Anda di halaman 1dari 42

SMF Bagian Ilmu Penyakit Mata REFERAT

RSUD Prof.DR. W. Z. Johannes Kupang FEBUARI 2020


Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

CAROTID CAVERNOUS FISTULA (CCF)

Disusun Oleh

Theresia Dian, S.Ked (1508010039)

Pembimbing :

dr.Eunike Cahyaningsih, Sp.M

dr. Komang Dian Lestari, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES

KUPANG

2020

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia masalah kesehatan mata saat ini adalah masih tingginya angka

kebutaan. Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak saat ini, sedangkan

masalah kesehatan mata yang lain termasuk kelainan vaskularisasi. Tujuan upaya

kesehatan mata di Indonesia antara lain adalah menurunkan angka kebutaan, kesakitan

mata dan gangguan penglihatan. Salah satu ancaman dan kesakitan mata disebabkan

oleh kelainan pada sistem vaskularisasi mata diantaranya Carotid Cavernous Fistula

(CCF).

Carotid Cavernous Fistula merupakan hubungan abnormal antara Cavernous


Sinus (CS) dengan Internal Carotid Artery (ICA) atau dengan salah satu cabang
External Carotid Artery (ECA) yang dapat terjadi secara spontan atau didapat (trauma).

Frekuensi CCF di Amerika maupun secara internasional adalah jarang. Carotid-

cavernous fistula tipe langsung umumnya berkaitan dengan trauma atau tindakan

operasi. Lebih dari 76% kasus CCF disebabkan oleh trauma kepala atau maksilofasial

dengan gambaran klinis yang khas, kejadian akut dan progressif. Kasus ini terhitung

jarang, namun merupakan komplikasi penting pasca trauma kepala. Sekitar 25% CCF

terjadi secara spontan, terutama pada perempuan berusia paruh baya hingga perempuan

berusia tua dan mungkin terkait dengan aterosklerosis, hipertensi sistemik, penyakit

kolagen vaskular, kehamilan, gangguan jaringan ikat (misalnya, Ehlers-Danlos), dan

2
trauma minor. Sekitar 75% CCF diakibatkan oleh trauma serebral seperti kecelakaan

kendaraan bermotor, perkelahian, dan jatuh. Luka yang terjadi dapat berupa luka

penetrans atau non penetrans dan mungkin berhubungan dengan fraktur tulang wajah

atau basis tengkorak. Carotid cavernous fistulae traumatik lebih sering terjadi pada usia

muda. CCF biasanya terjadi pada wanita usia pertengahan sampai usia tua tetapi dapat

menimbulkan gejala pada setiap kelompok umur, termasuk pada bayi. CCF karena

trauma umumnya terjadi pada remaja. Tidak ada latar belakang ras tertentu yang

terbukti bekolerasi dengan kecenderungan untuk terjadinya CCF. Laki-laki lebih

mungkin untuk pengembangan CCF karena insiden meningkat karena trauma

sedangkan wanita yang menopause lebih mungkin untuk pengembangan CCF yang

spontan.

Pemeriksaan awal penderita adalah bertujuan membuat diagnosis. Diagnosis CCF

bergantung pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Manifestasi klinis terpenting dari CCF adalah eksoptalmus yang berdenyut namun

tidak selalu menjadi keluhan utama. Keluhan utama pasien dapat pula berupa,

khemosis dan kehilangan visus gangguan tajam penglihatan, diplopia, kelopak mata

sulit dibuka, atau gangguan pergerakan bola mata, perdarahan subkonjunctiva,

oftalmoplegi. Pada pemeriksaan fisik, perhatian khusus perlu diberikan pada

pemeriksaan tajam penglihatan, lapang pandang, gerakan bola mata dan inspeksi

permukaan bola mata, kelopak mata dan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan penunjang

3
pada CCF mencakup pemeriksaan darah lengkap jika perlu, ultrasonografi,

computerized tomography scan (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI) dan

arteriografi/angiografi. Saat MRI angiografi adalah teknik terbaik untuk deteksi CCF.

BAB 2

4
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vaskularisasi Arteri Orbita

Vaskularisasi mata terdiri dari sistem arteri dan sistem vena. Sistem Arteri

orbita terutama berasal dari ophthalmic artery, (yang utama) cabang arteri carotis

interna. Arteri ophtalmika ini dipercabangkan pada saat arteri carotis interna keluar dari

sinus cavernosus. Arteri Ophtalmika berjalan lurus dibawah serabut saraf optik dan

melalui duramater yang memasuki orbita.memasuki rongga orbita melalui canalis

optikus. Arteri ini memberi banyak cabang dengan variasi yang signifikan. Selanjutnya

arteri centralis retina, cabang dari ophthalmic artery yang berasal dari bagian inferior

nervus opticus, menembus lapisan dura nervus opticus dan keluar di optic disc. Cabang

arteri ini menyebar ke permukaan dalam retina. Cabang terminal arteri ini merupakan

end arteries, yang memberikan satu-satunya suplai darah pada bagian internal retina.

Gambar 2.1 Vaskularisasi mata

Bagian eksternal retina juga disuplai oleh lamina capilaris choroid. Dari

delapan posterior ciliary arteries (juga sebagai cabang ophthalmic artery), enam short

5
posterior ciliary arteries secara langsung mensuplai choroid, dan memberikan nutrisi

pada outer nonvascular layer of the retina serta saraf optikus. Dua long posterior

ciliary arteries, satu pada masing-masing sisi bulbus oculi, melewati sclera dan choroid

untuk mengadakan anastomose dengan anterior ciliary arteries (kelanjutan dari cabang

muscular ophthalmic artery menuju musculus rectus) untuk mensuplai pleksus coroid

serta membentuk sirkulus arteriosus major iris yang mensuplai iris. Sedangkan cabang

lain dari anterior ciliary arteries juga mensuplai konjungtiva, limbus dan sklera.

