Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan
refraksi dimana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina
pada mata tanpa akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk
mengubah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar yang menyebabkan
penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan pada jarak yang
berbeda-beda akan terfokus di retina.1,2,3,4,5,6,7,8,9
Kelainan ini banyak ditemukan pada anak-anak sekolah.5 Prevalensi
penderita miopia di negara Amerika Serikat dan Eropa adalah sekitar 40-60%
tetapi di Asia prevalensinya mencapai 70-90%, dan angka rata-ratanya meningkat
di seluruh kelompok etnik. Penelitian yang pernah dilakukan oleh dr Vidyapati
Mangunkusumo Sp.M, Kepala Subbagian Refraksi Bagian Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan dari 300 anak-anak sekolah di
perkotaan, 15% diantaranya mengalami kelainan refraksi, padahal di pedesaan
hanya 11%. Hanya 6-15% dari anak-anak yang menderita miopia berasal dari
orang tua yang tidak menderita miopia. Dalam suatu keluarga dengan salah satu
orang tua yang menderita miopia, 23-40% anak-anaknya menjadi miopia. Jika
kedua orang tuanya menderita miopia, angka ini meningkat rata-rata menjadi 33-
60% dimana anak-anak mereka menderita miopia. Pada suatu penelitian di
Amerika didapatkan bila pada kedua orang tua menderita miopia memiliki
kemungkinan 6 kali lebih anak-anak mereka akan menderita miopia dibandingkan
dengan salah satu orang tua yang menderita atau tidak sama sekali orang tuanya
menderita miopia.5,6
Miopia dapat terjadi karena ukuran bola mata yang relatif panjang atau
karena indeks bias media yang tinggi. Penyebab utamanya adalah genetik, namun
faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi seperti kekurangan gizi dan vitamin,
dan membaca serta bekerja dengan jarak terlalu dekat dan waktu lama dapat
menyebabkan miopia. Penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus yang tidak
terkontrol, katarak jenis tertentu, obat anti hipertensi, serta obat-obatan tertentu
dapat mempengaruhi kekuatan refraksi dari lensa yang dapat menimbulkan
miopi.6,7
Pada penderita miopia, keluhan utamanya adalah penglihatan yang kabur
saat melihat jauh, tetapi jelas untuk melihat dekat. Kadang kepala terasa sakit atau
mata terasa lelah, misalnya saat berolah raga atau mengemudi. 1,2,3,6,7
Presbiopia merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan usia.
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada
semua orang disebut presbiopia. Seseorang dengan mata emetrop (tanpa kesalahan
refraksi) akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau
membedakan benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46
tahun. Gagal penglihatan dekat akibat usia, berhubungan dengan penurunan
amplitude akomodasi atau peningkatan pungtum proksimum.13
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup
yang tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya
berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena
onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi
pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 2006 menunjukkan
112 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopia. 11
BAB II
ISI

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Bagian dari mata yang penting dalam memfokuskan bayangan adalah
kornea, lensa, dan retina. Kornea adalah suatu jaringan yang transparan, jernih di
depan iris (bagian mata yang berwarna). Lensa adalah struktur bikonveks,
avaskular, tidak berwarna, dan hampir transparan sempurna. Retina adalah
selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis pada dinding
posterior bola mata. 1,2,3,6
Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian
difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada
retina akan mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, kemudian
mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak melalui saraf optik. Semua bagian
tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat suatu objek. 1,2,3,6
Berkas cahaya akan berbelok/ berbias (mengalami refraksi) apabila
berjalan dari satu medium ke medium lain dengan kepadatan yang berbeda kecuali
apabila berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus permukaan. 10

2.2 MIOPIA
Secara klinik berdasarkan perkembangan patologi yang timbul pada mata,
maka miopia dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu miopia simplek dan miopia
patologik. Pada miopia simplek tidak diketemukan kelainan patologik fundus,
akan tetapi dapat disertai kelainan fundus yang ringan. Biasanya tidak terjadi
perubahan organik, tajam penglihatan dengan koreksi yang sesuai dapat menjadi
normal. Berat kelainan refraktif kurang dari -6 D, dapat juga disebut miopia
fisiologi.3
Miopia patologik dapat juga disebut miopia degeneratif, miopia maligna,
atau miopia progesif. Tanda-tanda miopia ini adalah adanya progresifitas kelainan
fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini
sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia dengan waktu yang
relatif pendek, kelainan refraktif yang terdapat biasanya melebihi -6 D.3 Tipe
miopia patologik atau degeneratif terdapat pada 2% warga Amerika yang
mengalami penambahan panjang diameter bola mata pada pertumbuhan usia 12
tahun.7

