I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkah dan karuniaNya, Buku “Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi Rutin di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Swasta” telah selesai disusun. Buku ini
ditujukan sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan swasta untuk
menyelenggarakan layanan imunisasi yang berkualitas. Selain itu, buku ini juga
diharapkan dapat menjadi pedoman bagi seluruh pihak terkait didalam jejaring
layanan imunisasi baik pemerintah maupun swasta untuk dapat berkontribusi
dalam meningkatkan mutu dan akses layanan imunisasi sesuai standar.
Peningkatan cakupan layanan imunisasi memerlukan optimalisasi
interaksi antara sektor kesehatan publik dan swasta. Keterlibatan sektor swasta
untuk mengoptimalkan layanan vaksinasi yang berkualitas berpotensi
membantu meningkatkan cakupan program dan memberikan perlindungan
kepada semua sasaran melalui imunisasi. Untuk itu, penting bagi seluruh pihak
yang terlibat dalam penyelenggaraan imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan
swasta berkomitmen untuk dapat mewujudkannya. Di dalam buku petunjuk
teknis ini dijabarkan bagaimana peran dan alur koordinasi antara pemerintah
dan pihak swasta dalam penyelenggaraan imunisasi.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak baik dari lingkungan
Kementerian Kesehatan, organisasi profesi, PERSI, dan perwakilan
institusi/praktisi imunisasi, serta mitra pembangunan yang telah membantu
penyusunan buku ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa menaungi
langkah kita semua untuk dapat bersama-sama berkontribusi optimal dalam
menyehatkan anak Indonesia.
II
III
TIM PENYUSUN
Pelindung
Plt. Direktur Jenderal P2P
Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS
Pengarah
Plt. Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan
dr. Prima Yosephine, MKM
Penanggung Jawab
Koordinator Kelompok Substansi Imunisasi
dr. Iqbal Djakaria
Kontributor
Prof. Dr.dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi
Prof.Dr. dr. Hindra Irawan Satari, SpA (K), M.Trop.Paed.
Prof.Dr.dr. Hanifah Oswari, SpA (K)
Dr.dr.Julitasari Sundoro,MSc.PH
dr. Indri Oktaria Sukmaputri, MPH (Sub Koordinator Imunisasi Lanjutan Khusus)
dr. Dyan Sawitri (Sub Koordinator Imunisasi Dasar)
Diany Litasari, SKM, M.Epid (Staf Substansi Imunisasi)
Lulu Ariyantheny Dewi, SKM, MIPH (Staf Substansi Imunisasi)
dr. Devi Anisiska, MKM (Staf Substansi Imunisasi)
Sekar Astrika Fardani, SKM (Staf Substansi Imunisasi)
Indah Hartati, SKM, MKM (Staf Substansi Imunisasi)
dr. Novayanti Rumambo Tangirerung (Staf Substansi Imunisasi)
drg. Yulfirda (Staf Substansi Imunisasi)
Agustina Saranga, SKM (Staf Substansi Imunisasi)
Reza Isfan, SKM, MKM (Staf Substansi Imunisasi)
Debsy V. Pattilima, SKM, MPH (Staf Substansi Imunisasi)
Junghans Sitorus, SKM, MKM (Staf Substansi Imunisasi)
III
Eka Desi Purwanti, SKM (Staf Substansi Imunisasi)
Yusneri, SKM, MM (Staf Substansi Imunisasi)
Anggun Pratiwi, SKM, M.Epid (Staf Substansi Imunisasi)
Devy Nurdiansyah, AMKL (Staf Substansi Imunisasi)
Dini Surgayanti, SKM (Staf Substansi Imunisasi)
dr. Tri Setyanti, M.Epid (Staf Substansi Imunisasi)
Masna (Staf Substansi Imunisasi)
Ari Yuliandi (Bagian Hukormas, Ditjen P2P)
Sri Sukarsih (Bagian Hukormas, Ditjen P2P)
dr. Asik Surya, MPPM (Koordinator Substansi Arbovirosis, Dit. P2PTVZ)
Bayu Aji, SE. MSc.PH (Dit. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat)
Marti Rahayu D.K (Dit. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat)
Heni Rudiyanti (Dit. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat)
Dewi Mulyani, SKM (Dit. Kesehatan Lingkungan)
Shally Barina (Dit. Pelayanan Kesehatan Primer)
Siti Hidayah, SKM, M.Kes (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan)
Dr. A Rhyza Vertando Halim (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta)
Dr.dr. Widyastuti Wibisana, MSc (PH) (PERSI)
dr. Sri Mulyani, MARS (RS Hermina Jakarta)
Endang Sundari, SST (PP IBI)
Sri Poerwaningsih (PP IBI)
Ade Putra, SKM (KOMNAS PP KIPI)
DR. Sigit Mulyono, S.Kp, MN (PPNI-FIK UI)
N.s Jajat Sudrajat, S,Kep, SKM, EMT-P (PPNI)
Sofya Umi Labiba, SKM (SKIPI GAVI)
RS St. Carolus Jakarta
Kedeputian Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Primer, BPJS Kesehatan
UNICEF Indonesia
WHO Indonesia
CDC Indonesia
CHAI Indonesia
IV
DAFTAR SINGKATAN
V
DAFTAR ISI
VI
E. Peran dan Tanggung Jawab Organisasi Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Swasta dalam Jejaring Layanan Imunisasi ………. 10
1. Pimpinan dan Manajemen Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Swasta …………………………………………………………. 11
2. Penanggung Jawab Imunisasi ………………………………. 11
3. Vaksinator ……………………………………………………… 11
4. Instalasi Farmasi ………………………………………………. 11
5. Penanggung Jawab Limbah Medis ………………………….. 12
Kepustakaan …………………………………………………………………... 68
Lampiran ……………………………………………………………………….. 70
VIII
DAFTAR TABEL
IX
DAFTAR GAMBAR
X
DAFTAR LAMPIRAN
XI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekitar 28,6% dari 272 juta jumlah penduduk Indonesia saat ini,
merupakan sasaran program imunisasi rutin. Jumlah tersebut di luar sasaran
kegiatan pemberian imunisasi tambahan yang memiliki kelompok sasaran
sesuai kajian epidemiologi. Data BPJS Kesehatan saat ini menunjukkan
terdapat lebih dari 25,000 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)
pemerintah maupun swasta yang terdiri dari Rumah Sakit (RS), Puskesmas,
Tempat Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan, maupun klinik imunisasi. Lebih dari
separuhnya memberikan layanan imunisasi, baik imunisasi program maupun
imunisasi pilihan, dan memberikan kontribusi terhadap pengendalian kasus
PD3I di Indonesia.
1
(Effective Vaccine Management Assessment/EVMA) terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan milik pemerintah dan swasta di 10 provinsi terpilih. Hasil
penilaian EVMA tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan fasilitas
pelayanan kesehatan swasta yang dinilai memperoleh angka 69, dari skor
ambang batas minimum yaitu 80. Berdasarkan hasil tersebut, maka perlu
dilakukan upaya peningkatan managemen vaksin dan kualitas pelayanan
imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan swasta.
