(MAKALAH)
DISUSUN OLEH:
Kelompok 15
TAHUN 2019/2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat, sehingga penyusunan makalah guna
memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Anak” ini dapat selesai sesuai
dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsi
pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf
apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata
ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sadar bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan
demi kebaikan untuk kedepannya.
Penulis
Kelompok 15
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tetanus Neonaturum
2.7 Masalah keperawatan yang sering muncul pada bayi dengan Tetanus
Neonatorum
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Bayi neonatus meliputi umur 0– 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat
rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi diluar kandungan
memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faal. Namun, banyak masalah pada
bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian
biokimia dan faal. Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang
tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatanibu,
dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru lahir. Contoh penyakit
yang sering didapatkan pada neonatus yaitu Tetanu neonatorum masih banyak
bayi yangtinggi dengan angka kematian 80 %. Di Indonesia pada saat ini persalinan
sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian.Contoh, pada tahun
80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawahusia satu bulan.
menurun, akantetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius.
Tetanus juga terjadi pada bayi, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum, karena
umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan (neonatus).
Penyebabnya adalah sporaClostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat,
4
Karena tindakan atau perawatanyang tidak memenuhi syarat kebersihan. WHO
menunjukkan, kematian akibat tetanusdi negara berkembang adalah 135 kali lebih
mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna
kematian sangat bervariasi dan sangattergantung pada saat pengobatan dimulai serta
Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR)sangat
tinggi. Pada kasus teanus neonatorum angkanya mendekati 100 %, terutamayang
mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanusneonatorum
yang dirawat di rumah sakit di Indonesia bervariasi dengan kisaran 10,8– 55 %.
Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorangtenaga
medis dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama dalam menghadapikasus
tetanus neonatorum. Oleh karena itu penulis membuat makalah dengan
judul“Tetanus Neonatorum” untuk memberikan informasi kepada pembaca.
g.Bagaimana Masalah keperawatan yang sering muncul pada bayi dengan Tetanus
Neonatorum?
I.3 TUJUAN
5
b. Mengetahui etiologi dari Tetanus Neonaturum?
g. Mengetahui Masalah keperawatan yang sering muncul pada bayi dengan Tetanus
Neonatorum?
6
BAB II
PEMBAHASAN
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia dibawah 28 hari. Tetanus berasal dari
kata
eflex (Yunani) yang berarti peregangan. Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut
yang disebabkan oleh Clostridium Tetani dengan tanda utama kekakuan otot
racun(toksin) yang menyerang sistem saraf pusat. Hal ini disebabkankarena akibat
pada tali pusat. Ini dapat terjadi karena pemotongan tali pusat tidakmenggunakan alat
alat yang steril. Faktor lain adalah sebagian ibu yang melahirkantidak atau belum
1997).Hasil Clostrodium tetani ini bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar
Tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yangdapat mengahancurkan sel darah
merah,
yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasmeotot. Masa inkubasi biasanya 5-14
hari, tergantung pada tempat terjadinya luka, bentukluka, dosis dan toksisitas kuman
7
Clostridium Tetani dalam bentuk spora masuk kedalam tubuh melalui luka potongan
tali
pusat, yaitu talipusat yang dipotong menggunakan alat yang tidak sterilatau
perawatan
tali pusat yang tidak baik. Spora yang masuk dan berada di lingkungananaerobik
berubah menjadi bentuk flex dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan
yang anaerobic ini terjadi penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan danturunan
tekanan eflex jaringan
akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsiumyang dapat diionisasi. Secara
intra
axonal toxin disalurkan ke sel saraf yang memakanwaktu sesuai dengan panjang
axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum dapat perubahan elekrik dan fungsi sel
walaupun toxin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toxin menjalar
dari
sel saraf lower motorneuron ke letuk sinaps dan diteruskanke ujung presinaps dari
menjadi kaku.
8
c.Saraf autonom.Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat
inkubasi 3 – 28 hari, dengan rata-rata 6 hari. Bila kurang dari 7 hari, biasanya
penyakit
Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang
semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan
gejalaklinik
yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risussardonicus
sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita
anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter,sehingga
rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku. Bentukanmulut
menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali
lemassetelah
kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadimakin
: fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkainamun fleksi plantar pada jari kaki tidak
tampak sejelas pada penderita anak. Kekakuandimulai pada otot-otot setempat atau
Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) padasiku dengan tangan dikepal
keras
keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan
9
a.Trismus (lock-jaw, clench teeth)
Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat kekakuanotot
kemajuan dan kesembuhan secara klinik, lebar bukaan mulut diukur tiaphari.
Trismus
pada neonati tidak sejelas pada anak, karena kekakuan pada leherlebih kuat dan akan
melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Secaraklinik
dapat dikenali dengan mudahnya tangan pemeriksa masuk pada lengkungan busur
d.Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot dinding
kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya, lambat laun “masa istirahat” kejang
10
makin pendek sehingga anak jatuh dalam status convulsivus.
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang,dan
terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat
spasmuslaring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh
pengaruhlangsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang
lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin
sekalimerupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
1. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan
bersih alat .
a.Bersih tangan Sebelum menolong persalinan, tangan penolong disikat dan dicuci
dengan sabunsampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci
tangan dilakukan selama 15– 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan
b.Bersih alas Tempat atau alas yang dipakai untuk persalinan harus bersih, karena
clostrodiumtetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran.
c.Bersih alatPemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode
sterilisasiada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700C selama 60’dan yang
kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan20 ‘
jika alat tidak dibungkus.
2. Perawatan tali pusat yang baikUntuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun
setelah lepas, cara yangmurah dan baik yaitu menggunakan alkohol 70 % dan kasa
steril. Kasa steril yangtelah dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat
terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika
tali pusattelah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat
kering betul(selama 3
11
–5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekastali pusat
karena akan terjadi infeksi.