2.2.1 BENTUK-BENTUK MIOPIA


Miopia dikenal dalam beberapa bentuk, yaitu miopia refraktif dan miopia
aksial. Miopia refraktif adalah miopia dimana bertambahnya indeks bias media
penglihatan seperti yang terdapat pada katarak intumesen, dimana lensa menjadi
lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Disebut juga dengan miopia bias
atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan
kornea dan lensa yang terlalu kuat. Miopia aksial adalah miopia yang terjadi
akibat bertambah panjang sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan
lensa yang normal.1
Menurut derajat beratnya, miopia dibagi menjadi 3 yaitu miopia ringan,
miopia sedang, dan miopia berat atau tinggi. Dikatakan miopia ringan, apabila 1-3
dioptri, miopia sedang antara 3-6 dioptri, dan miopia berat atau tinggi apabila
lebih besar dari 6 dioptri. 1
Menurut perjalanan miopia dikenal dalam bentuk miopia stasioner, miopia
progresif, dan miopia maligna atau miopia degeneratif. Miopia stasioner adalah
miopia yang menetap setelah dewasa atau tidak ada penambahan ukuran lensa
negatif seiring dengan bertambahnya usia setelah dewasa. Miopia progresif adalah
miopia yang terjadi penambahan terus-menerus ukuran lensa negatif pada usia
dewasa, akibat bertambah panjangnya sumbu bola mata. Miopia maligna atau
miopia degeneratif adalah miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Biasanya terjadi bila miopia lebih dari
6 dioptri disertai dengan kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola
mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal
papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah
terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membrane Bruch yang
dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada
miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan,
atrofi lapis sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi papil saraf optik. 1
2.2.2 DIAGNOSIS
Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, pasien mengeluh
penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca atau melihat benda
dari jarak dekat. Pada pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi
yang dapat dilakukan dengan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan
cara objektif. Cara subjektif dilakukan dengan penggunaan optotipe dari snelllen
dan trial lenses, dan cara objektif dengan oftalmoskopi direk dan pemeriksaan
retinoskopi.1,2,4
Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak pemeriksa
dan penderita sebesar 5-6 meter, sesuai dengan jarak tak terhingga, dan
pemeriksaan ini harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupun
penderita. Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan atau
visus (VOD/VOS) yang dinyatakan dengan bentuk pecahan:

