Anda di halaman 1dari 29

TETANUS NEONATORUM

(MAKALAH)

DOSEN : ANITA BUSTAMI

DISUSUN OLEH:

Kelompok 15

NADIA RIANI 1814401094

CAHYA ZILA ASRIANI 1814401095

JULIA MAYANG SARI 1814401096

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat, sehingga penyusunan makalah guna
memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Anak” ini dapat selesai sesuai
dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsi
pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf
apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata
ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sadar bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan
demi kebaikan untuk kedepannya.

Penulis

Kelompok 15

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tetanus Neonaturum

2.2 Etiologi dari Tetanus Neonaturum

2.3 Patofisologi dari Tetanus Neonatorum

2.4 Gambaran klinis dari Tetanus Neonatorum

2.5 Patologi dari Tetanus Neonatorum

2.6 Pencegahan dari Tetanus Neonatorum

2.7 Masalah keperawatan yang sering muncul pada bayi dengan Tetanus
Neonatorum

2.8 Contoh jurnal penelitian dari Tetanus Neonatorum

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ...................................................................................................... 20
B. Saran ................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Bayi neonatus meliputi umur 0– 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat

rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi diluar kandungan

dapat hidup sebaik-baiknya.Peralihan dari kehidupan intrauterin keekstrauterin

memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faal. Namun, banyak masalah pada

bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian

biokimia dan faal. Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang

spesifik terjadi pada masaperinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian

tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatanibu,

perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidaktepat

dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru lahir. Contoh penyakit

yang sering didapatkan pada neonatus yaitu Tetanu neonatorum masih banyak

terdapat dinegara-negara sedang membanguntermasuk Indonesia dengan kematian

bayi yangtinggi dengan angka kematian 80 %. Di Indonesia pada saat ini persalinan

yangditolong di rumah sakit hanya 10 – 15 %, 10 % lagi ditolong oleh bidan

swasta,sedangkan sisanya 75 – 80 % masih ditolong oleh dukun.Di Indonesia,

sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian.Contoh, pada tahun

80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawahusia satu bulan.

Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah

menurun, akantetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius.

Tetanus juga terjadi pada bayi, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum, karena

umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan (neonatus).

Penyebabnya adalah sporaClostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat,

4
Karena tindakan atau perawatanyang tidak memenuhi syarat kebersihan. WHO

menunjukkan, kematian akibat tetanusdi negara berkembang adalah 135 kali lebih

tinggi dibanding negara maju.Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru

mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna

memegang peranan penting dalammenurunkan angka mortalitas. Tingginya angka

kematian sangat bervariasi dan sangattergantung pada saat pengobatan dimulai serta

pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada.

Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR)sangat
tinggi. Pada kasus teanus neonatorum angkanya mendekati 100 %, terutamayang
mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanusneonatorum
yang dirawat di rumah sakit di Indonesia bervariasi dengan kisaran 10,8– 55 %.
Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorangtenaga
medis dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama dalam menghadapikasus
tetanus neonatorum. Oleh karena itu penulis membuat makalah dengan
judul“Tetanus Neonatorum” untuk memberikan informasi kepada pembaca.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apakah yang dimaksud dengan Tetanus Neonaturum ?

b. Apakah etiologi dari Tetanus Neonaturum?

c. Apakah patofisologi dari Tetanus Neonatorum?

d.Apakah gambaran klinis dari Tetanus Neonatorum?

e. Apakah patologi dari Tetanus Neonatorum?

f. Bagaimanakah pencegahan dari Tetanus Neonatorum?

g.Bagaimana Masalah keperawatan yang sering muncul pada bayi dengan Tetanus

Neonatorum?

h.Berikan Contoh jurnal penelitian dari Tetanus Neonatorum?

I.3 TUJUAN

a. Mengetahui pengertian dari Tetanus Neonaturum ?

5
b. Mengetahui etiologi dari Tetanus Neonaturum?

c. Mengetahui patofisologi dari Tetanus Neonatorum?

d. Mengetahui gambaran klinis dari Tetanus Neonatorum?

e. Mengetahui patologi dari Tetanus Neonatorum?

f. Mengetahui pencegahan dari Tetanus Neonatorum?

g. Mengetahui Masalah keperawatan yang sering muncul pada bayi dengan Tetanus

Neonatorum?

h. Mengetahui Contoh jurnal penelitian dari Tetanus Neonatorum

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tetanus Neonatorum

Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia dibawah 28 hari. Tetanus berasal dari
kata

eflex (Yunani) yang berarti peregangan. Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut

yang disebabkan oleh Clostridium Tetani dengan tanda utama kekakuan otot

(spasme).Jadi, Tetanus Neonatorum adalah Penyakit tetanus yang terjadi pada

neonatus yang disebabkan oleh Clostridium Tetani yaitu bakteria yangmengeluarkan

racun(toksin) yang menyerang sistem saraf pusat. Hal ini disebabkankarena akibat

pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih. (Ngastiyah,1997)

2.2 Etiologi terjadinya Tetanus Neonatorum

Penyebabnya adalah Clostrodium tetani, yang infeksinya biasanya terjadi melalui


luka

pada tali pusat. Ini dapat terjadi karena pemotongan tali pusat tidakmenggunakan alat

alat yang steril. Faktor lain adalah sebagian ibu yang melahirkantidak atau belum

mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada masakehamilannya. (Ngastiyah

1997).Hasil Clostrodium tetani ini bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar

Tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yangdapat mengahancurkan sel darah

merah,

merusak lekosit dan merupakan tetanospasminyaitu toksin yang bersifat neurotropik

yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasmeotot. Masa inkubasi biasanya 5-14

hari, tergantung pada tempat terjadinya luka, bentukluka, dosis dan toksisitas kuman

Tetanus Neonatorum. (Surasmi, Asrining,2003)

2.3 Patofisiologi Tetanus Neonatorum

7
Clostridium Tetani dalam bentuk spora masuk kedalam tubuh melalui luka potongan
tali

pusat, yaitu talipusat yang dipotong menggunakan alat yang tidak sterilatau
perawatan

tali pusat yang tidak baik. Spora yang masuk dan berada di lingkungananaerobik

berubah menjadi bentuk flex dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan

yang anaerobic ini terjadi penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan danturunan
tekanan eflex jaringan

akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsiumyang dapat diionisasi. Secara
intra

axonal toxin disalurkan ke sel saraf yang memakanwaktu sesuai dengan panjang

axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum dapat perubahan elekrik dan fungsi sel

walaupun toxin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toxin menjalar
dari

sel saraf lower motorneuron ke letuk sinaps dan diteruskanke ujung presinaps dari

spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toxin menimbulkangangguan pada


inhibitory

transmitter dan menimbulkan kekakuan. Eksotoksin mencapaisistem saraf pusat


dengan melewati akson neuron atau sistem vaskular. Kemudianmenjadi terikat pada
sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan olehantitoksin spesifik.
Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudahdinetralkan oleh
arititoksin.

Pengangkutan toksin melaui saraf motorik:

a.Sinaps ganglion sumsum tulang belakang.Eksotoksin memblok sinaps jalur


antagonis,

mengubah keseimbangan dankoordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan

menjadi kaku.

b.Otak.Toksin yang menempel pada cerebral ganglionsides diduga menyebabkan

kekakuandan kejang yang khas pada tetanus.

8
c.Saraf autonom.Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat

berlebihan,hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block atau


takikardia.Masa

inkubasi 3 – 28 hari, dengan rata-rata 6 hari. Bila kurang dari 7 hari, biasanya
penyakit

lebih parah dan angka kematiannya tinggi.

2.4 Gambaran Klinik Tetanus Neonatus

Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang

primitifpun mampu mengenalinya sebagai “penyakit hari kedelapan”. Anak yang

semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan
gejalaklinik

yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risussardonicus

sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita

anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter,sehingga

rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku. Bentukanmulut

menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali
lemassetelah

kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadimakin

sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas.Kekakuan pada tetanus sangat


khusus

: fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkainamun fleksi plantar pada jari kaki tidak

tampak sejelas pada penderita anak. Kekakuandimulai pada otot-otot setempat atau

trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpadisertai gangguan kesadaran.

Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) padasiku dengan tangan dikepal
keras

keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan

sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkankepala dalam posisi

menengadah.Gambaran Umum pada Tetanus:

9
a.Trismus (lock-jaw, clench teeth)

Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat kekakuanotot

mengunyah (masseter) sehingga penderita sukar membuka mulut. Untukmenilai

kemajuan dan kesembuhan secara klinik, lebar bukaan mulut diukur tiaphari.
Trismus

pada neonati tidak sejelas pada anak, karena kekakuan pada leherlebih kuat dan akan

menarik mulut kebawah, sehingga mulut agak menganga.

