Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

KERATITIS LAGOFTALMUS ET CAUSA AIR EXPOSURE

Oleh:
Agnes Melianti, S.Ked
712023008

Pembimbing:
dr. Fera Yunita Rodhiaty, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD PALEMBANG BARI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:

KERATITIS LAGOFTALMUS ET CAUSA AIR EXPOSURE

Oleh:
Agnes Melianti, S.Ked
NIM: 712023008

Telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang

Palembang, Oktober 2023


Pembimbing

dr. Fera Yunita Rodhiaty, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Keratitis Lagoftalmus et Causa Air Exposure” sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. dr. Fera Yunita Rodhiaty, Sp.M selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini,
2. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Palembang, Oktober 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................... 2
1.3. Manfaat ..................................................................................................... 2
1.3.1. Teoritis ............................................................................................... 2
1.3.2. Praktis ................................................................................................ 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3


2.1. Anatomi .................................................................................................... 3
2.1.1. Kornea................................................................................................ 3
2.1.2. Aparatus Lakrimalis ............................................................................ 7
2.1.3. Air Mata ........................................................................................... 10
2.2. Keratitis Lagoftalmus .............................................................................. 12
2.2.1. Definisi............................................................................................. 12
2.2.2. Epidemiologi .................................................................................... 12
2.2.3. Etiologi............................................................................................. 12
2.2.4. Faktor Risiko .................................................................................... 15
2.2.5. Patofisiologi ..................................................................................... 15
2.2.6. Diagnosis.......................................................................................... 16
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 16
2.2.8. Tata Laksana ..................................................................................... 17
2.2.9. Komplikasi ....................................................................................... 20
2.2.10. Prognosis ........................................................................................ 20

BAB III. LAPORAN KASUS .......................................................................... 21


BAB IV. PEMBAHASAN ................................................................................ 30
BAB V. KESIMPULAN ................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 34

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui
cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Karena itu kornea
harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses
pembiasan sinar. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea
dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya
di sentral (daerah pupil), jika kelainan ini tidak diobati maka dapat teriadi
kebutaan.
Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis.
Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut
maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri,
jamur, virus atau karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa
golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan
bentuk klinisnya.
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi
menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis
interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis
bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian
berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis
flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik.
Salah satu jenis keratitis yaitu keratitis lagoftalmus atau exposure
keratitis yaitu keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana
kelopak tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga kekeringan kornea.
Lagoftalmus sering terjadi pada pasien yang dirawat di ruang intensif.
Keratitis yang disebabkan oleh cornea exposure terjadi pada sekitar 60%
pasien yang dirawat di perawatan intensif. Di unit perawatan intensif,
masalah okular pada pasien dapat disebabkan oleh berbagai alasan, termasuk
penggunaan obat penenang yang berefek pada otot-otot mata, yang
menyebabkan kelopak mata tidak menutup sempurna.

1
Jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan
berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara
permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat
dapat sampai menyebabkan Kebutaan sehingga pengobatan keratitis harus
cepat dan tepat tidak menimbulkan komplikasi yang meragikan di masa yang
akan datang teru pada pasien yang masih muda.
Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk menetahui definisi,
etiologi, patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding,
tatalaksana, dan prognosis dari keratitis. Diharapkan telaah ilmiah ini dapat
bermanfaat memberikan informasi terkait keratitis dan meniadi salah satu
sumber baik tentang keratitis.

1.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap
kasus Keratitis Lagoftalmus.
2. Diharapkan adanya pola pikir kritis setelah dilakukannya diskusi
laporan kasus tentang Keratitis Lagoftalmus.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapat mengenai kasus Keratitis Lagoftalmus.

1.3. Manfaat
1.3.1. Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu
tentang Keratitis Lagoftalmus.

1.3.2. Praktis
Sebagai masukan guna meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan
kesehatan) kepada pasien dan keluarganya tentang Keratitis
Lagoftalmus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
2.1.1. Kornea1
Kornea berasal dari bahasa 6atin cornum yang berarti seperti
tanduk. Kornea terletak di bagian depan sklera berupa selaput bening
yang tembus cahaya. Kornea masuk ke bagian sklera di daerah limbus.
Ketebalan kornea ±500 μm di bagian tengah- serta memiliki diameter
horizontal 11,75 mm dan diameter vertikal 10,6 mm. Kornea memiliki
kelengkungan yang lebih besar dibandingkan sklera.

Kornea terbagi menjadi lima lapisan dari anterior ke posterior


sebagai berikut:
1) Epitel
Memiliki ketebalan 50 μm terdiri atas lima sampai enam lapisan
sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih satu lapis sel
basal, sel polygonal, dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat
proses mitosis, sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal

3
didepannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan dapat
mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm
permukaan.
2) Membran Bowman
Merupakan lapisan aselular yang terletak di bawah
membran basal epitel kornea. Terbentuk dari kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma. Lapisan ini tidak memiliki kemampuan regenerasi.
3) Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
tersusun sejajar satu dengan yang lainnya. Pada permukaan
terlihat anyaman yang teratur sedangkan di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang. Pembentukan serat kolagen tersebut
membutuhkan waktu sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea berupa fibroblas yang terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan
serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4) Membrana Desemen
Merupakan membran aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea. Memiliki ketebalan 3 μm saat lahir dan
akan berkembang terus seumur hidup sehingga men+apai
ketebalan 10-12 μm saat usia dewasa.
5) Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri dari satu lapisan, berbentuk
heksagonal, besarnya 20-40 μm. Endotel melekat pada membran
desemen melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Berperan
dalam menjaga keadaan dehidrasi relatif dari stroma kornea.
Endotel cukup rentan mengalami kerusakan dan kehilangan sel
seiring dengan pertambahan usia. Perbaikan endotel terbatas pada

4
pembesaran dan pergeseran sel yang sudah ada- dengan
kemampuan pembelahan sel yang minimal. Kegagalan fungsi
endotel mengakibatkan edema kornea.

