Anda di halaman 1dari 22

Referat

OTITIS EKSTERNA MALIGNA

Oleh:

Camelia Panache, S.Ked

712021064

Pembimbing:

dr. Meilina Wardhani, Sp. THT-KL

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:

Otitis Eksterna Maligna

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Camelia Panache, S.Ked
712021064

Pembimbing:

dr. Meilina Wardhani, Sp. THT-KL

Telah diterima dan disetuji sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit THT-KL di RS
Umum Daerah Palembang Bari, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang periode 12 Desember-8 Januari 2022.

Palembang, Desember 2022

Dosen Pembimbing

dr. Meilina Wardhani, Sp. THT-KL

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wa ta‟ala atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Otitis Eksterna Maligna” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Penyakit THT-KL RSUD
Palembang Bari. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad Shallallahu „alaihi wassalam beserta para keluarga, sahabat dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan, maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. dr. Meilina Wardhani, Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing.

2. Orang tua yang telah banyak membantu dengan doa yang tulus dan
memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan Tim sejawat seperjuangan dan semua pihak yang turut membantu
dalam menyelesaikan referat ini.
Semoga Allah Subhanahu wa ta‟ala memberikan balasan pahala atas segala
amal yang telah diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua
dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam
lindungan Allah Subhanahu wa ta‟ala. Aamiin.

Palembang, Desember 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................. ii


KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3.Tujuan Penulisan ........................................................................................................1
1.4.Manfaat Penulisan ......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi dan Fisiologi Telinga ...................................................................................4
2.2.Otitis Ekterna Maligna................................................................................................6
2.2.1. Definisi .......................................................................................................6
2.2.2. Epidemiologi ..............................................................................................6
2.2.3. Etiologi .......................................................................................................7
2.2.4. Patofisiologi ...............................................................................................8
2.2.5. Gambaran Klinis ........................................................................................9
2.2.6. Kriteria Diagnosis ....................................................................................10
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang ...........................................................................11
2.2.8. Tatalaksana...............................................................................................12
2.2.10. Prognosis ................................................................................................13
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................166

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Otitis Eksterna Maligna atau Otitis Nekrotikans merupakan infeksi
telinga yang berpotensi kematian. Infeksi biasanya dimulai dari meatus
austikus eksterna sebagai otitis eksterna akut yang tidak ada respon terhadap
terapi. Kemudian infeksi akan menyebar melalui fissure Santorini ke jaringan
lunak dan pembuluh darah disekitarnya sampai ke tulang dasar tengkorak.1
Otitis eksterna maligna merupakan penyakit yang sering ditemukan di
Negara beriklim tropis, di mana iklim lembab hangat menyediakan
lingkungan yang menguntungkan bagi organisme untuk berkembang biak dan
menginfeksi mereka dengan status kekebalan yang sudah terganggu terutama
kelompok lanjut usia dan penderita Diabetes Mellitus. Otitis Eksterna
Maligna telah dilaporkan terjadi di antara bayi dan anak-anak dengan
Diabetes Mellitus atau keadaan immunocompromised lainnya. Bagian dari
presentasi demografi utama pada penderita diabetes lanjut usia, kondisi ini
juga telah dilaporkan di antara individu immunocompromised lainnya dan
mereka yang menderita malnutrisi dan AIDS. Jenis kelamin lebih banyak
laki-laki daripada perempuan dan usia tua kelompok usia di atas 60 tahun. Di
Amerika Serikat, bentuk akut dari otitis eksterna memiliki prevalensi sekitar 4
dari 1.000 kasus per tahunnya, sedangkan bentuk kronisnya mencapai 3- 5%
dari populasi totalnya.1
Pengobatan dari Otitis Eksterna Maligna dapat diberikan antibiotic. Terapi
antibiotic diberikan sesuai dengan organisme penyebabnya. Selain itu juyga
dapat dilakukan terapi pembedahan yaitu debridement apabila terapi
antibiotic tidak memberikan pengaruh.2
1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan dari referat ini adalah sebagai berikut:

1
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami otitis
eksterna maligna.
2. Diharapkan munculnya pola berpikir kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang
manajemen otitis eksterna maligna.
3. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapatkan dalam kegiatan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) terutama mengenai otitis eksterna maligna.
1.3. Manfaat Penulisan
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan refrat ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu mata terutama
tentang otitis eksterna maligna.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan referat ini dapat dijadikan
landasan untuk penulisan referat selanjutnya.

