Anda di halaman 1dari 19

PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 190131117
SUMATERA UTARA

PAPER

CYSTOID MACULAR EDEMA

Disusun oleh :
NAMIRA LARASSATI PULUNGAN
190131117

Supervisor :
Prof. Dr. dr. Rodiah R. Lubis, M.Ked(Oph), SpM(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 190131117
SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“CYSTOID MACULAR EDEMA”. Penulisan makalah ini adalah salah satu
syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof.
Dr. dr. Rodiah R. Lubis, M.Ked(Oph), SpM(K) selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 4 Juni 2021

i
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 190131117
SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

BAB 1...........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................4
BAB 2...........................................................................................................5
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina ....................................................................5
2.2 Cystoid Macular Edema (CME) ...............................................................7
2.2.1 Definisi .........................................................................................................7
2.2.2 Etiologi .........................................................................................................7
2.2.3 Patofisiologi .................................................................................................8
2.2.4 Diagnosis ....................................................................................................10
2.2.5 Tatalaksana .................................................................................................13
BAB III ......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................17

ii
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Anatomi Retina ...................................................................................................6
Gambar 2 Patofisiologi CME...............................................................................................8
Gambar 3 Funduskopi ........................................................................................................11
Gambar 4 Gambaran OCT pada CME. ..............................................................................12
Gambar 5 Gambaran FFA ..................................................................................................13

3
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cystoid Macular Edema (CME) didefinisikan sebagai kondisi terbentuknya rongga
seperti kista akibat akumulasi cairan di lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti dalam
bagian retina. Cystoid Macular Edema merupakan kelanjutan penyakit retina yang sering
dan terjadi pada beberapa kondisi yang patologis seperti inflamasi intraokular, oklusi
vena retina, retinopati diabetik, dan paling sering setelah operasi katarak.6
Penelitian di India menunjukkan bahwa CME terjadi pasca operasi katarak pada
47% mata tanpa Retinopati Diabetik (DR) sebelumnya dan 55% mata dengan DR yang
sudah ada sebelumnya. Hubungan positif ditemukan di antara kondisi morbid, seperti
hipertensi dan nefropati diabetik, dan kejadian CME pascaoperasi.4
Penelitian di Italia telah melaporkan tingkat edema makuler uveitik mulai dari 20%
hingga 70%, tergantung pada tes tambahan yang digunakan (pemeriksaan fundus,
angiografi fluorescein, tomografi koherensi optik). Edema makula mungkin berkembang
karena uveitis itu sendiri, atau terjadi sebagai efek samping dari obat yang dikonsumsi
untuk penyakit yang berbeda. Ini lebih sering diamati pada orang dewasa daripada pada
anak-anak, pada uveitis kronis, dan pada uveitis menengah. Tiga pola edema makuler
uveitik diamati, baik terisolasi atau dalam kombinasi: CME, pola yang paling sering
ditemukan pada hingga 80% kasus, edema makuler difus dan ablasio retina serosa.5

