Anda di halaman 1dari 29

RESUME PBL

SKENARIO 5
“Penglihatan Kabur”

Nama : Anindhita Almadevy


NPM : 118170018
Kelompok : 1B
Blok : 3.3
Tutor : dr. Ayu Intan Purnama Wulan

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
Skenario 5
Penglihatan Kabur

Seorang laki-laki usia 15 tahun, datang ke klinik dengan keluhan penglihatan


kedua mata kabur sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan apabila membaca
huruf jarak jauh terlihat membayang. Keluhan dirasakan makin lama makin berat.
Keluhan mata merah, mata berair, silau dan nyeri kepala disangkal. Sekolah
online setiap harinya mengharuskannya menggunakan gawai lebih lama setiap
harinya sekitar 7-8 jam perhari. Riwayat trauma pada daerah mata disangkal. Pada
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan visus didapatkan OD S-
1,25 ; OS S-1,50.

STEP 1

1. Pemeriksaan Visus : Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi


ada tidaknya tajam penglihatan seseorang ; Biasanya pemeriksaan visus
dilakukan pada jarak 6 meter ; Pemeriksaan yang umum dilakukan untuk
menentukan gangguan refraksi pada pasien.
2. OD : Ocular dextra atau mata kanan
3. Mata merah : Kondisi ketika pembuluh darah halus di
permukaan mata melebar akibat iritasi, peradangan, infeksi, cedera, atau
meningkatnya tekanan bola mata ; Timbul akibat terjadinya perubahan
bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi merah hal tersebut
disebabkan akibat dari vasodilatasi pembuluh darah konjungtiva akibat
adanya peradangan mata akut
4. OS : Ocular sinistra atau mata kiri
5. Visus : Tajam penglihatan

STEP 2

1. Mengapa timbul keluhan mata kabur?


2. Bagaimana bisa terjadi penurunan penglihatan saat melihat jarak jauh?
3. Apa saja faktor yang menyebabkan penurunan penglihatan jarak jauh?
4. Bagaimana tatalaksana dari keluhan pasien?
5. Apa saja diagnosis banding pada keluhan tersebut?
STEP 3

1. Mengapa timbul keluhan mata kabur?


Panjang bola mata bisa menyebabkan pembiasan cahaya. Jika bola mata
tidak sesuai ukuran normal, maka cahaya tidak dapat jatuh tepat di retina.
Gangguan terjadi ketika mata tidak fokus sehingga mata menjadi tidak
fokus. Kelainannya ada miopi, hipermetropi, astigmatisma (astigmatisma
reguler dan irreguler).
Pada keaadan normal, cahaya masuk melalui media refraksi.
Mengapa bisa kabur? Karena biasan cahaya tidak jatuh di retina.
Kelengkungan dari kornea bisa mempengaruhi. Dari kornea, masuk
melalui pupil, kelengkungan lensa juga mempengaruhi dari fokus bias.
Jika semakin lengkung, otomatis cahaya fokusnya jatuh di depan retina.
Jika lenas terlalu mengempis, cahaya akan jatuh di belakang retina
(hipermetropi). Astigmatisma terdapat adanya 2 titik fokus cahaya ada
miopi dan hipermetropi. (Simpleks, kompleks, campuran).
Media refraksi : Kornea, aquos humor, panjang bola mata. Jika ada
kelainan pada media refraksi, menyebabkan kelainan refraksi. Terdapat 2
faktor untuk derajat : densitas komperatif (semakin membesar) sudut
jatuhnya medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar
Gejala kelainan refraksi diawali keluhan sakit kepala terutama di
daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa
pedas, penglihatan kabur, dan mata terasa lelah.
2. Bagaimana bisa terjadi penurunan penglihatan saat melihat jarak
jauh?
Terjadi pada keadaan miopia (Rendah, sedang, tinggi). Di klasifikasikan
(simple, nokturnal, patologi, didapat, pseudomiopia). Bentuk miopia
(refraktif dan aksial), menurut perjalanan miopia (stasioner, progresif, dan
maligna). Miopia adalah tipe gangguan refraksi dimana berkas cahaya
paralel difokuskan di depan retina.
Miopia adalah rabun jauh, suaut kelainan refraksi mata yang fokus
di depan retina. Miopia terbagi menjadi ukuran dioptri lensa nya yakni
ringan, sedang, dan berat.
Terdapat 3 faktor : kelengkungan kornea, kelengkungan lensa, dan
panjang bola mata. Jika bola mata terlalu panjang, maka cahaya jatuh di
depan retina. Jika terlalu pendek, hipermetropi. Penurunan penglihatan
jarak jauh, karena seharusnya cahaya jatuh di depan retina. Terjadi reaksi
fotoelektron. Cahaya di rubah menjadi rangsang listrik yang dirubah
menjadi jaras penglihatan. Jika menurun, otomatis penglihatan menjadi
kabur.
Terdapat faktor lainnya yakni genetik, gen PAX-6 menyebabkan
pertumbuhan bola mata terlalu panjang, lingkungan menjadi faktor resiko
(mata terlalu sering berkontraksi)
3. Apa saja faktor yang menyebabkan penurunan penglihatan jarak
jauh?
Karena keturunan atau genetik, jaraknya terlalu dekat ketika membaca
buku, sering menggunakan gadget terlalu lama, kebiasaan buruk yang
dapat mengganggu kesehatan mata, kekurangan gizi.
Bisa terjadi mutasi genetik yang menyebabkan komunikasi
menurun. Kebanyakan dipengaruhi faktor lingkungan (environmental)
seperti melihat tv, handphone terlalu lama atau terlalu dekat. Lensa akan
semakin cembung, agar fokus cahaya jatuh di retina yang dipengaruhi oleh
otot siliaris. Jika otot ini terus berkontraksi, akan tegang. Pada pasien
miopi, otot mata akan terus berusaha untuk mencari titik fokus yang
mengakibatkan penglihatannya kabur.
Jarak ideal antara monitor dengan mata adalah 50 cm. Membaca
buku seharusnya 50 – 600. Dapat dipengaruhi oleh karena faktor usia.
Biasanya pada orang yang lanjut usia, ototnya mengendur. Terdapat pula
herediter yang biasanya diturunkan orangtua pada anaknya, perilaku
kebiasaan orang tersebut. Jarak minimal untuk melihat adalah 30 cm.
Gerakan postur ex : membaca sebaiknya duduk. Pencahayaan juga
berpengaruh, kemudian status ekonomi sesuai dengan jenis kegiatan
ekonomi.
Jenis kelamin pada miopia lebih sering terjadi pada perempuan
karena lebih sering melakukan aktivitas yang menggunakan handphone
atau monitor lainnya. Sedangkan laki-laki lebih sering keluar rumah.
4. Bagaimana tatalaksana dari keluhan pasien?
Miopi terdapat non bedah (koreksi dengan lensa spheris negatif) yang
memberikan visus terbaik, membutuhkan lensa spheris positif pada
hipermetropi. Tatalaksana bedah bisa melakukan lasik, melakukan
mofidikasi lingkungan.
5. Apa saja diagnosis banding pada keluhan tersebut?
Astigmatisma, hipermetropia, katarak, presbiopia.