Vaskularisasi dari kornea didapat dari konjungtiva, episklera,


dan sklera. Kornea dipersarafi nervus trigeminus divisi oftalmikus
dimana persarafan ini berjalan melalui cabang saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf ke V. Saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid
masuk ke dalam stroma kornea menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwann. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai
pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong membutuhkan waktu ±3 bulan.
Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan sebagai
jendela sehingga sinar datang dapat tembus dan sampai ke retina. Sifat
transparan kornea disebabkan karena struktur yang uniformis,
avascular, dan deturgesensi. Deturgesensi merupakan keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif
lapisan endotel dan fungsi barrier dari epitel dan endotel. Lapisan
endotel lebih penting dibandingkan epitel dalam mekanisme dehidrasi

5
dan kerusakan pada endotel akan lebih berat dibandingkan pada epitel.
Kerusakan sel endotel akan menyebabkan edema pada kornea dan
kehilangan transparansinya (kekeruhan kornea) yang Cenderung akan
menetap karena keterbatasan kemampuan perbaikan endotel.
Kerusakan pada lapisan epitel biasanya menimbulkan edema
yang bersifat sementara dan terbatas pada stroma kornea yang cepat
hilang karena kemampuan regenerasi sel epitel yang cepat. Penguapan
air dari lapisan air mata prekorneal menyebabkan keadaan hipertonis
pada lapisan tersebut, sehingga menarik air dari bagian superfisial
stroma kornea untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi
obat,obatan melalui kornea yang intak bersifat bifasik. Zat yang larut
lemak dapat melalui epitel yang intak, sedangkan zat yang larut air
dapat menembus stroma yang intak. Sehingga untuk dapat menembus
kornea, sifat obat harus dapat larut dalam lemak maupun air.
Lapisan epitel merupakan barrier yang efisien untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Ketika epitel mengalami
trauma, walaupun avascular, stroma dan membran Bowman menjadi
rentan terinfeksi oleh berbagai jenis organisme, antara lain bakteri,
amoeba, dan jamur. Streptococcus pneumonia adalah bakteri patogen
kornea, patogen lainnya membutuhkan inokulum yang berat dan host
dengan gangguan imun untuk menimbulkan infeksi.
Kornea memiliki banyak serat nyeri sehingga kebanyakan lesi
kornea baik superfisial maupun dalam akan menimbulkan rasa nyeri
dan fotofobia. Rasa nyeri ini diperberat oleh gerakan dari palpebra
/terutama palpebra superior. Karena kornea berfungsi sebagai jendela
bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya
menyebabkan penglihatan kabur, terutama bila letaknya di sentral.
Fotofobia pada penyakit kornea merupakan akibat kontraksi iris
meradang yang nyeri. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena refleks
yang timbul akibat iritasi pada ujung saraf kornea.

6
2.1.2. Aparatus Lakrimalis 1
Aparatus lakrimalis terletak di daerah temporal bola mata.
Bagian-bagian dari aparatus lakrimalis adalah :
a. Kelenjar Lakrimalis
Terdapat di fossa lakrimal, sisi medial prosesus
zigomatikum os frontal. Berbentuk oval, kurang lebih bentuk dan
besarnya menyerupai almond dan dibagi oleh lateral horn
aponeurosis levator menjadi dua bagian yaitu kelenjar lakrimal
superior (pars orbitalis) yang lebih besar dan inferior (pars
palpebralis) yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem saluran
sendiri mengosongkan ke forniks temporal superior.
b. Kelenjar Aksesori
Terdiri dari kelenjar Wolfring dan kelenjar Krause.
c. Punctum Lakrimalis
Terletak di sudut posterior dari tepi kelopak mata, pada
pertemuan bulu mata lateral kelima-keenam (pars ciliaris) dan
medial non-silia seperenam (pars lacrimalis). Normalnya sedikit
posterior dan dapat diinspeksi dari aspek medial kelopak mata.
d. Kanalikuli Lakrimalis
Kanalikuli lakrimalis melewati batas kelopak mata
(ampula) sekitar 2 mm secara vertikal. Kanalikuli superior dan
inferior kebanyakan sering bersatu membentuk kanalikulus yang
terbiasa membuka ke dinding lateral dari sakus lakrimalis.
e. Sakus Lakrimalis atau Kantong Lakrimal
Bagian ini mempunyai panjang sekitar 10 mm dan terletak
di fossa lakrimalis antara puncak anterior dan posterior.
f. Duktus Nasolakrimalis
Bagian ini merupakan lanjutan dari sakus lakrimalis yang
mempunyai panjang sekitar 12 mm. Duktus ini menurun dan
sudutnya sedikit lateroposterior membuka ke meatus nasal inferior
dan ke bawah turbinasi inferior. Membukanya duktus secara parsial
tertutupi oleh lipatan mukosa atau valve of Hasner.

7
Kelenjar air mata dipersarafi oleh :
a. Nervus lakrimalis (sensoris), cabang pertama dari nervus
Trigeminus.
b. Nervus petrosus superficialis magna (sekretoris) yang datang dari
nukleus salivarius superior.
c. Saraf simpatis yang menyertai arteria dan nervus lakrimalis.