2
1.3.2. Manfaat Praktis
a. Bagi dokter muda, diharapkan referat ini dapat membantu dalam
mengaplikasikan tatalaksana otitis eksterna maligna pada kegiatan
kepaniteraan klinik senior (KKS).
b. Bagi tenaga kesehatan lainnya, diharapkan referat ini dapat menjadi
bahan masukan untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
terutama dalam memberikan informasi atau edukasi kesehatan
berupa upaya pencegahan kepada pasien dan keluarga.
c. Bagi pasien dan keluarga pasien, diharapkan referat ini dapat
memberikan pemahaman mengenai pentingnya upaya pencegahan
primer sebelum terjadi dan upaya pencegahan sekunder untuk
menghindari komplikasi yang lebih berat apabila sudah terjadi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi dan Fisiologi Telinga


2.1.1. Anatomi
Sistem organ pendengaran perifer terdiri dari struktur organ
pendengaran yang berada di luar otak dan batang otak yaitu telinga luar,
telinga tengah, telinga dalam dan saraf kokhlearis sedangkan organ
pendengaran sentral adalah struktur yang berada di dalam batang otak dan
otak yaitu nukleus koklearis, nukleus olivatorius superior, lemnikus
lateralis, kolikulus inferior dan kortek serebri lobus temporalis area
wernicke.3
Telinga luar merupakan bagian telinga yang terdapat di lateral dari
membran timpani, terdiri dari aurikulum, meatus akustikus eksternus
(MAE) dan membran timpani (MT). Aurikula adalah bagian dari telinga
luar, suatu tambahan yang melekat pada sisi kepala dan dimaksudkan
untuk menangkap suara. Dibentuk oleh kartilago dan dibagian kaudal dari
aurikula terdapat lobules aurikula. Meatus akustikus eksternus adalah
suatu saluran udara, panjang kira-kira 2-3 cm, arah ke medial sampai pada
telinga tengah, berada dalam pars petrosa ossis temporalis. Sepertiga
bagian lateral dibentuk oleh kartilago dan 2/3 bagian medial dibentuk oleh
tulang biasa. Pada ujung medial dari saluran tersebut terdapat membrane
timpani, yang terletak miring, memisahkan meatus akustikus eksternus
daripada kavum timpani. Letak dari membrane timpani adalah sedemikian
rupa sehingga sisi luarnya menghadap ke daerah ventral, kaudal dan
lateral. Pada saluran ini terdapat mukosa yang mengandung rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Hasil produksi dari kelenjar disebut
serumen.3
Ruang telinga tengah disebut juga kavum tympani (KT) atau
tympanic cavity. Berisi udara dipisahkan dari meatus akustikus eksternus

3
oleh membrane timpani. Terdapat hubungan antara cellulae mastoidea
dengan kavum timpani melalui auditus tympanicum. Membrane timpani
berfungsi menerima getaran udara dan meneruskannya kepada nervus
coclearis. Ada tiga buah tulang kecil yang terletak menyilang dalam
kavum timpani mulai dari lateral ke medial. Yang berada paling luar
adalah malleus, yang tengah inkus dan yang paling dalam adalah stapes.
Ketiga buah tulang tersebut meneruskan getaran udara yang diterima oleh
membrane timpani, selanjutnya diteruskan kepada fenestra vestibule.
Gerakan dari tulang-tulang tersebut dikontrol oleh m. tensor tympani dan
m. stapedius.3
Telinga dalam (TD) terletak di dalam tulang temporal bagian
petrosa, di dalamnya dijumpai labirin periotik yang mengelilingi struktur
TD yaitu labirin, merupakan suatu rangkaian berkesinambungan antara
tuba dan rongga TD yang dilapisi epitel. Terdiri dari labyrinthus osseus
dan labyrinthus membranaceus. Labyrinthus osseus terdiri dari ruangan
dan saluran, berada dalam pars petrosa ossis temporalis. Ruangan dan
saluran-saluran tersebut adalah vestibulum, 3 canalis semisirkularis, 3
ampulla ossea dan canalis spiralis cochleae. Pada ujung lateral vestibulum
terdapat fenestra vestibule yang ditutupi oleh basis stapedius. Pada tiap
bagian canalis semisirkularis terdapat crus ampullare dan crus simplex.
Canalis spiralis cochleae berbentuk seperti rumah siput dengan basis
berada pada sebelah medial dan cupula disebelah lateral. Bangunan ini
melingkar suatu sumbu horizontal. Canalis ini bermuara pada dasar
vestibulum.3