Gambar 2.2sistem arteri

Pembuluh darah orbita dan extraorbita kemudian bercabang dan

beranastomose dengan pembuluh darah dari arteri carotis externa. Sebagian kecil

berasal dari arteri karotis eksterna yang mempercabangkan arteri maxillaris interna dan

arteri fasialis.Sedangkan arteri Zygomatic berasal dari arteri lakrimalis yang

6
mempercabangkan divisi temporal dan fasial yang beranastomose dengan cabang arteri

temporalis superfisial bersama Infraorbital arterydan supraorbital artery bagian

kelopak mata.

2.2. Vakularisasi Vena Orbita

Vena-vena orbita berkelok-kelok dan saling beranastomose satu dengan yang

lain. Vena-vena tersebut tidak berkatup. Orbita memperoleh drainase oleh vena oftalmik

superior dan inferior kemudian ke sinus kavernosus. Inferior ophthalmic veinjuga

mengalir ke pterygoid venous plexus. Vena centralis retina biasanya memasuki

cavernous sinus secara langsung, namun mungkin juga bergabung dengan ophthalmic

veins. Vorticose veins dari lapisan vascular layer bulbus oculi mengalir ke inferior

ophthalmic vein. Scleral venous sinus adalah struktur vascular yang mengelilingi

anterior chamber bulbus oculi di mana aqueous humor dikembalikan ke sirkulasi darah.

Gambar 2.3 sistem drainase vena

7
Aliran utama vena orbita terutama berasal dari vena oftalmik superior, yang

mulai berjalan pada kuadran superonasal orbita kemudian ke posterior melalui fissura

infraorbitalis inferior masuk ke sinus kavernosus.

Sinus kavernosus merupakan struktur berpasangan di dalam tulang sfenoid

pada bagian depan dari fossa kranii media. Sinus ini berjalan dari fissura orbitalis

superior ke bagian petrosus ke tulang temporal secara terpisah. Sinus kavernosus saling

berhubungan (kiri dan kanan) melalui sinus interkavernosus anterior dan posterior

yang juga dikenal sebagai sinus sirkular. Anatomi dari sinus kavernosus sebenarnya

unik, karena hanya ini lokasi anatomi di tubuh dimana arteri melewati secara sempurna

melalui struktur vena. Sinus kavernosus memiliki fungsi utama sebagai struktur vena

dari duramater, menerima asupan darah dari vena optalmika superior dan inferior.

Setelah memasuki sinus, darah vena mengalir melalui sinus sfenoparietal, sinus

petrosus superior, pleksus basilaris dan pleksus pterigoid.(4)

Setelah bercabang dari arteri karotis komunis, arteri karotis interna memasuki

tengkorak kepala melalui foramen laserum dan kanalis karotikus. Kemudian berlanjut

ke kanalis petrosus dan memasuki sinus kavernosus pada bagian medial dari sinus.

8
Gambar 2.4 anatomi sinus cavernosus

Di dalam sinus kavernosus, arteri karotis interna dibalut dengan filamen dura

yang kuat, terutama pada saat masuk dan keluar pada segmen inferior dan superior.

Bagian sifon dari arteri karotis berjalan melalui sinus kavernosus. Arteri karotis

intrakavernosus dapat dikelompokkan menjadi tiga segmen yang berkelanjutan : arteri

karotis intrakavernosus yang memasuki sinus pada segmen posterior, kemudian arteri

berjalan ke depan dimana arteri itu menjadi segmen horizontal dan akhirnya arteri itu

berjalan ke atas dimana menjadi segmen anterior yang ascending. Arteri karotis interna

meninggalkan sinus kavernosus di bagian bawah dari prossesus klinoideus anterior dari

9
tulang sfenoid yang paling tipis. Karena arteri karotis interna terfiksasi ke duramater

dan sekitarnya di basis tengkorak, hal ini membuatnya menjadi mudah terpapar dengan

cedera, yang dapat merobeknya.

Aliran darah vena orbita kembali ke jantung melalui vena jugularis interna lalu

menuju ke vena subclavia dan vena brachiosephalica menuju ke vena cava superior

lalu kembali ke jantung dan sistem peredaran darah tubuh.

Gambar 2.5 drainase vena orbita

2.3. Carotid Cavernosus Fistula (CCF)

2.3.1. Definisi

10
Carotid Cavernous Fistulas (CCF) merupakan hubungan abnormal antara

CavernousSinus (CS) dengan Internal Carotid Artery (ICA) atau dengan salah satu

cabang ExternalCarotid Artery (ECA).Carotid-cavernous fistulaadalah hubungan

abnormal antara arteri karotis dengan sinus kavernosus, yang dapat terjadi secara

spontan atau didapat (trauma)(3,4) Fistula Carotid cavernosus juga dapat diartikan

sebagai perubahan, perpindahan atau pergeseran arteri vena di dura.

2.3.2. Epidemiologi

Berdasarkan data Global visual impairment dilaporkan bahwa estimasi jumlah

orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun 2010 adalah sebanyak

285 juta jiwa atau sekitar 4,24% populasi. Berdasarkan hasil RISKESDAS 2007 dan

2013 didaptkan data terkait angka kejadian gangguan penglihatan berdasarkan umur,

dilaporkan gangguan penglihatan dan kebutaan tertinggi didapatkan pada usia diatas

50 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, didapatkan kondisi ini lebih banyak

diderita oleh perempuan. Salah satu penyebab kebutaan karena adanya kelainan

vascular diantaranya CCF.

Frekuensi CCF di Amerika maupun secara internasional adalah jarang. CCF tipe

langsung umumnya berkaitan dengan trauma atau tindakan operasi. Lebih dari 76%

kasus CCF disebabkan oleh trauma kepala atau maksilofasial dengan gambaran klinis

yang khas, kejadian akut dan progressif. Kasus ini terhitung jarang, namun merupakan

komplikasi penting pascatrauma kepala.Sekitar 25% CCF terjadi secara spontan,

11
terutama pada perempuan berusia paruh baya hingga perempuan berusia tua, dan

mungkin terkait dengan aterosklerosis, hipertensi sistemik, penyakit kolagen vaskular,

kehamilan, gangguan jaringan ikat (misalnya, Ehlers-Danlos), dan trauma minor.