Sistem lakrimasi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem


sekresi dan sistem ekskresi air mata (Wagner, et al., 2006).
a. Sekresi
Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar
lakrimalis. Sekresi basal air mata perhari diperkirakan berjumlah
0,75-1,1 gram dan cenderung menurun seiring dengan
pertambahan usia. Volume terbesar cairan air mata diproduksi
oleh kelenjar lakrimal yang terletak di fossa lakrimalis kuadran
temporal superior orbita. Kelenjar lakrimalis aksesori, meski
hanya sepersepuluh massa kelenjar utama tetapi memiliki peran
yang penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dalam
struktur pada kelenjar lakrimal dengan saluran yang sedikit,
berada di konjungtiva terutama forniks superior. Unicellular
goblet cell juga tersebar di seluruh konjungtiva, mensekresi
glikoprotein dalam bentuk musin.
Kehilangan sel goblet akan menyebabkan pengeringan
kornea walaupun dengan produksi yang berlimpah dari kelenjar
lakrimal. Modifikasi sebasea dan kelenjar Meibom dan Zeis dari

8
lid margin berkontribusi menambah lipid untuk air mata. Kelenjar
Moll dimodifikasi kelenjar keringat yang juga menambah film air
mata.
Sekresi air mata memiliki acuan baku tetapi juga
dipengaruhi oleh komponen refleks seperti respon terhadap
rangsangan sensorik kornea dan konjungtiva serta peradangan
mata yang dimediasi melalui saraf kranial kelima. Sekresi air
mata dapat berkurang dengan anestesi topikal dan saat tidur serta
dapat meningkatkan 500% ketika dalam keadaan cedera.
b. Ekskresi
Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, kantung
lakrimal dan saluran nasolakrimal. Dengan berkedip setiap
kelopak mata mendekat, mendistribusikan air mata secara merata
ke seluruh kornea, dan mengalir ke sistem ekskresi pada bagian
medial kelopak mata. Ketika air mata membanjiri kantung
konjungtiva, mereka memasuki puncta secara parsial oleh daya
tarik kapiler. Dengan penutupan kelopak mata, otot orbicularis
pretarsal sekitar ampula berkontraksi. Secara bersamaan, kelopak
mata ditarik menuju posterior lacrimal crest dan ditempatkan pada
fasia sekitar kantung lakrimal, menyebabkan kanalikuli
memendek dan menciptakan tekanan negatif di dalam kantung
lakrimal.
Pemompaan dinamis ini menarik air mata ke dalam kantung
lakrimal, yang kemudian dengan gravitasi dan elastisitas jaringan
melalui saluran nasolakrimal ke dalam meatus nasi inferior
hidung.

9
2.1.3. Air Mata1
Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga
tetap lembab oleh air mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus
lakrimalis dan disertai dengan mukus dan lipid oleh organ sekretori dari
sel-sel pada palpebra serta konjungtiva. Sekresi yang dihasilkan inilah
yang disebut sebagai film air mata atau film prekorneal.
a. Lapisan Air Mata
Air mata terdiri dari tiga lapis, yaitu :
1) Lapisan Lipid
Luar Lapisan lipid luar terdiri dari fase polar yang
mengandung fosfolipid dan berdekatan dengan fase musin,
serta fase non-polar yang mengandung lilin, ester
kolesterol dan trigliserida. Fase polar terikat pada lipocalin
dalam lapisan air yang mensekresikan protein dalam
jumlah kecil serta mempunyai kemampuan untuk mengikat
molekul hidrofobik dan berkontribusi pada penentuan
viskositas air mata. Fungsi dari lapisan ini antara lain
adalah untuk mencegah penguapan lapisan air dan
mempertahankan ketebalan film air mata, serta bertindak
sebagai surfaktan yang memungkinkan penyebaran film air
mata. Kekurangan lapisan ini akan menyebabkan mata
kering karena terjadi lebih banyak penguapan.
2) Lapisan Tengah

10
Komposisi dari lapisan tengah ini adalah air,
elektrolit, musin terlarut dan protein. Kelenjar lakrimal
utama memproduksi sekitar 95% dari lapisan akuos air
mata dan sisanya diproduksi oleh kelenjar lakrimal
aksesori dari Krause dan Wolfring.
Lapisan ini sangat bermanfaat untuk menyediakan
oksigen atmosfer pada epitel kornea. Selain itu, lapisan ini
juga berfungsi sebagai agen imunitas karena dapat
berperan sebagai antibakteri dikarenakan adanya protein
seperti IgA, lisozim dan laktoferin.
3) Lapisan Musin Dalam Musin adalah glikoprotein dengan
berat molekul tinggi yang terbagi menjadi musin sekretori
dan musin transmembran. Musin sekretori diklasifikasikan
lebih lanjut sebagai gel atau larutan yang diproduksi oleh
sel-sel goblet konjungtiva dan juga oleh kelenjar lakrimal.
Sedangkan sel-sel epitel superfisial kornea dan konjungtiva
menghasilkan musin transmembran yang membentuk
glycocalyx. Fungsi dari lapisan musin ini adalah untuk
membasahi mata dengan mengubah bentuk epitel kornea
yang hidrofobik menjadi hidrofilik serta berfungsi untuk
lubrikasi.

b. Komposisi
Volume air mata yang normal diperkirakan 7 ± 2 L pada
masing-masing mata. Albumin menyumbang 60% dari total protein
dalam cairan air mata sedangkan sisanya terdiri atas globulin dan

11
lisozim. Imunoglobulin IgA, IgG dan IgE juga terdapat di air mata.
Dalam kondisi alergi tertentu seperti konjugtivitis vernal,
konsentrasi IgE meningkat pada cairan air mata. Lisozim di air
mata membentuk 21-25% dari total protein dan mewakili
mekanisme pertahanan yang penting terhadap risiko infeksi.
Ion K+ , Na+ , dan Clada pada konsentrasi yang lebih
tinggi di air mata jika dibandingkan dengan konsentrasinya di
plasma. Air mata juga mengandung sejumlah kecil glukosa (5
mg/dl) dan urea (0.04 mg/dl), yang dipengaruhi oleh
konsentrasinya pada darah. Dalam kondisi normal, cairan air mata
isotonik dan pH rata-rata air mata adalah 7,35 meskipun terdapat
variasi yang berbeda pada setiap orang.