STEP 4

1. Mengapa timbul keluhan mata kabur?


Fisiologi penglihatan : Cahaya  kornea  lensa  Retina
Mengapa bisa kabur? Karena media refraksi mengalami gangguan atau
tidak, kepanjangan bola mata, jika cahaya tidak tepat di retina maka
penglihatannya akan kabur. Sel batang dan kerucut terdapat fotoreseptor yang
transmisi nya di lanjutkan ke nervus optikus yang akhirnya kita bisa melihat
pantulan cahaya. Iodopsin berperan sebagai fotoresptor di sel kerucut pada
retina yang merupakan dasar dari penglihatan terhadap warna. Rodopsin yang
sensitif terhadap cahaya. Rodopsin akan berpengaruh pada sensitifitas cahaya,
karena merupakan protein yang sensitif terhadap cahaya  nervus optikus 
area broadmann 17 dan 18.
Miopia dibagi ringan, sedang (3-6 dioptri), berat (>6 dioptri). Stasioner
(menetap setelah dewasa), progresif (bertambah terus ketika dewasa), maligna
(menyabkan kebutaan). Refraktif (biasanya bertambah indeks bias dimana
lensa lebih cembung) Aksial (akibat dari panjang sumbu bola mata)
Hipermetropia sedang (2,25 – 5 Dioptri), berat (>5 dioptri) klinisnya,
dibagi menjadi 3 simpleks (disebabkan karena variasi biologis pertumbuhan
bola mata), patologis (oleh berbagai keadaan kongenital atau didapat), dan
fungsional (disebabkan oleh paralisis akomodasi). Adalah keadaan gangguan
pembiasan cahaya dan di fokuskan jauh dari retina. Kongenital karena bola
mata pendek atau kecil. Simpel biasanya lanjutan dari hipermetropia anak, dan
jarang dari 5 dioptri. Bisa dikoreksi dengan lensa positif. Biasanya dalam
sehari-hari pasien akan di akomodasi terus menerus. Disebabkan dari
hipermetropia sumbu atau aksial, adalah kelainan refraksi bola mata yang
pendek. Kurvatur kelengkungan lensa membuat, Refraktif indeks bias yang
lemah pada sistem optik mata.
Astigmatisma dibagi menjadi reguler (3 bentuk horizontal vertikal terbagi
lagi menjadi 2 (against the rule kondisi dimana meridinen horizontal lebih
kuat atau melengkung daripada meridien vertikal, dan oblique kedua principal
meridien tidak terletak pada , dan biopliq kedua principel meridien tidak
membentuk satu sama lain)dan irreguler. Salah satu gejalanya adalah mata
kabur. Disebabkan karena adanya pencegahan berkas cahaya jatuh karena ada
perbedaan dari derajat refraksi. Reguler dapat dilihat kekuatan bias yang
perlahan dari 1 meridien ke meridien lainnya. Biasanya dengan bentuk yang
teratur. Irreguler terjadi karena tidak memiliki 2 meridien yang tidak tegak
lurus.
Presbiopia atau mata tua, terjadi gangguan akomodasi yang terjadi karena
kekurangan elastisitas ototnya. Gejalanya bisa keluhan pada saat orangtua
ketika membaca. Jika tidak ditangani dapat menyebabkan sakit kepala.
Tatalaksananya menggunakan spheris positif yang sesuai dengan umur
pasiennya.
Katarak terjadi karena cairan di dalam lensa keruh. Katarak juvenile
(terlihat pad ausia 1 tahun dan dibawah 50 tahun merupakan lanjutan katarak
kongenital, kongenital (kekeruhan lensa yang didapat sejak lahir), merupakan
katarak yang didapatkan pada usia di atas 50 tahun.
2. Bagaimana bisa terjadi penurunan penglihatan saat melihat jarak
jauh?

Pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dimana lensa menjadi lebih cembung
hingga pembiasan lebih kuat. Aksial miopia akibat panjang sumbu bola mata
dengan kelengkungan lensa yang normal.

- Miopia ringan : 1-3 dioptri


- Miopia sedang : 3-6 dioptri
- Miopia berat : > 6 dioptri
- Patologi : miopia sudah tinggi, karena perubahan patologi terutama pada
segmen bola mata. Karena panjang aksial bola mata, terjadi secara aksial
kongenital, generatif atau didapat. Patogenesis nya : mekanik
(peregangan sklera, terjadi pada sklera yang normal atau lemah.
Peregangan bisa terjadi karena malnutrisi, skleromalasia) peningkatan
aksial bola mata yang disebabkan penurunan kuantitas dari anatomi
skelra itu sendiri.

Indeks bias di perlebar atau cahaya jatuh tepat di depan retina, maka pada
penglihatan jarah jauh menjadi kabur. Pasien miopia dapat melihat jelas dgn jarak
dekat. Pasien akan memberikan keluhan sakit kepala, celah kelopak yang sempit.
Pasien sering memincingkan mata untuk memberikan efek pin hole. Pada
pemeriksaan funduskopi, terdapat miopic cressent seperti bulan sabit. Pada mata
miopia tinggi, terdapat kelainan funduskopi.