Sekitar 75% CCF diakibatkan oleh trauma serebral seperti kecelakaan kendaraan

bermotor, perkelahian, dan jatuh. Luka yang terjadi dapat berupa luka penetrans atau

nonpenetrans dan mungkin berhubungan dengan fraktur tulang wajah atau basis

tengkorak. CCF traumatik lebih sering terjadi pada usia muda. Dural carotid cavernous

sinus fistula biasanya terjadi pada wanita usia pertengahan sampai usia tua tetapi dapat

menimbulkan gejala pada setiap kelompok umur, termasuk pada bayi. Tidak ada latar

belakang ras tertentu yang terbukti bekolerasi dengan kecenderungan untuk

pengembangan CCF. Laki-laki lebih mungkin untuk pengembangan CCF karena

insiden meningkat karena trauma sedangkan wanita yang menopause lebih mungkin

untuk pengembangan CCF dural yang spontan.CCF mewakili sekitar 12% dari semua

fistula arteriovenosa dural. Tipe A lebih sering terjadi pada laki-laki muda. Jenis B, C,

dan D lebih sering terjadi pada wanita yang lebih tua dari 50 tahun, dengan rasio

perempuan : laki-laki sekitar 7:1.

2.3.3. Etiologi

Sekitar 75% penyebab dari carotid cavernous fistula adalah trauma serebral, dengan

kecelakaan kendaraan bermotor, perkelahian dan terjatuh dari ketinggian merupakan

12
kejadian yang paling sering. Cedera bisa berupa luka tembus ataupun tidak dan dapat

berkaitan dengan fraktur pada basis kranii atau tengkorak wajah.

Sekitar 25% sisanya terjadi secara spontan, terutama pada wanita usia pertengahan

sampai dengan tua, yang berkaitan dengan aterosklerosis, hipertensi sistemik, penyakit

kolagen vaskular, kehamilan, gangguan jaringan ikat (misalnya, Ehlers-Danlos), dan

trauma minor. Carotid-cavernous fistula iatrogenik pernah dilaporkan akibat operasi

pituitari transpenoidal dan operasi sinus ethmoidalis.(3)

Etiologi dari bermacam-macam carotid cavernosus fistulas belum sepenuhnya

dijelaskan. Carotid cavernosus fistulas bisa menjadi baik langsung maupun tidak

langsung. Direct fistulas, seperti yang diketahui pada namanya mengandung atau

menggabungkan sebuah hubungan langsung diantara arteri carotid intracavernous dan

sinus cavernous, dimana indirect fistulas terbentuk dari hubungan antara cabang-

cabang pada internal dan external arteri carotid dan sinus cavernous. Direct fistulas

biasanya akibat dari trauma, kerusakan spontan pada aneurisma pada cavernous

segmen arteri carotid internal. Dalam kasus ini, sebuah hubungan langsung meningkat

diantara arteri carotid dan sinus cavernous.

Direct CCF biasanya berakibat pada trauma atau sebuah kerusakan

intracavernous carotid arteri aneurysm. Fistula-fistula tersebut ( dikenali dalam

berbagai bebagai macam sebagai tipe ACCF ), yang khususnya menyerang sebuah

hubungan langsung di antara carotid arteri dan cavernous sinus, adalah lesi yang

13
beraliran tinggi. Jika tidak ditangani, mereka akan menjadi orbital edema yang

progresif dan congestif atau bahkan kebutaan. Mereka akan mengarah pada cortical

venous hypertension serius yang akan terus memburuk. Mereka jarang sekali membaik

secara tiba-tiba.

Indirect carotid cavernous fistulas merupakan malformasi sesungguhnya transdular

vascular atau DAVM (dura arteri vena malformation),dimana hubungan antara internal

carotid arteri dan cavernous sinus itu tidak langsung, tetapi melewati dura, dan

menyerang satu dari cabang intracavernous pada internal carotid arteri ( tipe B ), atau

cabang meningeal pada external carotid arteri ( tipe C ), atau kedua-duanya..

2.3.4.Patogenesis

Carotid-cavernous fistula terjadi karena robeknya dinding dari arteri karotis interna

intrakavernosus atau cabangnya baik traumatik ataupun spontan. Hal ini menyebabkan

sirkulasi yang pendek dari darah arteri ke vena dari sinus kavernosus.(3) Carotid-

cavernous fistula langsung (merupakan jenis carotid-cavernous fistula yang paling

sering, sekitar 70-90%) ditandai oleh adanya hubungan langsung antara segmen

intrakavernosus dari arteri karotis interna dengan sinus kavernosus. Fistula ini

biasanya mempunyai kecepatan aliran darah arteri yang kuat dan umumnya disebabkan

oleh robekan traumatik pada dindig arteri.(3)

Dural carotid-cavernous fistula ditandai oleh hubungan antara sinus kavernosus dan

satu atau lebih cabang meningens dari karotis interna, arteri karotis eksterna atau

14
keduanya. Fistula ini biasanya memiliki aliran darah arteri yang lambat dan hampir

selalu menyebabkan gejala dan tanda yang spontan, tanpa didahului trauma ataupun

manipulasi.(3) Patogenesis dari fistula ini masih kontroversial. Salah satunya

berspekulasi bahwa dural carotid-cavernous fistula yang spontan terbentuk setelah

adanya robekan satu atau lebih dari dinding arteri dura yang tipis (yang normalnya

melewati sinus kavernosus). Teori yang lain yang menjelaskan asal dari dural carotid-

cavernous fistulaadalah lesi tersebut diperoleh sebagai respon dari trombosis vena

yang spontan di sinus kavernosus dan membuat usaha untuk

menyediakan jalan bagi aliran vena kolateral.(6)

2.3.5. Klasifikasi

Carotid-cavernous fistula dibagi menjadi carotid-cavernous fistula langsung dan

carotidcavernous fistula tidak langsung (dural) dengan tipe A-D :

Carotid-cavernous fistula langsung ( tipe A ) : adanya hubungan (dengan aliran yang

kuat) antara arteri karotis interna dengan sinus kavernosus, yang dapat disebabkan oleh

trauma ataupun spontan.

