Penyusun:
Annisa Nabilla Adwiria, S.Ked.
71 2018 057
Pembimbing:
dr. Sheilla Yonaka Lindri, M. Kes
Tugas Akhir
Judul:
UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN KASUS PNEUMONIA BALITA DI
PUSKESMAS MERDEKA PALEMBANG
Oleh:
Annisa Nabilla Adwiria, S.Ked.
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang /
Puskesmas Merdeka periode 18 Januari 2021 – 31 Januari 2021
dr. Sheilla Yonaka Lindri, M. Kes dr. Hj. Desty Aryani, M. Kes
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Upaya Peningkatan Cakupan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas
Merdeka” sebagai salah satu syarat untuk ujian Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Sheilla Yonaka Lindri, M. Kes, selaku pembimbing dan penguji karya
tulis akhir di Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. dr. Hj. Desty Aryani, M. Kes, selaku dokter Pimpinan Puskesmas Merdeka.
3. Seluruh staff Puskesmas Merdeka.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tugas akhir ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan .........................................................................................3
iv
BAB IV. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................50
5.2 Saran ............................................................................................................50
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi
campak, DPT dan Hib, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi 2. Badan
kesehatan dunia (WHO) menyebut pneumonia sebagai the forgotten killer of
children. Sementara berdasarkan Riskesdas (2013), penyebab kematian bayi
terbanyak diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%). Sedangkan penyebab terbanyak
kematian anak balita adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%) 3,4.
Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2017, perkiraan presentase kasus
penemuan pneumonia pada Provinsi Sumatera Selatan sebesar 3,61%, cakupan
penemuan pneumonia pada balita di indonesia adalah 51,19%. Angka kematian
akibat pneumonia pada balita tahun 2016 sebesar 0,22% pada tahun 2017 menjadi
0,34%. Pada tahun 2017, Angka kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi
lebih tinggi yaitu sebesar 0,56% dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4
tahun sebesar 0,23%5.
Di Puskesmas Merdeka kota Palembang, berdasarkan cakupan kegiatan
penialaian kinerja puskesmas menurut Standar Pelayanan Minimal, cakupan balita
dengan pneumonia yang ditemukan tahun 2019 adalah 57,7% dari target 100%.
Pencapaian Program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) perihal penemuan
kasus pneumonia di Puskesmas Merdeka Palembang tahun 2019 belum memenuhi
target. Oleh sebab itu, penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai tugas akhir
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran
Komunitas di Puskesmas Merdeka Palembang.
2
1.3.2 Tujuan Khusus
a Teridentifikasinya masalah pada Puskesmas Merdeka Palembang tahun
2019.
b Teridentifikasinya prioritas masalah Cakupan Penemuan Kasus
Pneumonia Balita di Puskesmas Merdeka Palembang tahun 2019.
c Teridentifikasinya prioritas akar, penyebab masalah yang merupakan
faktor penyebab rendahnya Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia
Balita di Puskesmas Merdeka Palembang.
d Didapatnya penyelesaiaan masalah terpilih untuk meningkatkan
Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas Merdeka
Palembang.
e Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Untuk Puskesmas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah suatu peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat 6.
Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit). Pneumonia yang dimaksud di sini tidak termasuk dengan pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Dalam pelaksanaan Pemberantasan
Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun
bronchopneumonia disebut pneumonia5.
2.1.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhirakhir
ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif7.
S. Pneumonia merupakan penyebab tersering pneumonia bacterial ada semua
kelompok umur. Virus lebih seringditemukan pada anak kurang dari 5 tahun.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak
kurang dari 3 tahun. Umur yang lebih muda, afenovirus, parainfluenza virus, dan
influenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Clamydia pneumonia,
lebih sering ditemukan pada anak-anak, dan merupakan penyebab tersering pada
anak usia lebih dari 10 tahun. Berikut etiologi pneumonia menurut umur 2:
4
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Haemophillus influenza
Streptococcus grup B Streptococcus pneumonia
Listeria monocytogenes Ureaplasma urealyctims
3 minggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza tipe B
Moraxella cathralis
Virus Staphylococcus aureus
Adenovirus Ureaplasma urealyctims
Virus influenza
Respiratory syncytial virus Virus
Virus parainfluenza 1,2,3 Sitomegalovirus
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe B
Streptococcus pneumonia Moraxella cathralis
Mycoplasma pneumonia Staphylococcus aureus
Neisseria meningitides
Virus
Adenovirus Virus
Virus influenza Virus varisela-Zoster
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe B
Streptococcus pneumonia Legionella
Mycoplasma pneumonia Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Virus influenza
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
Virus Epstein-Barr
Virus varisela-Zoster
Tabel 1. Etiologi Pneumonia Menurut Umur2
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia anak berdasarkan gambaran klinis2 yaitu, sebagai
berikut:
5
a Pneumonia ringan
Ditandai dengan adanya batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas
cepat saja. Indikator nafas cepat:
• Anak umur 2 bulan–11 bulan adalah > 50 kali/menit.
• Anak umur 1 tahun 5 tahun adalah > 40 kali/menit.
b Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernafas ditambah minimal salah satu hal berikut:
• Kepala terangguk-angguk.
• Pernapasan cuping hidung.
• Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
• Foto dada yang menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi dll).
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
• Nafas cepat:
Anak umur < 2 bulan :> 60 kali/menit;
Anak umur 2 – 11 bulan :> 50 kali/menit;
Anak umur 1 – 5 tahun :> 40 kali/menit;
Anak umur > 5 tahun :> 30 kali/menit
• Suara merintih/grunting pada bayi muda.
• Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun,
suara pernapasan bronkial.
Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai bayi tidak dapat menyusu
atau minum/makan atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak
sadar, sianosis, diare dan distress pernapasan berat.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epideologis adalah, sebagai
berikut7:
a Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial
pneumonia).
c Pneumonia aspirasi.
6
d Pneumonia pada penderita immunocompromised, pada pembagian ini penting
untuk memudahkan penatalaksanaan.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan kuman penyebab adalah, sebagai
berikut7:
a Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza.
b Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.
c Pneumonia virus.
d Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
Klasifikasi pneumonia berdasarkan predileksi infeksi adalah, sebagai
berikut7:
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan.
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial.
