DAFTAR ISI…......................................................................................................i
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA…......................................................................................33
1
BAB I
PENDAHULUAN
mengenai bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan
alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Beberapa tipe
parasit, imunologis, sebab kimia atau iritatif lainnya, penyebab yang tidak
gonorrhoeae.
konjungtivitis ini, mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya
2
sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya
mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali
dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat
oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua mata,
terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul
dokter tetap akan memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih
sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk
paling sering dijumpai di seluruh dunia. Hal tersebut disebabkan antara lain
akueus, pompa kelopak mata, dan air mata. Pertahanan konjungtiva terutama
oleh adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi melarutkan kotoran
ke meatus nasi inferior. Disamping itu tear film juga mengandung beta lysine,
3
kuman mampu menembus pertahanan tersebut maka terjadilah proses infeksi
pada konjungtiva.
disebabkan oleh mikro- organisme (terutama virus dan kuman atau campuran
jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati
bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva
macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ( Ilyas dkk, 2014).
5
B. Definisi Konjungtivitis
selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk
dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan
pula karena asap, angina dan sinar. Konjungtivitis lebih sering terjadi pada
usia 1-25 tahun. Anak - anak prasekolah dan anak usia sekolah kejadiannya
paling sering karena kurangnya hygiene dan jarang mencuci tangan (Ilyas,
mata dalam waktu satu minggu. Durasi kurang dari empat minggu.
C. Etiologi Konjungtivis
6
bakteri biasanya disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,
sering disebabkan oleh adenovirus dan penyebab yang lain yaitu organisme
diperantai oleh IgE terhadap allergen yang umumnya disebabkan oleh bahan
2. Konjungtivitis alergi
3. Konjungtivitis iritatif
5. Konjungtivitis traumatik
D. Gejala Konjungtivitis
7
pada semua bentuk konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari
inflamasi dari kornea atau struktus yang lebih dalam. Warna yang
acne rosacea).
8
2. Discharge ( sekret ). Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan
secara kuat pada konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul
gross.
konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat berasal
dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan
aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air mata yang tidak
keratokonjungtivitis sika.
9
5. Pseudoptosis. Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan
darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan mengitarinya. Terlihat paling
dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks inferior dan pada batas tarsal
karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril.
10
dengan elemen selular dan eksudat) mencapai membran basement epitel,
berukuran besar juga dapat muncul pada limbus, terutama pada area yang
dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai gundukan
gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
11
8. Membran dan pseudomembran. Merupakan reaksi konjungtiva terhadap
polimorfonuklear.
lapisan Bowman dan epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam.
darah.
12
11. Granuloma. Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan
area bulat merah dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul
12. Nodus limfatikus yang membengkak. Sistem limfatik dari regio mata
E. Klasifikasi Konjungtivitis
1. Konjungtivitis bakteri
13
Haemophillus ( James dkk, 2005). Gejala konjungtivitis yaitu mukosa
keratitis dan blefaritis. Konjungtivitis bakteri ini mudah menular dari satu
Streptococcus.
3) Sekret mukopurulen.
di depan kornea.
6) Kongesti konjungtiva
14
7) Kemosis : kedua tepi palpebra seperti lengket dan sukar untuk
adalah pneumococcus.
penurunan.
15
- Gejala lainnya pada tahap infiltrasi menjadi lebih parah
3) Tahap slow healing. Pada tahap ini, nyeri dan edema pada
2. Konjungtivitis Virus
oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan
secret berair dan sedikit, folikel pada konjungtiva yang mengenai satu
3,4 dan 7 dan penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan
Pikornavirus namun sangat jarang (Ilyas dkk, 2014 ; James dkk, 2005).
melalui kolam renang. Masa inkubasi konjungtivitis virus 5-12 hari, yang
16
sembuh sendiri. Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, dan pada kasus
yang berat dapat diberikan antibotik dengan steroid topical ( Ilyas dkk,
2014).
3. Konjungtivitis alergi
yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo dkk, 2009). Gejala utama
penyakit alergi ini adalah radang ( merah, sakit, bengkak, dan panas),
Konjungtivitis Alergi
17
Kelompok ini mencakup Seasonal Allergic
tandapada SAC dan PAC pun sama, yakni gatal, mata merah
dkk,2011).
18
d. Atopic Keratoconjunctivitis (AKC)
e. Konjungtivitis Vernal
1) Tipe Palpebral.