2.7 Masalah yang Sering Muncul Pada Bayi dengan Tetanus Neonatorum
12
tetanus neonatorum setiapkejang selalu disertai sianosis terus-menerus. Tindakan
yang perlu dilakukan :
c) Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang
dan memudahkan penghisapan lendirnya.
d) Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan
pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
B. Kebutuhan nutrisi/cairan
Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhikebutuhan
makanannya perlu diberi infus dengan cairan glukosa 10%. Tetapikarena bayi juga
sering sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus11/2% dengan
perbandingan 4:1. Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang pemberian
makanan dapat diberikan melaui sonde dan selanjutnya sejalandengan perbaikan bayi
dapat diubah memakai dot secara bertahap.
Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan
bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan
pengobatankhusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si
bayi dan adatidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus
neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan
harganya cukup mahal (misalnyamikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah
jika ibu kelak hamil lagi agarmeminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas,
atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih
yang telah ikut penataran Depkes.Kemudian perlu diberitahukan pula cara
pearawatan tali pusat yang baik. (Ngastiyah,1997)
13
2.8 Contoh Jurnal Penelitian Pada Anak Dengan Tetanus Neonatorum
ABSTRAK
Tetanus neonatorum (TN) adalah infeksi pada bayi berusia < 28 hari, karena bakteri
Clostridium tetani yang masuk ke tubuh melalui luka. Tetanus neonatorum merupakan
salah satu penyebab kematian neonatus di dunia. Kasus tetanus neonatorum terdapat
14
pada 14 provinsi di Indonesia, Jawa Timur memiliki kasus tetanus neonatorum
tertinggi kedua. Faktor yang memengaruhi kematian bayi penderita TN antara lain
meliputi status imunisasi TT ibu, tingkat paritas, kecepatan pertolongan TN, dan
perawatan tali pusat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan status
imunisasi TT ibu, tingkat paritas, kecepatan pertolongan TN, dan perawatan tali pusat
dengan kematian pada bayi penderita TN. Penelitian ini menggunakan rancang bangun
cross sectional dengan menggunakan 59 responden yang diperoleh dari laporan T2 ke
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2014-2016. Hasil penelitian dengan
menggunakan uji chi square dan α = 0,05 diperoleh status imunisasi TT ibu hamil (p =
0,257), tingkat paritas ibu (p = 0,034; PR = 0,39; 95% CI 0,16-0,98), kecepatan
pertolongan TN (p = 0,061), dan perawatan tali pusat (p = 0,007; PR= 2,31; 95% CI
1,29-4,15). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara tingkat
paritas ibu dan perawatan tali pusat dengan kematian bayi penderita TN, serta tidak
terdapat hubungan antara status imunisasi TT ibu dan kecepatan pertolongan TN
dengan kematian bayi penderita TN di Jawa Timur tahun 2014-2016. Saran penelitian,
upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko kematian bayi yaitu melakukan
penyuluhan terkait imunisasi TT pada ibu hamil, mengatur kehamilan, melakukan
persalinan dan perawatan tali pusat dengan bersih.
ABSTRACT
©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY–SA license
doi:10.20473/jbe.v5i2.2017.195-206 Received 05 July 2017, Received in Revised Form 28 July
2017, Accepted 08 August 2017, Published online: 31 August 2017
15
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 196
196
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 197
Tetanus Neonatorum terjadi pada usia 0-28 hari Pengolahan data melalui tahapan editing, koding,
(neonatal) (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, entri dan tabulasi data. Analisis dalam penelitian
2012). Faktor risiko kematian neonatal memiliki ini meliputi analisis univariat yang disajikan dalam
kemungkinan berkolerasi dengan kematian bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis
bayi penderita tetanus neonatorum, begitu juga berdasarkan persentase dan analisis bivariat sebagai
faktor risiko tetanus neonatorum juga memiliki uji hipotesis. Analisis bivariat yang digunakan untuk
kemungkinan sebagai faktor prognosis kematian bayi mengetahui hubungan antara beberapa variabel
penderita tetanus neonatorum (Hatkar et al., 2015). independen dengan variabel dependen dengan
Faktor risiko tersebut antara lain tingkat paritas menggunakan uji chi-square. Kriteria uji hubungan
(Lolong and Pangaribuan, 2015), status imunisasi antara variabel bebas dan variabel terikat berdasarkan
TT ibu hamil, perawatan tali pusat (Pusat Data nilai p (p value) yang dihasilkan dan dibandingkan
dan Informasi Kemenkes RI, 2012) dan kecepatan dengan nilai kemaknaan (α = 0,05). Hipotesis nol (Ho)
pertolongan rumah sakit (Lam et al., 2015). Tujuan ditolak jika nilai p < α atau (p < 0,05) dan Ho diterima
penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang jika nilai p > α atau (p > 0,05). Peneliti juga menghitung
memengaruhi status kematian bayi penderita tetanus Prevalensi Rasio (PR) dengan tingkat kepercayaan
neonatorum di Provinsi Jawa Timur pada tahun yang digunakan sebesar 95%. Prevalence Ratio (PR)
2014-2016. digunakan untuk mengukur besarnya risiko variabel
independen terhadap variabel dependen. Nilai PR
ini menunjukkan besarnya risiko pada masing-
METODE masing variabel independen yang diteliti terhadap
kematian bayi penderita tetanus neonatorum. Jika PR
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
> 1 menunjukkan bahwa faktor pajanan meningkat/
ini adalah studi observasional analitik yaitu peneliti
memperbesar risiko kematian pada bayi penderita
hanya melakukan pengamatan terhadap subjek
tetanus neonatorum. Jika PR = 1 berarti tidak terdapat
penelitian tanpa memberikan perlakuan pada variabel
asosiasi antara pajanan dengan risiko kematian pada
yang akan diteliti. Rancang bangun penelitian ini
bayi penderita tetanus neonatorum. Jika PR < 1
menggunakan metode cross sectional study yaitu
menunjukkan bahwa pajanan akan mengurangi risiko
peneliti mengamati variabel bebas dan tergantung
kematian pada bayi penderita tetanus neonatorum.
dilakukan pada sekali waktu pada saat yang bersamaan
(Murti, 2003).