7
• Status Gizi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Balita yang
mempunyai status gizi baik maka akan mempunyai daya tahan tubuh
yang baik dibandingkan dengan balita status gizi kurang maupun buruk.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai bagian dari faktor risiko
kejadian pneumonia.
• Status Imunisasi
Cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan
pneumonia. Cara yang paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi DPT dan campak. Pemberian imunisasi campak dapat
mencegah kematian pneumonia sekitar 11%, sedangkan imunisasi DPT
dapat mencegah kematian pneumonia sekitar 6%.
• Jenis Kelamin
Di dalam buku pedoman P2 ISPA, disebutkan bahwa anak laki-laki
adalah faktor risiko mempengaruhi kesakitan pneumonia. Anak
perempuan mempunyai kebutuhan biologis dan pada lingkungan yang
optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15-1 kali
lebih diatas anak laki-laki dalam hal tingkat kematian.
• ASI Ekslusif
Kolustrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari
susu buatan. Zat kekebalan pada ASI melindungi bayi dari diare, alergi
dan infeksi saluran napas terutama pneumonia. Bayi yang diberi ASI
eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan bayi yang
tidak menapatkan asupan ASI eksklusif.
• Defisiensi Vitamin A
Pada kasus kekurangan vitamin A, fungsi kekebalan tubuh menurun
sehingga mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakea
dan paru mengalami kreatinisasi sehingga mudah dimasuki oleh kuman
dan virus yang menyebabkan infeksi saluran napas terutama
pneumonia.
8
• Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
BBLR menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental
pada masa balita. Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian yang
lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal
terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat
kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi terutama penumonia dan infeksi saluran pernapasan lainnya.
b. Faktor Ektrinsik
Faktor ektrinsik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko kematian
akibat pneumonia pada balita, kondisi fisik rumah yang berhubungan dengan
kejadian pneumonia antara lain adalah mengenai kelembaban udara, ventilasi
atau proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara
alamiah.
2.1.5 Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit7.
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme
untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan yaitu dengan Inokulasi langsung,
penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol, kolonisasi di
permukaan mukosa7.
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 µm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveolus dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
9
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse)7.
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia 7.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama 7.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel
polimorfonuklear dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis
sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan
alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik
mengelilingi bakteri tersebut, kemudian difagosit.
Proses radang pneumonia dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:
a. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler
dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
10
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam.
c. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
d. Stadium akhir (resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim
paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai
keadaan normal.
2.1.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada7.
11
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi
c. Pemeriksaan penunjang
• Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsolidasi dengan "air bronchogram", penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus7.
• Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat
positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik7.
12
2.1.7 Tatalaksana
a. Pencegahan penyakit menular Pneumonia9
Upaya pencegahan penyakit pneumonia meliputi kelengkapan imunisasi,
perbaikan gizi anak termasuk promosi ASI, peningkatan kesehatan ibu hamil
untuk mencegah BBLR, mengurangi kepadatan hunian rumah, dan
memperbaiki ventilasi rumah.
b. Penanggulangan penyakit menular pneumonia9
Suatu upaya untuk menekan penyakit menular di masyarakat serendah
mungkin sehingga tidak menjadi gangguan kesehatan bagi masyarakat. Ada
tiga kelompok sasaran yaitu:
• Kelompok sasaran langsung pada sumber penularan pejamu. Sumber
penularan pneumonia adalah manusia maka cara paling efektif adalah
dengan memberikan pengobatan.
• Sasaran ditujukan pada cara penularan penyakit pneumonia dapat
berlangsung melalui perantara udara maupun kontak langsung. Upaya
pencegahan melalui kontak langsung bisasanya dititik beratkan ada
penyuluhan kesehatan. Pencegahan penularan melalui udara dapat
dilakukan dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam
potensial.
• Sasaran ditujukan pada pejamu potensial
Peningkatan kekebalan khusus dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi dasar sebagai bagian dari program pembangunan kesehatan
yang ternyata cukup berhasil dalam usaha meningkatkan derajat
kesehatan serta menurunkan angka kematian bayi dan balita. Saat ini
vaksinasi yang dapat mencegah pneumonia pada bayi dan balita yang
diterapkan Indonesia sebagai program imunisasi dasar baru DPT dan
Campak saja. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus
kegiatan utama program P2 ISPA. Program ini mengupayakan agar
istilah pneumonia lebih dikenal di masyarakat sehingga memudahkan
kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang
penanggulangan pneumonia.
13
c. Farmakologi
• Pneumonia Ringan2
Anak dirawat jalan
Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2
kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk
membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau
keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.
Ketika anak kembali:
1) Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu
makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
2) Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada
perubahan, ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk
kembali 2 hari lagi.
3) Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit.
• Pneumonia Berat2
Anak dirawat di rumah sakit
Terapi Antibiotik:
1) Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6
jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila
anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.
2) Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
3) Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat
keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis,
distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25
mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
14
4) Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan
oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisinkloramfenikol atau
ampisilin-gentamisin.
5) Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV
sekali sehari).
6) Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan
buat foto dada.
7) Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk
pneumonia stafilokokal), ganti antibiotic dengan gentamisin (7.5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV
setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian).
Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau
dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
• Terapi Oksigen2
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat.
Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila
tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen
setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila
saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak
berguna.
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan
oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak
direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus menerus setiap
waktu.
Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit)
tidak ditemukan lagi. Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3
jam bahwa kateter atau prong tidak tersumbat oleh mukus dan berada
15
di tempat yang benar serta memastikan semua sambungan baik. Sumber
oksigen utama adalah silinder. Penting untuk memastikan bahwa semua
alat diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta
staf diberitahu tentang penggunaannya secara benar.
• Perawatan Penunjang2
Bila anak disertai demam (> 390C) yang tampaknya menyebabkan
distres, beri parasetamol.
Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat.
Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.
Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur
anak, tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.
1) Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.
2) Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan
cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan
oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk
meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia
aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan
nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.
Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan.
Beri makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan
anak dalam menerimanya.
• Pemantauan2
Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh
dokter minimal 1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari
akan tampak perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya
tarikan dinding dada, bebas demam dan anak dapat makan dan minum).