4
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina


Retina adalah jaringan peka cahaya yang melapisi permukaan bagian dalam mata
dan dibatasi secara internal oleh badan vitreus dan secara eksternal terhubung ke
membran koroid Bruch. Pada retina terdapat makula yang digunakan untuk penglihatan
dan persepsi warna yang optimal karena memiliki banyak lapisan sel ganglion.3
Retina adalah lapisan paling dalam mata dan berasal dari neuroektoderm. Retina
adalah selaput tipis yang memanjang dari cakram optik hingga ora serrata di depan.
Ketebalannya bervariasi dari 0,4 mm di dekat saraf optik hingga 0,15 mm di anterior di
ora serrata.2
Di tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5 hingga 6,0 mm, yang
secara klinis didefinisikan sebagai area yang dibatasi oleh arkade vaskular retina
temporal. Hal ini diketahui oleh ahli anatomi sebagai area centralis, yang didefinisikan
secara histologis sebagai bagian dari retina di mana lapisan sel ganglion lebih dari satu
sel tebal. Makula lutea didefinisikan secara anatomis sebagai area berdiameter 3 mm
yang mengandung pigmen luteal kuning xantofil. Fovea berdiameter 1,5 mm dicirikan
secara histologis dengan penipisan lapisan nukleus luar dan tidak adanya lapisan
parenkim lainnya sebagai akibat dari perjalanan oblik akson sel fotoreseptor (lapisan serat
Henle) dan perpindahan sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan retina
bagian dalam. Di tengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola
berdiameter 0,3 mm, secara klinis tampak sebagai lekukan yang menciptakan pantulan
tertentu bila dilihat secara oftalmoskopi. Ini adalah bagian tertipis dari area retina (0,25
mm), hanya berisi fotoreseptor kerucut, dan sesuai dengan zona avaskular retina pada
angiografi fluorescein.1
Lapisan-lapisan retina, mulai dari aspek dalamnya, adalah:
1. membran pembatas internal
2. lapisan serabut saraf, mengandung akson sel ganglion yang berjalan ke saraf optik
3. lapisan sel ganglion
4. lapisan pleksiform dalam, mengandung koneksi sel ganglion dengan sel amakrin
dan bipolar bipolar
5. lapisan inti dalam dari badan sel bipolar, amacrine, dan horizontal
6. lapisan pleksiform luar, yang mengandung koneksi sel bipolar dan horizontal
5
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

dengan fotoreseptor
7. lapisan inti luar inti sel fotoreseptor
8. membran pembatas luar
9. lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. epitel pigmen retina1

Gambar 1 A: Anatomi Retina, B: Lapisan-lapisan Retina, C: Struktur fovea

6
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

Sel-sel retina (sel fotoreseptor, bipolar, dan ganglion) bertanggung jawab untuk
menginterpretasikan informasi visual dari lingkungan ke otak. Foton cahaya diubah
menjadi sinyal saraf melalui proses transduksi. Proses ini dapat disederhanakan menjadi
empat tahap: fotoresepsi, transmisi ke sel bipolar, transmisi ke sel ganglion, dan transmisi
sepanjang saraf optik.3

2.2 Cystoid Macular Edema (CME)

2.2.1 Definisi
Cystoid Macular Edema (CME) merupakan sekuel patologis umum retina dan
terjadi dalam berbagai kondisi patologis seperti peradangan intraokular, oklusi vena
retina sentral atau cabang, retinopati diabetik dan paling sering setelah ekstraksi katarak.
Studi histologis menunjukkan bahwa ruang cystoid yang berorientasi radial yang terdiri
dari cairan bening secara oftalmoskopi sering terdeteksi secara klinis di area makula.
Kista ini tampaknya merupakan area retina di mana sel-sel telah bergeser akibat cairan.6

2.2.2 Etiologi
Kondisi patologis yang dapat menyebabkan edema makula yaitu:
1. Gangguan inflamasi: operasi intraokular, sindrom uveitik, prosedur laser
2. Penyakit pembuluh darah retina: retinopati diabetik, oklusi vena retina,
retinopati hipertensi
3. Penyakit vaskular koroid: neovaskularisasi koroid
4. Makulopati traksi: membran epiretinal, sindrom traksi vitreomakularcular
5. Reaksi obat: epinefrin, analog prostaglandin, asam nikotinat, tamoxifen,
glitazones
6. Distrofi retina bawaan: retinitis pigmentosa
7. Ablasi retina: eksudatif, regmatogenous
8. Tumor intraokular: melanoma koroid
9. Kelainan kepala saraf optik: papilopati diabetes/hipertensi, neuroretinitis,
lubang saraf optik/colobomas
10. Idiopatik10,13

