Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- yang berarti “tidak,

tanpa” dan aesthetos yang berarti “persepsi, kemampuan untuk merasa”). Kata

anestesi pertama kali diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846,

yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena

pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi

memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan

sakit yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan

menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.1

Anestesi terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu anestesi umum dan anestesi

regional. Anestesi umum adalah suatu tindakan yang membuat pasien tidak sadar

selama prosedur medis, sehingga pasien tidak merasakan atau mengingat apa pun

yang terjadi. Anestesi umum biasanya dihasilkan oleh kombinasi obat intravena dan

gas yang dihirup (anestesi). "Tidur" pasien yang mengalami anestesi umum berbeda

dari tidur seperti biasa. Otak yang dibius tidak merespon sinyal rasa sakit atau

manipulasi bedah.1,2

Seksio sesarea didefinisikan sebagai suatu persalinan buatan, di mana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim.1 Antara tahun

2003 sampai 2009, terdapat peningkatan angka kelahiran melalui seksio sesarea dari

26% menjadi 36.5%. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh “mode”, sebagian

karena ketakutan timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian

lagi karena pola kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan

membatasi jumlah anak.2


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANESTESI UMUM (GENERAL ANHESTESIA)

Anestesi memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang

akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi

fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.

Secara umum anestesi dibagi menjadi dua, anestesi total/umum dan anestesi

regional. Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).(2)

Agen-agen anestesi umum dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu agen

sedatif, agen analgesi, dan agen pelemas otot.

1. Agen Sedatif

Agen sedatif dikelompokkan menjadi agen anestesi intravena dan agen

anestesi inhalasi. Agen anestesi intravena antara lain golongan barbiturate

(sodium thiopenthal, methohexital), propofol, etomidate, dan ketamine. Karena

agen-agen intravena lebih bersifat lipofilik, maka perfusi ke otak dan medulla

spinalis akan lebih tinggi sehingga waktu mula anestesi lebih cepat. Agen

anestesi inhalasi antara lain halothane, isoflurane, enflurane, desflurane,

sevolurane, dan nitrous oxide.


2. Agen Analgetik

Agen anestesi intravena atau inhalasi umumnya tidak berfungsi baik

sebagai analgetik kecuali jenis ketamine sehingga saat mengerjakan anestesi

umum, biasanya diperlukan juga tambahan agen analgetik seperti fentanyl,

sufentanil, alfentanil, meperidine, dan morfin. Agen-agen analgetik tersebut

memiliki efek analgesi dan efek samping yang sama, sehingga pemilihan agen

analgetik lebih dititikberatkan pada lama kerja agen tersebut. Efek samping

akibat pemakaian agen-agen ini adalah rasa mual, muntah, dan pruritus.

3. Agen Pelemas Otot

Agen pelemas otot digunakan saat induksi anestesi untuk melemaskan

otot-otot rahang, leher, dan saluran napas sehingga memudahkan dilakukannya

laringoskopi dan intubasi endotrakeal. Agen pelemas otot dikategorikan

menjadi agen yang mendepolarisasi (succinylcholine) atau agen yang tidak

mendepolarisasi (pancuronium, pipecuronium, vecuronium, dan lain-lain).

 Indikasi penggunaan anestesi umum :

- Infant & anak usia muda

- Dewasa yang memilih anestesi umum

- Pembedahannya luas / eskstensif

- Penderita sakit mental

- Pembedahan lama

- Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan

- Riwayat penderita toksik / alergi obat anestesi lokal8. Penderita dengan

pengobatan antikoagulan.
 Cara Pemberian Anestesi Umum :

1. Anestesi Inhalasi : Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran, Desflurane, dan

Methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini

diberikan sebagai uap melalui saluran napas. Cara pemberian anestesi inhalas :

a) Open drop method : zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di

depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak

diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara

terbuka.

b) Semi open drop method : cara ini hamper sama dengan open drop, hanya

untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.

c) Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang

dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi

dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan

hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.

d) Closed method : hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi

dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang

mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan

lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.

Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane,

dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena sifatnya

yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane) dan toksisitasnya

terhadap organ (chloroform).


2. Anestesi Intravena : Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri

atau dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau

sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk

menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas

buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya

menggunakan propofol.