Populasi dalam penelitian ini adalah bayi HASIL
penderita tetanus neonatorum yang dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2014- Hasil yang diperoleh dari pengolahan data
2016 melalui form T2 (Fomulir Pelacakan Kesakitan/ sebanyak 59 responden kasus TN yang berasal dari
Kematian tersangka Kasus Tetanus Neonatorum). dokumen pelaporan form T2 di Dinas Kesehatan
Penelitian ini menggunakan sampel penelitian dengan Provinsi Jawa Timur, didapatkan hasil penelitian
kriteria inklusi yaitu form T2 yang terisi lengkap sebagai berikut:
terkait variabel yang akan dianalisis. Sehingga dari
laporan T2 sebanyak 74 kasus tetanus neonatorum,
terdapat 59 kasus yang memenuhi kelengkapan
pengisian form T2 sesuai kriteria inklusi. Analisis Univariat
Sumber data sekunder berasal dari dokumen
pelaporan form T2, yang ada di Dinas Kesehatan Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsi-
Provinsi Jawa Timur. Alat ukur yang digunakan kan variabel-variabel dalam penelitian ini. Variabel
adalah formulir T2 yang berisi data riwayat bayi tersebut meliputi variabel dependen (status kematian
penderita TN, riwayat ibu hamil, dan catatan terkait bayi penderita TN) dan variabel independen (status
persalinan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara imunisasi TT ibu, paritas, kecepatan pertolongan TN,
mencari dari sumber data sekunder yang meliputi: dan perawatan tali pusat).
riwayat bayi penderita TN (meliputi paritas, kecepatan Hasil observasi dari dokumen pelaporan form T2
pertolongan TN, dan status kematian bayi penderita diketahui bahwa bayi yang menderita TN memiliki
TN), riwayat ibu hamil (status imunisasi TT ibu), dan riwayat ibu yang melakukan imunisasi TT dan tidak
catatan persalinan (perawatan tali pusat ). melakukan imunisasi TT serta terdapat bayi yang
memiliki paritas kurang dari 2 (kelahiran ≤ 2) dan
lebih dari 2 (kelahiran > 2). Kecepatan pertolongan
bayi penderita TN dilakukan 24 jam (< 2 hari) setelah
197
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 198
gejala dan terdapat pula yang lebih dari 24 jam (≥ 2 yaitu sebesar 69,5% atau sebanyak 41 bayi menderita
hari). Perawatan tali pusat pada bayi penderita TN TN merupakan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
ada yang sudah dilakukan sesuai anjuran medis dan memiliki riwayat persalinan ≤ 2.
terdapat pula yang masih menggunakan ramuan- Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas kecepatan
ramuan dalam merawat tali pusat. pertolongan penderita TN dilakukan < 2 hari, yaitu
Gambaran status imunisasi TT ibu, paritas, sebesar 59,3% atau sebanyak 35 bayi yang mendapat
kecepatan pertolongan TN, perawatan tali pusat dan pertolongan < 2 hari atau mendapat kan pertolongan
status kematian bayi TN di Provinsi Jawa Timur pada selama kurang dari 24 jam setelah terdiagnosis
tahun 2014-2016 berdasarkan distribusi frekuensi menderita TN.
masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 2. Distribusi frekuensi perawatan tali pusat bayi
penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
Tabel 2. Distribusi Status Imunisasi TT Ibu, Paritas, mayoritas perawatan tali pusat telah sesuai dengan
Kecepatan Pertolongan TN, Perawatan Tali anjuran medis, yaitu sebesar 57,6% atau sebanyak
Pusat dan Status Kematian Bayi Penderita 34 bayi melakukan perawatan tali pusat sesuai
Tetanus Neonatorum di Provinsi Jawa Timur anjuran medis. Anjuran medis yang dimaksud adalah
Tahun 2014-2016 menggunakan kain kasa steril, alkohol, dan antiseptik
lainnya. Sedangkan, ramuan yang dimaksud adalah
Variabel Jumlah
perawatan tali pusat dengan menggunakan kunyit,
Persentase kapur sirih, merica, kopi, bubuk genting, angkok,
garam, daun bawang dan perpaduan beberapa bahan
Status Imunisasi TT tersebut.
Ibu Distribusi frekuensi status kematian bayi
6 10,2
Imunisasi
53 89,8
Paritas
Tidak Imunisasi
Kelahiran ≤ 2 41 69,5 penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
Kelahiran > 2 18 30,5 mayoritas bayi yang menderita TN tetap hidup, yaitu
Kecepatan sebesar 54,2% atau sebanyak 32 bayi penderita TN
Pertolongan dapat sembuh dan tetap hidup. Meskipun mayoritas
TN 35 59,3 bayi penderita TN mampu bertahan hidup, namun
14 40,7 hanya memiliki perbedaan persentase tidak berbeda
< 2 hari jauh, dibandingkan dengan bayi penderita TN yang
meninggal yaitu sebesar 45,8% atau sebanyak 27 bayi
≥ 2 hari
Perawatan Tali 34 57,6 penderita TN yang meninggal.
Pusat 25 42,4
Status Kematian
Anjuran Medis
Bayi TN
Ramuan
Hidup 32 54,2 Analisis Bivariat
Meninggal 27 45,8
Total 59 100 Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan dua variabel yaitu variabel dependen (status
kematian) dengan variabel independen (paritas,
usia bayi penderita TN, kecepatan pertolongan TN,
status imunisasi TT ibu, penolong persalinan, berat
Distribusi frekuensi status imunisasi ibu dari bayi bayi lahir, umur kelahiran dan perawatan tali pusat).
penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Hasil analisis menggunakan uji chi-square dihasilkan
mayoritas ibu tidak melakukan imunisasi TT (Tetanus tabulasi data yang disajikan pada Tabel 3. Pada tabel
Toxoid), yaitu sebesar 89,8% atau sebanyak 52 ibu dari tersebut, ditunjukkan nilai p (p value) dari masing-
bayi penderita TN yang tidak melakukan imunisasi masing variabel dan dibandingkan dengan nilai
TT (tidak imunisasi atau hanya sampai imunisasi kemaknaan (α = 0,05). Hipotesis nol (Ho) ditolak jika
TT1). Hanya sebesar 10,2% ibu yang melakukan nilai p < 0,05 dan Ho diterima jika nilai p > 0,05.
