ENDOFTALMITIS
Oleh:
Hanifah Rahmania
1518012178
PRECEPTOR:
dr. Yuda Saputra, Sp. M
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui anatomi bola
mata, definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, manifestasi
klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksan penunjang, diagnosis, diagnosis
banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari endoftalmitis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Konjungtiva
3
1. Sklera
Iri
s
2. Kornea
a.
Lapisan epitel merupakan lapisan yang tersusun atas epitel
skuamosa bertingkat non-keratinosa (5-6 lapis sel). Lapisan
ini memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap beberapa
serabut akhir saraf dan memiliki kemampuan regenerasi
yang baik.
4
b.
Membran Bowman merupakan membran yang astruktural
dan aselular.
c.
Stroma membentuk 90% dari total ketebalan kornea.
Jaringan ikat penyusun lapisan ini membentuk struktur
yang saling menyilang dengan sudut 90o. Jaringan ikat pada
stroma merupakan fibrin tipe I, III, V, dan VII serta jaringan
ikat kolagen.
d.
Membran Descement merupakan lapisan astruktural,
homogen dan memiliki ketebalan sekitar 3-12 mikron.
Lapisan ini tersusun atas zona band anterior dan zona non-
band posterior. Membran Descement kaya akan jaringan
ikat kolagen tipe IV.
e.
Endothelium merupakan satu lapis sel kuboid dan
hexagonal simpleks yang tersusun pada permukaan bagian
dalam kornea. Endothelium terbentuk dari sel ke stroma.
Karena kornea merupakan struktur avaskular maka untuk
nutrisi kornea berasal dari difusi pada lapisan endothelium.
5
Tunika vaskulosa disebut juga sebagai uvea, lapis uvea, atau
traktus uvea Uvea merupakan lapis berpigmen dilapis kedua dari
tiga lapis pembungkus bola mata.
Uvea terdiri atas 3 bagian :
1. Iris
2. Badan siliar (pars plana)
3. Koroid.
Secara klinis, uvea terbagi dua yaitu uvea anterior (iris dan badan
siliar) dan uvea posterior (koroid) .
6
Gambar 4. Anatomi uvea
1. Iris
Iris memiliki otot sfingter dan dilator pupil. Otot sfingter pupil
terletak sebagai cincin halus pada margin pupil dan disuplai
oleh serabut parasimpatis dari nervus kranial III. Otot dilator
pupil tipis dan berorientasi radial, otot ini diinervasi oleh saraf
simpatis.2
2. Badan Siliar
7
koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-
otot siliar berfungsi untuk akomodasi.
3. Koroid
8
c. Koriokapilaris adalah lapisan kapiler dilapisi oleh
endothelium fenestratum tipe II yang memasok nutrisi ke
bagian luar retina.
2.1.5 Lensa
Ruang anterior atau kamera okuli anterior adalah ruang yang pada
bagian anterior dibatasi oleh kornea lapisan endothelium, dan
bagian posterior dibatasi oleh iris pars anterior. Kamera okuli
anterior melingkar dengan batas lateral dari ruang anterior
ditempati oleh trabecular meshwork, dimana humor aqueous di
drainase ke dalam sinus vena skleral (kanal Schlemm).2
9
lensa dan zonula, pada bagian perifer dibatasi oleh prosesus
siliaris.2
trabecular meshwork
10
Sinus vena skleral, atau kanal Schlemm, adalah pembuluh darah
melingkar mengelilingi mata. Kanal ini dibatasi oleh endothelium
dan fungsinya adalah untuk mengalirkan aquoeous humor.2
2.1.11 Retina
Retina adalah lapisan terdalam dari bola mata, yang terdiri dari sel-
sel fotoreseptor, di kutub posterior, depresi dangkal disebut fovea
sentralis. Daerah ini adalah titik ketajaman visual terbesar. Daerah
ini terdiri dari hanya sel kerucut. Sekitar fovea merupakan daerah
yang mengandung pigmen kuning disebut macula lutea.2
11
1. Epitel pigmen (lapisan yang paling dekat ke lapisan koroid)
2. Lapisan sel batang dan kerucut
3. Membran limitans eksterna
4. Lapisan nuklear eksterna
5. Lapisan plexiform eksterna
6. Lapisan nuklear interna
7. Lapisan plexiform interna
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf optik
10. Membran limitans internal (lapisan yang paling dekat dengan
tubuh vitreous)
12
Gambar 10. Endoftalmitis
2.3 Epidemiologi
Endoftalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari semua
kasus endoftalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per 10.000
pasien yang dirawat. Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih
mungkin terinfeksi sebagai mata kiri, mungkin karena lokasinya yang
lebih proksimal untuk mengarahkan aliran darah ke arteri karotid kanan.
Sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi setelah
operasi intraokular. Ketika operasi merupakan penyebab timbulnya
infeksi, endoftalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu setelah
operasi.
13
Kejadian endoftalmitis yang disebabkan oleh benda asing intraokular
adalah 7-31%.3
2.4 Etiologi
Endoftalmitis eksogen terjadi akibat trauma tembus bola mata atau adanya
infeksi sekunder akibat komplikasi yang terjadi pada tindakan membuka
bola mata dan reaksi terhadap benda asing.3 Endoftalmitis fakoanafilaktik
adalah suatu penyakit autoimun terhadap jaringan tubuh sendiri yang
diakibatkan jaringan tubuh tidak mengenali jaringan lensa yang tidak
terletak didalam kapsul. 3
a. Akut
- Staphylococcus epidermidis
- Staphylococcus aureus
14
- Streptococcus sp
b. Kronis
- Staphylococcus epidermidis
- Propionibacterium acnes
- Bacillus cereus
- Staphylococcal sp
- Streptococcal sp
3. Bakteri Endogen
- Staphylococcal sp
- Volutella
- Neurospora
- Fusarium
- Candida
5. Fungal Endogen
- Candida
6. Fungal Trauma
- Fusarium
- AspergilusJ
15
Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier)
memberikan ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme.
Dalam endoftalmitis endogen, mikroorganisme yang melalui darah
menembus sawar darah mata baik oleh invasi langsung (misalnya, emboli
septik) atau oleh perubahan dalam endotelium vaskular yang disebabkan
oleh substrat yang dilepaskan selama infeksi. Kerusakan jaringan
intraokular dapat juga disebabkan oleh invasi langsung oleh
mikroorganisme dan atau dari mediator inflamasi dari respon kekebalan.
Hal ini terjadi ketika mikroorganisme dalam aliran darah masuk ke mata,
melewati sawar darah retina, dan menginfeksi jaringan okular. Karena
aliran darah yang lebih tinggi, koroid dan corpus ciliaris adalah fokus
utama infeksi pada mata dengan keterlibatan hal sekunder yaitu retina dan
vitreous.5
Endoftalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris,
retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua
jaringan okular, mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola
mata. Selain itu, peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital.
Setiap prosedur operasi yang mengganggu integritas bola mata dapat
menyebabkan endoftalmitis eksogen.5
16
Merupakan bentuk yang paling sering dari endoftalmitis, dan
hampir selalu disebabkan oleh infeksi bakteri. Tanda-tanda
infeksi dapat muncul dalam waktu satu sampai dengan enam
minggu dari operasi. Namun, dalam 75-80% kasus muncul di
minggu pertama pasca operasi. Sekitar 56-90% dari bakteri
yang menyebabkan endoftalmitis akut adalah gram positif,
dimana yang paling sering adalah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus. Pada pasien dengan
endoftalmitis akut pasca operasi biasa ditemui Injeksi silier,
hilangnya reflek fundus, hipopion, pembengkakan kelopak
mata, fotofobia, penurunan visus dan kekeruhan vitreus.6
17
kekeruhan badan vitreous yang lebih rendah dibandingkan dengan
endoftalmitis akut. Hal ini dianggap bahwa penyebab endoftalmitis
pseudofaki kronik adalah adanya beberapa bakteri yang memiliki
virulensi rendah, dengan tanda-tanda inflamasi yang berjalan
lambat. Frekuensi paling sering yang menjadi penyebab dari
endoftalmitis kronik adalah Propionibacterium acnes dan
Corynebacterium species.7
18
tempat akumulasi cairan dan kerusakan nekrotik dari sclera
sebagai konsekuensi dari efek toksik. Bakteri penyebab paling
umum adalah jenis Streptococcus dan Staphylococcus aureus,
disamping itu Haemophilus influenza juga menjadi salah satu
penyebabnya.8
19
mungkin, dengan membuang benda asing intraokular dan aplikasi
terapi antibiotik yang tepat.9
6. Endoftalmitis Endogen
Pada bentuk endoftalmitis ini tidak ada riwayat operasi mata
ataupun trauma mata. Biasanya ada beberapa penyakit sistemik
yang mempengaruhi, baik melalui penurunan mekanisme
pertahanan host atau adanya fokus sebagai tempat potensial
terjadinya infeksi. Dalam kelompok ini penyebab tersering adalah;
adanya septicaemia, pasien dengan imunitas lemah, penggunaan
kateter dan kanula intravena kronis. Agen bakteri yang biasanya
menyebabkan endoftalmitis endogen adalah Staphylococcus
aureus, Escherichia coli dan spesies Streptococcus. Namun, agen
yang paling sering menyebabkan endoftalmitis endogen adalah
jamur (62%), gram positive bakteri (33%), dan gram negatif
bakteri dalam 5% dari kasus.9
20
7. Fungal Endoftalmitis
Fungal endoftalmitis dapat berkembang melalui trauma atau
prosedur bedah dengan inokulasi langsung ke ruang anterior atau
vitreous body, atau transmisi secara hematogen dalam bentuk
candidemia. Tidak seperti fungal chorioretinitis yang disebabkan
oleh kandidiasis, yang disertai dengan tanda peradangan minimal
pada vitreous body, fungal endoftalmitis merupakan penyakit
serius.