Karena fokus cahaya jatuh di depan retina. Adanya penurunan fotoaktivasi


fotoreseptor. Berperan pula fotopigmen yang sensitif terhadap warna dan cahaya
yang dipantulkan dari objek. Jika terjadi penurunan, maka rangsang cahaya akan
lebih rendah sehingga penurunan fotoaktivasi. Jika ada penurunan, maka transmisi
neuron akan menurun pula di jaras penglihatan. Otomatis hasil akhirnya persepsi
visualnya tidak adekuat. Sehingga secara klinis terjadi penurunan penglihatan
objek yang jauh. Biasanya pasien akan memincingkan mata agar cahaya yang
masuk ke mata lebih fokus, sehingga objek yang dilihat lebih jelas. Secara
objektif, akomodasi dari lensa tidak dipakai maka kontraksi terus menerus
biasanya karena pasien sering melihat dalam jarak dekat terus menerus.

3. Apa saja faktor yang menyebabkan penurunan penglihatan jarak


jauh?

Jarak yang terlalu dekat ketika membaca buku, menonton tv. Yang dapat
meruskan mata itu sendiri. Jika terlalu lama di depan monitor juga dapat
menyebabkan penurunan, dan juga kebiasaan yang buruk seperti membaca sambil
berbaring, atau di tempat gelap. Genetik dari mutasi genetik, atau matriks
ekstraseluler. Faktor environmental kebiasaan buruk seperti membaca buku
sambil tiduran, atau melihat monitor dekat, yang menyebabkan kelemahan otot
siliaris namun bisa terjadi hiperoptik defokus.

Kolagen merupakan komponen utama dari sklera. Jika sebelumnya pasien


memiliki riwayat miopia dan membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi, dapat
memperburuk miopia nya. Ketika mata terus menerus melihat handphone, maka
menyebabkan otot siliaris berakomodasi terus menerus. Otot siliaris terus
berkontraksi, maka zonula nya akan mengendur maka lensa lebih cembung. Jika
lensa terlalu cembung, yang seharusnya cahaya jatuh tepat di retina, cahaya justru
jatuh di depan retina  penglihatan kabur

4. Bagaimana tatalaksana dari keluhan pasien?

Non-bedah dapat di berikan kacamata dengan lensa spheris yang memberikan


visus terbaik. Jika minus kanan -1,25 dan kiri -1,50 maka dapat diberikan
kacamata dengan lensa spheris -1,25. Fungsinya adalah sebelumnya visus nya
tinggi misal 6/12 maka kacamata nya akan -0,5 untuk memperbaiki visus dari
pasien tersebut. Modifikasi lingkungan misal untuk mengurangi karbohidrat dan
gula, olahra luar seperti jogging. Dapat melakukan senam mata, bekerja di tempat
yang terang ketika menulis, membaca di tempat yang gelap otot dalam mata dapat
menegang, mengonsumsi vitamin (A,B,C,D,E), mengonsumsi makanan yang
sehat.

Bedah :

5. Apa saja diagnosis banding pada keluhan tersebut?

Hipermetropia : gejala pada anak-anak tidak memberikan keluhan. Sakit


kepala, silau, penglihatan ganda. Pasien hipermetropia akan mengeluh matanya
lelah dan sakit untuk terus berakomodasi. Mata akan sering terlihat juling ke
dalam.

Presbiopia : mata tua. Terjadi akibat kelemahan otot akomodasi. Lensa mata
menjadi tidka kenyal akibat adanya sklerosis lensa. Biasanya gangguan ini terjadi
pada orang-orang 40 tahun keatas. Keluhannya mata cepat lelah ketika membaca,
berair, sering terasa sangat pedas pada mata. Kacamata yang dibutuhkan adalah
kamacata baca. 1 dioptri diberikan 40 tahun, 45 tahun 1,5 dioptri, 50 tahun 2
dioptri, 55 tahun 2,5 dioptri, 60 tahun 3 dioptri. 3 dioptri merupakan lensa terkuat.

Astigmatisma atau silindris. Ada berbagai media sehingga fokusnya juga


bermacam. Manifestasi klinis, mata kabur saat melihat jauh dan dekat. Katarak
terdapat gambaran kabut.

- Kongenital : terlihat di usia sebelum 1 tahun


- Juvenile : setelah 1 tahun

Terjadi karena dari lingkungan seperti merokok, kekurangan vitamin E,


pukulan benda keras, tusukan, atau terkena panas. Karena defisiensi nutrisi,
alkoholisme, DM.

MIND MAP

STEP 5

1. Penyebab penglihatan kabur dihubungkan dengan kelainan struktur dan


fungsi mata
a. Gangguan refraksi (miopia, hipermetropi, astigmatisma, presbiopi,
anisometropi, dan ambliopia)
b. Katarak
c. Retinoblastoma
d. Kelainan pada retina dan nervus optikus
2. Mekanisme patofisiologi munculnya manifestasi klinis pada gangguan
penglihatan
3. Penegakan diagnosis penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada
penglihatan kabur
4. Penatalaksanaan penglihatan kabur

STEP 6

Belajar Mandiri

STEP 7

1. Penyebab penglihatan kabur dihubungkan dengan kelainan struktur


dan fungsi mata
a. Gangguan refraksi (miopia, hipermetropi, astigmatisma,
presbiopi, anisometropi, dan ambliopia)
 Miopia
i. Pengertian

Merupakan kelainan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi,
sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Menurut
sebabnya, miopia dibedakan menjadi dua, yaitu :

- Miopia aksialis disebabkan oleh karena jarak anterior-posterior terlalu


panjang. Hal ini, dapat terjadi kongenital pada makroftalmus. Miopia
aksial didapat bisa terjadi jika anak membaca terlalu dekat, sehingga ia
harus berkonvergensi berlebihan. M. rektus medial akan berkontraksi
berlebihan sehingga bola mata terjepit oleh otot ekstraokular, yang
kemudian menyebabkan polus posterior mata, tempat yang paling lemah
dari bola mata.
- Miopia kurvatura terjadi, jika ada kelainan kornea baik kongenital
(keratokonus, keratoglobus) maupun akuisita dan lensa. Misal lensa
yang terlepas dari zonula ziinii bisa menyebabkan miopia kurvatur. Pada
katarak imatur lensa jadi cembung akibat masuknya humor aquous.
- Miopia indeks bisa terjadi pada pasien DM yang tidak diobati karena
kadar gula dalam humor aquous meninggi akan menyebabkan daya
biasnya meninggi pula.

ii. Patofisiologi
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan
disebut sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang
tinggi atau akibat dari indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat.

