Anda di halaman 1dari 23

1

TRAUMA OKULI NON PERFORANS



I. PENDAHULUAN
Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari
trauma. Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-tulang
yang kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk mengadakan
perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi tabrakan kecil tanpa
kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata, terkadang sangat parah
dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi, mata harus di
keluarkan. Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun karena luka memar
yang luas pada sekeliling struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari
sebenarnya.
1,2

Seperti bagian tubuh lainnya, mata pun tidak terhindarkan dari berbagai
macam trauma yang mengenainya meskipun telah mendapat perlindungan dari
kelopak mata, batas-batas orbita, hidung dan bantalan lemak dari belakang.
1,2


II. EPIDEMIOLOGI

United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi
epidemiologi yang digunakan secara umum di Amerika Serikat. Menurut data dari
USEIR, rata-rata umur orang yang terkena trauma okuli perforans adalah pada
umur 29 tahun, dan laki-laki lebih sering terkena dibanding perempuan.
4
Berdasarkan penelitian Beaver Dam, sebanyak 20% usia dewasa
dilaporkan mengalami trauma okuli sebanyak 3 kali selama hidupnya. Pada
penelitian ini ditemukan lebih dari setengah kasus disebabkan oleh trauma benda
tajam. Sekitar 23 % kasus trauma okuli berhubungan dengan olahraga.
4
Di Amerika Serikat, frekuensi trauma superfisial dan adneksa (41,6%),
benda asing pada mata bagian luar (25,4%), kontusio pada mata dan adneksa
(16%), luka terbuka pada mata dan adneksa (10,1%), fraktur dasar orbita (1,3%),
dan cedera saraf (0,3%).
4

2

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Mata merupakan organ penglihatan primer. Manusia memiliki dua buah
bola mata yang terletak di dalam rongga orbita yang dikelilingi tulang-tulang yang
membentuk rongga orbita. Selain itu juga terdapat jaringan adneksa mata yaitu :
palpebra, sistem lakrimalis, konjungtiva, otot-otot ekstraokular, fasia,
lemak,orbita, pembuluh darah dan sistem saraf.
5
Kelopak mata atau palpebra yang terdiri dari palpebra superior dan inferior
mempunyai fungsi melindungi bola mata terhadap trauma dan pengeringan bola
mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di
depan kornea. Setiap kelopak terdiri dari bagian anterior dan bagian posterior.
Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian kelenjar seperti kelenjar sebasea,
kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan
kelenjar Meibom pada tarsus. Otot seperti musculus orbikularis okuli yang
berjalan melingkar di dalam kelopak mata atas dan bawah, dan terletak di bawah
kulit kelopak.
6,7
Sistem sekresi air mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
duktus nasolakrimal, dan berakhir di meatus nasi inferior.
5
Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan yang menutupi
sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap
melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan
oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
6,7
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian yaitu :
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
- Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal
dan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
3









Gambar 1. Anatomi Konjungtiva. (1) Limbus, (2) konjungtiva bulbi, (3) konjungtiva
forniks, (4) konjungtiva palpebra, (5) pungtum lakrimalis, (6) konjungtiva marginalis, (10) plika
semilunaris, (11) karunkula

Pembuluh darah ocular berasal dari arteri oftalmika, yang merupakan
cabang dari arteri karotis interna. Arteri oftalmika bercabang menjadi arteri retina
sentralis, arteri siliaris posterior, dan beberapa arteri siliaris anterior.

Gambar 1. Anatomi Struktur Bola Mata

4

Sklera yang berwarna putih pada orang dewasa, terdiri dari lamellae yang
terbentuk dari serat kolagen yang meliputi 5/6 posterior mata. Pada kornea limbus
itu menjadi substantia propria kornea (stroma).
2
Diameter kornea sekitar 12 mm pada orang dewasa. Bagian luar kornea
terdiri dari epitel stratified squamous non keratin, yang berubah pada epitel bulbar
konjungtiva di limbus kornean dan dibentuk oleh satu lapisan sel endothelial.
Membran Bowman berada antara epitel dan stroma dan membran descemet
berada antara endothelium dan stroma. Kekuatan bias kornea adalah sekitar 42
dioptri. Ketebalan sentral sekitar 500m .
2