15
Gambar 2.6 CCF tipe A

Carotid-cavernous fistula tidak langsunng : adanya hubungan (dengan aliran yang

lemah) antara arteri duramater ke sinus kavernosus. Dibagi menjadi :

Tipe B : berasal dari percabangan meningens arteri karotis interna.

Gambar 2.7 CCF tipe B

16
Tipe C : berasal dari percabangan meningens arteri karotis eksterna.

Gambar 2.8 CCF tipe C

Tipe D : berasal dari percabangan meningens arteri karotis interna dan arteri karotis

eksterna.

Gambar 2.9 CCF tipe D

17
Gambar 2.10 jenis carotid cavernosus fistula

2.3.6. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari CCF bergantung pada derajat shunting dan rute dari alian vena.

Gambaran klinis dari CCF tipe langsung meliputi onset yang cepat dan pulsatile

eksoftalmus, kongesti konjungtiva, chemosis, perdarahan subkonjunctiva,

oftalmoplegi, peningkatan tekanan intraokuli, proptosis, parese nervus III, IV, VI, dan

adanya bruit yang dapat didengar dengan stetoskop bila diletakkan diatas palpebra

superior. Bruit adalah desah dari aliran darah yang melalui celah yang sempit .

Diplopia dapat terjadi akibat paresis nervus penggerak bola mata, kongesti orbital atau

kedua mekanisme tersebut.(7) Bola mata menjadi immobile baik secara parsial ataupun

komplit karena penekanan pada saraf okular yang melewati sinus.(8) Mungkin dijumpai

nyeri atau rasa tidak enak di periorbita atau retrookular, yang menunjukkan adanya

suatu proses inflamasi.(7)

18
Gambar 2.11 Gambaran klinis dari carotid-cavernous fistula

Gambaran klinis dari carotid-cavernous fistulatipe tidak langsung adalah onsetnya

perlahan-lahan dan gejalanya lebih ringan. Dijumpai mata merah pada satu atau kedua

mata yang disebabkan dilatasi vena konjungtiva dan episklera. Gambaran yang tampak

pada mata tersebut menyerupai konjungtivitis, episkleritis, namun dengan pemeriksaan

yang hati-hati dari pembuluh darah yang dilatasi itu biasanya menunjukkan gambaran

tortuous corkscrew yang khas, yang merupakan patognomonik dari dural carotid-

cavernous fistula.(7)

Ketajaman penglihatan berkurang secara patologi dapat dijelaskan dengan adanya

disfungsi dari retina, penurunan tekanan perfusi di arteri optalmika danpeningkatan

tekanan vena. Akibatnya terjadi hipoksia kronik pada sel-sel retina.(9)

Berikut ini penjelasannya :

a. Proptosis atau eksoftalmus

Proptosis adalah salah satu dari tanda-tanda yang paling umum diamati pada
pasien dengan CCF direct, terjadi pada hampir semua pasien jika fistula ini tidak
diobati. Dalam sebagian besar kasus, proptosis berkembang pesat di sisi fistula,menjadi

19
jelas dalam beberapa hari meskipun beberapa kasus telah diuraikan di mana proptosis
telah berlangsung beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah trauma kepala.
Dalam kasus seperti itu,di asumsikan bahwa arteri karotis interna terluka disaat trauma,
tapi fistula tidak berkembang sampai lama.

Pada beberapa pasien, proptosis terjadi tidak hanya pada sisi fistula, tetapi juga
di sisi yang berlawanan . Pada sekitar sepertiga kasus dengan proptosis bilateral,
proptosis ini berkembang secara bersamaan pada kedua sisi . Pada akhirnya, mata
sebelahnya menjadi terkena dampak setelah terkena mata pertamanya.

Gambar 2.12 proptosis

Setelah proptosis berawal, meningkat perlahan-lahan selama beberapa minggu


sampai akhirnya stabil. Mata biasanya terdorong langsung ke depan, tetapi dapat
terdeviasi ketika motor okularparesis hadir . ukuran dari proptosis, dan sebagian besar
memiliki 10 mm atau kurang , namun,Birch-Herschfeld pernah mengemukakan pasien
dengan proptosis 16 mm .

Kebanyakan pasien yang memiliki proptosis yang signifikan disebabkan oleh


direct CCF juga ditemukan adanya bruit kranial atau memiliki bukti denyut okular,
meskipun hal ini tidak selalu terjadi.

20
b. Perubahan kelopak mata dan wajah

Pada tahap awal dari CCF direct, kelopak mata dapat menjadi cukup atau
bahkan sangat bengkak. Pembengkakan dapat persisten dan berhubungan dengan
perubahan progresif dari kelopak mata dan pembuluh darahnya. Pada akhirnya,
pelebaran pembuluh periorbital bergelombang dapat menyebabkan sianosis dermal
kronis dan penebalan yang menyerupai perubahan yang terlihat pada pasien dengan
bawaan malformasi arteriovenous wajah .Ketika vena oftalmik superior melebar,
bagian medial kelopak mata atas dapat jauh meregang dan bengkak.

Gambar 2.13 edema palpebra

c. Chemosis dari Konjungtiva

Chemosis konjungtiva terjadi pada kebanyakan pasien dengan CCF direct. Ini
dapat terjadi sebelum proptosis menjadi lebih jelas, dan mungkin menjadi sangat khas
Karena tarsus dari kelopak mata atas lebih tebal dan lebih kencang dari tarsus dari

21
kelopak mata bawah, bulbar superior dan palpebral konjungtiva biasanya tetap
nonchemotic,dengan chemosis yang terbatas pada bulbar interpalpebral konjungtiva
dan palpebral konjungtiva inferior, terlepas dari laju aliran darah melalui fistula. Pada
kasus yang berat, palpebra konjungtiva rendah sebenarnya prolaps melalui fisura
interpalpebral. Jika tidak di tangani dengan baik, konjungtiva prolaps dapat
menjadinekrotik dan terinfeksi.