Terdapat dua teori utama tentang penyebab pemanjangan sumbu bola


mata miopia. Yang pertama adalah teori biologik yang menganggap bahwa
pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat dari kelainan pertumbuhan retina
sedangkan teori yang kedua adalah teori mekanik yang mengemukakan adanya
penekanan sklera sebagai penyebab pemanjangan. Salah satu mekanisme
pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada teori mekanik, adalah
penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan obliq superior.
Konvergensi berlebih, disebabkan karena penderita miopia memiliki jarak pupil
yang lebar. Disamping lebar, orbita juga lebih rendah sehingga porsi muskulus
oblik superior yang menekan bola mata lebih besar.

iii. Faktor risiko

American Optometric Association (AOA) mengemukakan bahwa ada beberapa


faktor risiko terjadinya miopia, antara lain adalah riwayat keluarga, aktivitas
melihat dekat, penurunan fungsi akomodasi, kelengkungan kornea dan panjang
aksis bola mata.

iv. Diagnosa

Diagnosa dilakukan dengan melakukan pengukuran uji miopia.

- Tujuan : Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif


yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga
penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik.
- Dasar
o Mata miopia mempunyai daya lensa positif yang lebih sehingga
sinar yang sejajar atau datang dari tidak terhingga difokuskan
didepan retina.
o Lensa negatif menggeser bayangan benda ke belakang sehingga
dapat diatur tepat jatuh pada retina.
- Teknik
o Pasien duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter.
o Pada mata di pasang bingkai percobaan.
o Satu mata ditutup.
o Pasien di minta membaca kartu snellen mulai huruf terkecil yang
masih bisa dibaca.
o Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan –
lahan hingga dapat dibaca huruf pada baris terbawah.
o Sampai terbaca baris 6/6.
o Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
- Nilai
o Bila dengan S - 1,50 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S –
1,75 penglihatan 6/6, dengan S- 2.00 penglihatan 6/7,5 maka pada
keadaan ini derajat miopia mata yang diperiksa adalah S -1,50 dan
kaca mata dengan ukuran ini diberikan pada pasien.
o Pada pasien miopia selamanya diberikan lensa sferis minus terkecil
yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
v. Penatalaksanaan
- Terapi optikal

Miopia bisa dikoreksi dengan kacamata spheris negatif atau lensa kontak sehingga
cahaya yang sebelumnya difokuskan di depan retina

- Terapi bedah
Sering dengan semakin berkembangnya teknik operasi dibandinkan dengan
memakai kaca mata ataupun lensa kontak. Sekarang telah dilakukan banyak
prosedur operasi untuk mengkoreksi kelainan refraksi seperti miopia secara
permanen. Setelah operasi penderita miopia akan mendapatkan tajam penglihatan
sampai 20/40 bahkan sampai 20/20. Beberapa teknik operasi yang telah digunakan
untuk mengatasi kelainan refraktif miopia ini, diantaranya :

o Epikeratophakia.
o Radial keratotomy.
o Photo-refractif keratotomy (PRK).
o Clear lens extraction in unilateral high myopia.
o Phakic IOL.
 Hipermetropi
i. Pengertian

Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan


pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan
di belakang makula lutea. Terdapat 3 bentuk hipermetropia :

- Hipermetropia kongenital, diakibatkan bola mata pendek atau kecil.


- Hipermetropia simple, biasanya merupakan lanjutan hipermetropia anak
yang tidak berkurang pada perkembangannya jarang melebihi >5 dioptri.
- Hipermetropla didapat, umum didapat setelah bedah pengeluaran lensa
pada katarak (afakia).

Hipermetropia dapat disebabkan :

- Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan


refraksi akibat bola mata pendek, alau sumbu anteroposterior yang
pendek.
- Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa lemah
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
- Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang lemah kurang
pada sistem optik mata.

Ada beberapa tingkatan pada hipermetropia berdasar besarnya dioptri:

- Hipermetropia ringan, yaitu antara Spheris + 0.25 Dioptri s/d Spheris +


3.00 Dioptri.
- Hipermetropia sedang, yaitu antara Spheris +3.25 Dioptri s/d Speris +6.00
Dioptri.
- Hipermetropia tinggi, yaitu jika ukuran Dioptri lebih dari Spheris +6.25
Dioptri.

ii. Gejala

Biasanya pada anak-anak tidak memberikan keluhan. Keluhan yang ditemukan


pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit kepala, silau,
dan kadang rasa juling atau lihat ganda.

Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien


dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan
sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan
bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea.
Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi,
maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering
terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam.