Gambar 2. Kornea.
2
Iris seperti diafragma, membentuk pupil. Iris tidak memiliki epitel pada
aspek anterior, sehingga stroma iris disusun secara radial ke tepi pupil. Iris tertipis
terdapat pada bagian margin pupil dan dikelilingi oleh otot sfingter papillae ( diatur
oleh persarafan parasimpatis melalui saraf oculomotor ), yang menghasilkan
kontraksi pupil (miosis). Pada margin pupil, iris secara luas terhubung dengan
badan siliar. Serabut otot dilatators berfungsi untuk kontraksi yang membuat pupil
menjadi dilatasi (mydriasis). Di sudut iridocorneal, humor aquous mengalir melalui
celah-celah di ligamnetum pectinate dari iris ( trabecular meshwork ) ke dalam
kanal Schlemm.
2
5






Gambar 3 Iris dan Pupil.
2
Diameter lensa horizontal sekitar 10 mm, terletak di ruang posterior mata,
sekitar 3-4 mm di pusat. Ini adalah lensa cembung ganda, dengan permukaan
anterior kurang melengkung dari permukaan posterior. Lensa shell, yang
mengelilingi inti konsentris terletak di bawah kapsul lensa.
2

Gambar 4. Lensa
2
Corpus vitreus terdiri atas 95 % air yang mengisi ruang vitreus dan terletak
di belakang lensa. Dengan konsistensi gelatin karena adanya asam hyaluronic,
mucopolysaccharides, dan kolagen fibril.
2
Koroid menempati bagian utama dari lapisan pertengahan mata. Selain
arteri dan vena, juga membawa sekitar 15-20 saraf siliar. Hal ini dipisahkan dari
retina oleh Membran Bruch , yang mempunyai ketebalan 2 pM.
2
6

Badan siliar memanjang dari ora serata sejauh dasar iris dan mengelilingi
iris seperti cincin. Badan siliar ditutupi oleh bilaminar epithelium yang
bertanggung jawab untuk produksi aqueous humor. Ruang Anterior dan posterior
bersama-sama mengandung sekitar 0,2-0,3 ml aqueous humor, yang sebagian
besar mengalir keluar di sudut iridocorneal . Bagian dari badan siliar adalah otot
siliar , yang merupakan serat otot polos yang diatur secara meridional, sirkuler,
dan radial (diatur oleh persarafan parasimpatis melalui saraf oculomotorius yang
dominan). Kontraksi otot menyebabkan berkurangnya serat zonular sehingga
terjadi peningkatan kelengkungan lensa dan terjadilah akomodasi .
2
Retina membentuk lapisan dalam mata. Bagian anterior tidak memiliki
epitel sensorik dan mencakup badan siliar dan iris sebagai epitel bilaminar. Pusat
arteri retina dan vena bersatu di pintu masuk saraf optikus ( disc optik atau papilla
). Macula lutea ( titik kuning ) terdapat pada bagian lateral dengan fovea centralis
di pusatnya yang merupakan situs maksimum ketajaman vi sual. Lapisan pigmen
terdiri dari satu lapisan epitel isoprismatic (retinal pigmen epitel ). Retina terdiri
dari sel fotoreseptor dan sembilan lapisan yang diidentifikasi dari lapisan otak.
Mereka adalah sel epitel sensorik primer Sekitar 120 juta batang dan sel kerucut 6-
7 juta. Hanya ada sel kerucut dalam fovea centralis. Terdapat sel bipolar yang
merupakan neuron kedua saraf optik yang berada di lapisan nukleus dalam yang
berfungsi untuk mempertahankan kontak sinaptik dengan sel sensorik di lapisan
plexiform luar dengan sel ganglion multipolar dari lapisan ganglion ( neuron ketiga
) di lapisan plexiform, dimana impuls sensorik disalurkan dalam serabut saraf
unmyelinated ke disk optic.
2
7


Gambar 5. Retina.
2
IV. ETIO-PATOGENESIS
Adapun definisi yang diutarakan oleh American Ocular Trauma Society
mengenai trauma okuler mekanik adalah sebagai berikut :
1,3

