Anda di halaman 1dari 97

RUMAH SAKIT UMUM

“BUNDA”
Jl. Tanjung Sari No. 481 Tiuh Balak Pasar Kec. Baradatu Kab. Way Kanan
Telp. / Hp.  07234760022 / 0812 7209 5786
Izin Dinas Kesehatan Nomor. 440/003/RE/III.03-WK/IX/2014

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR


RUMAH SAKIT BUNDA
Nomor : ....... /RS-B/KEP/DIR/III/2017

TENTANG

PEMBERLAKUAN PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DI RUMAH SAKIT BUNDA

MENIMBANG : a. Bahwa RS Bunda berupaya meningkatkan mutu pelayanan dan


keselamatan rumah sakit secara berkesinambungan, mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan dan
keselamatan rumah sakit, RS Bunda menerapkan standar pelayanan
yang mengacu pada standar akreditasi rumah sakit yang berlaku secara
nasional dan internasional.
c. Bahwa agar dapat tercapainya perbaikan mutu dan keselamatan pasien,
perlu dibuat Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien rumah
sakit secara komprehensif dan terintegrasi memenuhi standar akreditasi
Joint Commission International
d. Bahwa peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Bunda merupakan
upaya perbaikan mutu melalui pendekatan komphrehensif terhadap
pemenuhan indicator mutu rumah sakit
e. Bahwa sehubungan dengan poin a,b,c,d dan e tesebut di atas maka
dipandang perlu diberlakukan Kebijakan tentang Program Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien yang ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Utama RS Bunda.

MENGINGAT : 1. Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


2. Undang-Undang RI No.36 tahun 2009Tentang Kesehatan
3. Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/ 2010
Tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1195/ Menkes/ SK/VIII/2010
tentang lembaga badan Akreditasi RS bertaraf International.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1677/ Menkes/Per/XII/ 2005
Tentang Organisasi dan Tata Kerja RS BUNDA tanggal 27 Desember
2005
8. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 270/MenKes/2007,
tentang Pedoman Manajerial PPI di Rumah sakit dan Fasilitas pelayanan
Kesehatan lainnya.
9. Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 382/MenKes/SK/III/ 2007 :
Tentang Pedoman PPI di Rumah Sakit dan Fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
10. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 129/MenKes/SK/II/2008,
tentang standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
11. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
1165.A/MenKes/SK/X/2004, tentang Komisi Akreditasi Ruamh Sakit
1
12. Surat Edaran Dirjen Bina Pelayanan Medis nomor
:HK.03.01/III/3744//2008, tentang pembentukan Komite PPI RS dan
Tim PPI RS
13. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Bunda, Nomor :....... tentang
Pembentukan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI ) dan
Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI ) pada Rumah Sakit
Bunda.
14. SK Pengurus RS BUNDA Nomor :.................................................
Tentang Jabatan dr. Firdaus Muamar Sidiq Sebagai direktur RS
BUNDA

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA TENTANG PEMBERLAKUAN


PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI
RUMAH SAKIT BUNDA

Pertama : Pedoman Pencegahan Pengendalian Infeksi RS Bunda sebaimana dimaksud


dalam diktum kesatu tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Kedua : Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan acuan bagi
seluruh staf RS Bunda dalam mengelola pelayanan yang bermutu dengan
mengutamakan keselamatan pasien.

Ketiga : Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mencakup Perencanaan,


Pelaksanaan, melakukan Monitoring/ pengawasan dan Evaluasi serta
Pelaporan terhadap kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.

Keempat : Hasil evaluasi dilaporkan kepada Direktur RS dan selanjutnya ke Pemilik


Rumah Sakit (Governing Body), yang selanjutnya pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan keputusan ini dilakukan oleh Governing Body

Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan bila terdapat
kekeliruan dalam menerbitkan surat keputusan ini akan dilakukan revisi/
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan Di Baradatu
Tanggal : / / 20..
Direktur Rs Bunda Way Kanan

dr. Firdaus Muamar Sidiq

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting untuk dilaksanakan di rumah sakit
sebagai tempat fasilitas pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu pelayanan juga untuk
melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga serta lingkungan dari resiko tertular penyakit
infeksi karena perawatan, bertugas dan berkunjung ke rumah sakit. Rumah Sakit sebagai salah satu
sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat diharapkan dapat
memberikan pelayanan yang bermutu sesuai standar yang sudah ditentukan.
Kebersihan program dan kegiatan PPI di rumah sakit memerlukan keterlibatan semua pihak
yaitu keterlibatan semua profesional dan unit kerja ( Dokter, Perawat, Ahli Laboratorium, K3, Farmasi,
Ahli Gizi, Sanitasi, CSSD dan Loundry, IPSRS, dan bagian Rumah Tangga Rumah Sakit ), sehingga
diperlukan wadah untuk pengorganisasiannya berupa komite PPI. Kerjasama organisasi PPI dalam
pelaksanaannya harus didukung komitmen tinggi manajerial sehingga menentukan terlaksananya
program dan kegiatan dengan baik semuanya itu akan menjamin mutu pelayanan Rumah Sakit.
Infeksi rumah sakit merupakan masalah serius bagi semua serius bagi semua rumah sakit,
dampak yang muncul sangat membebani rumah sakit maupun pasien. Adapun factor yang
mempengaruhinya antara lain, Banyaknya pasien yang dirawat sebagai sumber infeksi bagi lingkungan
pasien lainnya maupun petugas kontak langsung antara pasien dengan pasien lainnya maupun petugas
kontak langsung antara pasien dengan pasien lainnya, kontak langsung antara petugas dengan pasien
yang tercemar, penggunaan peralatan medis yang tercemar kuman, kondisi pasien yang lemah.
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit harus dilaksanakan secara
menyeluruh dengan baik dan benar disemua sarana kesehatan rumah sakit, dengan prosedur yang baku
untuk setiap tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi tersebut, untuk itu perlu adanya suatu
pedoman yang digunakan di Rumah Sakit Bunda.
Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi merujuk pada pedoman manajerial dan
pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi dari Departemen Kesehatan 2009, Infeksi yang berasal
dari lingkungan rumah sakit dikenal dengan istilah infeksi nosokomial mengingat seringkali tidak bias
secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial diganti dengan istilah
baru yaitu “Healthcare – associated infections” (HAis).Diharapkan dengan adanya Pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi ini, seluruh petugas Rumah Sakit Bunda memiliki sikap dan
perilaku yang mendukung standar pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Bunda.

B. Tujuan
Tujuan Umum :
Menyiapkan agar Rumah Sakit Bunda dengan sumber daya terbatas dapat menerapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat
dari penularan penyakit menular ( Emerging Infectious Diseases ) yang mungkin timbul,
khususnya dalam menghadapi kemungkinan pandemic influenza.
Tujuan Khusus :
Membuat standar pelaksanaan Pencegahan dan pengendalian infeksi bagi petugas kesehatan di
Rumah Sakit Bunda meliputi :
1. Konsep dasar penyekit infeksi
2. Fakta – fakta penting beberapa penyakit menular
3. Kewaspadaan isolasi
4. Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di RS Bunda
5. Kesiapan menghadapi pandemi penyakit menular
6. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian infeksi

C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit Bunda dalam melaksanakan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit
menular melalui udara, kontak droplet atau penyakit menular melalui udara, kontak, droplet atau
penyakit infeksi lainnya.Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :
 Kewaspadaan standart dan berdasarkan transmisi
 Pelayanan surveilens PPI
 Hand Hygiene sebagai bariier protection.

3
 Penggunaan APD
 Pelayanan CSSD
 Pelayanan Linen
 Pelayanan Kesehatan karyawan
 Pelayanan Pendidikan dan edukasi kepada staf,pengunjung dan pasien
 Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan IPSRS.
 Pelayanan pengelolaan kebersihan lingkungan
 Pelayanan management resiko PPI
 Antibiogram dan pola kuman RS Bunda
 Penggunaan bahan single use yang di re-use

D. BATASAN OPERASIONAL
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk indonesia,
ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi berasal dari Komunitas ( Community acquired infection )atau
berasal dari lingkungan rumah sakit ( Hospital Acquired infection ) yang sebelumnya dikenal dengan
istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya system pelayanan kesehatan khusus dalam bidang
perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah ( Home Care).
Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang di maksudkan untuk tujuan
perawatan atau penyembuhan pasien, baik bagi pasien atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri.
Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang instilah infeksi
nosokomial ( Hospital acquired infection ) diganti dengan istilah baru yaitu ” Healthcare- associated
infections” (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga difasilitasi
pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada
petugas kesehatan yang terjadi didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus
infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit
(Hospital infection )
1. Beberapa Batasan / Definisi
a. Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme tersebut
hidup, tumbuh, dan berkembang biak, tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik.
Pada kolonisasi, tubuh penjamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan
bisa mengalami kolonisasi dengan kuman pathogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat
menularkan kuman tersebut keorang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat
bertindak sebagai ”Carrier”.
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organism), dimana terdapat
respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organism) yang disertai
adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular atau infeksius
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang keorang lain, baik secara
langsung maupun tidak langsung
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen karena infeksi, trauma, pembedahan atau
luka bakar yang ditandai dengan adanya sakit/ nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor),
pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Sekumpulan gajala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi)
yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut :
Hipertermi/ hipotermi/suhu tidak stabil, takikardi (sesuai usia) ,takipnoe(sesuai usia), serta
Leukositosis atau leukopenia atau hitung jenis leukosit jumlah sel muda lebih dari 10% pada
dewasa dan 20% pada bayi. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non infeksi seperti
trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis,atau gangguan metabolik. SIRS yang disertai
fokus infeksi disebut ”sepsis”.
2. Rantai Penularan

4
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai
penularan.Apabila satu rantai dihilangkan atau di rusak, maka infeksi dapat di cegah atau di
hentikan.Komponen yang di perlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah :
a. Agen infeksi ( infectious agent)adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi.Pada manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit.Ada
tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu :
patogenitas,virulensi, dan jumlah (dosis, atau ”load”).
b. Reservoir atau tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap di
tularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia,binatang, tumbuh-
tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya.Pada orang sehat permukaan kulit,
selaput lendir saluran nafas atas,usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar ( portal of exit ) adalah jalan dari mana agen infeksi meninggalkan reservoir.
Pintu keluar meliputi saluran pernafasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan
membran mukosa,transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
d. Transmisi ( cara penularan ) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari
reservoir ke penderita yang susep tibel.Ada beberapa cara yaitu : (1) Kontak langsung dan
tidak langsung, (2) Droplet, (3 ) airbone, (4) melalui venikulum ( makanan , air / minuman ,
darah ) dan ( 5 ) melalui vector biasanya serangga dan binatang pengerat .
e. Pintu masuk ( portal of entri ) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu yang
suseptibel . Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan , pencernaan , saluran kemih dan
kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh ( luka ).
f. Pejamu ( host ) yang susptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang
cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau penyakit. Faktor
yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,
luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan dengan imunosupresan.Faktor
lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin , ras atau etnis tertentu, status ekonomi,
gaya hiduo, pekerjaan dan herediter.

Agen
Host/ reservoir
pejamure
ntan

Tempat Tempat
masuk keluar
Metode
penularan

Gambar 2 . Skema rantai penularan penyakit infeksi

3. Faktor Risiko ” healthcare- associated infections” (HAIs)


a. Umur : neonatus dan lanjut usia lebih rentan
b. Status imun yang rendah/terganggu (imuno-kompromais) : penderita dengan penyakit kronik,
penderita keganasan, obat-obatan imunosupresan
c. Interupsi barier anatomis :
 Keteter urine : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih
(ISK).
 Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka operasi atau
” Surgical site infection (SSI) ”
 Intubasi pernapasan /
ventilasi mekanik : meningkatkan kejadian ”Hospital acquired
Pneuminia”(HAP/VAP).
 Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI), ”
Blood Stream Infection ”(BSI).
 Luka bakar dan Trauma
d. Implantasi benda asing :
 Indwelling catheter”
 ”Surgical suture material”
 ”Cerebrospinal fluid shunts”
 ”Valvular/ vascular prostheses”

5
e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotik yang tidak bijaksana menyebabkan
timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba.

4. Pencegahan dan pengendalian infeksi


Proses terjadinya infeksi tergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi
(patogenitas, virulensi dan dosis ) serta cara penularan, identifikasi faktor risiko pada pejamu dan
pengendalian infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya HAIs, baik pada pasien ataupun
pada petugas.
5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
a. Peningkatan daya tahan pejamu, Dengan pemberian imunisasi aktif ( contoh vaksinasi hepatitis
B ), imunisasi pasif ( immunoglobulin), dan promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi
adekuat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi, Dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi, contohnya
metode fisik adalah : pemanasan ( pasteurisasi dan sterilisasi) dan memasak makanan metode
kimiawi termasuk klorisasi air, desinfeksi dll.
c. Memutus rantai penularan, Merupakan cara yang paling mudah untuk pencegahan penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya tergantung dari ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini dengan cara melaksanakan ” Isolation
Precautions” ( Kewaspadaan isolasi ) yang terdiri dari dua pilar/ tingkatan yaitu ” Standard
precautions” ( kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
d. Tindakan pencegahan paska pajanan ( ”Post exposure prophilaxis”/PEP) terhadap petugas
kesehatan. Pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya,
yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang
perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV
FAKTA-FAKTA PENTING PENYAKIT MENULAR
I. INFLUENZA
1. INFLUENZA MUSIMAN DAN INFLUENZA A (H5NI)
a. Pengertian
Influenza adalah penyakit virus acute yang menyerang saluran pernapasan, ditandai demam,
sakit kepala, mialgia, coryza, lesu, dan batuk.
b. Penyebab
Virus influenza A, B, C, Tipe A terdiri dari banyak subtipe yang berpotensi terjadinya
Kejadian Luar Biasa (KLB) atau endemi/ pandemi. Subtipe virus influenza A dapat
menyerang unggas dan mamalia, bila terjadi pencampuran antara 2 subtipe dapat terjadi
subtipe baru yang sangat virulen dan mudah menular serta berpotensi menyebabkan
pandemi.
c. Epidemiologi
Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim penghujan di wilayah 2
musim dan pada musim dingin di wilayah empat musim. Biasa terjadi epidemi tahunan
berulang yang disebabkan oleh virus yang mengalami ”antigenic drift”, namun dapat terjadi
pandemi global akibat virus yang mengalami ”antigenic drift”.
d. Cara Penularan
Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontraminasi. Masa inkubasi
biasanya 1-3 hari.
e. Gejala Klinis
Gejala Influenza yang umum adalah demam, nyeri otot dan malaise. Biasanya influenza
akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.
f. Masa Penularan
Mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala kliniks, pada anak muda
sampai 7 hari
g. Kerentanan dan Kekebalan
Infeksi dan vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik. Lamanya antibody
bertahan paska infeksi dan luasnya spektrum kekebalan tergantung tingkat perubahan
antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.
h. Cara Pencegahan
 Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan penularan melalui batuk,
bersin, dan kontak tidak langsung melalui tangan dan selaput lendir saluran pernapasan.

6
 Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-80% perlindungan pada orang
dewasa muda apabila antigen dalam vaksin sama atau mirip dengan strain virus yang
sedang beredar ( musim), pada orang usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi beratnya
penyakit, kejadian komplikasi dan kematian.
 Obat anti virus (penghambat neuraminidase seperti aseltamivir dan penghantar M2 channel
rimantadin, amatadin) dapat dipertimbangkan terutama pada mereka yang beresiko
mengalami komplikasi ( orang tua, orang dengan penyakit jantung/ paru menahun). Akhir-
akhir ini dilaporkan terjadinya resistensi terhadap amantadin, rimantadin yang semakin
meningkat.
 Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat epidemi isolasi dilakukan
terhadap pasien dengan cara menempatkan mereka secara kohort.

2. INFLUENZA A ( H5N1) ATAU FLU BURUNG


a. Pengertian
Flu burung adalah salah satu penyakit yang di khawatirkan dapat menyebabkan
pandemi. Penyakit flu burung penting untuk di ketahui sebagai Emerging infectious
Diseases.
b. Penyebab
Flu burung ( Avian influenza ) disebabkan virus influenza subtipe H5N1, flu burung
dapat terjadi secara alami pada semua burung. Burung membawa virus kemudian
menyebarkan melalui saliva, sekresi patuk, dan feses. Burung yang kontak dengan
burung pembawa virus, dapat tertular dan menimbulkan sakit, sekretnya akan tetap
infeksius selama sepuluh hari. Faeses burung yang terinfeksi dapat mengeluarkan virus
dalam jumlah besar.
c. Epidemiologi
Flu burung pada manusia sampaisaat ini telah dilaporkan di banyak negara terutama di
Asia. Di daerah dimana terdapat interaksi tinggi antara populasi hewan khususnya unggas
dan manusia ( animal- human interface ) risiko terjadi penularan pada manusia. Saat ini
flu burung dianggap sangat potensial sebagai penyebab terjadinya pandemi influenza.
Sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia yang dilaporkan, terjadi akibat
dekat dan kontak erat dengan unggas terinfeksi atau benda terkontaminasi. Angka
kematian tinggi, antara 50-80 %. Meskipun terdapat potensi penularan virus H5N1 dari
manusia ke manusia,model penularan semacam ini belum terbukti.
Kelompok usia yang beresiko
Virus H5N1 menyerang dan membunuh kelompok usia muda. Sebagian besar kasus terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda yang sebelumnya sehat.
Mengapa virus H5N1 perlu mendapat perhatian khusus dari 15 subtipe virus flu burung,
virus H5N1 menjadi perhatian khusus, dengan alasan sebagai berikut :
 Sejak tahun 2003, H5N1 menyebar luas di Asia pada populasi unggas dan bergerak ke
Eropa pada tahun 2005. Selain itu terjadi perluasan host (pejamu) dari burung ke
mamalia.
 Risiko manusia dan terinfeksi H5N1 tinggi, dipedesaan Asia unggas di ternakkan dekat
wilayah pemukiman dan dibiarkan berkeliaran secara bebas.
 Virus ini telah menyebabkan penyakit yang parah pada manusia dengan kematian tinggi
( dilaporkan mencapai sekitar 50%, meskipun data surveilans mungkin tidak lengkap )
 Fakta terpenting bahwa H5N1 dapat bermutasi secara cepat dan berkemampuan
memperoleh gen dari virus yang menginfeksi spesies hewan lain.
d. Cara penularan ke manusia
Kontak langsung dengan unggas terinfeksi atau benda yang terkontaminasi, oleh feses
burung saat ini sebagai jalur utama penularan terhadap manusia.
e. Masa Inkubasi
Masa inkubasi virus influenza pada manusia sangat singkat yaitu 2 sampai 3 hari, berkisar
1 sampai 7 hari. Pada influenza A (H5N1) masa inkubasi 3 hari berkisar 2 sampai 8 hari.
f. Gejala-gejala pada manusia
Gejala-gejala flue burung pada manusia adalah :
 Demam tinggi (suhu ≥38o C )
 Batuk
 Pilek
7
 Nyeri Tenggorokan
 Nyeri Otot
 Nyeri Kepala
 Gangguan pernapasan atau sesak napas
Gejala tambahan yang mungkin ditemukan :
 Infeksi selaput mata
 Diare atau gangguan saluran cerna
 Fatigue/ letih
Catatan :
Bila menemukan kasus demam ( suhu tubuh≥38o C ) ditambah 1 atau lebih gejala dan
tanda diatas patut dicurigai sebagai kasus flu burung ; terutama bila dalam anamnesa
diperoleh keterangan salah satu atau lebih dibawah ini :
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan penderita influenza A/
H5N1 yang tealah di konfirmasi
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan unggas, termasuk ayam
mati karena penyakit
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah bekerja memproses sample dari orang atau
hewan yang diduga mengalami infeksi virus flu burung patogen tinggi ( High
Patogenic Avian Influenza / HPAI).
 Tinggal diwilayah / dekat dengan kasus HPAI yang dicurigai atau telah dikonfirmasi.

g. Pencegahan
Khusus dalam kasus wabah flu burung perlu;
 Menghindari kontak dengan burung terinfeksi atau benda terkontraminasi
 Menghindari peternakan unggas
 Hati-hati ketika menangani unggas
 Memasak unggas dengan baik (suhu 60o selama 30 menit atau 80o selama 1 menit )
 Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan :
 Setelah memegang unggas
 Setelah memegang daging unggas
 Setelah memasak
 Sebelum makan
h. Pengobatan anti virus untuk influenza
Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus, sehingga dapat mengurangi gejala dan
komplikasi orang yang terinfeksi. Obat anti virus influenza tersebut yaitu :
 Amantadine
 Rimantadine
 Oseltamivir ( Tamiflu)
 Zanamivir ( Relenza )
i. Penularan di Rumah Sakit
 Virus mungkin masuk ke rumah sakit melalui cairan tubuh ( terutama dari pernapasan
) pasien yang sudah didiagnosis menderita flu burung atau masih suspek maupun
probable.
 Semua tenaga kesehatan, laboratorium, radiologi, petugas kebersihan, atau pasien lain
dan pengunjung rumah sakit beresiko terpajan flu burung.
 Penularan lewat udara, droplet dan kontak.
j. Penatalaksanaan
 Identifikasi dan isolasi pasien
Semua pasien yang datang kerumah sakit dengan demam, dan gejala infeksi pernapasan
harus ditangani sesuai dengan tindakan hygiene saluran pernapasan seperti yang dibahas
dalam buku ini. Pasien dengan riwayat perjalanan kedaerah yang terjangkit flu burung
dalam waktu 10 hari terakhir, dirawat inap dengan infeksi saluran pernapasan berat atau
berada dalam pengamatan untuk flu burung, harus ditangani dengan menggunakan
kewaspadaan standar dan kewaspadaan penularan lewat kontak, droplet dan udara seperti
pada pasien SARS. Kewaspadaan ini harus dilakukan selama 7 hari setelah turun demam
pada orang dewasa, 21 hari sejak onset penyakit pada anak-anak dibawah 12 tahun,
sampai diagnosis alternatif ditegakkan atau hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa
pasien tidak terinfeksi oleh virus influenza A.
8
 Langkah penting pencegahan dan pengendalian infeksi
Pencegahan dan pengendalian penyebaran flu burung di Rumah Sakit Umum Dr.
AliyahKendari :
 penempatan pasien diruang isolasi khusus flu burung dengan tekanan negatif.
 Pengawasan terhadap implementasi kewaspadaan standard dan kewaspadaan
penularan lewat udara, droplet dan kontak
II. HIV – AIDS
a. Pengertian
AIDS ( Acquaired Immuno Deficiency Syndrome ) merupakan kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
b. Penyebab
Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk retrovirus yang terdiri atas 2 tipe : tipe 1 (HIV-1)
dan tipe 2 (HIV-2)
c. Cara Penularan
Penularan HIV dri orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi, baik homo maupun
heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang terkontraminasi, kontak kulit yang lecet dengan bahan
infeksius, transfusi darah atau komponenjnya yang terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan.
Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan.
Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi melalui placenta dan hampir 20%
bayi yang disusui oleh ibu HIV (+) dapat tertular. Penularan dapat juga terjadi pada petugas
kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang mengandung darah yang terinfeksi.
d. Masa Inkubasi
Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu antara terinfeksidan terdeteksinya
antibody sekitar 1-3 bulan namun untuk terjadinya AIDS sekitar<1tahun hingga >15 tahun. Tanpa
pengobatan efektif, 50% orang dewasayang terinfeksi akan menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun.
e. Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam waktu 5 sampai
10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD4 secara bermakna baru AIDS mulai berkembang dan
menunjukkan gejala-gejala seperti :
 Penurunan berat badan secara drastis
 Diare yang berkelanjutan
 Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak
 Batuk terus menerus
 Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis dan jenis infeksi oportunistikyang terjadi.
f. Pengobatan
Pemberian anti virus (Highly Active Anti Retroviral Therapy, HAART ) dengan 3 obat atau lebih
dapat meningkatkan prognosis dan harapan hidup pasien HIV. Angka kematian di negara maju
menurun 80% sejak digunakannya kombinasi obat antivirus.
g. Masa Penularan
Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak terinfeksi dan berlangsung seumur hidup.
h. Kerentanan dan Kekebalan
Diduga semua orang rentan. Terutama pada PMS ( Penyakit Menular Seksual ) dan pria yang tidak
dikhitan kerentanan meningkat.

