkan secara sistemik, merupakan faktor penentu dalam pemilihan
anestesi untuk pencabutan gigi. Oleh karena itu sebelum memberikan anestesi

  30  
perlu dilakukan evaluasi / anamnesa dari penderita. Dari anamnesa ini akan
didapatkan keterangan yang sangat berguna seihgga penderita disiapkan untuk
mendapatkan pengobatan/ perawatan yang sesuai.
Penyakit-penyakit sistemik yang tidak boleh dilakukan pencabutan
misalnya pada penderita penyakit jantung, penderita penyakit kelainan darah
seperti hemofilia, leukemia atau haemoragi purpura, penderita penyakit diabetes
mellitus, penderita hipertensi/hipotensi , dan wanita hamil yang ada dalam
triwulan pertama atau terakhir.
Pada kasus dengan penyakit sistemik tersebut sebaiknya tidak memakai
adrenalin dalam obat anestesi lokal yang digunakan, dan perllu meminta
bantuan/konsul pada dokter pribadi pasien sebelum melakukan pencabutan.
Pencabutan gigi pada pasien dengan penyakit yang berat/parah harus dilakukan
di rumah sakit, apapun bentuk anestesi yang digunakan harus menghindari
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau membahayakan jiwa pasien.

III.5 KOMPLIKASI ANESTESI


Komplikasi yang diakibatkan oleh anestesi lokal dapat dibedakan menjadi
komplikasi lokal dan komplikasi sistemik.

3.5.1 Komplikasi Lokal


Komplikasi lokal yang bisa terjadi antara lain:
a. Jarum patah
Dapat disebabkan oleh kesalahan teknik injeksi, kelainan anatomi dari
pasien, jarum yang disterilkan berulang kali atau dengan cara dibakar.
Jarum patah dapat dicegah dengan menggunakan jarum stainless steel, jarum
jangan dipaksa masuk ke tulang, jangan menggunakan jarum yang terlalu
kecil, jangan mencoba memberikan injeksi kalau tidak menguasai anatomi
setempat dan jangan menyuntik secara mendadak.
b. Rasa sakit (hiperesthesi) selama dan setelah suntikan
Dapat disebabkan karena jarum yang bengkok, patah atau tumpul. Anestesi
yang terlalu cepat di deposit , iritasi jaringan, tempat insersi/penyuntikan
yang tidak steril dan larutan anestetikum yang terlalu dingin atau tidak sama
dengan suhu tubuh juga dapat menyebabkan rasa sakit.

  31  
Sebagai pencegahan, gunakan jarum yang runcing/ insersi jarum secara
perlahan-lahan dan jangan menimbulkan trauma. Insersi jarum jangan
berulang-ulang, obat anestesi yang steril dan sesuai dengan suhu tubuh juga
dapat mencegah timbulnya rasa sakit atau rasa tidak enak selama dan setelah
penyuntikan.
c. Infeksi
Infeksi adalah komplikasi suntikan yang jarang terjadi. Pemakaian peralatan
yang sudah disterilkan dan teknik aseptic umumnya dapat menghilangkan
masuknya organisme dalam jaringan pada saat penyuntikan. Meski demikian
timbulnya gejala-gejala infeksi adalah seseudah masa inkubasi dan sifatnya
individual. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan memastikan
daerah sekitar injeksi harus steril, demikian pula dengan alat, jarum dan obat
anestesi yang digunakan harus steril dan tangan operator harus bersih.
d. Gangguan visual sementara
Biasanya terjadi setelah pemberian injeksi N.alveolaris superior posterior
dimana obat anestesi mengenai N.opticus. Gangguan penglihatan ini bisa
terjadi unilateral ataupun bilateral, dapat berupa penglihatan ganda atau
penglihatan buram dan bahkan kebutaan sementara. Fenomena ini sulit
dijelaskan namun diperkirakan bahwa keadaaan ini disebabkan oleh kejang
vascular atau suntikan intra-arterial yang tidak disengaja. Pada kasus seperti
ini dapat terjadi distribusi vascular abnormal dan pasien perlu diberi tahu
bahwa penglihatan akan normal kembali setelah 30menit. Beberapa suntikan
maksilaris dapat menyebabkan larutan terdeposit ke orbita sehingga
menganestesi otot motoris mata. Gangguan penglihatan yang terjadi akan
kembali normal bila larutan sudah terdispersi, biasanya membutuhkan waktu
3jam.
e. Trismus
Trismus dapat didefiniiskan sebagai kesulitan membuka rahang karena
kejang otot. Trismus dapat disebabkan oleh penyuntikan pada otot pterigoid
medial, dimana kerusakan pembuluh darah akan menimbulkan haematoma
atau infeksi. Walaupun biasanya dianggap bahwa peradangan akan
menyebabkan otot disekitarnya menegang, sering juga diperkirakan bahwa
darah dalam ruang jaringan akan bersifat sangat mengiritasi dan dapat
menimbulkan efek serupa. Trismus sering terjadi beberapa saat setelah