1. Closed-globe injury merupakan suatu keadaan dimana dinding mata (sklera
dan kornea) tidak memiliki luka yang sampai menembus seluruh lapisan-
lapisan ini namun tetap menyebabkan kerusakan intraokuler, termasuk di
dalamnya :
- Contusio. Merupakan jenis closed-globe injury yang disebabkan oleh
trauma tumpul. Kerusakan yang timbul dapat ditemukan pada lokasi
benturan atau pada lokasi yang lebih jauh dari benturan.
- Laserasi lamellar. Merupakan jenis closed-globe injury yang dicirikan
dengan luka yang tidak sepenuhnya menembus lapisan sklera dan
kornea (partial thickness wound) yang disebabkan oleh benda tajam
maupun benda tumpul.
8

2. Open-globe injury merupakan jenis trauma yang berkaitan dengan luka yang
sampai menembus keseluruhan lapisan dinding dari sklera, kornea, atau
keduanya. Termasuk didalamnya ruptur dan laserasi dinding bola mata.
- Ruptur merujuk pada luka pada dinding bola mata dengan ketebalan
penuh sebagai dampak dari trauma tumpul. Luka yang timbul
disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler secara tiba-tiba
melalui mekanisme trauma inside-out.
- Laserasi merujuk pada luka pada dinding mata dengan ketebalan penuh
yang disebabkan oleh benda tajam. Luka yang dihasilkan merupakan
akibat mekanisme luar ke dalam (outside-in), termasuk di dalamnya :
o Trauma penetrasi merujuk pada laserasi tunggal dari dinding mata
yang disebabkan oleh benda tajam
o Trauma perforasi merujuk pada dua laserasi pada dinding mata
dengan ketebalan penuh (satu masuk dan satu keluar) yang disebabkan
oleh benda tajam. Dua luka yang terbentuk harus disebabkan oleh
benda yang sama.
o Trauma benda asing intraokuler merupakan suatu trauma penetrasi
ditambah dengan tertinggalnya benda asing intraokuler.

Bagan Klasifikasi Birminghamm Eye Terminology System (BETTS).

Injury

Open Globe Closed Injury

Laceration Rupture Contusion Lamellar laceration

Penetrating Corpus alienum Perforating



9

Berdasarkan mekanisme traumanya, trauma okular terbagi atas
8
:
1. Trauma tumpul
2. Trauma tembus bola mata
3. Trauma akibat benda asing intraokuler
4. Trauma fisis
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau lunak,
dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun
lambat. Berdasarkan letak traumanya dapat menyebabkan :
- Perdarahan palpebra
- Laserasi palpebra
- Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva
- Edema kornea
- Hifema
- Iridoplegi dan iridodialisa
- Kelainan lensa berupa : subluksasi, luksasi, maupun katarak traumatik
- Kelainan retina berupa : edema retina, maupun perdarahan retina
- Laserasi sklera
- Glaukoma sekunder
- Laserasi konjungtiva
Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat menimbulkan tekanan yang
sangat tinggi dan dalam waktu yang singkat di dalam bola mata terjadi
penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis
sehingga terjadi perenggangan dan robekan pada kornea, sklera, sudut
iridokornea, badan siliaris yang dapat menimbulkan perdarahan.
8,9

Trauma okuli penetrans dapat disebabkan oleh :
1

Trauma oleh benda tajam atau bersudut seperti jarum, kuku, panah, mur,
pulpen, pensil, pecahan kaca, dan lain-lain.
Trauma oleh benda asing yang berkecepatan sangat tinggi seperti trauma
akibat peluru dan benda asing dari besi
10

Trauma akibat benda asing intraokuler.Benda asing intraokuler dibedakan
atas:
8

a. Berdasarkan sifat fisisnya terbagi atas :
- Benda logam
- Benda non logam
b. Berdasarkan keaktifan (potensi menyebabkan reaksi inflamasi) terdiri atas:
- Benda inert yang merupakan bahan-bahan yang tidak menimbulkan
reaksi jaringan mata, kalaupun terjadi hanya reaksi ringan saja dan
tidak mengganggu seperti plastik dan kaca yang tidak terlalu memiliki
efek yang berbahaya pada mata.
- Benda reaktif yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan
reaksi jaringan sehingga mengganggu fungsi mata, misalnya partikel
yang mengandung besi. Besi dapat mengalami oksidasi sehingga
menyebabkan reaksi pada mata (siderosis). Oleh sebab itu, sangatlah
penting untuk menyingkirkan benda asing ini dengan segera.
Trauma fisis dapat disebabkan oleh :
10

a. Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar ultraviolet, sinar infra merah,
sinar rontgen, dan tenaga listrik
b. Luka bakar
c. Luka akibat bahan kimia. Baik yang bersifat asam ataupun basah, dimana
luka akibat bahan kimia basah lebih berbahaya dibanding bahan kimia
asam.