B. Landasan Hukum
2
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
3
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar
Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan;
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Sasaran
4
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari petunjuk teknis layanan imunisasi di fasyankes swasta ini
adalah :
1. Penyelenggaraan pelayanan imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan
swasta yang akan membahas mengenai perencanaan imunisasi,
komunikasi dan edukasi pada masyarakat tentang imunisasi,
pelaksanaan layanan imunisasi (termasuk layanan imunisasi bagi
peserta BPJS), pengelolaan rantai dingin, vaksin dan logistik imunisasi,
pengelolaan limbah, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). pencatatan
pelaporan, serta monitoring dan evaluasinya, baik untuk imunisasi
program maupun imunisasi pilihan.
2. Jejaring layanan imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan swasta, serta
peran dan tanggung jawab nya dengan Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Puskesmas, organisasi profesi,
organisasi/lembaga non pemerintah, maupun komponen di dalam
fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang terlibat di dalam pelayanan
imunisasi.
5
BAB II
JEJARING LAYANAN IMUNISASI
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN (FASYANKES) SWASTA
6
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan upaya :
7
Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Koordinasi Kerjasama
1. Kementerian Kesehatan
8
• Penggerakan pelaksanaan program imunisasi melalui koordinasi dan
kerjasama dengan semua lintas sektor dan lembaga terkait,
termasuk jejaring dengan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)
swasta;
• Penyediaan vaksin imunisasi rutin melalui koordinasi dengan
pemerintah pusat yang akan didistribusikan melalui Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota; dan
• Pembinaan, pemantauan, dan penilaian program imunisasi termasuk
pelaksanaan pada fasyankes swasta.
4. Puskesmas
9
Fasilitas pelayanan kesehatan swasta berperan dan bertanggung jawab
untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
• Bekerjasama dengan fasyankes pemerintah (RSUD, Puskesmas)
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan layanan
imunisasi di tempatnya;
• Menyediakan layanan imunisasi yang berkualitas, termasuk sarana,
prasarana sesuai ketentuan yang berlaku;
• Melakukan skrining status imunisasi sasaran dan memberikan
layanan imunisasi untuk sasaran yang tidak/belum lengkap
imunisasinya;
• Membuat laporan cakupan hasil layanan imunisasi menggunakan
format standar Kementerian Kesehatan.
6. Organisasi profesi
10
jejaring layanan imunisasi, organisasi fasyankes swasta memiliki peran dan
tanggung jawab sebagai berikut :
3. Vaksinator
4. Instalasi Farmasi
12
BAB III
PENYELENGGARAAN PELAYANAN IMUNISASI
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN (FASYANKES) SWASTA
13
media/alat/bahan yang tersedia sesuai prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi sebelum digunakan untuk setiap layanan.
14
Tabel 1
Fungsi dan Tugas Tim Pelaksana Layanan imunisasi
No Jenis Tenaga Kesehatan Fungsi dan Tugas
1. Perawat/Bidan Penyiapan sasaran imunisasi
Penyiapan serta pengelolaan vaksin
2. Petugas farmasi
dan logistik imunisasi
3. Dokter/Perawat/Bidan Pemberian imunisasi
Dokter/Perawat/Bidan/tena Pencatatan dan pelaporan hasil
4.
ga administrasi imunisasi
Pengawasan 15-30 menit pasca
5. Dokter/Perawat/Bidan
imunisasi dan penanganan KIPI
Petugas K3/Kesling rumah
6 Pengelolaan limbah vaksin
sakit/Bidan/Perawat
15
● Vaccine Carrier
Vaccine carrier merupakan alat untuk menyimpan vaksin selama
proses pelayanan berlangsung, sehingga tidak perlu membuka
vaccine refrigerator untuk mengambil vial vaksin setiap kali sasaran
datang.
Tabel 2
IP Vaksin Standar
Jumlah Dosis
No Nama Vaksin IP
per Vial
1 Hepatitis B 1 1
2 BCG 20 3
3 bOPV (Polio Tetes) 10 6
4 DPT-HB-HIb 5 4
5 IPV (Polio Suntik) 5 4
6 Campak-Rubela 10 4
7 DT 10 8
8 Td 10 8
9 HPV 1 1
10 PCV 1/4 1 / 3,7
11 JE 5 3
17
Contoh perhitungan kebutuhan vaksin :
Suatu fasilitas pelayanan kesehatan swasta memberikan
layanan imunisasi campak-rubela dalam sebulan rata-rata
adalah 25 orang anak dan tanpa ada sisa vaksin, maka
kebutuhan vaksinnya adalah: 25/4 = 7 vial.
Tabel 3
Ukuran ADS berdasarkan Jenis Vaksin
No Jenis Vaksin Ukuran ADS
1 BCG Vaksin : 0,05 mL
Pelarut : 5 mL
2 DPT-HB-Hib 0,5 mL
3 IPV (Polio Suntik) 0,5 mL
4 Campak-Rubela (MR) Vaksin : 0,5 mL
Pelarut : 5 mL
5 DT 0,5 mL
6 Td 0,5 mL
7 HPV 0,5 mL
18
8 PCV 0,5 mL
9 JE Vaksin : 0,5 mL
Pelarut : 5 mL
Catatan : ADS untuk vaksin lainnya disesuaikan dengan ketentuan dosis
pemberian
1. Tujuan KIE
KIE bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat, melalui
interaksi antara petugas kesehatan dengan ibu dan anak, keluarga dan
masyarakat, sehingga dapat terbangun hubungan yang baik, saling
19
menguntungkan, saling mengisi, dan terpenuhinya harapan ibu dan anak,
keluarga dan masyarakat.
3. Edukasi Imunisasi
• Edukasi imunisasi adalah kegiatan menyampaikan pesan/informasi
kepada sasaran (ibu dan atau keluarga) yang dapat dilakukan melalui
komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Edukasi ini
20
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman sasaran
tentang imunisasi.
2. Sasaran Imunisasi
22
Imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan swasta dapat diberikan pada
bayi, baduta, balita, usia sekolah, remaja dan dewasa sesuai dengan
jadwal, kebutuhan sasaran serta jenis vaksin yang disediakan fasilitas
pelayanan kesehatan swasta tersebut.
3. Pembiayaan Layanan
• Fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang menggunakan vaksin
program pemerintah dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Puskesmas setempat, maka biaya vaksin tidak dibebankan kepada
sasaran, kecuali biaya jasa medis/layanan.
• Fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang menggunakan vaksin
mandiri maka biaya yang dibebankan kepada sasaran adalah biaya
jasa layanan dan biaya vaksin.
• Dalam situasi dan kondisi tertentu, masyarakat peserta BPJS juga bisa
mendapatkan layanan imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan swasta
tingkat lanjut menggunakan vaksin program pemerintah sesuai ketentuan
yang berlaku.
5. Jadwal Pelaksanaan/Pelayanan
Imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan swasta dapat melaksanakan
imunisasi program dan imunisasi pilihan. Imunisasi program dilaksanakan
sesuai jadwal yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
23
atau Undang-Undang yang berlaku. Untuk imunisasi pilihan dapat
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI) atau organisasi profesi kedokteran lainnya.