  32  
penyuntikan dan setelah prosedur perawatan gigi selesai dilakukan. Bila
disebabkan oleh infeksi pasien umumnya akan menderita demam dan
mengeluh tentang rasa sakit serta rasa tidak sehat. Pada situasi seperti ini,
nanah yang terbentuk harus di drainasi, dan harus diberikan terapi antibiotik.
Bila infeksi sudah terkontrol, simtom trismus dapat dihilangkan dengan
menggunakan larutan kumur saline hangat dan diatermi gelombang pendek.
Sebagai pencegahan, gunakan jarum yang runcing dan steril serta ulaskan
larutan antiseptik di daerah penyuntikan.
f. Ulkus karena trauma bibir
Ulkus dapat timbul pada bibir atau mucosa mulut. Pasien anak yang
mendapat suntikan blok gigi inferior perlu diingatkan untuk tidak menggigit-
gigit bagian bibir yang teranestesi sehingga menimbulkan ulser yang sangat
nyeri. Walaupun sudah diingatkan komplikasi dapat tetap terjadi, namun
untungnya lesi seperti ini dapat pulih dengan cepat dengan sedikit
meninggalkan jaringan parut. Pasien dewasa yang mendapat suntikan blok
gigi inferior untuk pertama kali, harus diingatkan tentang resiko kerusakan
termis dari bibir akibat konsumsi minuman yang panas atau merokok.
g. Anestesi yang berkepanjangan (prolog anestesi)
Gangguan sensasi yang berlangsung lama setelah penyuntikan anestesi lokal
umumnya disebabkan karena kerusakan syaraf. Kerusakan ini dapat terjadi
akibat trauma langsung dari bevel jarum atau penyuntikan larutan yang
sudah terkontaminasi oleh substansi neurotoksik seperti alkohol. Pendarahan
dan infeksi di dekat syaraf juga dapat menimbulkan gangguan sensasi yang
berlangsung lama. Tanda dan symptom pemulihan yang nyata biasa terlihat
setelah 3 bulan. Bila operator memperkirakan bahwa pemulihan tidak dapat
terjadi , maka ia harus merujuk pasien ke spesialis.
h. Oedema
Biasanya hanya merupakan gejala dari adanya trauma, infeksi atau alergi
terhadap anestesi lokal.
i. Hematoma
Merupakan penyebaran darah kejaringan sekitarnya disebabkan karena jarum
suntik yang mengenai pembuluh darah sehingga darah keluar dan memasuki
jaringan.