7
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

2.2.3 Patofisiologi
CME disebabkan oleh akumulasi kistik cairan intraretina di pleksiform luar dan
lapisan inti dalam retina sebagai akibat rusaknya sawar darah-retina. CME dapat menjadi
konsekuensi serius dari berbagai prosedur dan kondisi mata, termasuk operasi katarak,
penyakit radang mata, penyakit pembuluh darah retina, dan gangguan traksi. CME
bukanlah penyakit itu sendiri, melainkan titik akhir dari berbagai proses yang mengarah
pada akumulasi cairan di makula.7
Retina resisten terhadap pergerakan cairan dan makromolekul dari vitreous ke
koroid, berfungsi sebagai barier relatif. Namun, sejumlah kecil cairan merembes ke dalam
jaringan interstisial retina karena tekanan intraokular. Sel-sel epitel pigmen retina
membuang kelebihan cairan dari retina ke koroid melalui transpor aktif, sedangkan sel-
sel Müller retina mengeluarkan cairan dari jaringan interstisial retina. Kelebihan cairan
terakumulasi di bawah retina neurosensori setelah akumulasi intraretinal, yang biasanya
diserap oleh Retinal Pigment Epithelium (RPE) yang sehat. Sel RPE berfungsi seperti
sistem limfatik jaringan lain, untuk mempertahankan perlekatan retina, bersama dengan
tekanan osmotik koroid, dan menjaga ruang subretina tetap kering. Karakteristik
histologis membran pembatas internal dan eksternal dapat menjelaskan pembentukan
kista pada lapisan retina tertentu pada CME. Bagian sinaptik dari lapisan pleksiform luar
dan dalam juga bertindak sebagai penghalang resistensi yang tinggi terhadap pergerakan
cairan, menghasilkan cairan dari pleksus kapiler menengah dan dalam yang terakumulasi
di lapisan nuklir bagian dalam, menghasilkan konfigurasi seperti kista.8

Gambar 2 Patofisiologi CME


8
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

1. Pseudophakic CME (Irvine-Gass Syndrome)


CME setelah operasi katarak (sindrom Irvine-Gass) tetap menjadi
penyebab paling umum kehilangan penglihatan setelah operasi katarak,
dan insiden yang lebih tinggi terlihat ketika operasi diperumit oleh
hilangnya vitreous, adhesi vitreous pada luka katarak atau struktur segmen
anterior lainnya, kerusakan iris , atau bahan lensa yang tertahan.7 Dan
risikonya bertambah bila dijumpai penyakit seperti diabetes, uveitis, dan
kondisi tertentu seperti usia lanjut dan adanya komplikasi operatif. Risiko
CME pseudofakia tampaknya lebih rendah dengan operasi
fakoemulsifikasi dibandingkan dengan ekstraksi katarak ekstrakapsular
atau ekstraksi katarak intrakapsular, mungkin karena pengurangan
peradangan pasca operasi.13
2. Retinitis Pigmentosa-associated CME (RP-CME)
CME dapat memperparah retinitis pigmentosa (RP) dan telah dilaporkan
terjadi pada 10%-50% pasien. Patogenesis yang mendasari RP-associated
CME (RP-CME) masih belum pasti, namun, beberapa mekanisme telah
diusulkan, termasuk: (1) kerusakan sawar darah-retina, (2) kegagalan (atau
disfungsi) mekanisme pemompaan di epitel pigmen retina, (3) edema dan
disfungsi sel Muller, (4) antibodi antiretina dan (5) traksi vitreus.15
3. Uveitic CME
Uveitis dapat terjadi dalam hubungan dengan gangguan autoimun, infeksi,
dan paparan obat sistemik atau racun. CME adalah komplikasi yang paling
sering dari uveitis dan biasanya berkembang pada pasien dengan
komponen uveitis menengah dan posterior, tetapi juga dapat terlihat
dengan uveitis anterior terisolasi. CME dapat terjadi pada berbagai
sindrom uveitis, baik autoimun (misalnya, Pars planitis, birdshot
chorioretinitis dan penyakit Vogt-Koyanagi-Harada), infeksi (misalnya,
toksoplasmosis), toksik (misalnya, terkait rifabutin), atau idiopatik
(misalnya, , sarkoidosis dan vitritis idiopatik).5,7,20
4. Drug-induced CME
Edema makula adalah efek samping yang diakui dari berbagai obat
sistemik dan lokal dan memerlukan pertimbangan khusus di antara dokter
mata dan dokter lainnya. Baru-baru ini, thiazolidinediones antidiabetes
telah terlibat dalam pengembangan edema makula, dan tinjauan literatur
9
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