4
Gambar 1. Anatomi Telinga
2.1.2. Fisiologi
Pendengaran merupakan salah satu organ yang penting dalam
tubuh kita. Organ ini dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Proses mendengar adalah proses yang tidak sederhana, agar dapat
mendengar manusia harus memiliki organ pendengaran dan fungsi
pendengaran yang baik. Sistem organ pendengaran dibagi menjadi perifer
dan sentral. Pendengaran perifer dimulai dengan adanya sumber bunyi
yang ditangkap aurikula dan dilanjutkan ke saluran meatus akustikus
eksternus kemudian terjadi getaran pada membran timpani, membran
timpani ini yang memiliki hubungan dengan tulang pendengaran akan
menggerakkan rangkaian tulang pendengaran yang terdiri dari maleus,
inkus dan stapes yang menempel pada foramen ovale. Gerakan stapes pada
foramen ovale akan menggerakkkan cairan yang ada dalam organ koklea,
akibatnya terjadi potensial listrik mengakibatkan terjadinya perubahan
energi mekanik menjadi energi listrik yang diteruskan oleh saraf auditori
ke batang otak (disinilah batas sistem organ pendengaran perifer dan
sentral) kemudian energi listrik dilanjutkan ke kortek terletak pada bagian
girus temporalis superior. Kortek serebri membuat manusia mampu
mendeteksi dan menginterpretasikan pengalaman auditori.3

5
Gambar 2. Fisiologi Pendengaran
2.2.Otitis Eksterna Maligna
2.2.1. Definisi
Otitis eksterna, yang merupakan proses infeksi dan inflamasi dari
saluran telinga bagian luar, daun telinga, atau bisa terjadi pada kedua bagian
tersebut. Otitis eksterna maligna (MOE) adalah infeksi saluran pendengaran
eksternal, yang dapat meluas ke temporal tulang dan struktur disekitarnya,
seperti ke mastoid dan dasar tengkorak. Penyebaran infeksi ke tulang
temporal terjadi melalui celah Santorini dan sutura tympanomastoid,
mengarah ke stilomastoid dan foramen jugularis.4,5

2.2.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, bentuk akut dari otitis eksterna memiliki
prevalensi sekitar 4 dari 1.000 kasus per tahunnya, sedangkan bentuk
kronisnya mencapai 3- 5% dari populasi totalnya. Selain itu disebut juga
bahwa pasien pada usia 7 hingga 12 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terjangkit otitis eksterna, dan menurun pada usia diatas 50 tahun.
Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan iklim tropis merupakan salah
satu faktor yang meningkatkan kecenderungan populasi untuk terjangkit
otitis eksterna. Hal tersebut terjadi karena episode otitis eksterna akan
meningkat pada daerah tropis yang memiliki kelembapan udara yang tinggi
dan suhu yang lebih hangat.6
Prevalensi otitis eksterna maligna telah mengalami penurunan dalam
beberapa tahun terakhir karena perkembangan antimikroba modern, namun
kejadiannya tidak mencapai batas untuk disebut sebagai penyakit langka.

6
Otitis eksterna maligna telah dilaporkan pada semua kelompok umur tetapi
paling sering terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun. Laki-laki
lebih sering terkena daripada perempuan. Infeksi memiliki tingkat kejadian
yang lebih tinggi di daerah dengan kelembaban tinggi. Otitis eksterna
maligna jarang terjadi pada pasien anak-anak.2