16
2.1.8 Program Pemberantasan Penyakit ISPA di MTBS
Program P2 ISPA adalah suatu program pemberantasan penyakit menular
yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat
infeksi saluran pernapasan akut, terutama pneumonia pada usia di bawah lima
tahun. Program P2 ISPA dikembangkan dengan mengacu pada konsep manajemen
terpadu pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan berbasis
wilayah. Konsep terpadu meliputi penanganan pada sumber penyakit, faktor risiko
lingkungan, faktor risiko perilaku, faktor risiko perilaku dan kejadian penyakit
dengan memperhatikan kondisi lokal. Tugas pemberantasan penyakit ISPA
merupakan tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi
keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya 10. Dokter puskesmas mempunyai
tugas sebagai berikut9:
a. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau
sarana dan tenaga yang tersedia.
b. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar
kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
c. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia berat ataupun
penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat atau
paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.
d. Memberikan pengobatan kasus penumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke
rumah sakit.
e. Bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu
yang mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda penyakit
pneumonia serta tindakan penunjang di rumah.
f. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi
wewenang mengobati penderita penyakit ISPA.
g. Melatih kader untuk bisa mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan
penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyakit ISPA.
h. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan
pemberantasan penyakit ISPA.
17
i. Mendeteksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas
pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.
Paramedis Puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut 9:
a. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang
ada.
b. Melakukan konsultasi kepada dokter puskesmas untuk kasus-kasus ISPA
tertentu seperti pneumonia berat, penderita dengan wheezing dan stridor.
c. Bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter melatih kader.
d. Memberikan penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
e. Melakukan tugas-tugas lain yang diberika oleh pimpinan Puskesmas
sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA
Kader Kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut 10:
a. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (penumonia berat dan
pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
b. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa
(bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal
tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit.
c. Merujuk kasus penumonia berat ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat.
d. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk.
18
• Sosialisasi Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman,
kesadaran, kemandirian dan menjalin kerjasama bagi pemangku
kepentingan di semua jenjang melalui pertemuan berkala,
penyuluhan/KIE.
b. Penemuan dan Tatalaksana Pneumonia Balita.
Penemuan penderita pneumonia Penemuan dan tatalaksana Pneumonia
merupakan kegiatan inti dalam pengendalian Pneumonia Balita.
• Penemuan penderita secara pasif
Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan
kesehatanseperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan
Rumah sakit swasta.
• Penemuan penderita secara aktif
Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita
baru dan penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk
kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.
Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:
• Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas
• Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam (TDDK) dan hitung napas.
• Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur < 2 bulan dan
2 bulan - < 5 tahun
• Melakukan klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran bernapas;
pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia
Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita
Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita suatu Puskesmas didasarkan
pada angka insidens Pneumonia Balita dari jumlah Balita di wilayah kerja
Puskesmas yang bersangkutan. Jika angka insidens pneumonia untuk suatu
daerah belum diketahui maka dapat digunakan angka perkiraan (nasional)
insidens pneumonia Balita di Indonesia yang dihitung 10% dari total populasi
balita. Jumlah Balita di suatu daerah diperkirakan sebesar 10% dari jumlah
total penduduk. Namun jika provinsi, kabupaten/kota memiliki data jumlah
19
Balita yang resmi/riil dari pencatatan petugas di wilayahnya, maka dapat
menggunakan data tersebut sebagai dasar untuk menghitung jumlah penderita
pneumonia Balita. Rumus perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita di
suatu wilayah kerja per tahun adalah sebagai berikut:
• Bila jumlah Balita sudah diketahui
Insidens pneumonia Balita = 10% jumlah balita
• Bila jumlah balita belum diketahui
Perkiraan jumlah balita = 10% jumlah penduduk
Target
Target penemuan penderita pneumonia Balita adalah jumlah penderita
pneumonia Balita yang harus ditemukan/dicapai di suatu wilayah dalam 1 tahun
sesuai dengan kebijakan yang berlaku setiap tahun secara nasional.
Tatalaksana
pneumonia Balita Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan
Pengendalian ISPA untuk pengendalian pneumonia pada Balita didasarkan
pada pola tatalaksana penderita ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang
telah mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia.
Setelah penderita pneumonia Balita ditemukan dilakukan tatalaksana sebagai
berikut:
• Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: kotrimoksazol,
amoksisilin selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan seperti
parasetamol, salbutamol (dosis dapat dilihat pada bagan terlampir).
• Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2
hari setelah mendapat antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.
• Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat.
c. Ketersediaan Logistik
Meliputi ketersediaan obat, alat contohnya oxymetri, media KIE, pedoman
dan media pencatatan dan pelaporan.
d Supervisi
Supervisi dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pengendalian ISPA
berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan/ditetapkan dalam pedoman
20
baik di provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas dan rumah sakit menggunakan
instrumen supervisi (terlampir). Supervisi dilakukan secara berjenjang
difokuskan pada propinsi, kab/kota, Puskesmas yang:
• Pencapaian cakupan rendah
• Pencapaian cakupan tinggi namun meragukan
• Kelengkapan dan ketepatan laporan yang kurang baik
e. Pencatatan dan Pelaporan
Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian ISPA diperlukan data dasar
(baseline) dan data program yang lengkap dan akurat. Data dasar atau
informasi tersebut diperoleh dari:
• Pelaporan rutin berjenjang dari fasilitas pelayanan kesehatan hingga ke
pusat setiap bulan. Pelaporan rutin kasus pneumonia tidak hanya
bersumber dari Puskesmas saja tetapi dari semua fasilitas pelayanan
kesehatan baik swasta maupun pemerintah.
• Pelaporan surveilans sentinel Pneumonia semua golongan umur dari
lokasi sentinel setiap bulan.
• Laporan kasus influenza pada saat pandemic
Disamping pencatatatan dan pelaporan tersebut di atas, untuk memperkuat
data dasar diperlukan referensi hasil survei dan penelitian dari berbagai
lembaga mengenai pneumonia. Data yang telah terkumpul baik dari institusi
sendiri maupun dari institusi luar selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan baik oleh Puskesmas,
kabupaten/kota maupun provinsi. Di tingkat Puskemas pengolahan dan
analisis data diarahkan untuk tujuan tindakan koreksi secara langsung dan
perencanaan operasional tahunan. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota
diarahkan untuk tujuan bantuan tindakan dan penentuan kebijakan
pengendalian serta perencanaan tahunan/5 tahunan di wilayah kerjanya
masing-masing.
Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat menghasilkan kajian
dan evaluasi program yang tajam sehingga tindakan koreksi yang tepat dan
perencanaan tahunan dan menengah (5 tahunan) dapat dilakukan.
21
Kecenderungan atau potensi masalah yang mungkin timbul dapat diantisipasi
dengan baik khususnya dalam pengendalian Pneumonia
f. Kemitraan dan Jejaring
Kemitraan merupakan faktor penting untuk menunjang keberhasilan program
pembangunan. Kemitraan dalam program Pengendalian ISPA diarahkan
untuk meningkatkan peran serta masyarakat, lintas program, lintas sektor
terkait dan pengambil keputusan termasuk penyandang dana. Dengan
demikian pembangunan kemitraan diharapkan dapat lebih ditingkatkan,
sehingga pendekatan pelaksanaan pengendalian ISPA khususnya Pneumonia
dapat terlaksana secara terpadu dan komprehensif. Intervensi pengendalian
ISPA tidak hanya tertuju pada penderita saja tetapi terhadap faktor risiko
(lingkungan dan kependudukan) dan faktor lain yang berpengaruh melalui
dukungan peran aktif sektor lain yang berkompeten.
Untuk keberhasilan program Pengendalian ISPA diperlukan peningkatan
jejaring kerja (networking) dengan pemangku kepentingan. Berbagai manfaat
yang dapat diperoleh dari jejaring antara lain pengetahuan, keterampilan,
informasi, keterbukaan, dukungan, membangun hubungan, dll dalam upaya
pengendalian pneumonia di semua tingkat.
g. Peningkatan Kapasitas SDM
Dilakukan dengan cara pelatihan pelatih (TOT), pelatihan bagi tenaga
Kesehatan, pelatihan autopsi verbal, pelatihan pengendalian ISPA bagi
tenaga Kesehatan.
h. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring atau pemantauan pengendalian ISPA dan kesiapsiagaan
menghadapi pandemi influenza perlu dilakukan untuk menjamin proses
pelaksanaan sudah sesuai dengan jalur yang ditetapkan sebelumnya. Apabila
terdapat ketidaksesuain maka tindakan korektif dapat dilakukan dengan
segera. Monitoring hendaknya dilaksanakan secara berkala (mingguan,
bulanan, triwulan). Evaluasi lebih menitikberatkan pada hasil atau
keluaran/output yang diperlukan untuk koreksi jangka waktu yang lebih lama
misalnya 6 bulan, tahunan dan lima tahunan. Keberhasilan pelaksanaan
22
seluruh kegiatan pengendalian ISPA akan menjadi masukan bagi
perencanaan tahun/periode berikutnya.
2.2 Puskesmas
2.2.1 Definisi
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya11.
2.2.2 Tujuan
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang11:
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat.
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.
c. Hidup dalam lingkungan sehat, dan
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.
2.2.3 Wewenang
Dalam menyelenggarakan fungsi maka Puskesmas berwenang untuk11:
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat
dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan Kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang Kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor lain terkait.
23
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan danupaya
kesehatan berbasis masyarakat.
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas.
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan Kesehatan.
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan, dan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
24
b. Dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan. Perencanaan yang dilakukan hanya sekali bukanlah
perencanaan yang dianjurkan. Ada hubungan yang bekelanjutan antara
perencanaan dengan berbagai fungsi administrasi lain yang dikenal.
Disebutkan perencanaan penting untuk pelaksanaan, yang apabila hasilnya
telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan perencanaan penting untuk pelaksanaan,
yang apabila hasilnya telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan perencanaan.
c. Berorientasi pada masa depan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa depan.
Artinya, hasil dari pekerjaan perencanaan tersebut, apabila dapat
dilaksanakan, akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya pada saat
ini tapi pada masa yang akan datang.
d. Mampu menyelesaikan masalah
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mampu menyelesaikan berbagai
masalah dan ataupun tantangan yang dihadapi. Penyelesaian masalah dan
ataupun tantangan yang dimaksudkan disini tentu harus disesuaikan dengan
kemampuan.
e. Mempunyai tujuan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang
dicantumkan secara jelas. Tujuan yang dimaksudkan disini biasanya
dibedakan atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan uraian secara
garis besar, serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik.
f. Bersifat mampu kelola
Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola, dalam arti
bersifat wajar, logis, objektif, jelas, runtun, fleksibel serta telah disesuaikan
dengan sumber daya. Perencanaan yang disusun tidak logis serta tidak runtun,
apalagi yang tidak sesuai dengan sumberdaya, bukanlah perencanaan yang
baik.
25
2.3.3 Macam – Macam Perencanaan
Perencanaan banyak macamnya. Untuk keberhasilan pekerjaan perencanaan,
perlulah dipahami berbagai macam perencaan tersebut. Macam perencanaan yang
dimaksud adalah11:
a. Ditinjau dari jangka waktu berlakukanya rencana
• Perencanaan jangka panjang
• Perencanaan jangka menengah
• Perencanaan jangka pendek
b. Ditinjau dari frekuensi penggunaan
• Digunakan satu kali
• Digunakan berulang kali
c. Ditinjau dari tingkatan rencana
• Perencanaan induk
• Perencanaan operasional
• Perencanaan harian
d. Ditinjau dari filosofi perencanaan
• Perencanaan memuaskan
• Perencanaan optimal
• Perencanaan adaptasi
e. Ditinjau dari orientasi waktu
• Perencanaan berorientasi masa lalu-kini
• Perencanaan berorientasi masa depan
• Perencanaan kebijakan
f. Ditinjau dari ruang lingkup
• Perencanaan strategic
• Perencanaan taktis
• Perencanaan menyeluruh
• Perencanaan terpadu
26
2.3.4 Tujuan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)12
a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan manajemen di puskesmas dalam menyusun
perencanaan kegiatan tahunan berdasarkan fungsi dan azas
penyelenggaraannya.
b. Tujuan Khusus
• Tersusunnya rencana usulan kegiatan (RUK) puskesmas untuk tahun
berikurnya dalam upaya mengatasi masalah atau sebagian masalah
kesehatan masyarakat.