Gambar 2.14 chemosis dari konjungtiva

d. Arterialisasi dari Konjungtiva dan episclera Vena

Sebagaimana darah arteri dipaksa masuk dari anterior ke dalam vena


orbital,konjungtiva dan pembuluh darah episcleral menjadi melebar, berliku-liku, dan
penuh dengan darah arteri. Arterialisasi pembuluh konjungtiva ini merupakan ciri dari
suatu CCF. Meskipun awalnya mungkin keliru untuk konjungtivitis atau episkleritis,
pelebaran aneh dan berliku pembuluh yang terkena biasanya cukup khas. Luasnya
arterialisasi dari konjungtiva dan pembuluh darah episcleral bervariasi. Ini mungkin
meluas atau terbatas padahanya dua atau tiga pembuluh darah. Arterialisasi pembuluh
darah jarang dapat terjadi

22
Gambar 2.15 arterilisasi pembuluh darah

e. Pulsasi okuler

Pulsasi okuler disebabkan oleh transmisi gelombang denyut nadi dari karotis
interna atau arteri oftalmik kevena oftalmik. Pada pasien dengan CCF direct, pulsasi di
sisi fistula selalu mengalami peningkatan amplitudo, dan asimetri. Pulsasi mata yang
abnormal dapat terlihat atau hanya teraba. Pulsasi mata yang terlihat biasanya lebih
mudah dideteksi dari sisi samping dari pada depan. Pulsasi mata yang teraba dapat
terdeteksi sebagai sensasi dorongan dari darah yang lewat dalam pembuluh, atau
sensasi penuh dari mata terhadap jari-jari yang ditempatkan pada kelopak mata.

Peningkatan Pulsasi mata mungkin berkembang secepat pada CCF yang baru
terbentuk mulai mengalir ke anterior. Hal ini mungkin terdeteksi dalam beberapa jam
setelah trauma dengan cara observasi, palpasi, atau cara lain. Applanation tonometry
adalah metode efektif untuk mendeteksi peningkatan Pulsasi okular, bahkan ketika
Pulsasi tersebut tidak terlihat.

f. Pulsasi Exophthalmos

Ketika CCF direct dengan aliran darah yag meningkat dari anterior ke bagian
orbita, akan menimbulkan denyut okular yang terlihat di sebut pulsasi exophthalmos.
Dalam hal ini, exophthalmos hampir selalu dikaitkan dengan konjungtiva chemosis,
arterialisasi pembuluh konjungtiva, dan bruit yang terdengar baik pada pasien dan

23
pemeriksa. Ketika seorang pasien dengan trauma kepala sebelumnya berkembang
pulsasi exophthalmos yang terkait dengan tanda-tanda lain, diagnosis CCF direct,
biasanya jelas.

Pulsasi exophthalmos dapat disebabkan oleh kondisi lain dari CCF direct,
namun dalam kasus tersebut, diagnosis yang benar biasanya tidak dibuat sampai studi
neuroimaging yang sesuai dilakukan.

g. Kerusakan kornea

Keratopathy Exposure adalah tanda kornea yang paling sering ditemui pada
pasien dengan CCF direct. Ini biasanya terkait dengan tingkat keparahan proptosis..
Keratopathy mungkin diperburuk oleh neuropati trigeminal yang disebabkan oleh
cedera atau efek fistula pada saraf trigeminal dalam sinus cavernous .

Gambar 2.16 keratopati exposure

Meskipun keratopathy eksposur adalah tanda kornea yang paling umum pada
pasien dengan CCF direct, itu bukan satu-satunya tanda. Kornea juga bisa menjadi
keruh dan kabur pada pasiendengan glaukoma sekunder atau segmen anterior iskemia.

24
h. Diplopia

Diplopia terjadi pada sekitar 60-70% pasien dengan direct CCF. Diplopia ini
mungkin disebabkan oleh disfungsi dari satu atau lebih dari saraf motorik okular, otot-
otot ekstraokular, atau keduanya.

Ketika CCF direct disebabkan oleh trauma, saraf oculomotorius akan rusak
yang menyebabkan terjadinya ophthalmoparesis namun biasanya tidak dapat diperiksa
pada pasien dengan penurunan kesadaran karena adanya trauma. Ophthalmoparesis
juga dapat disebabkan oleh kerusakan pada salah satu atau lebih dari saraf motorik
okular oleh fistula itu sendiri. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh kompresi saraf oleh
fistula, iskemia dari perubahan dalam aliran darah dalamvasa nervorum saraf motorik
okular, atau keduanya.

Dari tiga saraf motorik okular, saraf abducens adalah paling sering dipengaruhi
oleh CCF direct. Saraf abducens mungkin satu-satunya okular saraf motorik yang
terkena atau mungkin rusak bersama dengan salah satu atau kedua saraf motorik okular
lainnya. Terkenanya saraf abducent di pengaruhi oleh letak saraf yang berada pada
bagian luar lateral dinding sinus cavernosus sehingga lebih mudah rusak oleh
perubahan hemodinamik dan mekanik yang terjadi ketika fistula berkembang. Di
antara 33pasien dengan 34 traumatis CCF direct, Kupersmith.menemukan 28 paresis
saraf abducens (85%).

Gambar 2.17 kerusakan saraf abducens

25
Meskipun paresis saraf abducens adalah yang paling umum dari paresis saraf
motorik okular yang terjadi pada pasien dengan CCF direct namun kerusakan saraf
occulomotrius dan trochlear dapat juga terjadi. Pasien dengan CCF direct,
ophthalmoparesis, dan diplopia yang tidak memiliki proptosis yang signifikan,
chemosis, dan edema orbital hampir selalu memiliki keterbatasan neuropatik dari
gerakan mata.

i. Kelainan oftalmoskopik

Pelebaran vena retina merupakan manifestasi dari adanya CCF. Ketika derajat
pelebaran ringan, mungkin tidak memiliki arti penting selama oftalmoskopi direct
sedangkan pada yang kasus berat, di dapatkan pembengkakan optik diskus serta
perdarahani dari arteri retina centralis.