2.2.3. Etiologi
Organisme penyebab yang paling umum adalah Pseudomonas
aeruginosa. Pseudomonas aeuruginosa merupakan gram negatif aerob
obligat yang cenderung berkolonisasi di saluran pendengaran eksternal yang
lembab terutama di individu dengan immunocompromise, sedangkan
Staphylococcus, Proteus dan Klebsiella bukanlah patogen sejati tetapi
komensal. Pseudomonas telah menjadi patogen tanpa adanya kekebalan
inang yang efektif pertahanan terutama karena adanya lapisan mukoid yang
resisten terhadap fagositosis, bersama dengan produksi berbagai enzim litik
itu menghasut vaskulitis necrotizing dan endarteritis, menyerang jaringan
sekitarnya.1
Selain bakteri, jamur juga dapat menyebabkan penyakit ini, infeksi
jamur hanya terdiri dari 10% kejadian MOE, di antaranya Aspergillus
Niger, Aspergillus Fumigatus, Scedosporium apiospermum, Malassezia
sympodialis dan Spesies Candida adalah yang paling umum. Peran jamur
dalam patogenesis atau hasil dalam pengelolaan MOE tidak jelas tetapi
isolasi jamur tanpa adanya patogenesis bakteri akan menjamin pengobatan
dengan obat antijamur.1
Sebagian besar pasien yang didiagnosis dengan MOE mengalami
imunosupresi, seperti diabetes mellitus dan imunosupresi lainnya:2
1. Diabetes
Pada pasien DM hal ini terjadi karena vaskulopati pembuluh
darah kecil dan disfungsi kekebalan yang terkait dengan diabetes.
Selain itu, pasien dengan diabetes mengalami gangguan respon
terhadap agen antimikroba, karena kotoran telinga mereka memiliki PH

7
yang lebih tinggi daripada orang normal serta konsentrasi lisozim yang
lebih rendah. Telah dilaporkan bahwa tidak ada perbedaan prevalensi
MOE antara pasien dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2.
2. Pasien imunosupresi (misalnya, dari infeksi HIV, kemoterapi, dll.)
Pasien dengan AIDS memiliki gambaran yang berbeda, karena
biasanya penderita AIDS lebih muda, dan Pseudomonas bukanlah
organisme penyebab yang paling banyak. Pada pasien Otitis Eksterna
Maligna dengan AIDS mungkin tidak ditemukan jaringan granulasi di
saluran pendengaran eksternal. Pasien-pasien ini biasanya memiliki
hasil yang lebih buruk daripada pasien dengan diabetes.
2.2.4. Patofisiologi
Otitis eksterna maligna merupakan infeksi yang menyerang meatus
akustikus eksternus dan tulang temporal. Organisme penyebabnya
adalah Pseudomonas aeruginosa, dan paling sering menyerang pasien
diabetik usia lanjut. Pada penderita diabetes, pH serumennya lebih tinggi
dibanding pH serumen non diabetes. Kondisi ini menyebabkan penderita
diabetes lebih mudah terjadi otitis eksterna. Akibat adanya
faktor immunocompromize dan mikroangiopati, otitis eksterna berlanjut
menjadi otitis eksterna maligna. Infeksi dimulai dengan otitis eksterna
yang progresif dan berlanjut menjadi osteomielitis pada tulang temporal.
Penyebaran penyakit ini keluar dari liang telinga luar melalui Fisura
Santorini dan osseocartilaginous junction.1,2
Otitis eksterna maligna menyebar melalui Fisura Santorini untuk
sampai ke dasar tulang tengkorak. Data histopatologi menunjukkan bahwa
infeksi menyebar sepanjang vaskuler. Di bagian anterior dapat
mempengaruhi fossa mandibula dan kelenjar parotis. Di sebelah
anteromedial infeksi, dapat menyebar ke arteri karotis. Selain itu juga
dapat menyebar melalui tuba eustachius untuk sampai ke fossa
infratemporal dan nasofaring. Hipestesia ipsilateral dapat terjadi jika saraf
kelima dilibatkan. Penyebaran ke intrakranial dapat menyebabkan
meningitis, abses otak, kejang dan kematian. Bagian posteroinferior dapat

8
menyebabkan flebitis dan trombosis supuratif bulbus juguler dan sinus
sigmoid. Ini dapat menyebabkan mastoiditis dan kelumpuhan saraf fasial.
Penyebaran secara inferior dapat menyebabkan paralisis saraf
glosofaringeal (IX), vagus (X), hipoglosus (XI), dan aksesorius (XII),
menyebabkan disfagia, aspirasi dan suara serak.1,2