Keadaan ini menyebabkan mulut “mecucu” seperti mulut ikan tetapi

terdapatkekakuan mulut sehingga bayi tidak dapat menetek.

b.Risus Sardonicus (Sardonic grin)Terjadi akibat kekakuan otot-otot mimic dahi

mengkerut mata agak tertutupsudut mulut keluar dan kebawah manggambarkan


wajah

penuh ejekan sambilmenahan kesakitan atau emosi yang dalam.

c.Opisthotonus Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot punggung,


ototleher,

trunk muscle dan sebagainya. Kekakuan yang sangat berat menyebabkantubuh

melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Secaraklinik

dapat dikenali dengan mudahnya tangan pemeriksa masuk pada lengkungan busur

tersebut. Pada era sebelum diazepam, sering terjadi komplikasi compressionfracture

pada tulang vertebra.

d.Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot dinding

perut, otot penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita

merasakanketerbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari kelima perlu

diwaspadaitimbulnya perdarahan paru (pada eflexe) atau bronchopneumonia.

e.Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang umum, mula-mula


hanyaterjadi

setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara

kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya, lambat laun “masa istirahat” kejang

10
makin pendek sehingga anak jatuh dalam status convulsivus.

2.5 Patologi Tetanus Neonatorum

Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang,dan
terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat
spasmuslaring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh
pengaruhlangsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang
lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin
sekalimerupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.

2.6 Pencegahan Tetanus Neonatorum

1. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan
bersih alat .

a.Bersih tangan Sebelum menolong persalinan, tangan penolong disikat dan dicuci
dengan sabunsampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci
tangan dilakukan selama 15– 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan

sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas


dariinfeksi.

b.Bersih alas Tempat atau alas yang dipakai untuk persalinan harus bersih, karena
clostrodiumtetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran.

c.Bersih alatPemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode
sterilisasiada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700C selama 60’dan yang
kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan20 ‘
jika alat tidak dibungkus.

2. Perawatan tali pusat yang baikUntuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun
setelah lepas, cara yangmurah dan baik yaitu menggunakan alkohol 70 % dan kasa
steril. Kasa steril yangtelah dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat
terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika
tali pusattelah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat
kering betul(selama 3

11
–5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekastali pusat
karena akan terjadi infeksi.

3.Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamilKekebalan terhadap


tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibuhamil yang mendapatkan
imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antiboditetanus. Seperti difteri,
antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudahmelewati sawar plasenta,
masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruhtubuh janin, yang akan
mencegah terjadinya tetanis neonatorum. Imunisasi TT padaibu hamil diberikan 2
kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua
dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antiboditetanus dalam darah bayi.
Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dankedua serta antara TT kedua
dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanusdalam darah bayi akan semakin
tinggi, karena interval yang panjang akanmempertinggi respon imunologik dan
diperoleh cukup waktu untukmenyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yang
cukup dari tubuh ibu hamil ketubuh bayinya. TT adalah antigen yang sangat aman
dan juga aman untuk ibu hamiltidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil
mendapatkan imunisasi TT . Pada ibuhamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak
didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang
tidak mendapatkan imunisasi .

2.7 Masalah yang Sering Muncul Pada Bayi dengan Tetanus Neonatorum

Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan


pernapasan,kebutuhan nutrisi/cairan, dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.

A.Bahaya terjadinya gangguan pernapasan

Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan pernafasan,


kebutuhan nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tuamengenai penyakit.
Gangguan pernafasan yang sering timbul adalah apnea,yang disebabkan adanya
tenospasmin yang menyerang otot-otot pernafasansehingga otot tersebut tidak
berfungsi. Adanya spasme pada otot faringmenyebabkan terkumpulnya liur di dalam
rongga mulut sehingga memudahkanterjadinya poneumonia aspirasi. Adanya lendir
di tenggorokan juga menghalangikelancaran lalu lintas udara (pernafasan). Pasien

12
tetanus neonatorum setiapkejang selalu disertai sianosis terus-menerus. Tindakan
yang perlu dilakukan :

a) Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjaldibawah


bahunya.

b) Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jikasedang


terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebihtinggi dapat sampai
4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).

c) Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang
dan memudahkan penghisapan lendirnya.

d) Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan
pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.

e) Observasi tanda vital setiap ½ jam .

f) Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat.

B. Kebutuhan nutrisi/cairan

Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhikebutuhan
makanannya perlu diberi infus dengan cairan glukosa 10%. Tetapikarena bayi juga
sering sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus11/2% dengan
perbandingan 4:1. Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang pemberian
makanan dapat diberikan melaui sonde dan selanjutnya sejalandengan perbaikan bayi
dapat diubah memakai dot secara bertahap.

C. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit

Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan
bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan
pengobatankhusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si
bayi dan adatidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus
neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan
harganya cukup mahal (misalnyamikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah
jika ibu kelak hamil lagi agarmeminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas,
atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih
yang telah ikut penataran Depkes.Kemudian perlu diberitahukan pula cara
pearawatan tali pusat yang baik. (Ngastiyah,1997)

13
2.8 Contoh Jurnal Penelitian Pada Anak Dengan Tetanus Neonatorum

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEMATIAN BAYI PENDERITA


TETANUS NEONATORUM DI PROVINSI JAWA
TIMUR
Risk Analyses Factor of Infant Mortality Caused by Tetanus Neonatorum in East Java

Selvy Novita Sari


FKM Universitas Airlangga, selvyta94@gmail.com
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Tetanus neonatorum (TN) adalah infeksi pada bayi berusia < 28 hari, karena bakteri
Clostridium tetani yang masuk ke tubuh melalui luka. Tetanus neonatorum merupakan
salah satu penyebab kematian neonatus di dunia. Kasus tetanus neonatorum terdapat

14
pada 14 provinsi di Indonesia, Jawa Timur memiliki kasus tetanus neonatorum
tertinggi kedua. Faktor yang memengaruhi kematian bayi penderita TN antara lain
meliputi status imunisasi TT ibu, tingkat paritas, kecepatan pertolongan TN, dan
perawatan tali pusat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan status
imunisasi TT ibu, tingkat paritas, kecepatan pertolongan TN, dan perawatan tali pusat
dengan kematian pada bayi penderita TN. Penelitian ini menggunakan rancang bangun
cross sectional dengan menggunakan 59 responden yang diperoleh dari laporan T2 ke
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2014-2016. Hasil penelitian dengan
menggunakan uji chi square dan α = 0,05 diperoleh status imunisasi TT ibu hamil (p =
0,257), tingkat paritas ibu (p = 0,034; PR = 0,39; 95% CI 0,16-0,98), kecepatan
pertolongan TN (p = 0,061), dan perawatan tali pusat (p = 0,007; PR= 2,31; 95% CI
1,29-4,15). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara tingkat
paritas ibu dan perawatan tali pusat dengan kematian bayi penderita TN, serta tidak
terdapat hubungan antara status imunisasi TT ibu dan kecepatan pertolongan TN
dengan kematian bayi penderita TN di Jawa Timur tahun 2014-2016. Saran penelitian,
upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko kematian bayi yaitu melakukan
penyuluhan terkait imunisasi TT pada ibu hamil, mengatur kehamilan, melakukan
persalinan dan perawatan tali pusat dengan bersih.

Kata kunci: faktor risiko, kecepatan pertolongan, kematian tetanus neonatorum,


paritas dan perawatan tali pusat, status imunisasi ibu

ABSTRACT

Tetanus neonatorum is an infection in infants ( < 28 days), caused by bacteria Clostridium


tetani that enter the body through the wound. Tetanus neonatorum is one of the
leading causes of neonatal mortality in the world. The case of tetanus neonatorum is
present in 14 provinces in Indonesia, East Java has the second highest case of tetanus
neonatorum. Factors affecting infant mortality among others include maternal
immunization status, parity, delay admission of TN patients, and umbilical cord care.
The purpose of this study was to analyze the relationship between maternal
immunization status, parity, delay admission of TN patients, and umbilical cord care
with mortality of tetanus neonatorum. This study uses cross sectional design using 59
respondents obtained from T2 report to Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur in 2014-
2016. The result of the research by using chi-square test and α = 0,05 obtained TT
immunization of pregnant women (p = 0.257), parity (p = 0.034; PR= 0.39; 95% CI
0.16-0.98), delay admission of TN patients (p = 0.061), and umbilical cord care (p =
0.007; PR = 2.31; 95% CI 1.29-4.15). The conclusion of this study is there are no
relationships between maternal immunization status and delay admission with
mortality of tetanus neonatorum and a significant relationships between parity and
umbilical cord care with mortality of tetanus neonatorum in East Java in 2014-2016. To
reduce the risk factors of infant mortality, it is necessary to socialize TT immunization
to pregnant women, planning of pregnancy, clean delivery and umbilical cord care.

