Oleh:
Topan Dwi Setiawan, S.Ked
71 2020 050
Pembimbing:
dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL
Oleh:
Topan Dwi Setiwan, S.Ked
71 2020 050
Pembimbing:
dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan
Kepala-Leher di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang Periode 08 Agustus 2021 –
29 Agustus 2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Nodul
Pita Suara” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di SMF Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan Kepala-Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya hingga akhir zaman
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan
2. Kedua orang tua yang senantiasa memberi dukungan materil maupun spiritual
3. dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan
Kepala-Leher Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam
menyelesaikan referat ini
4. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Semoga Allah SWT memberian balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang............................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan...................................................................................2
1.3 Manfaat......................................................................................................2
1.3.1 Manfaat Teoritis.................................................................................2
1.3.2 Manfaat Praktis..................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Faring.........................................................................................................3
2.1.1. Anatomi Laring..................................................................................3
2.1.2. Otot-Otot............................................................................................7
2.1.3. Vaskularisasi......................................................................................9
2.1.4. Persarafan.........................................................................................10
2.1.5. Pita Suara.........................................................................................12
2.1.6. Mekanisme Produksi Suara..............................................................14
2.2 Nodul Pita Suara......................................................................................17
2.2.1. Definisi.............................................................................................17
2.2.2. Etiologi.............................................................................................17
2.2.3. Epidemiologi....................................................................................18
2.2.4. Patofisiologi.....................................................................................18
2.2.5. Gejala Klinis....................................................................................19
2.2.6. Diagnosis..........................................................................................20
2.2.7. Diagnosis Banding...........................................................................21
2.2.8. Tatalaksana.......................................................................................22
2.2.9. Prognosis..........................................................................................23
BAB III KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan..............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang
Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang
disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang
bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan penyakit, tetapi
merupakan gejala penyakit atau kelainan laring. Salah satu penyebab
disfonia tersering, yaitu nodul pita suara. Nodul pita suara merupakan
penyebab tersering disfoni menetap pada anak-anak dan wanita dewasa.
Nodul pita suara (vocal nodule) adalah pertumbuhan yang menyerupai
jaringan parut dan bersifat jinak (maligna) pada pita suara. Terdapat
berbagai sinonim klinis untuk pita suara termasuk screamer’s nodule,
singer’s nodule, atau teacher’s nodule.1
Nodul terbentuk akibat pemakaian suara yang berlebihan (vocal
abuse), terlalu keras atau terlalu lama seperti pada seorang guru, penyanyi,
penyiar, presenter dan sebagainya. Nodul pita suara dapat terjadi pada anak-
anak dan dewasa namun angka kejadian lebih sering terjadi pada wanita
dewasa dibandingkan kelompok usia lainnya. Penggunaan suara yang
berlebihan secara terus menerus (intens) merupakan faktor pencetus yang
terpenting.1,2
Kelelahan bersuara pada profesi-profesi tersebut cukup tersering
ditemukan, prevalensinya 9,7-13%. Dengan self assesment ternyata
prevalensinya meningkat menjadi 73%. Hal ini menunjukkan bahwa
sebenarnya prevalensi kelelahan bersuara cukup tinggi.3
Strategi penanganan nodul pita suara dilakukan secara konservatif;
terapi wicara merupakan terapi paling utama. Pada terapi wicara ini, pasien
diajari bagaimana menggunakan suara dengan tepat, sehingga dengan
demikian dapat meregresi nodul-nodul tersebut.4
1
2
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan penulisan referat ini dapat menjadi sumber ilmu
pengetahuan dan sebagai tambahan referensi dalam bidang Ilmu THT
terutama mengenai Nodul Pita Suara.
1.3.2 Manfaat Praktis
Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari laporan kasus ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik
senior (KKS) dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Faring
2.1.1. Anatomi Laring
Laring adalah bagian dari traktus respiratorius bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan
terletak setinggi vertebra cervicalis IV - VI, dimana pada anak-anak
dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umunya selalu
terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan
makanan (fase deglutisi). Lokasi laring dapat ditentukan dengan
inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang pada
pria dewasa lebih menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring
atau disebut juga Adam’s apple atau jakun.5
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus
Laringeus yang berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal
dibentuk oleh sisi inferior krikoid dan berhubungan dengan trakea,
disebelah posterior dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-otot
prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta disebelah anterior
ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus
glandula tiroid. 6
Laring terdiri dari beberapa komponen, yaitu kartilago, otot-
otot, saraf-saraf, dan pita suara. Fungsi utama dari laring adalah
membuka dan menutup glotis (ruang antara dua lipatan pita suara)
sesuai dengan proses yang ingin dilakukan.5
1. Proses bernapas = glotis terbuka Laring membuat kedua lipatan pita
suara terpisah saat bernapas.