2.2.4. Gambaran Klinis


Gejala otitis eksterna maligna adalah rasa gatal di liang telinga yang
dengan cepat diikuti dengan nyeri, sekret yang banyak serta pembengkakan
liang telinga. Kemudian rasa nyeri tersebut akan semakin hebat, liang
telinga tertutup oleh jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasialis
dapat terkena, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial.1
Kelainan patologik yang penting adalah osteomielitis yang progresif,
yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas aeroginosa. Penebalan endotel
yang mengiringi diabetes mellitus berat, kadar gula darah yang tinggi yang
diakibatkan oleh infeksi sedang aktif, menimbulkan kesulitan pengobatan
yang adekuat.1
Penyakit ini dapat membahayakan dan kecurigaan lebih tinggi
ditujukan pada pasien dengan diabetes atau immunocompromized state atau
berumur lanjut. Tanda khas yang dijumpai dari otoskopi pada penyakit ini
adalah otitis eksterna dengan jaringan granulasi sepanjang posteroinferior
liang telinga luar (pada bony cartilaginous junction) disertai lower cranial
neuropathies (N. VII, IX, X, XI) yang biasanya juga disertai dengan nyeri
pada daerah yang dikenai (otalgia). Eksudat pada liang telinga dan
membrane timpani intak.1
Ada tiga stadium Otitis Eksterna Maligna yaitu7,11:
1. Stadium 1 (stadium cardinal) didapatkan otore purulent, otalgi,
granulasi MAE, tanpa paresis N.VII
2. Stadium 2, proses Infeksi menyebar ke jaringan lunak dasar tengkorak,
osteomyelitis dan menekan nervus kranial posterior (N.XI, N.XII).

9
3. Stadium 3 sudah terjadi ekstensi intracranial lebih lanjut yaitu
meningitis, epidural empyema, subdural empyema atau abses otak.
2.2.5. Kriteria Diagnosis
Diagnosis Otitis Eksterna maligna dapat ditegakkan dengan kriteria
diagnosis di bawah ini. Kriteria diagnostik yang telah dijelaskan oleh Cohen
dan Friedman, dan itu termasuk kriteria mayor (wajib) dan minor (sesekali)
sebagai berikut:1
1. Mayor (Wajib)
a. Nyeri, yang seringkali tidak sesuai dengan pemeriksaan fisik
b. Edema
c. Eksudat
d. Granulasi, yang dapat dilihat di saluran pendengaran eksternal
e. Mikroabses (saat dioperasikan)
f. Technetium-99 pemindaian tulang positif (99Tc)
g. Kegagalan pengobatan lokal seringkali lebih dari 1 minggu
2. Minor (Sesekali)
a. Diabetes
b. Keterlibatan saraf kranial
c. radiografi positif
d. Immunocompromise
e. Usia yang lebih tua
Semua kriteria mayor harus ada untuk mendiagnosis otitis eksterna
maligna; kriteria minor saja tidak cukup untuk membuat diagnosis.
Pemeriksaan saraf kranial harus dilakukan, karena pada beberapa kasus
melibatkan saraf kranial.1
a. Saraf wajah (VII) paling sering terkena
b. saraf glosofaringeal (IX).
c. Saraf vagus (X).
d. Saraf aksesori (XI).
e. Jarang, saraf hypoglossal (XII)

10
2.2.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium8
a. Darah, jumlah leukosit bisa normal atau sedikit meningkat, dan
hitung jenis bisa bergeser ke kiri pada MOE.
b. Tingkat sedimentasi eritrosit dan protein C-reaktif
Penanda inflamasi biasanya tinggi pada pasien ini dan dapat
digunakan sebagai indikator respon untuk terapi antimikroba.
Setelah penyakit teridentifikasi, kadar LED dan CRP harus diperiksa
dan diikuti secara teratur sampai kembali ke kisaran normal. LED
mulai menurun dalam waktu dua minggu setelah memulai
pengobatan.
c. Gula darah
Glukosa darah harus diperiksa pada pasien dengan diabetes
untuk menilai baseline mereka, karena MOE dapat mempengaruhi
intoleransi glukosa baseline.
d. Kultur dan sensitivitas dari saluran pendengaran eksternal
Kultur dari drainase telinga harus dilakukan sebelum
memulai pengobatan antimikroba. Pengambilan sampel jaringan
berguna penting untuk pemilihan antibiotik yang tepat dan dalam
kasus otitis eksterna berulang. Biopsi saluran pendengaran eksternal
harus diperoleh untuk menyingkirkan penyebab lain, seperti
keganasan atau kolesteatoma.
2. Imaging8
a. CT Scan
Keuntungan dari CT scan adalah dalam mendeteksi erosi
tulang dan demineralisasi. Temuan CT biasanya kehilangan lapisan
di daerah subtemporal dan terjadinya destruksi korteks tulang
mastoid.[25]
b. MRI
MRI lebih unggul daripada CT dalam mendeteksi lokasi
anatomis dan invasi komponen jaringan lunak. MRI juga lebih baik