Keywords: risk factors, delay admission, mortality of tetanus neonatorum,


parity, and umbilical cord care, maternal immunization

©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY–SA license
doi:10.20473/jbe.v5i2.2017.195-206 Received 05 July 2017, Received in Revised Form 28 July
2017, Accepted 08 August 2017, Published online: 31 August 2017

15
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 196

PENDAHULUAN Jumlah kasus tetanus neonatorum di Indonesia


cenderung mengalami kondisi yang menurun dari
Tetanus neonatorum (TN) disebabkan masuknya tahun 2007–2011. Meskipun sempat mengalami
basil Clostridium tetani ke tubuh melalui luka. kenaikan pada tahun 2008, kasus tetanus neonatorum
Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang berusia kembali menurun hingga tahun 2011. Angka
kurang dari 28 hari. Salah satu penyebab TN adalah kematian (case fatality rate) tetanus neonatorum dari
apabila pemotongan tali pusat tidak menggunakan tahun 2007-2011 berada di kisaran angka 48%–61%.
alat yang steril. Kasus tetanus neonatorum banyak Jumlah kasus meninggal karena tetanus neonatorum
ditemukan di negara berkembang terutama negara mengalami penurunan dari tahun 2010–2011,
dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan namun terjadi peningkatan Case fatality rate tetanus
yang rendah (Pusat Data dan Informasi Kemenkes neonatorum hingga 61% seperti yang terlihat pada
RI, 2012) Gambar 1.
Penyebab kematian neonatus di dunia salah Kasus tetanus neonatorum berdasarkan provinsi
satunya disebabkan oleh tetanus neonatorum, yaitu menunjukkan pada tahun 2011 terdapat sebanyak 15
secara global hampir sebesar 14% kematian neonatus provinsi yang memiliki kasus tetanus neonatorum,
disebabkan oleh tetanus neonatorum. Tetanus seperti terlihat di grafik pada Gambar 2. Provinsi
neonatorum hingga saat ini masih menjadi masalah yang memiliki kasus tetanus neonatorum terbanyak
kesehatan di dunia. Upaya yang dapat dilakukan adalah Provinsi Banten sebanyak 38 kasus tetanus
untuk mencegah tetanus neonatorum dapat dengan neonatorum dan disusul oleh Provinsi Jawa Timur
melakukan imunisasi TT yang lengkap pada ibu sebanyak 22 kasus tetanus neonatorum.
hamil, perawatan persalinan dan pasca persalinan
yang bersih (UNICEF, UNFPA, and WHO, 2010).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun
1999 kembali mengajak negara-negara berkembang
untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal
dan Neonatal (ETMN) pada tahun 2005. Indonesia
merupakan salah satu Negara berkembang yang masih
banyak dijumpai kasus tetanus neonatorum. Oleh
karena itu pada tahun 1979 Indonesia melaksanakan
ETMN. Program ETMN adalah suatu program untuk
mengeliminasi tetanus neonatorum dimulai dengan
pemberian vaksin Tetanus Toxoid kepada ibu hamil,
calon pengantin, dan bayi (Pusat Data dan Informasi Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,
Kemenkes RI, 2012). 2012
Gambar 2. Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum per
Provinsi di Indonesia Tahun 2011.

Case Fatality Rate Tetanus Neonatorum pada


tahun 2013 mengalami kenaikan dari tahun 2012.
Pada tahun 2013 Case Fatality Rate mencapai 53,8%
sedangkan tahun 2012 Case Fatality Rate tetanus
neonatorum sebesar 49,6% (Ditjen P2PL, 2014).
Terdapat 84 kasus tetanus neonatorum di Indonesia
pada tahun 2014 dengan kematian mencapai 54 orang
Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, atau 64,3%. Provinsi Jawa Timur turut bertanggung
2012 jawab terhadap kasus tetanus neonatorum di
Gambar 1. Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum, Indonesia. Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah
Jumlah Meninggal dan Persentase kasus tetanus neonatorum sebesar 17 kasus dengan
Meninggal Tetanus Neonatorum di kematian 7 orang atau CFR 41,2% (Pusat Data dan
Indonesia Tahun 2007-2011. Informasi Kemenkes RI, 2012)

196
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 197

Tetanus Neonatorum terjadi pada usia 0-28 hari Pengolahan data melalui tahapan editing, koding,
(neonatal) (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, entri dan tabulasi data. Analisis dalam penelitian
2012). Faktor risiko kematian neonatal memiliki ini meliputi analisis univariat yang disajikan dalam
kemungkinan berkolerasi dengan kematian bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis
bayi penderita tetanus neonatorum, begitu juga berdasarkan persentase dan analisis bivariat sebagai
faktor risiko tetanus neonatorum juga memiliki uji hipotesis. Analisis bivariat yang digunakan untuk
kemungkinan sebagai faktor prognosis kematian bayi mengetahui hubungan antara beberapa variabel
penderita tetanus neonatorum (Hatkar et al., 2015). independen dengan variabel dependen dengan
Faktor risiko tersebut antara lain tingkat paritas menggunakan uji chi-square. Kriteria uji hubungan
(Lolong and Pangaribuan, 2015), status imunisasi antara variabel bebas dan variabel terikat berdasarkan
TT ibu hamil, perawatan tali pusat (Pusat Data nilai p (p value) yang dihasilkan dan dibandingkan
dan Informasi Kemenkes RI, 2012) dan kecepatan dengan nilai kemaknaan (α = 0,05). Hipotesis nol (Ho)
pertolongan rumah sakit (Lam et al., 2015). Tujuan ditolak jika nilai p < α atau (p < 0,05) dan Ho diterima
penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang jika nilai p > α atau (p > 0,05). Peneliti juga menghitung
memengaruhi status kematian bayi penderita tetanus Prevalensi Rasio (PR) dengan tingkat kepercayaan
neonatorum di Provinsi Jawa Timur pada tahun yang digunakan sebesar 95%. Prevalence Ratio (PR)
2014-2016. digunakan untuk mengukur besarnya risiko variabel
independen terhadap variabel dependen. Nilai PR
ini menunjukkan besarnya risiko pada masing-
METODE masing variabel independen yang diteliti terhadap
kematian bayi penderita tetanus neonatorum. Jika PR
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
> 1 menunjukkan bahwa faktor pajanan meningkat/
ini adalah studi observasional analitik yaitu peneliti
memperbesar risiko kematian pada bayi penderita
hanya melakukan pengamatan terhadap subjek
tetanus neonatorum. Jika PR = 1 berarti tidak terdapat
penelitian tanpa memberikan perlakuan pada variabel
asosiasi antara pajanan dengan risiko kematian pada
yang akan diteliti. Rancang bangun penelitian ini
bayi penderita tetanus neonatorum. Jika PR < 1
menggunakan metode cross sectional study yaitu
menunjukkan bahwa pajanan akan mengurangi risiko
peneliti mengamati variabel bebas dan tergantung
kematian pada bayi penderita tetanus neonatorum.
dilakukan pada sekali waktu pada saat yang bersamaan
(Murti, 2003).
Populasi dalam penelitian ini adalah bayi HASIL
penderita tetanus neonatorum yang dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2014- Hasil yang diperoleh dari pengolahan data
2016 melalui form T2 (Fomulir Pelacakan Kesakitan/ sebanyak 59 responden kasus TN yang berasal dari
Kematian tersangka Kasus Tetanus Neonatorum). dokumen pelaporan form T2 di Dinas Kesehatan
Penelitian ini menggunakan sampel penelitian dengan Provinsi Jawa Timur, didapatkan hasil penelitian
kriteria inklusi yaitu form T2 yang terisi lengkap sebagai berikut:
terkait variabel yang akan dianalisis. Sehingga dari
laporan T2 sebanyak 74 kasus tetanus neonatorum,
terdapat 59 kasus yang memenuhi kelengkapan
pengisian form T2 sesuai kriteria inklusi. Analisis Univariat
Sumber data sekunder berasal dari dokumen
pelaporan form T2, yang ada di Dinas Kesehatan Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsi-
Provinsi Jawa Timur. Alat ukur yang digunakan kan variabel-variabel dalam penelitian ini. Variabel
adalah formulir T2 yang berisi data riwayat bayi tersebut meliputi variabel dependen (status kematian
penderita TN, riwayat ibu hamil, dan catatan terkait bayi penderita TN) dan variabel independen (status
persalinan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara imunisasi TT ibu, paritas, kecepatan pertolongan TN,
mencari dari sumber data sekunder yang meliputi: dan perawatan tali pusat).
riwayat bayi penderita TN (meliputi paritas, kecepatan Hasil observasi dari dokumen pelaporan form T2
pertolongan TN, dan status kematian bayi penderita diketahui bahwa bayi yang menderita TN memiliki
TN), riwayat ibu hamil (status imunisasi TT ibu), dan riwayat ibu yang melakukan imunisasi TT dan tidak
catatan persalinan (perawatan tali pusat ). melakukan imunisasi TT serta terdapat bayi yang
memiliki paritas kurang dari 2 (kelahiran ≤ 2) dan
lebih dari 2 (kelahiran > 2). Kecepatan pertolongan
bayi penderita TN dilakukan 24 jam (< 2 hari) setelah