Pada usia lanjut atau lebih dari 40 tahun dimana daya akomodasi berkurang
akan memperlihatkan kesukaran membaca dekat dan menjauhkan kertas yang
dibaca, keadaan ini disebut sebagai presbiopia. Mata dengan hipermetropia sering
akan memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah
melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan kekuatan
hipermetropia antara kedua mata maka akan terjadi ambliopia pada salah satu
mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah temporal.

iii. Tatalaksana
Diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa sikloplegia didapatkan
ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan normal
(6/6). Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka
diberikan kacamata koreksi positif kurang.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis
positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan +3.25
memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25. Hal ini
untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien di mena akomodasi masih
sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan
memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan
melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi
kacamatanya dengan mata yang istirahat.
 Astigmatisma
i. Pengertian
Merupakanan kelainan refraksi mata, dimana didapat bermacam derajat refraksi
pada bermacam-macam meridian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata
akan difokuskan pada macam fokus. Astigmatisma dibedakan menjadi 2 yaitu
reguler dan irreguler.
- Astigmatisma Regular
Berdasarkan axis dan sudut yang dibentuk antara dua principal meridian, regular
astigmatisma dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu :
1. Horizontal-vertikal astigmatisma Astigmatisma ini merupakan dua
meridian yang membentuk sudut satu sama lain secara horizontal
(1800±200) atau vertical (900 ±200)
a. With-in-the-rule astigmatism. Dimana meridian vertical
mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari meridian
horizontal. Disebut with the rule karena mempunyai kesamaan
dengan kondisi normal mata mempunyai kurvatura vertical lebih
besar oleh karena penekanan oleh kelopak mata. Astigmatisma ini
dapat dikoreksi –axis 1800 atau +axis 900)
b. Against-the rule astigmatism. Suatu kondisi dimana meridian
horizontal mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung)
dari meridian vertical. Astigmatisma jenis ini dapat dikoreksi
dengan +axis 1800 atau -axis 900
2. Oblique astigmatism, merupakan suatu astigmatisma regular dimana kedua
principle meridian tidak pada meridian horizontal atau vertical. Principal
meridian terletak lebih dari 200 dari meridian vertical atau horizontal
3. Biobligue astigmatism, suatu kondisi dimana kedua principle meridian
tidak membentuk sudut satu sama lain

- Astigmatisma irregular

Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian mempunyai perbedaan refraksi


yang tidak teratur bahkan kadang-kadang mempunyai perbedaan pada meridian
yang sama. Principle meridian tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Seperti kita
ketahui, penderita astigmatisma sebagian besar adalah with the rule astigmatism.
Insisi yang ditempatkan pada kornea akan menyebabkan pendataran pada arah
yang berhadapan dengan insisi tersebut. Artinya, jika melakukan insisi dari
temporal cenderung menyebabkan pendataran pada sumbu horizontal kornea,
dimana hal ini akan mengakibatkan induksi with-the-rule astigmatism. Sebaliknya
jika melakukan insisi kornea dari superior cenderung mengakibatkan induksi
againts-the-rule astigmatism. Biasanya induksi astigmatisma ini bergantung dari
panjangnya insisi, yaitu semakin panjang insisi akan semakin besar induksi
astigmatisma.

ii. Patofisiologi

Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan


memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar tidak
difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada
semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan.
Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar lain
difokuskan di belakang retina. Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5 (Ilyas
dkk, 2002), yaitu :

- Astigmaticus miopicus compositus, dimana 2 titik jatuh didepan retina


- Astigmaticus hipermetropicus compositus, dimana 2 titik jatuh di belakang
retina
- Astigmaticus miopicus simplex, dimana 2 titik masingmasing jatuh di
depan retina dan satunya tepat pada retina
- Astigmaticus hipermetropicus simplex, dimana 2 titik masingmasing jatuh
di belakang retina dan satunya tepat pada retina
- Astigmaticus mixtus, dimana 2 titik masing-masing jatuh didepan retina
dan belakang retina

iii. Tanda dan Gejala

Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi
terkadang pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit kepala atau
kelelahan mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah. Pada anak-anak,
keadaan ini sebagian besar tidak diketahui, oleh karena mereka tidak menyadari
dan tidak mau mengeluh tentang kaburnya pandangan mereka.

iv. Penatalaksanaan Astigmatisma

Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali


dikombinasi dengan lensa sferis. Karena tak mampu beradaptasi terhadap distorsi
penglihatan yang disebabkan oleh kelainan astigmatisma yang tidak terkoreksi.

 Presbiopi
i. Pengertian
Presbiopia merupakan gangguan refraksi akibat berkurangnya daya akomodasi
lensa mata. Presbiopia biasanya akan memberikan gejala pada dekade keempat.
Akibat adanya gangguan akomodasi, maka pasien akan memberikan kleuhan
setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas.
Gangguan akomoadasi ini terjadi akibat kelemahan otot akomodasi, dan lensa
mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.
Presbiopia ini menyebabkan lensa sukar mengubah bentuk pada penglihatan dekat
untuk menambah daya biasnya karena lensa tidak kenyal lagi.
ii. Patofisiologi

Patofisiologi presbiopia sendiri masuk belum diketahui. Ada beberapa teori yang
diajukan sebagai patofisiologi presbiopia. Pada teori helmholtz, menyatakan
bahwa berkurangnya daya akomodasi lensa terjadi karena perubahan biomekanis
di lensa. Daya kontraksi otot siliaris tidak berkurang, meski umur bertambah.
Kontraksi otot siliaris akan menyebabkan relaksasi di seluruh zonula aparatus dan
menyebabkan diameter ekuator lensa akan berkurang, dan terjadi akomodasi.

Pada teori Schachar mengatakan bahwa berkurangnya daya akomodasi


lensa terjadi karena berkurangnya daya kontraksi zonula aparatus. Kontraksi otot
siliaris akan menyebabkan kontraksi di zonula aparatus sehingga diameter pada
bagian tengah lensa akan bertambah dan terjadi akomodasi.

iii. Gejala dan Tanda

Keluhan akan timbul pada penglihatan dekat. Jika tidak di koreksi, maka akan
menimbulkan tanda astenopia, mata sakit, lebih sering lelah, lakrimasi, dan sulit
melihat dalam jarak yang dekat.

iv. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan presbiopia, memerulukan kacamata sferis positif yang
besarnya, bergantung pada umur pasien :

- S +1,00 D untuk usia 40 tahun


- S +1,50 D untuk usia 45 tahun
- S +2,00 D untuk usia 50 tahun
- S +2,50 D untuk usia 55 tahun
- S +3,00 D untuk usia 60 tahun

Maksimal, diberikan S +3,00 D agar pasien masih dapat mengerjakan pekerjaan


dekat pada jarak yang nyaman tanpa melakukan konvergensi yang berlebih. Selain
itu, presbiopia juga dapat diterapi dengan bedah, tergantung dari organ yang di
operasi.