11
dalam mengevaluasi komplikasi intrakranial seperti trombosis dan
penyebaran intrakranial. Namun, sulit untuk membedakan antara
peradangan aktif dan infeksi yang sembuh; oleh karena itu, banyak
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT dan MRI
tidak berkorelasi dengan prognosis dan hasil penyakit.
c. Gallium citrate Ga 67 Scan
Ga67 adalah alat yang berguna untuk memantau resolusi
penyakit. Daerah yang terkena biasanya menunjukkan peningkatan
serapan. Namun, rasio lesi terhadap non-lesi harus dihitung untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat mengenai aktivitas otitis
eksterna maligna.[26]
d. Technetium Tc 99 Methylene Diphosphate Bone Scanning
Tc99 berguna untuk evaluasi awal penyakit, tetapi tes ini
tidak berguna untuk menilai prognosis penyakit, karena tetap positif
dalam waktu yang lama, bahkan setelah infeksi sembuh.
2.2.5. Tatalaksana
Terapi yang dapat diberikan pada pasien otitis eksterna maligna
adalah pemberian antibiotic serta dapat juga dilakukan terpai pembedahan.
1. Terapi Antibiotik
Pengobatan harus cepat diberikan sesuai dengan hasil kultur dan
resistensi. Mengingat kuman penyebab tersering adalah Pseudomonas
aeroginosa, diberikan antibiotika dosis tinggi yang sesuai dengan
Pseudomonas aeroginosa. Sementara menunggu hasil kultur dan
resistensi, diberikan golongan fluoroquinolone (ciprofloxacin) dosis
tinggi peroral. Pada keadaan yang lebih berat diberikan antibiotika
parenteral kombinasi dengan antibiotika golongan aminoglikosida yang
diberikan selama 6-8 minggu. Ciprofloxacin oral dapat digunakan pada
pasien rawat jalan pada kasus yang tidak diperumit oleh keterlibatan
saraf kranial, atau kebutuhan untuk kontrol nyeri dan diabetes.9
Meskipun sebagian besar kasus disebabkan oleh Pseudomonas
aeruginosa, organisme lain telah diidentifikasi sebagai penyebab MOE,

12
oleh karena itu pengelolaan antibiotik harus sesuai dengan organisme
yang diisolasi. Durasi pengobatan tergantung pada respons terhadap
terapi, yang dievaluasi menggunakan scan galium sitrat Ga 67 setiap 4
sampai 6 minggu selama pengobatan. Pengobatan harus dihentikan satu
minggu setelah pemindaian galium sitrat Ga 67 yang normal.9
2. Terapi Bedah
Disamping obat-obatan, sering kali diperlukan juga tindakan
membersihkan luka (debrideman) secara radikal. Manajemen bedah
dicadangkan untuk pasien yang terapi medisnya gagal menyembuhkan
penyakit. Terapi bedah meliputi debridemen lokal, pengangkatan
sequestrum tulang, dan drainase abses. Namun, tidak ada indikasi untuk
dekompresi saraf wajah pada pasien dengan keterlibatan saraf wajah;
akhirnya, operasi tidak menunjukkan manfaat prognostik apapun.9
2.2.6. Prognosis
Prognosis pada pasien dipengaruhi oleh lamanya diabetes pada
pasien, hasil LED dan CRP, serta hasil dari pemeriksaan imaging.
Prognosis yang lebih buruk terlihat pada pasien yang mengalami salah satu
dari berikut ini:10
1. Keterlibatan saraf wajah
2. Keterlibatan saraf kranial tambahan
3. Keterlibatan saraf non-kranial
4. Granulasi luas (atau edema) di Canalis austikus eksternus
5. Gejala bilateral
6. Disebabkan oleh Aspergillus
Pasien lanjut usia memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk
mengalami komplikasi dan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien dari kelompok usia yang lebih muda.10
Tingkat kekambuhan Otitis Ekterna Maligna tinggi, mencapai 15%
sampai 20% saat LED mulai meningkat kembali. Otitis Eksterna Maligna
bisa kambuh hingga satu tahun setelah perawatan. Oleh karena itu, pasien
harus di followup secara teratur selama satu tahun sebelum dianggap