197
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 198

gejala dan terdapat pula yang lebih dari 24 jam (≥ 2 yaitu sebesar 69,5% atau sebanyak 41 bayi menderita
hari). Perawatan tali pusat pada bayi penderita TN TN merupakan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
ada yang sudah dilakukan sesuai anjuran medis dan memiliki riwayat persalinan ≤ 2.
terdapat pula yang masih menggunakan ramuan- Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas kecepatan
ramuan dalam merawat tali pusat. pertolongan penderita TN dilakukan < 2 hari, yaitu
Gambaran status imunisasi TT ibu, paritas, sebesar 59,3% atau sebanyak 35 bayi yang mendapat
kecepatan pertolongan TN, perawatan tali pusat dan pertolongan < 2 hari atau mendapat kan pertolongan
status kematian bayi TN di Provinsi Jawa Timur pada selama kurang dari 24 jam setelah terdiagnosis
tahun 2014-2016 berdasarkan distribusi frekuensi menderita TN.
masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 2. Distribusi frekuensi perawatan tali pusat bayi
penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
Tabel 2. Distribusi Status Imunisasi TT Ibu, Paritas, mayoritas perawatan tali pusat telah sesuai dengan
Kecepatan Pertolongan TN, Perawatan Tali anjuran medis, yaitu sebesar 57,6% atau sebanyak
Pusat dan Status Kematian Bayi Penderita 34 bayi melakukan perawatan tali pusat sesuai
Tetanus Neonatorum di Provinsi Jawa Timur anjuran medis. Anjuran medis yang dimaksud adalah
Tahun 2014-2016 menggunakan kain kasa steril, alkohol, dan antiseptik
lainnya. Sedangkan, ramuan yang dimaksud adalah
Variabel Jumlah
perawatan tali pusat dengan menggunakan kunyit,
Persentase kapur sirih, merica, kopi, bubuk genting, angkok,
garam, daun bawang dan perpaduan beberapa bahan
Status Imunisasi TT tersebut.
Ibu Distribusi frekuensi status kematian bayi
6 10,2
Imunisasi
53 89,8
Paritas
Tidak Imunisasi
Kelahiran ≤ 2 41 69,5 penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
Kelahiran > 2 18 30,5 mayoritas bayi yang menderita TN tetap hidup, yaitu
Kecepatan sebesar 54,2% atau sebanyak 32 bayi penderita TN
Pertolongan dapat sembuh dan tetap hidup. Meskipun mayoritas
TN 35 59,3 bayi penderita TN mampu bertahan hidup, namun
14 40,7 hanya memiliki perbedaan persentase tidak berbeda
< 2 hari jauh, dibandingkan dengan bayi penderita TN yang
meninggal yaitu sebesar 45,8% atau sebanyak 27 bayi
≥ 2 hari
Perawatan Tali 34 57,6 penderita TN yang meninggal.
Pusat 25 42,4
Status Kematian
Anjuran Medis
Bayi TN
Ramuan
Hidup 32 54,2 Analisis Bivariat
Meninggal 27 45,8
Total 59 100 Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan dua variabel yaitu variabel dependen (status
kematian) dengan variabel independen (paritas,
usia bayi penderita TN, kecepatan pertolongan TN,
status imunisasi TT ibu, penolong persalinan, berat
Distribusi frekuensi status imunisasi ibu dari bayi bayi lahir, umur kelahiran dan perawatan tali pusat).
penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Hasil analisis menggunakan uji chi-square dihasilkan
mayoritas ibu tidak melakukan imunisasi TT (Tetanus tabulasi data yang disajikan pada Tabel 3. Pada tabel
Toxoid), yaitu sebesar 89,8% atau sebanyak 52 ibu dari tersebut, ditunjukkan nilai p (p value) dari masing-
bayi penderita TN yang tidak melakukan imunisasi masing variabel dan dibandingkan dengan nilai
TT (tidak imunisasi atau hanya sampai imunisasi kemaknaan (α = 0,05). Hipotesis nol (Ho) ditolak jika
TT1). Hanya sebesar 10,2% ibu yang melakukan nilai p < 0,05 dan Ho diterima jika nilai p > 0,05.
imunisasi TT (hingga TT2) dari bayi yang menderita Ho ditolak memiliki makna bahwa terdapat hubungan
TN. Status imunisasi TT ibu dari bayi penderita TN antara variabel dependen dan independen dan
memiliki perbedaan persentase yang cukup besar Ho diterima memiliki makna sebaliknya..
antara keduanya. Hubungan antara status imunisasi TT pada ibu
Distribusi frekuensi paritas bayi penderita TN dengan kematian pada bayi penderita TN ditampilkan
pada Tabel 2, menunjukkan bahwa mayoritas paritas pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa ibu
bayi penderita TN adalah bayi dengan kelahiran ≤ 2, yang tidak mendapat imunisasi TT (tidak imunisasi
198
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 199

atau hanya sampai imunisasi TT1) memiliki bayi penderita TN di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014-
penderita TN yang meninggal dengan persentase 2016. Berdasarkan perhitungan statistik diperoleh
lebih kecil dari pada bayi yang hidup yang menderita nilai Prevalensi Rasio sebesar 0,39 (95% CI 0,16-
TN dengan ibu yang memiliki status imunisasi 0,98) sehingga responden yang memiliki paritas > 2
yang sama yaitu dengan persentase meninggal 39% memiliki risiko akan kematian pada bayi penderita
dan hidup 50,8%, sedangkan bayi yang menderita tetanus neonatorum lebih rendah, yaitu sebesar 0,39
TN yang meninggal dengan ibu yang mendapat daripada responden yang memiliki paritas ≤ 2.
imunisasi TT menunjukkan persentase lebih besar Hubungan antara kecepatan pertolongan dengan
dari pada bayi yang hidup yang menderita TN dengan kematian bayi penderita tetanus neonatorum
ibu yang memiliki status imunisasi yang sama yaitu ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan
dengan persentase meninggal 6,8% dan hidup 3,4%. bahwa persentase kecepatan pertolongan < 2 hari
Hasil uji chi-squre pada variabel status imunisasi (1 hari) bayi penderita tetanus neonatorum yang
ibu dengan status kematian bayi TN diperoleh nilai meninggal memiliki persentase lebih kecil (20,3%)
signifikan dengan nilai p = 0,257 sehinga nilai p > dari pada bayi yang hidup yang menderita tetanus
α (0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut neonatorum yang mendapat kecepatan pertolongan
dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat yang sama yaitu meninggal 20,3% dan hidup 39%,
hubungan yang bermakna antara status imunisasi ibu sedangkan bayi penderita tetanus neonatorum yang
dan kematian bayi TN. mendapat pertolongan > 2 hari yang meninggal
Hasil penelitian pada Tabel 3, menunjukkan persentasenya lebih besar dibandingkan dengan bayi
bahwa persentase bayi penderita TN yang meninggal tetanus neonatorum yang hidup yaitu meninggal
pada usia neonatal dari ibu dengan paritas ≤ 2 25,4% dan hidup 15,3%. Variabel kecepatan
persentasenya lebih besar dari pada bayi yang hidup pertolongan TN dengan status kematian bayi TN
pada ibu yang berparitas sama yaitu dengan persentase berdasarkan Hasil uji chi-squre pada variabel
meninggal 39% dan hidup 30,5%, sedangkan ibu kecepatan pertolongan bayi TN dengan status kematian
dengan paritas > 2 persentase bayi TN yang hidup bayi TN diperoleh nilai signifikan dengan nilai p =
lebih besar dibandingkan dengan bayi TN yang 0,061 sehinga nilai p > α (0,05). Berdasarkan hasil
meninggal yaitu meninggal 6,8% dan hidup 23,7%. analisis statistik tersebut dapat diperoleh kesimpulan
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik dengan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
menggunakan uji chi-square antara paritas dengan kecepatan pertolongan dan kematian bayi TN.
status kematian bayi penderita TN diperoleh nilai Hubungan antara perawatan tali pusat dengan
p = 0,034 (p < α) yang bermakna terdapat hubungan kematian bayi penderita TN ditampilkan pada Tabel 3.
antara tingkat paritas dengan status kematian bayi Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase bayi penderita

Tabel 3. Analisis Faktor Risiko Status Kematian Tetanus Neonatorum dengan Status Imunisasi TT Ibu, Paritas,
Kecepatan Pertolongan TN, Penolong Persalinan, dan Perawatan Tali pusat di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2014-2016
Status Kematian TN Total p
Variabel Meninggal Hidup PR CI 95%
value
n % n % n %

Status Imunisasi TT Ibu


Tidak Imunisasi 23 39 30 50,8 53 89,8 0,257 0,65 0,34-1,24
Imunisasi 4 6,8 2 3,4 6 10,2
Paritas
Kelahiran > 2 4 6,8 14 23,7 18 30,5 0,034 0,39 0,16-0,98
Kelahiran ≤ 2 23 39 18 30,5 41 69,5
Kecepatan Pertolongan
TN 25,4 9 15,3 24 40,7 0,061 1,82 1,04-3,17
15
<≥ 22 hari
hari 20,3 23 39 35 59,3
12
Perawatan Tali pusat
Ramuan 17 28,8 8 13,6 25 42,4 0,007 2,31 1,29-4,15
Anjuran Medis 10 16,9 24 40,7 34 57,6