Gambar 2.18 pembegkakan optik diskus

Semua manifestasi ini disebabkan oleh stasis vena dan gangguan aliran darah
retina, serta iskemia sekunder atau hipoksia. Pembengkakan disc biasanya ringan,
tetapi bisa berat.

26
j. Disfungsi Saraf Trigeminal

Nyeri pada orbital biasanya jarang terjadi pada pasien dengan CCF direct
kecuali jika terjadi ulserasi pada kornea. Namun demikian, pasien kadang-kadang
mengeluh nyeri wajah dari bagian oftalmik dan maksila dari saraf trigeminal. Selain
itu pasien juga dapat mengalami penurunan sensasi kornea, sensasi facial, atau
keduanya pada wajah. Nyeri dan penurunan hipestesi berhubungan dengan iskemia
atau kompresi dari oftalmik dan maksila dari saraf trigeminal dalam sinus kavernosus.

k. Glaukoma

Glaukoma berkembang pada 30-50% pasien dengan direct CCF dan dapat
disebabkan oleh beberapa mekanisme yang berbeda. Penyebab paling umum adalah
peningkatan tekanan intra okular. Tekanan intra okular pada kebanyakan kasus
biasanya agak meningkat sebesar 50-60mm Hg. Menurut Weekers dan Delmarcelle,
tekanan intraokular meningkat milimeter ke milimeter dengan peningkatan yang sesuai
pada tekanan vena episcleral dalam jenis glaukoma . Tekanan intra okular terlalu tinggi
dapat dikaitkan dengan berkembangnya oklusi arteri retina sentral.

Penyebab kedua glaukoma pada pasien dengan CCF direct kongesti orbital,
yang biasanya terjadi dalam hubungan dengan proptosis berat dan chemosis. Glaukoma
neovascular dapat terjadi pada beberapa pasien dengan CCF direct. Hal ini dapat terjadi
karena adanya hipoksia retina kronis dan neovaskularisasi retina karena adanya oklusi
dari vena dan arteri sentralis retina.

27
Gambar 2.19 glaukoma neovaskular

2.3.7. Diagnosis

Tahap pemeriksaan diantaranya :

A. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit seperti trauma kepala, serta beberapa penyakit yang

menyebabkaneksoptalmus yang berdenyut, khemosis dan kehilangan visus. Hal

inipenting karena proptosis dapat disebabkan oleh ateri – vena malformasi serta adanya

peningkatan tekanan bola mata

B. Pemeriksaan mata

Pemeriksaan mata secara teliti sangant diperlukan antara lain :

- Penilaian penglihatan (visus)

- Penilaian struktur palpebra

28
- Pengamatan terhadap perubahan orbita sepertieksoptalmus yang berdenyut, khemosis

dan kehilangan visus.

- Penilaian pergerakan dan posisi bola mata.

- Penilaian permukaan bola mata dan konjungtiva, tekanan bola mata dan kondisi

bagian bola mata khususnya nervus optikus.

C. pemeriksaan penunjang

1. Funduskopi

Pemeriksaan fundus pada mata menunjukkan dilatasi dari vena dengan pulsasi

spontan, edema diskus optikus, perdarahan retina, retinopati stasis vena atau oklusi

vena.

2. Neuro imaging.

Pada pemeriksaan neuroimeging seperti CT Scan dan MRI, carotid-cavernous fistula

menunjukkanpelebaran vena optalmika superior, penebalan otot-otot ekstraokular dan

adanya pelebaran sinus kavernosus dengan gambaran konveks dari dinding lateralnya.

Perubahan ini hanya bisa menunjukkan kecurigaan suatu fistula.

 MRI

MRI menyediakan atau memberikan test pencitraan yang baik untuk pasien yang

diduga dengan diagnosa CCF. MRI adalah sebuah penangan terbaik dengan diagnosis

29
CCF yang muncul. Ini kebanyakan benar karena MRI dapat menunjukkan keberadaan

parenkimal hemorrhage atau leptomeningeal venous drainage.

1 2

Gambar 2.20 Gambaran MRI CCF

Pada gambar 2.20, bagian 1 tampak pelebaran vena ophtalmica superior pada anak

panah dan pada bagian 2 tampak terjadinya CCF sebelah kanan yang di tunjukan pada

anak panah tersebut.

Gambar 2.21 Gambaran MRI CCF

30
Pada gambar MRI 2.21 dapat dilihat pada bagian A, B dan C terjadinya carotid

cavernosus fistula

 CT scan

CT scan memiliki keterbatasan sensitivitas dalam mengevaluasi pasien untuk CCF.

Karena keterbatasannya dalam menunjukkan letak anatomy dibandingkan MRI, CT

tidak danjurkan sebagai penanganan tidak juga sebagai sebuah alat atau cara bagi

pasien dengan diagnosa CCF. Gambaran yang didapat pada CT Scan :

 Proptosis

 pembesaran vena oftalmik superior

 otot ekstra okular mungkin membesar

 edema orbita

 mungkin terlihat SAH / ICH dari pecahnya vena kortikal

 Angiography

Angiography digunakan untuk mengkonfirmasi temuan CT scan atau MRI sebelum

pengobatan. Arteriogrphy penting dalam menentukan lokasi yang tepat dari fistula,

suplai arteri, dan pola drain vena. Arteriography juga menyediakan akses untuk

pengobatan definitif dari CCF. Saat ini, cara yang paling baik untuk mengobati CCF

adalah melalui rute endovascular. Gambaran Angigraphy :

o cepat shunting dari ICA CS (rapid shunting from ICA to CS)

31
o pembesaran pembulih darah vena

o retrograde mengalir dari CS, paling sering ke dalam vena Mata

Gambar 2.23. Proyeksi lateral dari substraction angiografi Tipikal carotid-cavernous fistula