 Klasifikasi Obat- obat Anestesi Umum

1. Anestesi Inhalasi

Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane

merupakan cairan yang mudah menguap.

a) Halothane

Bau dan rasa tidak menyengat, khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi

khasiat analgetiknya dan daya relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat

pada anestesi dalam. Halotan digunakan dalam dosis rendah dan

dikombinasi dengan suatu relaksans otot, seperti galamin atau

suksametonium. Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat,

mudah digunakan, tidak merangsang mukosa saluran napas. Halothane

bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli dan

mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi.

b) Enfluran

Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembedahan,

juga sebagai analgetikum pada persalinan. Memiliki daya relaksasi otot dan
analgetis yang baik, melemaskan otot uterus. Enfluran juga tidak begitu

menekan SSP. Resorpsinya setelah inhalasi , cepat dengan waktu induksi 2-

3 menit. Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan

utuh, dan sisanya diubah menjadi ion fluoride bebas. Efek samping:

hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP. Pasca bedah

dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan muntah, dapat

meningkatkan perdarahan pada saat persalinan, Sectio cesarea, dan abortus.

c) Isofluran

Salah satu kelemahan dari isofluran adalah memiliki bau yang tidak enak.

Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetik dan relaksasi otot

baik. Daya kerja dan penekanannya terhadap SSP adalah sama dengan

enfluran.

Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,

meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah, dan

keadaan tegang

d) Desfluran

Dessfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek

klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan

anestesi volatil lain, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-

6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C). Potensinya rendah,

bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi. Efek

depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas,

sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.


e) Sevofluran

Merupakan halogenasi eter, induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat

dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak

merangsang jalan napas. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang

menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan

belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan

sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.

2. Anestesi gas

 Siklopropan

Anestesi gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna. Lebih berat

daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Mudah

terbakar dan meledak oleh karena itu, anestesi gas hanya digunakan pada

closed method.

3. Anestesi Intravena

Termasuk golongan ini adalah : Barbiturate (thiopental, methothexital),

benzodiazepine (midazolam, diazepam), Opioid analgesik (morphine, fentanyl,

sufentanil, alfentanil, remifentanil), Propofol, Ketamin, suatu senyawa

Arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan

obat-obat lain ( droperianol, etomidate, dexmedetomidine).

a) Barbiturat

Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis, menghambat pernapasan

di medula oblongata, menghambat kontraksi otot jantung, tidak


menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Dosis : induksi = 2

mg/kgBB (i.v) dalam 60 detik; maintenance = ½ dosis induksi

b) Ketamin

Memiliki sifat analgetik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat.

Merupakan analgesik kuat untuk sistem somatik, lemah untuk sistem

viseral. Relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi, meningkatkan TD,

nadi, curah jantung. Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi,

hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-

muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.

Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi midazolam

atau diazepam dengan dosis 0.1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi

salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.

Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk

intramuskular 3-10 mg.

Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1% (1ml=10mg),

5% (1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg).

c) Fentanil dan Droperidol

Merupakan analgetik dan anestetik neuroleptik, kombinasi tetap. Aman

diberikan pada pasien yang mengalami hiperpireksia oleh karena anestesi

umum lain.

Fentanil: masa kerja pendek, mula keja cepat

Droperidol : masa kerja lama, mula kerja lambat


d) Propofol

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat

isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg). Suntikan intravena sering

menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan

lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi

intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif

0.2 mg/kg.

Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.

Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita

hamil tidak dianjurkan.

e) Diazepam

Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan,

efek relaksasi otot yang bekerja secara sentral, dan bila diberikan secara

intravena bekerja sebagai antikejang. Respon obat bertahan selama 12-24

jam menjadi nyata dalam 30-90 menit setelah pemberian secara oral dan

15 menit setelah injeksi intravena.

Menyebabkan penurunan kesadaran disertai nistagmus, bicara lambat.

Efek analgetik tidak ada. Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi,

dental prosedure, induksi anestesia pd pasien kardiovaskuler

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian

parenteral dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma


Efek samping : henti napas,flebitis dan trombosis (+) (rute IV)

Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB

f) Opioid

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis

tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak

digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesi

opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg, dilanjutkan dengan

dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.

 Keuntungan dan Kerugian dari Anestesi Umum

Keuntungan penggunaan anestesi umum pada bedah sesar antara lain adalah

waktu mula yang cepat, adanya pengaturan penuh terhadap ventilasi dan jalan

napas oleh ahli anestesi, dan lebih sedikitnya insidensi hipotensi yang terjadi pada

pasien hipovolemi.

Beberapa kerugian yang signifikan pada teknik anestesi umum yaitu gagal

dilakukannya intubasi sehingga meningkatan morbiditas dan mortalitas pasien

bedah sesar. Resiko untuk terjadinya kegagalan intubasi pada pasien obstetri

adalah 1:200, sedangkan pada pasien non-obstetri, resikonya adalah 1: 800.