Jarak antara penderita dengan huruf optotipe Snellen


Jarak yang seharusnya dilihat oleh penderita yang normal

Visus yang terbaik adalah 6/6, yaitu pada jarak pemeriksaan 6 meter dapat terlihat
huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 6 meter.
Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat terlihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari pada
dasar putih, pada bermacam-macam jarak. Hitung jari pada penglihatan normal
dapat terlihat pada jarak 60 meter, jika penderita hanya dapat melihat pada jarak 2
meter, maka visus sebesar 2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari tidak
dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa menggerakkan
tangannya pada bermacam-macam arah dan meminta penderita mengatakan arah
gerakan tersebut pada bermacam-macam jarak. Gerakan tangan pada penglihatan
normal terlihat pada jarak 300 meter, jika penderita hanya dapat melihat gerakan
tangan pada jarak 1 meter, maka visusnya 1/300.
Namun apabila gerakan tangan tidak dapat terlihat pada jarak terdekat
sekalipun, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan menggunakan sinar/cahaya dari
senter pemeriksa dan mengarahkan sinar tersebut pada mata penderita dari segala
arah, dengan salah satu mata penderita ditutup. Pada pemeriksaan ini penderita
harus dapat melihat arah sinar dengan benar, apabila penderita dapat melihat sinar
dan arahnya benar, maka fungsi retina bagian perifer masih baik dan dikatakan
visusnya 1/~ dengan proyeksi baik. Namun jika penderita hanya dapat melihat
sinar dan tidak dapat menentukan arah dengan benar atau pada beberapa tempat
tidak dapat terlihat maka berarti retina tidak berfungsi dengan baik dan dikatakan
sebagai proyeksi buruk. Bila cahaya senter sama sekali tidak terlihat oleh
penderita maka berarti terjadi kerusakan dari retina secara keseluruhan dan
dikatakan dengan visus 0 (nol) atau buta total.
Ketajaman penglihatan yang kurang baik dapat dikoreksi dengan
menggunakan lensa sferis + (S+), sferis (S-), silindris +/- (C+/-). Pada kelainan
refraksi miopia, ketajaman penglihatan dapat dikoreksi dengan menggunakan
sferis negatif terkecil yang akan memberikan ketajaman penglihatan terbaik tanpa
akomodasi.1,2,4
Pemeriksaan oftalmoskopi direk bertujuan untuk melihat kelainan dan
keadaan fundus okuli, dengan dasar cahaya yang dimasukkan ke dalam fundus
akan memberikan refleks fundus dan akan terlihat gambaran fundus. Pemeriksaan
oftalmoskopi pada kasus yang disertai dengan kelainan refraksi akan
memperlihatkan gambaran fundus yang tidak jelas, terkecuali jika lensa koreksi
pada lubang penglihatan oftalmoskopi diputar. Sehingga dengan terlebih dahulu
memperlihatkan keadaan refraksi pemeriksa, maka pada pemeriksaan
oftalmoskopi besar lensa koreksi yang digunakan dapat menentukan macam dan
besar kelainan refraksi pada penderita secara kasar. Pada penderita miopia, pada
segmen anterior tampak bilik mata dalam dan pupil lebih lebar dan kadang
ditemukan bola mata yang agak menonjol. Pada miopia simplek, segmen posterior
biasanya terdapat gambaran yang normal atau disertai miopia kresen yaitu
gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, yang
terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tertutupnya sklera oleh koroid.
Pada penderita miopia patologik, segmen posterior memberikan gambaran
kelainan pada badan kaca, papil saraf optik, makula, dan fundus. Pada badan kaca,
dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi yang terlihat
sebagai floaters atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang
ditemukan ablasi badan kaca yang hubungannya belum jelas diketahui dengan
keadaan miopia. Pada papil saraf optik, terlihat pigmentasi peripapil, kresen
miopia, papil lebih pucat meluas ke arah temporal. Kresen miopia dapat ke
seluruh lingkaran papil sehingga seluruh lingkaran papil dikelilingi oleh daerah
koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur. Pada makula, berupa
pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan subretina pada
daerah makula. Dan seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan
koroid dan retina, akibat penipisan retina ini bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.3,4,11
Pemeriksaan streak retinoskopi merupakan metode pemeriksaan yang
dalam pelaksanaannya tidak memerlukan kerjasama dari penderita sehingga dapat
dilakukan pada anak-anak ataupun pada orang yang tidak dapat membaca.
Retinoskopi dilakukan dalam kamar gelap, dengan jarak pemeriksa dan penderita
sejauh 1 meter. Sumber cahaya terletak di atas penderita, agak ke belakang
sehingga wajah penderita dalam keadaan gelap, dan cahaya ditujukan kepada
pemeriksa yang memegang cermin, dimana cermin kemudian memantulkan cahya
tersebut ke arah pupil penderita, sehingga pemeriksa dapat melihat reflex fundus
pada pupil penderita melalui lubang pada bagian tengah cermin. Kemudian cermin
tersebut digerak-gerakkan dan pemeriksa memperhatikan gerakan dari refleks
fundus pada mata penderita. Pada penderita miopia akan didapatkan arah gerak
refleks fundus yang berlawanan dengan arah gerak cermin, maka perlu
ditambahkan dengan lensa konkaf (minus), sampai refleks pupil mengisi seluruh
apertura pupil dan tidak lagi terdeteksi adanya gerakan (titik netralisasi). Selain
itu, pemeriksa juga perlu memperhatikan terang, bentuk, dan kecepatan gerak
fundus. Refleks yang terang, pinggirnya tegas, dan gerak yang cepat menunjukkan
kelainan refraksi yang ringan, sedangkan refleks yang suram, pinggir tidak tegas,
dan gerak lamban menunjukkan adanya kelainan refraksi yang tinggi.2.4
2.2.3 PENATALAKSANAAN
Penderita miopia dapat dikoreksi dengan kacamata, kontak lensa, atau
melalui operasi. Terapi terbaik miopia adalah dengan penggunaan kacamata atau
kontak lensa yang mengompensasi panjangnya bola mata dan akan memfokuskan
sinar yang masuk jatuh tepat di retina. 1,2,6
Menggunakan kacamata merupakan cara terapi yang sering digunakan
untuk mengoreksi miopia. Lensa konkaf yang terbuat dari kaca atau lensa plastik
ditempatkan pada frame dan dipakai di depan mata. Pengobatan pasien dengan
miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal tanpa akomodasi. Sebagai contoh
bila pasien dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6 dan demikian
juga bila diberi S -3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk
memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.6,7,8,9
Penggunaan kontak lensa merupakan pilihan kedua pada terapi miopia.
Kontak lensa merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari plastik yang
dipakai langsung di mata di depan kornea. Meski terkadang ada rasa tidak nyaman
pada awal pemakaian tetapi kebanyakan orang akan cepat membiasakan diri
terhadap pemakaian kontak lensa.6
Bagi orang-orang yang tidak nyaman pada penggunaan kacamata atau
kontak lensa dan memenuhi kriteria umur, derajat miopia dan kesehatan secara
umum dapat melakukan operasi refraksi mata sebagai alternatif atau pilihan ketiga
untuk mengoreksi miopia yang dideritanya. Ada tiga tipe dalam melakukan
operasi mata tersebut : 1) Radial keratotomy, 2) photorefractive keratectomy, dan
3) laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK).6
LASIK merupakan metode terbaru di dalam operasi mata, LASIK
direkomendasikan untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada LASIK
digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratome untuk
memotong flap secara sirkular pada kornea. Flap yang telah dibuat dibuka
sehingga terlihat lapisan dalam dari kornea. Kornea diperbaiki dengan sinar laser
untuk mengubah bentuk dan fokusnya , setelah itu flap ditutup kembali.6