11

V. GAMBARAN KLINIS

Gambar 3. Lokasi-lokasi cedera pada mata


Trauma pada mata yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu :
5,9
1. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang
ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata, hati-hati kemungkinan adanya
fraktur basis kranii

2. Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi
kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul.
Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena
angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan
edema pada konjungtiva.
12


Gambar 4 : Edema dan kemotik konjungtiva

3. Ruptur kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat
mengakibatkan edema kornea bahkan ruptur membran Descemet. Edema
kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya
pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan
terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.Edema kornea yang berat
dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi
kedalam jaringan stroma kornea.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti Nacl 5
%atau larutan garam hipertonik 2-8 %, glukose 40 % dan larutan
albumin.Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan
asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan
memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek.
Apabila daerah kornea yang pecah besar dapat terjadi prolapsus
iris, merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
4. Ruptur membrane descemet
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok
pada kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membrane descement, visus
sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.



13

5. Hifema
Hifema adalah adanya darah di dalam kamera anterior. Hifema
atau adanya darah dalam bilik mata depan dapat terjadi karena trauma
tumpul. Bila pasien duduk hifema akan terlihat mengumpul di bagian
bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik
mata depan. Darah dalam cairan aqueus humor dapat membentuk lapisan
yang terlihat. Jenis trauma ini tidak perlu menyebabkan perforasi bola
mata. Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh
darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai edema kornea dan
endapan di bawah kornea. Hal ini merupakan suatu keadaan yang serius.
Manifestasi klinis hifema adalah penurunan visus yang mendadak
dan berat, mata merah yang terjadi akibat pelebaran pembuluh darah
konjungtiva sebagai reaksi dari trauma pada bola mata, didapatkan darah
di bilik mata depan yang terjadi karena ruptur pembuluh darah iris, nyeri
akibat peningkatan TIO, diplopia akibat iridodialisis (trauma tumpul dapat
menyebabkan terpisahnya akar iris dari badan siliar), blefarospasme, dan
iridoplegia (dapat terjadi karena robekan pada sphincter iris yang dapat
mengubah bentuk pupil secara permanen). Biasanya pasien akan mengeluh
sakit, di sertai dengan epifora dan bleforospasme. Penglihatan pasien akan
sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di
bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang
bilik mata depan. Kadang kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
9

Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat
trauma pada segmen anterior bola mata.
Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi
mata.
Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier,
sehingga pembuluh darah pecah.
14

Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya
juvenile xanthogranuloma.
Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma.
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu :
Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema dapat diklasifikasi menjadi:

Hifema tingkat I : perdarahan mengisi 1/3 bagian bilik depan mata
Hifema tingkat II : perdarahan mengisi bagian bilik depan mata
Hifema tingkat III: perdarahan mengisi bagian bilik depan mata
Hifema tingkat IV: perdarahan mengisi penuh bilik depan mata


Gambar 5 : Hifema pada Bilik Mata Depan

6. Iridoplegia
Iridoplegia adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga
terjadi midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan
akomodasi, silau akibat gangguan pengaturan masukna sinar pada pupil,
Pupil terlihat tidak sama besar dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler.
Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar. Iridoplegia akibat trauma akan
berlangsung beberaapa hari sampai beberapa minggu.
15

7. Iridodialisis
Iridodialisis adalah iris yang pada suatu tempat lepas dari
pangkalnya, pupil menjadi tidak bulat dan di sebut dangan pseudopupil.
Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya. Pada iridodialisis akan
terlihat pupil lonjong

8. Subluksasio lensa Luksasio lensa
Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat
putusnya sebagian zonula zinn ataupun dapat terjadi spontan karena
trauma atau zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Luksasi Lensa
Anterior yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat
trauma sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan. Luksasi Lensa
Posterior
Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat
trauma sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran
bawah polus posterior fundus okuli.