imunisasi TT (hingga TT2) dari bayi yang menderita Ho ditolak memiliki makna bahwa terdapat hubungan
TN. Status imunisasi TT ibu dari bayi penderita TN antara variabel dependen dan independen dan
memiliki perbedaan persentase yang cukup besar Ho diterima memiliki makna sebaliknya..
antara keduanya. Hubungan antara status imunisasi TT pada ibu
Distribusi frekuensi paritas bayi penderita TN dengan kematian pada bayi penderita TN ditampilkan
pada Tabel 2, menunjukkan bahwa mayoritas paritas pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa ibu
bayi penderita TN adalah bayi dengan kelahiran ≤ 2, yang tidak mendapat imunisasi TT (tidak imunisasi
198
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 199
atau hanya sampai imunisasi TT1) memiliki bayi penderita TN di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014-
penderita TN yang meninggal dengan persentase 2016. Berdasarkan perhitungan statistik diperoleh
lebih kecil dari pada bayi yang hidup yang menderita nilai Prevalensi Rasio sebesar 0,39 (95% CI 0,16-
TN dengan ibu yang memiliki status imunisasi 0,98) sehingga responden yang memiliki paritas > 2
yang sama yaitu dengan persentase meninggal 39% memiliki risiko akan kematian pada bayi penderita
dan hidup 50,8%, sedangkan bayi yang menderita tetanus neonatorum lebih rendah, yaitu sebesar 0,39
TN yang meninggal dengan ibu yang mendapat daripada responden yang memiliki paritas ≤ 2.
imunisasi TT menunjukkan persentase lebih besar Hubungan antara kecepatan pertolongan dengan
dari pada bayi yang hidup yang menderita TN dengan kematian bayi penderita tetanus neonatorum
ibu yang memiliki status imunisasi yang sama yaitu ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan
dengan persentase meninggal 6,8% dan hidup 3,4%. bahwa persentase kecepatan pertolongan < 2 hari
Hasil uji chi-squre pada variabel status imunisasi (1 hari) bayi penderita tetanus neonatorum yang
ibu dengan status kematian bayi TN diperoleh nilai meninggal memiliki persentase lebih kecil (20,3%)
signifikan dengan nilai p = 0,257 sehinga nilai p > dari pada bayi yang hidup yang menderita tetanus
α (0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut neonatorum yang mendapat kecepatan pertolongan
dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat yang sama yaitu meninggal 20,3% dan hidup 39%,
hubungan yang bermakna antara status imunisasi ibu sedangkan bayi penderita tetanus neonatorum yang
dan kematian bayi TN. mendapat pertolongan > 2 hari yang meninggal
Hasil penelitian pada Tabel 3, menunjukkan persentasenya lebih besar dibandingkan dengan bayi
bahwa persentase bayi penderita TN yang meninggal tetanus neonatorum yang hidup yaitu meninggal
pada usia neonatal dari ibu dengan paritas ≤ 2 25,4% dan hidup 15,3%. Variabel kecepatan
persentasenya lebih besar dari pada bayi yang hidup pertolongan TN dengan status kematian bayi TN
pada ibu yang berparitas sama yaitu dengan persentase berdasarkan Hasil uji chi-squre pada variabel
meninggal 39% dan hidup 30,5%, sedangkan ibu kecepatan pertolongan bayi TN dengan status kematian
dengan paritas > 2 persentase bayi TN yang hidup bayi TN diperoleh nilai signifikan dengan nilai p =
lebih besar dibandingkan dengan bayi TN yang 0,061 sehinga nilai p > α (0,05). Berdasarkan hasil
meninggal yaitu meninggal 6,8% dan hidup 23,7%. analisis statistik tersebut dapat diperoleh kesimpulan
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik dengan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
menggunakan uji chi-square antara paritas dengan kecepatan pertolongan dan kematian bayi TN.
status kematian bayi penderita TN diperoleh nilai Hubungan antara perawatan tali pusat dengan
p = 0,034 (p < α) yang bermakna terdapat hubungan kematian bayi penderita TN ditampilkan pada Tabel 3.
antara tingkat paritas dengan status kematian bayi Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase bayi penderita
Tabel 3. Analisis Faktor Risiko Status Kematian Tetanus Neonatorum dengan Status Imunisasi TT Ibu, Paritas,
Kecepatan Pertolongan TN, Penolong Persalinan, dan Perawatan Tali pusat di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2014-2016
Status Kematian TN Total p
Variabel Meninggal Hidup PR CI 95%
value
n % n % n %
199
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 200
TN yang meninggal yang perawatan tali pusat tidak menunjukkan bahwa pertolongan penderita TN di
sesuai anjuran medis memiliki persentase lebih Jawa Timur sudah baik. Kondisi tersebut juga sesuai
tinggi dari pada bayi yang hidup yang mendapatkan dengan kondisi distribusi frekuensi status kematian
perawatan tali pusat yang sama yaitu meninggal bayi penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
28,8% dan hidup 13,6%, sedangkan bayi penderita mayoritas bayi yang menderita TN tetap hidup, yaitu
TN yang meninggal yang perawatan tali pusat sesuai sebesar 54,2% atau sebanyak 32 bayi penderita TN
anjuran medis memiliki persentase lebih rendah dapat sembuh dari penyakit tetanus neonatorum dan
dibandingkan dengan bayi TN yang hidup yang mampu bertahan hidup.
mendapatkan perawatan tali pusat yang sama yaitu Distribusi frekuensi perawatan tali pusat bayi
meninggal 16,9% dan hidup 6,8%. Hasil uji statistik penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
variabel perawatan tali pusat dengan status kematian mayoritas perawatan tali pusat sesuai anjuran medis,
bayi TN berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh yaitu sebesar 57,6% atau sebanyak 34 bayi melakukan
nilai p = 0,007 (p < α) yang berarti terdapat hubungan perawatan tali pusat sesuai anjuran medis. Perawatan
bermakna antara jenis perawatan tali pusat dengan tali pusat dapat dilakukan dengan menjaga tali pusar
status kematian bayi penderita TN di Provinsi Jawa tetap kering dan bersih. Perawatan tali pusat dapat
Timur tahun 2014-2016. Berdasarkan perhitungan dilakukan dengan menggunakan kasa kering ataupun
statistik diperoleh nilai Prevalensi Rasio sebesar kasa dengan antiseptik. Perawatan tali pusat yang benar
2,31 (95% CI 1,28-4,15) sehingga responden yang dampak memberi dampak positif pupusnya tali pusat
melakukan perawatan tali pusat dengan ramuan dapat sekitar hari ke 5-10 hari, namun perawatan tali pusat
meningkatkan risiko kematian pada bayi penderita yang tidak benar dapat berdampak mengakibatkan
tetanus neonatorum sebesar 2,31 daripada yang kematian pada bayi (Muliawati dan Susanti, 2015).
melakukan perawatan sesuai anjuran medis.