Inggris mengungkapkan bahwa obat sistemik lain seperti fingolimod,


baru-baru ini disetujui untuk kambuh bentuk multiple sclerosis, agen
antikanker tamoxifen dan taxanes, serta niasin dan interferon telah
dilaporkan menyebabkan edema makula. Agen farmasi oftalmologi,
seperti analog prostaglandin, epinefrin, timolol, dan preparat pengawet
mata juga telah dilaporkan menyebabkan edema makula sebagai efek
samping.9

2.2.4 Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosis CME dapat ditegakkan dari anamnesis dengan adanya gejala
klinis berupa pandangan kabur, mikropsia, dan metamorfopsia. Adanya
riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan hipertensi. Adanya
riwayat operasi katarak, ataupun penggunaan obat-obatan seperti
latanoprost.1,2
2. Funduskopi
Dalam funduskopi, hilangnya depresi fovea adalah tanda CME yang
paling sering. Ruang cystoid intra-retina dapat dideteksi dan area
perifoveal dapat muncul dengan warna kekuningan. Pembengkakan kepala
saraf optik dapat dideteksi. Dalam kasus CME kronis, ruang cystoid
menyatu dengan kista foveal.10

10
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

Gambar 3 A: funduskopi mata normal, B: funduskopi mata dengan CME

3. Optical Coherence Tomography (OCT)


Optical coherence tomography (OCT) adalah modalitas pencitraan
noninvasif dan kuantitatif, yang memberikan gambar penampang retina,
dengan bantuan sinar laser dioda ~800 nm. OCT telah menjadi metode
diagnostik yang penting, terutama pada penyakit retina, seperti CME,
edema makula diabetik, lubang makula, dan glaukoma.11

11
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

Gambar 4 Gambaran OCT pada CME. Terlihat adanya struktur kistoid pada makula

4. Fundus Fluorescein Angiography (FFA)


FFA memungkinkan untuk pemeriksaan pembuluh darah retina, tetapi
juga menyoroti efek dinamis karena keterlambatan pengisian pembuluh
darah di berbagai struktur dan kebocoran pembuluh darah karena
kerusakan endotel, peradangan, neovaskularisasi atau peningkatan tekanan
intrakranial. Penggunaannya masih luas di bidang retina medis, tetapi
digunakan lebih sedikit dalam praktik neuro-oftalmologi, terutama karena
pengenalan Optical Coherence Tomography (OCT). FFA bergantung pada
fenomena fisik pendaran, khususnya fluoresensi dan dapat dilakukan
menggunakan kamera fundus dalam pengaturan klinik. Dilatasi pupil perlu
dicapai sebelum memulai penyelidikan. Foto dasar diambil bersama
dengan gambar bebas merah. Dalam pengaturan klinis, dosis dewasa
maksimal adalah 1000 mg fluorescein, yang setara dengan sekitar 15
mg/kg. 5 ml 100 mg/1 ml sodium fluorescein biasanya disuntikkan secara
intravena ke dalam sirkulasi sistemik.12

12
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

Gambar 5 A: Gambaran FFA normal, B: Gambaran FFA pada CME. Bercak-bercak putih di sekitar makula
menandakan adanya cairan di dalam lapisan retina

2.2.5 Tatalaksana
1. Nonsteroidal Anti-inflammation Drugs (NSAID)
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) adalah salah satu kelas obat yang
paling sering diresepkan, dan mereka secara rutin digunakan karena sifat
analgesik, antipiretik, dan antiinflamasinya. Karena mereka adalah
penghambat kuat enzim siklooksigenase (COX), mereka mengurangi
sintesis prostaglandin pro-inflamasi (PG), yang perperan penting dalam
patogenesis CME. NSAID telah digunakan secara luas secara sistemik
selama beberapa dekade dan baru-baru ini tersedia dalam bentuk formulasi
oftalmik topikal.17