2.2. Keratitis Lagoftalmus


2.2.1. Definisi
Keratitis lagoftalmus atau exposure keratitis adalah sindrom klinis
yang ditandai dengan penutupan mata yang tidak sempurna sehingga
mata mengalami kekeringan dan menyebabkan kerusakan kornea. 2

2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi exposure keratitis pada pasien yang dirawat di
perawatan intensif sekitar 10% hingga 55-60%. Exposure keratitis
biasanya akan sembuh secara sendiri, namun kondisi ini juga dapat
menyebabkan pembentukan jaringan parut di korna dan menyebabkan
kehilangan pengelihatan secara permanen.3

2.2.3. Etiologi4
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri
tersering seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella.
Beberapa kondisi juga dapat menyebabkan terjadinya exposure
keratitis, antara lain:

12
a. Lagoftalmus

Lagoftalmus adalah ketidakmampuan untuk menutup


kelopak mata sepenuhnya. Oleh karena itu, sebagian mata tetap
terbuka saat berkedip dan selama tidur, dan dapat mengalami
kerusakan akibat paparan. Etiologi lagophthalmos dapat dibagi
ke dalam subkategori berikut ini:
- Disfungsi saraf wajah (lagophthalmos paralitik)
- Disfungsi kelopak mata
- Jaringan parut yang berlebihan atau pengangkatan
kelopak mata yang berlebihan selama operasi (cicatricial
lagophthalmos)
- Lagoftalmus fisiologis (seperti pada kasus lagoftalmus
nokturnal).
- Efek obat (terutama obat penenang atau penghambat
neuromuskular)
Lagoftalmus terjadi penurunan frekuensi berkedip, dan
kekuatan orbikularis yang melemah juga penting, dan
merupakan ciri khas Bell palsy. Kelopak mata harus dibuka
untuk mengevaluasi konjungtiva palpebra. Jika kelopak mata

13
mudah turun, terutama pada pasien dengan riwayat apnea tidur
atau mendengkur, sindrom kelopak mata floppy mungkin
merupakan etiologi yang mendasarinya.
b. Proptosis.
Hal ini dapat menyebabkan exposure keratitis, bahkan
pada kelopak mata yang normal, dan dapat memperparah
keratopati pajanan pada kondisi kelainan kelopak mata.
Proptosis dapat diukur dengan Hertel exophthal-mometry,
yang memberikan pengukuran kuantitatif yang dapat diikuti
dari waktu ke waktu, atau dengan melihat dari atas, melewati
dahi pasien.
Proposis dapat diperburuk oleh retraksi kelopak mata pada
gangguan mata tiroid. Tes darah, seperti tes hormon
perangsang tiroid dan imunoglobulin perangsang tiroid, harus
dilakukan, terutama jika proposisinya berhubungan dengan
retraksi kelopak mata dan kelopak mata tertinggal.
Pemeriksaan pencitraan dapat diindikasikan untuk
mengevaluasi pembesaran otot ekstraokular yang berhubungan
dengan orbitofati tiroid atau miositis orbital, serta
mengevaluasi massa orbital.
c. Masalah sistemik
Keratopati herediter dan kerusakan pada cabang mata
(V1) saraf kranial V dapat menurunkan sensasi kornea, yang
dapat dievaluasi di klinik dengan menggunakan estheometer
atau gumpalan kapas sebelum pemberian anestesi topikal.
Penggunaan obat nyeri oral atau topikal yang berlebihan juga
dapat menyebabkan penurunan sensasi kornea dan penurunan
frekuensi berkedip.
Kelumpuhan saraf kranial VII dapat menyebabkan
kedipan yang tidak sempurna dan lagophthalmos paralitik.
Gangguan gerakan, seperti penyakit Parkinson dan
kelumpuhan supranuklear progresif, dapat menurunkan

14
frekuensi kedipan mata dan menyebabkan keratopati eksposur,
sehingga menyoroti pentingnya mengamati frekuensi kedipan
mata pasien.

2.2.4. Faktor Risiko5


Banyak sekali faktor risiko yang menjadi predisposisi pasien
exposure keratitis yang dirawat di perawatan intensif, mulai dari
iatrogenik, seperti penggunaan ventilasi mekanis, sedasi, dan pelemas
otot, hingga faktor pasien seperti penurunan kesadaran, penurunan
produksi air mata. berkurangnya kecepatan berkedip, gangguan
refleks kornea, penutupan mata yang tidak sempurna dan
permeabilitas pembuluh darah.
Selain itu, exposure keratitis juga dapat terjadi pada mereka
yang menderita kondisi yang mengganggu kemampuan melindungi
kornea, seperti penutupan kelopak mata yang tidak sempurna, refleks
berkedip yang tidak memadai, kecepatan berkedip yang tidak
memadai, dan/atau penurunan lubrikasi pelindung kornea, seperti pada
pasien hipertiroid dengan lagoftalmus.

2.2.5. Patofisiologi4
Dalam keadaan normal, kelopak mata dan lapisan air mata
melindungi kornea, sebuah epitel nonkeratin yang bersifat avaskular,
dari trauma, kekeringan, dan serangan mikroba. Lapisan air mata,
cairan komposit yang terdiri dari tiga lapisan, memiliki beberapa
peran penting: memberi makan dan melumasi kornea, membantu
ketajaman penglihatan, serta melindungi kornea dari serangan bakteri.
Beberapa faktor membantu menjaga distribusi lapisan air mata yang
memadai; termasuk refleks kedipan yang utuh, kecepatan kedipan
yang normal, dan penutupan kelopak mata yang sempurna saat tidur
dan berkedip. Gangguan pada sistem ini dapat menyebabkan cacat
epitel. Epitel kornea berfungsi sebagai penghalang terhadap dunia luar
melalui penggunaan persimpangan yang ketat dan kerusakan pada

15
integritas struktur ini dapat memfasilitasi penetrasi mikroba dan debris
eksternal.