21
- Fotofobia
- Nyeri pada bola mata
- Penurunan tajam penglihatan
- Nyeri kepala
- Mata terasa bengkak
- Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka:
Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai
dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena
adanya kemungkinan penyebab eksogen.
22
- Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat
ataupun hilang sama sekali.
2. Studi Imaging
- B-scan USG: tentukan apakah ada keterlibatan peradangan
vitreous. Hal ini juga penting untuk mengetahui dari ablasi
retina dan koroidal, yang nantinya penting dalam pengelolaan
dan prognosis.
- Rontgen thorax: mengevaluasi untuk sumber infeksi
- Slit lamp
- Tekanan intraokular
- Funduskopi
23
- Ultrasonografi.1,3
2.9 Diagnosis
Dengan mengetahui gejala subjektif dan gejala objektif yang didapatkan
dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis
endoftalmitis sudah dapat ditegakkan.
24
Gambar 15. Pemeriksaan USG B scan
25
Gambar 16. Toxic Anterior Segment Syndrome (TASS)
2.11 Tatalaksana
26
pengobatan tepat waktu. Tujuan dari terapi endoftalmitis adalah untuk
mensterilkan mata, mengurangi kerusakan jaringan dari produk bakteri
dan peradangan, dan mempertahankan penglihatan. Dalam kebanyakan
kasus terapi yang diberikan adalah antimikroba intravitreal, periokular, dan
topikal. sedangkan dalam kasus yang parah, dilakukan vitrektomi,
antibiotik di endoftalmitis12
1. Non Farmakologi
- Menjelaskan bahwa penyakit yang diderita memiliki prognosis
yang buruk yang mengancam bola mata dan nyawa apabila tidak
tertangani.
- Menjelaskan bahwa penyakit tersebut dapat mengenai mata
satunya, sehingga perlu dilakukan pengawasan yang ketat tentang
adanya tanda-tanda inflamasi pada mata seperti mata merah,
bengkak, turunnya tajam penglihatan, kotoran pada mata untuk
segera untuk diperiksakan ke dokter mata.
- Menjelaskan bahwa penderita menderita diabetes yang
memerlukan pengontrolan yang ketat baik secara diet maupun
medikamentosa. Hal ini disebabkan oleh karena kondisi
hiperglikemia akan meningkatkan resiko terjadinya bakteriemi
yang dapat menyerang mata satunya, atau bahkan dapat berakibat
fatal jika menyebar ke otak.
- Perlunya menjaga kebersihan gigi mulut, sistem saluran kencing
yang memungkinkan menjadi fokal infeksi dari endoftalmitis
endogen.
2. Farmakologi
a. Antibiotik
Terapi antimikroba empiris harus komprehensif dan harus
mencakup semua kemungkinan patogen dalam konteks pengaturan
klinis.
- Intravitreal antibiotik.1,2
Pemberian antibiotik intravitreal sebaiknya diberikan sedini
mungkin. rosedur ini dilakukan secara transkonjungtiva dengan
anastesi lokas dari area pars plana (4-5mm dari limbus).
27
Pemberian tersebut (vitreous tap) menggunakan jarum
berukuran 23.
Pada umumnya, penggunakan kombinasi dua obat diberikan,
pertama untuk mengatasi bakteri gram positif dengan
koagulase negatif dan bakteri gram negatif.
