Trauma medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering
menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda.
Kelainan ini sering kali mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di
kursi roda karena kelumpuhan dari anggota gerak mereka.
Pada penderita yang mengalami cedera multipel, cedera kolumna vertebralis harus selalu dicari
dan disingkirkan walaupun tanpa defisit neurologis,
Kurang lebih 5% dari cedera spinal akan timbul gejala neurologis lain atau memburuknya
keadaan setelah penderita mencapai UGD
Oleh karena cedera bersifat fatal dan menyebabkan penurunan kualitas hidup yang menetap,
maka para dokter membutuhkan cara diagnosis yang tepat dan tatalaksana yang baik dalam
menghadapinya.
ANAMNESIS
Anamnesis Sistem
● Sistem Cerebrospinal : Kelemahan anggota gerak bawah
● Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
● Sistem Respiratori: Sesak napas
● Sistem Gastrointestinal : Sulit BAB
● Sistem Neuromuskular : Hilangnya sensasi setinggi dermatome
torakalis V, nyeri punggung
● Sistem Urogenital : BAK tidak dapat dikontrol, disfungsi ereksi
● Sistem Integumen : Tidak ada keluhan
PEMERIKSAAN
FISIK
Status Generalis
● Kesadaran Umum : baik, tampak nyeri dengan skala vas 7
● Kesadaran : compos mentis E4V5M6
● Tanda Vital
○ Tekanan Darah : 120/70
○ Frekuensi Nadi : 94x/menit
○ Frekuensi Napas : 27x/menit (↑)
○ Suhu : 38.9°C (↑)
○ Saturasi Oksigen : 94%
Status Lokalis
● Kepala : normocephal
● Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), refleks
cahaya (+/+), refleks kornea (+/+), air mata (-/-)
● Hidung : septum deviasi (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-)
● Telinga : normotia, sekret (-)
● Mulut : sianosis (-), bibir kering (+)
● Leher : pembesaran KGB (-), trakea di tengah, kaku kuduk (-)
● Thorax
○ Paru : inspeksi : normochest, gerak dada simetris
palpasi : vocal fremitus +/+, simetris
perkusi : sonor di kedua lapang paru
auskultasi : vesikuler sound +/+, ronkhi +/-, wheezing -/-
○ Jantung : inspeksi : iktus kordis tampak
palpasi : iktus kordis teraba
perkusi : batas atas jantung : ICS II Linea Parasternal Sinistra
batas jantung kanan : ICS II-III Linea Parasternal Dextra
batas pinggang jantung : ICS V Linea Axilaris Anterior Sinistra
● Abdomen : inspeksi : permukaan cembung
auskultasi : bising usus 2x/menit (↓)
palpasi : turgor kulit baik, nyeri tekan epigastrium (-)
perkusi : tidak dapat dinilai
● Ekstremitas
Superior Inferior
Akral Hangat +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
Varises -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary Refill <2 detik <2 detik
Status Psikiatrik
Nervus Cranialis
N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung Lubang hidung
Kanan Kiri
Superior Inferior
Gerakan Bebas, spontan -
Kekuatan 555/555 000/000
● Tonus
Refleks Fisiologis +/+ ↑/↑
Trofi Eutrofi Eutrofi
Kanan Kiri
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Patella ↑ ↑
Refleks Achilles - -
● Refleks Patologis
Kanan Kiri
Babinski ↑ ↑
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
● Mendel
FungsiBachterew
Sensorik - -
Pada ekstremitas inferior seluruh rangsang sensorik tidak terasa (0)
Rosollimo - -
Gonda - -
Hoffman Trommer - -
● Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk -
Kernig Sign -
Brudzinski I -
Brudzinski II -
● Pemeriksaan Fungsi Luhur dan Vegetatif
○ Fungsi
Brudzinski III Luhur : Baik -
○ Fungsi Vegetatif : BAK tidak dapat dikontrol, belum BAB
Brudzinski IV -
● Pemeriksaan ASIA Score
Ditemukan bahwa
fungsi motorik ekstremitas
atas (C5-T1) kanan dan kiri
pasien baik dengan skor 5
dan fungsi motorik
ekstremitas bawah (L2-S1)
mengalami paralisis total.
Sedangkan fungsi
sensorik pasien baik
dengan skor 2 hingga T5,
selebihnya pasien tidak
dapat merasakan apa-apa
baik dengan sentuhan
maupun dengan rangsang
nyeri (pin prick).
