Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Bola Mata


Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari
luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan
siliaris/iris, dan (3) retina.

Gambar 1. Struktur anatomi bola mata manusia4


Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar
24,2 mm.
Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :
1. Tunica Fibrosa

Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaq atau sklera dan bagian
anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan
tampak putih. Jika tekanan intra okular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar
yang menyebabkan diskus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n.ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas
limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang
masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan:
(1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva (2)
Membran Bowman (3) stroma (4) membran descement, bagian yang bersifat elastik dan
dapat berkembang terus seumur hidup (5) endothel yang berhubungan dengan akuos
humor. 1
2. Lamina vasculosa
Vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari (1) koroid, merupakan segmen
posterior uvea, diantara sklera dan retina. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh
membran Bruch dan disebelah luar oleh sklera (2) korpus siliare (bagian posterior
bersambung dengan koroid dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri
atas korona siliaris, prosessus siliaris dan muskulus siliaris. Prosessus siliaris berfungsi
sebagai pembentuk akuos humor sedangkan muskulus siliaris merupakan otot yang
mengubah ketegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus
untuk objek berjarak dekat maupun jauh (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis
dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) merupakan perpanjangan korpus
ciliare ke anterior membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan
dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat
sirkuler dan radier. 4
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris. Pada
bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar. Bagian

dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan uvea.
Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis Schlemm dikenal sebagai jalinan
korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula
tersebut. Kanal Schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Dari kanal Schlemn, keluar saluran kolektor, 20
30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena
siliaris anterior di badan siliar. 4

Gambar 2. Sudut okuli anterior5

3. Tunica sensoria (retina)


Retina merupakan lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina terdiri atas
pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luar retina sensoris
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga berhubungan dengan
membran bruch, koroid, dan sklera. Permukaan luar retina melekat pada koroid dan
permukaan dalamnya berkontak dengan korpus vitreum. Tiga perempat posterior retina
merupakan organ reseptor. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata,
di tempat inilah jaringan saraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan
hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian
anterior retina ini menutupi prosesus siliaris dan bagian belakang iris. 4
Vaskularisasi Bola Mata

Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika, yaitu
cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di
bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita.
Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus
sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah
arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas,
cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan
brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta
supratroklearis. 4

Gambar 3. Vaskularisasi bola mata4


Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus optikus.
Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis satu dengan yang
lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri
siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri
ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus
arteriosus major iris. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior
dan inferior, yang juga menampung darah dari vena verticosae, vena siliaris anterior, dan
vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura
orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.4

Gambar 4. Vaskularisasi segmen anterior4


2.2. Definisi Hifema
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan akuos humor yang jernih.6
Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun
darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan merusak sudut bilik mata depan. 4 Bila
pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadangkadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan
epifora dan blefarospasme.6
Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut bilik
mata depan. Darah di dalam akuos dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat
(hifema). Glaukoma akut dapat terjadi apabila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan
sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan blokade pupil. 4
2.3. Klasifikasi Hifema
a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
1.

Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior

2.

bola mata.
Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).

3.

Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga

pembuluh darah pecah.


4.
Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
5.

xanthogranuloma).
Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).7

b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:


1.
2.

Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.


Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) 6:


1.
2.
3.
4.

Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV

: darah mengisi kurang dari sepertiga COA (<1/3)


: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (1/3-1/2)
: darah mengisi hampir total COA (1/2- hampir total)
: darah memenuhi seluruh COA (total)

2.4. Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu,
peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan
prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi
adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah
(contohnya juvenile xanthogranuloma).7
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh
kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris,
korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga
akan menimbulkan perdarahan. Pendarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri
utama dan cabang dari badan siliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada
sisi pupil. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari
luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah.
Pada hifema traumatika, menurut USEIR database insiden kejadian hifema dapat
disebabkan oleh :
Kontusio
Ruptur
Penetrasi trauma
Trauma perforasi

14 %
21%
25 %
6%

2.5. Patofisiologi
Trauma tumpul dapat menyebabkan kompresi pada bola mata, disertai peregangan
limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intra
okuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan
biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan
cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar. 7
Koroid dan iris mengandung banyak pembuluh darah. Pergerakan pupil dikontrol oleh
otot iris dan sfingter. Oto-otot tersebut bila mengalami trauma (ruptur) akibat benda tajam
dan atau tumpul akan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan menumpuk di sudut
bilik mata depan (COA).7 Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker
mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris
dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler
okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea.4
2.6. Diagnosis
a ) Anamnesis
Yang perlu di tanyakan saat menganamnesis pasien hifema:
o Mekanisme trauma (termasuk arah dan kekuatan trauma).
o Waktu terkena, waktu terjadi penurunan visus, sebelumnya apakah ada menggunakan
pelindung mata. Biasanya penurunan visus terjadi setelah trauma. Penurunan visus
yang juga bisa disebabkan adanya perdarahan sekunder atau perdarahan yang terus
menerus.
o Perlu ditanyakan juga obat-obatan yang dikonsumsi pasien sebelumnya yang
mengandung antikoagulan seperti aspirin, NSAID, warfarin, dan jangan lupa tanyakan
riwayat keluarga tentang penyakit sickle cell.
o Adanya perdarahan pada sudut bilik mata depan akan menimbulkan gejala klinis
berupa nyeri, epifora, blefarospasme dan visus menurun.
b) Pemeriksaan

Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan pada setiap kasus. Curigai adanya
kerusakan mata terbuka sampai terbukti sebaliknya. Setiap kontrol, visus, kerusakan jaringan,
luas hifema dan TIO harus dicatat.
Pemeriksaan yang dilakukan berupa:
Pemeriksaan okuler secara lengkap.
- Pemeriksaan luar dan periokuler harus dilakukan untuk mengevaluasi tingkat keparahan
-

trauma.
Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma yang terjadi dapat

menghalangi pemeriksaan segmen posterior.


Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan

melindungi mata.
Hindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi intra okuler.
Gambarkan luas dan lokasi tempat terjadinya pembekuan.
Ukur tekanan intra okuler (TIO).

Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu Snellen; visus dapat menurun

akibat kerusakan kornea, akuos humor, iris dan retina.


Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma.
Slitlamp biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact,

aqueous flare, dan synechia posterior.


Pemeriksaan dengan oftalmoskop: mengkaji struktur internal okuler.

Ketajaman penglihatan dan gerakan bola mata, sangat penting untuk dinilai
Tentukan ketajaman penglihatan seakurat mungkin pada kedua mata.
Periksakan pergerakan bola mata, bila terganggu harus dievaluasi apakah terjadi
-

fraktur pada lantai orbita.


Palpebra
Palpebra dan trauma kelenjar lakrimal dapat menunjukan adanya trauma yang
dalam pada mata.
Laserasi pada palpebra dapat menyebabkan perforasi bola mata.
Konjungtiva
Laserasi konjungtiva dapat terjadi pada kerusakan sklera yang serius.
Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan ruptur bola mata.
Kornea dan sklera
Laserasi kornea penuh atau yang melibatkan sklera merupakan bagian dari ruptur
bola mata dan harus diperbaiki di kamar operasi. Dapat terjadi prolapse iris pada
laserasi kornea penuh.

Pupil
Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan afferent pupillary defect (APD).
Bentuk lancip, tetesan air, atau ireguler bisa terjadi pada ruptur bola mata.
Segmen anterior
Pada pemeriksaan dengan slitlamp, bisa ditemukan defek pada iris, laserasi kornea.
Bilik mata depan dangkal dapat menjadi tanda ruptur bola mata dengan prognosis
yang buruk.
Pada ruptur posterior dapat ditemukan bilik mata depan dalam pada ekstrusi vitreus
pada segmen posterior.

Orbita
Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola mata.
Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi harus dijaga hingga
dilakukan pembedahan.

Temuan lain
Perdarahan vitreus setelah trauma menunjukan adanya robekan retina atau koroid,
avulsi saraf optikus, atau adanya benda asing.
Robekan retina, edema, ablasio, dan hemoragi dapat terjadi pada ruptur bola mata.

c) Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan USG
Sekitar 5% cedera mata dengan hifema disertai kerusakan struktur segmen posterior.
Karenanya penting untuk mengevaluasi adanya perluasan kerusakan di segmen

posterior.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada ras tertentu seperti kulit hitam dan hispanik, perlu dilakukan pemeriksaan ke
arah kemungkinan penyakit sickle cell dengan cara pemeriksaan slide darah merah,
elektroforesis hemoglobin, fungsi pembekuan darah, fungsi ginjal dan hati (menunda

tatalaksana obat-obatan seperti perlunya pemberian antifibrinolitik atau tidak).


Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi tidak dilakukan secara rutin, namun CT Scan dapat terindikasi
pada kerusakan mata terbuka atau kecurigaan fraktur orbita.

2.7. Diagnosis Banding


Darah dapat terkumpul di bilik mata depan karena trauma trivial pada kasus - kasus:
Rubeosis Iridis
Neoplasma maligna
Xanthogranuloma juvenil
Lensa intraokular (terutama bila bilik mata depan atau iris terfiksasi)
Abnormalitas faktor pembekuan darah
Trauma terbuka tersembunyi
2.8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :
a. Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
b. Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
c. Mengendalikan tekanan bola mata
d. Mencegah terjadinya imbibisi kornea
e. Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
f. Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Penanganan konservatif pada hifema:
1. Tirah baring
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi
alas bantal) dengan elevasi kepala 30-45. Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada
pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya.
Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai
tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema
dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat
total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan
sekunder. 5 Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak.

2. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan hifema tidaklah mutlak, tapi cukup
berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan
komplikasi yang timbul. Obat-obat yang digunakan:

a.

Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,
berguna untuk menekan atau menghentikan perdarahan. Misalnya: anaroxil, adona AC,
koagulan, transamin, vitamin K, dan vitamin C.
Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik yaitu
transamin/ transamic acid sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan
pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh.
Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan.
Pemberiannya 4 kali 250mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu
oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma

juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran TIO.


b. Midriatika miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau
miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendirisendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan
midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila
didapatkan komplikasi iridiosiklitis.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan miotika
bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi
perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.
c. Ocular hypotensive drug
Semua ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (diamox) secara oral sebanyak
3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intra okuler. Pada hifema yang
penuh dengan kenaikan tekanan intra okuler, berilah diamox, gliserin, nilai selama 24
jam. Bila tekanan intra okuler tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan
parasentesa yaitu pengeluaran darah melalui sayatan di kornea. Bila tekanan intra okuler
turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal
tekanan intra okulernya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga
parasentesa.

d.

e.

Kortikosteroid dan antibiotik


Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotik.
Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan
analgetik atau asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik .
Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa
kodein.
Tindakan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan jika ditemukan glaukoma sekunder, tanda imbibisi
kornea atau hemosiderosis kornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan
perawatan non-operasi selama 3 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan
pembedahan bila tekanan bola mata maksimal lebih dari 50 mmHg selama 5 hari atau
tekanan bola mata maksimal lebih dari 35 mmHg selama 7 hari. 4
Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata ratarata lebih dari 25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila hifema
total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari.
Untuk cegah timbulnya hemosiderosis kornea dan tidak ada pengurangan dari
tingginya hifema dengan perawatan non operasi selama 3-5 hari. Atas dasar di atas Darr
menentukan cara pengobatan hifema traumatika, sedang Rakusin menganjurkan tindakan
operasi setelah hari kedua bila ditemukan hifema dengan tinggi perdarahannya bilik depan
bola mata.
Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan
indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total.
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu).
3. Total dengan TIO 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optik).
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA selama 6 hari dengan tekanan
25 mmHg (untuk mencegah corneal blood staining).

5.

Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah

peripheral anterior synechiae).


6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan TIO
lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika TIO menetap tinggi 50 mmHg atau lebih
selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50
persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal blood staining
terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathy diperlukan operasi
jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :
1. Parasentesis/ pembersihan bilik mata depan dari darah. Metode paling sederhana dan
paling aman, dapat mengevakuasi sel darah merah yang bersirkulasi. Keuntungannya
meliputi: kemudahan pengerjaan, dapat diulang-ulang, aman bagi konjungtiva atau
pembedahan filtrasi nantinya, perdarahan intraoperatif terkontrol, penurunan TIO dengan
cepat.
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah dari
bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm dari
limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan
penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah
tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya
luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit. Parasentese dilakukan bila TIO
tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.
2. Expression dan pengeluaran bekuan hifema lewat limbus. Memerlukan insisi luas di
limbus dan luka pada konjungtiva. Waktu yang ideal untuk melakukan ekspresi limbus
adalah pada hari 4-7 (saat konsolidasi dan retraksi bekuan yang maksimal) Manipulasi
cermat untuk menghindari kerusakan epitel kornea, iris dan lensa.

3. Pemotongan bimanual/ aspirasi hifema yang menggumpal menggunakan probe


vitrektomi, efektif dalam mengangkat baik gumpalan hifema dan maupun sel darah yang
tersirkulasi.
Intervensi bedah lainnya yang diperlukan termasuk:
Iridektomi perifer dan trabekulektomi untuk glaukoma
Iridektomi perifer dengan atau tanpa trabekulektomi untuk blok pupil.
Siklodiatermi
Emulsifikasi dan aspirasi ultrasonik
2.9. Komplikasi Hifema
Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin
masih baik dan tekanan intra okuler masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA
dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okuler sehingga mata terasa
sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah
karena tekanan intra okuler lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya
sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialisis. Besarnya
komplikasi juga sangat tergantung pada derajat hifema.
1. Perdarahan sekunder (Rebleeding)
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6. Insidensinya sangat
bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris
akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan
sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya
antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari posttrauma.Kejadian rebleeding yang lebih tinggi dihubungkan dengan: hifema yang
besar, pasien muda, ras kulit hitam dan Hispanik, pasien yang menggunakan aspirin,
dan pasien yang datang lebih dari 24 jam setelah trauma inisial.8
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma dapat merupakan komplikasi dini atau lanjut. Sekitar 25% mata mengalami
TIO >25 mmHg dan 10% TIO >5 mmHg. Peningkatan ini kelihatannya akibat
gangguan pasase akuos humor melalui jalur anyaman trabekular karena obstruksi