Tabel 4
Jadwal Imunisasi Program (Imunisasi Dasar dan Lanjutan)
0 bulan Hepatitis B
1 bulan BCG, OPV 1
2 bulan DPT/HepB/Hib 1, bOPV 2, PCV 1
3 bulan DPT/HepB/Hib 2, bOPV 3, PCV 2
4 bulan DPT/HepB/Hib 3, bOPV 4, IPV 1
9 bulan Campak Rubela 1, IPV 2*
10 bulan JE**
12 bulan PCV 3
18 bulan DPT/HB/Hib 4, Campak Rubela 2
Kelas 1 SD DT, Campak Rubela 2
Kelas 2 SD Td
Kelas 5 SD Td, HPV 1***
Kelas 6 SD HPV 2***
15-39 tahun
Td****
(WUS)
Keterangan :
* : Imunisasi diberikan secara bertahap pada wilayah yang ditentukan
** : Imunisasi diberikan hanya pada provinsi terpilih secara epidemiologi
(endemis)
*** : Imunisasi hanya diberikan pada provinsi/kabupaten/kota terpilih
**** : imunisasi diberikan pada wanita berdasarkan hasil skrining
24
• Jadwal imunisasi pilihan bagi anak disesuaikan dengan jadwal yang telah
ditetapkan oleh IDAI.
Catatan :
- Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca
persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam
sebelumnya. Khusus daerah dengan akses sulit, pemberian Hepatitis
B masih diperkenankan sampai <7 hari.
- Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,
Imunisasi BCG dan bOPV (Polio tetes) 1 diberikan sebelum
dipulangkan.
- Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat
diberikan sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
- Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-
HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval
sebagaimana tabel diatas, maka dinyatakan mempunyai status
Imunisasi T2.
- Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali Hepatitis B dapat
diberikan sebelum bayi berusia 1 tahun.
25
pencatatan lainnya yang mencantumkan status imunisasi yang telah
didapat oleh sasaran.
● Apabila usia anak lebih dari 12 bulan tapi masih dibawah 36 bulan,
maka beberapa imunisasi dasar dan lanjutan masih dapat diberikan
seperti DPT-HB-Hib, bOPV (Polio tetes), IPV (Polio suntik), Campak
Rubela, dengan ketentuan pemberian sesuai buku Pedoman Praktis
Manajemen Program Imunisasi di Puskesmas. Khusus untuk PCV,
ketentuan pemberian sesuai buku Petunjuk Teknis Pemberian
Imunisasi Pneumokokus Konyugasi (PCV) yaitu :
26
Dalam pemberian imunisasi, harus diperhatikan kualitas vaksin,
pemakaian alat suntik, dan hal-hal penting saat pemberian Imunisasi
(dosis, cara dan tempat pemberian, interval pemberian, tindakan
aseptik dan kontra indikasi).
a. Kualitas Vaksin
Seluruh vaksin yang akan digunakan dalam pelayanan Imunisasi
harus sudah memenuhi standar WHO serta memiliki Certificate of
Release (CoR) atau Nomor Izin Edar (NIE) yang dikeluarkan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan kualitas dan keamanan vaksin
adalah :
1) Vaksin disimpan pada suhu yang sesuai
Pastikan penyimpanan vaksin pada suhu yang direkomendasikan,
sesuai dengan pencatatan penyimpanan suhu vaksin pada kartu
monitoring suhu.
2) Vaksin belum kadaluwarsa
Secara umum vaksin dapat digunakan sampai dengan akhir bulan
masa kadaluarsa vaksin. Sebagai contoh, ED November 2021
artinya vaksin boleh diberikan sampai dengan tanggal 30
November 2021.
3) Vaksin yang dicurigai beku
Apabila terdapat kecurigaan vaksin terpapar suhu beku (misalkan
termometer menunjukkan angka “0” atau indikator paparan beku
menunjukkan tanda “X”, maka harus dilakukan uji kocok (shake
test) terhadap vaksin tersebut. Penjelasan tentang uji kocok dapat
dilihat pada sub bab mengenai Pengelolaan Rantai Dingin, Vaksin
dan Logistik Imunisasi.
4) Vaksin belum terpapar suhu panas yang berlebihan.
Pada umumnya, setiap kemasan atau label vaksin telah dilengkapi
dengan alat pemantau paparan suhu panas yaitu Vaccine Vial
Monitor (VVM).
27
Jika VVM masih dalam kondisi A atau B, maka vaksin masih dapat
digunakan. Sedangkan jika VVM dalam kondisi C atau D maka
vaksin sudah tidak dapat digunakan dan harus segera dikeluarkan
dari vaccine refrigerator.
VVM
Tabel 5
Masa Pemakaian Vaksin Sisa
28
Jenis Vaksin Masa Pemakaian Keterangan
Polio Tetes (bOPV) 2 minggu
IPV 4 minggu
Cantumkan tanggal
DT 4 minggu
dan bulan pertama
Td 4 minggu
kali vaksin digunakan
DPT-HB-Hib 4 minggu
PCV 28 hari
BCG 3 jam Cantumkan
Campak-Rubela 6 jam waktu/jam vaksin
JE 6 jam dilarutkan
Catatan : Vaksin lainnya mengikuti petunjuk yang tertera pada kemasan
b. Pemakaian alat suntik
Untuk menghindarkan terjadinya penyebaran penyakit yang
diakibatkan oleh penggunaan berulang alat suntik bekas, maka
setiap pelayanan Imunisasi harus menggunakan alat suntik yang
akan mengalami kerusakan setelah sekali pakai (Auto Disable
Syringe/ADS), baik untuk penyuntikan maupun pencampuran vaksin
dengan pelarut.
29
2) Interval pemberian
● Jarak minimal antar dua pemberian antigen yang sama adalah
empat minggu atau satu bulan;
● Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian Imunisasi;
● Pemberian imunisasi dengan dua antigen yang berbeda,
apabila tidak dapat diberikan secara bersamaan, maka interval
pemberian atas rekomendasi dokter;
● Pemberian imunisasi Td pada Wanita Usia Subur (WUS)
seperti calon pengantin (catin) dan ibu (baik hamil maupun
tidak hamil) harus melalui skrining terlebih dahulu untuk
menentukan status Tetanus (‘T’) nya, sehingga dapat
menentukan interval pemberian imunisasi Td dosis selanjutnya
dengan tepat.
Tabel 7
Skrining Penentuan Status T pada WUS
Anamnesa Status T Pemberian Imunisasi Td
Diberikan imunisasi pada saat
Belum pernah mendapat imunisasi kunjungan, kemudian diarahkan
T0
yang mengandung T sama sekali imunisasi kembali minimal 4
minggu kemudian
Diberikan imunisasi pada saat
Pernah mendapat imunisasi yang kunjungan, kemudian diarahkan
T1
mengandung T satu kali imunisasi kembali minimal 6
bulan kemudian
Pernah mendapat imunisasi yang
Diberikan imunisasi pada saat
mengandung T sebanyak dua kali T2
kunjungan
dengan interval minimal 4 minggu
Pernah mendapat imunisasi yang
mengandung T sebanyak tiga kali Diberikan imunisasi pada saat
T3
dengan interval minimal yang kunjungan
sesuai
Pernah mendapat imunisasi yang
mengandung T sebanyak empat Diberikan imunisasi pada saat
T4
kali dengan interval minimal yang kunjungan
sesuai
30
Pernah mendapat imunisasi yang
mengandung T sebanyak 5 kali
T5 Tidak perlu diberikan imunisasi
dengan interval minimal yang
sesuai
Tabel 8
Interval Pemberian Imunisasi Td pada WUS,
Status T dan Masa Perlindungan
No Interval Pemberian Status T Lama Perlindungan
1 -- T1 Belum ada kekebalan
2 1 bulan dari dosis 1 T2 3 tahun
3 6 bulan dari dosis 2 T3 5 tahun
4 1 tahun dari dosis 3 T4 15 tahun
5 1 tahun dari dosis 4 T5 25 tahun
3) Tindakan aseptik
● Setiap petugas yang akan melakukan pemberian Imunisasi
harus mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau
menggunakan hand sanitizer sebelum dan setelah melakukan
imunisasi pada setiap sasaran imunisasi;
● Untuk tempat suntikan dilakukan tindakan aseptik sesuai aturan
yang berlaku yaitu kapas dengan air hangat. Bila menggunakan
alcohol swab, pastikan bahwa lokasi yang di aseptik telah
kering sebelum dilakukan penyuntikan.