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Darah Lengkap
Hb 14,5 11.7-15.5 g/dL
Leukosit 10,8 3.6-10 Ribu
Eritrosit 4,98 3.8-5.2 Juta
Hematokrit 39,5 35-47 %
MCV 79,3 82-98 fl
MCH 29,1 27-32 Pg
MCHC 36,7 32-37 g/dL
RDW 12,7 10-16 %
Trombosit 210 150-400 Ribu
PDW 14,4 10-18 %
MPV 8,0 7-11 Mikro m3
Limfosit 2,0 1.0-4.5 103/mikro
Monosit 0,4 0.2-1.0 103/mikro
Granulosit 8,4 2-4 103/mikro
Limfosit % 18,2 25-40 %
Monosit % 6,1 2-8 %
PCT 0.168 0.2-0.5 %
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Urin Lengkap
Warna Kuning -
Kekeruhan Jernih -
Protein Urin + Negatif g/L
Glukosa Urin Negatif Negatif Mmol/L
pH 5,0 5-9 -
Bilirubin Urin Negatif Negatif Umol/L
Urobilinogen Negatif Negatif Umol/L
Berat Jenis Urin 1,015 1,000-1,030 -
Keton Urin Negatif Negatif Mmol/L
Leukosit Negatif Negatif Sel/mL
Eritrosit Negatif Negatif Sel/mL
Nitrit Negatif Negatif -
Sedimen
1. Eritrosit 21,4 <6,4 uL
1. Leukosit 07,0 <0,5 uL
1. Epitel 45,3 <3,5 uL
1. Silinder 8,55 <0,47 uL
1. Bakteri 119,4 <23 uL
1. Kristal 92,7 Negatif -
1. Yeast 0,0 Negatif -
1. Epitel Tubulus 35,3 Negatif -
1. Silinder Patologis 4,22 Negatif -
1. Mucus 3,73 Negatif -
1. Sperma 0,0 Negatif -
1. Konduktivity 20,5 Negatif -
X Foto
Vertebrae
Lumbo Sacral
AP/Lateral
Kesan :
1. Spondilosis lumbalis
dan torakalis
2. Tak tampak kompresi
maupun listesis
3. Tak tampak listesis
maupun penyempitan
diskus
X Foto Cervical
AP Lateral
Oblique
Kesan :
1. Alignment C1-5 lurus
2. Penyempitan VC5
3. Spondilosis servikalis
4. Tak tampak
penyempitan diskus
X Foto Thorax AP
Kesan :
1. Kardiomegali
2. Bronkopneumonia massif
ec curiga kontusio
pulmonal
3. Kompresi vertebra
torakalis 4
TATALAKSANA DAN
PROGNOSIS
Penatalaksanaan
● Note
dubia ad bonam (tidak dapat ditentukan/ ragu/ cenderung baik), dubia ad malam
(tidak dapat ditentukan/ ragu/ cenderung buruk).
Spinal Cord Injury (SCI)
Dery Handaiana PGP
120170053
Klasifikasi SCI
● Trauma (terbanyak):
○ Kecelakaan lalu lintas
○ Kecelakaan kerja
○ Cedera olahraga (menyelam, judo dll)
○ Kecelakaan di rumah (jatuh dr ketinggian, bunuh
diri dll)
○ Bencana alam, misal gempa
○ Lain-lain, misal luka tembak, tusuk dll
● Penyakit/non traumatik:
○ Transverse myelitis
○ Tumor
○ Kelainan vaskuler
○ Multiple sclerosis, dll
Area yang sering cedera
● Lower cervical (C 5 - 7)
● Mid-thoracic (Th 4 - 7)
● Thoraco-lumbar (Th 10 - L 2)
● Spinal shock:
○ Sel-sel saraf med spinalis di bawah lesi tak berfungsi
○ Reflek –
○ Flaccid
○ Berlangsung bbrp jam – hari bahkan sampai 6
minggu
● Berangsur-angsur pulih -> spastis
● Cedera di bawah L1 tdk menyebabkan spastisitas
● Cedera pd level atas bisa pula flaccid krn tjd
kerusakan vaskuler
Cedera yang menyertai
● Cedera muskuloskeletal
○ Fraktur tulang panjang (ekstremitas)
○ Trauma kepala (menyertai cedera cervical)
○ Trauma dada dgn fraktur costa, pneumothorax, haemothorax
(menyertai cedera thoracal)
● Cedera organ dalam
○ Trauma abdominal
Penanganan medis
● Operasi
○ Pada 95% kasus
○ Memungkinkan dan harus diberikan mobilisasi dini
○ Jenis: plate and screw
z plate (pendekatan lateral)
titanium cage
bone graft (crista iliaca)
● Konservatif
○ Tidak cocok untuk dilakukan operasi (usia, KU dll)
○ Cedera yang stabil
