Mata merupakan salah satu organ terpenting Indonesia merupakan salah satu negara
dari manusia yang berfungsi sebagai indera yang penduduknya mengalami gangguan
penglihatan terbanyak, diantaranya ada
pengelihatan yang juga berperan dalam
10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19
meningkatkan estetika fisik individu. tahun) di Indonesia yang mengalami
kelainan refraksi
Kelainan refraksi yang sering ditemukan adalah miopia. Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi
dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak
berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina. 1 Astigmat adalah suatu keadaan dimana sinar
yang masuk ke dalam mata tidak terpusat pada satu titik saja tetapi sinar tersebut tersebar menjadi
sebuah gari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI Kornea:
Jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri dari lima lapis
yaitu epitel, membran Bowman, stroma, membran descement dan endotel.
Uvea:
Lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan
koroid.
Sklera:
Bagian berwarna putih yang melindungi bola mata.
Pupil:
lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk
Lensa:
Terletak di belakang iris dan di depan corpus vitreum, serta dikelilingi
processus siliaris
Retina:
bagian yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya.
FISIOLOGI PENGELIHATAN
ETIOLOGI
1. Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari normal akan
melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih panjang dari normal pula.
2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan myopia yang lebih besar (70% – 90%)
dari pada orang Eropa dan Amerika (30% – 40%). Paling kecil adalah Afrika (10% – 20%)
3. Perilaku.
1 Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar
resiko myopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang kurang
memadai
MIOPIA
MANIFESTASI KLINIS MIOPIA
Menurut derajat:
•Ringan : < 3,00 Dioptri
•Sedang : 3,00 – 6,00 Dioptri.
•Berat: > 6,00 Dioptri. , komplikasi abalsio retina dan glaukoma sudut terbuka
ETIOLOGI
1. Kornea
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat
pembedahan kornea.
2. Lensa Kristalin
1
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin j
juga semakain berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami
kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus. Astigmatismus yang terjadi
karena kelainan pada lensa kristalin ini disebut juga astigmatismus lentikuler.
ASTIGMATISMA
KLASIFIKASI
1. Astigmatisme regular.
Terjadi jika meredian - meredian utamanya (meredian bias terkuat dan
terlemah)
1 mempunyai arah yang saling tegak lurus. Ex : terkuat 90 , terlemah
180
2. Astigmatisme Irregular.
meredian - meredian utama bola mata tidak saling tegak lurus, akibat
ketidakberaturan kontur permukaan kornea atau lensa
KLASIFIKASI
Berdasarkan tipe astigmatisma:
1
Hipermetrop simpleks, astigmatisma miopia simpleks, astigmatisma hipermetrop
kompositus, astigmatisma miopi dan stigmatisma mikstus.
MANIFESTASI KLINIS
1. Penglihatan buram atau kabur, menengok untuk lebih jelas, membaca
lebih dekat.
2. Pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, dapat menyebabkan sakit kepala
atau kelelahan mata.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan
1 subyektif dapat digunakan metode trial and error dengan menggunakan
Snellen chart
3. Pemeriksaan secara obyektif dengan alat retinoskopi atau autorefraktometer
PENATALAKSANAAN
5. Bedah Refaksi
BAB III
KASUS
KASUS
ANAMNESIS Nama : Nn. NKA Ruang : -
Umur : 22 Tahun Kelas : -
Keluhan Utama :
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Palembang Bari dengan keluhan penglihatan kabur atau buram pada mata
kanan dan kiri sejak 5 Tahun yang lalu.
Keluhan Tambahan :
Tidak Ada
Pemeriksaan Penunjang:
- Pemeriksaan visus dan koreksi visus
RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Nn. NKA Ruang : -
PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 22 Tahun Kelas : -
Anamnesis
Pasien datang berobat ke Poli Mata Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI dengan keluhan
penglihatan kabur pada kedua mata sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengaku mata kabur saat melihat jauh.
Penglihatan kabur ini dirasakan semakin kabur dan mengganggu pekerjaan pasien. Pasien mengatakan
tidak ada yang memperberat atau memperingan keluhan tersebut. Pasien menyangkal adanya mata merah,
nyeri, berair , silau, ada kotoran, melihat ganda, seperti melihat dari dalam terowongan, seperti meliha asap
dan riwayat trauma pada kedua mata sebelumnya.
Kuratif :
Non Medikamentosa :
Gangguan refraksi miopia dikoreksi dengan lensa konkaf (-5,75D/-5,75D) dan gangguan
refraksi astigmatisma dikoreksi dengan lensa silindris (-0,75D/0,75D).
Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Quo ad Funtionam : Dubia Ad Bonam
Quo ad Sanationam: Dubia Ad Bonam
BAB IV
ANALISA KASUS
Penderita Nn. NKA, usia 22 tahun, datang ke Poli Mata RSUD BARI dengan keluhan mata kabur. Keluhan sudah berlangsung
sejak 5 tahun yang lalu. Pada anamnesis mata merah, nyeri, berair, silau, ada kotoran, melihat ganda, seperti melihat dari dalam
terowongan, seperti melihat asap dan riwayat trauma pada kedua mata sebelumnya disangkal. Dari pemeriksaan fisik inspeksi tidak
ditemukan mata merah, tidak juga didapatkan kekeruhan lensa yang dapat menyebabkan penurunan visus (kabur). Pada pemeriksaan
refraksi didapatkan penurunan visus, saat dilakukan koreksi menggunakan trial lens.
Pada kasus ini pemeriksaan refraksi dilakukan dengan cara subjektif dengan pemeriksaan Snellen Chart, uji pinhole,
pemeriksaan trial and error serta pemeriksaan fogging dan kipas astigmatisme. Pada pemeriksaan Snellen Chart dengan mata mata
kanan pasien dapat membaca sampai pada baris visus 4/60. Dilakukan uji pin hole dan didapatkan visus pasien membaik menjadi
20/400 Pada trial and error diberikan lensa sferis convex (S+0,5 D) namun tidak didapatkan kemajuan pada ketajaman penglihatan.
Setelah itu, dicoba dengan lensa sferis concave (S-0,50 D) terdapat kemajuan namun visus belum mencapai 6/6. Maka lensa kekuatan
lensa sferis ditambah hingga mendapatkan kemajuan mencapai 6/6 menggunakan sferis concave (S-5,75 D), pasien dapat membaca
sampai pada baris visus 4/60. Dilakukan uji pinhole dan didapatkan visus pasien membaik menjadi 20/400. Pada trial and error
diberikan lensa sferis convex (S+0,5 D) namun tidak didapatkan kemajuan pada ketajaman penglihatan. Setelah itu, dicoba dengan
lensa sferis concave (S-5,75 D) namun visus mengalami kemajuan namun pasien mengatakan tulisan pada senellen chart berbayang
sehingga dilakukan pemeriksaan dengan kipas astigmat yang didahului dengan pemeriksaan fogging.
Kemudian pasien diminta untuk melihat kipas astigmat dan menentukan apabila ada garis yang lebih tebal atau
lebih jelas. Dari pemeriksaan ini didapatkan pasien melihat lebih jelas pada garis 11 dan 5 (60˚). Maka didapatkan
axis pasien adalah 150˚. Kemudian dicoba lensa silinder C-0,75 D pada aksis 90˚. Setelah ditambahkan lensa ini
pasien melihat semua garis memiliki ketebalan yang sama dan setelah fogging dihilangkan maka pasien dapat
melihat sampai baris visus 6/6 pada Snellen Chart. Sehingga didapatkan pada mata kanan visus membaik ketika
diberikan lensa spheris -5,75 dan mata kiri visus membaik ketika diberikan lensa spheris -5,75 dan lensa cylinder -
0,75 dengan axis 150 derajat.
Dari keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit ini dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding penyakit
mata yang ditandai dengan penurunan visus perlahan mata tenang, diantaranya yaitu kelainan refraksi, katarak,
glaukoma kronis, retinopati, amblyopia dan retinoblastoma. Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara menyingkirkan
differensial diagnostic berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 4/60 PH 20/400, VOS : 4/60 PH 20/400, hal ini disebabkan karena pada
miopia terjadi kelainan refraksi di mana objek pada jarak 6 meter (sinar sejajar) dibiaskan oleh media refraksi, difokuskan
di depan retina dengan keadaan tanpa akomodasi dan pada astigmatisme di mana cahaya tidak direfraksikan dengan sama
pada semua meridian sehingga terbentuk titik fokus multipel dan gambar yang optimal tidak dapat terbentuk.
Nn.NKA memiliki Riwayat penyakit yang sama pada keluarga. Secara genetika, anak dengan orangtua yang
memiliki kelainan refraksi memiliki prevalensi kejadian kelainan refraksi lebih tinggi. Faktor genetik memiliki peran
dalam bentuk dan pemanjangan bola mata. Pola genetik yang diturunkan bervariasi seperti autosomal resesif, autosomal
dominan, dan sex linked, baik terkait sindrom maupun berdiri sendiri.
Penatalaksanaan pasien ini dilakukan dengan pemberian resep kacamata dengan lensa silinder untuk astigmatisme.
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal.
BAB V
KESIMPULAN
Diagnosis pada Nn. NKA adalah miopia astigmatisme kompositus ODS. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan terhadap pasien.
Tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien saat ini adalah Penatalaksanaan pasien ini
dilakukan dengan pemberian resep kacamata dengan lensa silinder untuk astigmatisme,
dengan kacamata lensa konkaf (-5,75D/-5,75D) dan lensa silindris (0,75D/0,75D).
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.
TERIMAKASIH