i. Cara Pencegahan
Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa perlindungan, menghindari penggunaan
alat suntik bergantian, melakukan praktek transfusi dan donor organ yang aman serta praktek medis
dan prosedur laboratorium yang memenuhi standar.
j. Profilaksis paska pajanan
 Diberikan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan HIV terhadap petugas kesehatan setelah
terpajan. Studi kasus kelola menyatakan bahwa pemberian ARV segera setelah pejanan perkutan
menurunkan resiko infeksi HIV sebesar 80% ( Cardo dkk. N. Engl J Med 1997). Efektifitas ARV
apabila diberikan dalam 1 jam setelah pejanan selama 28 hari.
 Pemeriksaan sample darah HIV
 Pemeriksaan antibodi pada bulan ke3 dan ke 6
 Petugas yang terpajan dimonitor oleh dokter penyakit dalam atau anak dan perlu dukungan
psikologis.
 Lapor ke K3 RSWS
9
III. ANTRAKS
a. Pengertian
Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai kulit, saluran pernapasan atau saluran
pencernaan.
b. Epidemiologi
Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia. Umumnya didaerah pertanian dan industri.
Mereka yang berisiko terkena antraks adalah :
 Orang yang kontak dengan binatang yang sakit
 Digigit serangga tercemar antraks
 Orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi
 Orang yang kontak dengan kulit, bulu, tulang binatang yang mengandung spora antraks.
c. Penyebab
Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang, berspora.
d. Cara Penularan
Penularan melalui kontak dengan jaringan, bulu binatang yang sakit dan mati atau tanah yang
terkontraminasi (antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi spora (antraks paru) atau
memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan baik (antraks saluran pencernaan). Jarang
terjadi penularan dari orang ke orang.
e. Masa Inkubasi
Antara 1-7 hari, bisa sampai 60 hari
f. Gejala klinis
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ yang terkena (kulit, paru, saluran
pencernaan, meningitis). Di Indonesia terbanyak ditemukan antraks kulit.
 Gejala antraks kulit : 3-5 hari setelah endospora masuk kedalam kulit timbul makula kecil warna
merah yang berkembang menjadi papel gatal dan tidak nyeri. Dalam 1-2 terjadi vesikel, ulkus
dan ulcerasi yang dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu. Dengan antibiotika mortalitas
antraks kulit kurang dari 1%.
 Gejala antraks saluran pencernaan : mual, demam, nafsu makan menurun, abdomen akut,
hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat mengakibatkan kematian.
 Gejala antraks saluran pernapasan meliputi :
o Antraks pada daerah orofaring akan menimbulkan demam, sukar menelan, limfadenopati
regional.
o Antraks pada paru ada 2 tahap. Tahap pertama ringan berlangsung 3 hari pertama muncul
gejala flu, nyeri tenggorok, demam ringan, batuk non produktif, nyeri otot, mual, muntah,
tidak terdapat coryza. Tahap kedua ditandai gagal napas, stridor, penurunan kesadaran dan
sepsis sampai syok sering berakhir dengan kematian. Meningitis antraks terjadi pada 50%
kasus antraks paru.
g. Masa Penularan
Tanah dan bahan yang tercemar spora dapat infeksius sampai puluhan tahun
h. Kerentanan dan Kekebalan
Kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas. Infeksi kedua kemungkinan terjadi tetapi tidak ada gejala.
i. Cara Pencegahan
Pencegahan penyakit antraks dengan :
 Pencegahan pada manusia dengan menjaga kebersihan tangan, memasak daging yang matang.
 Memberikan vaksinasi kepada kelompok risiko tinggi
 Pemberian antibiotika profilaksis paksa pajanan selama 60 hari tanpa waksin atau selama 30 hari
ditambah 3 kali dosis vaksin, dapat dimulai sampai 24 jam paska pajanan.
 Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk mengatasi spora yang menetap lama
dijaringan paru dan kelenjar getah bening. Antibiotika yang dipakai adalah siprofloksasin 500mg
dua kali sehari atau doksisiklin 100mg dua kali sehari.
 Kewaspadaan standar terutama terhadap penyebaran melalui inhalasi dengan :
o Peralatan bedah harus segera di sterilkan setelah digunakan
o Petugas kesehatan menggunakan APD, dan segera mandi menggunakan sabun dan air
mengalir yang cukup banyak
o Petugas tidak perlu diberikan vaksinasi dan profilaksis antibiotika
o APD bekas pakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibuang kesampah medis
untuk dimasukkan ke incinerator/ dibakar
10
o Jenazah pasien antraks dibungkus dengan kantong plastik, dimasukkan kedalam peti mati
yang ditutup rapat dan disegel. Bila memungkinkan dibakar.
o Tempat tidur dan alat yang terkontraminasi harus dibersihkan dan disterilkan dengan
autoklaf 120 o c selama 30 menit
o Limbah padat, cair dan limbah laboratorium diolah dengan semestinya.
IV. TUBERKULOSIS
a. Penyebab
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam (BTA) yakni mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jenis mycobacterium dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan menyerang semua
organ tubuh bakteri ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang, dan yang paling sering paru.
b. Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di
dunia. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam hal jumlah pasien TB setelah India dan
Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap tahun diseluruh dunia. Sepertiga penduduk dunia
terinfeksi TB secara laten. Sekitar 95% pasien TB berada di negara sedang berkembang, dengan
angka kematian mencapai 3 juta orang pertahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus
baru dengan 140.000 kematian tiap tahun. Umumnya sekitar 75-85% pasien TB berasal dari
kelompok usia produktif.
Faktor risikonya yaitu penderita HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan merokok.
c. Cara Penularan
Penularan penyakit TB paru melalui percikan dahak ( droplet) dari orang keorang, sekali batuk
terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung kuman TB dan dapat menulari orang
sekitarnya.
d. Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi test tuberkolosis positif
memerlukan waktu 2-10 minggu. Risiko menjadi TB paru (breakdown) dan TB ekstrapulmoner
progresif setelah infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa
berlangsung seumur hidup. Pada pasien dengan imun defisiensi seperti HIV, masa inkubasi bisa
lebih pendek.
e. Masa Penularan
Pasien TB berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung BTA.
Penularan berkurang apabila pasien yang tidak diobati atau diobati tidak adekuat dan pasien dengan
”persistent AFB positive” dapat menjadi sumber penularan dalam waktu lama. Tingkat penularan
tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk
atau bersin dan tindakan medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronhoskopi.
f. Gejala Klinis
Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus disertai dahak selama 3
minggu atau lebih, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan lemah, sering demam, nafsu makan
menurun dan penurunan berat badan.
g. Pengobatan
 Pengobatan spesifik dengan kombinasi anti tuberkulosis (OAT), dengan metode DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse), pengobatan dengan regimen jangka pendek dibawah
pengawasan langsung Pengawas Minum Obat (PMO).
 Untuk pasien baru TB BTA (+),WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat setiap hari selama
2 bulan terdiri dari Rifampisisn, INH, PZA dan ethambutol diikuti INH dan rifampisisn 3 kali
seminggu selama 4 bulan.
h. Cara Pencegahan
 Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan dengan menghilangkan
sember penularan.
 Imunisasi BCG sedini mungkin
 Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi
 Setiap pasien TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruangan bertekanan negatif.. setiap orang
yang kontak diharuskan memakai pelindung pernapasan yang dapat menyaring partikel yang
berukuran submikron.
4. MRSA (Methicilin Resistent Stapylococcuc Aereus)
Adalah salah satu tipe bakteri stayloccus yang ditemukan pada kulit dan hidung dan kebal terhadap
antibiotika.jumlah kematian MRSA lebih banyak dibandingkan AIDS
11
Saat ini ada 2 tipe :
1. Health care asosiated (HA –MRSA)
Biasanya ditemukan difasilitas kesehatan terutama rumah sakit..
2. Community asosiated (CA-MRSA)
Yang baru ini ditemukan ditempat –tempat umum,fitness,loker-loker,sekolah dan perabotan rumah
tangga.
Biasanya menginfeksi orang dan anak-anak yang daya tahan tubuhnya lemah,jika daya tahan tubuh
baik tidak akan menimbulkan gejala .Bakteri yang dibawa sipasien menyebar dan berpindah pada
orang lain dengan cara kontak kulit dan menyentuh barang yang terkontaminasi . Stapylococcus
menimbulkan gejala seperti infeksi kulit,jerawat,bisul,abses atau gigitan serangga,ini biasa
menyebabkan bengkak,merah dan nyeri.bakteri ini dapat menembus kulit sampai dengan
menimbulkan infeksi ditulang,sendi,aliran darah,jantung dan paru yang bias mengancam jiwa.
Penyebaran MRSA.
1. Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA
2. Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan rumah tangga yang
MRSA
3. Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersih
4. Menyentuh hidung dari penderita MRSA
Tanda dan gejala :
1. Infeksi luka
2. Bisul
3. Folikel rambut yang terinfeksi
4. Impetigo
5. Kulit yang sakit seperti digigit serangga

Diagnosis :
Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsy dikirim ke laborat dan dikultur untuk S aureus.
Juka S aureus yang diisolasi (tumbuh dipiring pantry) bakteri tersebut kemudian terkena
antibiatikyang berbeda termasuk Meticilin dan S aureus tumbuh dengan baik di Meticilindalam
kultur yang disebut MRSA. Prosedur ayng sama juga dilakukan untuk menentukan apakah seseorang
merupakan pembawa MRSA(Screning untuk carrier) tetapi sample kulit atauselaput lender hanya
diswab tidak dibiopsi
Pengobatan MRSA :
Minor infeksi MRSA kadang kadang dapat mengalami komplikasi serius seperti menyebar infeksi
kejaringan sekitar darah, tulang dan jantung. Karena MRSA yang tahan terhadap antibiotic akan sulit
untuk mengobati namun beberapa antibiotic berhasil mengendalikan infeksi tapi jarang.
Tindakan pencegahan :
1. Kebersihan tangansesering mungkin terutama setelah menyentuh hidung anda.
2. Bila batuk terapkan etika batuk
3. Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan ditutup kain kasa, ganti
ferban sesering mungkin terutama jika basah.
4. Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juda melalui feces dan urine
5. Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita MRSA.
6. Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang lainnya.
7. Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien dengansabun dan clorin 0,5%.

I. Kegiatan pelayanan PPIIRS


PENGERTIAN SURVEILENS ADALAH :
Suatu pengamatan yang sistematis ,efektif dan terus menerus terhadap timbulnya dan penyebaran
penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan meningkatnya
atau menurunnya resiko terjadinya penyebaran penyakit :
1. Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda – tanda tidak dalam masa inkubasi infeksi
tersebut.
2. Inkubasi terjadi 2x 24 jam setetlah pasien dirawat dirumah sakit apabila tanda- tanda infeksi
sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai dirawat ,maka perlu diteliti masa inkubasi dari
infeksi tersebut.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari
mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi
infeksi berbeda.
12
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.
1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah ada pada waktu
masuk rumah sakit.
2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis toxoplasmosis,sifilis) dan baru
muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran .
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :
1. Kolonisasi : yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit,selaput lender,luka terbuka )yang tidak
memberikan gejala dan tanda klinis.
2. Inflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jejas atau rangsangan zat non infeksi
seperti zat kimia.
Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain:
1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit,sehingga jumlah dan jenis kuman
penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.
2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular.
3. Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang paling sederhana seperti
pemasangan infuse sampai tindakan operasi.
4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika ,akibat penggunaan
berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.
5. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien,petugas ke lingkungan yang dapat
menularkan kuman pathogen.
6. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman.
Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat berasal dari :
1. Petugas rumah sakit.
2. Pengunjung pasien.
3. Antar pasien itu sendiri.
4. Peralatan yang dipakai dirumah sakit.
5. Lingkungan
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Bunda meliputi :
 Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan Alat pelindung diri
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
4. Pengelolaan Limbah
5. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit
6. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan Pasien
8. Hygiene respirasi/ etika Batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal punksi

1. Kebersihan Tangan
a. Definisi
 Kebersihan tangan dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi, adalah praktek
membersihkan tangan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan.
 Mencuci tangan : proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan
dengan menggunakan sabun biasa dan air
 Flora transien dan flora residen pada kulit : Flora transien pada tangan diperolah melalui kontak
dengan pasien, petugas kesehatan lain dan permukaan lingkungan ( misalnya meja periksa, lantai,
atau toilet ). Organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat dengan mencuci tangan
menggunakan sabun biasa dan air mengalir. Flora Residen tinggal dilapisan kulityang lebih dalam
serta didalam folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan seluruhnya, walaupun dengan pencucian
dan pembilasan dengan sabun dan air bersih.
 Air bersih : air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman untuk
diminum, serta untuk pemakaian lainnya dan memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan.

13
Pada keadaan normal minimal air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas
rendah ( jernih, tidak berkabut ).
 Sabun : produk-produk pembersih/ sabun cair yang menurunkan tegangan permukaan sehingga
membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang menempel sementara pada
tangan, sabun niasa memerlukan gosokan untuk melepas mikroorganisme secara mekanik,
sementara sabun antiseptik ( antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat
pertumbuhan dari sebagian besar mikroorganisme.
 Agen anti septik atau anti mikroba : bahan kimia yang digunakan untuk mencuci tangan dengan
menghambat atau membunuh mikroorganisme, sehingga mengurangi jumlah bakteri.
 Emollient : cairan organik seperti gliserol, propilen delikol, atau sorbitol yang ditambahkan pada
handrub dan losion. Kegunaannya untuk melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan
kulit ( keretakan, kekeringan iritasi dan dermatitis ) akibat pencucian tangan.
b. Indikasi membersihkan tangan
 Segera : setelah tiba ditempat kerja
 Sebelum :
o Kontak langsung dengan pasien
o Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif
o Menyediakan/ atau mempersiapkan obat-obatan
o Mempersiapkan makanan
o Memberi makan pasien
o Meninggalkan rumah sakit
 Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontraminasi, untuk
menghindari kontaminasi silang

 Setelah :
o Kontak dengan pasien
o Melepas sarung tangan
o Melepas alat pelindung diri
o Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, eksudat luka dan peralatan yang
diketahui atau kemungkinan terkontraminasi dengan darah, cairan tubuh, faeses/ urine
apakah menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan
o Menggunakan toilet, ,menyentuh/ melap hidung dengan tangan

c. Persiapan membersihkan tangan :


 Air mengalir
 Sabun
 Larutan antiseptik
 Lap Tangan yang bersih dan kering
d. Prosedur Standar Membersihkan Tangan
Tekhnik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan seperti di bawah ini :
 Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih
 Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair
 ratakan dengan kedua telapak tangan
 gosok punggung dan sel-sel jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
 gosok kedua telapak dan sela-sela jari
 jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
 gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya
 gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknyaBilas kedua
tangan dengan air mengalir
 Bilas kedua tangan dengan air mengalir
 keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-benar kering
 gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran
e. Handrub antiseptik ( handrub berbasis alkohol )
Teknik untuk menggosok tangan dengan antiseptik meliputi :
 tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh permukaan
tangan dan jari (kira-kira satu sendok teh)
 ratakan dengan kedua telapak tangan
14
 gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
 gosok kedua telapak dan selasela jari
 jari-jari dalam dari kedua tangan saling mengunci
 gosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya
 gosok dengan memutar ujung jari-jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya

Perhatian :
Lama penggosokan untuk pembersihan tangan dengan air dan sabun minimal selama 40-60
detik, sedangkan untuk pembersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alcohol minimal
selama 20-30 detik.

f.Hal –hal yang harus diperhatikan


 Bila tangan kotor dan terkontraminasi harus cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
 Bila tidak jelas kotor atau terkontraminasi, cuci tangan dengan hancrub
 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan
 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang
 Jangan mengisi sabun yang masih ada isinya, penambahan dapat menyebabkan kontaminasi
bakteri pada sabun yang dimasukkan
 Jangan menggunakan baskom yang berisi air, walaupun menggunakan antiseptik
 Kiki harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi ujung jari
 Tidak boleh menggunakan kuku buatan karena dapat menimbulkan HAIs ( Hedderwick et
al.2000) sebagai reservoar untuk bakteri gramn negatif.
 Tidak diperkenankan menggunakan cat kuku dan perhiasan.
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri
a. Definisi
Alat pelindung diri adalah alat pelindung sebagai barrier yang digunakan untuk melindungi pasien
dan petugas dari mikroorganisme yang ada diRumah Sakit
b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri ( APD )
i. Sarung tangan
ii. Masker
iii. Kaca Mata
iv. Topi
v. Gaun
vi. Apron
vii. Pelindung Kaki

i. Sarung Tangan
Definisi
Alat yang digunakan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehata. Sarung tangan
merupakan penghalang (barier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi.
Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk
menghindari kontraminasi silang.

Ingat : Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci


tangan atau pemakaian antiseptic yang digosokkan pada tangan.

Tujuannya :
o Untuk menciptakan barier protektif dan mencegah kontaminasi yang berat. Misalnya
untuk menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi, mukus membran, kulit yang tidak
utuh.
o Menghindari transmisi mikroba dari petugas nkepada pasien saat melakukan tindakan pada
kulit pasien yang tidak utuh.
o Mencegah transmisi mikroba dari pasien ke pasien lain melalui tangan petugas.
Penggunaan sarung tangan oleh petugas pada keadaan :
o Kontak tangan dengan darah, cairan tubuh, membran atau kulit yang tidak utuh

15
o Melakukan tindakan invasif
o Menangani bahan-bahan bekas pakai yang terkontraminasi atau menyentuh bahan
tercemar.
o Menerapkan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak
Jenis-jenis sarung tangan :
a. sarung tangan bersih
b. sarung tangan steril
c. sarung tangan rumah tangga

Tabel Indikasi Penggunaan APD


No. Kegiatan Cuci Sarung Jubah/ Masker/
tangan tangan Celemek Google
Steril biasa
Perawatan umum
1. Tanpa luka
 Memandikan / bedding √ √
 Reposisi √ √
2. Luka terbuka
 Memandikan / bedding √ √ K/P
 Reposisi √ √ K/P
3. Perawatan perianal √ √ √
4. Perawatan mulut √ √ K/P K/P
5. Pemeriksaan fisik √ K/P
6. Penggantian balutan
 Luka operasi √ √ K/P K/P
 Luka decubitus √ √ K/P K/P
 Central line √ √ K/P K/P
 Arteri line √ √ K/P K/P
 Cateter intravena √ √ K/P K/P
Tindakan Khusus.
7. Pasang cateter urine √ √ K/P K/P
8. Ganti bag urine / ostomil √ √ K/P K/P
9. Pembilasan lambung √ √ K/P K/P
10. Pasang NGT √ √ √ K/P
11. Mengukur suhu axilia √ K/P
12. Mengukur suhu rectal √ √
13. Kismia √ √ K/P K/P
14. Memandikan jenazah √ √ K/P K/P
Perawatan saluran nafas
15. Tubbing ventilator √ √ K/P
16. Suction √ √ K/P √ K/P
17. Mengganti plaster ETT √ √ K/P √ K/P
18. Perawatan TT √ K/P √√
19. PF dengan stethoscope √ K/P
20. Resusitasi √ √ √ √√
21. Airway management √ √ √
Perawatan Vasculer
22. Pemasangan infuse √ Lebih √ K/P K/P
baik
23. Pengambilan darah vena √ Lebih √ K/P K/P
baik
24. Punksi arteri √ Lebih √ K/P K/P
baik
25. Penyuntikan IM / IV / SC √ √
26. Penggantian botol infuse √
16
27. Pelesapan dan penggantian selang √ √
infuse
28. Percikan darah / cairan tubuh √ √ √
29. Membuang sampah medis √ √ √
30. Penanganan alat tenun. √ √ √ K/P

TANPA SARUNG
Apakah kontak dengan Tidak TANGAN
darah/ cairan tubuh ?
Ya

SARUNG TANGAN
APAKAH KONTAK Tidak RUMAH TANGGA ATAU
DENGAN PASIEN SARUNG TANGAN
Ya BERSIH

APAKAH KONTAK SARUNG TANGAN


Tidak BERSIH ATAU SARUNG
DENGAN JARINGAN
DIBAWAH KULIT TANGAN DTT
Ya

SARUNG TANGAN STERIL


ATAU SARUNG TANGAN DTT

Gambar 3 : Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan

Hal hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan :


 Gunakan ukuran sarung tangan yang sesuai, khususnya untuk tindakan bedah, karena dapat
mengganggu tindakan dan mudah robek.
 Kuku harus pendek, agar tidak cepat robek
 Tarik sarung tangan keatas manset gaun untuk melindungi pergelangan tangan
 Gunakan pelembab yang larut dalam air, untuk mencegah kulit tangan kering/ berkerut.
 Jangan gunakan lotion yang mengandung minyak, karena akan merusak sarung tangan bedah.
 Jangan menggunakan lotion yang mengandung parfum karena dapat mengiritasi kulit
 Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu terlalu panas atau terlalu dingin
mislanya dibawah sinar matahari langsung, didekat pemanas AC, cahaya ultraviolet cahaya
fluoresen atau mesin rongent, karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi
efektifitas sebagai pelindung.
ii. Masker
Definisi
Masker adalah alat yang digunakan untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu dan
rambut pada wajah (jenggot).
Tujuan

17
 Untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petrugas bedah
berbicara, batuk atau bersin.
 Untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut
petugas kesehatan.
Jenis- jenis Masker
a. Masker katun / kertas, sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai
filter.
b. Masker bedah, merupakan masker terbaik dapat menyaring partikel berukuran besar (>5µm),
sekalipun tidak dirancang untuk menutup secara benar-benar menutup secara erat, sehingga
tidak dapat secara efektif menyaring udara.
c. Masker N-95 merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi yang direkomendasikan
untuk perawatan pasien flu burung/ SARS, berfungsi melindungi dari partikel dengan ukuran
(>5µm). Pelindung ini menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran,
kelemahannya dapat mengganggu pernapasan dan harganya lebih mahal dari masker bedah
sebelum digunakan masker dilakukan fit test.
Prosedur penggunaan masker bedah atau N-95/ respirator particulat
a. Genggamlah respirator/ masker bedah dengan satu tangan, posisikan sisi depan bagian
hidung pada ujung jari-jari anda, biarkan tali pengikat respirator menjuntai bebas dibawah
tangan anda.
b. Posisikan masker bedah/ respirator dibawah dagu anda dan sisi untuk hidung berada diatas.
c. Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak tinggi dibelakang kepala
anda diatas telinga. Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan posisikan tali dibawah
telinga.
d. Letakkan jari-jari tangan anada diatas bagian hidung yang terbuat dari logam. Tekan sisi
logam tersebut (gunakan dua jari dari masing-masing tangan) mengikuti bentuk hidung anda,
jangan menekan respirator dengan satu tangan karena dapat mengakibatkan respirator bekerja
kurang efektif
e. Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-hati agar posisi respirator tidak
berubah.
 Pemerikasaan segel positif
Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif didalam respirator berarti tidak ada kebocoran. Bila
terjadi kebocoran atau posisi dan atau ketegangan tali. Uji kembali kerapan respirator. Ulangi
langkah tersebut sampai respirator benar-benar tertutup rapat.
 Pemeriksaan segel negatif
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif didalam respirator akibat
udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.

iii. Alat Pelindung Mata


Definisi
Alat untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi
mata.
Jenis – jenis alat pelindung mata :
 Kaca mata ( Goggles )
 Kaca mata pengaman
 Kaca mata pelindung wajah dan visor
iv. Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk
kedalam luka selama pembedahan.
Tujuannya
Untuk melindungi petugas dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
v. Gaun Pelindung
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat
pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/ airborn.
Tujuannya :
 Untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi
 Untuk melindungi dari penyakit menular

18
 Untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpecik atau tersemprot darah, cairan tubuh,
sekresi, atau eksresi.
Manfaatnya :
 Dapat menurunkan 20-100x dengan memakai gaun pelindung
 Dapat menurunkan opron plastik saat merawat pasien bedah abdomen dibandingkan perawat
yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.
vi. Apron
Definisi
Adalah alat yang terbuat dari karet atau plastik sebagai pelindung bagi petugas
kesehatan dan tahan air.
Digunakan pada saat :
 Merawat pasien langsung
 Membersihkan pasien
 Melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi.
vii. Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang
mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki.
Jenis – jenis pelindung kaki :
 Sepatu Boot Karet
 Sepatu Kulit Tertutup
c. Pemakaiaan Alat pelindung diri (APD) di Rumah Sakit :
1. Faktor – faktor yang harus diperhatikan pada pemakaian APD
 Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan
 Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi
 Lepas dan buang hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah disediakan diruang ganti
khusus. Lepas masker diluar ruangan
 Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihkan tangan
sesuai pedoman.
2. Cara menggunakan APD
Langkah-langkah menggunakan APD pada perawatan ruang isolasi kontak
dan airborn adalah sebagai berikut :
a. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung
b. Kenakan pelindung kaki
c. Kenakan sepasang sarung tangan pertama
d. Kenakan gaun luar
e. Kenakan celemek plastik
f. Kenakan sepasang sarung tangan kedua
g. Kenakan masker
h. Kenakan penutup kepala
i. Kenakan pelindung mata
3. Cara melepaskan APD
Langkah-langkah adalah :
a. Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar
b. Disinfeksi celemek dan pelindung kaki
c. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar
d. Lepaskan celemek
e. Lepaskan gaun bagian Luar
f. Disinfeksi tangan yang mengenakann sarung tangan
g. Lepaskan Pelindung Mata
h. Lepaskan Penutup Kepala
i. Lepaskan Masker
j. Lepaskan Pelindung kaki
k. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam
l. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih

19
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
3.1. Pemrosesan Peralatan Pasien
a. Alur pemrosesan peralatan pasien

Pre- cleaning (Pembersihan awal)


Menggunakan detergen atau
Enzymatic, sikat

Pembersihan
( Cuci bersih dan tiriskan )

STERILISASI
(Peralatan Kritis )
Masuk dalam pembuluh DISINFEKSI
Darah / Jaringan tubuh

Disinfeksi Tingkat Tinggi Disinfeksi Tingkat Rendah


(Peralatan semi kritikal) (Peralatan non kritikal)
Masuk dalam mukosa tubuh Hanya pada permukaan tubuh yang
Endotracheal tube.NGT utuh, Tensimeter, termometer
Kimiawi
Direbus

Bersihkan dengan air


steril dan keringkan

Gambar 4 : Alur pemprosesan peralatan pasien

Tingkat Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat


resiko
Kritis Alat yg Sterilisasi Sterilisasi harus -Alat yang
masuk,penetrasi steam,sterad dijaga : digunakan untuk
dalam jaringan atau DDT -bungkusan alat tindakan invasif.
steril,rongga,aliran harus kering.
darah -kemasan tidak
robek
-Bungkusan harus
dibuat dengan
menghambat
bioefektif selama
penyimpanan.
.simpan alat steril
pada area steril
guna melindungi
dari kontaminasi
lingkungan.
-Alat steril yang
tidak dibungkus
harus segera
dipakai

Semi Alat yang kontak Sterilsasi Simpan pada Alat yang


kritis dengan selaput steam/termal daerah bersih dan berhubungan dengan
lendir dan dengan kering guna respiratori :
cairan melindungi dari -LM laringeal mask.
desinfektan kontaminasi -Vaginal speculum.

20
tingkat tinggi lingkungan -endotrakeal non
kinkin.
-probe invasif
ultrasonic (trans
vaginal probe).
-Fleksible
*colonoscope
- Breast pump
Non Alat yang kontak Bersihkan alat Simpan dalam -alatnon invasif
kritis dengan kulit dengan keadaan bersih equipment:
menggunakan ditempat yang * Bedpan dan urinal.
detergent dan kering * Manset tekanan
air .jika darah.
menggunakan * bed
desinfektan * Termometer.
gunakan yang * Tourniket
compatibel * Tensi meter

b. Tingkatan Proses Disinfeksi


1. Disinfeksi Tingakat Tinggi (DTT)
Mematikan kuman dalam waktu 20 menit -12 jam akan mematikan semua mikroba kecuali
spora bakteri.
2. Disinfeksi Tingakat Sedang (DTS )
Mematikan mikrobakteria vegetatif, virus, jamur, tetapi tidak bisa mematikan spora bakteria.
3. Disinfeksi Tingkat Rendah (DTR)
Mematikan hampir semua bakteri vegetatif, beberapa jamur, beberapa virus dalam waktu < 10
menit.
c. Definisi
 Precleaning/ Prabilas : proses yang membuat mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas
sebelum dibersihkan (menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV ) dan mengurangi, tapi tidak
menghilangkan jumlah mikroorganisme yang mengkontraminasi.
 Pembersihan : proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah atau cairan tubuh
lainnya dari benda mati ataupun mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi petugas yang
menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.
 Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali
beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai
disinfektan kimiawi.
 Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme ( bakteria, virus, fungi, dan parasit
termasuk endospora bacterial) dari benda mati dengan uap tekanan tinggi ( otoklaf), pabas kering
(oven), sterilisasi, kimiawi, atau radiasi.
3.2. Pengelolaan Linen
Definisi
Pengelolaan Linen adalah penanganan linen di rumah sakit meliputi proses
pengimpanan, pendistribusian, pemisahan linen kotor, dan pencucian.
Tujuan
Mencegah terjadinya penularan melalui linen yang terkontraminasi dari pasien
kepetugas maupun kepasien lain dan lingkungan sekitarnya.
Prinsip Umum :
 Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantong/ wadah yang tidak
rusak saat diangkut.
 Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.

Prosedur Pengelolaan Linen :


 Linen yang kotor diletakkan dipisahkan linen yang infeksi dan non infeksi dengan
menggunakan APD. Kantong kuning untuk yang infeksi, dan yang hitam untuk yang tidak
infeksi atau linen yang bersih, kemudian diikat yang rapih.

21
 Hilangkan bahan padat dari linen yang sangat kotor dengan menggunakan APD yang sesuai
dan buang ketempatnya, kemudian linen masukkan kekantong cucian.
 Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati dan menggunakan trolley linen
dengan membedakan tempat linen bersih dan yang kotor, untuk mencegah kontaminasi
permukaan lingkungan atau orang-orang disekitarnya.
 Jangan memilah linen ditempat perawatan pasien. Masukkan linen yang terkontraminasi
langsung kekantong cucian diruang isolasi dengan memanipulasi minimal atau mengibas-
ibaskan untuk menghindari kontaminasi udara dan orang
 Linen dicuci sesuai prosedur pencucian biasa.
 Cuci dab keringkan lenen sesuai dengan standar dan prosedur tetap di Rumah Sakit. Untuk
pencucian dengan air panas, cuci linen menggunakan detergen/ disinfeksi dengan air 70o C (
160 o F) selama 25 menit. Pilih bahan kimia yang cocok untuk pencucian temperatur rendah
dengan konsentrasi yang sesuai temperatur air >70o C ( 160 o F).

4. Pengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi
dirumah sakit. Limbah rumah sakit berupa limbah yang sudah terkontraminasi atau tidak
terkontraminasi. Sekitar 85% limbah umum dihasilkan yang dihasilkan Rumah Sakit tidak
terkontraminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani, namun demikian penanganan
limbah ini harus dikelola dengan baik dan benar.
4.1. Pengertian
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk
padat, cair dan gas.
4.2. Tujuan Pengelolaan Limbah
 Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
 Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
 Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
 Membuang bahan-bahan berbahaya ( bahan Toksik dan radioaktif) dengan aman.