Anestesi umum juga meningkatkan resiko terjadinya aspirasi pulmonal yang

lebih tinggi, disebabkan oleh edema pada saluran pernafasan atas dan pembesaran

payudara. Selain itu, pasien obstetri memiliki functional residual volume (FRV)
yang lebih rendah sehingga boleh terjadi aspirasi akibat pengosongan lambung

dan peningkatan tekanan abdominal.

Hal yang paling berbahaya adalah pada ibu yang dilakukan anestesi umum

adalah dapat terjadi depresi pada fetal. Bila ibu tidak dapat diventilasi, dan berada

dalam keadaan hipoksik yang ditandai dengan menurunnya pembacaan pulse

oximetry, ini mengakibatkan bayi menderita asfiksia.

B. SEKSIO SESAREA

Berdasarkan Center for Disease Control and Prevention (CDC) lebih dari

700.000 orang menjalani sectio caesaria yang pertama dan 400.000 wanita

menjalani sectio caesaria berulang tiap tahun. Jumlah total sectio caesaria adalah

29% selama tahun 2004.

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan


melalui suaru insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.1 Menurut Williams
Obstetrics, seksio sesarea didefinisikan sebagai persalinan fetus melalui
laparotomi, lalu histerotomi.

Terdapat 4 indikasi utama untuk melakukan seksio sesarea yaitu6:

 Distosia
 Gawat janin
 Kelainan letak
 Parut uterus

Indikasi seksio sesaria dilihat dari faktor maternal antara lain1,3,4:

 Panggul sempit absolut

 Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi


 Stenosis serviks/vagina

 Plasentasi abnormal

 Ruptura uteri membakat

 Riwayat seksio sesarea sebelumnya

 Riwayat histerotomi klasik sebelumnya

 Dehisensi insisi uteri

 Riwayar miomektomi sebelumnya

 Massa obstruktif traktus genital

 Infeksi HSV atau HIV

 Penyakit jantung atau paru-paru

 Malformasi arteriovenosus atau aneurisma serebri

 Seksio sesarea perimortem

C. INDIKASI SEKSIO SESARIA DENGAN GENERAL ANESTESI

1. Kontra indikasi dengan regional anestesi (Anestesi Spinal), seperti :

a. Kontra Indikasi Absolut Anestesi Spinal :

- Infeksi pada tempat suntikan

- Hipovolemia berat atau syok

- Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

- Tekanan intrakranial meningkat

- Fasilitas resusitasi minimal

- Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi

- Terdapat perdarahan intra atau ekstra kranial

b. Kontra Indikasi Relatif Anestesi Spinal :


- Infeksi sistemik

- Infeksi sekitar tempat suntikan

- Kelainan neurologis

- Kelainan psikis

- Prediksi bedah yang berjalan lama

- Penyakit jantung

- Hipovolemia ringan

- Nyeri punggung kronik

2. Fetal distress

3. Pasien menolak

4. Gagal melakukan regional anestesi

5. Regional Anestesi tidak bisa diberikan pada orang dengan gangguan

pembuluh darah sebab akan terjadi perdarahan intra canalis vertebralis →

penekanan saraf → Lumpuh


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

 Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- yang berarti “tidak, tanpa”

dan aesthetos yang berarti “persepsi, kemampuan untuk merasa”). Kata anestesi

pertama kali diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846, yang

menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian

obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.

 Indikasi dilakukannya General Anhestesi pada seksio sesarea : Kontra indikasi

dengan Anestesi Spinal, Fetal Distres, Pasien Menolak, Gagal melakukan

anestesi Regional, dan Regional Anestesi tidak bisa diberikan pada orang

dengan gangguan pembuluh darah sebab akan terjadi perdarahan intra canalis

vertebralis → penekanan saraf → Lumpuh.


DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; 2 : 29-96.

2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian

Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI

3. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan

S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2000.

4. Handoko, Tony. Anestetik Umun. Dalam : Farmakalogi dan Terapi FKUI. Edisi

4. Jakarta : Gaya Baru. 1995.

5. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. Ilmu Anestesi. Dalam : Kapita Selekta

Kedokteran FKUI. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2002.

6. Desai, A. General Considerations.

http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall. Accesed in

June 24, 2012

7. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-

HillCompanies. 2006

8. Suryanto, Martaningtyas . Anestesi . Update at : July 17th, 2011. Available at :

http://id.wikipedia.org/wiki/Anestesi. Accessed at : June 24, 2012 .

Anda mungkin juga menyukai