2.2.4 PROGNOSIS
Kacamata dan kontak lensa dapat mengoreksi (tapi tidak selalu)
penglihatan pasien menjadi 6/6. Operasi mata dapat memperbaiki kelainan mata
pada orang yang memenuhi syarat.
Faktor genetik yang mempengaruhi perkembangan dan derajat keparahan
miopi tidak dapat diubah, tetapi kita dapat mempengaruhi faktor lingkungan
sebagai sebab timbulnya miopi. Cara pencegahan yang dapat kita lakukan adalah
dengan membaca di tempat yang terang, menghindari membaca pada jarak yang
dekat, beristirahat sejenak ketika bekerja di depan komputer atau mikroskop,
nutrisi yang baik, dan terapi penglihatan.
Tidak ada angka kejadian berdasarkan penelitian yang menjelaskan bahwa
kontak lensa atau latihan mata dapat menghentikan progresifitas dari miopi.
Ketegangan mata dapat dicegah dengan menggunakan cahaya yang cukup pada
saat membaca dan bekerja, dan menggunakan kacamata atau lensa yang
disarankan. Pemeriksaan secara teratur sangat penting untuk penderita degeneratif
miopi karena mereka mempunyai faktor resiko untuk terjadinya ablasio retina,
degenerasi retina atau masalah lainnya. 6

2.2.5 KOMPLIKASI
Pada penderita miopia yang tidak dikoreksi dapat timbul komplikasi.
Komplikasi tersebut antara lain, ablasi retina dan strabismus esotropia. Ablasi
retina terjadi karena pada miopia tinggi terbentuk stafiloma sklera posterior yang
terletak di polus posterior, maka retina harus meliputi permukaan yang lebih luas
sehingga teregang dan menimbulkan fundus tigroid. Akibat regangan mungkin
menyebabkan ruptur dari pembuluh darah retina dan mengakibatkan perdarahan
yang dapat masuk ke dalam badan kaca, mungkin juga terjadi ablasi retina akibat
timbulnya robekan karena tarikan. Strabismus esotropia terjadi karena pada pasien
miopia memiliki pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
kedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.
Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam
atau esotropia. Bila terdpat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah
berkurang atau terdapat ambliopia.1,2,6
2.3 PRESBIOPIA
Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui kornea
dan struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueus, lensa, humor vitreus)
yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina.
Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang
jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Penglihatan dekat
memerlukan kontraksi dari badan siliar, yang bisa memendekkan jarak antara
kedua badan siliar yang diikuti relaksasi ligament pada lensa. Lensa menjadi lebih
cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina.
Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi
atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya, menyebabkan kurang
bisa mengubah bentuk lensa untuk memfokuskan mata saat melihat. Akibat
gangguan tersebut bayangan jatuh di belakang retina. Karena daya akomodasi
berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh.
Presbiopi merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah
dialami oleh semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan
penglihatan dekatnya pertama kali pada pertengan usia empat puluhan. Pada usia
ini, keadaan lensa kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah
banyak berkurang sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan
terhadap proses akomodasi, karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah
bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung. Organ utama penggerak proses
akomodasi adalah muskulus siliaris, yaitu suatu jaringan otot yang tersusun dari
gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah
untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang merupakan kapsul
dimana lensa kristalin berada di dalamnya. Otot ini mengubah tegangan pada
kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek
berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Jika
elastisitas lensa kristalin berkurang dan menjadi kaku (sklerosis), maka muskulus
siliaris menjadi terhambat atau bahkan tertahan dalam mengubah kecembungan
lensa kristalin.9
2.3.1 ETIOLOGI
Yang menjadi etiologi presbyopia adalah
- Kelemahan otot akomodasi
- Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis
lensa12

2.3.2 FAKTOR RESIKO


Usia merupakan faktor resiko utama penyebab presbiopia. Namun pada
kondisi tertentu dapat terjadi presbiopia prematur sebagai hasil dari faktor-faktor
seperti trauma, penyakit sistemik, penyakit jantung, atau efek samping obat.11
- Usia, terjadi pada atau setelah usia 40 tahun
- Hipermetropia, kerusakan akomodasi tambahan jika tidak dikoreksi
- Jenis kelamin, onset awal terjadi pada wanita
- Penyakit atau trauma pada mata, kerusakan pada lensa, zonula, atau otot
siliar
- Penyakit sistemik: diabetes mellitus, multipel sklerosis, kejadian
kardiovaskular, anemia, influenza, campak
- Obat-obatan, penurunan akomodasi adalah efek samping obat (contoh:
alkohol, hidroklorotiazid, antidepresan, antipsikotik, antihistamin,
diuretik)
- Lain-lain: kurang gizi, penyakit dekompresi