4.3. Jenis-jenis Limbah


a. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari :
 Limbah medis padat adalah : limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah
patologi, limah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang
tinggi
 Limbah pada non medis adalah : limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
diluar medis yang berasal dari dapur perkantoran, taman, dan halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
b. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit
yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif yang
berbahaya bagi kesehatan.
c. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran dirumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan
pembuatan obat sitotoksis.
d. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontraminasi dengan darah, cairan tubuh
pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.
e. Limbah Sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
4.4. Pengelolaan Limbah
a. Identifikasi Limbah :
 Padat
 Cair
 Tajam
 Infeksius
 Non infeksius
b. Pemisahan
22
 Pemisahan dimulai dari awal penghasilan Limbah
 Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
 Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya
 Limbah cair segera dibuang ke westafel di spoelhok
c. Labeling
 Limbah padat infeksius : plastik kantong kuning atau warna lain tapi diikat tali kuning.
 Limbah padat non infeksius : plastik kantong warna hitam
 Limbah benda tajam : wadah tahan tusuk dan air (safety box)
d. Kantong pembuangan diberi label biohazard atau sesuai jenis limbah
e. Packing
 Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
 Tutup mudah dibuka, sebaliknya bisa dengan menggunakan kaki
 Kontainer dalam keadaan bersih
 Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
 Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20meter
 Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh
 Kontainer limbah harus dicuci setiap hari
f. Penyimpanan
 Simpan limbah di empat penampungan sementara
 Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
 Beri label pada kantong plastik limbah
 Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara
 Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
 Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
 Tidak boleh ada yang tercecer
 Sebaliknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
 Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah
 Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau oleh kendaraan, aman
dan selalu dijaga kebersihannya dengan kondisi kering.
g. Pengangkutan
 Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
 Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
 Tidak boleh ada yang tercecer
 Sebaliknya jalan pengangkut limbah berbeda dengan jalan pasien
 Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.
h. Treatment
 Limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator
 Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan limbah umum
 Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator
 Limbah cair dalam westafell diruang spoelhok
 Limbah Feces, urine kedalam WC
4.5. Penanganan Limbah Benda Tajam
 Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
 Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
 Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk dan tahan air
dan tidak bisa dibuka lagi
 Selalu buang sendiri oleh si pemakai
 Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
 Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan
4.6. Penanganan limbah pecahan kaca
 Gunakan sarung tangan rumah tangga
 Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam tersebut, kemudian
bungkus dengan kertas
 Masukkan dalam kontainer tahan tusukan beri label
4.7. Unit Pengelolaan Limbah Cair
 Kolam stabilisasi air limbah

23
 Kolamoksidasi air limbah
 Sistem proses pembusukan anaerob
 Septik tank
4.8. Pembuangan Limbah Terkontaminasi
 Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran tertutup
 Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus mikroorganisme
nya. Ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan limbah terkontaminasi.
Pembakaran juga akan mengurangi volume limbah dan memastikan bahwa bahan-bahan
tersebut tidak akan dijarah dan dipakai ulang. Bagaimanapun juga pembakaran akan
dapat mengeluarkan kimia beracun ke udara.
 Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak tersentuh lagi
4.9. Cara penanganan limbah terkontaminasi
 Untuk limbah terkontaminasi, pakailah wadah plastik atau disepuh logam dengan tutup
yang rapat.
 Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-benda tajam
 Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan mudah dicapai
oleh pemakai.
 Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah tidak boleh dipakai
untuk keperluan lain diklinik atau rumah sakit.
 Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan dan bilas teratur dengan
air
 Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar dan yang tidak
akan dibakar sebelum dibuang.
 Gunakan alat perlindungan diri (APD) ketika menangani limbah
 Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar alkohol tanpa air
setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani limbah.
4.10.Cara Pembuangan Limbah
a. Enkapluasi : dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda tajam. Benda
tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antobocor. Sesudah ¾ penuh, bahan
seperti semen, pasir, tau bahan-bahan menjadi padat dan kering., wadah ditutup,
disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan-bahan sisa klimia
dapat dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam.
b. Insinerasi adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi berat dan isi limbah. Pross
ini biasanya dipilih untuk menangani limbah yang tidak dapat didaur ulang, dipakai lagi,
atau dibuang ke tempat pembuangan limbah atau tempat kebersihan pealatan tanah.
c. Pembakaran terbuka tidak dianjurkan karena berbahaya, batas pandangan tidak jelas, dan
angin dapat menyebarkan limbah kesekitar kemana-mana
d. Mengubur limbah difasilitasi kesehatan dengan sumber terbatas, penguburan limbah
secara aman pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satu-satunya alternatif untuk
pembuangan limbah. Caranya : buat lubang sedalam 2,5m, setiap tinggi limbah 75cm
ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah sampai 75 cm ditutupi kapur
tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah samapai 75cm, kemudian dikubur. Untuk
mengurangi risiko dan polusi lingkungan, beberapa aturan dasar adalah :
 Batas akses ketempat pembuangan limbah tersebut
 Tempat penguburan sebaiknya dibatasi dengan lahan dengan permeabilitas rendah
(seperti tanah liat), jika ada
 Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter dari sumber air untuk mencegah
kontaminasi permukaan air
 Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik, lebih rendah dari sumur,
bebas genangan air dan tidak didaerah rawan banjir.
e. Membuang limbah berbahaya : bahan-bahan kimia termasuk sisa-sisa bahan-bahan
sewaktu pengepakan, bahan-bahan kadaluarsa atau kimia dekomposisi, atau bahan kimia
tidak dapat dipakai lagi. Bahan kimia yang tidak terlalu banyak dapat dikumpulkan dalam
wadah dengan limbah terinfeksi, dan kemudian diindinerasi, enkapsulasi atau dikubur.
Pada jumlah yang banyak, tidak boleh dikumpulkan dengan limbah terinfeksi.
Karena tidak ada metode yang aman dan murah, maka pilihan penanganannya sebagai berikut :
 Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk pembuangan limbah kimia.

24
 Jika ini tidak mungkin, kembalikan limbah kimia tersebut kepemasok Karena kudua metode ini
mahal dan tidak praktis, maka jagalah agar limbah kimia terdapat seminimal mungkin
f. Limbah Farmasi
Dalam jumlah yang sedikit limbah farmasi ( obat dan bahan obat obatan ), dapat dikumpulkan dalam
wadah dengan limbah terinfeksi dan dibuang dengan cara yang sama insinerasi, enkapluasi atau
dikubur secara aman. Perlu dicatat bahwa suhu yang dicapai dalam insinerasi kamar tunggal seperti
tong atau insinerator dari bata adalah tidak cukup untuk menghancurkan total limbah farmasi ini,
sehingga tetap berbahaya.
Sejumlah kecil limbah farmasi, seperti obat-obatan kadaluarsa ( kecuali sitotoksik dan antibiotik),
dan dapat dibuang ke pembuangan kotoran tapi tidak boleh dibuang kesungai, kali, telaga, atau
danau. Jika jumlahnya banyak, limbah farmasi dapat dibuang secara metode berikut :
 Sitotoksik dan antibiotik dapat diinsenerasi, sisanya dikubur di tempat pemerataan tanah
(gunakan insinerator seperti untuk membuat semen yang mampu mencapai suhu pembakaran
hingga 800C). Jika inspirasi tidak tersedia, bahan farmasi di rekapsulasi.
 Bahan yang larut dengan air, campuran ringan bahan farmasi seperti larutan vitamin, obat batuk,
cairan intravena, tetes mata, dan lain-lain dapat diencerkan dengan sejumlah besar air lalu
dibuang dalam tempat pembuangan kotoran.
 Jika semua gagal, kembalikan kepemasok, jika mungkin.
Rekomendasi berikut dapat juga diikuti :
 Sisa-sisa obat sitotoksik atau limbah sitotoksik lain tidak boleh dicampur dengan sisa-sisa limbah
farmasi lainnya.
 Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang disungai, kali, telaga, danau atau area pemerataan tanah
g. Limbah dengan bahan mengandung logam berat
Baterai, termometer, dan lain-lain benda mengandung logam berat seperti air raksa atau kadmium.
Cara pembuangannya sebagai berikut :
 Pelayanan daur ulang tersedia
 Enkapsulasi, jika daur ulang tidak mungkin maka pembuangan limbah enkapsulasi dapat
dilakukan, jika tersedia.
Jenis limbah ini tidak boleh diinsinerasi karena uap logam beracun yang dikeluarkan, juga tidak
boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena mengakibatkan polusilapisan air tanah.Biasanya, limbah
jenis ini hanya terdapat dalam jumlah yang kecil di fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang janin dan bayi. Jika
dibuang dalam air atau udara, air raksa masuk dan mengkontaminasi danau, sungai, dan aliran air
lainnya. Untuk mengurangi resiko polusi, benda-benda yang mengandung air raksa seperti
termometer dan tensimeter sebaiknya dengan yang tidak mengandung air raksa.
Jika termometer pecah :
 Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua belah tangan
 Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok, dan tuangkan dalam wadah kecil
tertutup untuk dibuang atau dipakai kembali
Wadah penyembur aerosol tidak daur ulang
 Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol dikubur
 Wadah bertekanan gas tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena dapat meledak
Sebagai kesimpulan, sedapat-dapatnya hindarkan membeli atau , memakai produk kimia yang sukar
atau sangat mahal untuk dibuang.

5. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit


Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan salah
satu aspek dalam upaya pencegahan pengendalian infeksi dirumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Lingkungan rumah sakit jarang menimbulkan transmisi penyakit infeksi
nosokomial, namun pada pasien-pasien iang immunocompromise harus lebih diwaspadai dan
perhatian karena dapat menimbulkan beberapa penyakit infeksi lainnya seperti infeksi saluran
pernapasan, aspergillus, legionella, mycobacterium TB, varicella zoster, virus hepatitis B, HIV.
Pengendalian lingkungan Rumah Sakit meliputi ruang bangunan, penghawaan, kebersihan ,
saluran limbah dan lain sebagainya.

Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan dengan melakukan :
1. Pembersihan Lingkungan
2. Disinfeksi lingkungan yang terkontraminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien
25
3. Melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat
4. Mempertahankan mutu air bersih
5. Memperhatikan ventilasi yang baik

5.1. Pengertian
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau sebagian besar patogen dari
permukaan dan benda yang terkontraminasi. Pembersihan permukaan dilingkungan pasien sangat
penting karena agen infeksius yang dapat menyebabkan ISPA dapat bertahan dilingkungan
selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Pembersihan dapat dilakukan dengan air dan
detergen netral
5.2. Tujuan
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih aman dan nyaman sehingga dapat menimilkan
atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas,
pengunjung, dan mayarakat disekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi
nosokomial dan kecelakaan kerja dapat di cegah.
5.3. Prinsip dasar pembersihan lingkungan
 Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan yang disediakan untuk pasien harus
dibersihkan setiap hari dan terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila pasien
sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
 Bila permukaan tersebut, meja pemerikasaan atau peralatan lainnya pernah bersentuhan
langsung dengan pasien, permukaan tersebut harus dibersihkan dan disinfeksi diantara pasien-
pasien yang berbeda
 Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan.membersihkan debu dengan
kain kering atau dengan sapu dapat menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari.
 Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala sesuai dengan peraturan setempat.
 Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah digunakan
 Kain lap pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan setelah digunakan
 Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan serta perlengkapan yang tidak perlu
sehingga memudahkan pembersihan menyeluruh setiap hari.
 Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah digunakan pasien yang diketahui atau
suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan dengan
disinfektan segera setelah dugunakan.
5.4. APD untuk pembersihan Lingkungan
Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak pekerja dan dilingkungan
tertentu risiko terpajan benda-benda tajam sangat tinggi.
Petugas kesehatan harus mengenakan :
 Sarung tangan karet
 Gaun pelindung dan celemek karet
 Sepatu yang rapat dan kuat seperti sepatu bot
5.5. Pembersihan tumpahan dan percikan
Saat membersihkan tumpahan atau percikan cairan tubuh atau sekresi, petugas kesehatan harus
menggunakan APD yang memadai, termasuk sarung tangan karet dan gaun pelindung.
5.6. Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut :
 Pasang gaun pelindung atau celemek dan sarung tangan karet
 Bersihkan bagian permukaan yang terkena tumpahan tersebut dengan air dan detergen
menggunakan kain pembersih sekali pakai.
 Buang kain pembersih kewadah limbah tahan bocor yang sesuai
 Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena tumpahan.
 Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan perlengkapan tersebut kewadah yang
sesuai untuk pembersihan dan disinfeksi lebih lanjut
 Tempatkan gaun pelindung dan masukkan kewadah yang sesuai
 Bersihkan tangan
Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi
 Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan teratur
 Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar untuk menghindari aerosolisasi debu.

26
 Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/ mukosa pasien dan permukaan yang sering
disentuh oleh petugas kesehatan yang memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan.
 Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan pembersihan dan diinfeksi
peralatan pernapasan dan harus membersihkan tangan setelah APD dilepas.
Ruang Lingkup pengendalian lingkungan
Kontruksi bangunan rumah sakit
a. Dinding
Permukaan dibuat harus kuat, rata dan kedap air sehingga mudah dibersihkan secara periodik
dengan jadwal yang tetap 3-6 bulan sekali. Cat dinding berwarna terang dan menggunakan cat
yang tidak luntur serta tidak menggunakan logam yang berat.
b. Langit-Langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan, tingginya minimal 2,70 meter
dari lantai, kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap.
c. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, tidak licin, warna terang, permukaan
rata, tidak bergelombang sehingga mudah dibersihkan secara rutin,3 kali sehari atau kalu perlu.
Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup kearah saluran
pembuangan air limbah. Pertemuan lantau dengan dinding harus berbentuk lengkung agar mudah
dibersihkan.
d. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus dan binatang
penggangu lainnya.
e. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus, dan
binatang pengganggu lainnya.

f. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem penghawaan,
sarana komunikasi dan lain-lainnya harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar nyaman
dan aman, mudah dibersihkan dari tumpukan debu. Pemasangan pipa air minum tidak boleh
bersilang dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari
pencemaran air minum.
g. Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien gunakan cairan disinfektan, tidak
menggunakan bahan yang dapat menyerap debu, sebaiknya bahan yang mudah dibersihkan dari
debu maupun darah atau cairan tubuh lainnya.
h. Fixture dan fitting
Peralatan yang menetap di dinding hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga mudah
dibersihkan.
i. Gorden
Bahan terbuat yang mudah dibersihkan, tidak bergelombang, warna terang, dicuci secara
periodik 1-3 bulan sekali dan tidak menyentuh lantai disain ruangan sedapat mungkin diciptakan
dengan memfasilitasi kewaspadaan standar. Alkohol handrub perlu disediakan ditempat yang
mudah diraih saat tangan tidak tampak kotor. Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat tidur
pasien, sedang diruang high care 1 wastafel tiap 1 tempat tidur.
Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat tidak menyentuh 2 tempat tidur
diupayakn cukup agar perawat tidak menyentuh 2tempat tidur dalam waktu yang sama, nila
mungkin / ideal 2,5m. Penurunan jarak antar tempat tidur menjadi 1,9m menyebabkan
peningkatan transfer MRSA 3,15 kali.

Permukaan sekitar :
 RS merupakan tempat yang mutlak harus bersih. Lingkungan jarang merupakan sumber infeksi.
Masih kontradiksi tentang disinfeksi ruangan rutin ? tidak ada perbedaan HAIs yang bermakna
antara ruangan dibersihkan dengan disinfeksi dan detergen.
 Disinfeksi rutin dapat menyebabkan bakteri resisten (QAV), toleransi meningkat (formaldehid),
membunuh bakteri yang sensitif, mempengaruhi penampilan limbah yang ditangani, membentuk

27
komponen organik halogen (Na hipoklorin), mengkontaminasi permukaan air, membentuk bahan
mutagenik.
5.9. Lingkungan
a. Ventilasi Ruangan
Definisi
 Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan menyebabkan udara luar, dan / atau udara
daur ulang yang telah diolah dengan tepat dimasukkan kedalam gedung atau ruangan.
 Pengkondisian udara adalah mempertahankan udara dalam ruang agar bertemperatur nyaman.
Tujuan :
 Untuk mempertahankan kualitas udara dalam ruangan yang baik, aman untuk keperluan
pernapasan.
 Ventilasi yang memadai dan aliran satu arah yang terkontrol harus diupayakan di rumah
sakit.
 Untuk mengurangi penularan patogen yang ditularkan dengan penularan obligat atau
preferensial melalui airborne.
Ventilasi ruangan untuk infeksi pernapasan
Ruang ventilasi memadai adalah ruangan dengan pertukaran udara > 12x /jam tapi aliran
udaranya tidak ditentukan diperlukan bila ada kemungkinan penularan droplet nuklei.
Direkomendasikan ventilasi ruangan ACH ≥12 dan aliran udara yang diharapkan, dapat dicapai
dengan ventilasi alami atau mekanik.
Tabel 1 : Tabel pertukaran udara pada ventilasi alami.
Kondisi Ruangan ACH( Pertukaran udara per jam )
Jendela dan pintu dibuka Penuh 29,3-93,2
Jendela dibuka penuh,Pintu ditutup 15,1-31,4
Jendela dibuka separuh,Pintu ditutup 10,5-24
Jendela ditutup 8,8

Jenis-jenis ventilasi :
 Ventilasi mekanis : menggunakan fan untuk mendorong aliran udara melalui suatu gedung,
jenis ini dapat dikombinasi dengan pengkondisian dan penyaringan udara.
 ventilasi alami : menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara melalui suatu gedung ;
adalah tekanan angin dan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan kepadatan antara udara
didalam dan diluar gedung, yang dinamakan ”efek cerobong".
 Ventilasi gabungan memadukan ventilasi mekanis dan alami.
Faktor utama dalam pemilihan ventilasi mekanis di Rumah Sakit :
a. Metode efektif dengan persyaratan ACH minimal :
 12 ACH dapat membantu pencegahan penularan patogen infeksius melalui drople nuklei
 Sistem ventilasi mekanik maupun alami yang dirancang dengan baik dapat memenuhi
persyaratan minimal efektif
 Ventilasi mekanis lebih mudah dikontrol
 Ventilasi alami dengan sistem rancangan dan sistem kontrol yang lebih baik, ventilasi
alami lebih efektif
 Efektivitas ventilasi alami tergantung pada kecepatan angin dan atau temperatur, daerah
bersuhu ekstrem dan kecepatan angin yang selalu rendah tidak cocok untuk penggunaan
ventilasi alami.

b. Prasarana di Rumah Sakit


 Ventilasi mekanik dengan sistem ventilasi sentral, dan pemasangan sistem kontrol diruang
isolasi merupakan pilihan terbaik.
 Ventilasi alami yang dipasukan dengan exhaust fan.

Penggunaan ventilasi alami di ruang isolasi


Prinsip ventilasi alami adalah menghasilkan dan meninggalkan aliran udara luar gedung
menggunakan cara alami seperti gaya angin dan gaya apung termal dari satu lubang ke lubang lain

28
untuk mencapai ACH yang diharapkan. Penelitian terbaru mengenai sistem ventilasi alami di Peru
menunjukkan bahwa ventilasi alami efektif mengurangi penularan tuberculosis di Rumah Sakit.
Pilihan tempat isolasi dan penempatan pasien didalam ruang isolasi harus direncanakan dengan teliti
dan dirancang untuk lebih mengurangi resiko infeksi bagi orang-orang disekitarnya. Saat merancang
suatu Rumah Sakit, sebaiknya tempat isolasi terletak jauh dari bagian-bagian rumah sakit yang lain
dan dibangun ditempat yang diperkirakan mempunyai karakteristik angin yang baik sepanjang tahun.
Udara harus diarahkan dari tempat perawatan pasien ditempat terbuka diluar gedung yang jarang
digunakan dilalui orang didalam ruang pencegahan infeksi melalui airbone, pasien harus
ditempatkan dekat dinding luar dekatjendela terbuka, bukan dekat dinding dalam.
Tabel 2 : Kelebihan dan Kekurangan sistem Ventilasi
Jenis Ventilasi Ventilasi Mekanis Ventilasi Alami
Kelebihan  Cocok untuk semua iklim dan  Biaya modal, operasional dan pemeliharaan
cuaca. lebih murah
 Lingkungan yang lebih  Dapat mencapai tingkat ventilasi yang
terkontrol dan nyaman sangat tinggi sehingga dapat membuang
sepenuhnya polutan dalam gedung
 Kontrol lingkungan oleh penghuni
 Lebih sulit perkiraan, analisa, dan
rancangannya
 Mengurangi tingkat kenyamanan penghuni
saat cuaca tidak bersahabat, seperti terlalu
panas, lembab, atau dingin
 Tidak mungkin menghasilkan tekanan
negatif ditempatisolasi bila perlu
 Risiko pajanan terhadap serangga atau
Kekurangan  Biaya pemasangan dan vektor
pemeliharaan mahal
 Memerlukan keahlian.

Pertimbangan lain berkaitan dengan penggunaan ventilasi alami adalah pajanan pasien terhadap
vektor artopoda (misalnya nyamuk) didaerah endemi. Penggunaan kelambu dan langkah pencegahan
vektor lainnya dapat membantu mengurangi resiko penularan melalui vektor.
Penggunaan exhaust fan diruang isolasi
Pembuatan bangsal isolasi sementara secara cepat menggunakan exhaust fan dilakukan selama
terjadinya wabah SARS.
Tujuan utama : membantu meningkatkan ACH sampai tingkat yang diharapkan dan menghasilkan
tekanan negatif.
Perancangan dan perencanaan yang teliti exhaust fan dalam jumlah yang memadai diperlukan untuk
mendapatkan hasil seperti :

Tabel 3 : Tabel. Tingkat ventilasi ( ACH) dikamar berventilasi alami yang tercatat dalam sebuah
eksperimen di Cina, DAK Hongkong, dalam kondisi eksperimen yang berbeda.
Pintu yang Pintu dan jendela yang
Exhaust Fan menghubungkan kamar menghubungkan kamar dengan ACH
dengan koridor balkon dan udara luar
Mati Tertutup Tertutup 0.71
Mati Tertutup Terbuka 14.0
Mati Terbuka Terbuka 12.6
Hidup Tertutup Tertutup 8.8-18.5
Hidup Tertutup Terbuka 14.6
Hidup Terbuka Terbuka 29.2
WH Seto, Jurusan Mikrobiologi, Universitas Hongkong dan Rumah Sakit Queen Mary.
Ruangan isolasi yang digunakan untuk pencegahan transmisi infeksi melalui airbone yang
berventilasi mekanis harus menggunakan sistem kontrol untuk menghasilkan tingkat ventilasi yang
memadai dan aliran udara terkontrol.
Tekanan udara negatif terkontrol dengan lingkungan sekitar ;
 12 ACH
29
 Penggunaan HEPA filter
 Pintu kamar harus ditutup dan asien harus tetap berada didalam kamar
b. Air
Air yang dianjurkan untuk Rumah Sakit :
 Pertahankan temperatur air, panas 51 ºC, dingin 20ºC
 Pertahankan resirkulasi tetap panas air didistribusikan ke unit perawatan
 Anjurkan pasien, keluarga, pengunjung menggunakan air dari keran
 Uji kualitas mutu air minimal 6 bulan sekali
c. Permukaan Lingkungan
Permukaan lingkungan meliputi permukaan lingkungan di area perawatan, lantai, dinding,
permukaan yang sering disentuh (pegangan pintu, bed rails, light switch), blinds dan jendela tirai
perawatan pasien, kamar operasi serta carpet. Tehnik pembersihan permukaan lingkungan meliputi :
1. Area perawatan
 Disamping pembersihan secara seksama disinfeksi bagi peralatan tempat tidur dan
permukaan perlu dilakukan, seperti dorongan tempat tidur, meja disamping tempat tidur,
kereta dorong, lemari baju, tombol pintu, keran, tombol lampu, bel panggilan, telepon,
TV, temote kontrol.
 Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0,5%
 Dianjurkan untuk melakukan pembersihan permukaan lingkungan dengan detergen yang
netral dilanjutkan dengan larutan disinfektan.
 Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan
 Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
 Pilih disinfeksi yang terdaftar dan digunakan sesuai petunjuk pabrik
 Jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan chemikal untuk peralatan non kritikal
dan permukaan lingkungan
 Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non kritikal.
 Pembersihan dari pabrik ikuti petunjuk dari pabrik dan bila tidak ada petunjuk
pembersihan dari pabrik ikuti prosedur yang telah ditentukan.
 Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan
 Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist atau aerosol.
2. Membersihkan permukaan lantai, dinding dan meja
 Gunakan detergen, jangan menggunakan high level disinfektan/ cairan chemikol untuk
peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
 Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non kritikal
 Jika tidak ada petunjuk/ disonfektan yang terdaftar untuk pembersihan dan disinfeksi
ruangan perawatan pasien gunakan detergen atau air untuk pembersihan permukaan non
perawatan seperti perkantoran administrasi.
3. Pembersihan permukaan yang sering disentuh seperti pegangan pintu, bed rails, light switch.
 Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai diarea perawatan pasien.
 Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist atau aerosol
 Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths and solution.
 Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan gunakan cairan yang
baru.
 Ganti mop setiap hari
 Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan dibiarkan kering sebelum
dipakai lagi
 Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan disinfeksi permukaan yang
sering disentuh diarea perawatan seperti charts, bedside commode, pegangan
pintu
4. Kamar Operasi
 Bersihkan kamar operasi setelah selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan ruangan
dengan wet vacum atau mop
 Bersihkan lantai dan dinding dengan menggunakan cairan disinfektan yang terdaftar dengan
label
 Jangan gunakan mats dipintu masuk ruang operasi
 Gunakan metode pembersihan debu yang tepat untuk pasien yang immonocompromised

30
 Tutup pintu pasien immonocompromised saat membersihkan lantai. Segera bersihkan dan
dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang potensial infeksi
5. Carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area umum
 Vacum carpet diarea umum fasilitas pelayanan sarana kesehatan dan area umum pasien
secara regular
 Secara periodik pembersihan sampai kedalam carpet
 Hindari penggunaan carpet didaerah keramaian di ruang perawatan pasien
 Hindari tumpahan darah seperti unit terapi, ruang operasi, laboratorium, intensive care
6. Perawatan Bunga
 Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan diarea pelayanan pasien
 Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot dilakukan oleh petugas khusus (bukan
yang merawat pasien). Namun jika tidak ada petugas khusus maka petugas memakai sarung
tangan dan cuci tangan setelah melepas sarung tangan
 Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot di area perawatan
 Lakukan pest control secara rutin.
Prinsip Pembersihan Lingkungan
 Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi
 Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian lingkungan yang terkontaminasi sesuai
prosedur
 Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk oembersihan dan disinfeksi
 Pakai cairan disinfektan yang sesuai
 Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB
 Pembersihan dan disinfeksi lingkungan permukaan peralatan medis secara regular
 Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang pentingnya kebersihan tangan
 Untuk meminimalkan penyebaran Mikroorganisme
 Jangan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi untuk kebersihan lingkungan
 Jangan lakukan rendom pemeriksaan mikrobologi udara, air dan permukaan lingkungan, bila
indikasi lakukan sampling mikrobiologi sebagai investigasi epidemiologi atau sepanjang
pengkajian kondisi lingkungan berbahaya untuk menditeksi atau verifikasi adanya bahaya
 Batasi sampling mikrobiologi untuk jaminan kualitas
d. Linen Pasien
 Kebersihan linen adalah tanggung jawab petugas
 Petugas harus mengganti pakaiannya yang terkontaminasi darah atau material lain yang
terkontaminasi infeksius dan mencucinya kebagian laundry
 Fasilitas dan peralatan loundry
o Pertahankan tekanan negatif pada ruangan kotor dibanding dengan ruangan
bersih
o Pastikan bahwa area laundry mempunyai sarana cuci tangan dan tersedia APD
 Pakai dan pelihara peralatan laundry sesuai dengan intruksi pabrik
 Jangan biarkan pakaian direndam dimesin sepanjang malam
 Tangani pakaian kontaminasi dengan tidak mengibaskan untuk
menghindari kode warna
 Jangan diberikan penutup pada pakaian terkontaminasi di ruangan pasien
tetapi harus diganti
 Proses pencucian : Panas 71ºC, selama 25 menit.
 Pilih zat kimia yang sesuai
 Simpan pakaian agar terhindar dari debu
 Transportasi linen yang kotor, harus dibungkus sehingga tidak kena debu
 Jangan laukan pemeriksaan kultur rutin untuk pakaian bersih
 Lakukan pemeriksaan kultur selama outbreak jika ada epidemiologi
evidence
 Gunakan linen steril, surgical drapes dan gaun untuk kondisi yang
memerlukan steril
 Gunakan pakaian bersih pada perawatan neonatus
 Jaga kasur tetep kering, lapisi dengan plastik kedap air

31
 Bersihkan dan disinfeksi tutup kasur dan bantal dengan menggunakan
disinfektan
 Bersihkan dan disinfeksi kasur dan bantal antar pasien
e. Binatang
 Anjurkan pasien menghindari dari kotoran, air liur, urine binatang
 Jangan membiarkan binatang anjing kucing berkeliaran disekitar rumah sakit
 Bersihkan lengkungan rumah sakit dari kotoran binatang.

f. Pembuangan sampah
Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam wadah atau
kantong yang sesuai :
 Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak tersedia dapat
menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau lapis dua (kantong ganda).
Kemudian diikat dengan tali warna kuning atau di beri tanda ”infeksius”. Semua sampah
dari suatu ruangan/ area yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara
(airborne) harus ditangani sebagai sampah infeksius.
 Untuk sampah non-infeksius/ tidak menular gunakan kantong plastik hitam.
 Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan.
Kantong sampah apabila sudah. Bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak boleh dibuka
kembali.
Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal/ area isolasi harus
menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
Satu lapis kantong kuning sampah biasanya mamadai, bila sampah dapat dibuang kedalam kantong
tanpa mengotori bagian luar kantong. Jika hal tersebut tidak mungkin dibutuhkan dua lapis kantong
(kantong ganda).
Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan ditangani dan dibuang
sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan peraturan nasional mengenai sampah rumah sakit.
Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang kedalam sistem pembuangan kotoran yang tertutup
dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.

7. Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan


Petugas kesehatan Rumah Sakit Bunda setiap tahun dilakukan pemeriksaan kesehatannya terutama
petugas yang bekerja diruangan berisiko terinfeksi, karena dapat mentransmisikan infeksi kepada
pasien maupun petugas kesehatan yang lain.
Semua karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa saja,
status imunisasinya. Imunisasi yang diberikan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila
memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, rubella.
Petugas yang dinyatakan menderita penyakit menular akan dipantau dan diberikan pengobatan sesuai
penyakitnya
Petugas yang terpajan/ tertusuk jarum yang terinfeksi HIV, HBV, HCV segera membersihkan daerah
yang terluka dengan air mengalir dan berikan desinfektan, kemudian lapor ke perawa jaga kalau
diluar jam kerja, kemudian periks ake dokter UGD atau kedokter penyakit dalam didalam jam kerja,
kemudian periksa laboratorium sesuai dengan pejanan, kemudian difllow up sesuai penyakitnya.
Alur paksa panjanan harus dibuat dan pastikan dipatuhu untuk HIV, HBV, HCV nesseria
meningitidis, MTB, hepatitis A, Difteri, Varicell zaster, bordetella pertusis, rabies.

Pajanan terhadap virus H5N1


Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melaluidarah dapat melalu :
 Rutin menjalankan kewaspadaan setandar, memakai APD yang sesuai
 Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
 Edukasi petugas tentang praktek aman mengguanakan jarum, benda tajam.
Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan :
 Tusukan yang dalam
 Tanpak darah pada alat penimbun pajanan
 Tusukan masuk kepembulu darah
 Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
32
 Jarum berlubang ditengah
Tindakan pencegahan harus terinpormasi kepada seluruh petugas. Pelaturanya harus termasuk
memeriksa sumber pajanan, penata laksanaan jarum dan alat tajam yag benar, alat pelindung diri,
penata lakasanaan luka tusuk, sterilisasi dan disinfeksi.
Alur penata laksanaan pajanan dirumah sakit harus termasuk pemeriksaan laboratorium yang
harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah diberikan dalam waktu 4 jam paska pajanan,
dianjurkan pemberian antiretroviral ( ARV ) kombinasi AJT ( Zidopudine ), 3 TC ( Lamivudine )
dan Indinavir atau sesuai pedoman lokal.
Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV serologi dan dicatat samapi jadwal
pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinannya serokonversi. Petugas terinpormasi tentang
sindroma ARV akut, mononukliosis akut pada 70 – 90 % infeksi HIV akut, melaporkan semua gejala
sakit yang dialam selama 3 bulan .
Kemunhkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksan laboratorium
dan pemberian ARV harus dipasilitasi dalam 24 jam. Penelusuran paska pajanan harus standar
sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap 3 bulan sampai 9 bulan ataupun 1 tahun.

Pajanan terhadap virus Hepatitib B


Probabilitas infeksi hepatitis B paska pajanan antara 1,9 – 40% perpajanan. Segera paska pajanan
harus dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi infeksi bila sumber pajanan positif HbSaG atau
HbEAg
Profilaksi paska pajanan
Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HbS lebih dari 10 mlU/ml. Hb
imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 40 jan dan lebih 1 minggu PP, dan 1 seri
paksinasi hepatitis B dan dimonitordengan tes serologik. Hepatitis B timbul pada individu dengan
hepatitis B, ditransmisikan dengan cara yang sama demikian dengan cara memonitornya.

Pajanan terhadap virus Hepatitis C


Transmisi sama dengan hepatitis B. Belum ada terapi provilaksi paska pejanan yang dapat diberkan,
tetapi perlu dilakukan meonotoring pemeriksaan adakah serokonfersi dan didokumentasikan. Sumber
pajanan juga harus diperiksa. Segala pajanan patogen yang terjadi saat okupasi harus dilaklukan
konseling, pemeriksaan klinis dan harus dimonitor dengan pemeriksaan serologis.
Infeksi neisseriameningitidis
N meningitidis dapat ditransmisilan lewat sekresi respiratorik, jarang terjadi saat okupasi. Perlu
terapi provilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas dengan pasie misal saat resusitasi mulut ke
mulut, diberikan rimfamfisin 2x60mg selama 2 hari atau dosis tunggal Cyfrifloxacin 500 mg atau
Ceptriakson Im.
Mikobakterium tuberkolosis transmisi kepada petuagas lewat air borne, droplet nuclei biasanya dari
pasien TB paru. Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, infeksi HIV dan MDR TB. Petugas
yang paska terekspos perlu di tes mantuk bila indurasinya lebih dari 10mm perlu diberikan
provilaksis INH sesuai rekomendas lokal. Infeksi lain ( Varicella, hepatitis A, hepatitis E, influenza,
pertusis, dipteria dan rabies )
Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat penatalakasanan untuk petugas. Dianjurkan vaksinasi
untuk petugas terhadap varicella dan hepatitis A, rabies untuk daerah yang endemis.

Kesehatan petugas dan pencegahan HAIS


Tabel 4 : Kesehatan petugas dan pencegahanHAIs

Penyakit Masa Menular Cara transmisi Kewasp Masa petugas Tindakan


inkubasi selama/ adaan diliburkan/
virus yang tindakan
shedding perlu
dijalank
an
Abses Selama luka Kontak Kontak konserfatif
mengeluarka
n cairan
tubuh
Acinetoba Luka bakar Flora N kulit Standar
33
cter yang di manusia, mukus dan
baumanii hydroterapi menbran dan tanah. kontak
Bertahan di tempat
lembab dan kering
sampai berbulan,
menular melalui
peralatan rawat
respirasi, tangan
petugas,
humidifier,
stetoscop,
termometer,
matras, bantal,
prmk TT, mop,
gorden, tempat
mandi luka terbuka
Adenoviru 6-9 hari Sekret Droplet, Konserfatif
s type 1-7 saluran nafas kontak
Aspergilos Infeksi jar Inhalasi stadium Kontak
is luas dengan airbone, conidia dan
cairan airbone
berlebihan
candidiasi Standar,
s kontak
Chlamidia Standar,
C kontak,
trachomati termasuk
s seksual
Congenital Sampai umur Kontak dengan Standar, Restriksi 7 hari
rubella 1 tahun bahan nasofaring kontak
dan urin
Conjungti 5- 12 14 hari stl Kontak dengan Kontak Sampai mata Pengobatan
vitis hari onset tangan, alat standar tidak kluar
*adenovir terkontaminasi kotoran
us type 8
Campak 5-21 hari 3-4 hr stl Droplet yang besar Transmis Restriksi 7 hari Pengobatan
bercak timbul (kontak dekat) & i udara setelah bercak simtomatik
mel udara merah timbul
nasofaring (yg imun) 5hr
stl ekspos- 21
hr stl ekspos
Campiloba Standar
cter
Closrtidiu kontak
m difficile
Cytomegal Tidak Tahan di Kontak dg sekresi Standar Tidak perlu
o virus diketahui lingkungan &eksresi : saliva hand
dlm wkt dan urin hygiene
pendek
Difteria Sekresi dr mulut Droplet, Sampai terapi Pengobatan
mengandung c kontak antibiotika simtomatik
difteriae telah lengkap dan virus.
dan sampai 2 Minum
kultur berjarak eritromicin
24 jam 3x 1 tb
dinyatakan sampai 7
negatif, perlu hari
imunisasi tiap
34
10 tahun
Gastroente Kontak px, Standar Tidak
ritis konsumsi atau mengolah
*salmonell makanan/ air kontak makanan sp 2x
a terkontaminasi jarak 24jam
*shingella kultur feses
*yenteroc negatif
olitica
Glardia Feses Kontak
lambilia

Hepatitis 15- 50 2 minggu, Fekal oral melalui Standar Libur di area Vaksinasi
A hari kadang2 sp 6 feses perawatan/ hepatitis a
bulan pengolahanma
(prematur) kanan,i
minggu setelah
sakit kuning
imunisasi
paksa ekspos
Hepatitis B:6- Akut atau Perkutaneus Standar Tidak perlu -segera
B,D 24mgg kronik dg mukosa, kulit yg dibatasi smp periksa
D: 3-7 HbsAg tdk utuh kontak HbeAg negatif. HbsAg atau
mgg positif dgn darah, semen, HbeAg,tida
cairan vagina, k perlu
cairan tubuh yg divaksin
lain bila petugas
telah
mengandun
g Anti HBs
≥ 10
mliu/ml
Hepatitis Perkutaneus Standar Restriksi
C,F,G mukosa kulit yg sampai kondisi
tdk utuh kontak membaik
gdn darah, semen, / sampai
cairan vagina, HceAg negatif
cairan tubuh yg
lain
Herpes 2-14 hr Asiptomatik Kontak dgn ludah Standar, Retriksi tidak
simplex dpt karier mengandung kontak perlu, tp
mengeluarka virus langsung/ lwt tangan dibatasi kontak
n virus sekresi luka dgn px
aberasi/ cairan
vesikel
HIV Perkutaneus Standar Kurang dari
mukosa, kulit yg 4 jam paska
tdk utuh kontak pajanan
dgn darah, semen,
cairan vagina, -diberikan
cairan yubuh yg arv,azt dan
lain 3 tc.
-dilakukan
pemeriksaa
n
HIVserolog
i dan
menitor
setelah 3
35
bln,9bln,11
bln
Helicobact Standar
er pylori
MDRO Kontak luka Kontak
(MRSA,
VRE,
VISA,
ESBL,
Srep
pneumoni
a
Influensa 1-5hr Infeksius pd Airbone, kontak kontak Vaksinasi pd
3hr pertama langsung/ droplet petugas yg
sakit.Virus dgn sekresi saluran rentan.
dpt napas Amantadin
dikeluarkan untuk kontak
sblm gejala dgn influensa
timbul smp A
7hr stlh
dimulai sakit,
lebih panjang
pd anak dan
orang
Hemophil Standar
us droplet
Influenzae
Dewasa
Anak

Batuk non Droplet sekret Kontak


Human produktif, respirasi Droplet
Metapneu kongesti
mo virus nasal
(HMPV) whezing,
bronkhiolitis,
pneumonia
pada anak
+ 11,5 tahun
Novirus 12-48 Diare, KLB Makanan, air Kontak,
jam terkontamibasi makanan
feses , air
N 2-10 hr Kontak dgn sekret Trasmisi Libur spm -perlu
meningitis saluran napas mel 24jam stlh profilaksis
droplet terapi paska dgn
ekspos. Rif2x600
Rifampin2x60 mg selama
0mg, 2hr; 2 hari ,dan
ciprofloxacin1 dosis
x500mg atau tunggal
ceftriaxon250 cipro1x1,at
mg IM au
ceftriaxone
250 mg IM
Parotitis, 16-18hr Community Kontak dengan Trasmisi Vaksinasi
Mumps (12- acquired, droplet atau droplet efektif, MMR
25hr) virus berada langsung dgn Restriksi sp
dlm saliva 6- sekret sal napas, yi 9hr stlh onset

36
7hr sbl saliva, hidung dan parotitis.
parotitis sp mulut Petugas renyan
9hr stl onset : 12hr paska
Px ekspos
immunokom pertama sp 25
promls hr stlh ekspos
terakhir
Parvovirus 6-10hr Menular sblm Kontak dgn droplet Transmis Tidak perlu
/B19 bercak merah besar, muntahan i drolpet restriksi
sp 7hr stlh
onset
Pertusis 7-10 hr F catarrhal Kontak dgn sekresi Transmis Vaksin
sangat sal napas, droplet i droplet direkomen
menular besar kontak dekat sp 5 hr umur 11-64 th
menerim petugas dgn
a pertusis:
antibioti restriksi fase
k catarrhal sp mg
3 stl onst / 5 hr
stlh tx
antibiotik
kontak saja
tidak perlu
retriksi
Pollomyeli Nonparal Sal napas Kontak cairan sal Transmis Imunisasi
tis itik: 3- 1mgg stlh napas, benda i kontak direkomendasi
6hr; gejala terkontaminasi fese kan
paralitik muncul, dlm
7-12hr feses bbrp
mgg-bulan
stlh gejala
muncul
Rubella 12-23hr, Sangat Kontak dgn droplet Transmis 5hr stlh bintik
bintik menular saat nasofaring px i droplet keluar :
merah bintik merah dan petugas rentan
timbul keluar, virus kontak 7hr stl ekspos
14-16hr lepas 1mgg dgn pertama sp
stlh sblm smp 5- cairan sal 21hr stl ekspos
ekspos 7hr stl onset, napas terakhir
congenital
rubella bisa
melepas virus
berbulan-
bertahun2
RSV 2-8hr Orang sakit Tangan Transmis Batasi kontak
(infeksi (terserin dapat terkontaminasi saat i kontak dgn pasien
virus g mengeluarka merawat pasien erat dhn rawat dan
respiratori 4-6hr) n virus atau menyentuh droplrt lingkungan
k) selama 3-8hr. benda mati, atau bila ada KLB
Tp pd bisa transmisi RSV bila aerosol RSV Restriksi
anak 3-4mgg menyentuh mata partikel sampai gejala
atau hidung kecil akut hilang
MRSA Kontak Strandar Retriksi
dengan transmisi perawatan
petugas, kontak, pasien dan
mungkn dapat pengolahan
karier nares airbone makanan bila
anterior, petugas

37
tangan, dengan lesi
axilla, kulit basah
perineum, tidak perlu
nasofaring, retriksi bila
orofaring kolonisasi
Streptococ Kontak sisi Kulit, faring Standar Retriksi
A terinfeksi & rektum, vagina berdasar perawatan
mensekresi transmisi pasien &
pengolahan
makanan sp 24
jam stl
mendapat
antibiotik
Tidak perlu
retriksi petugas
dg kolonisasi
Salmonell Orang- orang lewat
a, fekal oral air/
Shingella makanan
terkontaminasi
Sypilis Kontak langsung Kontak
dg lesi primer atau
sekunder sypilis
Tuberkolo Sp 1 bl Inhalasi droplet Airbone, Sampai -petugas yg
sis minum OAT nuklei kontak terbukti non terexpose
(mengelu infeksius perlu tes
arkan c mantoux
tubuh bila
infeksius indurasinya
) > 10 mm
perlu
profilaksis
INH sesuai
rekomendas
i lokal
Varicella Sp lesi kering Airbone, 8 hari pasca Vaksinasi
& berkusta kontak, kontak sp 21 varicella
standar hari paska
kontak, beri
imuno globulin
IV paska
kontak,
imunisasi
petugas paska
pajanan dalam
4 hari
Vibrio Kontak feces
kolera

Zoster Tutupi lesi, Retriksi


*lokal jangan sampai lesi
kontak dg mengering dan
pasien rawat mengelupas
* Jangan Retriksi
menyeluru kontak dg sampai semua
h atau pasien lesi kering dan
orang mengelupas
immuno
38
komproma
is
* paska Jangan Dari hr ke 10
pajanan kontak dg paska pajanan
(person pasien rawat pertama sp hari
yang ke 21 atau hr
rentan) 28 bila di beri
lagi atau
sampailesi
kering dan
mengelupas

Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau cairan tubuh.
1. Pada mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.
2. Pada Kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit.
3. Pada Mulut : segera kumur-kumur selama 1 menit
4. Lapor ke komite PPI atau K3RS atau dokter karyawan

Tata laksana bila petugas terpajan sumber infeksius Hepatitis B dari jarum bekas

Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Sumber HbsAg (-) Sumber tidak diketahui
Tidak divaccin HIBG 1x dan Beri vaksinHB Bila sumber merupakan
diberikan vaksin HB resiko tinggi,dapat
diperlakukan sebagai sumber
HBsAg
Pernah diberi vaksinTes untuk HBs: Tidak ada Tidak ada pengobatan
tapi tidak diketahui1.jika titernya cukup pengobatan
serokonversinya tidak perlu perlu
terapi.
2.jika tidak cukup
titernya beri boosster
HB dalam waktu 7
hari.
Diketahui non HBIG 1x(dalam Tidak ada Jika sumbermerupakan
serokonversinya waktu 72 jam)+ 1x pengobatan resiko tinggi dapat
dosis vaksin diperlakukan sebagai sumber
HB(dalam waktu 7 HbsAg (+)
hari)
Tidak diketahui Tes untuk HBs : Tidak ada Tes untuk anti HBs :
serokonversinya 1.jika (-) obat seperti pengobatan 1.jika (-) ,obati seperti non
non serokonversi. serokonversi.
2.jika titer tidak 2.jika titer tidak cukup
cukup HBIG 1x + booster vaksin HB.
booster vaksin HB 3.jika tter cukup tidak perlu
dan ulangi diobati.
pemeriksaan setelah
4 minggu.
3.Jika titer
cukup,tidak perlu
diobati
-HBIG (Human B imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit.
39
-Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10 mIU/ml

C. Pengobatan jika sumber positif HIV sbb :

Orang yang terkena Sumber positif HIV Sumber Sumber tidak diketahui
negatif
HIV
HIV(-) Rujuk ke dokter Tidak ada Konsultasi dengan spesilais
internis aagar pengobatan mikrobiologi /internist mungkin
mendapatkan diobati seperti pasien HIV (+),jika
nasehat. resiko tinggi.
Setelah kejadian
diketahui dari pasien
HIV (+) staf harus
dirujuk kefasilitas
post exposur
propilaksis(PEP)
dalam waktu 2 jam
setelah pajanan.
Tes ulang saat itu 6
minggu,3,6dan 12
bulan .

Saran :
Lakukan pencegahan
penularan .

Tunda proses
kehamilan selama 3
bulan.

Jangan memberikan
donor darah .

Suntikan zidovudine
selama 4 minggu
(250 mg 3x/hari)
atau 150 mg
2x/hari(untuk tablet)

Tidak perlu
pemberian
pengobatan
propilaksis

HIV (+) Tidak


perlu
diobati

D. Pengobatan jika sumber (+) Hepatitis C


Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Sumber Sumber tidak diketahui

40
HbsAg (-)
Hepatitis C negatif Berikan nasehat Tidak Tidak perlu diobati konsul dokter
untuk melakukan perlu internist jika perlu.
pemeriksaan 0,3,6,12 diobati
bln pemeriksaan
HVC dengan PCR
dan diperiksa LVT
untuk mengetahui
status infeksinya

Sarankan untuk
meminalkan
penularan

Tidak ada
chemopropilaksis
tersdia ,rujuk pada
dokter penyakit
menular

Petunjuk penggunaan ARV


1. ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam.
2. Termasuk didalamnya pajanan tehadap darah,cairan serebrospinal,semen,vagina,amnion dari
pasien dengan positif HIV.
3. Tes HIV diulang setelah 6 minggu ,3 bulan dan 6 bulan.

Status HIV pasien.


Pajanan Tidak diketahui Positif Positif Resiko Rejimen
tinggi
Kulit utuh Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP -
Mukosa/kulit Pertimbangkan Berikan rejimen Berikan rejimen AZT 300mg/12
tidak utuh rejimen 2 obat 2 obat 2 obat jam x 28
hari,3TC 150
mg/12 jam 28
hari
- Tusukan benda Berikan rejimen 2 Berikan rejimen Berikan rejimen AZT 300mg/12
tajam solid obat. 2 obat. 3 obat jam x 28
hari,3TC 150
mg/12 jam 28
- Tusukan benda Berikan rejimen 2 Berikan rejimen Berikan rejimen hari,Lop/r
tajam berongga obat 3 obat 3 obat 400/100mg/12
jam x28 hari.
Pemeriksaan swab dan kultur,merupakan saran pemeriksaan swab kuman pada
a. lantai,dinding dan ,AC
b. Tangan petugas gizi dan perawat ruang rawat inap.
c. Kultur darah pada surveilens ILI
PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSIUNTUK PENGUNJUNG
Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan selama terjangkitnya penyakit menular
 Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak boleh mengunjungi pasien
didalam fasilitas pelayanan kesehatan.
 Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi kunjungan ke
pasien.
41
 Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan penyakit,
sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien dirumah sakit.
 Kebijakan ini agar dicantumkan dipapan pengumuman fasilitas kesehatan.
Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang merawat penderita atau
suspek flu burung
 Anggota keluargaperlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat di Rumah
Sakit.
Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara
 Petugas kesehatan atau Tim pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mendidik pengunjung
pasien dengan penyakit menular tentang cara penularan penyakit, dan menganjurkan mereka
untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan.
 Jika keluarga teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau telah di konfirmasi
menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus mengikuti prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus memakai APD lengkap
( masker, gaun, sarung tangan dan kaca mata) Jika kontak langsung dengan pasien atau
lingkungan pasien.
 Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi
pengunjung.
 Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci tangan. Tidak
menggantung masker dileher.
 Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas kesehatan
harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki gejala demam atau
infeksi saluran pernapasan. Karena berhubungan dekat dengan pasien penyakit menular melalui
udara beresiko untuk terinfeksi. Jika ada demam atau gejala gangguan pernapasan, pengunjung
tersebut harus dikaji untuk penyakit menular melalui udara dan ditangani dengan tepat.
 Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan
pencegahan dan pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi pasien
penyakit menular.
Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk ditempat pelayanan kesehatan.
Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan difasilitasi pelayanan kesehatan, kebersihan
saluran pernapasan dan etika batuk harus merupakan bagian mendasar dari prilaku sehat.
Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapsan ( batuk, bersin) harus :
 Menutup hidung/ mulut ketika batuk atau bersin
 Menggunakan tisu untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang ditempat limbah yang
tersedia.
 Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan.
Fasilitasi pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :
 Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan kaki disemua
area.
 Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir diruang tunggu.
 Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap pengunjung yang
batuk.
Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang
lainnya diruang tunggu.
Pada pintu masuk dan diruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat, ruangan dokter, klinik
rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin. Pasien dan orang yang menemaninya agar
mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapsan dan etika batuk atau bersin, dan memberitahukan
kepada petugas sesegera mungkin tentang gejala penyakit yang diderita, bagi orang yang batuk harus
disediakan masker.

42
E. Dasar Hukum

1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 270/MenKes/2007, tentang Pedoman Manajerial


PPI di Rumah sakit dan Fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya.
2. Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 382/MenKes/SK/III/ 2007 : Tentang Pedoman
PPI di Rumah Sakit dan Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 129/MenKes/SK/II/2008, tentang standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1165.A/MenKes/SK/X/2004, tentang Komisi
Akreditasi Ruamh Sakit
5. Surat Edaran Dirjen Bina Pelayanan Medis nomor :HK.03.01/III/3744//2008, tentang
pembentukan Komite PPI RS dan Tim PPI RS
6. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Bunda Nomor : ....................................., tentang
Pembentukan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI ) dan Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (TPPI ) pada Rumah Sakit Bunda

43
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Dalam upaya mempersiapkan panitia PPI yang handal, perlu kiranya melakukan kegiatan
menyediakan, mempertahankan sumber daya manusia yang tepat bagi organisasi. Atas dasar
tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu proses mengantisipasi dan menyiapkan perputaran
orang ke dalam, di dalam dan ke luar organisasi. Tujuannya adalah mendayagunakan sumber-sumber
tersebut seefektif mungkin sehingga pada waktu yang tepat dapat disediakan sejumlah orang yang
sesuai dengan persyaratan jabatan. Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan oganisasi dalam mencapai sasarannya melalui strategi pengembangan kontribusi.
Adapun pola ketenagaan dan kualifikasi sumber daya manusia di PPI adalah sebagai berikut :
No Jabatan Kualifikasi Kualifikasi Kebutuhan
Pendidikan Pelatihan
1. IPCO/Infection Prevention Dokter Mengikuti pendidikan dan minimal 1
and Control Officer pelatihan dasar PPI
2. IPCN/Infection Prevention Min D3 Mengikuti pendidikan dan minimal 1
and Control Pengalaman pelatihan dasar PPI
Nurse
3. IPCLN/Infection Prevention Min D3 Mengikut pendidikan dan 1 disetiap
and Control Link Nurse Pengalaman pelatihan dasar PPI Nurse
station

Kualifikasi Personil
No Jabatan Fungsi Kualifikasi
1 IPCO/Infection Berkontribusi dalam diagnosa, Dokter mengikuti
Prevention and memonitor kegiatan, membimbing pendidikan dan pelatihan
Control Officer dan mengajarkan praktek serta dasar PPI dan memiliki
mengevaluasi kemampuan
2 IPCN/Infection - Mendesain, melaksanakan, - Minimal D3 memiliki
Prevention and memonitor dan mengevaluasi sertifikat PPI
control nurse surveilans infeksi - Pengalaman sebagai
- Koordinator antara departemen/unit Kepala Ruangan atau setara
melakukan investigasi terhadap KLB - Memiliki kemampuan
Memberikan pelatihan,motivasi dan leadership, inovatif dan
teguran convident

3 IPCLN/Infection - Mengisi, mengumpulkan formulir - Minimal D3 Memiliki


Prevention and surveilans Sertifikat
control link Setiap pasien disetiap unit rawat inap PPI
memberi motivasi dan teguran - Memiliki komitmen di
tentang pelaksanaan kepatuhan PPI bidang PPI
- Berkoordinasi dengan IPCN saat - Memiliki kemampuan
terjadi KLB leadership

44
B. Distribusi ketenagaan PPI
Jenis ketenagaan menurut Peraturan Pemerintah RI tahun No .32 Tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan
No NAMA PENDIDIKAN JABATAN WILAYAH
FORMAL/pelatihan KERJA
PPI
1  Ketua Seluruh RS
Komite
2 Sekretaris
Tim PPI /
IPCN

3 
4 

5 

6 

7 

8 

9 

10 IPCLN  D3 IPCLN sesuai unit


 PPI Dasar kerja masing-
masing
11 Sanitasi Linen  D3 Management 6
 PPI Dasar Linen
12 Sanitasi Gizi  D3 Management 6
 PPI Dasar gizi
13. Farmasi  D3 Management
 PPI Dasar Obat
14 Laboratorium  D3
 PPI Dasar

Distribusi Tenaga.
Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara komprehensif dari setiap unit
pelayanan di rumah sakit ;QMR,IGD,Poli rawat jalan,Unit Rawat
inap,Sekretariat,akuntansi,IPSRS,Gisi,lien,farmasi,SMF,laborat,Iko,ICU,House keeping (CS).