9. Glaukoma
Trauma dapat mengakibatkan kelainanjaringan dan susunan
jaringan didalam mata yang dapat menganggu pengaliran aquous humor
sehingga menimbulkan glaucoma sekunder. Jenis kelainan yang dapat
menimbulkan glaucoma adalah kontusi sudu yang sebabkan oleh karena
robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior.
10. Ruptura sclera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema
total, bilik depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan
pergerakan bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur
sklera dapat terjadi karena trauma langsung mengenai sklera sampai
perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung. Perlu
adanya tindakan operatif segera.

16

11. Ruptur retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan
kebutaan. Harus di lakukan operasi. Penderita ablatio retina akan
mengeluh penglihatan nya kabur secara mendadak. Pada awalnya sebelum
terjadi ablatio retina seseorang akan merasakan penglihatannya seperti ada
kotoran, ada bintik bintik hitam atau bayang bayang hitam seperti garis
garis pada lapangan penglihatannya (floaters) dan dapat juga disertai
adanya sensasi kilatan kilatan cahaya (fotopsi) selanjutnya secara cepat
penglihatan seperti tertutup tirai dan bahkan gelap sama sekali.

VI. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
11

Pada saat anamnesis kasus trauma mata dinyatakan waktu kejadian, proses
terjadi trauma dan benda akan yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah
datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas,
samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai
mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda mengenai mata dan bahan
tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang
dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman intra okuler akibat pendarahan
sekunder. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah
sudah pernah mendapat pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat
kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan
ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau setelah
kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat
pembekuan darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau
warfarin.

b. Pemeriksaan Oftalmologi
11

Pemeriksaan oftalmologi harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang
berhubungan dengan cedera bola mata disingkirkan. Dilakukan pemeriksaan
hifema dan menilai perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya
17

dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar. Hal ini penting karena
mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa
trauma tembus, seperti : ekimosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus,
fraktur yang disertai gangguan pada gerakan mata. Kadang-kadang kita
menemukan kelainan berupa defek epitel.
Menentukan derajat keparahan hifema, antara lain :
1. Grade 1 : darah mengisi < 1/3 bilik depan mata.
2. Grade 2 : darah mengisi 1/3 bilik depan mata.
3. Grade 3 : darah mengisi sampai akhir seluruh bilik depan mata.
4. Grade4 : bilik depan mata tampak bekuan darah yang berbentukblackball
atau 8-ball hyphema.
Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam
memeriksa kornea karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan
endotel kornea. Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat
terlihat iridodialisis atau robekan iris. Akibat trauma yang merupakan penyebab
hifema ini mungkin lensa tidak berada di tempatnya lagi atau telah terjadi
dislokasi lensa bahkan lukasi lensa.
9,10
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk
mengtahui apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata. Pemeriksaan
tonometri untuk mengetahui tekanan intraocular, juga perlu dilakukan meskipun
tidak ditemukan hifema, karena pada trauma yang menyebabkan rupture bola
mata dapat menyebabkan tekanan intraokular yang menurun.Penilaian fundus
perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema
hilang. Pemeriksaan funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma pada
segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin
karena terdapat darah pada media penglihatan. Pada funduskopi kadang-kadang
terlihat darah dalam badan kaca. Pemberian midriatika tidak dianjurkan kecuali
bila untuk mencari benda asing pada polus posterior.
10,11



18

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam
cedera di segmen anterior bola mata dan gonioskopi.
2. X-ray orbita. Foto polos orbita antero-posterior dan lateral sangat
diperlukan untuk menentukan lokasi benda asing intraokuler
disebabkan sebagian besar benda yang menembus bola mata akan
memberikan gambaran radiopak.
2

3. Lokalisasi ultrasonografi. Penggunaan ultrasonografi merupakan
prosedur non-invasif yang mampu mendeteksi benda berdensitas
radiopak dan non-radiopak.
1