13
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

2. Kortikosteroid
Steroid juga menghambat produksi prostaglandin, tetapi pada tingkat yang
lebih tinggi dalam jalur biokimia, dengan menghambat enzim fosfolipase
A2, yang mengkatalisis konversi lipid membran menjadi asam arakidonat.
Kasus resisten CME pasca operasi dan sebagian besar kasus CME uveitik
memerlukan konsentrasi makula yang lebih tinggi dari agen
kortikosteroid, biasanya dapat dicapai dengan injeksi sub-Tenon posterior.
Kasus lebih lanjut tidak responsif terhadap injeksi kortikosteroid sub-
Tenon mungkin memerlukan konsentrasi obat intraokular dicapai hanya
dengan pengiriman sistemik atau intravitreal.
3. Carbonic Anhidrase Inhibitor (CAI)
Inhibitor karbonat anhidrase dapat mengubah polaritas sistem transpor
ionik di epitel pigmen retina melalui penghambatan karbonat anhidrase
dan -glutamil transferase. Akibatnya terjadi peningkatan transpor cairan
melintasi epitel pigmen retina dari ruang sub-retina ke koroid dengan
pengurangan edema. Inhibitor karbonat anhidrase juga telah terbukti
memiliki efek langsung lainnya baik pada fungsi sel epitel pigmen retina
dan retina dengan menginduksi pengasaman ruang sub-retina, penurunan
potensial berdiri serta peningkatan daya rekat retina.13
4. Laser Photocoagulation
Dalam perawatan laser fokal dalam kasus edema makula fokal,
diperkirakan bahwa fotokoagulasi mikroaneurisma langsung di sekitar
area makula mengurangi kebocoran dari MA dengan konsekuensi
penurunan edema makula. Namun, dalam teknik perawatan laser grid,
mekanisme ini mungkin hanya berfungsi sebagian, sehingga mekanisme
lain yang mungkin telah diusulkan:
i. Oksigen meningkat melalui bekas luka laser.
ii. Penurunan vasokonstriksi autoregulasi
iii. Penurunan seluruh area kebocoran abnormal
iv. Restorasi sawar RPE19
5. Vitrectomy
Ini adalah prosedur bedah mikro intraokular yang melibatkan penyisipan
instrumen melalui sayatan yang sangat kecil di pars plana ke dalam rongga
vitreous. Vitrektomi melalui pendekatan pars plana adalah prosedur yang
14
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

paling baik. Vitrektomi memiliki banyak keuntungan, yaitu:


i. Menghindari komplikasi segmen anterior dan retina karena
pendekatannya melalui pars plana.
ii. Tidak ada bahaya keruntuhan scleral karena sistemnya tertutup.
iii. Penghapusan lensa tidak diperlukan seperti yang diperlukan dalam
kasus vitrektomi anterior.
iv. Trauma operasi minimal karena sayatan yang lebih kecil
digunakan.2
Vitrektomi efektif untuk mengobati CME dengan hyaloid posterior tegang
yang tidak responsif terhadap perawatan laser.18

15
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

BAB III
KESIMPULAN

Cystoid Macular Edema (CME) didefinisikan sebagai kondisi terbentuknya rongga


seperti kista akibat akumulasi cairan di lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti dalam
bagian retina. Frekuensi CME yang tidak terkait dengan operasi katarak sangat bervariasi,
baik di Amerika Serikat maupun internasional, tergantung pada etiologi atau kondisi yang
mendasari terjadinya CME. Beberapa penyebab tersering dari CME: pasca operasi
katarak, penyakit vaskular retina, inflamasi intraocular, akibat efek samping obat-obatan,
dan distrofi retina.
Diagnosis CME dapat ditegakkan dari anamnesis.pemeriksaan visus, pemeriksaan
oftalmologi, fluorescein angiography, Optical Coherence Tomography (OCT), dan
pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaa CME dapat dilakukan dengan pemberian
medikamentosa berupa NSAID, steroid, carbonic anhidrase inhibitor, anti VEGF ;
maupun tatalaksana berupa pembedahan sesuai etiologi yang mendasari. Prognosis visual
pada mata dengan CME tergantung pada etiologinya.