4) Kontraindikasi
31
● Pada umumnya tidak terdapat kontraindikasi Imunisasi untuk
individu sehat kecuali untuk kelompok risiko;
● Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat petunjuk dari
produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian
khusus terhadap vaksin.
Tabel 9
Indikasi Kontra Vaksin dan Perhatian Khusus
Bukan Indikasi Kontra Imunisasi
Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus
(dapat didilakukan)
Berlaku umum untuk semua vaksin DPT-HB-Hib, Polio, Campak dan Hepatitis
B
Riwayat reaksi anafilaktik pada pemberian imunisasi dengan antigen yang sama
sebelumnya
Bukan Indikasi Kontra Imunisasi
Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus
(dapat didilakukan)
Vaksin DPT-HB-Hib
Ensefalopati dalam 7 hari pasca
imunisasi DPT-HB-Hib sebelumnya
Perhatian khusus
• Demam >40,5oC dalam 48 jam pasca • Demam < 40,5oC pasca DPT-HB-Hib
DPT-HB-Hib sebelumnya, yang tidak sebelumnya
berhubungan dengan penyebab lain • Riwayat kejang dalam keluarga
• Kolaps dan keadaan seperti syok • Riwayat SIDS dalam keluarga
(episode hipotonik-hiporesponsif) • Riwayat KIPI dalam keluarga pasca
dalam 48 jam setelah imunisasi DPT- DPT-HB-Hib
HB-Hib sebelumnya
• Kejang dalam 3 hari pasca DPT-HB-
Hib sebelumnya
• Menangis terus > 3 jam dalam 45 jam
pasca imunisasi DPT-HB-Hib
sebelumnya
• Sindrom Guillain-Barre dalam 6
minggu pasca vaksinasi
Vaksin Polio
32
• Infeksi HIV atau kontak HIV serumah • Menyusui
• Imunodefisiensi (keganasan • Sedang dalam terapi antibiotik
hematologi atau tumor padat, • Diare ringan
imunodefisiensi kongenital), terapi
imunosupresan jangka panjang)
Perhatian khusus
Kehamilan
Hepatitis B
Reaksi anafilaktoid terhadap ragi Kehamilan
Catatan : yang dimaksud dengan perhatian khusus adalah pemberian imunisasi harus
dilakukan di fasilitas kesehatan rujukan.
33
● Fasilitas pelayanan kesehatan swasta bertanggung jawab untuk menjaga
rantai dinginnya sehingga dapat memastikan bahwa vaksin yang diberikan
masih berkualitas baik.
2. Pengelolaan Vaksin
Vaksin adalah suatu produk biologi yang terbuat dari kuman atau
komponen kuman (bakteri, virus) yang telah dilemahkan atau dimatikan,
34
racun kuman (toxoid), rekombinan, yang dapat merangsang timbulnya
respon antibodi spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Klasifikasi vaksin
a) Berdasarkan asal antigennya, vaksin dikelompokan menjadi tiga
golongan yaitu :
● Live Attenuated Vaccine
➢ Merupakan vaksin yang terbuat dari kuman (bakteri atau virus)
hidup yang dilemahkan.
➢ Reaksi kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin hidup (Live
Attenuated) relatif sama dengan yang ditimbulkan oleh infeksi
alamiah.
➢ Biasanya vaksin hidup yang diberikan melalui suntikan cukup
diberikan satu dosis kecuali yang diberikan melalui oral.
➢ Vaksin hidup yang tersedia saat ini yang berasal dari virus adalah
campak-rubela, gondongan (mumps), polio tetes (bOPV), yellow
fever, japanese encephalitis dan cacar air (varicella). Sedangkan
vaksin hidup yang berasal dari bakteri adalah BCG dan thypoid
oral.
● Inactivated Vaccine
➢ Merupakan vaksin yang terbuat dari kuman (bakteri atau virus)
yang dimatikan (inactivated).
➢ Seluruh dosis antigen diberikan melalui suntikan dan vaksin ini
tidak menyebabkan ”penyakit”, meskipun pada kasus defisiensi
imun.
➢ Vaksin jenis ini dapat diberikan meskipun ada antibodi (contoh
pada bayi atau pasca pemberian produk darah yang mengandung
antibodi).
➢ Vaksin inaktif selalu memerlukan dosis ulang.
➢ Berbeda dengan vaksin hidup, di mana reaksi kekebalannya sama
dengan infeksi alami (kekebalan selular dominan), reaksi
kekebalan pada vaksin inactivated paling dominan adalah
kekebalan humoral (yaitu kekebalan yang didapat melalui
35
pembentukan antibodi oleh sel Limfosit B di luar sel) dan sedikit
atau tidak ada kekebalan seluler (kekebalan yang didapat karena
respon sel Limfosit T untuk menghancurkan sel kuman di dalam
sel tubuh).
➢ Titer antibodi yang dihasilkan oleh vaksin inaktif akan berkurang
dengan berjalannya waktu. Sehingga untuk beberapa vaksin
inaktif diperlukan dosis tambahan (ulangan) untuk menaikkan titer
antibodi (booster).
➢ Saat ini vaksin inaktif utuh berasal dari sel virus utuh (IPV, rabies,
hepatitis A) dan bakteri inaktif utuh (pertusis, cholera, pes). Vaksin
inaktif fraksional berasal dari subunit (hepatitis B, influenza,
acellular pertussis, typhoid injeksi), toxoid (difteri, tetanus,
botulinum), polisakarida murni (meningococcal), dan polisakarida
konjugasi (Haemophilus influenza tipe b dan pneumococcal).
● Vaksin rekombinan
➢ Vaksin juga dapat dibuat dengan rekayasa genetika, vaksin ini
disebut juga vaksin rekombinan.
➢ Vaksin rekayasa genetika seperti vaksin Hepatitis B, Vaksin
typhoid hidup (Ty21a) dan vaksin Human Papiloma Virus (HPV).
36
➢ Jika alat pemantau suhu menunjukan suhu 0 oC atau alat
pemantau paparan suhu dingin (freeze tag) menunjukan tanda
“X”, maka vaksin dicurigai terpapar suhu beku. Untuk memastikan
vaksin dalam kondisi baik atau rusak, maka pada vaksin sensitif
beku sebaiknya dilakukan shake test (uji kocok). Uji kocok tidak
dapat dilakukan untuk vaksin IPV.