2.3.3 KLASIFIKASI
a. Presbiopia Insipient
Presbiopia insipient merupakan tahap awal dimana gejala atau temuan
klinis menunjukkan beberapa kondisi efek penglihatan dekat. Pada
presbiopia insipient dibutuhkan usaha ekstra untuk membaca cetakan
kecil. Biasanya pasien membutuhkan tambahan kacamata atau adisi, tetapi
tidak tampak kelainan bila dilakukan tes dan pasien lebih memilih untuk
menolak diberikan kacamata baca.
b. Presbiopia Fungsional
Ketika dihadapkan dengan amplitudo akomodasi yang berangsur-angsur
menurun, pasien dewasa akhirnya melaporkan adanya kesulitan melihat
dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa.
c. Presbiopia absolut
Sebagai akibat dari penurunan akomodasi yang bertahap dan terus-
menerus, dimana presbiopi fungsional berkembang menjadi presbiopia
absolut. Presbiopia absolut adalah kondisi dimana sesungguhnya tidak ada
sisa kemampuan akomodatif.
d. Presbiopia prematur
Pada presbiopia prematur, kemapuan akomodasi penglihatan dekat
menjadi berkurang lebih cepat dari yang diharapkan. Presbiopia ini terjadi
dini pada usia sebelum usia 40 tahun. Berhubungan dengan lingkungan,
gizi, penyakit atau obat-obatan, hipermetropia yang tidak terkoreksi,
sklerosis prematur dari lensa kristalin, glaukoma simpel kronik.
e. Presbiopia nokturnal
Presbiopia nokturnal adalah kondisi dimana terjadi kesulitan untuk melihat
dekat disebabkan oleh penurunan amplitudo akomodasi di cahaya redup.
Peningkatan ukuran pupil, dan penurunana kedalaman menjadi penyebab
berkurangnya jarak penglihatan dekat dalam cahaya redup. 11

2.3.4 GEJALA PRESBIOPIA


Presbiopia terjadi secara bertahap. Penglihatan yang kabur, dan
ketidakmampuan melihat benda-benda yang biasanya dapat dilihat pada jarak
dekat merupakan gejala dari presbiopi. Gejala lain yang umumnya terjadi pada
presbiopia adalah:
- Keterlambatan saat memfokuskan pada jarak dekat
- Mata terasa tidak nyaman, berair, dan sering terasa pedas
- Sakit kepala
- Astenopia karena kelelahan pada otot siliar
- Menyipitkan mata saat membaca
- Kelelahan atau mengantuk saat membaca dekat
- Membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk membaca
Kesulitan melihat pada jarak dekat yang biasa dilakukan dan mengubah atau
mempertahankan fokus disebabkan oleh penurunan amplitudo akomodasi.
Penggunaan cahaya terang untuk membaca pada pasien menyebabkan
penyempitan pupil, sehingga peningkatan kedalaman fokus. Kelelahan dan sakit
kepala berhubungan dengan kontraksi otot orbikularis atau bagian dari otot
occipitofrontalis, dan diduga berhubungan dengan ketegangan dan frustasi atas
ketidakmampuan untuk mempertahankan jelas penglihatan dekat. Mengantuk
dikaitkan dengan upaya fisik yang dikeluarkan untuk akomodasi selama beberapa
waktu.11,12

2.3.5 DIAGNOSA
a. Anamnesis
Keluhan pasien terkait presbiopi dapat bermacam-macam, misalnya
pasien merasa hanya mampu membaca dalam waktu singkat, merasa
cetakan huruf yang dibaca kabur atau ganda, kesulitan membaca
tulisan huruf dengan cetakan kualitas rendah, saat membaca
membutuhkan cahaya yang yang lebih terang atau jarak yang lebih
jauh, saat membaca merasa sakit kepala dan mengantuk.11,12,13
b. Pemeriksaan oftalmologi11,12,13
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu Snellen.
Cara:
- Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan
satu mata ditutup
- Pasien diminta membaca huruf yang tertulis di kartu, mulai dari
baris paling atas ke bawah, dan ditentukan baris terakhir yang
masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar
- Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar),
maka dilakukan uji hitung jari dari jarak 6 meter
- Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 meter,
maka jarak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak
penguji dengan pasien 1 meter
- Jika pasien tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan
dari jarak satu meter
- Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan
uji dengan arah sinar
- Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,
maka dikatakan penglihatannya adalah nol (0) atau buta total
Penilaian:
Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat
membaca seluruh dalam kartu Snellen dengan benar. Bila baris yang dapat
dibaca seluruhnya bertanda 30, maka dikatakan tajam penglihatan 6/30.
Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal
huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 meter. Bila dalam uji hitung jari,
pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60.
Jari terpisah dapat dilihat orang normal pada jarak 60 meter. Orang normal
dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti
tajam penglihatan adalah 1/300. Bila mata hanya mengenal adanya sinar
saja, tidak dapat melihat lambaian tangan, maka dikatakan sebagai 1/~.
Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.11,12,13
2. Pemeriksaan presbiopia11
Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan
dengan pemeriksaan presbiopia
Cara:
Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan
refraksi bila terdapat miopia, hipermetropia, atau
astigmatisma, sesuai prosedur di atas.
Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm
(jarak baca).
Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai
terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan
lensa ini ditentukan.
Dilakukan pemeriksaan mata satu persatu.