• Tersusunnya rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) setelah diterimanya
alokasi sumber daya untuk kegiatan tahun berjalan dari berbagai
sumber.
27
• Puskesmas mempelajari kebijakan dan pengarahan yang telah
ditetapkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan
propinsi dan departemen kesehatan.
b. Tahap Analisis Situasi
Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh infomasi mengenai keadaan dan
permasalahan yang dihadapi puskesmas melalui proses analisis terhadap data
yang dikumpulkan. Tim yang telah disusun oleh kepala puskesmas
melakukan pengumpulan data. Ada dua kelompok data yang perlu
dikumpulkan yaitu data umum dan data khusus.
c Tahap Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
• Identifikasi Masalah, dilaksanakan dengan membuat daftar masalah
yang dikelompokkan menurut jenis upaya, target, pencapaian, dan
masalah yang ditemukan.
• Prioritas Masalah, mengingat adanya keterbatasan kemampuan dalam
mengatasi masalah, ketidaktersediaan teknologi yang memadai atau
adanya keterkaitan satu masalah dengan masalah lainnya, maka perlu
dipilih masalah prioritas dengan jalan kesepakatan tim. Bila tidak
dicapai kesepakatan dapat ditempuh dengan menggunakan kriteria lain.
Dalam penetapan urutan prioritas masalah dapat mempergunakan
berbagai macam metode seperti metode USG (Urgency, Seriousness,
Growth) dan sebagainya.
Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu alat untuk
menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Caranya dengan
menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan
menentukan skala nilai 1-5 atau 1-10. Isu yang memiliki total skor
tertinggi merupakan isu prioritas.
• Mencari Akar Penyebab Masalah, setelah ditentukan masalah yang
menjadi prioritas, selanjutnya dicari akar penyebab dari masalah
tersebut. Penyebab masalah agar dikonfirmasi dengan data di
Puskesmas. Beberapa metode yang dapat dipergunakan dalam mencari
akar penyebab masalah yaitu:
28
- Diagram sebab akibat dari Ishikawa (diagram tulang ikan/ fish
bone).
- Pohon Masalah (Problem Trees).
• Pemecahan Masalah, untuk menetapkan cara pemecahan masalah dapat
dilakukan kesepakatan di antara anggota tim dengan didahului
brainstorming (curah pendapat). Bila tidak terjadi kesepakatan dapat
digunakan tabel cara pemecahan masalah. Langkah-langkah
pemecahan masalah sebagai berikut:
- Brainstorming (curah pendapat).
Dilaksanakan untuk membangkitkan ide/gagasan/pendapat tentang
suatu topik atau masalah tertentu dari setiap anggota tim dalam periode
waktu yang singkat dan bebas dari kritik.
- Kesepakatan di antara anggota tim, berdasarkan hasil dari curah
pendapat (brainstorming).
- Bila tidak terjadi kesepakatan, digunakan metode Tabel cara
pemecahan masalah
29
BAB III
PROFIL PUSKESMAS MERDEKA
30
3.2 Profil Wilayah
3.2.1 Letak Geografis
Puskesmas Merdeka terletak di Jalan Merdeka No.66 Kelurahan Talang
Semut Kecamatan Bukit Kecil. Puskesmas ini tepat di pinggir jalan raya yang cukup
strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Selain itu juga banyak dilalui
kendaraan umum dan pejalan kaki.
No. Nama Kelurahan Luas Wilayah
1 19 Ilir 35.5 km2
2 22 Ilir 9 km2
3 26 Ilir 31.5 km2
4 Talang Semut 47 km2
Total 123 km2
Tabel 2. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Merdeka
Wilayah kerja Puskesmas Merdeka ini berbatasan dengan:
• Sebelah Utara: Kelurahan 23 ilir, 24 ilir (wilayah kerja puskesmas 23 ilir)
• Sebelah Timur: Kelurahan 28 ilir, 29 ilir, dan 30 ilir (kec.IB I)
• Sebelah Selatan: Kelurahan 16 ilir (Kec.IT I)
• Sebelah Barat: Kelurahan 26 ilir D I (Kecamatan IB I)
31
KELURAHAN
No Deskripsi Talang 22 19 26
Jumlah
Semut Ilir Ilir Ilir
1 Jumlah Penduduk 2328 2166 6500 5092 16086
Jumlah Kepala Keluarga (KK)
2 a. KK Gakin 776 577 431 1760 3544
b. KK Non Gakin 878 237 320 1684 3119
3 Jumlah Ibu Hamil 97 32 27 107 263
4 Jumlah Ibu Bersalin (Bulin) 96 31 26 106 259
5 Jumlah Ibu Nifas (Bufas) 96 31 26 106 259
Jumlah Wanita Usia Subur
6 799 308 308 914 2329
(WUS)
Jumlah Wanita Peserta KB
7 1051 444 388 2095 3978
Aktif
8 Jumlah Bayi 95 31 26 105 257
9 Jumlah Anak Balita 190 143 134 343 810
10 Jumlah Anak Batita 192 120 101 350 763
11 Jumlah Anak Baduta 105 52 54 215 426
12 Jumlah Remaja 951 425 420 1212 3008
13 Jumlah Usila 500 207 132 361 1200
Jumlah Taman Kanak
14 Kanak (TK) 3 0 2 1 6
Jumlah PAUD 3 0 0 4 7
Jumlah SD / Madrasah Ibtidaiyah
15 a. Negeri 0 0 0 2 2
b. Swasta 3 0 1 2 6
Jumlah SMP / Sederajatnya
16 a. Negeri 1 0 0 0 1
b. Swasta 3 0 0 1 4
Jumlah SMA / Madrasah Aliyah
17 a. Negeri 0 0 0 0 0
b. Swasta 2 0 0 0 2
18 Jumlah Rumah 1169 312 469 1296 3246
19 Jumlah Rumah sehat 1023 249 375 1036 2683
Tabel 3. Peta Demografi di Wilayah Puskesmas Merdeka
32
Kelompok JUMLAH PENDUDUK
No. Umur Laki
Perempuan Jumlah
(Tahun) Laki
1 0–4 420 448 868
2 5–9 353 376 729
3 10 – 14 1043 1080 2123
4 15 – 19 980 1044 2024
5 20 – 24 1240 1372 2612
6 25 – 29 1040 1172 2212
7 30 – 34 730 1026 1756
8 35 – 39 540 740 1280
9 40 – 44 460 486 946
10 45 – 49 125 135 260
11 50 – 54 120 125 245
12 55 – 59 105 126 231
13 60 – 64 130 120 250
14 65 – 69 105 102 207
15 70 – 74 95 98 193
16 75+ 74 76 150
Jumlah 7560 8526 16086
Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut JK dan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Merdeka
Tabel 5. Luas Wilayah, Jumlah Desa / Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga,
dan Kepadatan Penduduk Tahun 2018
33
No Kelurahan TK/PAUD SD SMP SMA PT
1 19 Ilir 2 1 0 0 0
2 22 Ilir 0 0 0 0 1
3 26 Ilir 5 4 1 0 0
4 Talang Semut 6 3 4 2 1
Jumlah 13 8 5 2 2
Tabel 6. Distribusi Sarana Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Merdeka Tahun 2018
Sumber: Data Dasar Puskesmas Merdeka Tahun 2019
34
6. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas)
7. Pelayanan kesehatan jiwa
8. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat
9. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
10. Pelayanan kesehatan olahraga
11. Pelayanan kesehatan indera
12. Pelayanan kesehatan lansia
13. Pelayanan kesehatan kerja
Seluruh program kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam Gedung, di
fasilitasi dengan adanya ruang dan peralatan yang memadai, program kerja, sumber
daya manusia yang selalu ditingkatkan kemampuannya, dan protap-protap sebagai
stadar penilaian.