45
C. Pengaturan Jaga

Pola pengaturan ketenagaan PPI yaitu :


a. Untuk Dinas Pagi :yang bertugas sejumlah 8 ( delapan ) orang dengan standar
minimal bersertifikat IPCN
Kategori :
1 orang IPCN
1 orang IPCLN Unit Kerja Pelaksana
b. Untuk Dinas Sore :
yang bertugas sejumlah 1 (satu ) orang dengan standar minimal bersertifikat PPI dasar
Kategori :
1 orang IPCLN Penanggung Jawab Shift
c. Untuk Dinas Malam :
yang bertugas sejumlah 1 (satu ) orang dengan standar minimal bersertifikat PPI dasar
Kategori :
1 orang IPCLN Penanggung Jawab Shift

46
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN
1. Denah
Ruangan PPIRS terintegrasi dengan ruangan perkantoran dengan komite lain Rumah sakit di lantai
3.
2. Standart Fasilitas.
NO FASILITAS JUMLAH
A Fisik /bangunan
Gedung perkantoran lantai 3 1
B Peralatan
Meja 2
Kursi 2
Komputer 1
Line internet 1
Almari kaca 1
Peralatan tulis 5
Buku perpustakaan PPI (hardcopy) 2
Buku perpustakaan PPI (softcopy) 10
B. Fasilitas pelayanan .
1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan ,petugas laboratorium,relawan
dan pihak lain.
2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakan-tindakan keamanan biologis (APD)
3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa fasilitas tersebut telah
ditetapkan .
4. Memastikan bahwa pelacakan kontak ,pembatasan dan karantina jika diperlukan misalnya:
 Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi
 Pastikan pelayanan medis,pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan psikologi
 Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut (rumah sakit /kamar
jenazah)
5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan dipatuhi (cmplience
kebersihan tangan )
6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit menular,dengan
menyediakan lokasi diluar ugd,sebagai tempat pemeriksaan awal ,identifikasi sebagai pengobatan
darurat,pasien yang perlu dirujuk untuk penatalaksaanselanjutnya.

47
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di masing – masing unit
kerja sbb :
1. Tata laksana pelayanan unit surveilens
a. Penanggung jawab
- IPCN
- IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens
- Petugas laboratorium
b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form survei harian PPI
- Form survei bulanan PPI
- Form PPI
c. Tata laksana pelayanan
- IPCN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan suveilens
- IPCN membagikan form survei harian ,bulanan dan form SPO
- IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan.
- IPCN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat survei ,dan divalidasi oleh dokter
penaggungjawab pasien.
- IPCN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN.
- IPCN melaporkan hasil survei kepada Komite PPI.
- Komite PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur tembusan ke QMR
- Dan dilaporkan kepada DKK setempat
2. Tata laksana pengambilan swab dan kultur.
a. Penanggungjawab.
- IPCN
- Petugas Laborat.
- Petugas yang dilakukan survei (swab tanga petugas)
- Petugas IPSRS
b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form permintaan swab
- Ruangan perawatan
- AC
- Pasien

c. Tata laksana pelayanan


- IPCN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada dokter penanggung jawab pasien,
kemudian mengajukan permohonan pemeriksaan kepada petugas laborat.
- IPCN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas yang akan dilakukan swab / kultur.
- Mendampingi petugas laborat dalam melaksanakan swab atau kultur.
- Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada komite PPI.
3. Tatalaksana monitoring kebersihan lingkungan
a. Penanggung jawab
- IPCN, IPCLN
- Petugas kebersihan (OB)
b. Perangkat kerja
- Buku pedoman pembersihan
- Daftar bahan-bahan desinfeksi
c. Tatalaksana pembersihan
- IPCN dan petugas kebersihan melakukan pertemuan rutin, membahas dan evaluasi kinerja
staf OB
- Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan dan ramah lingkungan
- Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh
48
- Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding dan ruangan
- Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh pasien.
- Memberikan pengarahan penggunaan APD
4. Tatalaksana Pelayanan CSSD
a. Penanggung jawab
- IPCN, petugas ruangan
- Petugas CSSD
- Administrasi CSSD
- Petugas OK
b. Perangkat kerja
- Kalibrasi autoclave
- Buku expedisi sterilisasi ruangan dan CSSD
- Kertas indikator bouwie dict tes
- Indikator mekanik
- Kertas indikator kimia `
- Tabung mikro biologi
c. Tatalaksana pelayanan CSSD
- Petugas ruangan yang akan mensterilkan alat mengisi dibuku expedisi diruangan yang
bersangkutan dan buku expedisi di OK
- Petugas CSSD memberikan identifikasi peralatan atau instrumen sesuai ruangan yang
mensterilkan
- Sebelum melakukan proses sterillisasi petugas CSSD melalukan bouwie dict tes pada mesin
autoclav terlebih dahulu (untuk mengetahui kesiapan mesin autoclave .
- Jika hasil bouwdict tes baik petugas CSSD memberikan indikator kimia pada setiap
peralatan yang akan disterilkan
- Petugas CSSD melakukan penyetirilan sesuai SPO
- Setelah selesai proses sterilisasi lihat indikator kimia, jika hasil baik lakukan penyimpanan
peralatan yang sudah steril dialmari
- Petugas ruangan yang akan mengambil sterilisasi dicocokan dengan buku expedisi ruangan
dan CSSD
- Setiap minggu petugas CSSD melakukan uji mikro biologi terhadap hasil sterilisasi
5. Tatalaksana Linen
a. Penanggung jawab
- Petugas linen
- Petugas ruangan
b. Perangkat kerja
- Linen
- Buku penyerahan linen kotor
- Buku penyerahan linen bersih
c. Tatalaksana linen
- Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi
- Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan ditulis pada buku
penyerahan linen kotor
- Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius
- Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin 0,5% dan deterjen
selama 10 menit
- Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO
- Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.
- Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen
- Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.
- Swab linen bersih
6. Tatalaksana formularium antibiogram
a. Penanggung jawab
- Komite PPI
- Komite farmasi
- SMF
- Petugas laborat

49
b. Perangkat kerja
- Pasien yang akan dilakukan kultur
- Form surveilens PPI
c. Tata laksana
- Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan Tiap 6 bulan .
- IPCN mengajukan pemeriksaan sesuai kebijakan surveilen yang diindikasikan untuk
dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter penaggung jawab
- Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan kultur pasien.
- Petugas laborat melakukan pengambilan sample dan proses selanjutnya sesuai SPO kultur
- Bila hasil telah jadi,petugas petugas laborat memberikan hasil kepada ruangan yang
mempunyai pasien(dokter penanggung jawab ) dan kpian kepada IPCN
- IPCN merekap dan menganalisa hasil kultur masing – masing kegiatan.
- Hasil dibahas dikomite PPI dan selanjutnya diteruskan kepada direktur dan SMF
7. Pelayanan kesehatan karyawan.
a. Penanggung jawab
- Komite PPI
- HRD
b. Perangkat kerja
- Buku /data pemeriksaan kesehatan yang ada di HRD
- Data kesehatan karyawan.
c. Tata laksana
- HRD mengeluarkan pemberitahuan pemeriksaan kesehatan setiap hari ulang tahun.
- Komite PPI mengidentifikasi unit yang harus dilakukan pemeriksaan kesehatan
Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan TB setiap 3 bulan sekali
Ruang iko dan icu : petugas dilakukan pemeriskasaan TB,Hepatitis B
setiap tahun Sekali.
Unit Gizi : pemeriksaan tifoid tiap 1 tahun sekali
- Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai ketentuan.
- Hasil diidentifikasi
- Bersama HRD melakukan analisa dan pencatatan kesehatan.
- Komite PPI dan HRD melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan karyawan kepada direktur
dan SMF.
8. Pelayanan renovasi bangunan
a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
- IPSRS
b. Perangkat kerja
- Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan
- Pemeriksaan swab lantai
- Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu)
- Papan/ alat penghalang renovasi.
c. Tata laksana
- Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI dan IPSRS bahwa akan dilakukan renovasi
bangunan.
- Bersama mengidentifikasi dampak :
 kebisingan,debu.
 Lokasi resiko ( rendah,sedang,tinggi)
 renovasi
- Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang papan pemberitahuan renovasi,alat
penghalang disekeliling area renovasi
- Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar dimengerti.
- Setelah selesai pembangunan bagunan dibiarkan selama 1 bulan untuk mengetes kesiapan
bangunan ,selama didiamkan dilakukan tes swab lantai dan didinding ruangan,jika hasil
baik setelah periode 1 bulan ruangan boleh digunakan

50
Selesai renovasi

Diamkan selama 1 bln dan uji swab

Hasil baik Hasil tak baik

Ruangan siap Desinfeksi dinding dan lantai


digunakan dengan larutan chlorine 0,5 %

Lakukan swab ulang

Hasil baik ruangan siap


digunakan

9. Pelayanan pembuatan ruang kohort


a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
- IPSRS
b. Perangkat kerja
- Ruangan bertekanan negatif ( exhaust fan dan ventilasi)
- APD ( terutama masker bedah rangkap 3)
c. Tata laksana
- Komite PPI mengajukan pembuatan ruangan kohort kepada direktur.
- Setelah ada disposisi kepada TIM pembangunan (IPSRS)
- Dilakukan pembuatan ruangan kohort yang bertekanan negatif
- Syarat dan denah terlampir
10. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL
11. Kebersihan tangan
a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
b. Perangkat kerja
- Alkohol handrub
- Air mengalir
- Wastafel
- Towel
- Sabun
- Clorhexidine 2% dan 4 %
c. Tata laksana
- Penyiapan SPO kebersihan tangan dan gambar kebersihan tangan
- Edukasi pada seluruh staf rumah sakit
- Audit kepatuhan kebersihan tangan mulai dari kepala ruang,dokter,baru staf pelaksana
- Laporan audit kebersihan tangan

12. SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT

A. Definisi
Surveilans infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis terus menerus, dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interprestasi dari data kesehatan yang penting pada suatu
populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk
digunakan dalam perencanaan, penerapan, dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.

Infeksi Rumah Sakit (IRS) atau Healthcare associated infections (HAIs) adalah infeksi yang terjadi
pada pasien selama perawatan di RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan
51
tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk RS. IRS juga mencakup infeksi yang didapat di RS tetapi
baru muncul setelah keluar RS dan juga infeksi akibat kerja pada tenaga kesehatan.
B. Tujuan
1. mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit
2. menurunkan Laju Infeksi RS
3. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit
4. meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan penanggulangan.
5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di RS
6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan
7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS

C. Metode Surveilans
Metode surveilans IRS di Rumah Sakit Bunda adalah menggunakan metode Surveilans target
(targetted/sentinel surveillance) adalah surveilans yang terfokus pada ruangan, kelompok pasien, atau
tindakan dengan resiko infeksi spesifik. Yaitu surveilans diruang perawatan insentif (ICU) dan ruang
perawatan bedah, surveilans pada pasien dengan kateter vena sentral, surveilans, infeksi luka operasi,
surveilans pasien dengan pemasangan Endotracheal Tube (ETT) dan ventilator, surveilans pasien
dengan pemasangan kateter urine, surveilans target ini diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih
tajam dan memerlukan sumber daya yang lebih sedikit.

D. Jenis-jenis infeksi Rumah Sakit


1. Infeksi Aliran Darah Primer
a. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
 Merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya mikroba melalui peralatan yang kita
masukkan langsung ke system pembuluh darah. Dalam istilah CDC disebut sebagai Blood
Stream Infection (BSI)
Akses langsung keperedaran darah ini dapat berupa kateter vena maupun arteri yang kita
lakukan terhadap pasien, baik dalam rangka perawatan maupun diagnostik, yang secara umum
disebut sebagai kateter intravaskuler ( intravaskuler Catheter).
Contahnya adalah pemasangan vena sentral (CVC : Central Venous Catheter), vena perifer (
infus) hemodialisa.
 Adalah ditemukannya organisme dari hasil kultur darah semikuantitatif/ kuantitatif disertai
tanda klinis yang jelas serta tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat lain dan / atau
dokter yang merawat menyatakan telah terjadi infeksi >2x24 jam setelah pemasangan catheter
vena sentral.
Seringkali phlebitis dilaporkan sebagai IADP. IADP berbeda dengan Phlebitis (Superficial &
Deep Phlebitis). Perbedaan antara IADP dengan phlebitis, adalah :
 Phlebitis, merupakan tanda-tanda peradangan pada daerah lokal tusukan infus. Tanda-tanda
peradangan tersebut adalah merah, bengkak, terasa seperti terbakar dan sakit bila ditekan.
 IADP adalah keadaan bakteremia yang diagnosanya ditegakkan melalui pemeriksaan
kultur.
b. Faktor risiko adalah :
 Lamanya terpasang kateter
 Lamanya hari rawat
 Kondisi penurunan daya tahan tubuh (immunocompromised)
 Malnutrisi
 Luka bakar
 Luka operasi tertentu
c. Kriteria IADP
Ada beberapa kriteria untuk menentukan IADP, kriteria IADP 1 dan 2 dapat digunakan untuk
semua peringkat umur pasien termasuk usia <1th, minimal ditemukan satu kriteria seperti :
c.1. Kriteria 1 IADP ; berikut :
 Ditemukan pathogen pada >1 kultur darah pasien
 Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan infeksi dibagian lain dari tubuh
pasien (lihat catatan 1&2)
c.2. Kriteria 2 IADP :

52
 Pasien menunjukkan minimal satu gejala klinis : demam (suhu >38ºC) menggigil atau
hiypotensi, dan tanda dan gejala klinis serta hasil positif pemeriksaan laboratoriumyang
tidak berhubungan dengan infeksi dibagian lain dari tubuh pasien.
 Hasil kultur yang berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda
didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid ( C
corynebacterium spp), Bacillus spp. (bukan B anthracis), Propionibacterium spp,
Staphylococcus coagulase negatif termasuk epidermidis, Steptococcus viridans,
Aerococcus spp, Micrococcus spp. Berasal dari >2 kultur darah pada lokasi
pengambilan yang berbeda (lihat catatan 3&4).
c.3. Kriteria 3 IADP :
 Pasien anak usia <1 tahun menunjukkan minimal satu gejala seperti berikut : demam
(suhu rektal >38ºC), hipotermi ( suhu rektal <37ºC), apnoe atau bradikardia, dan
 Tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan positif laboratorium yang tidak berhubungan
dengan infeksi dibagian lain dari tubuh pasien dan
 Hasil kultur yang berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda
didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid (corynebacterium
spp), Bacillus spp (bukan B anthracis), Propionibacterium spp, staphylococcus
coagulase negatif termasuk S epidermidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp,
Micrococcus spp.berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda.
Catatan :
1. dalam kriteria 1, arti ”>1” kultur darah pasien adalah = minimal 1 botol kultur dari
darah yang diambil memberikan hasil dilaporkan ada pertumbuhan mikroba, artinya
kultur darah positif.
2. dalam kriteria 1 maksud”patogen ”yang ditemukan adalah mikroba yang tidak termasuk
dalam mikroba kontaminan kulit yang umum didapatkan (lihat kriteria 2 dan 3). Contoh
beberapa mikroba pathogen yang bukan termasuk flora normal umum kulit yang dapat
ditemukan adalah S.aureus, Enterococcus spp, E coli, Psudomonas spp, Klebsiella spp,
Candida spp dan lain-lain
3. dalam kriteria 2 dan 3, arti ’>2’kultur darah diambil dari lokasi yang berbeda adalah
artinya :
 Dari CV line atau kultur ujung kateter CV line dan perifer sekurang-kurangnya
2 kali pengambilan darah perifer dengan jeda waktu tidak lebih dari 2 hari
(misalnya pengmbilan darah pada hari Senin dan Selasa, atau Senin dan Rabu,
jangan terlalu jauh misalnya Senin-Kamis), atau pada waktu yang bersamaan
dari 2 lokasi yang berbeda
 Minimal 1 botol dari darah yang diambil menunjukkan pertumbuhan kuman
kontaminan umum kulit yang sama. (lihat catatan no 4 untuk melihat kesamaan
mikroba )
4. Phlebitis yang purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari
ujung kateter, tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah, maka
tidak dilaporkan sebagai IADP.

53
Kriteria Nasional
I. Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)

Algoritma Diagnosa IADP

Umum Anak <1 tahun

Minimal : Minimal 1 :
Simptom  Demam (>38ºC)  Demam (>38ºC )
(Gejala dan Tanda)  Menggigil  Hipotermi (<37ºC)
 hipotensi  Apnoe
 bradikardia
Laboratorium : Positif =1 mikroba
Kultur Darah patogen Positif =2 mikroba
Flora kulit

Bukti Infeksi tempat lain Negatif

Kriteria IADP 1 2 3

Gambar 7 : Diagram Alur Infeksi Aliran Darah Primer

Keterangan :
 Yang dimaksud mikroba pathogen pada kriteria 1 misalnya adalah : S. Aureus, Enterococcus
spp, E coli, Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lain-lain.
 Yangdimaksud dengan flora kulit adalah mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya
difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp, Propionibacterium spp, CNS termasuk Staph.
Epidermidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp.
 Hasil kultur darah pada kriteria 2 dan 3, arti ’≥2’kultur darah : 2 spesimen darah diambil dari
lokasi yang berbeda dan dengan jeda waktu tidak lebih dari 2hari.

1. Pneumonia

Ada 2 jenis Pneumonia yang berhubungan dengan IRS, yaitu Pneumonia yang didapatkan
akibat perwatan yang lama atau sering disebut sebagai Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
dan Pneumonia yang terjadi akibat pemakaian ventilasi mekanik atau sering disebut sebagai
Ventilator Associated Pneumonia (VAP).
a. Definisi HAP
HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien
dirawat dirumah sakit >48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita
infeksi saluran napas bawah. HAP dapat diakibatkan tirah baring lama ( koma/ tidak sadar,
trakeostomi, refluk gaster, Endotracheal Tube/ETT).
b. Definisi VAP
VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pemakaian
ventalasi mekanik > 48 jam, dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda infeksi saluran
napas.
c. Dasar diagnosis Pneumonia
Pneumonia (PNEU) ditentukan berdasarkan kriteria klinis, radiologi dan laboratorium.
(lihat Gambar 4.2. Diagram Alur Pneumonia dan Gambar 4.3. Diagram Alur Kriteria Pilihan
Pneumonia pada bayi dan Anak).
d. Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia
Bukti Klinis Pneumonia adalah bila ditemukan minimal 1 dari tanda dan gejala berikut :
 Demam (≥38ºC) tanpa ditemui penyebab lainnya.
54
 Leukopenia (< 4.000 WBC/mm3) atau Leukositosis (≥12.000 SDP/mm3).
 Untuk penderita berumur ≥70tahun, adanya perubahan status mental yang tidak ditemui
penyebab lainnya. Dan minimal disertai 2 tanda berikut :
 Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum
 Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau dyspnea (sesak
napas) atau tachypnea (napas frekuen)
 Rhonci basah atau suara napas bronchial
 Memburuknya pertukaran gas, misalnya desaturasi O2 (PaO2/FiO2≤240),
peningkatan kebutuhan oksigen, atau perlunya peningkatan ventilator.
e. Tanda Radiologis Pneumonia
Bukti adanya Pneumonia secara Radiologis adalah bila ditemukan ≥2 foto serial didapatkan
minimal 1 tanda berikut :
 Infiltrat baru atau progresif yang menetap
 Konsolidasi
 Kavitasi
 Pneumotoceles pada bayi berumur ≤1 tahun.
Catatan :
Pada pasien yang tanpa penyakit paru-paru atau jantung (respiratory distress syndrome,
bronchopulmonary dysplasia, pulmonary edema, atau chronic obstructive pulmonary
disease) yang mendasari, 1 bukti radiologis foto thorax sudah dapat diterima.
f. Kriteria Pneumonia
Ada 3 tipe spesifik pneumonia :
1. Pneumonia klinis (PNEU1)
2. Pneumonia dengan gambaran laboratorium spesifik (PNEU2)
3. Pneumonia pada pasien imunokompromis (PNEU3)

f.1. Kriteria PNU1 : Pneumonia Klinis


dapat diidentifikasi sebagai PNU 1 bila didapatkan salah satu kriteria berikut :
1) Untuk semua umur (PNU1-1)
- Tanda dan gejala Klinis Pneumonia (d)
- Tanda Radiologis Pneumonia(e)
2) Untuk bayi berumur ≤1 tahun (PNU1-2)
Buruknya pertukaran gas dan, minimal disertai 3 dari tanda berikut :
- Suhu yang tidak stabil, yang tidak ditemukan penyebab lainnya.
- Leukopeni (<4.000/mm3) atau lekositosis (≥15.000/mm3) dan gambaran darah tepi
terlihat pergeseran kekiri (≥10%bentuk netrofil bentuk batang).
- Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter sputum atau adanya
peningkatan sekresi pernapasan atau peningkatan keperluan pengisapan
(suctioning).
- Apneu, tachypneu, atau pernapasan cuping hidung dengan retraksi dinding dada.
- Rhonci basah kasar maupun halus
- Batuk
- Bradycardia (<dari100x/menit) atau tachycardia(>170x/menit)
3) Untuk anak berumur lebih dari >1 tahun atau berumur ≤12 tahun (PNU1-3), minimal
ditemukan 3 dari tanda berikut :
- demam (suhu >38,4ºC ) atau hypothermi (<36,5ºC), yang tidak ditemukan penyebab
lainnya.
- Lekopeni (< 4.000/mm3) atau lekositosis (≥15.000/mm3)
- Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter sputum atau adanya
peningkatan sekresi pernapasan atau peningkatan keperluan pengisapan (suctioning)
- Onset baru dari memburuknya batuk, apneu, tachypneu
- Wheezing, rhonci basah kasar mapun halus
- Memburuknya pertukaran gas, misalnya pO2< 94%.
f.2. Kriteria PNU2
a) Kriteria PNU2-1
Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk infeksi bakteri dan jamur
berfilamen.
Dapat diidentifikasi sebagai PNU2-1, bila ditemukan bukti-bukti berikut;

55
- tanda dan gejala Klinis Pneumonia (d)
- Tanda Radiologis Pneumonia (e)
- Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :
 Kultur positif dari darah yang tidak ada hubungannya dengan sumber infeksi lain.
 Kultur positif dari cairan pleura
 Kultur kuantitatif positif dari spesimen Saluran Napas Bawah (BAL atau sikatan bronkus
terlindung)
 ≥5% sel yang didapat dari BAL mengandung bakteri intraseluler pada pemeriksaan
mikroskopik langsung.
 Pemeriksaan histopatologik menunjukkan 1 dari bukti berikut :
o Pembentukan abses atau fokus konsolidasi dengan sebukan PMN yang benyak pada
bronchiolus dan alveoli.
o Kultur kuantitatif positif dari parenkim paru-paru
o Bukti adanya invasi oleh hifa jamur atau pseudohifa pada parenkim paru-paru
o Bukti adanya invasi oleh hifa jamur atau pseudohifa pada parenkim paru-paru
Keterangan :
- SNB : Saluran Napas Bawah (LRT : Lower respratory tract)
- Interprestasi hasil kultur darah positif harus hati-hati. Bakterimia dapat terjadi pada
pasien yang terpasang jalur intravaskuler atau kateter urine menetap. Pada pasien
immunocompromised, sering didapatkan bekteremia CNS atau flora atau kontaminan
umum kulit yang lain serta sel yeast.
- Nilai ambang untuk kultur kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 4.3.
- Pada pemeriksaan kultur kuantitatif, spesimen yang dipilih adalah spesimen yang
terkontaminasi minimal, misalnya yang dari BAL atau sikatan bronchus terlindung.
Spesimen dari aspirasi endotracheal tidak dapat digunakan untuk dasar kriteria
diagnostik.
- BAL : Broncjo Alveolar Lavage
b) Kriteria PNU 2-2 :
Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk infeksi virus, Legionella,
Chlamydia, Mycoplasma, dan patogen tidak umum lainnya.Dapat diidentifikasi sebagai PNU2-
2, bila ditemukan bukti-bukti berikut
- Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia (d)
- Tanda Radiologis Pneumonia (e)
- Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :
 Kultur positif untuk virus atau Chlamydia dari sekresi pernapasan
 Deteksi antigen atau antibody virus positif dari sekresi pernapasan
 Didapatkan peningkatan titer 4x atau lebih lgG dari paired sera terhadap patogen
(misalnya influenza virus, Chlamydia)
 PCR positif untuk Chlamydia atau Mycoplasma
 Tes micro-IF positif atau visualisasi micro-IF untuk Legionella spp.,dari sekresi
pernapasam atau jaringan
 Terdeteksinya antigen Legionella pneumophila serogrup iI dari urine dengan
pemeriksaan RIA atau EIA, rapid test
 Pada pemeriksaan indirect IFA, didapatkan peningkatan titer 4x atau lebih antibody dari
paired sera terhadap Legionella pneumophila serogroup I dengan titer ≥1:128

Keterangan :
- deteksi langsung patogen dapat menggunakan berbagai teknik deteksi antigen
(EIA,RIA,FAMA, Micro-IF),PCR atau kultur
- PCR: Polymerase Chain Reaction, merupakan teknik diagnostik dengan cara
memperbanyak asam nukleat patogen secara in-vitro
- Paired sera adalah pasangan sera yang diambil pada fase akut dan fase penyembuhan
penyakit. Pada penyakit yang sedang berlangsung(progresif) akan didapatkan
peningkatan titer sera pada fase penyembuhan sebesar ≥4x dibandingkan dengan titer sera
pada fase akut.
- Bila terkontaminasi pneumonia disebabkan oleh RSV, adenovirus atau influenza virus,
dugaan infeksi oleh patogen yangsama segera dapat dilakukan tehadap pasien-pasien
yang dirawat yang mempunyai kemiripan gejala dan tanda klinis.

56
f.3. Kriteria PNU3 :
Pneumonia Pada Pasien Immunocompromised.
Dapat diidentifikasi sebagai PNU3, bila ditemukan bukti-bukti berikut
- Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia (d) ditambah dengan kemungkinan gejala dan tanda :
 Hemoptysis
 Nyeri dada pleuritik
- Tanda Radiologis Pneumonia (e)
- Minimal 1 dari tanda laboratorium berikut :
 Kultur pasangan positif dan cocok dari kultur darah dan sputum terhadap Candida spp.
 Bukti adanya jamur atau pnemocytis carini dari spesimen terkontaminasi minimal SNB
(BAL atau sikatan bronchus terlindung) dari cara berikut :
- pemeriksaan mikroskopik langsung
- kultur jamur positif
 apapun yang masuk dalam kriteria laboratorium untuk PNU2.
Keterangan : yang tergolong dalam pasien immunocompromised antara lain:
 penderita neutropenia (hitung netrofil absolute <500/mm3), leukemia, lymphoma,
HIV dengan CD4<200, atau
 splenectomy, post transplantasi,kemoterapi cytotoxic, atau
 Pengobatan steroid dosis tinggi :>40mgprednisolone atau ekivalennya
(hidrokortison 160 mg,metal-prednisolon 32mg, deksametason 6mg, kortison
200mg)/hari untuk >2 minggu.
- Spesimen darah dan sputum diambil pada waktu yang berdekatan (48 jam)
- Spesimen kultur semikuantitatif atau kualitatif dimungkinkan, kriteria sesuai algoritma.
Tabel 6. Nilai Ambang Kultur Kuantitatif Spesimen yang digunakan dalam diagnosis pneumonia
Jenis/ Teknik pengambilan spesimen Nilai
Parenkim Paru ≥ 104 cfu/g jaringan
Spesimen bronchoscopic
- Bilasan bronchoalveolar ≥ 104 cfu/mL
- Protected BAL ≥ 104 cfu/mL
- Protected specimen brushing ≥ 104 cfu/mL
Spesimen Non- bronchoscopic (blind)
- BAL ≥ 104 cfu/mL
- Protected BAL ≥ 104 cfu/mL
 Cfu : colonyforming units
 Parenkim paru dapat diambil melalui, transbronchial atau transthoraxic post-mortem
Pneumonia (PNEU) ditentukan berdasarkan kriteria klinis, radiologi dan Laboratorium. (Lihat
gambar 1. Diagram Alur Pneumonia dan Gambar2. Diagram Alur Kriteria Pilihan Pneumonia pada
Bayi dan Anak).