2.3.6 PENATALAKSANAAN
a. Kacamata
Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk
mengatasi daya fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia
kacamata atau adisi diperlukan untuk memebaca dekat yang berkekuatan
tertentu:
+1,0 D untuk usia 40 tahun
+1,5 D untuk usia 45 tahun
+2,0 D untuk usia 50 tahun
+2,5 D untuk usia 55 tahun
+3,0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3,0 dioptri adalah
lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pemeriksaan
adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja
pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga
angka-angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.
Kacamata baca memiliki koreksi dekat di seluruh apertura
kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi
membuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan ini,
dapat digunakan kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak
terkoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakukan hal
serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi kelainan refraksi yang lain.
Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas,
penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen
bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan
jauh tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan
bertingkat.2
b. Pembedahan
Terdapat beberapa teknik bedah untuk mengoreksi presbiopi,
namun keselamatan, keberhasilan, dan kepuasan pasien masih
belum bisa ditetapkan:11
Multifocal intraocular lens implants
Acommodating intraocular lens implants
Small-diameter corneal inlays
Modified corneal surface technique to create multifocal
corneas
Conductive keratoplasty (CK)
Moldable intraocular lens implants (IOLs) to develop
pseudophakic accommodation

2.3.7 PROGNOSIS
Hampir semua pasien presbiopia dapat berhasil dalam menggunakan salah
satu pilihan penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misalnya, pasien presbiopia
yang baru menggunakan kacamata, pemakai lensa kontak, pasien yang memiliki
riwayat kesulitan beradaptasi dengan koreksi visual, tambahan kunjungan untuk
tindak lanjut mungkin diperlukan. Selama kunjungan tersebut, dokter mata dapat
memberikan anjuran kepada pasien, verifikasi resep lensa, dan penyesuaian frame.
Kadang-kadang, perubahan dalam desain lensa diperlukan.11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : SPA
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perum Dalung Permai, Blok H 3 No. 36
Pekerjaan : PNS
Tanggal pemeriksaan : 23 September 2014

3.2 ANAMNESA
Keluhan Utama : Kedua mata sering berair dan perih
Anamnesa :
Pasien datang dengan keluhan utama kedua mata sering berair dan perih
yang mulai dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Selain itu mata juga dirasakan
kabur. Mata kabur lebih dirasakan pada mata kiri dan muncul secara perlahan-
lahan dan sejak tiga bulan yang lalu. Keluhan mata kabur dirasakan sampai
sekarang, terkadang hilang dan muncul kembali terutama saat pasien sedang
bekerja. Pasien bekerja sebagai seorang PNS dan pekerjaannya biasanya lebih
banyak di depan komputer. Setelah lama di depan komputer pasien mulai
merasakan matanya berair. Pasien biasanya memejamkan matanya ketika keluhan
ini terjadi. Keluhan sakit kepala juga sering dirasakan oleh pasien apabila bekerja
terlalu lama. Pasien tidak mengeluh adanya silau, gatal, mual, dan muntah. Tidak
ada riwayat pemakaian kacamata pada pasien. Riwayat trauma disangkal. Pasien
juga mengatakan bahwa riwayat penggunaan obat tetes mata selama 2 minggu
dikarenakan setiap keluhan tersebut muncul dirasakan membaik saat
menggunakan obat tetes mata.

3.2.1. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang sama persis
sebelumnya. Riwayat keluhan mata merah dan gatal pernah dialami pasien.
Riwayat menggunakan kacamata tidak ada. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
riwayat alergi dan riwayat penyakit kronis lainnya disangkal.

3.2.2. RIWAYAT PENGOBATAN


Sebelum datang ke poli mata pasien sempat menggunakan obat tetes mata
yang dimiliki dirumah.

3.2.3. RIWAYAT KELUARGA


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, riwayat alergi dan riwayat penyakit
kronis lainnya disangkal.