37
Gambar 3 Uji kocok untuk vaksin sensitif beku
38
mengikuti kaidah penyusunan vaksin berdasarkan
karakteristiknya (sensitif panas atau sensitif beku).
● Vaccine refrigerator, baik yang standar maupun lemari es
rumah tangga tidak diperbolehkan untuk menyimpan
barang/obat/serum/sediaan lainnya selain vaksin.
● Pembukaan vaccine refrigerator maksimal 2 kali dalam sehari.
● Fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang tidak memiliki
sarana penyimpan vaksin standar PQS WHO, maka vaksin
dapat diambil ke puskesmas atau Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setiap hari pelayanan dengan jumlah sesuai
kebutuhan.
● Apabila lokasi fasilitas pelayanan kesehatan swasta jauh dari
puskesmas atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maka
pengambilan vaksin harus mengikuti ketentuan dan arahan dari
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
39
vaccine refrigerator selama minimal 12 jam (dekat evaporator
atau mesin pendingin), tetapi tidak boleh sampai beku.
● Jumlah kotak dingin cair (cool pack) disesuaikan dengan
kebutuhan, seperti ukuran atau besarnya cold box/vaccine
carrier.
● Tidak diperkenankan menggunakan kotak dingin beku (ice
pack), gel pack, atau es batu di dalam vaccine refrigerator, cold
box atau vaccine carrier.
40
Alat yang ditempatkan di dalam vaccine refrigerator, yang
dapat menampilkan indikator tertentu jika vaksin terpapar
suhu beku.
Gambar 6
41
Pemantau Paparan Suhu Panas
√ √ X X
Gambar 7
Penggunaan Indikator VVM pada Vaksin
Tabel 10
Kategori Vaksin* menurut Indikator VVM
Total hari dengan Total hari dengan
Kategori Waktu pada suhu
suhu penyimpanan suhu penyimpanan
Vaksin penyimpanan +5°C
+37°C +25°C
VVM 30 :
30 193 > 4 tahun
Stabilitas tinggi
VVM 14 :
Stabilitas 14 90 > 3 tahun
Sedang
VVM 7 :
7 45 > 2 tahun
Stabilitas Rata-
42
rata
VVM 2 :
2 N/A 225 hari
Kurang Stabil
* Keterangan :
Penulisan kategori vaksin (VVM) tertera pada label vial vaksin
v. Kartu Monitoring Suhu
● Setiap fasyankes swasta yang memiliki alat penyimpan vaksin
(vaccine refrigerator) harus memiliki kartu monitoring suhu alat
penyimpan vaksin.
● Setiap satu vaccine refrigerator harus memiliki satu kartu
monitoring suhu.
● Kartu monitoring suhu mencatat suhu di bagian dalam vaccine
refrigerator sesuai yang tertera pada alat pemantau suhu
analog atau perekam suhu kontinyu.
● Pencatatan dilakukan setiap hari sebanyak dua kali pada pagi
dan sore hari.
● Pencatatan suhu harus dilengkapi dengan grafik, informasi
waktu pencatatan suhu dan alarm peringatan.
● Kartu monitoring suhu harus disimpan dengan baik setiap
bulannya selama minimal 5 tahun.
● Form kartu monitoring suhu dapat dilihat pada lampiran dari
buku ini.
43
Gambar 8 Kartu Monitoring Suhu
b) Kit anafilaktik
Sebagai antisipasi bila terjadi syok anafilaktik, maka setiap tempat
pelayanan wajib menyediakan minimal 1 set kit anafilaktik, oksigen,
cairan dan infus set atau bisa menyesuaikan dengan jumlah sasaran.
Isi dari kit anafilaktik terdiri dari :
● 1 (satu) ampul epinefrin 1 : 1000
● aminofilin ampul, difenhidramin vial, dexamethasone ampul
● spuit 1 ml
● infus set (untuk bayi, balita, anak, dan dewasa)
● kantong NaCl 0.9 % atau Dextrose 5%
● tabung oksigen, sungkup oksigen (sesuai ukuran sasaran
imunisasi) dan nasal canule.
44
hasil pelayanan imunisasi, formulir laporan KIPI, dan formulir
pencatatan vaksin logistik imunisasi.
E. Pengelolaan Limbah
• Limbah medis hasil pelayanan imunisasi dari praktek bidan dapat dibawa
kembali ke puskemas sesuai kesepakatan atau dikelola sendiri dengan
menggunakan pihak ketiga (perusahaan pengolah limbah).
45
agar tidak tercecer, lalu dipindahkan ke Tempat Pembuangan
Sementara (TPS);
d. Masukkan limbah berupa botol/ampul/vial vaksin yang sudah
dipakai/dibuka, alkohol swab, masker, sarung tangan, APD lainnya ke
dalam plastik kuning atau plastik lain dengan label/logo limbah medis
infeksius. Bila kantong plastik kuning sudah ¾ penuh segera diikat
dengan ikat tunggal dan dipindahkan ke TPS;
e. Limbah medis B3 ditempatkan di Tempat Penyimpanan Sementara
(TPS) Limbah medis B3 (LB3), dan diserahkan ke pihak ketiga sebelum
2 x 24 jam. Limbah medis B3 yang akan disimpan lebih dari 2 x 24 jam
ditempatkan di lemari pendingin/freezer (suhu <0°C) yang diletakkan
dalam TPS. Lemari pendingin diberi label ‘Limbah B3’ dan hanya dapat
diakses oleh petugas khusus;
47
Gambar 12 Contoh Manifest Limbah B3 di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
48
BAB IV
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)
49
direspons, diinvestigasi dan dilaporkan.
• Skema alur kegiatan pelaporan dan pelacakan KIPI serius, mulai dari
penemuan KIPI di masyarakat kemudian dilaporkan dan dilacak hingga
akhirnya dilaporkan pada Menteri Kesehatan seperti skema berikut :
50
Kesehatan Provinsi. Hasil investigasi juga dilaporkan melalui laman
web Keamanan Vaksin, secara otomatis Pokja maupun Komda PP
KIPI serta Komnas PP KIPI akan menerima laporan tersebut.
d. Untuk dugaan KIPI serius, maka dilakukan kajian KIPI oleh Pokja PP
KIPI Kabupaten/Kota atau Komda PP KIPI Provinsi setelah investigasi
selesai dilakukan oleh Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
atau Dinas Kesehatan provinsi apabila ada termasuk Balai Besar
POM Provinsi. Komnas PP KIPI akan melakukan kajian bersama
setelah kajian oleh Pokja PP KIPI Kabupaten/Kota atau Komda PP
KIPI Provinsi dilaporkan ke Komnas PP KIPI.
e. Pencatatan dan pelaporan KIPI dilakukan melalui laman web
keamanan vaksin secara manual. Apabila tidak memungkinkan, maka
dapat dilakukan secara manual menggunakan format standar yang
dapat diunduh pada tautan bit.ly/formkipi dan tata cara pelaporan KIPI
dapat diunduh melalui tautan bit.ly/jukniswebkipi. Laporan segera
dikirim secara berjenjang kepada Kementerian Kesehatan cq. Sub
Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI, Komda KIPI Provinsi/Kab/Kota–
Focal Point KIPI Provinsi/Kab/Kota, e-mail:
komnasppkipi@gmail.com dan data_imunisasi@yahoo.com.
f. Pasien yang mengalami gangguan kesehatan diduga akibat KIPI
diberikan pengobatan dan perawatan selama proses investigasi dan
pengkajian kausalitas KIPI berlangsung berdasarkan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
• Untuk alur pelaporan KIPI non-serius adalah sebagai berikut :
51
Gambar 14 Alur Pelaporan dan Pelacakan KIPI Non-Serius
Pada saat kunjungan imunisasi dosis berikutnya, ditanyakan apakah
ada keluhan/ gejala yang timbul setelah imunisasi sebelumnya? Bila
ada, petugas fasyankes mengisi formulir KIPI non-serius.