13
sembuh. Dengan modalitas pengobatan lanjutan, angka kematian turun
dari 50% di menjadi 10% sampai 20%.10

14
BAB III

KESIMPULAN
1.1.Kesimpulan
Otitis eksterna maligna (MOE) adalah infeksi saluran pendengaran
eksternal, yang dapat meluas ke temporal tulang dan struktur disekitarnya,
seperti ke mastoid dan dasar tengkorak. Otitis eksterna maligna telah
dilaporkan pada semua kelompok umur tetapi paling sering terjadi pada
pasien yang berusia lebih dari 60 tahun. Organisme penyebab yang paling
umum adalah Pseudomonas aeruginosa. Otitis eksterna berlanjut menjadi
otitis eksterna maligna. Infeksi dimulai dengan otitis eksterna yang progresif
dan berlanjut menjadi osteomielitis pada tulang temporal. Penyebaran
penyakit ini keluar dari liang telinga luar melalui Fisura Santorini dan
osseocartilaginous junction.
Gejala otitis eksterna maligna adalah rasa gatal di liang telinga yang
dengan cepat diikuti dengan nyeri, sekret yang banyak serta pembengkakan
liang telinga. Kemudian rasa nyeri tersebut akan semakin hebat, liang telinga
tertutup oleh jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasialis dapat
terkena, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial. Terapi yang
dapat diberikan yaitu antibiotic sesuai dengan organisme penyebab serta
dapat juga dilakukan terapi pembedahan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. S Kumar, Prasanna dan Urvashi Singh. 2015. Malignant Otitis Externa-A


review. Journal Infectious Disease and Therapy 3(1):1-4.
doi:10.4172/2332-0877.1000204
2. Al Aaraj, Mahmoud dan Cecylia Kelley. 2022. Malignant Otitis Externa.
NCBI Book. Stat Pearls
3. Guyton, Hall. 2019. Indera Pendengaran In Sistem Saraf Indera Khusus
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 11th Edition. New York: Elsevier Pte.
Ltd.
4. Corbridge R. Essential ENT. 2011. Edisi ke-2. Koster J, Clausard S,
editor. United Kingdom: Hodder Arnold
5. Marina S, Goutham MK, Rajeshwary A, Vadisha B, Devika T. 2019. A
retrospective review of 14 cases of malignant otitis externa. J
Otol.;14(2):63–6.
6. Tanaya, Putu WD, dkk. 2020. Prevalensi Kasus Otitis Eksterna
Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Diabetes Melitus di Poliklinik THT
RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2018. Jurnal Medika Udayana 9(3):81-91
7. Wigand ME, Laszig R, Rettinger G, Robertson M. 2005.
Petrositis and osteomyelitis of the temporal bone. In :
Restitutional Sur gery of the Ear & Temporal Bone . New
York; Thieme : 185-186
8. McLaren O, Potter C. 2016. Scedosporium apiospermum: a rare cause of
malignant otitis externa. BMJ Case Rep. [PMC free article] [PubMed]
9. Lee SK, Lee SA, Seon SW, Jung JH, Lee JD, Choi JY, Kim BG. 2017.
Analysis of Prognostic Factors in Malignant External Otitis. Clin Exp
Otorhinolaryngol.10(3):228-235. [PMC free article] [PubMed]
10. Sylvester MJ, Sanghvi S, Patel VM, Eloy JA, Ying YM. 2017. Malignant
otitis externa hospitalizations: Analysis of patient
characteristics. Laryngoscope. 127(10):2328-2336. [PubMed]

16
11. Irawati, Harmadji S. 2007. Penatalaksanaan Otitis Eksterna Maligna In
Laporan Kasus Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya. Surabaya: Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya;. p. 1-8.

17

Anda mungkin juga menyukai