Organ yang dioperasi Jenis Operasi


Monovision LASIK dan PRK
Presbyopic LASIK
Kornea
Intractor Femtosecond Laser
Corneal Inlay
Monovision IOL
Lensa Multifocal IOL
Accomodative IOL
Anterior Ciliary Sclerotomy
Sklera
Scleral Expansion Surgery

 Ambliopia
i. Definisi

Istilah ambliopia berasal dari bahasa yunani yaitu amblys (tumpul) dan ops
(mata). Ambliopia adalah keadaan turunnya visus unilateral atau bilateral
walaupun dengan koreksi terbaik, tanpa kelainan struktur yang tampak pada mata
atau lintasan visus bagian belakang. Kelainan ini dianggap sebagai akibat
gangguan perangsangan terhadap perkembangan fungsi visual pada tahap-tahap
awal kehidupan. Dengan kata lain ambliopia adalah buruknya penglihatan akibat
kelainan perkembangan visual akibat perangsangan visual abnormal.

ii. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ambliopia bisa digolongkan menjadi strabismik,


anisometropik, ametropik dan ambliopia exanopsik.

- Ambliopia strabismik diakibatkan oleh diplopia dan confusion yang diikuti


dengan supresi fovea. Esotropia lebih sering menyebabkan ambliopia (50%
kasus). Ambliopia strabismik bisa juga dikatakan sebagai hasil dari
interaksi binokular abnormal yang berlanjut dengan supresi monokular mata
yang mengalami deviasi. Hal ini ditandai dengan kegagalan penglihatan
walaupun mata sudah dipaksa untuk fiksasi
- Ambliopia anisometropik, bayangan di fovea kedua mata berlainan bentuk
dan ukurannya akibat perbedaan refraksi mata kanan dan kiri, sehingga
terjadi gangguan fusi. Ambliopia anisometropik disebut juga ambliopia
distorsi pola monokular atau ambliopia deprivasi pola.
- Ambliopia ametropik visus turun bilateral walaupun sudah dikoreksi
maksimal. Hal ini disebabkan oleh kelainan refraksi bilateral yang tinggi
pada anak tidak dikoreksi, yaitu hyperopia lebih dari 5 D atau miopia >-10
D. Jika hiperopianya hanya 1-2 D maka masih bisa dikompensasi dengan
akomodasi, jadi tidak sampai menyebabkan ambliopia.
iii. Diagnosis
Diagnosis dibangun berdasar adanya bukti visus turun dengan tidak
diketemukannya kelainan fsik, setelah kelainan-kelainan lain diatasi. Misalnya
kelainan refraksi sudah dikoreksi, katarak kongenital sudah dioperasi, dll. Selain
itu ditemukan juga crowding phenomenon, yaitu ketika dinilai dengan optotip
Snellen dan disuruh membaca huruf-huruf dalam satu baris, mungkin visusnya
hanya 6/15. Tapi ketika disuruh mendeteksi 1 huruf/baris visusnya bisa menjadi
6/7,5.
Kadangkala ditemukan defek pupil aferen. Pada uji flter densitas netral di
mana disetel pada mata 20/20 sampai dengan 20/40, visus akan membaik setelah
cahaya diredupkan, karena subyek memakai ekstrafoveanya. Filter densitas netral
digunakan untuk membedakan ambliopia dengan penyakit organik (misalnya
adanya sikatriks retina karena toxoplasma). Caranya pada pada mata yang
visusnya normal dipasang flter sampai visusnya turun 2 baris pada Snellen,
kemudian dipasangkan pada mata ambliopia , jika visusnya tidak turun atau lebih
baik berarti ambliopia. Jika sangat turun berarti ada kelainan organik.
iv. Tatalaksana
Oklusi mata yang baik untuk merangsang mata yang ambliopia masih merupakan
cara yang paling efektif. Oklusi bisa dilakukan penuh waktu atau paruh waktu
tergantung usia anak dan derajad ambliopianya. Makin muda pasien makin cepat
perbaikannya. Selama dioklusi mata harus tetap distimuli misalnya disuruh
membaca. Visus kedua mata juga harus selalu dimonitor, karena bisa jadi mata
yang dioklusi jadi ambliopia juga. Hentikan oklusi jika tidak ada perbaikan dalam
6 bulan, mungkin diperlukan terapi lebih lanjut. Pada penalisasi, penglihatan mata
normal dibuat kabur (blurred) dengan atro pin. Mata ambliopia dirangsang untuk
melihat dekat saja atau melihat jauh saja dengan kacamata. Efektif untuk mild
ambliopia (visus >6/24).
Pada ambliopia karena strabismus dilakukan terapi oklusi setelah membaik
bisa dilakukan operasi untuk mensejajarkan aksis visualis. Adanya ambliopia ex-
anopsia segera dibebaskan atau dibersihkan aksis visualnya. Misalnya operasi
katarak, apabila kekeruhannya > 3 mm, operasi ptosis, oprasi keratoplasti, operasi
vitrektomi untuk membersihkan vitreus dan lain-lain. Operasi katarak harus
segera direhabilitasi visusnya dengan pemasangan IOL jika sudah memungkinkan
, kalau tidak memungkinkan maka bisa dipasang kacamata afakia atau lensa
kontak. Pemasangan lensa kontak walaupun bayi tetap harus dilakukan dengan
melatih orangtuanya.
b. Katarak
i. Pendahulan

Katarak, adalah penyebab utama kebutaan hampir di seluruh dunia yang


sebenernya dapat dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang
ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga dapat mengganggu proses
masuknya cahaya ke mata. Katarak, dapat disebabkan karena terganggunya
mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein
lensa ataupun gabungan keduanya.
Katarak, ditandai dengan terjadinya edema lensa, perubahan protein,
peningkatan proliferasi, dan juga kerusakan kesinambungan serabut lensa.
Umumnya, edema lensa berkaitan langsung dengan perkembangan katarak.
Katarak dapat diurutkan menjadi :

- Katarak imatur atau insipien yakni katarak yang kekeruhannya masih


sebagian
- Katarak matur dimana seluruh lensa sudah keruh dan mulai
membengkak.