19
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior yaitu
2) Tipe Limbal
4. Konjungtivitis Jamur
20
Konjungtivitis jamur biasanya disebabkan oleh Candida albicans
dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan
adanya bercak putih yang dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien
dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain candida sp, penyakit
TRIC
Hemoragik + + - -
putih
Folikel - + - +
Pembesaran + ++ - +/-
limfa
preaurikuler
21
Panus - - - (except +
vernal)
F. Diagnosa Konjungtivitis
sekret mata. Jenis sekret mata dan gejala okular dapat memberi petunjuk
22
Akurasi diagnosis konjungtivitis viral tanpa pemeriksaan laboratorium
dan dari gambaran klinis khas tersebut dapat diduga virus penyebabnya.
G. Penularan Konjungtivitis
keluar dari mata yang sakit yang mengandung bakteri atau virus. Salah satu
misalnya melalui jabatan tangan. Bisa pula melalui cara tidak langsung,
penggunaan sapu tangan atau tisu secara bergantian, dan penggunaan bantal
23
atau sarung bantal secara bersama-sama (Ilyas, 2008; Chaerani, 2006;
Indriana, 2012).
H. Pencegahan Konjungtivitis
sehat sesudah mengenai mata yang sakit, tidak menggunakan handuk dan lap
menggunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik
pembuatnya, mengganti sarung bantal dan handuk yang kotor dengan yang
bersih setiap hari, menghindari penggunaan bantal, handuk dan sapu tangan
I. Tatalaksana Konjungtivitis
pada kasus konjungtivitis dapat meliputi antibiotik sistemik atau topikal, obat
anti inflamasi, irigasi mata, pembersihan kelopak mata atau kompres hangat
24
Apabila kejadian konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme,
kontaminasi terhadap mata yang sehat atau mata orang lain. Instruksi
yang diberikan misalnya seperti tidak menggosok mata yang sakit dan
kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali
menyentuh mata yang sakit dan menggunakan kain lap, handuk atau sapu
2. Tatalaksana Farmakologi
spektrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4-5 kali
25
luas. Beberapa faktor yang memengaruhi pemilihan antibiotik adalah
Budiono, 2012).
radang yang hebat dan kemungkinan infeksi virus Herpes Simpleks telah
salep pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat antivirus dan
26
untuk pengobatan pada infeksi Herpes Zoster diberikan kombinasi
oral dengan dosis 1-1,5 g/hari dalam empat dosis terbagi selama 3-4
minggu. Selain itu, dapat juga diberikan Doxycycline 100 mg/oral dua
yang besar, antihistamin dan stabilisator sel mastik lebih unggul daripada
sel mast dalam memberikan manfaat jangka pendek. Pada kasus ringan
27
dihilangkan. Penggunaan antazolin antihistamin jangka panjang dan
J. Komplikasi Konjungtivitis
tidak rasional karena tidak ada indikasi dan tidak tepat jenis. Terdapat 48
28
penyakit. Hal ini akan menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya
sejak kurang lebih 3,8 milyar tahun yang lalu. Resistensi pasti diawali
adanya paparan antibiotika, dan meskipun hanya satu atau dua bakteri
satu galur baru yang resisten. Satu galur baru yang resisten ini bisa
Jangka Panjang
manfaat terapi melebihi risiko efek samping yang akan terjadi (risk-
29
tinggi kemudian diturunkan secara perlahan menurut tanda klinis
b. Terjadi Katarak
c. Terjadi Glaukoma
30
serta kerusakan saraf penglihatan, maka akan terjadi corticosteroid-
31
DAFTAR PUSTAKA
32
American Academy of Ophthalmology. (2007-2008). Basic and Clinical Science
Course. Anatomy in Lens and Cataract. San Fransisco: American
Academy of Ophthalmology.
Baschant, U. dan Tuckermann, J., 2010, The role of the glucocorticoid receptor in
inflammation and immunity, Journal of Steroid Biochemistry and
Moecularl Biology, 120, 69-75, cit. Sitompul, R., 2011, Corticosteroid in
Uveitis Management: Mechanism of Action, Clinical Application and
Side Effects, Journal of Indonesian Medical Assocciation, 61, 265-9.
Biswell R., Vaughan D.G., Asbury T., 2009, Ophtalmology Umum Ed. 14.
Jakarta. EGC
Clark AF, Zhang Y, Yorio T. (2010). Steroid-induced glaucoma. In: Levin LA,
Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and manage- ment. USA:
Saunders.
James, dkk. 2006. Lecture Notes Oftalmologi Edisi 9.Alih bahasa dr. Asri D,
Rachmawati. Jakarta: Penerbit Erlangga
33
Healthcare, The Feinberg School of Medicine at North western
University, USA
Poetker DM, Reh DD. A comprehensive review of the adverse effects of systemic
corticosteroid. Otolaryngol Clin N Am. 2010;43:753-68.
Wade PD, Iwuora AN, Lopez L. Allergic Conjunctivitis at Sheikh Zayed Regional
Eye Care Center Gambia. J Ophtalmic Vis Res. 2012. 7(1) : 24 – 28
34