57
 Pneumonia (PNEU)
Algoritma Pneumonia

Pasien dengan penyakit penyerta kardio-pulmoner Pasien tanpa penyakit


penyerta kardiopulmoner
 Infiltrat baru atau
Radiologis

progresif yang
menetap ≥2 tanda ≥1 tanda
 Konsolidasi radiologist radiologis
 Kavitasi serial serial
 Pneumatoceles pada
bayi≤1 tahun.
 Demam Minima l
 Leukopenia Simtom
atau Minimal 1 simtom termasuk
Leukositosis simtom:
 Penderita ≥70  Hemoptisis
tahun :  Nyeri
(tanda dan Gejala)

perubahan Pleuritik
status mental
Simtom

 Onset baru
sputum purulen
atau perubahan
sifat
sputum,sekresi
 Batuk Minimal 2 Minimal 1
memburuk atau Simtom Simtom
dyspnea atau
tachypnea
 Rhonci basah
atau suara nafas
bronchial
 Memburuknya
 Darah
pertukaran gas : Kultur darah Sekresi nafas :  Kultur
+  Kultur+ pasangan
 Cairan pleura Kultur  Deteksi darah-
+ antigen + sputum
 Spesimen SNB :  Peningkatan +dan cocok
Laboratorium

Kultur Kuantitatif + titer ≥4xlgG untuk


 BAL :≥5 sel dari paired Candida spp
mengandung bakteri sera  Spesimen
intraseluler  PCR+ SNB :
 Histopatologik : Jamur atau
 Abses/ focus Pneumocyst
konsolidasi is carinii+
 Kultur
kuantitatif+paren
kim paru
 Invasi hifa jamur
PNU 1 atau PNU2-1
pseudohifa PNU2-2 PNU3
parenkim paru

58
immunocompromised

Pasien tanpa penyakit


Pasien dengan penyakit penyerta kardio- penyerta kardio- pulmoner
pulmoner
Immunocompromised

 Infiltrat baru atau


progresif yang
Radiologis

menetap. ≥2 tanda ≥ 1 tanda radiologist


 Konsolidasi radiologist serial serial
 Kavitasi
 Pneumatoceles
pada bayi≤1 tahun

Bayi ≤1 tahun Anak ≥3atau≤12


tahun
 Memburuknya pertukaran gas
Dan ≥3 tanda berikut :
 Suhu tidak stabil ≥tanda berikut :
 Leukopenia atau  Demam
 Leukositosis  Leucopenia atau
( Tanda dan Gejala)

 Onset baru sputum purulen  Leukositosis


atau perubahan sifat sputum,  Onset baru sputum
Simtom

sekresi purulen atau


 Tanda-tanda sesak napas perubahan sifat
 Wheezing dan atau ronchi sputum, sekresi
 Batuk  Batuk baru, batuk
 Bradikardi memburuk atau
tanda-tanda sesak
nafas
 Rhonci atau suara
bronchial
memburuknya
pertukaran gas

PNU 1
Anak

Gambar 8 : Diagram Alur Pneumonia dan Diagram Alur Kriteria Pilihan Pneumonia pada Bayi dan
Anak

59
Keterangan :

 PNU 1 : Kriteria untuk Peumonia Klinik


 PNU2 – 1 : Kriteria untuk Pneumonia dengan hasil Laboratorium yang spesifik untuk infeksi
bakteri umum dan jamur berfilamen
 PNU2-2 : Kriteria untuk Pneumonia dengan hasil Laboratorium yang spesifik untuk infeksi virus,
Legionella, Chlamydia, Mycoplasma, dan patogen tidak umum lainnya.
 PNU 3 : Kriteria untuk Pneumonia pada pasien immunocompromised.
 Yang dimaksud dengan kelainan kardio-pulmoner, misalnya : respiratory distress syndrome,
bronchopulmonary dysplasia, pulmonary edema, atau chronic obstructive pulmonary disease
 Demam ;suhu 38ºC
 Leukopenia :<4.000 SDP/mm3 (SDP :sel darah putih)
 Leukositosis ≥12.000SDP/mm3
 Leukositosis ≥ 15.000SDP/mm3
 Memburuknya pertukaran gas : desaturasi O2: PaO2/FiO2 ≤240, atau pO2 < 94%, peningkatan
kebutuhan oksigen, atau perlunya peningkatan ventilator
 Peningkatan sekresi pernafasan termasuk peningkatan keperluan pengisapan (suctioning)
 SNB : Saluran nafas Bawah
 Sekresi SNB adalah yang diambil dengan alat bronchoskopi dan merupakan spesimen sekresi
saluran napas bawah yang mempunyai tingkat kontaminasi minimal
Ada 3 tipe spesifikasi pneumonia : pneumonia klinis (PNEU1), pneumonia dengan gambaran
laboratorium spesifik (PNU2), dan pneumonia pada pasien imunokompromis (PNU3). Berikut ini
adalah komentar umum yang dapat diterapkan pada semua tipe spesifik pneumonia, disertai daftar
singkatan yang digunakan dalam algoritma dan petunjuk pelaporan. Gambaran 1 dan 2 merupakan
diagram alur untuk algoritme pneumonia yang dapat digunakan dalam sebagai pengumpulan data.
Ketentua-ketentuan umum Hospital Acquired Pneumonia (HAP) tidak dapat ditegakkan
berdasar diagnosis dari dokter saja. Meskipun kriteria spesifik dimasukkan untuk bayi dan anak, pasien
pediatri mungkin memenuhi kriteria pneumonia spesifik lainnya.
Pneumonia terkait ventilator (VAP, yaitu pneumonia pada pasien yang menggunakan alat untuk
membantu napas untuk atau mengontrol pernapasan secara terus menerus melalui trakeostomi atau
intubasi endotrakheal dalam jangka waktu 48 jam sebelum terjadi infeksi, termasuk periode
penyapihan ) harus disertakanpada pelaporan data. Pada waktu melakukan asesmen untuk menetapkan
pneumonia, penting dibedakan perubahan keadaan klinis yang disebabkan keadaan lain seperti infark
miokard, emboli paru, sindrom gawat napas, atelektasis, keganasan ,PPOK, penyakit membran hialin,
dispalasia bronkopulmoner dll. Pada waktu melakukan asesmen pasien-pasien yang intubasi, perlu
dibedakan antara kolonisasi trakea, infeksi saluran napas atas (misalnya trakeobronkitis) dan gejala
awal pneumonia.Perlu disadari bahwa mungkin sulit untuk menentukan HAP pada orang tua, bayi dan
pasien imunokompromis karena keadaan seperti itu dapat menutupi tanda-tanda atau gejala tipikal
pneumonia. Kriteria spesifik pilihan untuk orang tua, bayi dan pasien imunokompromis telah
dimasukkan dalam definisi HAP ini.
HAP dapat ditandai dari onsetnya : awal atau lambat. Pneumonia onset awal timbul dalam 4 hari
pertama perawatan dan sering disebabkan oleh Moraxella catarrhalis, H influenzae, dan S Pneumonia .
Penyebab Pneumonia late onset sering berupa kuman gram negatif atau S aures, termasuk methicillin-
resistant S aureus. Virus (misalnya influenza A dan B atau RSV) dapat menyebabkan early dan late
onset pneumonia nosokomial, sedang kapang, jamur, legionellae, dan pneumocystis carinii umumnya
merupakan patogen late onset pneumonia.
Pnemonia yang di sebabkan aspirasi hebat ( misalnya pada waktu intubasi di ruang darurat atau di
kamar oprasi ) dianggap HAP jika memenuhi kriteria spesifik manapun dan jelas tidak didapati atau
sedang dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk rumah sakit.
HAP berulang dapat terjadi pada pasien-pasien yang sakit berat dan tinggal di rumah sakit untuk waktu
yang lama.Pada waktu menetapkan apakah untuk melaporkan HAP berulang pada seorang pasien,
perlu di cari bukti-bukti bahwa infeksi awal telah mengalami resolusi.Penambahan atau perubahan
pathogen saja bukan indikasi episode baru pneumonia.Di perlukan kombinasi gejala dan tanda serta
bukti radiologis atau uji diagnostik lain.Pewarnaan gram fositif untuk bakteri dan tes KOH untuk serat
elastin dan atau hipa jamur dari sputum yang di kumpulkan dengan cara yang baik merupakan kunci
penting dalam menemukan penyebab infeksi. Namun sempel dahak sering terkontaminasi oleh kuman
yang mengkoloni saluran nafas sehingga perlu di interprestasi dengan hati – hati. Secara khusus,
candida sering ditemukan pada pewarnaan, tetapi tidak sering menyebabkan HAP.
g. Faktor resiko pneumonia
60
Pnumonia dapat berasal dari :
- Faktor lingkungan yang terkontaminasi,misalnya air,udara atau makanan (muntah)
- peralatan yang digunakan dalam perawatan pasien : Endotracheal Tube (ETT), nasogastric Tube
(NGT) suction catheter, Bronchoscopy, Respiratory devices.
- Orang keorang : dokter, perawat, pengunjung, maupun dari flora endogen pasien itu sendiri.
Faktor Risiko untuk terjadinya Pneumonia antara lain :
1. Kondisi pasien : umur (>70 tahun), Penyakit kronis, Pembedahan (Toraks atau Abdomen ),
penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK), Penyakit Jantung Kongestif, Cardiac Vascular Disease
(CVD), kkma, Perokok berat.
2. Tindakan pengobatan atau perawatan : sedatif, anestesi umum, intubasi trakeal, trakeostomi,
pemakaian ventilasi mekanik yang lama, pemberian makanan enternal, terapi antibiotik obat
immunosupresif atau sitostatik.

Populasi berisiko untuk terjadinya pneumonia IRS dibedakan berdasarkan jenis pneumonianya.
- Populasi berisiko VAP adalah semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik, sehingga
kejadiannya terutama terfokus pada pada area spesifik yaitu ICU, NICU/PICU, HCU. Sehingga
yang digunakan sebagai numerator dalam menghitung laju infeksi adalah jumlah kasus VAP per
periode tertentu (1bulan, 6bulan, 1 tahun), sedangkan denominatornya adalah jumlah hari
pemasangan alat ventilasi mekanik periode waktu tertentu.populasi berisiko HAP adalah pasien
tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit, sehingga yang digunakan sebagai numerator
adalah jumlah kasus HAP per periode tertentu (1bulan, 6 bulan, 1 tahun) sedangkan
denominatornya adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring per periode tertentu (1 bulan, 6
bulan ,1 tahun).

3. Infeksi Saluran Kemih


Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam istilah CDC disebut sebagai Urinary Tract Infection (UTI),
merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluran kemih murni (Urethra dan prmukaan kandung
kemih) atau melibatkan bagian yang lebih dalam dari organ-organ pendukung saluran kemih (ginjal,
ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau rongga perinefrik). Untuk itu,
dalam menentukan jenis ISK, perlu pengelompokan sebagai berikut :
1. Infeksi Saluran Kemih Simptomatis
2. Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis
3. Infeksi Saluran Kemih Lainnya.
a. Tanda dan Gejala ISK
 Demam (>38ºC)
 Urgensi
 Frekuensi
 Disurai, atau
 Nyeri Supra Pubik
b. Tanda dan gejala ISK anak ≤1 tahun:
 Demam > 38ºC C rektal
 Hipotermi <37ºC rektal
 Apnea
 Bradikardia
 Letargia
 Muntah-muntah
Tes Konfirmasi ISK
Tes Konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
- Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang menghasilkan
jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat kontaminasi.
- Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan keakuratan yang
kurang sebagai tanda adanya ISK
- Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur kuantitatif dengan jumlah koloni yang
meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk melihat adanya kemungkinan ISK
tanpa melakukan kultur, dan diagnosis dokter yang merawat.
c.1. Tes konfirmasi ISK mayor :
Hasil biakan urin aliran tengah (midstream) >105 kuman per ml urin dengan jumlah kuman
tidak lebih dari 2 spesies.
c.2. Tes Konfirmasi ISK minor
61
 Tes carik celup (dipstick)positif untuk lekosit esterase dan / atau nitrit
 Piuri (terdapat ≥10 lekosit per ml atau terdapat ≥3 lekosit per LPB (mikroskop kekuatan
tinggi/ 1000x)dari urin tanpa dilakukan sentrifugasi).
 Ditemukan kuman dengan pewarnaan Gram dari urin yang tidak disentrifugasi
 Paling sedikit 2 kultur urin ulangan didapatkan uropatogen yang sama (bakteri gram
negatif atau S. Saprophyticus) dengan jumlah ≥102 koloni per ml dari urin yang tidak
dikemihkan (kateter atau aspirasi suprapubik)
 Kultur ditemukan ≤105 koloni/ml kuman patogen tunggal (bakteri gram negatif atau S.
Saprophyticus)pada pasien yang dalam pengobatan antimikroba efektif untuk ISK
 Dokter mendiagnosis sebagai ISK
 Dokter memberikan terapi yang sesuai untuk ISK
d. Kriteria ISK :
1). ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :
a).Kriteria 1 ISK simtomatis.
- Ditemukan paling sedikit satu simtom ISK (a) tanda atau gejala berikut tanpa
diketahui penyebab lain, dan
- Tes konfirmasi mayor positif (c.1)
b). Kriteria 2 ISK Simtomatis.
- Ditemukan paling sedikit dua simtom ISK (a), dan
- Satu tes konfirmasi minor positif (C.2)
c). Kriteria 3 ISK simtomatis anak usia ≤1 tahun.
- Ditemukan paling sedikit satu tanda ISK (b) dan
- Tes konfirmasi mayor positif (C1)
d). Kriteria 2 ISK sistomatis anak usia≤1 tahun.
- Ditemukan paling sidikit dua simtom ISK anak usia ≤1 tahun ISK (b)
- Satu tes konfirmasi minor positif (C2)

2. ISK Asimptomatik
ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut :
a. Kriteria 1 ISK Asimptomatik :
 Pasien pernah memakai kateter urine dalam waktu 7 hari sebelum biakan
urine, dan
 Tes konfirmasi mayor positif
 Simtom ISK negative
Catatan :
 Kultur positif dari ujung kateter tidak dapat digunakan untuk tes diagnostik ISK.
 Kultur positif dari urin yang diambil dari kantong pengumpul urin tidak dapat
digunakan untuk tes diagnostik ISK
 Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan sengan tehnik yang benar, misalnya
clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah, atau kateterisasi.
 Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau aspirasi
supra publik.

3) Infeksi Saluran kemih yang lain


(Ginjal,Ureter, Kandung Kemih, Uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau rongga perinefrik)
harus memenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria terkait organ diatas sebagai berikut :
a.Kriteria 1 ISK Lain :
Ditemukan kultur kuman yang positif dari cairan (selain urin)atau jaringan terinfeksi.
b.Kriteria 2 ISK lain :
Ditemukan kultur kuman yang positif dari cairan ( selain urine ) atau jaringan terinfeksi yang
ditemukan baik pada pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau dengan pemeriksaan
histopatologis.
c. Kriteria 3 ISK lain :
Ditemukan paling sedikit dua dari tanda atau gejala sebagai berikut :
- Demam ( > 38ºc )
- Nyeri lokal
- Nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi,dan sekurang-kurang terdapat paling sedikit
satu hal berikut :

62
- Drainase pus dari tempat yang di curigai terinfeksi
- Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai dengan kuman dari tempat yang diduga infeksi.
- Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan radiologi ( USG, CT Scan,MRI, Radiolabel
Scan ).
- Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani
- Dokter yang menangani memberikan pengobatan anti mikroba yang sesuai jenis infeksinya.
4). Kriteria 4 ISK lain pasien berumur ≤ 1 tahun :
Pada pasien di dapatkan paling sedikit satu tanda atau gejala berikut tanpa penyebab lain :
 Demam > 38ºC rektal
 Hipotermi < 37ºC rektal
 Apnea
 Bradikardia
 Letargia
 Muntah-muntah, dan
sekurang-kurang terdapat sedikit satu hal berikut :
 Drainase pus dari tempat yang di curigai terinfeksi.
 Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai dengan kuman dari tempat yang di duga
infeksi
 Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan radiologi ( USG, CT SCAN,
MRI,Radiolebel Scan ).
 Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani
 Dokter yang menangani memberikan pengobatan anti mikroba yang sesuai
e. Faktor resiko ISK
Faktor resiko untuk terjadinya ISK adalah penderita yang terpasang catheter, sedang faktor-faktor
lain berkaitan dengan :
 Kondisi pasien ( faktor intrisik ): komorbiditas penderita ( misalnya DM ) kondisi penurunan
daya tahan tubuh ( misalnya malnutrisi ) kondisi organik ( misalnya : obstruksi, disfungsi
kandung kemih,refluks ).
 Prosedur pemasangan : tehnik pemasangan , ukuran cateter
 Perawatan : Perawatan meatus uretra,jalur cateter, pengosongan kantong urine, manipulasi (
pengambilan sampel urine).
f. Data Surveilans ISK
Populasi utama surveilans ISK adalah penderita yang terpasang kateter menetap. Data-data lain
adalah data-data yang berhubungan dengan faktor risiko, data-data diagnostik dan lama pemasangan
kateter, yang nanti akan dijadikan denominator dalam perhitungan laju infeksi.

63
Umum
 Demam  DemamUsia <1 Tahun

(gejala dan Tanda) ISK


 Urgensi  Hipotermi
 Frekuensi  Apneu
SIMTOM
 Disuria  Bradikardi
 Nyeri Supra  Letargia
Publik  Muntah-muntah

Mayor Minor

Kultur urin pancar  Dipstick lekosit esterase atau


tengah : nitrit positif
 Koloni  Piuri : Lekosit ≥10/mm3atau
≥105/ml,dan ≥3/LPB unspun-urine
KONFIRMASI

 Jenis kuman  Mikroskopis :kuman dg cat


uropatogen Gram unspun-urine
ISK

≤2spesies  ≥2x ulangan kultur urin


kateter/pungsi supra pubik
jenis uropatogen sama
koloni≥102/ml
 Kultur urin koloni ≤105/ml,
uropatogen spesies tunggal.
Pasien dalam pengobatan
antimikroba efektif untuk
ISK
 Diagnosis dokter ISK
ISK SIMTOMATIK  Terapi dokter sesuai ISK

Simtom Simtom
Umum <1 tahun

ISKS Konfirmasi ISKS


Kriteria 1 1 Mayor 1 Kriteria 3

ISKS Konfirmasi ISKS


Kriteria 2 2 Minor Kriteria 1 2 Kriteria
Kriteria 2 4

ISKS ASIMTOMATIS
Umum Usia ≥1

SEBELUM KULTUR URIN YA TIDAK


TERPASANG KATETER 7
HARI

KONFIRMASI MAYOR 1x 2x

ISKAs ISKAs
64
Kultur positif Abses/ Tanda  Demam  Demam >38ºC
dari : infeksi : (>38ºC)  Hipotermi<37º
 Cairan non Pengamatan  Nyeri Lokal C
urin, atau langsung,  Nyeri tekan  Apneu
 Jaringan histopatologi Lokal  Bradikardia
 Letargia
 Muntah-
muntah

≥2 simtom ≥1 simtom

 Drainase pus
 Kuman kultur darah =kuman kultur
local
 Bukti infeksi Radiologis
 Diagnosis dokter
 Terapi antimikroba Dokter

Gambar 10 : Diagram Alur Infeksi Saluran Kemih

Keterangan :
 Tes konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
- Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang menghasilkan
jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat kontaminasi.
- Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan keakuratan yang
kurang sebagai tanda adanya ISK.
- Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur kuantitatif dengan jumlah koloni yang
meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk melihat adanya kemungkinan ISK
tanpa melakukan kultur, dan keyakinan klinisi berdasarkan profesionalitasnya.
 Urin akiran tengah (midstream) adalah specimen urin yang diambil dengan cara membuang
aliran pertama, dan aliran pancar tengah yang akhirnya dijadikan bahan pemeriksaan.
 Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan sengan tehnik yang benar, mislanya clean catch
collection untuk spesimen urin pancar tengah atau kateterisasi.
 Clean catch collection adalah tekhnik pengambilan urine pancar tengah yang terutama diambil
secara spontan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi sampel dari flora yang biasa
terdapat pada muara dan urethra sekitarnya.
 Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau aspirasi supra pubik.
 ISK lain : adalah ISK yang ,elibatkan jaringan lebih dalam dari sistem urinarius, misalnya ginjal,
ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau rongga perinefrik.
4. Infeksi Daerah Operasi (IDO)
a. Definisi
IDO dalam istilah CDC disebut sebagai Surgical Site Infection (SSI).
Ada beberapa stadium dalam operasi, sehingga penilaian ada tidaknya IDO juga dikelompokkan
berdasarkan seberapa jauh organ atau jaringan yang dioperasi, sehingga dikenal istilah :
1. IDO superfisial : bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)
2. IDO Profunda : bila insisi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia dan lapisan
otot)
3. IDO Organ/ Rongga tubuh : bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai rongga dalam
tubuh.
b. Kriteria IDO
b.1. Kriteria (Surgical Site Infection/SSI)
IDO Superfisial (superficial incisional/ Surgical Site infection):
Harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi
 Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)pada tempat insisi
65
 Pasien sekurang-kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan dibawah ini :
1.Drainase bahan purulen dari insisi superficial.
2.Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara
aseptic dari tempat insisi superficial.
3.sekurang-kurangnya terdapat :
- satu tanda atau gejala infeksi sebagai berikut : satu tanda atau gejala infeksi
sebagai berikut : rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan, atau
hangat pada perabaan.
- Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr.bedah dan hasil biakan positif atau
tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak memenuhi kriteria ini.
4. Diagnosis IDO superfisial oleh dokter bedah atau dokter yang menangani pasien
tersebut.
Terdapat 2 tipe spesifik IDO superficial, yaitu :
1. Superficial incisional primary (SIP) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani tindakan operasi
melalui satu atau lebih insisi (contoh insisi pada operasi Cesar atau insisi pada dada dalam
operasi bypass arteri coroner).
2. Superficial incisional secondary (SIS) :
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan melalui lebih
dari satu insisi (contoh insisi pada donor (biasanya pada kaki) untuk CBGB).
CBGB : Coronary bypass with chest and donor incisions.
Petunjuk pencatatan/ pelaporan IDO Superfisial :
- Jangan melaporkan ”stitch abscess”(inflamasi minimal dan adanya keluar cairan (discharge)pada
tempat penetrasi/ tusukan jarum atau tempat jahitan) sebagai suatu infeksi
- Jangan melaporkan infeksi luka yang terlokalisir (”localized stab wound infection”) sebagai IDO,
sebaiknya dilaporkan sebagai infeksi kulit (SKIN) atau infeksi jaringan lunak (ST), tergantung
dari kedalamannya infeksi.
- Laporkan infeksi pada tindakan sirkumsisi pada bayi baru lahir sebagai CIRC. Sirkumsisi tidak
termasuk kedalam prosedur operasi pada NHSN
- Laporkan infeksi pada luka bakar sebagai BURN
- Bila infeksi pada tempat insisi mengenai atau melanjutsampai ke fascia dan jaringan otot,
laporkan sebagai IDO profunda(”deep incisional SSI”)
- Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai IDO superficial dan IDO profunda klasifikasikan
sebagai IDO profunda.
b.2. Kriteria IDO ( Deep incisional Surgical Site Infection ) :
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa pemasangan
implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan implant dan infeksi diduga
ada kaitannya dengan prosedur operasi dan
- Mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia dan lapisan otot) pada tempat insisi dan
- pasien sekurang-kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan dibawah ini :
 Drainase purulen dari jaringan lunak dalam tetapi bukan dari organ atau rongga dalam pada
tempat operasi.
 Tempat insisi dalam mengalami”dehiscement” secara spontan atau terpaksa dibuka oleh dokter
bedah dan hasil biakan positif atau tidak dilakukan biakan kuman apabila pasien mempunyai
sekurang-kurangnya satu tanda atau gejala sebagai berikut : febris (>38C), atau nyeri yang
terlokalisir. Hasil biakan yang negatif tidak termasuk dalam kriteria ini.
 Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai insisi dalam yang ditemukan
berdasarkan pemeriksaan langsung, selama re-operasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan
histopatologi(PA) atau radiologi.
 Diagnosis IDO profunda oleh dokter bedah atau dokter yang menangani pasien tersebut.
Catatan :
Yang dimaksud dengan implant adalah setiap benda, bahan atau jaringan yang berasal bukan dari
manusia (seperti katup jantung prostesa,cangkok pembuluh darah yang bukan berasal dari manusia,
jantung buatan(mekanik) atau prostesa tulang panggul) yang ditempatkan pada tubuh pasien secara
permanen dalam suatu tindakan operasi dan tidak dimanupulasi secara rutin baik untuk kepentingan
diagnostik maupun untuk keperluan terapi.
Terdapat 2 tipe spesifik IDO profunda, yaitu :
1. Deep incisional primary (DIP) :

66
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani tindakan operasi
melalui satu atau lebih insisi ( contoh insisi pada operasi Cesar atau insisi pada dada dalam
operasi bypass arteri coroner)

2. Deep incisional secondary (DIS) :


Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan melalui lebih
dari satu insisi (contoh insisi pada donor (biasanya pada kaki) untuk CBGB).
Petunjuk pencatatan / pelaporan IDO Profunda :
Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai ILO superficial dan ILO profunda klasifikasikan sebagai
IDO profunda.
b.3. Kriteria IDO Organ / rongga tubuh (Organ /Space SSI)
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa pemasangan implant
atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan implant dan infeksi diduga ada kaitannya
dengan prosedur operasi dan.
- infeksi mengenai semua bagian dari tubuh, kecuali insisi kulit, fascia dan lapisan otot yang sengaja
dibuka atau dimanupulasi selama prosedur/ tindakan dan
- pasien sekurang-kurangnya mempunyai / memenuhi salah satu keadaan dibawah ini :
 Drainase purulen dari suatu drain yang dipasang melalui ”stab wound” kedalam organ/ rongga
tubuh.
 Dapat diisolasikan kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara
aseptic dari organ/ rongga tubuh.
 Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai organ/ rongga tubuh yang
ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama reoperasi, atau berdasarkan hasil
pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi.
 Diagnosis IDO organ/ rongga tubuh oleh dokter bedah atau dokter yang menangani pasien
tersebut.
Petunjuk pencatatan/ pelaporan IDO Organ/ Rongga Tubuh :
 Organ atau rongga tubuh meliputi semua bagian/ organ tubuh manusia kecuali kulit, fascia
atau lapisan otot, yang sengaja dibuka atau dimanupulasi selama tindakan operasi. Tempat
atau nama organ tubuh yang spesifikasi harus dicantumkan pada IDO organ/ rongga tubuh
untuk mengidentifikasikan tempat terjadinya infeksi.
 Secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus dicantumkan dalam pelaporan IDO organ/
rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk tempat tersebut ) sebagai contoh, pada tindakan
apendektomi yang kemudian terjadi abses sub-diafragma, akan dilaporkan sebagai IDO organ/
rongga tubuh dengan tempat spesifiknya pada”intra-abdominal”(IDO-IAB)
 Daftar nama organ spesifik yang digunakan dalam pencatatan/ pelaporan untuk IDO organ/
rongga tubuh : secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus dicantumkan dalam pelaporan
IDO Organ/ Rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk tempat tersebut ):
- BONE - LUN - BRST - MED -CARD - MEN
- DISC - ORAL - EAR - OREP - MET - OUTI
- ENDO - SA - EYE - SINU - GIT - UR
- IAB - VASC - IC - VCUF - JNT
 Biasanya Infeksi organ/ rongga tubuh keluar (drains) melalui tempat insisi. Infeksi tersebut
umumnya tidak memerlukan re-operasi dan dianggap sebagai komplikasi dari insisi, sehingga
keadaan tersebut harus dikualifikasikan sebagai suatu IDO profunda.
c. Faktor resiko IDO
Faktor risiko terjadinya IDO dapat berasal dari :
 Kondisi pasien sendiri, misalnya : usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score, karier MRSA,
lama rawat pra-operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.
 Prosedur operasi : cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan antibiotik profilaksis,
lamanya operasi, tindakan lebih dari 1 jenis benda asing, transfusi darah, mandi sebelum
operasi, operasi emergensi, drain.
 Jenis operasi : operasi bersih, operasi bersih terkontaminasi, operasi kotor
 Perawatan paska infeksi : tempat perawatan, tindakan-tindakan keperawatan ( pergantian
verban ) lama perawatan.