Pembengkakan akan terus berlanjut, sehingga katarak akan memasukin stadium


intumesen. Ketika sudah mencapai stadium ini, kadar air dalam lensa mencapai
nilai tertinggi dan akibatnya kapsul lensa akan teregang. Jika dibiarkan, katarak
akan menjadi hipermatur.

ii. Faktor risiko

Faktor risiko katarak, dapat dibedakan menjadi faktor individu, lingkungan, dan
faktor protektif. Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin, ras, dan faktor
genetik. Faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok, paparan sinar ultraviolet,
status sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes mellitus, hipertensi,
penggunaan steroid, dan obat penyakit gout. Faktor protektif sendiri meliputi
penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormon pada wanita.

iii. Klasifikasi katarak berdasarkan usia


- Katarak Kongenital

33% kasus katarak kongenital adalah idiopatik dan bisa unilateral ataupun
bilateral. Kemudian, 33% lainnya diwariskan dan yang diwariskan ini biasanya
bilateral. Sedangkan 33% lagi, dikaitkan dengan penyakit sistemik dan biasanya
sifatnya bilateral. Separuh dari keseluruhan katarak kongenital disertai anomali
pada mata lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior Vitreous),
aniridia, koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos.

- Katarak Senilis
Seiring bertambah usia, lensa akan mengalami kekeruhan, penebalan dan
penurunan daya akomodasi. Kondisi ini, dinamakan katarak senilis. Katarak
senilis sendiri merupaak 90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis katarak
senilis berdasarkan lokasi kekeruhan, antara lain adalah :
 Katarak nuklearis
Ditandai dengan adanya keruhan sentral dan perubahan warna lensa yang menjadi
kuning, atau cokelat secara progresif perlahan yang mengakibatkan turunnya
tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa bisa dinilai menggunakan slitlamp.
Jenis ini biasanya bilateral tapi bisa juga asimetris. Perubahan warna
mengakibatkan penderita akan kesulitan untuk membedakan corak warna. Katarak
jenis ini lebih menggangu penglihatan jauh daripada dekat. Nukleus lensa
mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi
(miopisasi).

 Katarak kortikal

Jenis ini, berhubugnand engan proses oksidasi dan presipitasi protein pada sel
serat lensa. Jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan meninmbulkan silau jika
melihat ke arah sumber cahaya. Penurunan penglihatan bervariasi dari lambat
hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat apakah ada tidaknya
vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan
akan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran mirip
embun.

 Katarak subkapsuler

Dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior. Pemeriksaan menggunakan


slitlamp, ditemukan kekeruhan seperti plak di korteks subkapsuler posterior.
Gejalanya silau, penglihatan buruk di tempat terang, dan penglihatan dekat akan
lebih terganggu daripada penglihatan jauh.
iv. Patofisiologi
Patogenesis katarak senilis sifatnya multifaktoral dan belum sepenuhnya di
pahami. Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada selsel
yang dibuang. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah berat dan tebal
sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan baru dari serabut
korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk ke arah tengah
sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear).
Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia
menjadi high-molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan
fluktuasi mendadak pada index refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan
penurunan transparansi. Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga
menghasilkan pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia lensa
menjadi bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak
bisa menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain itu, terjadi
penurunan konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi
Natrium dan Kalsium.
v. Tatalaksana
Tatalaksana definitif katarak, saat ini adalah tindakan bedah. Di beberapa
penelitian, penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan
katarak, namun masih belum efektif menghilangkan katarak. Tindakan bedah,
bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan. Beberapa jenis tindakan
bedah katarak, antara lain :
- Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
Jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul keseluruhan. EKIK
menggunakan alat yang sederhana dan dapat dikerjakan pada berbagai kondisi.
Namun, ada beberapa kekurangan EKIK seperti besarnya ukuran irisan yang
mengakibatkan penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca
operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina.
- Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)
o EKEK konvensional
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa
melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan kantong kapsul (capsular
bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). teknik ini
mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka
lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan
luka lebih cepat. Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko
CME, ablasio retina, edema kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke iris,
LIO, atau kornea.
o Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan irisan
sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai
SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan
risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat
mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di
negara berkembang karena tidak membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang
mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus
yang padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III,
katarak subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal.
- Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk memecah

nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa diaspirasi

melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian, fakoemulsifikasi mempunyai

kelebihan seperti penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik,

dan tidak menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga


dapat mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek

pelindung terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi

katarak jenis ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.

c. Retinoblastoma
i. Pendahuluan

adalah keganasan intraokular yang paling sering dialami oleh neonatus dan anak-
anak, insidens terjadinya yaitu 1 per 15.000-20.000 kelahiran dan sekitar 3% dari
total keganasan yang terjadi pada anak.

ii. Patogenesis

Retinoblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel retina embrionik yang
berhubungan dengan mutasi gen RB1. Gen RB1 terletak pada kromosom 13q14.
Gen ini berperan dalam mengkode protein retinoblastoma yang berfungsi sebagai
supresor tumor yang akan mengontrol siklus sel. Retinoblastoma dapat bersifat
herediter atau sporadik. Istilah herediter atau germinal digunakan pada pasien
mutasi gen RB 1 pada sel diluar mata. Kasus herediter terdiagnosis pada anak
dengan usia yang lebih muda dan retinoblastoma bilateral. Istilah sporadik
digunakan pada pasien tanpa riwayat keluarga retinoblastoma sehingga mutasi sel
germinal yang terjadi merupakan kasus baru, dan tidak ada mutasi gen RB1 pada
sel diluar mata. Kasus sporadik terdiagnosis pada anak dengan usia lebih tua dan
retinoblastoma unilateral. Mutasi gen RB1 pada retinoblastoma sporadik dapat
diwariskan.

iii. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Retinoblastoma berawal sebagai tumor translusen berwarna putih abu-abu pada


intraretina dan diperdarahi oleh pembuluh darah retina yang berdilatasi dan
berbelok-belok. Tumor akan tumbuh membentuk kalsifikasi sehingga akan
berwarna putih seperti kapur (chalky white). Retinoblastoma dapat berkembang
membentuk tumor endofitik, eksofitik dan diffuse infiltrating retinoblastoma.