Faktor Risiko Status Imunisasi TT Ibu
dengan Status Kematian Bayi
PEMBAHASAN Penderita Tetanus Neonatorum di
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-
Distribusi frekuensi paritas bayi penderita TN
pada Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas paritas 2016
bayi penderita TN adalah bayi dengan kelahiran ≤ 2 Hubungan antara status imunisasi TT pada ibu
sebesar 69,5%. Penderita TN di Jawa Timur banyak dengan kematian pada bayi penderita TN ditampilkan
dialami pada bayi yang memiliki kelahiran awal pada Tabel 3. Hubungan antara status imunisasi TT
atau pertama, hal tersebut dapat dipengaruhi faktor pada ibu dengan kematian pada bayi penderita TN
pengetahuan ibu dalam melakukan vaksinasi TT ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan
selama kehamilan untuk memberikan kekebalan TN bahwa ibu yang tidak mendapat imunisasi TT (tidak
pada bayi. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan imunisasi atau hanya sampai imunisasi TT1) memiliki
di Banda Aceh bahwa pengetahuan ibu memengaruhi bayi penderita TN yang meninggal dengan persentase
perilaku ibu untuk melakukan vaksinasi TT (Fitriah, lebih kecil dari pada bayi yang hidup yang menderita
2012). Ibu yang baru mendapatkan kehamilan awal TN dengan ibu yang memiliki status imunisasi
atau pertama memiliki kemungkinan untuk memiliki yang sama yaitu dengan persentase meninggal 39%
pengetahuan yang kurang dibanding ibu yang sudah dan hidup 50,8%, sedangkan bayi yang menderita
pernah hamil atau melahirkan. Pengetahuan tersebut TN yang meninggal dengan ibu yang mendapat
terkait hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam imunisasi TT menunjukkan persentase lebih besar
kehamilan, persalinan, dan menjaga tumbuh kembang dari pada bayi yang hidup yang menderita TN dengan
bayinya. Kondisi tersebut sesuai dengan distribusi ibu yang memiliki status imunisasi yang sama yaitu
frekuensi status imunisasi ibu dari bayi penderita dengan persentase meninggal 6,8% dan hidup 3,4%.
TN pada Tabel 2. menunjukkan bahwa mayoritas ibu Kondisi tersebut menunjukkan bahwa mayoritas bayi
tidak melakukan imunisasi TT, yaitu sebesar 72,9% penderita TN memiliki ibu yang memiliki riwayat
atau sebanyak 42 ibu dari bayi penderita TN yang tidak melakukan imunisasi TT (tidak imunisasi
tidak melakukan imunisasi TT. atau hanya sampai imunisasi TT1). Bayi TN yang
Distribusi frekuensi kecepatan pertolongan bayi meninggal mayoritas memiliki ibu tidak imunisasi TT
penderita TN pada Tabel 2. menunjukkan bahwa (tidak imunisasi atau hanya sampai imunisasi TT1).
mayoritas kecepatan pertolongan dilakukan < 2 hari Hasil uji chi-square pada variabel status imunisasi
(24 jam), yaitu sebesar 59,3% atau sebanyak 35 bayi ibu dengan status kematian bayi TN diperoleh nilai
yang mendapat pertolongan < 2 hari. Kondisi Tersebut signifikan dengan nilai p = 0,257 sehinga nilai p >
200
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 201
α (0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut imunisasi TT akan memberikan efikasi vaksin tetanus
dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat toxoid hampir 100% akan tetapi akan terus menurun
hubungan yang bermakna antara status imunisasi ibu dengan berjalannya waktu sehingga perlu dilakukan
dan kematian bayi TN. Kondisi tersebut mungkin booster setiap 10 tahun sekali (Surya, 2016). Efikasi
terjadi dikarenakan sebaran data tidak seimbang, yang terus menurun dapat memberikan peluang untuk
karena dari 59 responden bayi TN hanya 6 bayi TN terinfeksi TN. Vaksin tetanus toxoid sensitif terhadap
yang memiliki ibu dengan riwayat imunisasi TT pembekuan sehingga vaksin tersebut dapat rusak
(hingga TT2). apabila terpapar suhu dingin (Depkes RI, 2005).
Vaksin tetanus toksoid (TT) adalah salah satu Vaksin yang rusak tentunya akan menghilangkan
vaksin yang paling efektif, aman, stabil, dan murah kemampuan proteksinya dalam mencegah infeksi
yang pernah ada. Vaksin TT diberikan dengan tetanus neonatorum. Sehingga penyimpanan vaksin
aman selama kehamilan dan untuk orang dengan TT perlu diperhatikan agar kualitas vaksin TT tetap
immunocompromised. Apabila diberikan dengan baik saat diberikan dan dapat memberikan kekebalan
benar, vaksin TT dapat memberikan kekebalan terhadap infeksi tetanus.
yang sangat protektif dan tahan lama terhadap
tetanus. Durasi perlindungan yang diberikan oleh
vaksin TT bergantung pada jumlah total dosis yang
diberikan. Dosis pertama vaksin TT memberikan Faktor Risiko Paritas dengan Status
respons antibodi terhadap tetanus yang berkembang
perlahan yang terdiri dari IgM non-penetralisir dan
Kematian Bayi Penderita Tetanus
sejumlah kecil antibodi IgG. Respons antibodi pada Neonatorum di Provinsi Jawa
pemberian vaksin TT yang pertama tidak mencukupi Timur Tahun 2014-2016
untuk memberikan perlindungan terhadap tetanus.