2.2.6. Diagnosis4
Keratitis lagoftalmus atau exposure keratitis adalah diagnosis
klinis yang didasarkan pada riwayat dan temuan pemeriksaan fisik.
Gejala umum keratitis adalah visus turun mendadak, mata
merah, rasa silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala
khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh
pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda
tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di
kornea.
Pasien sering kali datang dengan diagnosis "mata kering",
tetapi pemeriksaan mata menunjukkan bahwa paparan kornea
merupakan etiologi yang mendasarinya.
1) Pemeriksaan Kelopak mata
Pemeriksaan kelopak mata yang cermat diperlukan untuk
mengevaluasi kemungkinan malposisi. Riwayat trauma
kelopak mata atau operasi, termasuk blepharoplasty, harus
ditanyakan. Kelopak mata harus diperiksa apakah terdapat
ektropion, entropion, atau retraksi. Kelopak mata harus
dievaluasi untuk mengetahui adanya kondisi yang mungkin
terjadi pada pasien dengan koloboma kongenital, blefaritis
berat, atau riwayat lakrionisasi kelopak mata, baik akibat
trauma maupun pembedahan.

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang4


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemilihan terapi yang tepat terkadang membutuhkan pemeriksaan
laboratorium. Sebagai contohnya ulkus bakteri,dan ulkus fungi
memerlukan obat yang berbeda. Pemeriksaan kerokan kornea
yang dipulas dengan pewarnaan gram maupun giemsa dapat

16
mengidentifikasi organisme, khususnya bakterim, selama pasien
menunggu. Kultur untuk jamur, anthamoeba, atau virus dapat
dilakukan bila tidak ada respons terhadap terapi infeksi bakteri.
2. Pemeriksaan Fluorescein

Penggunaan pemeriksaan dengan fluorescein telah digunakan


selama lebih dari satu abad lamanya. Kegunaan dari pemeriksaan
dengan menggunakan fluorescein antara lain bertujuan untuk
mengetahui adanya lesi pada epitel kornea. Zat topikal fluorescein
merupakan zat yang sifatnya non toksik, larut dalam air, dimana
mudah dilihat dengan menggunakan filter kobal biru.

2.2.8. Tata Laksana2


Perawatan bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan penyakit
dan etiologi yang mendasarinya. Sebagai contoh, jika malposisi
kelopak mata, lekukan, atau koloboma merupakan penyebab paparan
luar, terapi medis dapat dipertimbangkan sebagai tindakan sementara
hingga kelopak mata dapat diperbaiki melalui pembedahan.
Pada kasus yang parah dengan ulserasi kornea, kultur dan
sensitivitas dapat diindikasikan untuk menyingkirkan komponen
infeksi atau untuk memandu terapi antibiotik.
 Lubrikasi dan plugs
Kasus keratitis pajanan ringan ditandai dengan erosi
epitel belang-belang, sering kali menyatu, di dalam fisura

17
palpebra. Pengobatan pilihan kondisi ini adalah lubrikasi
menggunakan salep, dimulai dengan salep yang mengandung
antibiotik seperti eritromisin dan pada akhirnya beralih ke gel
air mata buatan tobland.
Selain itu, juga direkomendasikan early placement of
long-acting collagen atau silicone punctal plugs untuk
membantu retensi lubrikasi alami dengan risiko dan
komplikasi yang minimal.
 Steroid
Penggunaan steroid topikal yang lemah (seperti
loteprednol 0,2%) dapat digunakan untuk meredakan gejala
jangka pendek; namun, diperlukan kehati-hatian karena
terdapat risiko memperparah ulkus kornea yang dapat terjadi
pada keratitis pajanan. Selanjutnya, mungkin akan sulit untuk
menghentikan penggunaan steroid pada beberapa pasien.
 Perban dan lensa kontak sklera
Pada kasus tertentu, penggunaan lensa kontak perban
secara hati-hati, dengan cakupan antibiotik spektrum luas
secara bersamaan untuk mengurangi risiko ulkus kornea,
mungkin diperlukan. Perawatan ini, tidak direkomendasikan
sebagai pilihan jangka panjang karena akan menyebabkan
perubahan flora permukaan mata yang diakibatkan oleh
penggunaan antibiotik jangka panjang dan risiko infeksi,
termasuk jamur.
 Moisture chamber or eyelid taping
Metode ini dapat berguna pada malam hari pada kasus
keratitis pajanan yang sedang hingga berat, atau pada pasien
yang menolak tarsorefleksi. Moisture chamber yang efektif
dan murah dapat dibuat dengan menggunakan bungkus plastik,
yang ditempelkan pada kulit menggunakan salep, untuk
memberikan segel kedap udara antara kulit dan bungkus
plastik.