2. Peranan dalam refleks batuk = glotis menutup, lalu terbuka Laring
menutup glotis untuk menghasilkan tekanan, lalu membukanya
untuk mengusir udara dengan kuat saat batuk.
3
4
A. Kartilago
Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu:
1. Kartilago Tiroidea, 1 buah
2. Kartilago Krikoidea, 1 buah
3. Kartilago Artinoidea, 2 buah
B. Kartilago minor, terdiri dari:
1. Kartilago Kornikulata Santorini, 2 buah
2. Kartilago Kuneiforme Wrisberg, 2 buah
3. Kartilago Epiglotis, 1 buah
2.1.2. Otot-Otot
Otot-otot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot
ekstrinsik dan otot-otot intrinsik yang masing-masing mempunyai
fungsi yang berbeda. 4 otot-otot ekstrinsik. Otot-otot berperan dalam
8
2.1.3. Vaskularisasi
Laring mendapatkan pendarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan
Inferior sebagai A. Laringeus Superior dan Inferior.5
1. Arteri Laringeus Superior
Berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus
membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan
dasar sinus pyriformis.
2. Arteri Laringeus Inferior
Berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring
melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada dibawah
M. Konstriktor Faringeus Inferior, di dalam laring beranastomosis
dengan A. Laringeus Superior dan memperdarahi otot-otot dan
mukosa laring.
2.1.4. Persarafan
Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus
Superior dan Nn. Laringeus Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan
kanan.5
1. Nn. Laringeus Superior
Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodusum,
melengkung ke depan dan medial di bawah A. karotis interna dan
eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu:
- Cabang Interna: bersifat sensoris, mempersarafi vallecula,
epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di
atas pita suara sejati (True Vocal Fold).
- Cabang Eksterna: bersifat motoris, mempersarafi M.
Krikotiroid dan M. Konstriktor inferior.
2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren)
Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai
laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeus
sinistra mempunyai perjalanan yang panjang dan dekat dengan
11
2. Kelenturan
Elastisitas alami dari pita suara membuat mereka lentur. Bagian
atas, tepi, dan bagian bawah pita suara yang bertemu di garis
tengah dan bergetar perlu dilipat. Perubahan pada kelenturan pita
suara, meski terbatas hanya pada satu wilayah atau “spot”, dapat
menyebabkan gangguan suara, seperti yang terlihat pada pita suara
yang luka.
3. Ketegangan yang tepat
Ketidakmampuan menyesuaikan ketegangan saat bernyanyi dapat
menyebabkan kegagalan untuk mencapai nada tinggi atau suara
yang jeda.
4. Massa yang tepat
Perubahan pada jaringan lunak sebagian besar pita suara seperti
penurunan atau penipisan pada jaringan parut atau peningkatan atau
pembengkakan, seperti pada Reinke’s edema, menghasilkan
banyak gejala suara-suara serak, nada suara yang berubah, fonasi
tak bertenaga, dan lainnya.
yang biasa kita ucapkan dapat dibedakan menjadi tiga proses, yaitu
voiced sound, resonansi, dan artikulasi:5
1. Voiced sound
Suara dasar yang dihasilkan oleh getaran pita suara. Hal ini sering
digambarkan seperti “buzzy sound”. Voiced sound untuk bernyanyi
akan sangat berbeda secara signifikan dari voiced sound untuk
berbicara.
2. Resonansi
Voiced sound diperkuat dan dimodifikasi oleh resonator saluran
vokal (tenggorokan, rongga mulut, dan saluran hidung). Resonator
berperan dalam menghasilkan suara yang dapat dikenali.
3. Artikulasi
Artikulator vokal (lidah, langit-langit lunak, dan bibir)
memodifikasi voiced sound. Artikulator terebut menghasilkan kata-
kata yang dapat dikenali.