52
h) Sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan;
i) Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh;
j) Tulis juga apabila terdapat penyakit lain yang menyertainya;
k) Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologis);
l) Adakah tuntutan dari keluarga;
m) Nama dokter yang bertanggung jawab;
n) Nama pelapor KIPI.
53
• Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat menimbulkan syok yang disebut
sebagai syok anafilaktik.
• Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat, dan setiap
vaksinator harus sudah kompeten dalam menangani reaksi anafilaktik.
54
Gambar 16 Tanda dan Gejala Anafilaktik
• Petugas harus terlatih dalam penanganan anafilaktik, memiliki kesiapan
kit anafilaktik, stetoskop, tensimeter, dan oxymeter untuk tatalaksana
reaksi anafilaktik dan memiliki akses yang cepat untuk merujuk pasien.
Oleh karena itu, dalam setiap pelayanan harus disediakan kit anafilaktik
berupa : Satu ampul epinefrin 1:1000; aminofilin ampul; difenhidramin
55
vial; dexamethasone ampul; beberapa spuit 1 mL; beberapa infus set;
beberapa kantong NaCl 0.9 % atau Dextrose 5%; tabung oksigen.
• Berikut adalah langkah penanganan anafilaktik :
57
d. Pada orang yang mendapatkan human immunoglobulin, pemberian
imunisasi dengan menggunakan vaksin berisi virus hidup yang
dilemahkan (Live Attenuated Vaccine), dilakukan setelah tiga bulan
pengobatan. Hal ini untuk menghindarkan hambatan pembentukan
respons imun;
e. Pasien HIV mempunyai risiko lebih besar untuk mendapatkan infeksi.
Pasien HIV dapat diimunisasi dengan mikroorganisme yang
dilemahkan atau yang mati sesuai dengan rekomendasi yang
tercantum pada tabel dibawah ini.
Tabel 12
Rekomendasi Imunisasi untuk Pasien HIV Anak
• Bila bayi lahir dari ibu dengan HIV positif dan status HIV bayi
tersebut belum diketahui, sebaiknya divaksinasi BCG jika tidak
ditemui gejala klinis pada bayi yang mengindikasikan infeksi HIV.
Jika status HIV bayi sudah diketahui positif, maka pemberian
imunisasi BCG ditunda sampai dengan terapi ART diberikan
(WHO). Pemberian imunisasi BCG ditunda hingga status HIV
bayi diketahui melalui pemeriksaan EID (Early Infant Diagnose)
58
pada usia 6 (enam) minggu. Jika EID negatif, BCG diberikan, jika
EID positif, BCG tidak diberikan.
• Imunisasi Polio pada bayi dari ibu dengan HIV-AIDS hanya dapat
menggunakan vaksin polio suntik (IPV).
4. Penanganan KIPI
Dengan adanya data KIPI, dokter dapat melakukan penanganan segera.
Apabila KIPI tergolong serius, harus segera dirujuk untuk pemeriksaan
lebih lanjut dan pemberian pengobatan segera.
Tabel 13
Gejala KIPI dan Tindakan yang Dilakukan
No KIPI Gejala Tindakan Keterangan
1 Vaksin
Rekasi Lokal Ringan • Nyeri, Eritema bengkak - Kompres air hangat - Pengobatan dapat dilakukan
di daerah bekas suntikan - Jika Nyeri mengganggu oleh guru UKS atau orang
, 1 cm dapat diberikan tua
• Timbul < 48 jam setelah parasetamol 10 - Berikan pengertian kepada
imunisasi mg/kgBB/kali pemberian ibu/keluarga bahwa hal ini
dapat sembuh sendiri
6 bulan: 60 mg/kali walaupun tanpa obat
pemberian
6 - 12 bulan: 90 mg/kali
pemberian
1 - 3 thn: 120 mg/kali
pemberian
Reaksi Lokal berat • Eritema/indurasi > 8 cm Kompres hangat Jika tidak ada perubahan
• Nyeri bengkak dan Parasetamol hubungi puskesmas terdekat
manifestasi sistemik
Rekasi Arthus • Nyeri bengkak, indurasi - Kompres hangat
dan edema - Parasetamol
• Terjadi akibat - Dirujuk dan dirawat di RS
reimunisasi pada pasien
dengan kadar antibodi
yang masih tinggi
• Timbul beberapa jam
dengan puncak 12 – 36
jam setelah imunisasi
Reaksi Umum • Demam, lesu, nyeri otot, - Berikan minum dan
nyeri kepal, dan selimut
menggigil - Parasetamol
Kolaps/keadaan seperti • Episode hipotonik- - Rangsang dengan
syok hiporesponsif wangian atau bauan yang
• Anak tetap sadar tetapi merangsang
tidak bereaksi terhadap - Bila belum dapat diatasi
rangsangan dalam waktu 30 menit
• Pada pemeriksaan segera rujuk ke
frekuensi amplitudo nadi puskesmas terdekat
serta tekanan darah
tetap dalam batas
normal
Reaksi Khusus
Sindrom Guilain barre • Lumpuh layu, simetris, Rujuk segera ke RS untuk Perlu untuk survei AFP
(jarang terjadi) asendens (mejalar perawatan dan
keatas, biasanya tungkai pemeriksaan lebih lanjut
59
bawah
• Ataksia
• Penurunan refleksi
tendon
• Gangguan menelan
• Gangguan pernpasan
• Parestesi
• Meningismus
• Tidak demam
• Peningkatan protein
dalam cairan
cerebrospinal tanpa
pleostosis
• Terjadi antara 5 hari sd 6
minggu setelah
imunisasi
• Perjalanan penyakit dr 1
s/d 4 hr
• Prognosis umumnya
baik
Neuritis brakialis • Nteri dalam terus Parasetamol
(Neuropati pleksus menerus pada daerah Bila gejala menetap rujuk
brakialis bahu dan lengan atas ke RS untuk fisioterapi
• Terjadi 7 jam sd 3
minggu setelah
imunisasi
Syok Anakfilaktik • Terjadi mendadak • Suntikkan adrenalin Sebelum pelaksanaan
• Gejala klasik: 1:1.000, dosis 0,1 – 0,3 imunisasi pastikan kit
kemerahan merata, ml, sk/im anafilaktik yang berisi
edem • Jika pasien membaik dan epinephrine, dexametason
stabil dilanjutkan dengan dan antihistamin
suntikan deksametason
(1Ampul secara
intravena/intramuscular
• Segera pasang infus NaCl
0,9% 12 tts/mnt
• Rujuk ke RS
2 Tatalaksana program
Abses Dingin • Bengkak dan keras, nyeri • Kompres hangat
daerah bekas suntikan, • Parasetamol
• Terjadi karena vaksin
suntikan masih dingin
Pembekakan • Bengkak di sekitar • Kompres hangat
suntikan
Sepsis • Bengkak disekitar bekas • Kompres hangat
suntikan • Parasetamol
• Demam • Rujuk RS terdekat
• Terjadi karena jarum suntik
tidak steril
• Gekala timbul 1 minggu
atau lebih setelah
penyuntikan
Tetanus • Kejang dapat disertai • Atasi kejangnya
dengan demam, anak • Rujuk ke RS
tetap sadar
Kelumpuhan/kelemahan • Lengan sebelah (daerah • Rujuk ke RS
otot suntikan) tidak bisa
digerakkan
• Terjadi karena daerah