18
Salah satu teknik dimulai dengan mengoleskan salep
pada forniks inferior; salep kemudian dapat dioleskan dalam
lingkaran yang terus menerus di sepanjang kulit tepi orbita
superior, lateral, dan inferior serta aspek lateral hidung.
Bungkus plastik, yang dipotong sesuai bentuk, kemudian dapat
ditempatkan di atas salep.
Metode penutupan kelopak mata meliputi penutupan
pasif, eyelid taping (MicroporeTM [3M]), penambalan mata,
pembalut Geliperm, kasa yang dibasahi larutan garam, kasa
parafin, dan penjahitan (jahitan Frost atau tarsorrhaphy
sementara). Metode ini dapat dilakukan dengan mengoleskan
salep pada kelopak mata bagian bawah. Bantalan mata
kemudian ditempatkan pada mata, dan selotip kertas digunakan
untuk menahan pada posisinya dengan daya tarik ke atas pada
pipi. Jika hal ini tidak memberikan penutupan yang memadai,
selotip dapat diaplikasikan secara horizontal dari tepi kelopak
mata atas ke tepi orbita inferior, dengan berhati-hati agar salep
tidak mengenai selotip.
 Pembedahan
Perawatan bedah sering kali diperlukan untuk mengatasi
patofisiologi yang mendasarinya. Biasanya, perawatan medis
pada awalnya digunakan dan perawatan bedah dilakukan untuk
kasus-kasus keratitis pajanan yang refrakter. Pada kasus
lagoftalmus, tarsorafi sementara atau permanen telah
digunakan serta (biasanya pada pasien dengan kelumpuhan
saraf wajah).
Jika paparan sekunder akibat malposisi kelopak mata,
maka dapat dipertimbangkan untuk melakukan canthoplasty,
prosedur pengencangan kelopak mata, dan suspensi kelopak
mata.[31] Rekonstruksi kelopak mata (untuk ektropion) dan
dekompresi orbita (untuk proptosis) juga dapat
dipertimbangkan jika sesuai.

19
Amniotic membrane juga telah digunakan pada kasus-
kasus dengan cacat epitel yang menetap. Selaput ketuban dapat
dipasang melalui pembedahan dengan lem fibrin atau jahitan,
atau dengan menggunakan cincin suspensi/lensa khusus,
seperti pada kasus lensa Prokera.

2.2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah abrasi kornea, ulserasi,
keratitis mikroba, perforasi, dan bekas luka pada kornea yang
menyebabkan hilangnya penglihatan. Selain itu, band keratopathy
dapat muncul sebagai komplikasi keratitis pajanan kronis.
Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi yaitu pasien dengan
keratitis pajanan lebih resisten terhadap pengobatan dan dapat
memperburuk prognosis.

2.2.10. Prognosis
Keratitis pajanan ringan memiliki prognosis yang sangat baik,
dengan sebagian besar atau bahkan semua pasien dapat sembuh total
jika kornea tetap utuh tanpa erosi, ulserasi, atau infeksi mikroba.
Kasus yang parah dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut,
perforasi, dan kehilangan penglihatan permanen. Prognosis akhir
tergantung pada kemampuan untuk mengatasi etiologi yang
mendasarinya.

20
BAB III
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS Nama : An. A Ruang : PICU


Umur : 10 tahun Kelas : -

Nama Lengkap : An. A


Tempat dan Tanggal Lahir : Banten, 27 Februari 2013
Umur : 10 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Luar Kota
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Dokter yang Merawat : dr. Fera Yunita Rodhiaty, Sp.M
Dokter Muda : Agnes Melianti, S. Ked
Tanggal Pemeriksaan : 14 Oktober 2023

Keluhan Utama :
Sekret pada bola mata

Keluhan Tambahan :
Mata kering

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan penurunan kesadaran setelah terjatuh dari sepeda.
Pasien dirawat di ruang paediatric intensive care unit (PICU), lalu dikonsulkan
dengan sekret pada bola mata, mata kering akibat mata tidak menutup
sempurna. Tampak injeksi konjungtiva (+/+) dan infiltrat pada kornea (+/+).

21
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma pada mata (-)
Riwayat operasi mata (-)
Riwayat penggunaan kacamata (-)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit mata lainnya (-)
Riwayat pemakaian obat-obatan (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga tidak memiliki keluhan yang sama
Riwayat katarak (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat alergi (-)
Nama : An. A Ruang : PICU
PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 10 tahun Kelas : -

Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 76/36 mmHg
- Nadi : 144x/menit
- Laju Napas : 30x/menit
- Suhu : 36,5C

Status Oftalmologis

22
OD OS

Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

Kornea tampak keruh

No
Pemeriksaan OD OS
.
1. Visus Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
2. Tekanan Intra Okuler Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortotrofia Ortotrofia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Bawah Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Temporal Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Temporal atas Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Temporal bawah Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Nasal Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Nasal atas Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Nasal bawah Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

23
Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (+) (+)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)

24
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (+) (+)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan
(-) (-)
subkonjungtiva
10. Kornea
Kejernihan Tampak sekret Tampak sekret
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (+) (+)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)

25
Tes sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. Limbus kornea
Arkus senilis (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Sedang Sedag
Kejernihan Jernih Jernih
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14. Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier Sulit dinilai Sulit dinilai
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (-)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar 2 mm 2 mm
Regularitas Regular Regular
Isokoria (+) (+)
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung (+) (+)

26
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Shadow test (-) (-)
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (-) (-)
Afakia (-) (-)
17. Funduskopi
Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil
- warna papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- bentuk Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina
- warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang:
Tidak dilakukan

RINGKASAN ANAMNESIS Nama : An. A Ruang : PICU


DAN PEMERIKSAAN Umur : 10 tahun Kelas : -

27
JASMANI
Pasien datang dengan penurunan kesadaran setelah terjatuh dari sepeda.
Pasien dirawat di ruang paediatric intensive care unit (PICU), lalu
dikonsulkan dengan sekret pada bola mata, mata kering akibat mata tidak
menutup sempurna. Tampak injeksi konjungtiva (+/+) dan infiltrat pada
kornea (+/+).