Tumor eksofitik tumbuh di bawah lapisan retina dan dapat menyebabkan


ablasio retina. Pembuluh darah retina tampak menutupi tumor sehingga
menghalangi visualisasi tumor saat pemeriksaan. Tumor endofitik tumbuh pada
permukaan retina dan pembuluh darah retina tidak tampak pada permuaakn tumor.
Tumor endofitik seringkali mengakibatkan timbulnya vitreous seeds. Vitreous
seeds dapat menyebar hingga ke bilik mata depan, berkumpul pada iris hingga
membentuk nodul iris atau menetap pada bilik mata depan hingga membentuk
pseudohypopyon. Retinoblastoma orbital memiliki manifestasi klinis berupa
proptosis.

Diffuse infiltrating retinoblastoma merupakan manifestasi klinis dari


retinoblastoma yang jarang ditemukan, biasanya terjadi unilateral pada anak usia
diatas 5 tahun. Tumor tumbuh meliputi retina secara menyebar membentuk plak
tebal dan bukan berbentuk massa. Retinoblastoma jenis ini sulit didiagnosis
karena memiliki tampilan klinis yang mirip dengan uveitis intermediate dengan
vitreous cell yang padat sehingga sulit untuk menilai segmen posterior.

Diagnosis retinoblastoma dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rutin di


poliklinik melalui anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi menggunakan lampu
celah dan oftalmoskopi indirek. Gejala-gejala yang sering menjadi keluhan utama
adalah leukokoria, strabismus dan inflamasi okular. Gejala lainnya dapat berupa
heterokromia iris, hifema spontan dan inflamasi orbita. Keluhan gangguan
penglihatan jarang dikeluhkan karena sebagian besar pasien adalah anak usia pra
sekolah.

d. Kelainan pada retina dan nervus optikus


 Ablasio Retina

Ablasi retina merupakan kelainan retina dimana lapisan sel kerucut dan batang
terpisah dari lapisan sel epitel pigmen. Sebenarnya di antara laipsan ini tidak
terdapat perlengketan, melainkan didapatkan suatu celah potensial. Secara
embriologis keduanya juga berasal dari lapisan yang berbeda sehingga merupakan
titik lemah. Ablasi retina dapat terjadi karena penimbunan cairan subretina akibat
keluarnya cairan dari pembuluh darah retina atau koroid seperti pada tumor dan
hipertensi maligna. Selain itu ablasi juga bisa terjadi karena adanya robekan pada
retina sehingga cairan vitreus masuk ke dalam celah potensial melalui robekan
retina. Terkahir ablasi bisa terjadi karena tarikan dari badan kaca retina sehingga
melepas lapisan sel batang dan konus dari RPE. Ablasi retina ada tiga tipe
berdasarkan mekanisme kejadiannya, yaitu rhegmatogen, traksional, dan
eksudatif.

 Ablasi Retina Rhegmatogen

Ablasi Retina Rhegmatogen Ini merupakan tipe yang paling sering ditemukan,
yangdisebabkan karena robekan pada retina. Melalui robekan ini humor vitreus
dapat masuk ke dalam celah potensial dan melepas retina dari dalam. Hal yang
berhubungan dengan ablasi retina tipe ini adalah miopia, afakia, degenerasi
anyaman (lattice), dan trauma okular. Pada usia tua, proses sklerosis
menyebabkan retina menjadi degeneratif sehingga menimbulkan ablasi retina
sedangakan pada miopia tinggi sering timbul degenerasi lattice pada retina.

 Ablasi Retina Traksional

Ablasi jenis ini disebabkan oleh tarikan retina ke dalam badan kaca. Keadaan ini
ditemukan pada retinopati diabetik proliferatif, vitreoretinopati proliferatif,
retinopati prematuritas (retinopathy of prematurity/ROP).

Tata Laksana Ablasio


Pengelolaan ablasi retina memiliki prinsip, yaitu mencari tempat robekan,
menutupnya, mengeluarkan cairan subretina dengan pungsi yang dilakukan dari
daerah yang paling tinggi ablasinya, sehingga retina melekat kembali. Apabila ada
robekan, pencegahannya dengan fotokoagulasi laser atau krioterapi pada robekan
retina. Ini dapat membantu perlekatan kembali retina. Prosedur
pneumoretinopeksi diindikasikan untuk robekan yang letaknya di superior dan
besarnya tidak melebihi 1 cm. Teknik operasi ini dilakukan dengan krioterapi
transkonjungtiva dan injeksi gas. Prosedur penyabukan sklera (scleral buckling),
dilakukan dengan menekan sklera dengan suatu pita atau sabuk yang terbuat dari
silikon sehingga retina yang lepas dapat melekat kembali. Prosedur penanganan
ablasi ini secara temporer ialah dengan menggunakan balon Lincoff, sedangkan
untuk permanen dengan pita silikon.
Daftar Pustaka

1. Astari P. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Cdk-


269. 2018;45(10):748–53.
2. Lam D, Rao SK, Ratra V, Liu Y, Mitchell P, King J, et al. Cataract. Nat
Rev Dis Prim. 2015;1(June).
3. Mu A. Ablasio Retina. J Chem Inf Model. 2019;53(9):1689–99.
4. Ilyas S, Sri RY. Ilmu Penyakit Mata Ed 5. Jakarta : FKUI ; 2018.
5. Suhardjo. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM,
Yogyakarta; 2011
6. Primadiani IS. Bab II Tinjauan Pustaka - Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Progresivitas Miopia pada Mahasiswa Kedokteran. J
Kebidanan. 2017;53(9):3–9.

Anda mungkin juga menyukai