199
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 200

TN yang meninggal yang perawatan tali pusat tidak menunjukkan bahwa pertolongan penderita TN di
sesuai anjuran medis memiliki persentase lebih Jawa Timur sudah baik. Kondisi tersebut juga sesuai
tinggi dari pada bayi yang hidup yang mendapatkan dengan kondisi distribusi frekuensi status kematian
perawatan tali pusat yang sama yaitu meninggal bayi penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
28,8% dan hidup 13,6%, sedangkan bayi penderita mayoritas bayi yang menderita TN tetap hidup, yaitu
TN yang meninggal yang perawatan tali pusat sesuai sebesar 54,2% atau sebanyak 32 bayi penderita TN
anjuran medis memiliki persentase lebih rendah dapat sembuh dari penyakit tetanus neonatorum dan
dibandingkan dengan bayi TN yang hidup yang mampu bertahan hidup.
mendapatkan perawatan tali pusat yang sama yaitu Distribusi frekuensi perawatan tali pusat bayi
meninggal 16,9% dan hidup 6,8%. Hasil uji statistik penderita TN pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
variabel perawatan tali pusat dengan status kematian mayoritas perawatan tali pusat sesuai anjuran medis,
bayi TN berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh yaitu sebesar 57,6% atau sebanyak 34 bayi melakukan
nilai p = 0,007 (p < α) yang berarti terdapat hubungan perawatan tali pusat sesuai anjuran medis. Perawatan
bermakna antara jenis perawatan tali pusat dengan tali pusat dapat dilakukan dengan menjaga tali pusar
status kematian bayi penderita TN di Provinsi Jawa tetap kering dan bersih. Perawatan tali pusat dapat
Timur tahun 2014-2016. Berdasarkan perhitungan dilakukan dengan menggunakan kasa kering ataupun
statistik diperoleh nilai Prevalensi Rasio sebesar kasa dengan antiseptik. Perawatan tali pusat yang benar
2,31 (95% CI 1,28-4,15) sehingga responden yang dampak memberi dampak positif pupusnya tali pusat
melakukan perawatan tali pusat dengan ramuan dapat sekitar hari ke 5-10 hari, namun perawatan tali pusat
meningkatkan risiko kematian pada bayi penderita yang tidak benar dapat berdampak mengakibatkan
tetanus neonatorum sebesar 2,31 daripada yang kematian pada bayi (Muliawati dan Susanti, 2015).
melakukan perawatan sesuai anjuran medis.
Faktor Risiko Status Imunisasi TT Ibu
dengan Status Kematian Bayi
PEMBAHASAN Penderita Tetanus Neonatorum di
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-
Distribusi frekuensi paritas bayi penderita TN
pada Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas paritas 2016
bayi penderita TN adalah bayi dengan kelahiran ≤ 2 Hubungan antara status imunisasi TT pada ibu
sebesar 69,5%. Penderita TN di Jawa Timur banyak dengan kematian pada bayi penderita TN ditampilkan
dialami pada bayi yang memiliki kelahiran awal pada Tabel 3. Hubungan antara status imunisasi TT
atau pertama, hal tersebut dapat dipengaruhi faktor pada ibu dengan kematian pada bayi penderita TN
pengetahuan ibu dalam melakukan vaksinasi TT ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan
selama kehamilan untuk memberikan kekebalan TN bahwa ibu yang tidak mendapat imunisasi TT (tidak
pada bayi. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan imunisasi atau hanya sampai imunisasi TT1) memiliki
di Banda Aceh bahwa pengetahuan ibu memengaruhi bayi penderita TN yang meninggal dengan persentase
perilaku ibu untuk melakukan vaksinasi TT (Fitriah, lebih kecil dari pada bayi yang hidup yang menderita
2012). Ibu yang baru mendapatkan kehamilan awal TN dengan ibu yang memiliki status imunisasi
atau pertama memiliki kemungkinan untuk memiliki yang sama yaitu dengan persentase meninggal 39%
pengetahuan yang kurang dibanding ibu yang sudah dan hidup 50,8%, sedangkan bayi yang menderita
pernah hamil atau melahirkan. Pengetahuan tersebut TN yang meninggal dengan ibu yang mendapat
terkait hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam imunisasi TT menunjukkan persentase lebih besar
kehamilan, persalinan, dan menjaga tumbuh kembang dari pada bayi yang hidup yang menderita TN dengan
bayinya. Kondisi tersebut sesuai dengan distribusi ibu yang memiliki status imunisasi yang sama yaitu
frekuensi status imunisasi ibu dari bayi penderita dengan persentase meninggal 6,8% dan hidup 3,4%.
TN pada Tabel 2. menunjukkan bahwa mayoritas ibu Kondisi tersebut menunjukkan bahwa mayoritas bayi
tidak melakukan imunisasi TT, yaitu sebesar 72,9% penderita TN memiliki ibu yang memiliki riwayat
atau sebanyak 42 ibu dari bayi penderita TN yang tidak melakukan imunisasi TT (tidak imunisasi
tidak melakukan imunisasi TT. atau hanya sampai imunisasi TT1). Bayi TN yang
Distribusi frekuensi kecepatan pertolongan bayi meninggal mayoritas memiliki ibu tidak imunisasi TT
penderita TN pada Tabel 2. menunjukkan bahwa (tidak imunisasi atau hanya sampai imunisasi TT1).
mayoritas kecepatan pertolongan dilakukan < 2 hari Hasil uji chi-square pada variabel status imunisasi
(24 jam), yaitu sebesar 59,3% atau sebanyak 35 bayi ibu dengan status kematian bayi TN diperoleh nilai
yang mendapat pertolongan < 2 hari. Kondisi Tersebut signifikan dengan nilai p = 0,257 sehinga nilai p >

200
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 201

α (0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut imunisasi TT akan memberikan efikasi vaksin tetanus
dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat toxoid hampir 100% akan tetapi akan terus menurun
hubungan yang bermakna antara status imunisasi ibu dengan berjalannya waktu sehingga perlu dilakukan
dan kematian bayi TN. Kondisi tersebut mungkin booster setiap 10 tahun sekali (Surya, 2016). Efikasi
terjadi dikarenakan sebaran data tidak seimbang, yang terus menurun dapat memberikan peluang untuk
karena dari 59 responden bayi TN hanya 6 bayi TN terinfeksi TN. Vaksin tetanus toxoid sensitif terhadap
yang memiliki ibu dengan riwayat imunisasi TT pembekuan sehingga vaksin tersebut dapat rusak
(hingga TT2). apabila terpapar suhu dingin (Depkes RI, 2005).
Vaksin tetanus toksoid (TT) adalah salah satu Vaksin yang rusak tentunya akan menghilangkan
vaksin yang paling efektif, aman, stabil, dan murah kemampuan proteksinya dalam mencegah infeksi
yang pernah ada. Vaksin TT diberikan dengan tetanus neonatorum. Sehingga penyimpanan vaksin
aman selama kehamilan dan untuk orang dengan TT perlu diperhatikan agar kualitas vaksin TT tetap
immunocompromised. Apabila diberikan dengan baik saat diberikan dan dapat memberikan kekebalan
benar, vaksin TT dapat memberikan kekebalan terhadap infeksi tetanus.
yang sangat protektif dan tahan lama terhadap
tetanus. Durasi perlindungan yang diberikan oleh
vaksin TT bergantung pada jumlah total dosis yang
diberikan. Dosis pertama vaksin TT memberikan Faktor Risiko Paritas dengan Status
respons antibodi terhadap tetanus yang berkembang
perlahan yang terdiri dari IgM non-penetralisir dan
Kematian Bayi Penderita Tetanus
sejumlah kecil antibodi IgG. Respons antibodi pada Neonatorum di Provinsi Jawa
pemberian vaksin TT yang pertama tidak mencukupi Timur Tahun 2014-2016
untuk memberikan perlindungan terhadap tetanus.
Setelah dosis kedua, konsentrasi antibodi pelindung Hubungan antara tingkat paritas dengan kematian
mulai berkembang, namun setahun setelah vaksinasi bayi penderita TN ditampilkan pada Tabel 3.
perlindungan menurun. Hasil dosis ketiga dapat Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase bayi
memberikan perlindungan yang tetap tinggi untuk penderita TN yang meninggal pada usia neonatal dari
beberapa orang. Pemberian vaksin TT(booster) setelah ibu dengan paritas ≤ 2 persentasenya lebih besar dari
pemberian yang ketiga tetap memberikan kekebalan pada bayi yang hidup pada ibu yang berparitas sama
yang tinggi, meskipun bila diberikan bertahun- yaitu dengan persentase meninggal 39% dan hidup
tahun setelahnya. Jadwal pemberian vaksinasi yang 30,5%, sedangkan ibu dengan paritas > 2 persentase
disarankan berbeda-beda di setiap negara. WHO bayi TN yang hidup lebih besar dibandingkan dengan
merekomendasikan bahwa setidaknya lima dosis bayi TN yang meninggal yaitu meninggal 6,8% dan
vaksin TT diberikan selama 12-15 tahun, dimulai hidup 23,7%. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis
pada masa bayi dan dosis keenam dianjurkan untuk statistik dengan menggunakan uji chi-square antara
diberikan pada awal masa dewasa untuk memastikan paritas dengan status kematian bayi penderita TN
perlindungan jangka panjang (WHO, 2007). diperoleh nilai p = 0,034 (p < α) yang bermakna
terdapat hubungan antara tingkat paritas dengan
Imunisasi TT pada ibu hamil bertujuan untuk
status kematian bayi penderita TN di Provinsi
memberikan kekebalan tetanus pada ibu. Ibu
Jawa Timur pada tahun 2014-2016. Berdasarkan
yang memiliki kekebalan terhadap tetanus akan
perhitungan statistik diperoleh nilai Prevalensi Rasio
mewariskan imunitas pada bayinya (CDC, 2013).
sebesar 0,39 (95% CI 0,16-0,98) sehingga responden
Agar ibu hamil mendapat imunisasi TT yang lengkap
dengan paritas > 2 memiliki risiko akan kematian
ibu hamil dianjurkan melakukan imunisasi sebanyak
pada bayi penderita tetanus neonatorum lebih rendah,
3 kali, yaitu pertama sejak ibu positif hamil, kemudian
yaitu sebesar 0,39 daripada responden yang memiliki
untuk imunisasi selanjutnya dengan minimal jarak 4
paritas ≤ 2.
minggu, dan selanjutnya setelah 6-12 bulan kemudian
atau dianjurkan pada trismester ke dua akhir atau Kehamilan lebih > 2 atau memiliki paritas yang
selama trismester ke tiga kehamilan (setelah 20 tinggi merupakan salah satu kehamilan berisiko.
minggu kehamilan) (ACIP, 2011). Dampak dari paritas yang tinggi adalah preeklamsia
Banyak faktor yang dapat memengaruhi pemberian (Fajarsari and Prabandari, 2016). Terjadinya
imunisasi TT pada ibu, seperti faktor pengetahuan, preeklamsia dapat menyebabkan bayi lahir prematur
sikap, dan persepsi ibu (Fitriah, 2012). Kelengkapan dan berdampak pada kondisi kesehatan neonatal
(Mendola, et al., 2015). Bayi yang lahir tidak cukup
umur (prematur) meningkatkan risiko terhadap
kelangsungan hidup bayi (Ogawa, et al., 2013; UCI,
2012). Organ tubuh dan metabolisme tubuh bayi
yang belum matang pada bayi yang lahir premature