Setelah dosis kedua, konsentrasi antibodi pelindung Hubungan antara tingkat paritas dengan kematian
mulai berkembang, namun setahun setelah vaksinasi bayi penderita TN ditampilkan pada Tabel 3.
perlindungan menurun. Hasil dosis ketiga dapat Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase bayi
memberikan perlindungan yang tetap tinggi untuk penderita TN yang meninggal pada usia neonatal dari
beberapa orang. Pemberian vaksin TT(booster) setelah ibu dengan paritas ≤ 2 persentasenya lebih besar dari
pemberian yang ketiga tetap memberikan kekebalan pada bayi yang hidup pada ibu yang berparitas sama
yang tinggi, meskipun bila diberikan bertahun- yaitu dengan persentase meninggal 39% dan hidup
tahun setelahnya. Jadwal pemberian vaksinasi yang 30,5%, sedangkan ibu dengan paritas > 2 persentase
disarankan berbeda-beda di setiap negara. WHO bayi TN yang hidup lebih besar dibandingkan dengan
merekomendasikan bahwa setidaknya lima dosis bayi TN yang meninggal yaitu meninggal 6,8% dan
vaksin TT diberikan selama 12-15 tahun, dimulai hidup 23,7%. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis
pada masa bayi dan dosis keenam dianjurkan untuk statistik dengan menggunakan uji chi-square antara
diberikan pada awal masa dewasa untuk memastikan paritas dengan status kematian bayi penderita TN
perlindungan jangka panjang (WHO, 2007). diperoleh nilai p = 0,034 (p < α) yang bermakna
terdapat hubungan antara tingkat paritas dengan
Imunisasi TT pada ibu hamil bertujuan untuk
status kematian bayi penderita TN di Provinsi
memberikan kekebalan tetanus pada ibu. Ibu
Jawa Timur pada tahun 2014-2016. Berdasarkan
yang memiliki kekebalan terhadap tetanus akan
perhitungan statistik diperoleh nilai Prevalensi Rasio
mewariskan imunitas pada bayinya (CDC, 2013).
sebesar 0,39 (95% CI 0,16-0,98) sehingga responden
Agar ibu hamil mendapat imunisasi TT yang lengkap
dengan paritas > 2 memiliki risiko akan kematian
ibu hamil dianjurkan melakukan imunisasi sebanyak
pada bayi penderita tetanus neonatorum lebih rendah,
3 kali, yaitu pertama sejak ibu positif hamil, kemudian
yaitu sebesar 0,39 daripada responden yang memiliki
untuk imunisasi selanjutnya dengan minimal jarak 4
paritas ≤ 2.
minggu, dan selanjutnya setelah 6-12 bulan kemudian
atau dianjurkan pada trismester ke dua akhir atau Kehamilan lebih > 2 atau memiliki paritas yang
selama trismester ke tiga kehamilan (setelah 20 tinggi merupakan salah satu kehamilan berisiko.
minggu kehamilan) (ACIP, 2011). Dampak dari paritas yang tinggi adalah preeklamsia
Banyak faktor yang dapat memengaruhi pemberian (Fajarsari and Prabandari, 2016). Terjadinya
imunisasi TT pada ibu, seperti faktor pengetahuan, preeklamsia dapat menyebabkan bayi lahir prematur
sikap, dan persepsi ibu (Fitriah, 2012). Kelengkapan dan berdampak pada kondisi kesehatan neonatal
(Mendola, et al., 2015). Bayi yang lahir tidak cukup
umur (prematur) meningkatkan risiko terhadap
kelangsungan hidup bayi (Ogawa, et al., 2013; UCI,
2012). Organ tubuh dan metabolisme tubuh bayi
yang belum matang pada bayi yang lahir premature
201
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 202
akan memengaruhi ketahanan bayi saat masa awal memiliki berat lahir rendah dapat meningkatkan
kehidupan untuk mampu bertahan hidup. risiko kematian pada saat kelangsungan hidup bayi
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, pada tahun pertama kehidupan (UCI, 2012). Hal
antara tingkat paritas terhadap kematian bayi penderita ini berkaitan dengan pertumbuhan dan pematangan
tetanus neonatorum diperoleh hasil hubungan yang (maturasi) organ dan alat-alat tubuh yang belum
signifikan dengan arah hubungan yang berbanding sempurna, akibatnya BBLR sering mengalami
terbalik. Penelitian ini diperoleh hasil risiko kematian gangguan kesehatan pada tahun pertama kehidupan.
lebih rendah pada bayi penderita tetanus neonatorum Gangguan kesehatan tersebut seperti seringnya bayi
yang memiliki paritas > 2 dibandingkan dengan mendapatkan komplikasi dan kondisi terburuknya,
bayi penderita tetanus neonatorum yang memiliki apabila bayi tidak mampu bertahan dapat berdampak
paritas ≤ 2, kondisi tersebut dapat dipengaruhi kematian pada bayi (Kusnasetia and Rini, 2016).