  33  
j. Xerostomia
Adalah keadaan mulut kering, yang dapat terjadi karena obat anestesi yang
mengenai N.Lingualis kemudian menjalar ke khorda timpani, yang
merupakan percabangan dari N.Facialis yang mempersyarafi N.
Submandibularis dan N.Sublingualis. Bila khorda timpani teranestesi dapat
menyebabkan sekresi ludah terhenti. Keadaan ini bersifat sementara dan
setelah 2jam akan kembali normal
k. Kegagalan mendapatkan efek anestesi
Walaupun insiden kejadian tersebut cenderung semakin berkurang dengan
makin terampil dan berpengalamannya operator, kegalan ini masih
merupakan masalah yang paling sering terjadi selama pemakaian anestesi
lokal. Kegagalan dapat bersifat sebagian atau menyeluruh, dapat disebabkan
oleh teknik yang salah, sehingga jumlah larutan anestesi lokal yang
didepositkan di dekat syaraf terlalu sedikit atau menyebabkan lauran anestesi
terdeposit di pembuluh darah. Adanya keadaan infeksi akut, penggunaan
larutan anestetikum yang telah kedaluarsa serta adanya pasien yang
mempunyai resistensi terhadap obat-obatan tertentu juga dapat memberikan
efek kegagalan anestesi. Pengulangan tindakan anestesi diperlukan untuk
mengatasi keadaan ini, setelah meninjau ulang landmark anatomi dan teknik
penyuntikan yang digunakan. Suntikan intraligamen atau ligamen
periodontal sering dapat digunakan pada situasi seperti ini.
l. Paralisa Wajah
Paralisa otot-otot wajah pada salah satu sisi adalah komplikasi yang jarang
terjadi dari suntikan blok gigi inferior dan dapat bersifat sebagian atau
menyeluruh tergantung pada cabang syaraf mana yang terkena. Komplikasi
ini timbul bila ujung jarum diinsersikan terlalu jauh ke belakang dan terlalu
dibelakang ramus asendens. Pasien yang mengalami hal ini harus di beritahu
dan ditenangkan bahwa fungsi normal dan penampilan wajah akan segera
kembali normal segera setelah efek anestesinya hilang.

  34  
3.5.2 Komplikasi Sistemik
Komplikasi sistemik adalah merupakan reaksi dari dalam tubuh akibat
pemberian obat anestesi lokal, antara lain:
a. Reaksi toksin, dapat diakibatkan karena pemberian dosis obat anestesi yang
berlebihan yang melebihi dosis maksimum sehingga terdapat konsentrasi
obat anestesi yang tinggi dalam darah.
b. Reaksi alergi, gejala alergi ini dapat timbul sebagai reaksi antigen dengan
antibody. Dalam bidang kedokteran gigi alergi terhadap obat merupakan hal
yang penting karena dapat menyebabkan syok anafilaktik. Untuk menekan
gejala alergi dapat diberikan obat kortikosteroid dan obat antihistamin untuk
menghilangkan urtikaria (gatal-gatal)
c. Reaksi psikogen, dapat terjadi karena rasa takut yang berlebihan, misalnya
akibat trauma masa kecil, sering ditakut-takutin , atau mitos pencabutan gigi
atas bisa menyebabkan kebutaan.
d. Syok anafilaktik, merupakan reaksi alergi yang serius, yang timbul setelah
pemberian obat-obatan termasuk obat anestesi lokal. Tekanan sistolik bisa
berada dibawah 70mmHg atau lebih rendah lagi. Kedaan ini bisa berakibat
buruk bahkan menyebabkan kematian. Gejalanya syok anafilaktik antara
lain: lemah dan gelisah, sakit kepala (pusing), gangguan penglihatan,
berkeringat, nafas sesak, mual kadang muntah, tangan kaki dingin (suhu
tubuh dibawah normal), nadi cepat dan lemah/ tidak teraba, dan tekanan
darah rendah.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi


anestesi antara lain :
a. mengerti dan memahami serta menguasai teknik anestesi lokal
b. memberikan dosis obat anestesi yang sesuai
c. menggunakan obat dan alat yang steril
d. melakukan anamnesa yang sebaik mungkin
e. melakukan “skin test” bila perlu
f. melakukan aspirasi sebelum menyuntik
g. mengetahui, menguasai tindakan resusitasi bila diperlukan dapat dilakukan.

  35  
  36  

Anda mungkin juga menyukai