Berbicara dan bernyanyi melibatkan mekanisme suara yang
terdiri dari tiga subsistem. Setiap subsistem terdiri dari berbagai
bagian tubuh dan memiliki peran khusus dalam produksi suara, sesuai
yang dijelaskan pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.8 tentang subsistem
penghasil suara berikut ini.5
2.2.2. Etiologi
Penyebab nodul pita suara hingga saat ini masih tidak diketahui
meskipun perubahan histologis telah dikaitkan dengan cedera mukosa
berulang karena hiperfungsi laring dan biasanya disebabkan oleh
penyalahgunaan pemakaian suara (vocal abuse) dalam waktu lama,
berlebihan dan dipaksakan seperti pada seorang guru, penyanyi, anak-anak
dan lain-lain.
Faktor-faktor penyebab laringitis kronis sangat berpengaruh di sini
tetapi penggunaan suara yang berlebihan secara terus menerus merupakan
faktor pencetus yang terpenting. Akibatnya lesi paling sering terdapat pada
pemakaian suara professional.1
Hal-hal lain yang dapat menyebabkan nodul pita suara diantaranya:
sorakan, sering berbicara atua berbicara yang keras, batuk sering dan keras
untuk membersihkan tenggorokan, penggunaan suara yang tidak biasa atau
kuat selama bermain atau marah, penggunaan nada yang terlalu tinggi.
Orang-orang dengan kebiasaan seperti ini akan menyebabkan cedera pada
pita suaranya. Jika hal ini terjadi, pita suara awalnya akan mengalami
penebalan dan menjadi merah. Jika penyalahgunaan suara berlanjut maka
penebalan pada tengah pada tengah pita suara akan berkembang menjadi
nodul.1
2.2.3. Epidemiologi
Orang-orang yang banyak menggunakan suara cenderung untuk
mendapatkan nodul pada pita suara mereka. Nodul pita suara merupakan
kelainan yang sering terjadi pada anak laki-laki dan wanita dewasa.8
Nodul dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan, yaitu usia 8-12 tahun. Suara serak (disfonia)
yang kronis terjadi lebih dari 5% pada anak-anak sekolah. Anak-anak
biasanya tidak peduli pada suara seraknya. Dari anak-anak tersebut
menderita suara serak yang kronis, nodul adalah penyebab sebanyak 38-
78%. Ini membuat nodul pita suara sebagai penyebab tersering gangguan
suara pada anak-anak usia sekolah. Pada dewasa, wanita lebih sering terkena
19
dari laki-laki. Lesi biasanya berasal dari trauma pada mukosa pita suara
yang tertekan sewaktu vibrasi yang berlebihan.1
2.2.4. Patofisiologi
Asal nodul pita suara berhubungan dengan anatomi pita suara yang
khas. Nodul dapat bilateral dan simetris pada pertemuan sepertiga anterior
dan dua pertiga posterior pita suara. Pada daereah ini terjadi kerja maksimal
yang membebani pita suara, seperti aktivitas berteriak dan bernyanyi. Lesi
biasanya berasal dari trauma pada mukosa pita suara sewaktu vibrasi yang
yang berlebihan dan dijumpai adanya penebalan mukosa yang terletak pada
pita suara.
Selain itu, menurut Benninger nodul dapat bilateral dan simetris
namun seringkali asimetris,7 sedangkan menurut Nurbaiti nodul dapat
ditemukan unilateral jika pita suara kontralateralnya terdapat parese.13 Nodul
berkembang sebagai penebalan hiperplastik dari epitelium karena vocal
abuse.13
Pada tepi pita suara, terdapat ruang potensial subepitel (Reinke’s
Space) yang mudah diinfiltrasi oleh cairan edema atau darah dan mungkin
inilah yang terjadi pada lesi yang disebabkan oleh trauma akibat
penggunaan suara berlebih. Karena nodul merupakan reaksi inflamasi
terhadap trauma mekanis, terlihat perubahan inflamasi yang progresif.
Nodul yang baru biasanya lunak dan berwarna merah. Ditutupi oleh epitel
skuamosa dan stroma dibawahnya mengalami edema serta memperlihatkan
peningkatan vaskularisasi, dilatasi pembuluh darah dan pendarahan
sehingga menimbulkan nodul polipoid dalam berbagai tingkat
pembentukan. Jika trauma atau penyalahgunaan suara ini berlanjut, maka
nodul menjadi lebih matur dan lebih keras karena mengalami fibrosis dan
hialinisasi. Nodul yang matang seperti pada penyanyi profesional tampak
pucat dan fibrotik. Epitel permukaannya menjadi tebal dan timbul keratosis,
akantosis, dan parakeratosis.8 Nodul yang fibrotik dan matur jarang
ditemukan pada anak-anak dan biasanya ditemukan terlambat.9
Pada awalnya pasien mengeluhkan suara pecah pada nada tinggi dan
gagal dalam mempertahankan nada. Selanjutnya pasien menderita serak
yang digambarkan sebagai suara parau, yang timbul pada nada tinggi,
terkadang disertai dengan batuk. Nada rendah terkena belakangan karena
nodul tidak berada pada posisi yang sesuai ketika nada dihasilkan.