saluran keluarnya oleh sel darah merah, fibrin/aggregat platelet, dan produk degradasi
sel. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu
reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.
Kerusakan anyaman trabekular langsung karena trauma dan inflamasi
memperburuk keadaan seperti halnya penggunaan steroid topikal atau sistemik.
Tatalaksana glaukoma yang menyertai hifema tergantung tingkat elevasi TIO dan
apakah pasien memiliki penyakit sickle cell. Terapi dimulai bila TIO >30 mmHg pada
keadaan akut dan elevasi TIO >25 mmHg yang persisten 2 minggu.
3. Hemosiderosis Kornea
Selama proses penyembuhan, darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk
sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya
enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke
dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.
Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak
selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama
(2 tahun). Insidensinya 10%. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan
siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan
kebutaan.6
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior dapat timbul pada pasien traumatik hifema. Komplikasi ini
akibat iritis atau iridosiklitis. Sinekia posterior jarang pada pasien yang mendapat

terapi medikamentosa. Sinekia posterior lebih sering terjadi pada pembedahan yang
dilakukan untuk mengevakuasi hifema.6
5. Sinekia Anterior Perifer
Sinekia anterior perifer sering terjadi pada pasien yang ditangani secara medis,
namun hifema masih tertinggal di bilik mata depan untuk waktu yang cukup lama,
biasanya lebih dari 9 hari. Patogenesis sinekia anterior perifer mungkin disebabkan
iritis yang terjadi cukup lama disebabkan oleh trauma awal dan/atau iritasi kimia
akibat darah pada bilik mata depan.
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma
tersebut, seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema sekunder yang
terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma biasanya lebih masif dibanding dengan hifema
primer dan dan memberikan rasa sakit sekali.
Dapat terjadi keadaan yang disebut sebagai hemoftalmitis atau peradangan
intraokuler akibat adanya darah yang penuh dalam bola mata. Dapat juga terjadi
siderosis akibat hemoglobin atas siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.
6. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular. Atrofi papil nervus
optikus terjadi pada peningkatan TIO yang lama atau jika terdapat kontusio pada N. optikus.
Hal ini bisa terjadi pada TIO yang menetap tinggi 50 mmHg selama 5 hari atau 35 mmHg
selama 7 hari.4,8
2.10. Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli
anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan

tanpa disertai glaukoma,

prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam
beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung

pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila
tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah
buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.1,6
Hifema yang penuh di bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk
dibandingkan dengan hifema sebagian, dengan kemungkinan timbul glaucoma dan imbibisio
kornea. Keberhasilan penyembuhan hifema bergantung pada tiga hal, yaitu :
Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata
Apakah terjadi hifema sekunder
Apakah terjadi komplikasi akibat hifema
Sekitar 80% dari penderita hifema kurang dari sepertiga pengisian ruang anterior kembali
ketajaman visual 20/40 (6/12) atau lebih baik. Sekitar 60% dari penderita dengan hifema
yang menempati lebih dari satu setengah tapi kurang dari total pada ruang anterior kembali
ketajaman visual 20/40 (6/12) atau lebih baik. Sementara, hanya 35% dari penderita dengan
hifema total memiliki visual baik.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S dan Yulianti SR. Trauma Mata dalam: Ilmu penyakit mata (ed. 4, cet. III).
Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2013. Pp 264-265.
2. Khan BS, Hussain I, and Nawaz A. Management of Traumatic Hyphema with Raised
Intraocular Pressure. Pak J Ophthalmol; Vol 23 No.4, 2007.
3. Turkcu FM et al. Demographic and Etiologic Characteristic of Children with
Traumatic Serious Hyphema. Turkish Journal of Trauma & Emergency Surgery; Vol
19 (4). 2013. Pp 357-362.
4. Vaughan and Asbury. Hifema dalam Oftalmologi Umum. EGC : Jakarta. 2012. Pp
377-378.

5. American Academy of Ophtalmology. Pediatric Ophtalmology and Strabismus;


Section 6. AAO Publisher : Singapore. 2012. Pp 409-411
6. Sheppard, John D. Hyphema. http://emedicine.medscape.com/article/1190165overviewdiakses pada tanggal 29 Mei 2014. 2011.
7. Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular Trauma : Principles and Practice. Pp 375, 243, 2011.
8. Optocase. Hyphema. Optometry Continuing Education.
www.optocase.com/archieve/Hyphema.aspx diunduh pada tanggal 29 Mei 2014,
2012.

Anda mungkin juga menyukai