3.2.5 Ketenagaan
Adapun sumberdaya manusia yang ada di Puskesmas Merdeka meliputi
medis, paramedis dan non kesehatan yang masing-masing bertanggungjawab
terhadap tugas pokok atau tugas intergrasi dan fungsinya.
No. Nama NIP Jabatan
1 Dr.Hj. Desty Aryani, M. Kes 196306271989032003 Dokter Utama
2 Drg. Endah Wulandari 196605191992032004 Dokter Gigi Madya
3 Hj. Yuniar 196208071984082001 Perawat Gigi Penyelia
4 B. Sriwahyuningsih, AMKL 196301021984102001 Sanitarian Penyelia
5 Rosida, Am. Keb 197112031991032001 Bidan Penyelia
6 Fournita Oktaviana, S. Pd 197310071996032001 Perawat Penyelia
7 Yuniar 196403311987012001 Ass Apoteker Pelaks Lanj
8 dr. Marina, Sp. OG 197701162007012016 Dokter Obsetri dan Ginekologi
9 dr. Susilawati Yusuf 19811102010012009 Dokter Umum
10 Nurbaiti Leonita, AMAK, SKM 196908091990032001 Pranata Lab.Kes. Penyelia
11 Dian Aryogo S, M. Si, Psikolog 197611072003121007 Psikolog
12 dr. Sari Afiah Miyuki Rifani 198401262010012008 Dokter Umum
13 Ida Yulianis, AMG 196507261988032001 Staf Gizi
14 Tirasma Manalu, Am. Keb 196708301994032005 Bidan Penyelia
15 RA. Nurul Komariah, SKM 197306171994032003 Pengadministrasi
16 Raden Ayu Eva Liza, AMKG 197101061991032004 Perawat Gigi Penyelia
17 Hj. Dewi Evita Tourisia, SKM 197303191993032001 Perw. Pelaks. Lanjutan
35
18 Sudayat 196311191991031006 Pengadministrasi
19 Sukmawati, SKM 196809191997032002 Perw. Pelaks. Lanjutan
20 H. Dalius Adikara, Am.Kep, 197908262003121002 Perw. Pelaks. Lanjutan
SKM
21 Nurul Andriani, ST 197506181997032002 Ass. Apoteker Pelaks. Lanjt
22 Revyka Handayani, SKM 198103262000032001 Perawat Pelaksana
23 Valentina Manik, Am. Keb 197507282005022001 Bidan Pelaksana Lanjutan
24 Riska Yanti, S.ST 198805172009032001 Bidan Pelaksana Lanjutan
25 Lasmini Maharani, SKM 198202022014072002 Pengadministrasi
26 Ega Selvia, Am. Keb 198710102011012009 Bidan Pelaksana
27 Nova Angriani, Am. Keb 198311052014072001 Bidan
28 Yessy Rika Milasari, Am. Kep 198407182014072001 Perawat
29 Happy Marlina, Am. Keb 197703212014072001 Bidan
30 Nurleni 198209092014072002 Pengadministrasi
31 Reny Anggraini 198408302014072001 Pengadministrasi
32 Ranggun Farah Diba 198506072014072001 Pengadministrasi
33 Yeni Leswari, Am.kep, SKM 198208312009032001 Perawat pelaksana lanjutan
34 dr. Msy. Mastura Fatma Sari BLUD Dokter Fungsional
35 dr. Novasari BLUD Dokter Fungsional
36 dr. Meitry Tiara Nanada Honor Dokter Fungsional
37 Kms. M.Akib Honor Sopir/pengadministrasi
38 Nur Hotimah Honor pengadministrasi
39 Mas Ayunis Honor pengadministrasi
40 Indah Suryani, Am. Kep Honor Perawat
41 Lucy Astriana, Amd Honor pengadministrasi
42 Retno, SKM BLUD Administrator kesehatan
43 Nurlina, Am. Keb Honor Bidan
44 Ayu Permata Sari, S. Kep Honor pengadministrasi
45 M. Denta Tri Laksana, A. Md BLUD Operator Akutansi
46 Yuhannisa Permata Sari, Analis
BLUD
AMAK
47 Indri Fepmasari, Amd. Keb Honor Bidan
48 Deska Herliani, SKM., M. Kes BLUD Petugas Promkes
49 Nurul Ismarani, Am. Keb Honor Bidan
50 Marina Puspita, SKM BLUD Administrator Kesehatan
51 Dinda Andyana Putri Honor Petugas Informasi
52 Riskya Dwi Intan, Am. Keb Honor Bidan
53 Desi Novalisa, Am. Keb Honor Bidan
54 Siti Wulan Dari, Amd. Perkes BLUD pengadministrasi
55 Neriz Novem, Amd. Keb Honor Bidan
56 Indira Amelia Putri, Amd. Keb BLUD Bidan
57 Intan Anastasia Farasilva BLUD pengadministrasi
36
58 Novi Dyanitami, S. Psi Honor pengadministrasi
59 RA. Anggun Nuraini, STR. Keb BLUD Bidan
60 Tirta Elvera, Amd. Keb Honor Bidan
61 Melaty Ruslaini, AMAK Honor Analis
62 Maghfira Ridho Pratama, Amd BLUD IT
63 Bernie Randyka Gumay, Amd. pengadministrasi
Honor
PK
Tabel 7. Daftar Pegawai Puskesmas Merdeka Tahun 2019
• Tata Nilai
Budaya Kerja Puskesmas MERDEKA:
M: Melayani dengan sepenuh hati dan mengutamakan kepuasan pelanggan
E: Elok hati senyum sapa dan salam
R: Rasa kekompakan dan kekeluagaan
D: Disiplin kerja selalu diutamakan
E: Etika dijaga jujur ikhlas dan tanggung jawab
K: Kebersihan diri dan lingkungan kerja
A: Apapun yang dikerjakan sesuai dengan SOP
37
• Struktur Organisasi
Sistem info. Puskesmas
Kepala Puskesmas
kepegawaian
Kasubag Tata
Usaha
Rumah Tangga
keuangan
38
• Kebijakan Mutu Puskesmas Merdeka
Puskesmas merdeka bertekad meningkatkan kualitas pelayanan secara
berkesinambunga berdasarkan standar yang ditetapkan demi tercapainya
kepuasan masyarakat.