Kelelahan suara biasanya cepat terjadi sebelum suara serak menjadi
jelas dan menetap. Jika nodul cukup besar, gangguan bernafas adalah
gambaran yang paling umum.2
Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita nodul pita suara:10,11
1. Suara terdengar kasar, serak dan pecah
2. Menghilangnya kemampuan bernyanyi nada tinggi dengan halus
3. Menurunnya kemampuan modulasi suara
4. Meningkatnya pengeluaran udara saat berbicara (breathiness) dan suara
parau
5. Pada saat bernyanyi terasa seperti memaksa
6. Pemanasan suara yang lebih lama
7. Peningkatan tegangan otot leher dan masalah tenggorokan.
Pada pasien dengan nodul berukuran sedang sampai besar, suara saat
berbicara umumnya lebih rendah daripada biasanya, dalam dan berat
(husky), parau, dan breathy. Sedangkan pasien dengan pembengkakan yang
tidak terlihat sampai sedang biasa bersuara normal. Suara saat berbicara
kurang sensitif dibandingkan dengan suara saat bernyanyi. Pada pasien
dengan pembengkakan yang tak terlihat sampai kecil, terdapat limitasi vokal
saat dilakukan penilaian vokal (seperti diplophonia, tidak dapat bernyanyi
nada tinggi dengan suara yang lembut atau keterlambatan onset
bersuara).10,11
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan
laringoskopi, baik tidak langsung dan langsung. Pada pemeriksaan
laringoskop langsung digunakan endoskopi seperti laringoskopi serat optik
atau video stroboskopi. Pada anak, laring dapat dilihat melalui laringoskopi
21
2.2.8. Tatalaksana
Kunci dari penatalaknsaan adalah membuat pasien mengerti bahwa
penyalahgunaan suara adalah penyebab dari nodul. Secara keseluruhan
terapi dari nodul pita suara mencakup:
a. Istirahat suara total
Hal ini adalah penting untuk penanggulangan awal. Dengan istirahat
suara, nodul yang kecil dapat dengan sendirinya dan hilang seluruhnya. 2
Karena istirahat bersuara merupakan salah satu teknik untuk
mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara.3
b. Eksisi mikrolaring
Pengangkatan nodul dengan cara operasi menjadi pilihan jika nodul
tersebut menetap meskipun sudah mengecil dan pasien merasakan
suaranya tetap tidak membaik setelah terapi yang adekuat. Sebelum
operasi dilakukan, penderita menjalani terapi bicara selama minimal 3
bulan. Nodul dapat dieksisi dengan menggunakan instrumen operasi
25
2.2.9. Prognosis
Prognosis penatalaksanaan nodul pita suara seluruhnya adalah baik.
Penggunaan yang berlebihan secara berlanjut dari suara akan menyebabkan
lesi ini timbul kembali. Nodul ini dapat dicegah atau disembuhkan dengan
istirahay suara dan dengan mempelajari kegunaan suara secara tepat. Jika
kebiasaan yang salah dalam berbicara tidak diubah maka kesempatan akan
tinggi untuk kambuh kembali.1
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Nodul pita suara adalah bentuk laringitis kronis yang terlokalisir, ditandai
dengan adanya lesi berupa massa kecil jaringan inflamasi berbentuk
nodul yang terdapat pada pinggir bebas pita suara yaitu pada pertemuan
sepertiga anterior dan dua pertiga posterior pita posterior pita suara.
2. Penyebabnya adalah vocal abuse yaitu kondisi dimana penggunaan suara
yang berlebihan dalam waktu lama atau penggunaan suara yang tidak
benar.
3. Gejala yang timbul berupa suara serak, kelelahan suara, sesak nafas dan
batuk.
4. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan
laringoskop indirect atau direct serta pemeriksaan histopatologi sebagai
pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis banding adalah laringitis kronis non spesifik, polip pita suara,
papilloma laring, keratosis laring dan pachydermia laring.
6. Pengobatan yang diberikan adalah dengan istirahat dan terapi bicara.
Pada nodul pita suara yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi bicara
diperlukan tindakan operasi pembedahan (eksisi).
26
DAFTAR PUSTAKA
27