16
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Augsburger J. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology. 19th


ed. New York, N.Y.: McGraw-Hill Education LLC.; 2018.
2. Jogi R. Basic ophthalmology. 4th ed. New Delhi, India: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2009.
3. Mashige K, Oduntan O. A review of the human retina with emphasis on nerve
fibre layer and macula thicknesses. 2021.
4. Samanta A, Kumar P, Machhua S, Rao G, Pal A. Incidence of cystoid macular
oedema in diabetic patients after phacoemulsification and free radical link to its
pathogenesis. 2021.
5. Accorinti M, Okada A, Smith J, Gilardi M. Epidemiology of Macular Edema in
Uveitis. Ocular Immunology and Inflammation. 2019;27(2):169-180.
6. Rotsos T. Cystoid macular edema. Clinical Ophthalmology. 2008;:919.
7. Cho H, Madu A. Etiology and treatment of the inflammatory causes of cystoid
macular edema. Journal of Inflammation Research. 2009;:37.
8. Chung Y. Insights into the pathogenesis of cystoid macular edema: leukostasis
and related cytokines. International Journal of Ophthalmology. 2019;12(7):1202-
1208.
9. Makri O, Georgalas I, Georgakopoulos C. Drug-Induced Macular Edema. Drugs.
2013;73(8):789-802.
10. Lobo C. Pseudophakic Cystoid Macular Edema. Ophthalmologica.
2012;227(2):61-67.
11. Şahin M, Cingü A, Gözüm N. Evaluation of Cystoid Macular Edema Using
Optical Coherence Tomography and Fundus Autofluorescence after
Uncomplicated Phacoemulsification Surgery. Journal of Ophthalmology.
2013;2013:1-5.
12. Littlewood R, Mollan S, Pepper I, Hickman S. The Utility of Fundus Fluorescein
Angiography in Neuro-Ophthalmology. Neuro-Ophthalmology. 2019;43(4):217-
234.
13. Chu C, Johnston R, Buscombe C, Sallam A, Mohamed Q, Yang Y. Risk Factors
and Incidence of Macular Edema after Cataract Surgery. American Academy of
Ophthalmology. 2016;123(2):316-323.

17
PAPER NAMA : NAMIRA LARASSATI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA PULUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA NIM : 190131117

14. Wolfensberger T. The role of carbonic anhydrase inhibitors in the management of


macular edema. Macular Edema. 2000;:183-193.
15. Strong S, Liew G, Michaelides M. Retinitis pigmentosa-associated cystoid
macular oedema: pathogenesis and avenues of intervention. British Journal of
Ophthalmology. 2016;101(1):31-37.
16. Thorne J, Sugar E, Holbrook J, Burke A, Altaweel M, Vitale A et al. Periocular
Triamcinolone vs. Intravitreal Triamcinolone vs. Intravitreal Dexamethasone
Implant for the Treatment of Uveitic Macular Edema. American Academy of
Ophthalmology. 2019;126(2):283-295.
17. Russo A, Costagliola C, Delcassi L, Parmeggiani F, Romano M, dell'Omo R et al.
Topical Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs for Macular Edema. Mediators of
Inflammation. 2013;2013:1-11.
18. Khan F, Qureshi N. Pars Plana Vitrectomy for Resistant Cystoid Macular Edema.
Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan. 2019;29(12):1165-
1168.
19. Romero-Aroca P, Reyes-Torres J, Baget-Bernaldiz M, Blasco-Sune C. Laser
Treatment for Diabetic Macular Edema in the 21st Century. Current Diabetes
Reviews. 2014;10(2):100-112.
20. Li Y, Hsu S, Sheu S. A Review of Local Therapy for the Management of Cystoid
Macular Edema in Uveitis. Asia-Pacific Journal of Ophthalmology.
2021;10(1):87-92.
21. Lobo C. Pseudophakic Cystoid Macular Edema. Ophthalmologica.
2012;227(2):61-67.

18

Anda mungkin juga menyukai