- Antibiotik topikal
Vancomicin (50 mg/ml) atau cefazolin (50 mg/ml), dan
Amikacin (20 mg/ml) atau tobramycin (15mg%)
- Antibiotik sistemik (jarang).
Ciprofloxacin intravena 200 mg 2x/hari selama 2-3hari, diikuti
500 mg oral 2x/hari selama 6-7 hari, atau
Vancomicin 1gm IV 2x/hari dan ceftazidim 2g IV setiap 8 jam
b. Terapi steroid
Pemberian steroid berguna untuk membatasi kerusakan jaringan
akibat proses inflaamasi.
- Dexamethasone intravitreal 0.4 mg dalam 0.1 ml
- Dexamethasone 4 mg (1 ml) OD selama 5 7 hari
- Steroid sistemik. Terapi harian dengan prednisolone 60 mg
diikuti dengan 50 mg, 40 mg, 30 mg, 20 mg, dan 10 mg selama
2 hari.
c. Terapi suportif
- Siklopegik. Disarankan tetes mata atropin 1% atau bisa juga
hematropine 2% 2 3 hari sekali.
- Obat-obat antiglaukoma disarankan untuk pasien dengan
peningkatan tekanan intraokular. Acetazolamide (3 x 250 mg)
atau Timolol (0.5 %) 2 kali sehari
28
3. Operatif (Tindakan Vitrektomi)
29
pemberian dexamethason dalam menghambat reaksi inflamasi dan
reaksi imun abnormal yang dapat menimbulkan kerusakan luas pada
mata3. Dexamethason dapat diberikan secara intravitreal dengan dosis
400ug dan 1 mg secara intraokular sebagai profilaksis3.
Pada kasus yang berat dapat dilakukan Vitrektomi Pars Plana, yang
bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta produk toksin dan
enzim proteolitiknya yang berada dalam vitreous, meningkatkan
distribusi antibiotik dan mengeluarkan membran siklitik yang
terbentuk, yang potensial menimbulkan ablasi, serta mengembalikan
kejernihan vitreous4.
2.12 Prognosis
Pasien dengan trauma pada bola mata yang disebabkan oleh infeksi
Bacillus biasanya menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang lebih
progresif. Pada penelitian vitrektomi endoftalmitis didapatkan 74% pasien
yang dapat mengalami perbaikan tajam penglihatan sekitar 20/100 atau
lebih baik.
30
Prognosis juga dapat tergantung pada kondisi kesehatan pasien, seperti
pada penelitian yang membuktikan kondisi akan lebih buruk pada pasien
yang menderita diabetes melitus.
BAB III
KESIMPULAN
31
Terapi operatif vitrektomi dilakukan pada endoftalmitis berat. Prognosis
endoftalmitis bergantung durasi endoftalmitis, jangka waktu infeksi
sampai penatalaksanaan, virulensi bakteri, dan keparahan dari trauma.
Diagnosis yang tepat dalam waktu cepat dengan tatalaksana yang tepat
mampu meningkatkan angka kesembuhan endoftalmitis.
DAFTAR PUSTAKA
32
8. Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan & Asburys general ophthalmology:
Wiley Online Library; 2008.
9. Jackson TL, Eykyn SJ, Graham EM, Stanford MR. Endogenous bacterial
endophtalmitis: a 17-year prospective series and review of 267 reported
cases. Survey of ophthalmology. 2003;48(4):403-23.
10. Veselinovi D, Veselinovi A. Endopthalmitis. Acta Medica Medianae.
2009;48(1):56-62.
11. Olver J, Cassidy L, Jutley G, Crawley L. Ophtalmology at a Glance: John
Wiley & Sons; 2014.
12. Gordon Y. Vancomycin prophylaxis and emerging resistence: Are
opthtalmologists the villiaris? The heroes? Am J Ophtalmol 2001;
131:3:371-6.
13. Phan LT, Hwang TN, McCulley TJ. Eviceration in the modern age. Middle
East African journal of ophthalmology. 2012;19(1):24.
14. CMPMedica. MIMS edisi bahasa Indonesia, volume 9. Jakarta: PT. Info
Master. 2008
15. Gran IM, Ugahary LC, Van Dissel JT, Feron E, Peperkamp E, Veckeneer
M et al. intravitreal dexamethasone as adjuvant in the treatment of post
operative endophtalmitis: a prospective randomized trial. Grafes Arch Clin
Exp Ophtalmol. 2005; 243(12):1200-5.
33