Pemeriksaan Oftalmologis
OD OS
Konjungtiva Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (+)
Kornea Infiltrat (+) Infiltrat (+)
Bulat, 2 mm, isokor Bulat, 2 mm, isokor
Pupil
refleks cahaya (+) refleks cahaya (+)

Daftar Masalah:
1. Sekret pada bola mata
2. Mata merah
3. Lagoftalmus

Kemungkinan Penyebab Masalah :


Keratitis lagoftalmus (exposure keratitis)

Nama : An. A Ruang : PICU


RENCANA PENGELOLAAN
Umur : 10 tahun Kelas : -
Tata Laksana
Edukasi
1. Jika terjadi penutupan mata yang tidak sempurna, gunakan lubrikan
setiap 4 jam
2. Kebersihan kelopak mata harus diperiksa setiap 4 jam
3. Kekeringan mata harus diperiksa setiap 4 jam dan lubrikan
ditambahkan sesuai kebutuhan.
4. Lakukan usapan mata setiap hari untuk mencegah kekeringan pada

28
mata.
5. Penilaian untuk penyakit permukaan mata harus dilakukan setiap 4
jam, dan segera harus diberitahukan jika ada temuan yang
mengkhawatirkan.

Farmakologis
1. Protagenta 1 tetes/jam ODS
2. Antibiotik ofloxacin tetes mata 6x1 tetes ODS

Prognosis
Dubia ad bonam

Nama dan tanda tangan dokter muda : Agnes Melianti, S.Ked

Diperiksa dan disahkan oleh : dr. Fera Yunita Rodhiaty, Sp.M

Dokter Pembimbing: dr. Fera Yunita Rodhiaty, Sp.M

Tanggal : 14 Oktober 2023

Tanda tangan,

(dr. Fera Yunita Rodhiaty, Sp.M)

29
BAB IV
PEMBAHASAN

Keratitis lagoftalmus atau exposure keratitis yaitu keratitis yang terjadi akibat
adanya lagoftalmus dimana kelopak tidak dapat menutup dengan sempurna
sehingga kekeringan kornea. Lagoftalmus sering terjadi pada pasien yang dirawat
di ruang intensif. Keratitis yang disebabkan oleh cornea exposure terjadi pada
sekitar 60% pasien yang dirawat di perawatan intensif. Dalam keadaan sehat,
mata dilindungi oleh kelopak mata. Produksi air mata dan seringnya berkedip
akan melembabkan dan melindungi mata. Berkedip mencegah kerusakan dan
kelelahan mata serta menyebarkan air mata ke seluruh permukaan mata.6,7
Keratitis dapat disebabkan oleh infeksi virus atau mikroba, iskemia, alergi,
kekurangan vitamin A, dan kurangnya sensasi kornea, kekurangan nutrisi,
masalah air mata, paparan kornea terhadap udara dan pemicu, serta
ketidakmampuan kelopak mata untuk menutupi kornea. Di unit perawatan
intensif, masalah okular pada pasien dapat disebabkan oleh berbagai alasan,
termasuk penggunaan obat penenang yang berefek pada otot-otot mata, yang
menyebabkan kelopak mata tidak menutup sempurna. Pasien yang dirawat di ICU
sering kali mengalami ketidakseimbangan cairan, yang meningkatkan
permeabilitas kapiler dan menyebabkan kerusakan mata. Gangguan refleks
berkedip dan posisi kelopak mata membuat mata tidak menutup sempurna dan air
mata menguap lebih cepat. Penggunaan ventilasi tekanan positif meningkatkan
tekanan intraokular dengan meningkatkan tekanan intravena, yang menyebabkan
edema konjungtiva dan meningkatkan risiko penyakit mata. Hiperkapnia juga
meningkatkan tekanan intraokular dan merusak mata.7–9
Pengurangan produksi air mata oleh obat-obatan, termasuk antihistamin,
atropin, agen paralitik membuat mata menjadi kering dan rusak. Di sisi lain,
pernapasan spontan dan oksigen dengan aliran tinggi pada pasien dapat merusak
kornea epitel. Jika kelopak mata tidak tertutup sempurna, dapat menyebabkan
perpindahan patogen dari saluran napas ke epitel kornea. Bahkan, menyebabkan
infeksi kornea. 7,8

30
Untuk pasien yang tidak diberi obat penenang, kerusakan kornea biasanya
menyebabkan rasa sakit yang parah karena adanya persarafan yang kaya pada area
anatomi yang sangat sensitif ini, dengan jaringan saraf yang kuat terletak di antara
sel-sel epitel permukaan kornea. Sayangnya, di ICU, gejala-gejala mungkin tidak
dapat dikomunikasikan dengan mudah oleh pasien atau dideteksi dengan cepat
oleh tenaga kesehatan, yang menyebabkan tertundanya deteksi dan pengobatan
keratitis pajanan.9
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki keratitis pajanan dan
menemukan solusi untuk mencegah komplikasi. Menurut statistik global, kejadian
ulkus kornea di ICU diperkirakan sebesar 22% hingga 33%. Merawat mata sangat
penting bagi pasien-pasien ini, terutama selama dua hingga tujuh hari pertama
rawat inap.6
Pasien dengan keratitis pajanan diberikan terapi berupa pemberian lubrikan
dan antibiotik profilaksis. Pada kasus ini diberikan terapi protagenta 1 tetes per
jam. Protagenta adalah obat dengan kandungan Plyvinylpyrrolidone.
Polivinilpirolidon (PVP) adalah polimer yang berasal dari monomer N-
vinylpyrrolidone, senyawa organic yang terdiri dari 5-membered laktam yang
dihubungkan dengan gugus vinil. Ini banyak digunakan dalam produk medis
sebagai eksipien, terutama diformulasi tablet, dan dalam larutan oftalmik sebagai
pelumas. Protagenta disini berfungsi sebagai artificial eye tears atau air mata
buatan. Obat ini meningkatkan stabilitas air mata, sehingga mengurangi
kehilangan akibat penguapan dan peradangan. Namun, peradangan mata ini dapat
diperburuk dengan pengawet yang terkandung dalam lubrikan yang juga penting
untuk mencegah aktivitas mikroba dan penguraian obat aktif. Oleh karena itu,
sebaiknya menggunakan lubrikan bebas pengawet. 10
Selain itu, pada kasus ini diberikan antibiotik profilaksis yaitu tetes mata
ofloxacin. Ofloxacin merupakan antibiotik spektrum luas golongan quinolone.
Golongan quinolone menjadi pilihan untuk mengatasi infeksi bakteri pada kornea.
Hal tersebut karena tergolong murah, mudah didapat, masa simpan 1 bulan,
toksisitas rendah, dan stabil.11
Terapi keratitis pajanan terdapat berbagai jenis lainnya seperti penggunaan
steroid, eyelid taping, penggunaan lensa kontak, hingga pembedahan. Namun,