• Proses Pelayanan
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan Upaya Kesehatan
Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat, yang keduanya jika ditinjau
dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu :
- Upaya Kesehatan Wajib.
Adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional,
regional, dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini
harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas. Adapun upaya kesehatan
wajib tersebut adalah :
• Upaya Promosi Kesehatan.
• Upaya Kesehatan Lingkungan.
• Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta KB.
• Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
• Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular.
• Upaya Pengobatan.
- Upaya Kesehatan Pengembangan.
Adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan
yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan puskesmas.
39
• Ruang Lingkup
Lingkup pedoman mutu ini disusun berdasarkan persyaratan ISO 9001: 2008
dan standar akreditasi puskesmas, yang meliputi:
- Persyaratan umum sistem manajemen mutu.
- Tanggung jawab manajemen.
- Manajemen sumber daya.
- Proses pelayanan yang terdiri dari penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Masyarakat yang meliputi upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan
pengembangan
- Pelayanan Klinis. Dalam penyelenggaraan UKM dan pelayanan klinis
memperhatikan keselamatan pasien dengan menerapkan manajemen
resiko.
• Tujuan
Pedoman mutu ini disusun sebagai acuan bagi Puskesmas Merdeka dalam
membangun sistem manajemen mutu dan akreditasi baik untuk
penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat maupun untuk
penyelenggaraan pelayanan klinis.
• Landasan Hukum
Landasan hukum yang digunakan dalam menyusun pedoman mutu ini adalah:
1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional Lembaran Negara tahun 2012 nomor 193
4. Keputusan Menteri Kesehaan RI Nomor 574/Menkes/SK/I/2000 Tahun
2000 Tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia
Sehat 2010
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 951/Menkes/SK/I/2000
Tahun 2000 Tentang Upaya Kesehatan Dasar di Puskesmas
40
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 004/Menkes/SK/I/2003
Tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan
7. Keputusan Menteri Kesahatan RI Nomor 102/Menkes/SK/VIII/2003
tahun 2003 Tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman
Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 147/Menkes/SK/XI/2003
tahun 2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 75/Menkes/SK/2014 Tahun
2014 Tentang Puskesmas
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 59/2015 Tentan Komisi
Akreditasi FKTP
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2015 tentang Akreditasi
Puskesmas, Klinik Pratama, Praktek Dokter Mandiri, Prakter Dokter
Gigi Mandiri.
Acuan yang digunakan dalam menyusun pedoman mutu ini adalah: standar
akreditasi puskesmas dan persyaratan ISO 9001:2008
41
BAB IV
PEMBAHASAN PEMBINAAN KELUARGA
42
Masalah
Masalah 1 Masalah 2 Masalah 3
Kriteria
Urgensi (U) 5 5 5
Keseriusan (S) 4 4 5
Perkembangan
4 4 4
(G)
UxSxG 80 80 100
Tabel 9. Matriks USG Prioritas Masalah
Keterangan:
1: sangat kecil 4: besar
2: kecil 5: sangat besar
3: sedang
Berdasarkan matriks USG diatas yang menjadi prioritas masalah adalah
adalah penemuan kasus Pneumonia Balita. Masalah tersebut menjadi prioritas
karena apabila tidak ditindaklanjuti, maka akan menimbulkan berbagai komplikasi
dari pneumonia, sehingga akan meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas
pasien.
43
4.4 Akar Penyebab Masalah
Kemungkinan Penyebab masalah dapat berasal dari Input (Sumber daya),
Proses (Pelaksana Kegiatan) dan Lingkungan, untuk mencari akar penyebab
masalah dapat menggunakan fishbone diagram seperti tertera dalam gambar
berikut:
MANUSIA METODE
kurangnya
Peran kader belum maksimal penyuluhan mengenai Cakupan
penyakit pneumonia penemuan
kasus
pneumonia
pada balita
masih rendah
sarana penyuluhan Dana pelatihan (57,7%) dari
kurang kader kurang target (100%)
Dana transport kesadaran
kurang masyarakat
sosial
ekonomi masih
rendah kurang
SARANA DANA
LINGKUNGAN
44
prioritas penyebab masalah, dan kegiatan dengan menggunakan beberapa kriteria
yang telah disepakati sebagai berikut:
• Besarnya penyebab masalah adalah kesenjangan antara target dengan
cakupan pencapaian, makin besar kesenjangan maka makin buruk kinerjanya
dan semakin tinggi skor yang diberikan.