3.2.4 RIWAYAT SOSIAL


Pasien merupakan seorang PNS. Aktifitas di kantor lebih banyak di depan
komputer.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


3.3.1. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 18x/menit
Temperatur axila : 36,5oC

3.3.2. PEMERIKSAAN FISIK KHUSUS (LOKAL PADA MATA)

Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)


Visus 6/20 6/20
Refraksi/Pin Hole 6/6 6/7,5
S-1,00 S-1,25
Add +1,75 Add +1,75
Supra cilia
Madarosis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Palpebra superior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada

Palpebra inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Sumbatan Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Benjolan Tidak ada Tidak ada


Konjungtiva palpebra superior
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis Tidak ada Tidak ada
Hiperemi
- Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
- Silier Tidak ada Tidak ada
Perdarahan di bawah Tidak ada Tidak ada
konjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pingueculae Tidak ada Tidak ada
Sklera
Warna Putih Putih
Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem Tidak ada Tidak ada
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Keratik presifitat Tidak ada Tidak ada
Fluoresensi Tidak dikerjakan Tidak dikerjakan
Bilik Mata Depan
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dalam Dalam
Iris/Pupil
Warna Coklat Coklat

Bentuk Bulat, reguler Bulat, reguler


Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya konsensuil (+) (+)
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Dislokasi/subluksasi Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
Pergerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Funduskopi Refleks fundus (+) Refleks fundus (+)
Tonometri 18 mmHg 19 mmHg

3.4 RESUME
Pasien perempuan berusia 46 tahun datang dengan keluhan utama kedua
mata sering berair dan perih yang mulai dirasakan sejak 2 minggu yang lalu.
Selain itu mata juga dirasakan kabur. Mata kabur lebih dirasakan pada mata kiri
dan muncul secara perlahan-lahan dan sejak tiga bulan yang lalu. Keluhan mata
kabur dirasakan sampai sekarang, terkadang hilang dan muncul kembali terutama
saat pasien sedang bekerja. Pasien bekerja sebagai seorang PNS dan pekerjaannya
biasanya lebih banyak di depan komputer. Setelah lama di depan komputer pasien
mulai merasakan matanya berair. Pasien biasanya memejamkan matanya ketika
keluhan ini terjadi. Sering disertai dengan keluhan sakit kepala. Pasien tidak
mengeluh adanya silau, gatal, mual, dan muntah. Riwayat trauma disangkal.
Pasien juga mengatakan bahwa riwayat penggunaan obat tetes mata selama 2
minggu dikarenakan setiap keluhan tersebut muncul dirasakan membaik saat
menggunakan obat tetes mata.Pasien tidak mengeluh adanya silau dan gatal.
Tidak ada riwayat pemakaian kacamata pada pasien. Riwayat trauma disangkal..
Pasien juga mengatakan bahwa riwayat penggunaan obat tetes mata selama 2
minggu dikarenakan setiap keluhan tersebut muncul dirasakan membaik saat
menggunakan obat tetes mata. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, riwayat
alergi dan riwayat penyakit kronis lainnya disangkal. Tidak ada keluarga pasien
yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan visus OD 6/20, OS 6/20. Bilik mata
depan pada kedua mata dalam. Iris bulat/regular dan reflex pupil positif. Lensa
pada kedua mata jernih.

Pemeriksaan lokal

OD Pemeriksaan OS

6/20 Visus 6/20


S-1,25
S-1,00
Add +1,75 Add +1,75

Normal Palpebra Normal

Tenang Konjungtiva Bulbi Tenang

Jernih Kornea Jernih

Dalam, sudut terbuka Bilik Mata Depan Dalam, sudut terbuka

Bulat, reguler Iris Bulat, reguler

Refleks (+) Pupil Refleks (+)

Jernih Lensa Jernih

Refleks (+) Funduskopi Refleks (+)

18 mmHg TIO 19 mmHg

3.5 DIAGNOSIS
ODS Myopia Simpleks dengan ODS Presbiopia

3.6 DIAGNOSIS BANDING


- ODS Hipermetropi
- ODS Astigmatism
3.7 PLANNING
- Kacamata (OD S-1,00 OS S-1,25) Add +1,75
- Asthenof Eye Drop 4x1 tetes ODS
- Kontrol 6 bulan

3.8 PROGNOSIS
Ad vitam : Dubius ad bonam
Ad fungsionam : Dubius ad bonam
Ad sanationam : Dubius ad bonam
BAB IV

PEMBAHASAN

Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan refraksi
dimana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina pada
mata tanpa akomodasi. Sementara presbiopia merupakan gangguan penglihatan
yang berkaitan dengan usia, yang ditandai dengan melambatnya daya akomodasi.