oleh imunitas yang terbentuk pada ibu karena telah
memiliki riwayat imunisasi TT yang sudah dilakukan
Faktor Risiko Kecepatan Pertolongan
ibu pada kehamilan sebelumnya. Pernyataan tersebut
didukung oleh penelitian CDC yang menjelaskan dengan Status Kematian Bayi
bahwa imunisasi TT booster pada ibu hamil dilakukan Penderita Tetanus Neonatorum di
apabila ibu telah memiliki imunisasi TT lengkap Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-
lebih dari 10 tahun (CDC, 2013). Kesimpulan yang
diperoleh adalah kekebalan imunisasi TT dapat 2016
bertahan selama kurang lebih 10 tahun sehingga Hubungan antara kecepatan pertolongan dengan
memungkinkan memberi kekebalan pada kehamilan kematian bayi penderita tetanus neonatorum
selanjutnya dan memberikan kekebalan bawaan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa
pada bayinya. Kematian pada kelahiran pertama juga persentase kecepatan pertolongan < 2 hari (1 hari)
dipengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan. Apabila bayi penderita tetanus neonatorum yang meninggal
ibu terlalu muda (< 18 tahun) saat melahirkan akan memiliki persentase lebih kecil (20,3%) dari pada
memberikan banyak dampak yang merugikan pada bayi yang hidup yang menderita tetanus neonatorum
bayi (Kozuki, et al., 2013). Kehamilan pertama yang mendapat kecepatan pertolongan yang sama
cenderung terjadi kegagalan dalam pembentukan yaitu meninggal 20,3% dan hidup 39%, sedangkan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta bayi penderita tetanus neonatorum yang mendapat
sehingga dapat menimbulkan respons imun yang pertolongan > 2 hari yang meninggal persentasenya
tidak menguntungkan baik pada janin maupun ibu lebih besar dibandingkan dengan bayi tetanus
hamil. Janin dapat mengalami intrauterine growth neonatorum yang hidup yaitu meninggal 25,4% dan
restriction (IUGR) (Asmana, et al., 2016). Kondisi hidup 15,3%. Variabel kecepatan pertolongan TN
tersebut tentunya akan memengaruhi kesehatan dengan status kematian bayi TN berdasarkan hasil
janin. Kondisi kesehatan janin yang tidak baik, akan uji chi-square pada variabel kecepatan pertolongan
berdampak pada kesehatan bayi yang dilahirkan. bayi TN dengan status kematian bayi TN diperoleh
Sehingga bayi akan cenderung memiliki kerentanan nilai signifikan dengan nilai p = 0,061 sehinga nilai
terhadap kondisi kesehatannya. p > α (0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik
Penelitian lain menyebutkan bahwa pada tingkat tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak
paritas yang tinggi akan meningkatkan kematian terdapat hubungan yang bermakna antara kecepatan
pada bayi (Sonneveldt, et al., 2013). Paritas yang pertolongan dan kematian bayi TN.
tinggi memengaruhi kesiapan fungsi organ untuk Kondisi tersebut berbeda dengan penelitian yang
menjaga kehamilan dan menjaga janin (Nur, dilakukan di RS Indramayu dan Cirebon menunjukkan
et al., 2016). Kehamilan yang berulang-ulang dapat nilai OR=6.95 dengan (95% CI: 2.378-20.340),
membuat dinding uterus mengalami kerusakan, hasil analisis pada penelitian tersebut menunjukkan
sehingga memengaruhi nutrisi yang diperoleh janin bahwa penderita tetanus neonatorum yang mendapat
pada saat kehamilan. Nutrisi yang diperoleh janin pertolongan lebih dari 2 hari berisiko meninggal
pada saat kehamilan dapat memengaruhi tumbuh dunia 6.9 kali lebih besar daripada yang dibawa ke
kembang janin. Nutrisi yang kurang pada janin rumah sakit pada hari pertama (Tantijawati, L., and
dapat memberikan kondisi yang merugikan, seperti Krisnawati, B., 2006).
menyebabkan bayi terlahir dengan berat badan Fatalitas pertolongan penderita TN sangat tinggi
rendah atau BBLR (Suwarni, et al., 2014). Bayi yang karena pada umumnya pertolongan dilakukan
apabila keadaan bayi sudah gawat atau pertolongan
yang terlambat karena terlambat melakukan
diagnosis. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi karena
202
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 203
ketidaktauan ibu terkait gejala tetanus neonatorum penderita tetanus neonatorum sebesar 2,31 daripada
yang muncul pada bayi. Penderita tetanus neonatorum yang melakukan perawatan sesuai anjuran medis.
harus segera dibawa ke rumah sakit, agar mendapat Suatu penelitian yang dilakukan di negara-negara
pengawasan dan segera mendapat pertolongan karena berkembang menjelaskan bahwa perawatan tali pusat
sering timbul komplikasi seperti dehidrasi, sepsis, dengan baik dapat menurunkan risiko kematian
atau pneumonia aspirasi. Semakin lama penundaan pada bayi. Peningkatan risiko kematian akibat TN
pertolongan maka berdampak semakin buruknya dipengaruhi terhadap tingginya pajanan patogen
prognosis tetanus neonatorum (Lam, et al., 2015). pada tali pusat. Perawatan tali pusat yang bersih dan
Kecepatan pertolongan TN memengaruhi menghindari pajanan patogen sangat diperlukan agar
tatalaksana pengobatan tetanus, seperti efektivitas tali pusat terhindar dari infeksi. Penelitian tersebut
pemberian (anti tetanus serum) ATS. ATS akan diperoleh hasil analisis statistik RR 0.76 dengan
bekerja efektif apabila diberikan sebelum 24 jam (95% CI 0.68 to 0.84) yang dapat disimpulkan bahwa
luka. ATS diberikan kepada yang belum mendapatkan perawatan tali pusat yang baik atau sesuai anjuran
imunisasi, sedangkan yang sudah mendapat imunisasi medis dapat menurunkan risiko kematian neonatal
dapat diberikan imunisasi TT ulangan apabila sudah (Khan, A.A., et al., 2013).
waktunya (WHO dan Depkes RI, 2009). Bayi usia < Perawatan tali pusat dipengaruhi oleh kebiasaan
28 hari belum mendapatkan imunisasi TT, imunisasi masyarakat (kebudayaan lokal) yang beberapa
baru akan diberikan pada anak saat memasuki masa memiliki dampak merugikan seperti penggunaan
sekolah dasar (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, arang dan ramuan-ramuan tertentu (Saleh et al.,
2012). Kekebalan terhadap TN pada bayi didapatkan 2015; Coffey and Brown, 2017). Penelitian tersebut
dari kekebalan bawaan dari ibunya. Apabila ibu belum memiliki kesimpulan yang sama dengan penelitian
mendapatkan kekebalan terhadap TN, bayi sangat yang dilakukan di Uganda. Penelitian di Uganda
rentan terhadap TN sehingga penanganan segera pada menjelaskan bahwa kematian neonatal umumnya
bayi yang terdiagnosa TN sangat diperlukan. disebabkan oleh praktik perawatan tali pusat secara
tradisional. Program intervensi untuk perawatan
tali pusat dengan baik mendapatkan dukungan dari
WHO. Program tersebut perlu dikembangkan dan
Faktor Risiko Perawatan Tali Pusat dilaksanakan dengan kepercayaan dan dukungan
dengan Status Kematian Bayi ibu, pelayanan kesehatan, dukun bayi tradisional dan
Penderita Tetanus Neonatorum di masyarakat (Grant et al., 2014).