67
30 hari post operasi - 30 hari post operasi, atau
- 1 tahun bila ada pemasangan implant
kejadian
Waktu

≥ 1 simtom
a. Drainase purulen
b. Kultur cairan/ jaringan +
c. Abscess atau bukti infeksi lain : pengamatan
langsung, laboratorium, histopatologi dsb
(Tanda-Gejala)

d. Diagnosis dokter
Simtom

e. Insisi membuka spontan e. insisi” dehisces


atau sengaja dibuka dr. spontan atau sengaja
bedah, kultur+ atau tidak dibuka oleh dr. bedah
dilakukan kultur dan ≥1 hasil biakan positif
tanda radang atau tidak dilakukan
biakan dan nyeri local
atau demam

Kulit Jaringan lunak Operasi membuka


Yang Terlibat

Jaringan subkutan profunda : kulit, otot dan fascia


Jaringan

Fascia Otot sampai mencapai


rongga/ organ tubuh

ILO SUPERFISIAL ILO PROFUNDA ILO ORGAN/


Jenis ILO

RONGGA

Gambar 12 : Diagram Alur Infeksi Daerah Operasi

Keterangan :
 Bukti lain terjadinya IDO dapat berupa temuan langsung, selama re-operasi, atau berdasarkan
hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi
5. Infeksi Penyakit Lainnya
5.1. Phlebitis
a. Definisi
phlebitis dalam klasifikasi HAIs oleh CDC, dikelompokkan dalam CVS-VASC ( Arterial or
venous infection)
b. Kriteria Phlebitis
Infeksi arteri atau vena harus memenuhi minimal 1 dari kriteria berikut :
1). Hasil Kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi
2). Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau berdasarkan bukti
histopatologik.

68
3). Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut, tanpa diketemukan penyebab
lainnya :
 Demam (>38ºC), sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terlibat, dan
 Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskuler tumbuh>15 koloni mikroba, dan
 Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif
4). Adanya aliran nanah pada vaskuler yang terlibat.
5). Untuk Pasien ≤1tahun, minimal, mempunyai 1 gejala dan tanda berikut, tanpa diketemukan
penyebab lainnya :
 Demam (>38ºC rektal), hipotermi(<37ºCrektal), apneu, bradikardi, letergi atau sakit,
eritema, atau panas pada vaskuler yang terliba, dan
 Kultur semikulantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni mikroba, dan
 Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
c. Petunjuk Pelaporan
 Infeksi dari tranplantasi arteri-vena, shunt, atau fistula atau lokasi kanulasi vaskuler sebagai
CVS-VASC tanpa adanya hasil kultur dari darah
 Infeksi intravaskuler dengan hasil kultur darah positif, dilaporkan sebagai IADP.
5.2. Infeksi Dekubitus
a. Kriteria Infeksi dekubitus :
Infeksi dekubitus harus mempunyai 2 gejala dan tanda berikut, yang tidak diketahui penyebab lainnya
: kemerahan, sakit, atau pembengkakan di tepih luka dekubitus, dan
 Minimal ditemukan 1 dari bukti berikut :
o Hasil kultur positif dari cairan atau jaringan yang diambil secara benar
o Hasil kultur darah positif.

Keterangan :
- adanya cairan purulen semata, belum cukup sebagai bukti infeksi
- kultur positif dari permukaan dekubitus belum cukup sebagai bukti infeksi. Spesimen kultur
yang berupa cairan harus diambil dari bagian dalam luka dekubitus dengan menggunakan
jarum aspirasi. Spesimen jaringan diambil dengan cara biospy tepian ulkus.
E. MANAJEMEN SURVEILANS
1. Identifikasi Kasus
Surveilans yang dilakukan di Rumah Sakit Bunda adalah surveilans aktif yaitu kegiatan yang
secara khusus dilakukan untuk mencari kasus IRS oleh orang-orang yang telah terlatih dan
hampir selalu Komite/Tim PPI tersebut mencari data dari berbagai sumber untuk mengumpulkan
informasi dan memutuskan apakah terjadi IRS atau tidak. Juga kasus IRS didapatkan berdasarkan
klinis pasien atau temuan laboratorium dengan menelaah faktor resiko, memantau prosedur
perawatan pasien yang terkait dengan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
Dalam hal ini diperlukan pengamatan langsung diruang perawtan dan diskusi dengan dokter atau
perawat yang merawat.

Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata-mata didasarkan atas hasil
pemeriksaan laboratorium atas sediaan klinik. Oleh karena itu infeksi yang tidak dikultur yaitu
yang didiagnosis secara klinik (berdasarkan gejala dan tanda klinik) saja, seperti spesis dapat
terlewatkan, sementara hasil biakan positif tanpa konfirmasi klinik dapat secara salah
diinterprestasikan sebagai IRS (misalnya hasil positif hanya merupakan kolonisasi dan bukan
infeksi).

Surveilans prospektif juga dilakukan pada pasien operasi yaitu dengan pemantauan setiap pasien
selama dirawat di rumah sakit dan untuk pasien operasi sampai setelah pasien pulang (satu bulan
untuk operasi implant dan satu tahun jika ada pemasangan implant). Saat kontrol ke poliklinik.

Keuntungan yang paling utama pada surveilans prospektif adalah :


a. Dapat langsung menentukan kluster dari infeksi
b. Adanya kunjungan Komite/Tim PPI di Ruang Perawatan
c. Memungkinkan analisis data berdasarkan waktu dan dapat memberikan umpan balik.
Kelemahannya adalah memerlukan sumber daya yang lebih besar dibandingkan surveilans
retrospektif.
69
2. Pengumpulan dan Pencatatan Data
Pengumpulan dan pencatatan data dilakukan oleh tim PPI Rumah Sakit Bunda dan
Pelaksanaannya dilakukan oleh IPCN yang dibantu IPCLN. Surveilans IRS difokuskan pada IRS
IADP, ILO,VAP dan ISK diruang pelayanan yaitu diperioritaskan di Ruang ICU, Perawatan
Bedah, Perawatan Kebidanan dan Kandungan. Pelaksanaanya Komite/ TimPPI harus memiliki
akses yang luas atas sumber data serta perlu mendapatkan kerjasama dari semua bagian/ unit di
Rumah Sakit, agar dapat melaksanakan surveilans dengan baik atau melaksanakan penyelidikan
suatu KLB.
Sumber dari dokter, perawat, pasien mauoun keluarga pasien, dari farmasi, catatan medik,
catatan perawat, untuk mengingatkan Komite/ Tim PPI kepada suatu infeksi baru dan juga
mencari rujukan mengenai cara pencegahan dan pengendaliannya.

a. Pengumpulan Data Numerator


1). Pengumpulan Data
Pengumpulan numerator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya IPCLN yang sudah
dilatih atau dengan melihat program otomatis dari database elektronik, tetapi tetap IPCN atau
seorang IPCO ( Infection Prevention Control Officer) atau IPCD ( Infection Prevention
Control Doctor ) yang membuat keputusan final tentang adanya IRS berdasarkan kriteria
yang dipakai untuk menentukan adanya IRS.
2). Jenis Data Numerator yang Dikumpulkan
 Data demografik : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor catatan medik, tanggal masuk
RS
 Infeksi : tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi ruang perawatan saat infeksi muncl pertama
kali.
 Faktor Resiko : alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan dengan IRS
 Data Laboratorium : Jenis mikroba, antibiogram serologi, patologi
 Data Radiology/ imaging : X-ray, CT scan, MRI, dsb.

3). Sumber data Numerator


a) Catatan masuk/ keluar/ pindah rawat, catatan laboratorium mikrobiologi
b). Mendatangi bangsal pasien untuk mengamati dan berdiskusi dengan perawat.
c). Data-data pasien (catatan kertas atau komputer) untuk kinfirmasi kasus:
 Hasil Laboratorium dan radiologi/ imaging
 Catatan perawat dan dokter dan konsulan
 Diagnosis saat masuk RS
 Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
 Catatan diagnostik dan intervensi bedah
 Catatn suhu
 Informasi pemberian antibiotik
d). Untuk kasus SSI post-discharge, sumber data termasuk catatan dari klinik bedah, catatan
dokter, departemen emergensi.

4). Bagaimana IPCO mengumpulkan data numerator


a). Amati catatan masuk/ keluar/ pindah rawat pasien-pasien yang masuk dengan infeksi,
tempatkan mereka pada kelompok risiko mendapatkan IRS.
b). Review laporan laboratorium untuk melihat pasien yang kemungkinan terinfeksi (
misalnya kultur positif mikrobiologi, temuan patologi dan bicarakan dengan personil
laboratorium untuk mengidentifikasi pasien yang kemungkinan terinfeksi dan untuk
mengidentifikasi kluster infeksi, khususnya pada area yang tidak dijadikan target rutin
surveilans IRS.

c). Selama melakukan surveilans keruangan, amati lembur pengumpulan data, catatan
suhu, lembar pemberian antibiotik, dan catatan medis pasien; bicara dengan perawat dan
dokter untuk mencoba mengidentifikasi pasien-pasien yang kemungkinan terinfeksi.

d). Lakukan review data pasien yang dicurigai terkena IRS : review perjalanan penyakit
yang dibuat oleh dokter dan perawat, data laboratorium, laporan radiologi/ imaging, laporan
operasi, dsb. Bila data elektronik ada, review dapat dilakukan melalui komputer, tetapi
keliling ruangan tetap penting untuk surveilans, pencegahan, dan kontrol aktivitas.
70
e). Review juga dilakukan dari sumber kumpulan data lengkap IRS.

b. Pengumpulan Data Denominator


1) Pengumpulan data denominator
Pengumpulan denominator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya IPCLN yang
sudah dilatih. Data juga dapat diperoleh, asalkan data ini secara substansial tidak berbeda
denngan data yang dikumpulkan secara manual.
2) Jenis data denominator yang dikumpulkan
a. jumlah populasi pasien yang berisiko terkena IRS
b. untuk data laju densitas insiden IRS yang berhubungan dengan alat : catatan harian
jumlah total pasien dan jumlah total hari pemasangan alat ( ventilator, central Line,
and kateter urin ) pada area yang dilakukan surveilans. Jumlahkan hitungan harian
ini pada akhir periode surveilans untuk digunakan sebagai denominator.
c. Untuk laju SSI atau untuk mengetahui indek risiko : catat informasi untuk prosedur
operasi yang dipilih untuk surveilans (misal : jenis prosedur, tanggal, faktor risiko
dsb)

3). Sumber data denominator


a. untuk laju densitas insiden yang berhubungan dengan alat : datangi area perawatan pasien
untuk mendapatkan hitungan harian dari jumlah pasien yang datang danb jumlah pasien
yang terpasang alat yang umumnya berhubungan dengan kejadian IRS ( misal : sentral
line , ventilator, atau kateter menetap).
b. untuk laju SSI : dapatkan data rinci saat operasi dari log kamar operasi untuk msaing-
masing prosedur operasi.
4). Bagaimana ICP mengimpulkan data denominator
a. Untuk laju densitas yang berhubungan dengan alat : catatan harian jumlah pasien yang
datang dan jumlah pasien yang terpasang masing-masing alat.
b. Untuk laju SSI : dapatkan data rinci dari log kamar operasi dan data-data pasien yang
diperlukan.
c. Perhitungan
1) Numerator
Angka kejadian infeksi dan perlu data untuk dicatat
Terdapat tiga kategori yang perlu dicatat atas seorang pasien dengan IRS, yaitu : data
demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.
 Denominator
Data yang perlu dicatat
Denominator dari infection rates adalah tabulasi dari data pada kelompok pasien yang
memiliki risiko untuk mendapat infeksi :
 Jumlah pasien dan jumlah hari rawat pasien,
 Jumlah hari pemakaian ventilator,
 Jumlah total hari pemakaian kateter vena sentral dan
 Jumlah hari pemakaian kateter urin menetap
3) Pencatatan Data
Metode yang dipakai dalam surveilans IRS ini adalah metode target surveilans aktif
dengan melakukan kunjungan lapangan (bangsal). Dilakukan identifikasi keadaan
klinik pasein ada tindakannya tanda-tanda infeksi dan factor-factor risiko terjadinya
infeksi bila ditemukan tanda-tanda infeksi dan faktor-faktor risiko dilakukan
pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang. Kalau kegiatan penemuan
kasus dengan mengakses data dari meja kerjanya.
Biasanya, penemuan kasus dimulai dengan menelusuri daftar pasien baru masuk dengan
infeksi maupun tidak infeksi(baik infeksi komunitas maupun IRS pada perawatan
sebelumnya) dan pasien-pasien yang mempunyai risiko untuk mendapatkan IRS seperti
pasien diabetes atau pasien dengan penyakit imunosupresi kuat. Selanjutnya,
mengunjungi laboratorium untuk melihat laporan biakan mikrobiologi. Hal ini dapat
membantu Komite / Tim PPI menentukan pasien mana yang perlu ditelaah lebih lanjut.
Dibangsal melakukan observasi klinis pasien laporan keperawatan, grafik suhu, lembar
pemberian antiboitik. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dapat melakukan
wawancara dengan dokter, perawta dan pasien maupun keluarganya. Kunjungan rutin
71
ke bangsal dan laboratorium ini memberi kesempatan kepada Komite/ Tim PPI untuk
mengadakan kontak langsung dengan petugas perawatan atau Laboratorium, untuk
mendapat gambaran adanya IRS serta gambaran penerapan keadaan umum pada saat itu
serta memberikan bimbingan langsung pendidikan (on-the-sport) tentang pencegahan
dan pengendalian infeksi pada umumnya atau Kewaspadaan Standar pada khususnya.
4). Sumber data dan tekhnik pengumpulan Data
Sumber Data :
a. Catatan Medis/ catatan perawat
b. Catatan Hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium dan Radiologi)
c. Pasien/ Keluarga Pasien
d. Farmasi
e. Rekam Medik
Tekhnik pengumpulan Data :
a. Pengumpulan data denominator dan numerator dilakukan oleh IPCN yang dibantu
ileh IPCLN.
b. Data denominator dikumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien, jumlah pemakaian
alat-alat kesehatan (kateter urine menetap, ventilasi mekanik, kateter vena central,
kateter vena perifer) dan jumlah kasus operasi.
c. Data numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi seperti infeksi saluran
kemih (ISK), infeksi aliran darah primer (IADP), pneumonia baik yang terpasang
dengan ventilator maupun tidak terpasang dengan ventilator, Infeksi Daerah operasi
(IDO).

Jumlah Kasus ISK


Insiden rate ISK = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter urine menetap

Jumlah Kasus IADP


Insiden rate IADP = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter vena sentral

Jumlah Kasus pneumonia


Insiden rate HAP = ________________________________________________X1000
Jumlah lama hari rawat

Jumlah Kasus VAP


Insiden rate VAP = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian ETT

72
Jumlah Kasus IDO
Insiden rate ILO = ________________________________________________X100
Jumlah kasus Operasi

Jumlah Kasus Plebitis


Insiden rate Plebitis = ________________________________________________X1000
Jumlah Lama hari pemakaian kateter perifer
3. Analisis Data
Menentukan dan menghitung laju.
Laju adalah suatu probabilitas suatu kejadian.
Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut :
Jumlah Kasus Dekubitus
Insiden rate Dekubitus
X = numerator, = ________________________________________________X1000
adalah jumlah kali kejadian selama kurun waktu tertentu
Y = denominator, adalah jumlahJumlah Lama
populasi tirah baring
darimana kelompok yang mengalami kejadian
tersebut berasal selama kurun waktu yang sama.

K = angka bulat yang dapat membantu angka laju dapat mudah dibaca (100,1000 atau 10.000).

Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga laju tersebut
mempunyai arti.

Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans IRS atau surveilans lainnya, yaitu
incidence, prevalence dan incidence density.
1. Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu kelompok populasi
tertentu dalam kurun waktu tertentu pula.
Didalam surveilans IRS maka incidence adalah jumlah kasus IRS baru dalam kurun waktu
tertentu dibagi oleh jumlah pasien dengan resiko untuk mendapatkan IRS yang sama dalam
kurun waktu yang sama pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok populasi dalam satu
kurun waktu tertentu (period prevalence) atau dalam satu waktu tertentu ( point
prevalence).
Point prevalence nosokomial rates adalah jumlah kasus IRS yang dapat dibagi dengan
jumlah pasien dalam survei.

Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah sebagai berikut:
I = Incidence rates
P = Prevalence rates
LA = Nilai rata-rata dari lama rawat semua pasien
LN = Nilai rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami satu atau lebih IRS
INTN = Interval rata-rata antara waktu masuk rumah sakit dan hari pertama terjadinya
IRS
Pada pasien-pasien yang mengalami satu atau lebih IRS tersebut.
Dalam penerapan dirumah sakit maka prevalence rates selalu memberikan over estimate
untuk resiko infeksi oleh karena lama rawat dari pasien yang tidak mendapat IRS biasanya
lebih pendek dari lama rawat pasien dengan IRS.
Hal ini dapat lebih mudah dilihat dengan menata ulang formula sebagai berikut :
Dimana prevalence sama dengan incidence dikali Lama Infeksi

3. Incidence Density

73
Adalah rata-rata instant dimana infeksi terjadi, relatif terhadap besaran populasi yang bebas
infeksi. Incidence density diukur dalam satuan jumlah kasus penyakit per satuan orang per
satuan waktu.
Contoh populer dari Incidence Density Rates (IDR) yang sering dipakai dirumah sakit adalah
jumlah IRS per 1000 pasien/ hari.
Incidence density sangat berguna terutama pada keadaan sebagai berikut :
a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari waktu panjang yang
dialami pasien terhadap faktor risiko (misalnya semakin lama pasien terpajan, semakin
besar risiko mendapat infeksi).
Contoh incidence density rate (IDR):
Jumlah kasus ISK/ jumlah hari pemasangan kateter.
Lebih baik daripada Incidence Rate (IR) dibawah ini
Jumlah ISK jumlah pasien yang terpasang kateter urin.
Oleh karena itu IDR dapat mengontrol lamanya pasien terpajan oleh faktor risikonya
(dalam hal ini pemasangan kateter urin) yang berhubungan secara linier dengan risiko
infeksi.
b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack Rate (AR) yaitu suatu bentuk khusus
dari incidence rate. Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dimana k= 100 dan digunakan
hanya pada KLB IRS yang mana pajanan terhadap suatu populasi tertentu terjadi dalam
waktu pendek.

Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita hampir separuh waktu
kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu (full time). Dalam hal ini bantuan komputer
akan sangat membantu, terutama akan meningkatkan efisien pada saat analisis. Besarnya data yang
harus dikumpulkan dan kompleksitas cara analisisnya merupakan alasan mutlak untuk menggunakan
fasilitas komputer, meski dirumah sakit kecil sekalipun. Lagi pula sistem surveilans tidak hanya
berhadapan dengan masalah pada waktu sekarang saja, tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di
masa depan.

Dalam penggunaan komputer tersebut ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
1. memilih sistem komputer yang akan dipakai, komputer mainframe atau komputer mikro.
Komputer mainframe bekerja jauh lebih cepat, memuat data jauh lebih besar. Dan memiliki
jaringan yang dapat diakses diseluruh area rumah sakit. Semua data pasien seperti sensus
pasien, hasil laboratorium dan sebagainya, dapat dikirim secara elektronik. Namun harus
diingat bahwa komputer mainframe adalah cukup mahal baik pembelian maupun
operasionalnya. Tidak setiap orang dapat menggunakannya dan memerlukan pelatihan yang
insentif. Software untuk program pencegahan dan pengendalian IRS bagi komputer mainframe
sampai saat ini masih terbatas. Mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah
dioperasikannya oleh setiap petugas.
2. Mencari software yang sudah tersedia dan memilih yang digunakan.
Pemilihan software harus dilakukan hati-hati dengan mempertimbangkan maksud dan tujuan
dari surveilans yang akan dilaksanakan diRumah Sakit.

4. Evaluasi, Rekomendasi dan Diseminasi


Hasil Surveilans dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi rumah sakit (PPIRS) dalam satu waktu tertentu.
Memperbandingkan Laju Infeksi Diantara Kelompok Pasien Denominator dari suatu laju Infeksi
Diantara Kelompok Pasien
Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi at.risk. Dalam membandingkan
laju antar kelompok pasien didalam suatu rumah sakit, maka laju tersebut harus disesuaikan terlebih
dahulu terhadap faktor risiko yang berpengaruh besar akan terjadinya infeksi. Kerentanan pasien
untuk terinfeksi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko tertentu, seperti karakteristik pasien dan
pajanan.

Faktor risiko ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kategori yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.
1. faktor intrinsik adalah faktor yang melekat pada pasien seperti penyakit yang mendasari dan
ketuaan. Mengidentifikasi faktor risiko ini perlu dilakukan dengan mengelompokkan pasien
dengan kondisi yang sama (distratifiksi).
74
2. Faktor ekstrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan petugas pelayanan atau perawatan
(perilaku petugas diseluruh rumah sakit ).
Meskkipun hampir semua faktor ekstrinsik memberikan risiko IRS, namun yang lebih banyak
peranannya adalah jenis intervensi medis yang berisiko tinggi, seperti tindakan invasif,
tindakan operatif atau pemasangan alat invasif. Banyak alasan yang dapat dikemukakan
mengapa pasien yang memiliki penyakit lebih berat yang meningkat kerentanannya. Alat
tersebut merupakan jembatan bagi masuknya kuman penyakit dari bagian tubuh yang satu
kedalam bagian tubuh yang lain dari pasien.
Risiko untuk mendapat infeksi luka operasi (ILO), berkaitan dengan beberapa faktor,.
Diantaranya, yang terpenting adalah bagaimana prosedur operasi dilaksanakan, tingkat
kontaminasi mikroorganisme ditempat operasi, lama operasi dan faktor intrinsik pasien. Oleh
karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dieliminasi maka angka ILO disesuaikan terhadap
faktor-faktor tersebut.

Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain, apabila akan diperbandingkan maka harus
diingat faktor-faktor mana yang harus disesuaikan agar perbandinganya menjadi bermakna.

Memperbandingkan Laju Infeksi dengan populasi pasien


Rumah Sakit dapat menggunakan data surveilans IRS untuk menelaah program pencegahan
dan pengendalian IRS dengan membandingkan angka laju IRS dari dua ICU atau dapat pula
menggunakan laju IRS dengan angka eksternal (benchmark rates) rumah sakit atau dengan
mengamati perubahan angka menurut waktu di rumah sakit itu sendiri.

Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuaian dan melalui uji kemaknaan namun
interprestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi
kekeliruan. Banyak yang mengaggap bahwa angka laju infeksi dirumah sakit itu mencerminkan
kebersihan dan kegagalan dari petugas pelayanan/ perawatan pasien atau fasilitas pelayanan
kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian IRS.

Meskipun ada benarnya, masih banyak faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan angka
tersebut.

Pertama, definisi yang dipakai atau teknik dalam surveilans tidak seragam abtara rumah sakit
atau tidak dipakai secra konsisten dari waktu kewaktu meskipun dari sarana yang sama. Hal ini
menimbilkan variasi dari sensitifitas dan spesifikasi penemuan kasusnya.

Kedua, tidak lengkapnya informasi klinik atau bukti-bukti laboratorium yang tertulis di catatan
medik pasien memberi dampak yang serius terhadap validitas dan utilitas dari angka laju IRS
yang dihasilkan.

Ketiga, angka tidak disesuaikan terhadap faktor resiko intrinsik. Faktor risiko ini sangat penting
artinya dalam mendapatkan suatu IRS, namun sering kali lolos dari pengamatan dan sangat
bervariasi dari Rumah Sakit yang satu ke Rumah Sakit yang lain. Sebagai contoh, di rumah
sakit yang memiliki pasien dengan immunocompromised diharapkan memiliki faktor risiko
intrinsik yang lebih besar daripada rumah sakit yang tidak memiliki karakteristik pasien seperti
itu.

Keempat, jumlah population at risk (misalnya jumlah pasien masuk/ pulang jumlah hari rawat,
atau jumlah operasi) mungkin tidak cukup besar untuk menghitung angka laju IRS yang
sesungguhnya di Rumah Sakit tersebut..

Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua faktor tersebut diatas, namun harus disadari
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap angka laju infeksi serta memoertimbangkan hal
tersebut pada saat membuat interprestasi.

Memeriksa Kelayakan dan Kelayakan Peralatan Pelayanan Medis

Utilisasi alat ( Device Utilization=DU ) didefinisikan sebagai berikut :

75
∑ hari pemakaian alat
DU=
∑ hari rawat pasien

Di ICU anak dan dewasa maka jumlah hari pemakaian alat terdiri dari jumlah total dari hari
npemakaian ventilator, jumlah hari pemasangan kateter urin. DU suatu ICU merupakan salah satu cara
mengukur tingkat penerapan tindakan invasif yang memberikan faktor resiko intrinsik bagi IRS. Maka
DU dapat dipakai sebagai tanda berat ringannya pasien yang dirawat diunit tersebut, yaitu pasien
rentan secara intrinsik terhadap infeksi. DU tidak berhubungan dengan laju infeksi (infection rate)
yang berkaitan dengan pemakaian alat, jumlah hari pemakaian.

Perhatian Komite/ Tim Ppi tidak hanya terpaku pada laju infeksi dirumah sakit. Sehubungan dengan
mutu pelayanan/ perawatan maka harus dipertanyakan tentang : ”apakah pajanan pasien terhadap
tindakan invasif yang meningkat risiko IRS telah diminimalkan ?” peningkatan angka DU di ICU
memerlukan penelitian lebih lanjut. Untuk pasien yang mengalami tindakan operatif tertentu, maka
distribusi pasien mengenai kategori risikonya sangat bermanfaat. Misalnya, untuk membantu
menentukan kelayakan intervensi yang diberikan. Meneliti kelayakan suatu intervensi juga membantu
menentukan apakah pajanan telah diminalkan.

Pelaporan
Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informatif. Data dapat disajikan dalam berbagai bentuk,
yang penting mudah dianalisa dan di interprestasi. Penyajian data harus jelas, sederhana, dapat
dijelaskan diri sendiri. Bisa dibuat dalam bentuk table, grafik, pie. Pelaporan dengan narasi singkat.

Tujuan untuk :
 Memperlihatkan pola IRS dan perubahan yang terjadi (trend)
 Memudahkan analisis dan interprestasi data

Laporan dibuat secara periodik, setiap bulan, triwulan, semester, tahunan.

Desiminasi
Surveilans didesininasikan kepada yang berkepentingan untuk melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi. Oleh sebab itu hasil surveilans angka infeksi harus disampaikan keseluruh
anggota komite, direktur rumah sakit, ruangan atau unit terkait secara berkesinambungan. Disamping
itu juga perlu didesiminasikan kepada kepala unit terkait dan penanggung jawab ruangan beserta
stafnya berikut rekomendasinya.