Pasien perempuan berusia 46 tahun datang dengan keluhan utama kedua mata
sering berair dan perih yang mulai dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Selain itu
mata juga dirasakan kabur. Mata kabur lebih dirasakan pada mata kiri dan muncul
secara perlahan-lahan dan sejak tiga bulan yang lalu. Keluhan mata kabur
dirasakan sampai sekarang, terkadang hilang dan muncul kembali terutama saat
pasien sedang bekerja. Pasien didiagnosis dengan ODS Myopia dengan ODS
Presbiopia karena pasien merasa keluhan mata kabur di kedua mata saat harus
melihat jarak jauh. Keluhan mata kabur disebabkan oleh bayangan benda yang
masuk ke dalam mata tidak tepat jatuh di depan retina, sehingga penglihatan
menjadi tidak jelas. Selain itu pasien juga didiagnosis dengan ODS Presbiopia, hal
ini karena dari pemeriksaan didapatkan bahwa pasien sudah berumur lebih dari 40
tahun, mata terasa tidak nyaman, berair, dan sering perih, menyipitkan mata saat
membaca, mata cepat lelah. Pada mata dengan myopia, mata tersebut harus
bekerja lebih keras untuk menghasilkan penglihatan yang baik. Mata tersebut
harus menggunakan daya akomodasinya secara simultan untuk meneruskan
cahaya yang masuk agar terfokus dan jatuh tepat di retina. Akan tetapi pada
presbyopia, daya akomodasi tersebuh melemah atau melambat sehingga fokus
penglihatan pun menjadi terhambat.

Pada saat pemeriksaan visus, pasien kerap memicingkan matanya agar


penglihatannya lebih jelas. Ini merupakan pemicu keluhan pusing yang dirasakan
pasien. Dalam kondisi memicing, otot-otot kelopak mata (palpebral) harus bekerja
terus menerus sehingga menyebabkan nyeri pada daerah sekitar mata, bahkan
dapat memicu sakit kepala.
Tidak ditemukan factor genetik pada pasien ini. Tidak ada sama sekali keluarga
yang menderita keluhan yang sama ataupun keluarga yang pernah menggunakan
kacamata sebelumnya. Faktor resiko dari pasien ini adalah faktor pekerjaan yang
membuat matanya menjadi terganggu karena lama duduk di depan computer.

Pada pemeriksaan menggunakan Snellen Chart, pasien tidak mampu membaca


huruf pada Snellen Chart di baris keempat. Ini terjadi di kedua mata sehingga
ditemukan VODS 6/20. Setelah diketahui visus dilanjutkan dengan pemeriksaan
menggunakan pin hole untuk menemukan adanya kelainan refraksi. Pada pasien
ditemukan visus yang maju pada penggunaan pinhole yaitu VOD 6/6 dan VOS
6/7,5. Ini menandakan adanya kelaian refraksi yang terjadi di kedua mata.

Penanganan pada pasien ini adalah dengan mengkoreksi visusnya dengan


menggunakan kacamata. Jenis kacamata yang diberikan pada penderita myopia
adalah jenis kacamata negative. Namun dengan adanya presbiopia pada pasien ini,
maka dapat pula kita berikan kacamata dengan lensa positif.
BAB V

SIMPULAN

Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan refraksi
dimana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina pada
mata tanpa akomodasi. Sementara presbiopia merupakan gangguan penglihatan
yang berkaitan dengan usia, yang ditandai dengan melambatnya daya akomodasi.

Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesa,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, pasien mengeluh
penglihatan kabur, cepat lelah saat membaca atau melihat benda dari jarak dekat.
Pada pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi yang dapat
dilakukan dengan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan cara objektif.
Cara subjektif dilakukan dengan penggunaan optotipe dari snelllen dan trial
lenses, dan cara objektif dengan oftalmoskopi direk dan pemeriksaan retinoskopi.

Penanganan pada pasien ini adalah dengan mengkoreksi visusnya dengan


menggunakan kacamata. Jenis kacamata yang diberikan pada penderita myopia
adalah jenis kacamata negative. Namun dengan adanya presbiopia, maka dapat
pula kita berikan kacamata dengan lensa positif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas,Sidarta,Prof.dr.H.Sp.M. Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Hal: 76-78,2010


2. Vaughan, Daniel G dkk. Oftalomologi Umum. Penerbit EGC.edisi 14,
2000
3. Ilyas,Sidarta,Prof.dr.H.Sp.M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Hal: 5-
6,2010
4. Ilyas,Sidarta,Prof.dr.H.Sp.M. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu
Penyakit Mata. FKUI. Hal: 4-5,75, 2010
5. Myopia. http://www.emedicine.com/OPH/topik255.htm
6. Lee, Judith, dan Bailey, Gretchyn. Myopia. http://www.
yahoo.com/AllAboutVision_com.htm
7. Myopia. Canadian Opthalmological Society.www.eyesite.ca
8. Walling, Anne D, Fredrick, M.D.DR. Shortsightedness: a review of causes
and interventions- Tips from Other Journals-Myopia
treatment.www.google.com/myopia.htm
9. Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit EGC.edisi
17.hal 142,2000
10. Handbook of Ocular Disease Management Pathological Myopia and
Stafiloma Myopia.http://www.eyeworld.com
11. American Academy of Ophtalmologi. Presbyopia. USA. 2010. Diunduh
pada: September 22, 2014.www.A ao.org
12. Ilyas,Sidarta,Prof.dr.H.Sp.M. Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Hal: 1-3,
74,2010
13. Khurana AK.Opthalmologi. New Delhi: New Age International
Publishers. 2005. 3: 60-65

Anda mungkin juga menyukai