penyuntikan salah (bukan
pertengahan
3 Faktor penerima/penjamu
60
Alergi • Pembekakan bibir dan • Suntikan dexametason 1 Tanyakan pada orang tua
tenggorokan, sesak nafas, Ampul im/iv adakah penyakit alergi
eritema, papula terasa • Jika berlanjut pasang
gatal infus NaCl 0,9%
• Tekanan menurun
Faktor psikologis • Ketakutan, • Tenangkan pesien Sebelum penyuntikan guru
• berteriak, • Beri minum air hangat sekolah dapat memberikan
• pingsan • Beri wewangian/alcohol, pengertian
setelah sadar berikan the Bila berlanjut rujuk
manis hangat
Koinsiden (factor • Gejala penyakit terjadi • Tangani penderita sesuai
kebetulan) secara kebetulan gejala
bersamaan dengan waktu • Cari informasi di sekitar
imunisasi anak apakah ada kasus
• Gejala dapat berupa salah lain yang mirip tetapi anak
satu gejala KIPI tersebut tidak diimunisasi
diatas atau bentuk lain • Kirim ke RS untuk
penerimaan yang lebih
lanjut
61
BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN
62
Gambar 18 Lembar Pencatatan Pelayanan Imunisasi pada Buku KIA
• Hasil pelayanan imunisasi pada anak usia sekolah dicatat pada buku
rapor kesehatanku atau form/buku imunisasi lainnya, sebagai bukti
utama yang dipegang oleh sasaran bahwa sasaran tersebut telah
diimunisasi.
• Pencatatan di buku rapor kesehatanku atau form/buku imunisasi
lainnya harus meliputi semua jenis vaksin yang diterima dan tanggal
pemberiannya.
• Hasil kegiatan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan swasta juga
harus dicatat secara lengkap sesuai format yang terdapat pada
lampiran 5.
• Format tersebut dibuat dua rangkap, satu rangkap untuk disimpan
sebagai arsip dan satu rangkap disampaikan ke Puskesmas atau Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang ada di wilayahnya.
• Puskesmas akan memasukan data-data tersebut ke dalam register
kohort bayi, atau kohort balita dan anak pra-sekolah atau register
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
• Untuk data yang disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
akan dikembalikan ke Puskesmas sesuai dengan domisili dari sasaran
imunisasi.
63
• Fasilitas pelayanan kesehatan swasta diharapkan membuat pencatatan
riwayat imunisasi anak secara keseluruhan di dalam satu form/buku
khusus (diluar dari medical records) untuk melacak kelengkapan status
imunisasi anak.
• Untuk fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang memberikan
imunisasi (anak) dengan vaksin yang di dalamnya terdapat vaksin
program (contoh : hexavalen yang mengandung vaksin DPT-HB-Hib-
IPV) maka hasil pelayanan harus dicatat dan dilaporkan sebagai
penerima DPT-HB-Hib dan IPV sesuai dosis nya.
• Fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang memberikan vaksin
(Rotavirus, PCV, dan HPV) pada anak tetap dicatat dan dilaporkan
kepada Puskesmas/Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tanpa perlu
melihat sumber pengadaan vaksin tersebut.
• Pemberian vaksin JE hanya dilakukan pada daerah endemis. Oleh
karena itu, hanya fasilitas pelayanan kesehatan swasta di daerah
pelaksana vaksinasi JE (yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
RI) yang melakukan rekapitulasi hasil pelayanan dan melaporkannya
kepada Puskesmas/Dinas Kesehatan, tanpa perlu melihat sumber
pengadaan vaksin tersebut;
• Untuk pencatatan vaksin pilihan di buku KIA, ditulis di bawah baris jenis
imunisasi terakhir yang sudah ada di dalam buku KIA, dan usia
pemberian disesuaikan dengan kolom usia yang tersedia.
64
B. Pencatatan Hasil Layanan Imunisasi Secara Elektronik
Untuk memudahkan dalam melakukan pencatatan hasil pelayanan
imunisasi, fasilitas pelayanan kesehatan swasta dapat mengembangkan
sistem pencatatan secara elektronik.
• Seperti sistem manual, maka sistem elektronik ini juga harus memuat
informasi identitas anak atau penerima imunisasi dan status
imunisasinya secara lengkap. Status imunisasi harus mencantumkan
semua jenis vaksin yang didapat, jumlah pemberian dan waktu
pemberian imunisasi (tanggal, bulan dan tahun).
• Apabila memungkinkan, sistem pencatatan hasil imunisasi tersebut
dapat dicetak apabila dibutuhkan, dan harus menampilkan seluruh
riwayat imunisasi.
• Pencatatan imunisasi tersebut harus disimpan dan jangan dihapus atau
dihilangkan dari sistem, untuk dipergunakan sewaktu-waktu dalam
situasi dan kondisi tertentu.
• Sistem pencatatan elektronik yang dikembangkan ini harus dapat
terintegrasi dengan sistem pencatatan elektronik yang digunakan
secara nasional
65
• Pelaporan hasil pelayanan imunisasi pada WUS menggunakan format
imunisasi rutin pada anak dan WUS di Klinik/Rumah Sakit/Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Swasta Lainnya (lampiran 7), dan direkap
(memasukkan jumlah hasil layanan) ke dalam format Rekapitulasi Hasil
Pelayanan Imunisasi Rutin di Klinik/Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Swasta Lainnya (lampiran 8).
• Untuk fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang mendapatkan vaksin
dari puskesmas/Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, pelaporan hasil
pelayanan imunisasi akan menjadi dasar dalam permintaan dan
pengambilan vaksin imunisasi program pada bulan berikutnya.
66
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
⚫ Hasil monitoring dan evaluasi ini pada akhirnya dapat digunakan sebagai
tolok ukur dalam perbaikan manajemen pelayanan dan meningkatkan
67
kualitas pelayanan Imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan swasta
tersebut.
68
BAB VII
PENUTUP
Tim Penyusun
69
KEPUSTAKAAN
10. Immunization in Practice, Practical Guide for Health Staff, WHO, 2015
70
13. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019, Kementerian Kesehatan RI Tahun
2020
16. The Private Sector : An Operational Definition, Clarke, Dave, The Private
Sector, Universal Health Coverage and Primary Health Care, WHO,
Geneva, 2019.