201
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 202

akan memengaruhi ketahanan bayi saat masa awal memiliki berat lahir rendah dapat meningkatkan
kehidupan untuk mampu bertahan hidup. risiko kematian pada saat kelangsungan hidup bayi
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, pada tahun pertama kehidupan (UCI, 2012). Hal
antara tingkat paritas terhadap kematian bayi penderita ini berkaitan dengan pertumbuhan dan pematangan
tetanus neonatorum diperoleh hasil hubungan yang (maturasi) organ dan alat-alat tubuh yang belum
signifikan dengan arah hubungan yang berbanding sempurna, akibatnya BBLR sering mengalami
terbalik. Penelitian ini diperoleh hasil risiko kematian gangguan kesehatan pada tahun pertama kehidupan.
lebih rendah pada bayi penderita tetanus neonatorum Gangguan kesehatan tersebut seperti seringnya bayi
yang memiliki paritas > 2 dibandingkan dengan mendapatkan komplikasi dan kondisi terburuknya,
bayi penderita tetanus neonatorum yang memiliki apabila bayi tidak mampu bertahan dapat berdampak
paritas ≤ 2, kondisi tersebut dapat dipengaruhi kematian pada bayi (Kusnasetia and Rini, 2016).
oleh imunitas yang terbentuk pada ibu karena telah
memiliki riwayat imunisasi TT yang sudah dilakukan
Faktor Risiko Kecepatan Pertolongan
ibu pada kehamilan sebelumnya. Pernyataan tersebut
didukung oleh penelitian CDC yang menjelaskan dengan Status Kematian Bayi
bahwa imunisasi TT booster pada ibu hamil dilakukan Penderita Tetanus Neonatorum di
apabila ibu telah memiliki imunisasi TT lengkap Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-
lebih dari 10 tahun (CDC, 2013). Kesimpulan yang
diperoleh adalah kekebalan imunisasi TT dapat 2016
bertahan selama kurang lebih 10 tahun sehingga Hubungan antara kecepatan pertolongan dengan
memungkinkan memberi kekebalan pada kehamilan kematian bayi penderita tetanus neonatorum
selanjutnya dan memberikan kekebalan bawaan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa
pada bayinya. Kematian pada kelahiran pertama juga persentase kecepatan pertolongan < 2 hari (1 hari)
dipengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan. Apabila bayi penderita tetanus neonatorum yang meninggal
ibu terlalu muda (< 18 tahun) saat melahirkan akan memiliki persentase lebih kecil (20,3%) dari pada
memberikan banyak dampak yang merugikan pada bayi yang hidup yang menderita tetanus neonatorum
bayi (Kozuki, et al., 2013). Kehamilan pertama yang mendapat kecepatan pertolongan yang sama
cenderung terjadi kegagalan dalam pembentukan yaitu meninggal 20,3% dan hidup 39%, sedangkan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta bayi penderita tetanus neonatorum yang mendapat
sehingga dapat menimbulkan respons imun yang pertolongan > 2 hari yang meninggal persentasenya
tidak menguntungkan baik pada janin maupun ibu lebih besar dibandingkan dengan bayi tetanus
hamil. Janin dapat mengalami intrauterine growth neonatorum yang hidup yaitu meninggal 25,4% dan
restriction (IUGR) (Asmana, et al., 2016). Kondisi hidup 15,3%. Variabel kecepatan pertolongan TN
tersebut tentunya akan memengaruhi kesehatan dengan status kematian bayi TN berdasarkan hasil
janin. Kondisi kesehatan janin yang tidak baik, akan uji chi-square pada variabel kecepatan pertolongan
berdampak pada kesehatan bayi yang dilahirkan. bayi TN dengan status kematian bayi TN diperoleh
Sehingga bayi akan cenderung memiliki kerentanan nilai signifikan dengan nilai p = 0,061 sehinga nilai
terhadap kondisi kesehatannya. p > α (0,05). Berdasarkan hasil analisis statistik
Penelitian lain menyebutkan bahwa pada tingkat tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak
paritas yang tinggi akan meningkatkan kematian terdapat hubungan yang bermakna antara kecepatan
pada bayi (Sonneveldt, et al., 2013). Paritas yang pertolongan dan kematian bayi TN.
tinggi memengaruhi kesiapan fungsi organ untuk Kondisi tersebut berbeda dengan penelitian yang
menjaga kehamilan dan menjaga janin (Nur, dilakukan di RS Indramayu dan Cirebon menunjukkan
et al., 2016). Kehamilan yang berulang-ulang dapat nilai OR=6.95 dengan (95% CI: 2.378-20.340),
membuat dinding uterus mengalami kerusakan, hasil analisis pada penelitian tersebut menunjukkan
sehingga memengaruhi nutrisi yang diperoleh janin bahwa penderita tetanus neonatorum yang mendapat
pada saat kehamilan. Nutrisi yang diperoleh janin pertolongan lebih dari 2 hari berisiko meninggal
pada saat kehamilan dapat memengaruhi tumbuh dunia 6.9 kali lebih besar daripada yang dibawa ke
kembang janin. Nutrisi yang kurang pada janin rumah sakit pada hari pertama (Tantijawati, L., and
dapat memberikan kondisi yang merugikan, seperti Krisnawati, B., 2006).
menyebabkan bayi terlahir dengan berat badan Fatalitas pertolongan penderita TN sangat tinggi
rendah atau BBLR (Suwarni, et al., 2014). Bayi yang karena pada umumnya pertolongan dilakukan
apabila keadaan bayi sudah gawat atau pertolongan
yang terlambat karena terlambat melakukan
diagnosis. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi karena