4. CT-Scan. CT-Scan potongan aksial dan koronal saat ini merupakan
metode terbaik untuk mendeteksi benda asing intraokuler dengan
menyediakan gambaran potong lintang yang lebih unggul dalam
sensitivitas dan spesifisitas dibanding foto polos dan ultrasonografi.
MRI tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan benda asing jenis
metal, karena medan magnet yang diproduksi saat pemeriksaan
dilakukan dapat menyebabkan benda asing menjadi proyektil
berkecepatan tinggi dan menyebabkan kerusakan ocular.
1,9


VII. PENATALAKSANAAN
Keadaan trauma pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus
segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti:
10,11
Infeksi
Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika
Pada setiap tindakan bertujuan untuk :
Mempertahankan bola mata
Mempertahankan penglihatan
Pada setiap keadaan, harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola
mata bila masih terdapat kemampuan melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan.
Bila terdapat benda asing maka sebaiknya dilakukakan usaha untuk mengeluarkan
benda asing tersebut.
19

Pada trauma mata bergantung pada beratnya trauma ataupun jenis trauma itu
sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma
ocular adalah :
10
1. Memperbaiki penglihatan.
2. Mencegah terjadinya infeksi.
3. Mempertahankan arsitektur mata.
4. Mencegah sekuele jangka panjang.
Setiap pasien trauma mata seharusnya mendapatkan pengobatan antitetanus
toksoid untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus dikemudian hari terutama
trauma yang menyebabkan luka penetrasi. Apabila jelas tampak rupture bola
mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat
anastesi umum. Sebelum pembedahan jangan diberi obat siklopegik ataupun
antibiotic topical karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraokular yang
terpajan. Berikan antibiotik sistemik spectrum luas dan upayakan memakai
pelindung mata.
10
Untuk kasus adanya benda asing mata dapat ditutup untuk menghindari
gesekan dengan kelopak mata. Benda asing yang telah diidentifikasi dan diketahui
lokasinya harus dikeluarkan. Antibiotik sistemik dan topical dapat diberikan
sebelum dilakukan tindakan operasi. Untuk mengeluarkan benda asing terlebih
dahulu diberikan anestesi topical kemudian dikeluarkan dengan menggunakan
jarum yang berbentuk kait dibawah penyinaran slit lamp. Penggunaan aplikator
dengan ujung ditutupi kapas sedapat mungkin dihindari, karena dapat merusak
epitel dalam area yang cukup luas, dan bahkan sering benda asingnya belum
dikeluarkan.
9
Pada dasarnya pengobatan hifema ditujukan untuk :
Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
Mengeluarkan darah dari BMD
Mengendalikan tekanan bola mata
Mencegah terjadinya imbibisi kornea
Mengobati uveitis bila terjadi kibat hifema
Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
20

Penanganan pada pasien hifema diantaranya :
1) Terapi Farmakologi
Pemberian analgesik berguna untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan
hifema. Beberapa obat topikal direkomendasikan pada pasien dengan hifema
traumatik seperti cycloplegics untuk traumatik iridocyclitis dan miotik untuk
meningkatkan area permukaan dari iris untuk meningkatkan penyerapan
hifema.
2) Pembedahan
Intervensi pembedahan di indikasikan berdasarkan indikasi berikut:
a) Empat hari setelah terjadinya hifema total
b) Tampak mikroskopik korneal blood staining
c) Hifema total dengan tekanan intraokuler 50 mm Hg
Beberapa teknik operasi seperti evakuasi hifema dengan closed vitrektomy
instrumentation, parasintesis, irigasi dan aspirasi dengan insisi kecil dan
irigasi bekuan dengan trabekulektomy di rekomendasikan. Jika dalam kurun
waktu 1 minggu darah tidak terabsorbsi maka parasintesi dilakukan agar drain
dari darah dapat dilakukan.
14


VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin juga bisa terjadi setelah trauma okuli non perforans:
7
1. Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis
Endoftalmitis jarang terjadi, namun dapat merusak sebagai akibat dari trauma
okuli perforasi dan dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa
minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat
berlanjut menjadi panoftalmitis. Pemberian antibiotik dan menjaga kesterilan alat
dianjurkan untuk mencegah infeksi.