Proyeksi lateral dari substraction angiografi menunjukkan pengisian dari arteri karotis

interna dengan sinus kavernosus sebagai akibat robeknya arteri karotis interna

intrakavernosus. Tampak pengisian vena oftalmika superior (panah yang di atas) dan

vena oftalmuka inferior (panah di bawah)

 Ultrasound

vena oftalmik dan sistem arteri dapat dilihat pada AS-Doppler. Gambaran color

dopplermenunjukkan aliran darah arteri pada vena optalmika superior yang

dilatasi.(10)Pemeriksaan definitif dari carotidcavernous fistula ialah arteriografi

serebraldengan kateterisasi selektif dari arteri karotis interna dan eksterna pada kedua

sisi.(11)

32
Gambar 2.24 Gambaran Color Doppler dari aliran vena oftalmika superior pada pasien carotid-

cavernous fistula

2.3.8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari CCF meliputi kelainan vaskular, seperti trombosis sinus

kavernosus. Gambaran klinis dari trombosis sinus kavernosus ini adalah edema

periorbital, khemosis, parese nervus III, IV, VI, ptosis, midriasis, eksoftalmus,

hipoestesi atau hiperestesi disepanjang dermatom nervus V.

Oftalmopati tiroid merupakan proses autoimun yang dapat mempengaruhi jaringan

orbita dan periorbita. Kondisi ini merupakan penyebab tersering proptosis unilateral

dan bilateral pada remaja dan usia pertengahan. Sembilan puluh persen penderitanya

hipertiroidisme dan 6% eutiroid. Oftalmopati tiroid menunjukkan gejala penurunan

visus, proptosis, lakrimasi dan diplopia.

Gejala dan tanda dari dural carotidcavernous fistula kadang-kadang ringan saja,

biasanya spontan dan bisa juga perlahan, hal ini menyebabkan kesalahan diagnosis.

33
Ketika pasien menderita mata merah, dengan pembengkakan kelopak mata yang

minimal, hal ini menyerupai konjungtivitis kronik atau blefarokonjungtivitis

yang refrakter terhadap terapi topikal.

2.3.9. Penatalaksanaan

Terapi optimal dari CCF adalah obliterasi atau penutupan dari hubungan abnormal dari

arteri vena atau dengan restorasi aliran arteri dan vena yang normal dengan tetap

menjaga utuhnya arteri karotis interna. Teknik yang digunakan untuk hal tersebut

meliputi operasi perbaikan dari bagian yang rusak dari arteri karotis interna

intrakavernosus, embolisasi atau oklusi balon dari fistula tersebut. Hubungan carotid-

cavernosus dapat ditutup dengan embolisasi intravascular dengan coil, liquid embolic

agents, balloon embolization, dan pemasangan stent.

Tipe-A fistula biasanya didekati melalui arteri karotid internal. Sebuah balon dilepas

kemudiandapat diposisikan untuk menutup jalan fistula sambil mempertahankan

patensi dari arteri karotis. Vena pendekatannya melalui vena jugularis internal dan

sinus petrosus memungkinkan akses kefistula dari sisi vena.Kebanyakan penyumbatan

pada CCF dapat dikurangi dengan menggunakan balon, melalui perjalanan arteri balon

dapat meningkat melebihi diameter sehingga mencegah pergeseran. Penyebab

kegagalan dari terpi ini karena masuknya balon terhadap sebuah vena terlalu kecil

untuk memungkinkan sesuiia inflasi balon atau karena spikula tulang yang dapat

menusuk balon tersebut.. Ketika balon sendiri hanya sebagai sebuah penyumbat dari

34
fistula. Dalam kasus tersebut , sebuah tes oklusi semetara harus dilakukan untuk

menilai adanya waktu sisa untuk fistula dan untuk kecukupan perfusi otak setelah

oklusi. Bahan pilihan seperti balon yang diisi dengan polimerasi dan campuran larutan

garam. Setelah balon ditempatkan dilokasi yang diinginkan suatu angiogram dilakukan

untuk mengkonfirmasi penyumbatan pada fistula.

Secara umum embolisasi endovaskular merupakan terapi optimum untuk lesi yang

menyebabkan gejala dan tanda yang progresif seperti kehilangan penglihatan, diplopia,

bruit yang tidak dapat ditoleransi dan proptosisyang berat.

Pada pasien dengan fistula yang hanya berhubungan dengan cabang meningeal dari

arteri karotis eksterna atau dengan cabang meningens dari kedua arteri karotis eksterna

dan interna, material embolisasi dimasukkan melalui kateter mikro, ditempatkan di

arteri karotis eksterna berlanjut ke cabang yang menghubungkan fistula.

Gambar 2.25 Angiogram arteri karotis interna

Pada gambar 2.25 bagian (a). menunjukkan pengisian yang bersamaan dari sinus

kavernosus dan vena oftalmika superior. Fistula juga diisi dari percabangan arteri

35
karotis eksterna. (b). Coil multipel dan glue ditempatkan di sinus kavernosus melalui

pendekatan vena (vena oftalmika superior). (d). Tidak ada residu pengisian vena post

embolisasi.

Embolisasi dan ligasi dari fistula yang berhubungan dengan arteri karotis interna

hampir tidak pernah dilakukan, karena morbiditas neurologis dari embolisasi distal.

Jalur yang digunakan biasanya melalui vena femoral atau vena jugularis interna

menuju sinus petrosus inferior atau superior dan kemudian ke sinus kavernosus.Tetapi

jika jalur ini gagal, variasi jalur lain bisa digunakan, kebanyakan melibatkan kanulisasi

dari vena oftalmika superior atau inferior.Pendekatan melalui vena oftalmika superior

secara langsung pada banyak kasus. Prosedur ini dilakukan di ruangan operasi dengan

panduan fluroskopi, dimana pasien dalam keadaan anastesi umum. Dilakukan insisi

kulit curvilinier pada lipatan kelopak mata atas atau pada sulkus superior dari kelopak

mata atas bagian nasal dengan bantuan mikroskop. Insisi diteruskan ke muskulus

orbikularis okuli. Septum orbita diidentifikasi dan dibuka dengan ujung gunting yang

tajam, sampai ter-expose lemak retroseptalorbita. Vena oftalmika superior

diidentifikasi dengan menggunakan blunt dissection.