71
LAMPIRAN
72
Lampiran 1
73
Lampiran 2
Alat Pembawa Vaksin di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Vaccine Carrier)
74
Lampiran 3A
Alat Penjaga Suhu Vaksin di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Kotak Dingin Cair / Coolpack)
Lampiran 3B
75
Lampiran 4
76
Lampiran 5
Sumber
Jenis
Alamat Tanggal Vaksin
Vaksin Dosis
NO Nama Anak NIK Tgl Lahir L/P Nama Ibu (RT/RW/Desa/Kel Pemberian (Program Keterangan
yang Pemberian
/Kecamatan) Imunisasi Pemerintah/
diberikan
Mandiri)
*) Diisi dengan nama Klinik, Rumah Sakit atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya
.....TGL.., ....BLN..., ..THN......
Petugas
(.............................................)
77
Lampiran 6
REGISTER IMUNISASI WANITA USIA SUBUR (WUS)
FORMAT PENCATATAN IMUNISASI RUTIN TETANUS DIFTERI (Td) WUS DI PUSKESMAS/ UNIT PELAYANAN
*) Nama Rumah Sakit/ Rumah Bersalin/ Praktik Bidan/ Praktik Dokter/Balai Pengobatan/ Praktik Perawar/ lain-lain
......TGL.., ......BLN......, .... THN.....
Petugas
(...............................................)
78
Lampiran 7
LAPORAN REKAPITULASI HASIL PELAYANAN IMUNISASI RUTIN PADA ANAK DAN WANITA USIA SUBUR (WUS)
DI KLINIK/ RUMAH SAKIT/ FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN SWASTA LAINNYA
*) Diisi dengan nama Klinik, Rumah Sakit atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya
(.............................................)
79
Lampiran 8
REKAPITULASI HASIL PELAYANAN IMUNISASI RUTIN
DI KLINIK/ RUMAH SAKIT/ FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN SWASTA LAINNYA
*) Diisi dengan nama Klinik, Rumah Sakit atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya
(................................................)
80
Lampiran 9
Ceklis Monev Fasyankes Swasta
sebagai Penyelenggara Layanan Imunisasi
Belum Dalam
No Persyaratan Tersedia Keterangan
Tersedia Proses
A Lokasi imunisasi yang aman
1 Terdapat ruangan untuk
pelayanan imunisasi (minimal 12
m2), dengan meja dan kursi
yang cukup untuk pelayanan
2 Ruangan bersih, ventilasi baik
3 Terpisah dari layanan untuk
orang sakit
B Penerapan PPI dan pencegahan penularan COVID-19
1 Memiliki SOP PPI
2 Memiliki fasilitas yang
menunjang untuk pelaksanaan
PPI, seperti fasilitas mencuci
tangan,
penyimpanan/pembuangan
limbah medis yang aman
C Petugas
1 Memiliki setidaknya penanggung
jawab, vaksinator dan petugas
instalasi farmasi
2 Petugas telah menerima
peningkatan kompetensi tentang
penyelenggaraan imunisasi,
terutama penyuntikan yang
aman, manajemen cold chain,
pengelolaan data, KIPI
D Peralatan dan sarana prasarana
1 Menggunakan ADS, safety box
dan peralatan lain sesuai
standar
2 Memiliki vaccine carrier dan
81
kotak dingin cair (cool pack)
sesuai standar
3 Memiliki vaccine refrigerator
sesuai standar (pada fasyankes
yang berencana menyimpan
vaksin)
4 Tersedia formulir pencatatan
dan pelaporan manual atau
sistem pencatatan dan
pelaporan elektronik dengan
variabel data informasi yang
lengkap, untuk data cakupan,
logistik dan KIPI
Memiliki tempat sampah dengan
kantong plastik kuning / yang
5
berlogo limbah berbahaya di
ruang pelayanan
Tersedia KIPI
kit/Anaphylacticshock kit sesuai
standar (1 Ampul epinefrim
1:1000, 1 spuit 1 ml, 3ml, 5ml, 1
6
infus set, 1 jarum infus, 1
kantong NaCl 0.9%,
dexamethasone ampul) di ruang
pelayanan
Memiliki alat
7 pemantau/pencatat/ perekam
suhu yang masih berfungsi baik
Memiliki alat pemantau paparan
8 suhu beku yang masih berfungsi
baik dan tidak
Memiliki sistem pengelolaan
9 limbah yang jelas, standar dan
sesuai peraturan yang berlaku
No Persyaratan Ya Tidak NA Keterangan
E Proses
Apakah semua vaksin
diletakkan di dalam vaccine
1
refrigerator sesuai dengan
sensitifitasnya terhadap suhu
Apakah semua vaksin yang ada
baik di vaccine refrigerator
2
maupun di vaccine carrier tidak
kadaluwarsa
Apakah semua vaksin yang ada
3 di fasyankes swasta memiliki
VVM A atau B
Apakah petugas mencantumkan
4 jam dan tanggal pembukaan vial
vaksin
82
Apakah vaksinator tidak
menyentuh jarum dan tutup
karet vial saat menarik vaksin
dari vial dan memberikan
5
imunisasi?
(observasi saat vaksinator
melakukan pengambilan dan
penyuntikan)
Apakah vaksinator tidak
menyiapkan suntikan sebelum
6
sasaran datang ke meja
vaksinasi (prefilling)
Apakah vaksinator tidak
melakukan penutupan kembali
7 (recapping) jarum suntik
sebelum dan setelah melakukan
penyuntikan
Apakah vaksinator memasukkan
langsung alat suntik bekas pakai
8
ke dalam safety box setelah
melakukan penyuntikan
Apakah tidak ditemukan vaksin
yang telah dilarutkan melebihi
9
batas waktu pemakaian di
dalam vaccine carrier
Apakah petugas kesehatan
menyampaikan pesan penting
imunisasi terutama mengenai
kemungkinan reaksi/kejadian
10 pasca imunisasi, jadwal
imunisasi berikutnya, dan
pentingnya menyimpan buku
KIA atau buku catatan imunisasi
lainnya
Apakah hasil pelayanan
imunisasi dicatat kembali dibuku
11 KIA/buku catatan imunisasi
lainnya dan buku catatan
imunisasi fasyankes?
Apakah fasyankes swasta
melakukan perhitungan
12
rekapitulasi hasil pelayanan
imunisasi
Apakah fasyankes swasta
mengirimkan laporan hasil
pelayanan imunisasi dan
13 pemakaian vaksinnya kepada
Puskesmas/Dinkes Kab/Kota
(lihat catatan pengiriman
dokumen)
83
Apabila ada satu jawaban “Belum tersedia” atau “Tidak”, maka fasyankes
tersebut masih belum memenuhi kriteria untuk menyelenggarakan layanan
imunisasi dan perlu dilakukan perbaikan.
Kesimpulan :
Fasyankes ini MEMENUHI/BELUM MEMENUHI KRITERIA* untuk
menyelenggarakan layanan imunisasi.(*coret yang tidak perlu).
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
_______________________________________________
________, _______________
84
Lampiran 10
Contoh Format Perjanjian Kerja Sama (PKS)
antara Puskesmas/Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Swasta
85