2. Katarak traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun
tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun.Pada trauma tumpul akan
terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Konstusio lensa
21

menimbulkan katarak seperti bintang,dapat pula dalam bentuk katarak tercetak
(imprinting) yang disebut cincin Vossius.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi
kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk
kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan
terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di
dalam bilik mata depan.Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa
lensa yang akan bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan
bentuk endoftalmitis fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang
pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut
sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat
mutiara Elsching.Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat
terjadinya.Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan
terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa
intra okular primer atau sekunder.
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu
sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan
lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan
glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat
terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam
penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah
letak lensa.

3. Simpatik oftalmia
1,7

Merupakan suatu kondisi pada mata yang jarang terjadi, dimana pada mata yang
semula sehat (sympathetic eye), terjadi suatu peradangan pada jaringan uvea
setelah cedera penetrasi pada salah satu mata (exciting eye ) oleh karena trauma
atau pembedahan. Gejala-gejala dari peradangan pada mata yang tidak
mengalami trauma akan terlihat biasanya dalam waktu 2 minggu setelah cedera,
tetapi dapat juga berkembang dari hari sampai beberapa tahun kemudian.
Peradangan pada mata muncul dalam bentuk panuveitis granulomatosa yang
22

bilateral. Biasanya exciting eye ini tidak pernah sembuh total dan tetap meradang
pasca trauma, baik trauma tembus akibat kecelakaan ataupun trauma karena
pembedahan mata. Peradangan yang berlanjut pada exciting eye tampak
berkurang dengan penggunaan steroid tetapi pada prinsipnya proses peradangan
jaringan uvea masih tetap jalan terus. Tanda awal dari mata yang bersimpati
adalah hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel radang di belakang lensa.
Gejala ini akan diikuti oleh iridosiklitis subakut, serbukan sel radang dalam
vitreous dan eskudat putih kekuningan pada jaringan di bawah retina.

Adapun komplikasi dari hifema traumatik yaitu
1) Peningkatan Tekanan Intraokular
Pada keadaan akut peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi di akibatkan
oleh bekuan dan menyebabkan oklusi dari trabekular meshwork.
2) Kornea Bloodstaining
Insidensi dari hifema traumatik yang berhubungan dengan kornea
bloodstaining mencapai 2-11%. Kornea bloodstaining biasanya terjadi dari
hifema dan peningkatan tekanan intraokuler, dan juga karena hifema yang
banyak, rebleeding, durasi bekuan yang lama dan disfungsi dari sel endotel
kornea. Kornea akan berwarna merah kecoklatan atau hijau kekuningan dan
kornea akan jernih kembali dengan sangat lambat dari perifer ke sentral dan
proses keseluruhannya akan memakan waktu lebih dari 2 tahun. Kornea
bloodstaining dapat menyebabkan penurunan visus setelah hifema
teresolusidan dapat menyebabkan amblyopia pada anak. Read dan Goldberg
mengatakan korneal bloodstaining sering terjadi pada pasien dengan total
hifema dan peningkatan tekanan intraokuler>25 mm Hg dan durasi selama >6
hari. Tanda awal dari korneal bloodstaining adalah kornea berwarna kuning
jerami pada lapisan stroma dalam.
14

23


Gambar 9. Korneal Bloodstaining

IX. PROGNOSIS
Mata sembuh dengan baik setelah luka minor dan jarang terjadi sekuele
jangka panjang karena munculnya sindrom erosi berulang. Namun trauma tembus
mata sering kali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin
membutuhkan pembedahan. Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi
dapat merusak fungsi retina dengan menghasilkan radikal bebas. Serupa dengan
itu, trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat
jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Trauma tumpul dapat
mengakibatkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi jika terjadi
lubang retina pada fovea. Penglihatan juga terganggu jika koroid pada macula
rusak. Dalam jangka panjang dapat timbul glaucoma sekunder pada mata
beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula mengalami kerusakan.
Trauma orbita juga dapat menyebabkan masalah kosmetik dan okulomotor.
12
Prognosis hifema tergantung pada jumah daraj didalam bilik mata depan.
Bila darah sedikit didalam bilik mata depan, maka darah ini akan hilan g dan
jernih dengan sempurna. Sedang bila darah lebih dari setengah tingginya bilik
mata dean, maka prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyult.

Anda mungkin juga menyukai