202
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 203

ketidaktauan ibu terkait gejala tetanus neonatorum penderita tetanus neonatorum sebesar 2,31 daripada
yang muncul pada bayi. Penderita tetanus neonatorum yang melakukan perawatan sesuai anjuran medis.
harus segera dibawa ke rumah sakit, agar mendapat Suatu penelitian yang dilakukan di negara-negara
pengawasan dan segera mendapat pertolongan karena berkembang menjelaskan bahwa perawatan tali pusat
sering timbul komplikasi seperti dehidrasi, sepsis, dengan baik dapat menurunkan risiko kematian
atau pneumonia aspirasi. Semakin lama penundaan pada bayi. Peningkatan risiko kematian akibat TN
pertolongan maka berdampak semakin buruknya dipengaruhi terhadap tingginya pajanan patogen
prognosis tetanus neonatorum (Lam, et al., 2015). pada tali pusat. Perawatan tali pusat yang bersih dan
Kecepatan pertolongan TN memengaruhi menghindari pajanan patogen sangat diperlukan agar
tatalaksana pengobatan tetanus, seperti efektivitas tali pusat terhindar dari infeksi. Penelitian tersebut
pemberian (anti tetanus serum) ATS. ATS akan diperoleh hasil analisis statistik RR 0.76 dengan
bekerja efektif apabila diberikan sebelum 24 jam (95% CI 0.68 to 0.84) yang dapat disimpulkan bahwa
luka. ATS diberikan kepada yang belum mendapatkan perawatan tali pusat yang baik atau sesuai anjuran
imunisasi, sedangkan yang sudah mendapat imunisasi medis dapat menurunkan risiko kematian neonatal
dapat diberikan imunisasi TT ulangan apabila sudah (Khan, A.A., et al., 2013).
waktunya (WHO dan Depkes RI, 2009). Bayi usia < Perawatan tali pusat dipengaruhi oleh kebiasaan
28 hari belum mendapatkan imunisasi TT, imunisasi masyarakat (kebudayaan lokal) yang beberapa
baru akan diberikan pada anak saat memasuki masa memiliki dampak merugikan seperti penggunaan
sekolah dasar (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, arang dan ramuan-ramuan tertentu (Saleh et al.,
2012). Kekebalan terhadap TN pada bayi didapatkan 2015; Coffey and Brown, 2017). Penelitian tersebut
dari kekebalan bawaan dari ibunya. Apabila ibu belum memiliki kesimpulan yang sama dengan penelitian
mendapatkan kekebalan terhadap TN, bayi sangat yang dilakukan di Uganda. Penelitian di Uganda
rentan terhadap TN sehingga penanganan segera pada menjelaskan bahwa kematian neonatal umumnya
bayi yang terdiagnosa TN sangat diperlukan. disebabkan oleh praktik perawatan tali pusat secara
tradisional. Program intervensi untuk perawatan
tali pusat dengan baik mendapatkan dukungan dari
WHO. Program tersebut perlu dikembangkan dan
Faktor Risiko Perawatan Tali Pusat dilaksanakan dengan kepercayaan dan dukungan
dengan Status Kematian Bayi ibu, pelayanan kesehatan, dukun bayi tradisional dan
Penderita Tetanus Neonatorum di masyarakat (Grant et al., 2014).
Perawatan tali pusat pada unit pelayanan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014- kesehatan penggunaan bahan terdapat penggunaan
2016 bahan yang berbeda, ada yang menggunakan kasa
dengan antiseptik atau menggunakan kasa kering
Hubungan antara perawatan tali pusat dengan
atau kas steril (Utami and Sulastri, 2017). Perawatan
kematian bayi penderita TN ditampilkan pada Tabel
tali pusat dengan menggunakan antiseptik dibanding
3. Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase bayi
menggunakan kasa kering tidak memiliki keunggulan
penderita TN yang meninggal yang perawatan tali
antara satu sama lain dalam mencegah infeksi tali
pusat tidak sesuai anjuran medis memiliki persentase
pusat ataupun mencegah risiko kematian TN.
lebih tinggi dari pada bayi yang hidup yang
Perbedaan yang ditemukan adalah cepat atau
mendapatkan perawatan tali pusat yang sama yaitu
lainnya tali pusat akan pupus. Menurut suatu
meninggal 28,8% dan hidup 13,6%, sedangkan bayi
penelitian, tali pusat akan lebih cepat pupus apabila
penderita TN yang meninggal yang perawatan tali
menggunakan antiseptik (Imdad et al., 2013).
pusat sesuai anjuran medis memiliki persentase lebih
Pernyataan tersebut berbeda dengan penelitian lain
rendah dibandingkan dengan bayi TN yang hidup
yang menjelaskan bahwa perawatan tali pusat dengan
yang mendapatkan perawatan tali pusat yang sama
kasa steril memiliki kemampuan yang lebih baik
yaitu meninggal 16,9% dan hidup 6,8%. Hasil uji
untuk mempercepat pupusnya tali pusat. Penelitian
statistik variabel perawatan tali pusat dengan status
tersebut disebutkan bahwa penggunaan kasa steril
kematian bayi TN berdasarkan hasil uji chi-square
pada perawatan tali pusat akan membuat tali pusat
diperoleh nilai p = 0,007 (p < α) yang berarti terdapat
pupus dalam waktu 5 hari sedangkan perawatan tali
hubungan bermakna antara jenis perawatan tali
pusat dengan menggunakan kasa dengan antiseptik,
pusat dengan status kematian bayi penderita TN di
tali pusat akan pupus dalam waktu 7 hari (Utami dan
Provinsi Jawa Timur tahun 2014-2016. Berdasarkan
Sulastri, 2017).
perhitungan statistik diperoleh nilai Prevalensi Rasio
sebesar 2,31 (95% CI 1,28-4,15) sehingga responden
yang melakukan perawatan tali pusat dengan ramuan
dapat meningkatkan risiko kematian pada bayi

203
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 204

SIMPULAN DAN SARAN neonatorum serta himbauan untuk melakukan


persalinan di fasilitas kesehatan dan melakukan
perawatan tali pusat sesuai anjuran medis.
Simpulan
Bagi pelayanan kesehatan diharapkan dapat
menjaga kualitas vaksin TT, agar ibu yang melakukan
Berdasarkan semua variabel yang dianalisis
imunisasi TT mendapat kekebalan dan dapat
terdapat variabel yang memiliki p > 0,05 yaitu variabel
memberikan kekebalan pada bayinya terhadap infeksi
status imunisasi TT ibu dan kecepatan pertolongan
tetanus neonatorum, serta menjaga proses persalinan
bayi TN yang memiliki makna bahwa tidak ada
berjalan secara bersih dan aman.
hubungan yang bermakna antara variabel tersebut
Bagi masyarakat di Jawa Timur, terutama bagi para
dengan variabel status kematian bayi penderita TN.
ibu hamil untuk lebih memperluas pengetahuannya
Variabel yang memiliki nilai p < 0,05 yaitu variabel
atau dengan selalu berkonsultasi dengan tenaga
paritas dan perawatan tali pusat yang memiliki
kesehatan agar dapat membuat keputusan yang benar
makna bahwa terdapat hubungan yang bermakna
terkait kehamilan, persalinan, dan bayinya.
antara paritas dan perawatan tali pusat dengan status
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
kematian bayi penderita TN.
melengkapi variabel lain yang terkait faktor prognosis
Perhitungan statistik antara paritas dan kematian
kematian bayi penderita tetanus neonatorum, seperti
bayi penderita TN diperoleh nilai Prevalensi Rasio
tata laksana pengobatan tetanus neonatorum dan
sebesar 0,39 (95% CI 0,16-0,98) sehingga responden
efektivitas pelayanan kesehatan terutama dalam
yang memiliki paritas > 2 memiliki risiko akan
penanganan kasus tetanus neonatorum.
kematian pada bayi penderita tetanus neonatorum
lebih rendah, yaitu sebesar 0,39 daripada responden
yang memiliki paritas ≤ 2. Risiko kematian lebih
rendah pada bayi penderita TN yang memiliki paritas
>2 dipengaruhi oleh imunitas yang terbentuk karenaREFERENSI
telah memiliki riwayat imunisasi TT yang sudah
dilakukan ibu pada kehamilan sebelumnya. ACIP. 2011. ACIP Provisional Recommendations for
Perhitungan statistik antara perawatan tali pusat Pregnant Women on Use of Tetanus Toxoid,
dengan kematian bayi penderita TN diperoleh nilai Reduced Diphtheria Toxoid and Acellular Pertussis
Prevalensi Rasio sebesar 2,31 (95% CI 1,28-4,15)
Vaccine (Tdap), s.l.: Advisory Committee on
sehingga responden yang melakukan perawatan tali
Immunization Practice. Tersedia di:http://www.
pusat dengan ramuan dapat meningkatkan risiko
smchealth.org/sites/main/files/file-
kematian pada bayi penderita tetanus neonatorum
sebesar 2,31 daripada yang melakukan perawatan attachments/ pregnant_tdap_use.pdf. [Sitasi: 24
sesuai anjuran medis. Berdasarkan penelitian yang Mei 2017].
dilakukan di negara-negara berkembang menunjukkan Asmana, S.K., Syahredi, Hilbertina, N. 2016.
perawatan tali pusat dengan baik dapat menurunkan Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian
risiko kematian pada bayi. Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Achmad
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian di Jawa Mochtar Bukittinggi Tahun 2012–2013. Jurnal
Timur pada tahun 2014-2016 terhadap faktor risiko Kesehatan Andalas, 5(3), pp. 640-646. Tersedia
kematian bayi penderita TN menunjukkan bahwa di:http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/
variabel paritas dan perawatan tali pusat memiliki article/view/591 [Sitasi: 3 Juli 2017].
hubungan bermakna dengan kematian bayi penderita Coffey, P.S. & Brown, S.C. 2017. Umbilical cord-
tetanus neonatorum dengan keeratan hubungan yang care practices in low- and middle-income
rendah. countries: a systematic review. BioMed Central
Pregnancy and Childbirth. Tersedia di: https://
Saran bmcpregnancychildbirth.biomedcentral.com/
articles/10.1186/s12884-017-1250-7 [Sitasi: 3 Juli
Saran yang dapat direkomendasikan adalah 2017].
bagi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, agar Depkes, RI. 2005. Panduan teknis Pengelolaan
meningkatkan sosialisasi atau promosi kesehatan Vaksin dan Rantai Dingin. Jakarta: Ditjen PP dan
kepada masyarakat dengan memberikan penyuluhan
PL. Tersedia di: http://perpustakaan.depkes.
dan penyampaian informasi yang intensif tentang
go.id:8180/bitstream/123456789/1360/
pentingnya kelengkapan imunisasi TT pada ibu
1/ BK2009-Sep14.pdf [Sitasi: 10 Juni 2017].
hamil untuk mencegah kematian bayi akibat tetanus
Fajarsari, D., Prabandari, F. 2016. Pengaruh Paritas
dan Indeks Masa Tubuh (IMT) terhadap Kejadian
Preeklamasi di Kabupaten Banyumas. Jurnal
204
Selvy Novita Sari, Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus … 205