○ Cedera yang incomplete
○ Reposisi sebelum dilakukan operasi
Konservatif
● Postural reduction/bed rest
6-12 minggu
● Brace/orthose
● Plaster/gips
Komplikasi SCI
● Skin Breakdown: (decubitus ulcers atau pressure sores)
Karena penekanan (posisi statis), gangguan sensori dan gangguan vaskularisasi
● Osteoporosis and Fractures:
Karena tidak ada aktivitas otot dan penumpuan berat badan
● Pneumonia, Atelectasis, Aspiration: (restictive lung deseases)
Resiko pada pasien cedera di atas T4)
Terjadi antara 5 s/d 10 tahun pasca SCI
● Heterotopic Ossification:
Penulangan pada sekitar sendi, biasa terjadi pada sendi besar seperti hip dan knee atau
shoulder
Resiko terjadi kaku sendi dan penyatuan sendi (joint stiffening and fusion)
● Spasticity:
Konsekuensi dari lesi UMN
● Autonomic dysreflexia:
Dpt terjadi pada pasien dengan lesi di atas level T6 atau T5
Diduga karena terputusnya otonom yang mengontrol tekanan darah dan
fungsi jantung
Dapat berakibat hipertensi
● Deep vein thrombosis: (DVT) atau emboli paru
Kelemahan otot
Patofisiologi (lanjutan)
Definisi
Etiologi
● Anamnesis
○ Lemah/lumpuh anggota gerak, gangguan buang air
kecil dan buang air besar, gangguan sensibilitas.
● Pemeriksaan fisik
○ Parese/plegi tipe UMN (tergantung lokasi lesi, dapat
dijumpai gejala UMN atau campuran UMN dan
LMN), hipestesi/anestesi segmental, gangguan
fungsi otonom.
● Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif.
● Tidak ditemuinya tanda-tanda radang atau
penyebabnya tidak diketahui.
Pemeriksaan Penunjang
Radiolo
Lab Lain
gi
Darah rutin Foto polos
vertebra MRI
Kimia darah
Mielografi
Urin rutin
Bone
CT- scanning
LCS mielografi
Klasifikasi
● Tumor primer
○ Jinak, yang berasal dari
■ tulang; osteoma dan kondroma
■ serabut saraf : neurinoma (Schwannoma)
■ selaput otak : Meningioma
■ jaringan otak; Glioma, Ependimoma
○ Ganas, yang berasal dari:
■ Jaringan saraf, seperti; Astrocytoma,
Neuroblastoma
■ sel muda seperti Kordoma.
● Tumor sekunder
○ Metastase dari tumor ganas di daerah rongga dada,
perut, pelvis dan tumor payudara.
Klasifikasi
. . .
Ekstradural Ekstrameduler
Lokasi dan
hub.
duramater
Intradural
Intrameduler
(A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-
ekstramedular
(C) Tumor Ekstradural
Epidemiologi
Indonesia • ?
Epidemiologi
• Nyeri radikuler
Gejala pertama • Atrofi otot
• Sensorik
Gejala lanjut – • Motorik
transeksi komplit • otonom
Gejala Tumor ekstrameduler Tumor intrameduler
Laboratorium
protein dan xantokhrom, sel
LCS
keganasan
CT-scan, MRI
Lokasi
Pentalaksanaan
dexamethasone
Penatalaksanaan darurat
• bila >80 % blok komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan sesegera
mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason keesokan
harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering)
selama radiasi, selama 2 minggu.
• bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4 mg
selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi.
Radiasi
Pembedahan
diagnosis klinis
• Didapatkan gangguan motorik berupa nyeri
leher, tetraparese, gangguan sensoris berupa
hipestesi dan gangguan sistem otonom berupa
inkotinensia uri dan konstipasi.
diagnosis topik
• Pada pasien ini ditemukan hipestesi setinggi
medulla spinalis C5.