• Kepentingan (importance) adalah gambaran seberapa jauh pelayanan
dianggap penting untuk ditanggulangi. Kepentingan dapat dinilai dari
beberapa hal, misalnya ada hubungan langsung/tidak langsung. Semakin
penting penyebab masalah semakin tinggi prioritas atau angka. Apabila satu
penyebab masalah diselesaikan maka akan sekaligus bisa menyelesaikan
beberapa masalah lainnya. Makin banyak penyebab masalah yang dapat
diselesaikan, maka penyebab masalah tersebut tergolong penting dan
mendapat skor lebih tinggi.
• Kemudahan/kelayakan (feasibility) adalah seberapa jauh masalah pelayanan
dapat ditanggulangi. Kemudahan dapat dinilai dari tersedianya sarana,
prasarana, SDM, metoda, teknologi, dana, dan lain-lain. Makin sedikit
sumberdaya yang dibutuhkan, maka makin tinggi nilai yang diberikan.
• Dukungan untuk perubahan (support of change) adalah besarnya dukungan
dari stakeholder (Pemda, LSM, institusi terkait, masyarakat, tokoh
masyarakat, dan lain-lain). Dukungan dapat berupa kebijakan, dana, dan
keterlibatan. Makin banyak dukungan yang didapat untuk suatu masalah,
maka makin tinggi skor yang diberikan.
• Risiko (risk if nothing is done) adalah besarnya risiko apabila masalah suatu
penyebab masalah tidak segera ditangani. Semakin besar risikonya, maka
semakin tinggi angkanya.
Sepakati nilai yang akan diberikan untuk masing-masing krteria. Misalnya 1= tidak
penting, 2= kurang penting, 3= penting, 4= sangat penting. Nilai akhir didapat dari
perkalian nilai kriteria.
45
Tabel 11. Penentuan Prioritas Penyebab Masalah
Metode
• Penjaringan kasus
pneumonia masih 4 3 2 3 3 216
kurang
(VI)
• Kurangnya
penyuluhan 4 4 4 4 4 1024
mengenai
penyakit (I)
pneumonia
Sarana
• Sarana
penyuluhan 3 4 3 4 2 288
kurang
(V)
Dana
• Dana transport 3 2 2 2 3 72 (IX)
kurang
• Dana pelatihan 3 3 3 2 2 108 (VIII)
kader kurang
Lingkungan
• Kesadaran
masyarakat masih 3 4 2 3 3 216 (VII)
kurang
• Sosial ekonomi 2 3 2 2 2 48 (X)
rendah
46
Masalah yang mempunyai total angka tertinggi dari hasil penjumlahan yang
akan menjadi prioritas masalah. Dari akar penyebab masalah di atas, yang menjadi
prioritas masalah adalah Kurangnya penyuluhan mengenai penyakit
pneumonia.
47
Setelah mendapatkan prioritas penyebab masalah yaitu kurangnya frekuensi
dan keefektifan penyuluhan pada masyarakat mengenai pneumonia balita lalu
dilakukan penentuan alternatif pemecahan masalah yaitu sebagai berikut:
Alternatif Total
Evidence Mampu
No. Pemecahan Kegiatan Konsistensi Penerimaan Nilai
Based Laksana
Masalah
1 Meningkatkan 1) meningkatkan 3 3 4 4 144
penyuluhan frekuensi (II)
tentang penyuluhan
pneumonia di 2) melakukan pelatihan 4 4 4 4 256
masyarakat kepada kader dan (I)
tenaga kesehatan
tentang cara
penyuluhan yang
baik
48
4.7 Rencana Usulan Kegiatan
Kebutuhan Sumber
Daya Indikator Sumber
Kegiatan Tujuan Sasaran Target
Dana Alat Tenaga Keberhasilan Pembiayaan
pelatihan Meningkatan Masyarakat Tenaga BOK Leaflet, Tenaga penemuan kasus BOK
tentang cara pengetahuan kesehatan mic, kesehatan pneumonia di
penyuluhan tenaga dan kader speaker, dan kader. Puskesmas
yang baik kesehatan dan laptop Merdeka
kader tentang Palembang
cara penyuluhan mencapai target
yang baik
49
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Masalah di Puskesmas Merdeka tahun 2019 yaitu Insidensi Rate DBD,
Penemuan kasus Pneumonia Balita, Pelayanan kesehatan pada usia produktif.
2. Prioritas masalah yang ada di Puskesmas Merdeka tahun 2019 penemuan
kasus pneumonia oleh puskesmas dan kader.
3. Berdasarkan data, ditemukan penyebab masalah rendahnya cakupan
penemuan kasus pneumonia yaitu kurangnya pengetahuan orangtua
mengenai penyakit pneumonia, rendahnya rasa ingin tahu terhadap penyakit
pneumonia dan komplikasinya, peran kader yang belum maksimal,
kurangnya penyuluhan mengenai penyakit pneumonia serta penjaringan
kasus pneumonia yang masih kurang, kemudian sarana untuk penyuluhan pun
masih kurang, dana transport dan dana pelatihan kader masih kurang serta
social ekonomi masyarakat yang rendah. Prioritas penyebab masalah
rendahnya cakupan penemuan kasus pneumonia yaitu Kurangnya penyuluhan
mengenai penyakit pneumonia.
4. Alternatif pemecahan masalah yang dipilih untuk meningkatkan cakupan
penemuan kasus pneumonia di Puskesmas Merdeka tahun 2019 adalah
dengan melakukan pelatihan kepada kader dan tenaga kesehatan tentang cara
penyuluhan yang baik sehingga dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat dengan begitu dapat meningkatkan pengetahuan serta kesadaran
masyarakat terhadap kasus penyakit pneumonia
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut:
50
1. Meningkatkan kegiatan penyuluhan dengan melakukan pelatihan terlebih
dahulu kepada kader dan tenaga kesehatan.
2. Membuat media penyuluhan tentang pneumonia.
3. Mencetak leaflet, brosur, dan poster mengenai pneumonia.
4. Penyebarluasan informasi melalui radio ataupun media televisi mengenai
pneumonia
51
DAFTAR PUSTAKA
2. Said M. Pneumonia dalam Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI). 2012.
6. Sudoyo A. Pneumonia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV. Jakarta: FK UI. 2005.
52
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta. 2014. (Diakses pada Tanggal 23 Januari 2021 pada
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK%20No.%2075%20ttg
%20Puskesmas.pdf).
53