Ilmiah Kebidanan, 7(2). Tersedia di: http:// ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25499039 [Sitasi: 3 Juli


ojs.akbidylpp.ac.id/index.php/Prada/article/ 2017].
viewFile/195/153 [Sitasi: 10 Juni 2017]. Tantijawati, L., and Krisnawati B. 2006. Faktor-
Fitriah. 2012. Perilaku Ibu hamil terhadap Imunisasi faktor Prognosis Kematian Tetanus Neonatorum
Tetanus Toxoid di Puskesmas Tangse Kabupaten di RS Kabupaten Indramayu dan Kabupaten
Pidie. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
U’budiyah. Tersedia: http://simtakp.uui.ac.id/ Vol 1, No. 2, pp. 51-56. Tersedia di:
dockti/FITRIAH-skripsi.pdf [Sitasi: 10 Juni 2017]. http://journal.fkm.ui.ac.
Grant, E., Munube, D., Lumala, P., Sentongo, S.A., id/kesmas/article/view/311 [Sitasi: 3 Juli 2017].
Dodds, L., Bortolussi, R., et al. 2014. Neonatal Lolong, D.B., Pangaribuan, L. 2015. Hubungan
deaths and umbilical cord care practices in Kunjungan K4 dengan Kematian Neonatal Dini di
Luweero district, Uganda. Paediatrics & Child Indonesia (Analisis Lanjut Data Riskesdas 2013).
Health, 19(6), p. 333. Tersedia di:https://www. Media Litbangkes, 25(3), pp. 139-146. Tersedia
ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4173963/ di: http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/
[Sitasi: 29 Mei 2017]. MPK/article/view/4384 [Sitasi: 24 Mei 2017].
Hatkar, N., Shah, N., Imran, S., Jadhao, A. 2015. Study Mendola, P., Mumford, S.L., Männistö, Tuija I.,
of Incidence, Mortality & Causes of Neonatal Holston, A., Reddy, U.M., et al. 2015. Hubungan
Tetanus among all Neonatal Intensive Care Unit Preeklamasi dengan Kondisi Bayi yang dilahirkan
[NICU] Admissions in Tertiary Health Care secara Sectio Caesarea di RSUD DR. Moewardi
Center of SBHGMC, Dhule. Journal of Evolution Surakarta. Epidemiology, 26(1), pp. 17-26.
of Medical and Dental Sciences, 4(40), pp. 6967- Tersedia di: http://journals.ums.ac.id/index.php/
6973. Tersedia di: https://www.jemds.com/latest- BIK/article/download/3755/2422 [Sitasi: 24 Mei
articles.php?at_id=7799 [Sitasi: 23 Mei 2017]. 2017].
Imdad, A., Bautista, R.M.M., Senen, K.A.A., Muliawati, S., Susanti, L.W. 2015. Studi Deskriptif
Uy, M.E., Mantaring, J.B., Bhutta, Z.A. 2013. perawatan Tali Pusat pada bayi Baru Lahir di
Umbilical cord antiseptics for preventing sepsis Puskesmas Gajahan kecamatan Pasarkliwon
and death among newborns. Cochrane Library, Kota Surakarta. Jurnal Maternity, 2(1). Tersedia
Issue 5. Tersedia di: https://www.ncbi.nlm.nih. di:http://ejurnal.akbidcm.ac.id/index.php/
gov/pubmed/23728678 [Sitasi: 26 Mei 2017]. maternity/article/view/30 [Sitasi: 10 Juni 2017]
Khan, Adeel Ahmed, Aysha Z., Fauziah R. 2013. Nur, R., Arifuddin, A., Novilia, R. 2016. Analisis
Interventions to reduce neonatal mortality from Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah
neonatal tetanus in low and middle income di Rumah Sakit Umum Anutaputra Palu. Jurnal
countries - a systematic review. BMCPublic Health, Preventif, 7(1), pp. 1-64.
13(322). Tersedia di: https://bmcpublichealth. Ogawa, M., Matsuda, Y., Kanda, R., Konno, J.,
biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2458- Mitani, M., Makino, Y.; et al. 2013. Survival
13-322 [Sitasi: 26 Mei 2017]. Rate of Extremely Low Birth Weight Infants and
Kozuki, N., Lee, A.C.C., Silveira, M.F., Sania, A., Its Risk Factors: Case-Control Study in Japan.
Vogel, J.P., Adair, L., et al. 2013. The associations ISRN Obstetrics and Gynecology, Volume 2013.
of parity and maternal age with small-for- Tersedia di: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
gestational-age, preterm, and neonatal and infant articles/PMC3858981/ [Sitasi: 10 Juni 2017].
mortality: a meta-analysis. BioMed Central Public Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2012.
Health, 13(3). Tersedia di:https://bmcpublichealth. Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal di
biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2458- Indonesia. In: Buletin Jendela Data dan Informasi
13-S3-S2 [Sitasi: 29 Mei 2017]. Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Lam, P.K., Trieu, H.T., Lubis, I.N.D., Loan, H.T., Republik Indonesia. Tersedia di: http://www.
Thuy, T.T.D., Wills, B., et al. 2015. Prognosis of depkes.go.id/download.php?file=download/
neonatal tetanus in the modern management era: pusdatin/buletin/buletin-mnte.pdf [Sitasi: 23 Mei
an observational study in 107 Vietnamese infants. 2017].
International Journal of Infectious Diseases, Saleh, J. A., Nemecek, J., Jones, C. 2015. Impact
Volume 33, pp. 7-11. Tersedia di: https://www. of hygienic caring of the umbilical cord in the
Prevention of Neonatal Tetanus. Webmed Central
Public Health, 6(5). Tersedia di: https://www.

205
webmedcentral.com/article_view/4891 [Sitasi 10
Juni 2017].
Kusnasetia, S., Rini, R. 2016. Pengaruh Konseling terhadap Motivasi Ibu Melakukan
Perawatan Metode Kangguru pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 11(2). Tersedia di: https://journal.unnes.ac.id/nju/index.
php/kemas/article/view/4028 [Sitasi 26 Mei 2017].
Sonneveldt, E., Plosky, W., Stover, J. 2013. Linking high parity and maternal and
child mortality: what is the impact of lower health services coverage among
higher order births?. BioMed Central Public Health, 13(3). Tersedia
di:https://www. ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3847680/ [Sitasi 3 Juli
2017].
Surya, R. 2016. Skoring Prognosis Tetanus Generalisata. CDK-238, 43(3), pp. 199-
203. Tersedia di: http://www.cdkjournal.com/index.
php/CDK/article/download/34/31 [Sitasi 29 Mei 2017].
Suwarni, Y., Noor, M.S., Rahayu, A. 2014. Hubungan antara Paritas, LILA, Kadar Hb
dan Usia Ibu Hamil dengan Berat Lahir Bayi. Jurnal Publikasi Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 1(1).
UCI. 2012. Prematurity and Low Birth Weight, s.l.: The Urban Child Institute.
Tersedia di: http:// www.urbanchildinstitute.org/articles/policy-

ccvi
briefs/prematurity-and-low-birth-weight [Sitasi: 3
Juli 2017].
UNICEF, UNFPA., WHO. 2010. Achieving and Sustaining Maternal and Neonatal
Tetanus Elimination: Strategic Plan 2012–2015, New York: UNICEF, UNFPA, and
WHO. Tersedia di:http://www.who.int/immunization/diseases/
MNTEStrategicPlan_E.pdf [Sitasi 10 Juni 2017]
Utami, D.G.B., Sulastri. 2017. Perbedaan Lama Lepas Tali Pusat Perwatan dengan
Kasa Steril dibandingkan dengan Kasa Alkohol di Desa Bawean Kecamatan
Delanggu. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan. Tersedia di: http://journals.ums.
ac.id/index.php/BIK/article/view/3765 [Sitasi: 3
Juni 2017].
WHO, Depkes RI. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 1 ed. Jakarta:
World Health Organization and Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Tersedia di: http://www.searo.who. int/indonesia/documents/9789791947701-
buku- saku-kesehatan-anak-indonesia.pdf?ua=1 [Sitasi: 3 Juni 2017].
WHO. 2007. Maternal and Neonatal Tetanus. World Health Organization. Tersedia
di: http://www. who.int/immunization/diseases/Maternal_and_
neonatal_tetanus_Seminar.pdf [Sitasi: 17 Juli 2017].

ccvii
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tenanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Cl ostridium

tetani,sedangkan tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada

neonatus (bayi berusia 0-1 bulan). Penyebab tetanus adalah Clostridium tetani,

yang infeksinya biasaterjadi melalui luka dari tali pusat. Dapat juga karena

perawatan tali pusat yangmenggunakan obat tradisional seperti abu dankapur

sirih, daun-daunan dan sebagainya.Masa inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tetapi

bisa berkurang atau lebih. Gejala klinisinfeksi tetanus neonatorum umumnya

muncul pada hari ke 3 sampai ke 10.Tindakan pencegahan yang paling efektif

adalah melakukanimunisasi dengantetanus toksoid (TT) pada wanita calon

pengantin dan ibu hamil. Selain itu, tindakanmemotong dan merawat tali pusat

harus secara steril. Pemberian asuhan keperawatan pada bayi berisiko tinggi:

tetanus neonatorum difokuskan pada upaya penanganan daritanda dan gejala

penyakit yang diderita untuk tindakan pemulihan fisik klien. Penentuan diagnosa

harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan

secaramaksimal dan mendapatkan hasil yangdiharapkan.

3.2 SARAN

Semoga dari makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi perawat agar dapat lebih

baik dalam melaksanakan asuhan keprawatan terutama dalam menangani masalah

Tetanus Neonatorum pada anak.

ccviii
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah.1997.PerawatanAnakSakitJakarta:EGC

http://penyakittetanus.com/tag/tetanus-neonatorum (Sri Sudarti, 13 Januari 2012

Modul Keperawatan Anak KemenKes RI

ccix

Anda mungkin juga menyukai