Perawatan tali pusat pada unit pelayanan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014- kesehatan penggunaan bahan terdapat penggunaan
2016 bahan yang berbeda, ada yang menggunakan kasa
dengan antiseptik atau menggunakan kasa kering
Hubungan antara perawatan tali pusat dengan
atau kas steril (Utami and Sulastri, 2017). Perawatan
kematian bayi penderita TN ditampilkan pada Tabel
tali pusat dengan menggunakan antiseptik dibanding
3. Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase bayi
menggunakan kasa kering tidak memiliki keunggulan
penderita TN yang meninggal yang perawatan tali
antara satu sama lain dalam mencegah infeksi tali
pusat tidak sesuai anjuran medis memiliki persentase
pusat ataupun mencegah risiko kematian TN.
lebih tinggi dari pada bayi yang hidup yang
Perbedaan yang ditemukan adalah cepat atau
mendapatkan perawatan tali pusat yang sama yaitu
lainnya tali pusat akan pupus. Menurut suatu
meninggal 28,8% dan hidup 13,6%, sedangkan bayi
penelitian, tali pusat akan lebih cepat pupus apabila
penderita TN yang meninggal yang perawatan tali
menggunakan antiseptik (Imdad et al., 2013).
pusat sesuai anjuran medis memiliki persentase lebih
Pernyataan tersebut berbeda dengan penelitian lain
rendah dibandingkan dengan bayi TN yang hidup
yang menjelaskan bahwa perawatan tali pusat dengan
yang mendapatkan perawatan tali pusat yang sama
kasa steril memiliki kemampuan yang lebih baik
yaitu meninggal 16,9% dan hidup 6,8%. Hasil uji
untuk mempercepat pupusnya tali pusat. Penelitian
statistik variabel perawatan tali pusat dengan status
tersebut disebutkan bahwa penggunaan kasa steril
kematian bayi TN berdasarkan hasil uji chi-square
pada perawatan tali pusat akan membuat tali pusat
diperoleh nilai p = 0,007 (p < α) yang berarti terdapat
pupus dalam waktu 5 hari sedangkan perawatan tali
hubungan bermakna antara jenis perawatan tali
pusat dengan menggunakan kasa dengan antiseptik,
pusat dengan status kematian bayi penderita TN di
tali pusat akan pupus dalam waktu 7 hari (Utami dan
Provinsi Jawa Timur tahun 2014-2016. Berdasarkan
Sulastri, 2017).
perhitungan statistik diperoleh nilai Prevalensi Rasio
sebesar 2,31 (95% CI 1,28-4,15) sehingga responden
yang melakukan perawatan tali pusat dengan ramuan
dapat meningkatkan risiko kematian pada bayi
203
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 204
205
webmedcentral.com/article_view/4891 [Sitasi 10
Juni 2017].
Kusnasetia, S., Rini, R. 2016. Pengaruh Konseling terhadap Motivasi Ibu Melakukan
Perawatan Metode Kangguru pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 11(2). Tersedia di: https://journal.unnes.ac.id/nju/index.
php/kemas/article/view/4028 [Sitasi 26 Mei 2017].
Sonneveldt, E., Plosky, W., Stover, J. 2013. Linking high parity and maternal and
child mortality: what is the impact of lower health services coverage among
higher order births?. BioMed Central Public Health, 13(3). Tersedia
di:https://www. ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3847680/ [Sitasi 3 Juli
2017].
Surya, R. 2016. Skoring Prognosis Tetanus Generalisata. CDK-238, 43(3), pp. 199-
203. Tersedia di: http://www.cdkjournal.com/index.
php/CDK/article/download/34/31 [Sitasi 29 Mei 2017].
Suwarni, Y., Noor, M.S., Rahayu, A. 2014. Hubungan antara Paritas, LILA, Kadar Hb
dan Usia Ibu Hamil dengan Berat Lahir Bayi. Jurnal Publikasi Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 1(1).
UCI. 2012. Prematurity and Low Birth Weight, s.l.: The Urban Child Institute.
Tersedia di: http:// www.urbanchildinstitute.org/articles/policy-
ccvi
briefs/prematurity-and-low-birth-weight [Sitasi: 3
Juli 2017].
UNICEF, UNFPA., WHO. 2010. Achieving and Sustaining Maternal and Neonatal
Tetanus Elimination: Strategic Plan 2012–2015, New York: UNICEF, UNFPA, and
WHO. Tersedia di:http://www.who.int/immunization/diseases/
MNTEStrategicPlan_E.pdf [Sitasi 10 Juni 2017]
Utami, D.G.B., Sulastri. 2017. Perbedaan Lama Lepas Tali Pusat Perwatan dengan
Kasa Steril dibandingkan dengan Kasa Alkohol di Desa Bawean Kecamatan
Delanggu. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan. Tersedia di: http://journals.ums.
ac.id/index.php/BIK/article/view/3765 [Sitasi: 3
Juni 2017].
WHO, Depkes RI. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 1 ed. Jakarta:
World Health Organization and Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Tersedia di: http://www.searo.who. int/indonesia/documents/9789791947701-
buku- saku-kesehatan-anak-indonesia.pdf?ua=1 [Sitasi: 3 Juni 2017].
WHO. 2007. Maternal and Neonatal Tetanus. World Health Organization. Tersedia
di: http://www. who.int/immunization/diseases/Maternal_and_
neonatal_tetanus_Seminar.pdf [Sitasi: 17 Juli 2017].
ccvii
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
neonatus (bayi berusia 0-1 bulan). Penyebab tetanus adalah Clostridium tetani,
yang infeksinya biasaterjadi melalui luka dari tali pusat. Dapat juga karena
sirih, daun-daunan dan sebagainya.Masa inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tetapi
pengantin dan ibu hamil. Selain itu, tindakanmemotong dan merawat tali pusat
harus secara steril. Pemberian asuhan keperawatan pada bayi berisiko tinggi:
penyakit yang diderita untuk tindakan pemulihan fisik klien. Penentuan diagnosa
3.2 SARAN
Semoga dari makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi perawat agar dapat lebih
ccviii
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah.1997.PerawatanAnakSakitJakarta:EGC
ccix