36
Gambar 2.26 Operasi penutupan fistula dengan menggunakan mikro kateter dari vena

optalmika superior

Vena muncul berwarna merah kebiruan dengan ukuran diameter bervariasi antara 3-8

mm. Vena tersebut dibersihkan secara hati-hati dari lemak orbita disekelilingnya yang

melekat sampai ter-expose 10-20 mm. Dilakukan ligasi pada kedua ujung vena

tersebut. Insisi kecil dilakukan pada dinding vena antara dua ligasi tersebut.

Mikrokateter dimasukkan melalui insisi kecil tadi. Kemudian penempatan

mikrokateter tersebut menggunakan teknik two-person, dimana satu orang memegang

kateter dan satunya lagi memanipulasi ligasi sehingga kateter dapat lewat dan

membatasiperdarahan. Kateter diteruskan ke posterior dengan panduan fluoroskopi

37
sampai ke sinus kavernosus, kemudian coil dilekatkan sampai fistula tertutup. Setelah

itu kateter dikeluarkan dan insisi dijahit.

Pasien biasanya membutuhkan angiogram tindak lanjut untuk memastikan bahwa

fistula tersebut tidak terulang atau alternative jalur fistulousyang tidak berkembang.

Gambar 2.27 Gambaran pemasangan coil pada arteri karotis interna

2.3.10. Prognosis

Prognosis pada CCF di tandai dengan gejala klinis biasanya menghilang dalam

beberapa jam sampai dengan hari setelah penutupan dari CCF. Gejala seperti Proptosis,

khemosis, mata merah, oftalmoparesis biasanya hilang sempurna dalam beberapa

minggu sampai dengan bulan, dan kebanyakan pasien menjadi normal atau mendekati

normal dalam waktu 6 bulan. Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh efusi

koroid mengakibatkan penyembuhan yang tidak sempurna dan kehilangan penglihatan

akibat kerusakan retina (oklusi vena retina sentral), biasanya kehilangan

penglihatannya menetap. Sebanyak 90% pasien dengan CCF langsung ataupun tidak

langsung jika tidak diobati akan mengalami kemunduran penglihatan.

38
2.3.11. Komplikasi

Komplikasi pada lesi yang tidak diobati menyebabkan hilangnya penglihatan,

kelumpuhan saraf cranial dan gangguan kosmetika dari proptosis.

39
BAB 3

KESIMPULAN

Carotid Cavernous Fistulas (CCF) merupakan hubungan abnormal antara

CavernousSinus (CS) dengan Internal Carotid Artery (ICA) atau dengan salah satu

cabang ExternalCarotid Artery (ECA).Carotid-cavernous fistulaadalah hubungan

abnormal antara arteri karotis dengan sinus kavernosus, yang dapat terjadi secara

spontan atau didapat (trauma).Sekitar 75% penyebab dari carotidcavernous fistula

adalah trauma, sedangkan sekitar 25% sisanya terjadi secara spontan, terutama pada

wanita usia pertengahan sampai dengan tua, yang berkaitan dengan aterosklerosis.

Etiologi dari bermacam-macam carotid cavernosus fistulas belum sepenuhnya

dijelaskan. Carotid cavernosus fistulas bisa menjadi baik langsung (tipe A) maupun

tidak langsung (tipe B,C,D). Gambaran klinis dari carotid-cavernous fistula

bergantung pada derajat shunting dan rute dari alian vena. Diagnosis ditegakan melalui

pemeriksaan gold standar MRI angiografi, dengan tatalaksana dengan prognosis baik

dengan melakukan terapi bedah embolisasi endovascular.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Harton JF. Disorders of Vision. In: Hauser SR, Josephson SA, eds. Harrison’s

Neurology in Clinical Medicine. New York: McGraw Hill, 2010.

2. Iiyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: FK UI; 2013. 3-12-

121 p.

3. Moore, KL, Dalley, AF and Agur AMR. 2010. 6th ed.Philadelphia. Lippincott

Williams & Wilkins.

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Gangguan Penglihatan sebagai

Masalah Kesehatan [Internet]. Kemenkes. 2015.

5. Razeghinejad MR, Tehrani MJ. Sudden onset and blinding spontaneous direct

carotid-cavernous fistula. J Ophthalmic Vis Res 2011; 6(1): 51-54

6. Petraru D, Costin D, Mihalache G. Direct carotidcavernous fistula and glaucoma:

Case reports. Romanian Neurosurgery 2011;XVIII(1): 82–87.

7. Koenigsberg RA, Do V, Rykken J.Carotid-Cavernous Fistula Imaging.

Available athttp://emedicine.medscape.com/article/338870overviewon

20/02/2020

8. Hamid RS, Haq T, Shamim MS, Kazim SF, Salam B. Endovascular approach as

primary treatment for traumatic carotid cavernous fistula: local experience from

Pakistan. J Pak Med Assoc. 2011;61(10):989-993

41
9. AK Khurana. Comprehensive Ophthalmology. 6th ed. New Dehli, India: Jaypee

Brothers Medical Publishers; 2015.

10. Miller KM. Objextively Structured Clinical Examination in Ophthalmology.

2nd ed. Agarwal, Amar; Prakash, Dimple; Agarwal A, editor. New Dehli, India:

Jaypee Brothers Medical Publishers;

11. Brosnahan D McFadzean RM,and TeasdaleE. Neuro-ophthalmic features of carotid

cavernous fistulas and their treatment by endoarterial balloon embolisation.

JournalofNeurosurgery,Neurosurgery,andPsychiatry; 2011, Vol. 55:553--‐556.

42

Anda mungkin juga menyukai