31
pemberian terapi diberikan sesuia gambaran klinik dan respon terapi awal.
Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis
penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak
ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus
yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan
gangguan penglihatan bahkan dapat dapat sampai menyebabkan kebutaan
sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat tidak menimbulkan
komplikasi yang meragikan di masa yang akan datang teru pada pasien yang
masih muda.2
Perawatan di ruang intensif menjadi salah satu faktor risiko terbesar
terjadinya keratitis pajanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan untuk
menurunkan angka kejadian, antara lain: jika terjadi penutupan mata yang tidak
sempurna, gunakan lubrikan setiap 4 jam, kebersihan kelopak mata harus
diperiksa setiap 4 jam, kekeringan mata harus diperiksa setiap 4 jam dan lubrikan
ditambahkan sesuai kebutuhan, lakukan usapan mata setiap hari untuk mencegah
kekeringan pada mata, penilaian untuk penyakit permukaan mata harus dilakukan
setiap 4 jam, dan segera harus diberitahukan jika ada temuan yang
mengkhawatirkan.12
Keratitis pajanan ringan memiliki prognosis yang sangat baik, dengan
sebagian besar atau bahkan semua pasien dapat sembuh total jika kornea tetap
utuh tanpa erosi, ulserasi, atau infeksi mikroba. Kasus yang parah dapat
menyebabkan pembentukan jaringan parut, perforasi, dan kehilangan penglihatan
permanen. Prognosis akhir tergantung pada kemampuan untuk mengatasi etiologi
yang mendasarinya.3

32
BAB V
KESIMPULAN

Keratitis lagoftalmus atau exposure keratitis yaitu keratitis yang terjadi


akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak tidak dapat menutup dengan sempurna
sehingga kekeringan kornea. Lagoftalmus sering terjadi pada pasien yang dirawat
di ruang intensif. exposure keratitis juga dapat terjadi pada mereka yang
menderita kondisi yang mengganggu kemampuan melindungi kornea, seperti
penutupan kelopak mata yang tidak sempurna, refleks berkedip yang tidak
memadai, kecepatan berkedip yang tidak memadai, dan/atau penurunan lubrikasi
pelindung kornea, seperti pada pasien hipertiroid dengan lagoftalmus.
Terapi keratitis pajanan terdapat berbagai jenis lainnya seperti penggunaan
artificial eye tears, steroid, eyelid taping, penggunaan lensa kontak, hingga
pembedahan. Namun, pemberian terapi diberikan sesuia gambaran klinik dan
respon terapi awal. Keratitis pajanan ringan memiliki prognosis yang sangat baik,
dengan sebagian besar atau bahkan semua pasien dapat sembuh total jika kornea
tetap utuh tanpa erosi, ulserasi, atau infeksi mikroba.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Anatomi dan Fisiologi Mata. In: Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2017;
2. Rajaii F. Management of Exposure Keratopathy. Ophthalmic Pearls 2014;
3. Holland EJ, Mannis MJ, Lee WB. Ocular surface disease : cornea,
conjunctiva and tear film. . China: Elsevier, 2013;
4. Grixti A, Sadri M, Edgar J, Datta AV. Common Ocular Surface Disorders in
Patients in Intensive Care Units. Ocul Surf 2012;10(1):26–42.
5. Bird B, Dingley S, Stawicki SP, Wojda TR. Exposure Keratopathy in the
Intensive Care Unit: Do Not Neglect the Unseen. In: Vignettes in Patient
Safety - Volume 2. InTech, 2018;
6. Motarjemizadeh G, Hasanloei MAV, Pakzad S, Asghari M. Frequency and
Outcome of Exposure Keratitis in Mechanical Ventilated Patients Admitted
to Intensive Care Unit . The Journal of Urmia University of Medical
Sciences 2018;29(6).
7. Obaid K, Zubaid K, Jonuthan P. Exposure Keratopathy: Incidence, risk
factors and impact of protocolised care on exposure keratopathy in
critically ill adults. . J Critical Care 2018;413(8).
8. Lorie B. Eyes wide open: exposure keratopathy in pediatric sedation and
radiology. . J Radiol Nurs 2017;21.
9. Ghionni N, Ensor W, Olubiyi O, Mann RK, Simcox B, Gulati S. Exposure
Keratopathy In The Intensive Care Unit Is Often Iatrogenic. Crit Care Med
2018;
10. Ribeiro MVMR, Barbosa FT, Ribeiro LEF, Sousa-Rodrigues CF de,
Ribeiro EAN. Effectiveness of using preservative-free artificial tears versus
preserved lubricants for the treatment of dry eyes: a systematic review. Arq
Bras Oftalmol 2019;82(5).
11. Gokhale N. Medical management approach to infectious keratitis. Indian J
Ophthalmol 2008;56(3):215.

34
12. Bird B, Dingley S, Stawicki SP, Wojda TR. Exposure Keratopathy in the
Intensive Care Unit: Do Not Neglect the Unseen. In: Vignettes in Patient
Safety - Volume 2. InTech, 2018;

35

Anda mungkin juga menyukai