Oleh karena itu mengandung hal yang sangat sensitif, maka data yang dapat mengarah kepasien atau
perawatan harus benar-benar terjaga kerahasiaannya. Dibeberapa negara data seperti ini bersifat
rahasia. Data seperti ini tidak digunakan memberikan sanksi tetapi hanya digunakan untuk tujuan
perbaikan mutu pelayanan.

Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk menetapkan
strategi pengendalian IRS. Laporan didesiminasikan secara periodik bulanan, triwulan, tahunan.
Bentuk, penyampaian dapat secara lisan dalam pertemuan, tertulis, papan buletin.

Sudah selayaknya Komite/ Tim PPI menyajikan data surveilans dalam bentuk satandar yang menarik
yaitu berupa laporan narasi singkat ( rangkuman), tabel, grafik kepada Komite/ Tim PPI Analisis yang
mendalam dari numerator dapat dilaksanakan untuk memberikan gambaran epidemiologinya, termasuk
kuman patogen dan faktor risikonya.

76
Tabel 7. dibawah ini menggambarkan hubungan unsur-unsur metode surveilans terhadap Laju Infeksi
Rumah Sakit.
UNSUR POPULASI TEMPAT DATA LAJU/
SURVEILANS AT RISK INFEKSI DENOMINATO RATIO
R
Data Yang
diperlukan
Surveilans Semua pasien Semua temoat Jumlah : Laju setiap 100pasien
Komprehensif yang memenuhi infeksi dan 1.pasien masuk masuk atau keluar :
kriteria masuk tanggal infeksi atau keluar dari 1.secara keseluruhan
dalam surveilans dalam bulan yang setiap aplikasi 2. spesifikasi bagi
sama surveilans tempat tertentu
2. persalinan 3. spesifikasi tempat
normal pelayanan.
3. operator caesar Laju per 100
persalinan normal laju
per 100 operasi
caesar.
Rawat Intensif Semua pasien di Semua tempat 1.∑pasien 1.Angka infeksi ICU
ruang rawat infeksi dan 2. ∑hari rawat secara umum per 100
intensif yang tanggal infeksi 3.∑ hari insersi pasien atau 1000
terpilih ikut dalam bulan yang kateter urin pasien/ hari.
pasien sampai sama 4.∑insersi 2. Angka ISJ Rumah
48 jam setelah ventilator Sakit yang poer
pulang 5.∑pasien pada 1000hari insersi kateter.
tanggal 1 bulan 3.Angka spsis untuk
itu dan pada setiap 1000hari
tanggal 1 bulan pemasangan central line
berikutnya 4. Angka Pneumonia
6.∑hari rawat Rumah sakit insersi
semua pasien ventilator
yang ada pada 1000hariinsersi disetiap
tanggal 1 bulan ICU.
itu dan pada Ratio pemakaian alat :
tanggal 1 bulan 1.Umum
berikutnya. 2.Central Line
3.Ventilator kateter
urin.

Ruang Rawat Semua bayi Semua jenis IRS Data Jumlah bayi risiko per
bayi resiko dengan dengan ,masa dikumpulkan 100 pasien dan
tinggi perawatan inkubasinya untuk 4 macam per1000hari rawat.
tingkat III kategori berat
bayi (BB) lahir
Semua pasien Data dari 4 macam
diikuti selama kategori BB lahir :
48 jam setelah 1.rata-rata tiap
keluar. 100pasien berisiko atau
1000 hari rawat.
2.∑kasus bakterimia
nosokomial per 1000
hari insersi ventilator
Ratio pemakaian alat :
1.Secara Umum
2.untuk setiap kategori
berat lahir

77
3.Central (umbilical)
Line
4.Ventilator
Pasien Operasi Semua pasien Semua macam Data faktor risiko SSI rates by :
yang menjalani infeksi atau untuk setiap 1.indeks prosedur dan
tindakan operasi infeksi pada liuka pasien yang risiko
operasi dalam dipantau : 2.kelas luka
bulan yang sama 1.tanggal operasi Ratio infeksi untuk
2.jenis operasi setiap prosedur angka
3.nomor register rata-rata setiap prosedur
pasien. dan temapat infeksi.
4.umur
5.jenis kelamin
6.lama operasi
7.jenis luka
8.anestesi umum
9.ASA score
10. emergenc
y
11. trauma
12. prosedur
ganda
13. pemeriks
aan
endoskopik
14. tanggal
pulang
Data Tambahan
Surveilans Sama dengan Sama dengan 1.∑hari rawat
Angka rata-rata untuk
Komprehensif diatas diatas untuk setiap jenis
setiap 1000hari rawat
pelayanan medik1.umum
2.∑pasien masuk2.jenis pelayanan
dan pasien keluar
3.tempat infeksi
pada setiap ruang
4. tempat infeksi
rawat menurut tempat
3.∑hari rawatb
pelayanan
pada setiap ruang
Angka rata-rata
menurut ruang rawat
untuk setriap 100pasien
masuk atau keluar, atau
setiap 1000hari rawat.
Site spesific rate per
100pasien masuk atau
keluar, atau 1000 hari
rawat.DRG spesific
infection rate per
100pasien keluar dari
setiap kategori DRG.
Pasien Operasi Sama dengan Sama dengan Nama atau kode SSI rates menurut
diatas diatas dokter bedah operator, prosedur dan
indeks risiko. Operator
dan klasifikasi luka
ratio infeksi standar
menurut operator dan
prosedur rata-rata
menurut operator dan
tempat operasi

78
BAB V
LOGISTIK
Tata cara logistik PPIRS
1. Perencanaan barang.
a. Barang rutine :
- Kertas HVS,tinta printer,bolpoint,form survei harian,form survei
bulanan,form SPO surveilens,buku tulis.
- Bahan desinfeksi
b. Barang tidak rutine :
- Proposal pemeriksaan kultur dan swab
- Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan,etika batuk,pencegahan dan
pengendalian infeksi tanggung jawab bersama.
2. Permintaan barang.
a. Barang rutine disampaikan pada bagian logistik rutine rumah sakit.
b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada direktur untuk dimintakan
persetujuan.
3. Pendistribusian

79
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi :


 Pencegahan dan Pengendalian PPI
 Keamanan pasien, pengunjung dan petugas
B. Keselamatan dan Kesehatan kerja Pegawai dengan pemeriksaan kesehatan meliputi ;

 Pemeriksaan kesehatan prakerja dan Pemeriksaan kesehatan berkala


 Pemeriksaan kesehatan khusus diunit beresiko :csd,iko,icu,laboratorium,Radiologi,sanitasi
gizi,linen
 Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk jarum bekas).

 Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja

 Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya

 Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas

 Monitoring penggunaan bahan desinfeksi


C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya

 Monitoring kerjasama pengendalian hama.

 Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya.

 Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3


D. Kesehatan lingkungan kerja Melakukan monitoring kegiatan :

 Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit

 Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman

 Penyehatan air

 Pengelolaan limbah

 Pengelolaan tempat pencucian

 Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu

 Disinfeksi dan sterilisasi

 Kawasan Tanpa Rokok


E. Sanitasi rumah sakit Melakukan monitoring terhadap kegiatan ;

 Penatalaksanaan Ergonomi

 Pencahayaan

 Pengawaan dan pengaturan udara

 Suhu dan kelembaban

 Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman

 Penyehatan air

 Penyehatan tempat pencucian


F. Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan Melakukan pemantauan terhadap ;

80
 Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis

 Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan nonmedis


G. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas

 Limbah padat yang meliputi


i. Limbah medis/klinis
ii. Limbah domestik/sampah non medis
iii. Limbah infeksius

 Limbah cair

 Limbah gas
H. Pendidikan dan pelatihan PPI
a. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi :

- Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.

- Pelatihan penanggulangan bencana.

- Simulasi penanggulangan bencana

- Pelatihan penggunaan APD

- Pelatihan surveilens

- Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi

- Pelatihan pemadaman api dengan APAR.

- Pelatihan bagi regu pemadam

- Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran

- Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.

- Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.


b. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau Intansi lain bagi
personil K3.
c. Upaya promotif dan edukasi

 Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan.


 Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya
 Surveilens ; IADP, IDO, ISK, VAP, HAP, Kepatuhan kebersihan tangan.
 Upaya promotif PPI :
- Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau wastafel
- Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
- Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya
- Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek
- Pemasangan gambar etika batuk
 Peningkatan pelayanan sterilisasi .
- Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD
- Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi
 Pembuatan ruang kohort :
- Kohort kontak infeksi
- Kohort droplet infeksi
81
- Kohort air borne infeksi
- Kohort imunosupresif
 Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.

I. Pengumpulan, pengelolaan dokumentasi data dan pelaporan


Meliputi :
a. Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI
b. Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk.
c. Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI
d. Mendokumentasikan setiap kegiatan.
e. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI kepada Direksi baik diminta atau tidak.

82
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah :


1. Ketepatan identifikasi pasien
i. Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
i. Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :
ii. Komunikasi antar perawat
iii. Komunikasi perawat dengan dokter
iv. Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di RS Bunda
v. Menggunakan komunikasi SBAR :
vi. Saat pergantian shift jaga.
vii. Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
viii. Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
ix. Saat melaporkan hasil pemeriksaan,efek samping terapi/tindakan atau pemburukan kondisi
pasien melalui telepon kepada dokter yang merawat.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
ii. Melaksanakan SPO Independent Double chek,Obat kewaspadaan tinggi pada obat-obat
yang termasuk dalam daftar obat HAM.
iii. Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR.

3. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi


4. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
i. Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :
i. Infeksi Aliran Darah Primer/Phlebitis
ii. Infeksi saluran kencing
iii. Infeksi Daerah operasi superfisial
iv. VAP ( Ventilator aquired pneumonia)
v. HAP (Hospital aquired pneumonia)
vi. Kepatuhan kebersihan tangan.
ii. Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi.
iii. Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
iv. Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.
v. Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi .

5. Pengurangan risiko pasien jatuh.


i. Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut kepada pasien
yang dirawat .
ii. Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
iii. Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-masing unit
pelayanan.
iv. Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

83
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN


a. Penerapan system pencatatan dan pelaporan di RS Bunda mempunyai tujuan:

 Mendapatkan data untuk memetakan masalah – masalah yang berkaitan dengan


keselamatan pasien
 Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun langkah-langkah agar KTD yang serupa
tidak terulang kembali
 Sebagai dasar analisis untuk mendesain ulang suatu sistem asuhan pelayanan pasien
menjadi lebih aman
 Menurunkan jumlah insiden keselamatan pasien(KTDdanKNC)

 Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien

b. RS Bunda mewajibkan agarsetiap insiden keselamatan pasien dilaporkan kepada komite


keselamatan pasien rumah sakit
c. Laporan insiden keselamatan pasien di RS Bunda bersifat:

- Non punitive (tidak menghukum)

- Rahasia

- Independen

- Tepat waktu

- Berorientasi pada sistem

d. Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan lembar Laporan Insiden Keselamatan


Pasien yang berlaku di RS Bunda dan diserahkan kepada Komite Keselamatan Pasien RS
Bunda. Bagian/unit mencatat kejadian IKP di buku pencatatan IKP masing-masing.
e. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan kepada komite
keselamatan pasien dalamwaktu :
- 1 x 24 jamuntuk kejadian yang merupakan sentinelevents (berdampak kematian atau
kehilangan fungsi mayor secara permanen).Apabila pelaporan secara tertulis belum
siap,pelaporan KTD dapat disampaikan secara lisan terlebih dahulu.
- 2 x 24 jam untuk kejadian yang berdampak klinis/konsekuensi/keparahan tidak signifikan,
minor, dan moderat.
f. Tindaklanjutdaripelaporan:
- Tingkat risiko rendah dan moderat:investigasi sederhana olehbagian/unit yang terkait
insiden(5W:what,who,where,when,why).
- Tingkat risiko tinggidan ekstrim: Root Cause Analysis (RCA) yang dikoordinasi oleh
komite keselamatan pasien.
a. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko merah (ekstrim) maka
komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut kepada direksi RS Bunda.
b. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko kuning(tinggi) maka
komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut kepada Direksi RS Bunda.
c. Komite keselamatan pasien RS Bunda melakukan rekapitulasi laporan insiden keselamatan
pasien dan analisisnya setiap tiga bulan kepada direksi RS Bunda

B. PENERAPAN INDIKATOR KESELAMATAN PASIEN.


a. Komite Keselamatan Pasien RS Bunda menetapkan indicator keselamatan berdasarkan atas
pertimbangan high risk, high impact, high volume,prone problem.
b.Komite Keselamatan Pasien Rs Bunda menjelaskan definisi operasional,frekuensi
84
pengumpulan data,periode analisis, cara perhitungan,sumberdata,target dan
penanggungjawab.
c. Komite Keselamatan Pasien Rs bunda bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan
kesinambungan penerapan indicator keselamatan pasien
d.Komite Keselamatan Pasien RS Bunda bertanggungjawab dalam proses pengumpulan data,
analisis dan memberikan masukan kepada Direksi berdasarkan pengkajian tersebut.
e. Indikator dikumpulkan dan dianalisis setiap bulan. Setiap tiga bulan indicator dianalisis dan
difeed back kan kepada unit terkait.
f. Jumlah indicator keselamatan pasien perlu ditinjau ulang setiap 3 tahun sekali

C. ANALISIS AKARMASALAH

a. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, RS Bunda menerapkan metode
rootcauseanalysis (RCA) atau analisa akar masalah, yaitu suatu kegiatan investigasi terstruktur
yang bertujuan untuk melakukan identifikasi penyebab masalah dasar dan untuk menentukan
tindakan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.
b. RCA dilakukan pada insiden medis kejadian nyaris cedera dan KTD yang sering terjadi di RS
Bunda.
c. RCA dilakukan pada setiap kejadian sentinel events.

d.Insiden keselamatan pasien yang dikatagorikan sebagai level tinggi dan ekstrim diselesaikan
dalam kurun waktu paling lama 45 hari dan dibutuhkan tindakan segera yang melibatkan
Direksi.
e. Agar penemuan akar masalah dan pemecahan masalah mengarah pada sesuatu yang benar,
maka perlu dibentuk tim RCA yang berunsurkan: dokter yang mempunyai kemampuan dalam
melakukan RCA,unsur keperawatan, dan SDM lain yang terkait dengan jenis insiden
keselamatan pasien yang terjadi.
f. Dalam melakukan RCA langkah-langkah yang diambil adalah membentuk tim RCA, observasi
lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi pustaka, melakukan asesmen dan diskusi untuk
menentukan faktor kontribusi dan akar masalah.
g. Hasil temuan dari RCA ditindaklanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar kejadian yang sama
tidak terulang kembali

STANDAR DAN INDIKATOR MUTU KINERJA KLINIK


1. Standar Mutu Klinik: RS Bunda harus mampu memberikan pelayanan yang terbukti aman
bagi semua orang yang berada didalamnya baik pasien maupun karyawan dari segala
bentuk kejadian yang dapat timbul karena proses pelayanan.
2. Indikator Mutu Klinik:
1). Indikator Non Bedah
a). Angka dekubitus
b). Angka kejadian infeksi jarum infus
c). Angka kejadian infeksi karena transfusi darah.
d). Target surveilens angka kejadian infeksi <1,5%
e). Tersedianya Bahan- bahan desinfeksi yang sesuai rekomendasi dan aman bagi
lingkungan.
f). Dilakukannya kegiatan pemantauan
g). Hasil swab : tangan,dinding dan lantai,AC yang memenuhi standart (SPM)
h). Hasil kultur : Pus,darah dan ujung kateter
85
2) Unit CSSD :
a). - indikator bouwie dict tes,kimia dan mikrobiologi dilaksanakan dan hasilnya baik
b). - maintence autoclave .
c). Kalibrasi Autoclave external baik
d). Indikator mekanik,kimia,biologi
3) Upaya kesehatan :
a). Kebersihan tangan menjadi isu dan tindakan yang menjadi kebutuhan petugas.
b). Terlaksananya pemasangan leaflet kebersihan tangan disetiap ruangan ,wastafel dan
ruangan publik.
c). Edukasi PPI pada calon karyawan .
d). Edukasi PPI pada karyawan .
e). Edukasi pada mahasiswa praktek
f). Hasil survei menjadi informasi disetiap unit pelayanan melalui sistem informasi
rumah sakit
g). Pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala
h). Terlaksananya ruangan kohort dimarkisa 1 atau durian .
i). Tersediannya APD yang diperlukan
j). Terlaksananya survei complience kebersihan tangan tangan pada perawat senior
k). Penyehatan lingkungan
l). Ruangan dan lingkungan yang bersih
m). Sampah dibuang sesuai jenisnya
n). Incenerator berfungsi dengan baik (semua sampah yang dibakar menjadi abu)
o). Terlaksananya formularium antibiotika.
3. Indikator mutu lingkungan
1). Hasil uji baku mutu air dan limbah yang dihasilkan sesuai dengan perundangan yang
berlaku (UU Lingkungan, PP, PMK, Perprop, Perda)
2). Ketersediaan instalasi pengolah limbah baik padat maupun cair.
3). Ketersediaan pengolahan limbah infeksius
4). Pelaksanaan UKL dan UPL dari Rencana Pengelolaan Lingkungan
Penurunan Angka Kuman di area pelayanan khusus
B. Formulasi dari indikator-indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut
a) Kelompok Pelayanan Non-Bedah
1) Angka infeksi karena Jarum Infus
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎𝐾𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛𝐼𝑛𝑓𝑒𝑘𝑠𝑖𝐾𝑢𝑙𝑖𝑡𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎𝐽𝑎𝑟𝑢𝑚𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠𝑝𝑒𝑟𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛
x 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎℎ𝑎𝑟𝑖𝑑𝑖𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛𝑦𝑎𝑛𝑔𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔𝑖𝑣𝑙𝑖𝑛𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑖𝑡𝑢
2) Angka infeksi luka operasi x 100 %
Total penderita yang dioperasi dalam satu bulan
3) Angka infeksi pneumonia krn terpasang ventilator x 100%
Total Pasien yang terpasang ventilator dalam satu bulan
4) Angka i saluran kemih x 100%

86
Total pasien terpasang DC pada bulan tersebut.
5) Angka pneumonia karena tirah baring (HAP) x 100 %
Total pasien tirah baring dalam satu bulan

87
BAB IX
PENUTUP

Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja. Namun juga
tanggung jawab semua pihak yang berada di RS Bunda.

Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian infeksi adalah
upaya-upaya edukasi PPI kepada staf ,pasien dan pengunjung Rumah sakit.,sehingga dapat merubah
perilaku yang sehat,penyiapan sarana dan prasarana PPI .upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
disadari atau tidak memerlukan dana yang besar sehingga memerlukan dukungan penuh dari
management rumah sakit.

Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RS Bunda ,lebih baik
mencegah dari pada mengobati.

88
XVI. Landasan Hukum
1. Undang Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009tentang Rumah sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor.129/MenKes/SK/2008 tentang standart minimal pelayana
Rumah Sakit.
3. Surat Edaran direktur jendral Bina Pelayanan Medik nomor HK.03.01/II/3744/ 08 tentang
Pembentukan komite dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi di rumah Sakit.
4. Undang undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
5. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1995 tentang tenaga kesehatan.
6. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standart
pelayanan Rumah sakit.
7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1575/Menkes/2005 tentang Organisasi dan tata kerja
Departemen Kesehatan.

89
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Depkes 2007

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya, Depkes ,2007

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Depkes 2009

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya, Depkes, 2009

Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana Pelayanan Kesehatan, Dirjen Bina Pelayanan Medic
Depkes, 2006

Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas
,YBP-SP, Jakarta 2004

90
Lampiran 1. Cra menghitung Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
Teknik Perhitungan :

Laju Infeksi : Numerator x 1000 = ........%


Denominator

Jumlah Kasus IADP x 1000 = ........ %


Jumlah hari pemakaian alat

Contoh kasus :
Data di Ruangan A Rumah Sakit x sebagai berikut :
 jumlah pasien pada bulan Februari 2009 = 196 orang
 jumlah hari rawat =960 hari
 jumlah pasien terpasang infus = 90orang dengan jumlah hari pemasangan infus = 212 hari
 ditemukan tanda-tanda IRS berdasarkan hasil kultur positif dengan tanda klinis yang jelas
sebanyak 9 orang

Laju IADP = 9/212 x 1000 = 42.5%

91
Lampiran 2 Cara menghitung VAP dan HAP
Teknik Perhitungan :
 catat data secara manual atau komputerisasi sebagai data base
 tentukan numerator dan denominator
 Angka infeksi VAP adalah jumlah VAP dibagi dengan jumlah hari pemakaian alat ventilasi
mekanik
 Angka infeksi VAP = Jumlah kasus VAP x 1000
Jumlah hari pakai alat

 Angka Infeksi HAP adalah jumlah pasien HAP dibagi dengan jumlah hari rawat pasien yang
masuk pada periode tersebut.
 Angka infeksi HAP =
∑pasien HAP per bulan x 1000

∑hari rawat pasien per bulan


 Angka Infeksi VAP=
∑pasien VAP per bulan _________ x 1000
∑hari pemasangan alat ventilasi per bulan

Contoh kasus HAP :


Data surveilans bulan Desember 2008 diruang penyakit dalam RS X : jumlah pasien yang masuk 77
orang, jumlah hari rawat 833 hari, jumlah pasien tirah baring sebanyak :
 16 orang stroke hemoragik
 9 orang stroke non hemoragik
 Jumlah hari rawat semua pasien stroke 375 hari
 Ditemukan HAP 2 orang : hasil kultur sputum MO Klebsiella pneumoniae berapa angka infeksi
HAP?
Angka infeksi HAP adalah : 2/375 x 1000 = 5,33%
Data surveilans bulan Januari 2009 diruang ICU :
 Jumlah pasien 5 orang
 Terpasang ventilasi mekanik 3 orang
 Jumlah hari pemasangan alat ventilator 30 hari
 Terinfeksi VAP sebanyak 1 orang ditandai : demam, adanya ronchi, sesak napas, sputum purulen,
X-ray toraks infiltrat(+)
Berapa angka VAP?Angka Infeksi VAP adalah : 1/30 x 1000 = 33,3%
Lampiran 4. Cara Menghitung Infeksi Saluran Kemih (ISK)

92
Populasi Beresiko ISK RS
Populasi yang beresiko terjadinya ISK RS yaitu semua pasien yang menggunakan alat kateter
urin menetap dalam waktu ≥2 x 24 jam.
Pengumpulan Data
 Dilakukan oleh orang-orang yang sudah mempunyai pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan dalam mengidentifikasi kasus dan mengumpulkan data.
 Identifikasi ISK :
o Laporan Unit
o Lakukan kunjungan keruangan : observasi atau wawancara
 Data ISK RS dan penggunaan alat kateter urin diambil secara serentak, prospektif atau
retrospektif.
 Data dikumpulkan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Contoh pengisian formulir harian :
Data pemakaian peralatan medis

Ruang/Unit : ICU ............/RS X...................Bulan : Juli ............... Tahun : 2009......


Pemakaian alat
Tgl No Nama ETT CVL IVL UC Kultur Antibiotika Ket
01-07-09 1 A 1 - Amx
2 B 1 Urine Cip E.Coli

3 C 1 - Zef
02-07-09 1 A 1 - Cip
2 D 1 Urine Amx Pseudomonas
(+)
3 F 1 - Amx

Dst.....
31-07-09 1 M 1 - Cip
2 N 1 - Cip Dx ISKoleh dr
3 O 1 - Gmc
4 R 1 - Mer

Contoh pengisisan formulir bulanan :


Formulir Bulanan
Data pemakaian alat& Infeksi
Ruang/ Unit : ..................../........................Bulan : ....................... Tahun ..........................
Tgl Jlh Ps ETT CVL IVL UC VAP Bakteremia Plebitis ISK
1 3 2 2 3 3 1
2 3 2 2 1 2 1
Dst. 2
31 4 1 1 1 1 1
Jumlah 196 212 5

- Numerator
Numerator adalah jumlah yang terinfeksi akibat penggunaan kateter urin menetap sesuai kriteria
dalam kurun waktu tertentu.

- Denominator
Denominator adalah jumlah hari pemasangan kateter urin dalam kurun waktu yang sama dengan
numerator.

93
Tekhnik penghitungan

Angka /Rate infeksi : Numerator x 1000 = ..........%


Denominator

Jumlah kasus ISK x 1000 = ......%


Jumlah hari pemasangan pemakaian alat

Angka (Rate) ISK RS= 5/ 212 x 1000 = 23.5% hari pemasangan kateter.

94
Lampiran 5. Cara menghitung infeksi Luka Operasi (ILO)
Kategori risiko :
1. Jenis Luka :
 Luka bersih dan bersih kontaminasi skor :0
 Luka bersih kontaminasi dan kotor skor :1
Keterangan :
1. luka bersih : nontrauma, operasi luka tidak infeksi, tidak membuka respiratory dan
genitoeinare.
2. bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan genitorineri.
3. kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka.
4. kotor dan infeksi : trauma terbuka, kontaminasi fecal.
2. Lama Operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit setiap jenis operasi berbeda lama
operasi (lihat tabel )
 lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan , skor : 0
 bila lebih dari waktu yang ditentukan, skor : 1
3. ASA Score
 ASA 1-2, skor : 0
 ASA 3-5, skor : 1

X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu
Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

95
Lampiran 6. Tabel . Jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klarifikasinya berdasarkan CDC
UTI Urinary tract Infection

ASB Asymptomatic bacteriuria


SUTI Symptomatic Urinary tract infection
OUTI Other Infections of the urinary tract

SSI Surgical site infection


SIP Superficial incisional primary SSI
SIS Superficial incisional secondaray SSI
DIP Deep incisional primary SSI
DIS Deep incisional secondary SSI
Organ /Space Organ / Space SSI. Indicate specific type :
 BONE ■ LUNG
 BRST ■ MED
 CARD ■ MEN
 DISC ■ ORAL
 EAR ■ OREP
 EMET ■ OUTI
 ENDO ■ SA
 EYE ■ SINU
 GIT ■ UR
 IAB ■ VASC
 IC ■ VCUF
 JNT

BSI Bloodstream infection

LCBI Laboratory – confirmed bloodstream infection


CSEP Clinical sepsis

PNEU Pneumonia
PNU 1 Clinically defined pneumonia
PNU 2 Pneumonia with specific laboratory findings
PNU 3 Pneumonia in immunocompromised patient
BJ Bone and Joint Infection
BONE Osteomyelitis
JNT Joint or bursa
DISC Disc space
CNS Central nervous system
IC Intracranial infection
MEN Meningitis or ventriculitis
SA Spinal abscess without meningitis
CVS Cardiovascular system infection
VASC Arterial or venous infection
ENDO Endocarditis
CARD Myocarditis or pericarditis
MED Mediastinitis
EENT Eye, ear,nose, throat, or mouth infection
CONJ Conjunctivitis
EYE Eye, other than conjunctivitis
EAR Ear, mastoid
ORAL Oral cavity (mouth, tongue, or gums)
SINU Sinusitis
UR Upper respiratory tract, pharyngitis, laryngitis, epiglottitis

Laporan 6. jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klasifikasinya berdasarkan CDC (lanjutan )
GI Gastrointestinal system infection
96
GE Gastroenteritis
GIT Gastrointestinal (GI) tract
HEP Hepatitis
IAB Intraabdominal,not specified elsewhere
NEC Necrotizing enterocolitis
LRI Lower respiratory tract infection, other than pneumonia
BRON Bronchitis, tracheobronchitis, tracheitis, without evidence of pneumonia.
LUNG Other infections of the lower respiratory tract
REPR Reproductive tract infection
EMET Endometritis
EPIS Episiotomy
VCUF Vaginal cuff
OREP other infections of the male or female reproductive tract
SST Skin and soft tissue infection
SKIN Skin
ST Soft Tissue
DECU Decubitus ulcer
BURN Burn
BRST Breast abscess or mastitis
UMB Omphalitis
PUST Pustulosis
CIRC Newborn Circumcision
SYS System Infection
DI Disseminated infection

97

Anda mungkin juga menyukai