DASAR DIAGNOSIS
diagnosis etiologik
• Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
gambaran penyakit berupa nyeri pada leher,
disertai tetraparese yang berjalan kronik progresif,
yang diikuti dengan hipestesi, kelainan otonom,
tanpa disertai adanya tanda-tanda infeksi. Hal ini
menunjukkan adanya suatu SOL medula spinalis
diagnosis banding
• spondilitis yang menyebabkan kompresi medulla
spinalis, dengan gejala yang hampir sama.
Dasar Usulan Pemeriksaan Penunjang
kontras
• diagnosis pasti mielopati yang terjadi.
Biopsi
Dasar penatalaksanaan
nasofaring
GIT,
hematoviremia
Periode inkubasi
jaringan limfoid
5-35 hari
neurotropik
cornu anterior
medula spinalis
destruksi paralisis
motor neuron
Anamnesa
● Terapi fisik : Kasus paralitik : mobilisasi mencegah dekubitus & atrofi otot
● Terapi bedah : Total hip arthroplasty : hip displacia dan penyakit degeneratif
● Prognosis
1. Buruk : komplikasi dan mortalitas tinggi (60%) pada Bulbar paralytic poliomyelitis dan
spinal poliomyelitis
2. Baik : inapparent atau abortive poliomyelitis pulih tanpa kecacatan yang bermakna
TRAUMMATIC BRAIN
INJURY
Dery Handaiana PGP
120170053
PENDAHULUAN
• Komosio serebri
• Lesi diffus • Kontusio serebri
• Lesi kerusakan vaskuler otak • Laserasi serebri
• Lesi fokal
• Kontusio dan laserasi serebri
• Hematoma intrakranial
• Hematoma ekstradural
(hematoma epidural)
• Hematoma subdural
• Hematoma intraparenkhimal
• Hematoma subarakhnoid
• Hematoma intraserebral
• Hematoma intraserebellar
Fraktur kranii Diffuse Axonal Coup and
Injury Contracoup Injury
● Pembesaran hematoma
kemudian dapat terjadi dari
pendarahan yang berulang
atau karena efek osmotik
yang berkaitan dengan
kandungan protein tinggi.
● Gambaran klinis berupa:
○ Akut : interval lucid 0-5 hari
○ Subakut : interval lucid 5
hari – beberapa minggu
○ Kronik : interval lucid > 3
bulan
Hematoma Intraparenkhimal
● Perdarahan subarakhnoid
○ Darah subarachnoid hanya terdeteksi oleh pemeriksaan
CSF, dan pemeriksaan klinis kecil
○ Cedera yang lebih serius, ketika vena besar yang melintasi
subarahnoid robek, fokal atau perdarahan subarachnoid
luas dapat dideteksi oleh CT.
○ Hematoma intraserebral
○ perdarahan parenkim otak, disebabkan karena pecahnya arteri intraserebral mono
atau multiple.
● Suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi
setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut
● Merupakan penyakit karena adanya gangguan sistim imunologi yang
menyerang saraf perifer.
● Umumnya di cetuskan oleh suatu proses infeksi.
● Gbs adalah kelemahan pada anggota gerak atau gangguan sensibilitas pada
kedua tungkai.
● Gejala meluas dari distal ke proksimal.
Sejarah
● Dowling dkk mendapatkan frekuensi tersering pada akhir musim panas dan
musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza
● Angka kejadian dunia 0.6%-2% kasus/100.000 orang/ tahun, negara barat
sekitar 1-2% kasus/ 100.000 orang/tahun
Etiologi
○ Infeksi
○ Vaksinasi
○ Pembedahan
○ Kehamilan atau dalam masa nifas
○ Penyakit sistemik
■ Keganasan
■ Systemic Lupus Erithematous
Infeksi Definite Probable Possible
Virus CMV HIV Influenza
EBV Varicella – Zooster Measles
Vaccinia/ smallpox Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
1. LCS
2. EMG (elektromiografi)
perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.
Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal
PENATALAKSANAAN
FASE AKUT
● - TERAPI MEDIKAMENTOSA
- IVIG 400- 2000 mg/kg BB : 5 HARI
- PLASMAPARESIS : 40-50 ml/kg PE : 4
KALI DALAM SEMINGGU
- KORTIKOSTEROID
SETELAH FASE AKUT
● UMUR TUA
● PERLU VENTILATOR
● AMPLITUDO MOTOR
EVOKED RESPON
TURUN.
● TIDAK ADA
PENGOBATAN
● DIDAHULUI DIARE
Terima kasih