KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan bimbingan dan
petunjuk kepada kita semua, sehingga kami berhasil menyusun buku Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) di Klinik Pratama Aisyiyah Sine.
Klinik Pratama Aisyiyah Sine sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama dituntut
agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada
masyarakat, khususnya mendapatkan jaminan keselamatan bagi pasien. Untuk itu perlu
ditingkatkan pelayanan khususnya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Buku pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini, selain digunakan bagi seluruh
petugas, juga penting bagi pasien, keluarga pasien, pengunjung, dan lingkungan Klinik.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat
berharap atas saran dan masukannya untuk perbaikan. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita
dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik Pratama Aisyiyah Sine.
Sine
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Klinik Pratama Aisyiyah Sine harus
didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang
prima dan optimal. Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan
kemampuan kognitif dan ketrampilan yang cukup dan harus dimiliki oleh setiap petugas
kesehatan khususnya di Klinik Pratama Aisyiyah Sine. Seperti yang kita ketahui
pengendalian infeksi di Klinik merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang wajib
dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang merupakan tuntutan
kualitas sekaligus persyaratan administrasi Klinik menuju akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama
dirawat Fasilitas pelayanan kesehatan baik FKTP maupun FKTL. Infeksi Nosokomial
terjadi karena adanya transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan
Fasyankes dan perangkatnya. Akibat lainnya yang cukup merugikan adalah hari rawat
penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti
bahwa manajemen pelayanan medis kurang membantu.
Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare associated Infection
(HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan di seluruh
dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan
kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya
kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga
kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting
untuk menjaga sarana kesehatan (Klinik, Puskesmas, dll) sebagai tempat penyembuhan,
bukan menjadi sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI). Untuk
meminimalkan risiko terjadinya infeksi di Klinik Pratama Aisyiyah Sine perlu diterapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Fasyankes ( Klinik,
Puskesmas, dll ) menunjukan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang potensial
meningkatkan penularan penyakit kepada mereka, pasien, dan masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Teknik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
4
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan risiko petugas kesehatan tertular akibat
tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi. Sementara pasien dapat
tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah
yang mengandung microba.
5
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya manusia tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi petugas dan masyarakat
dari penularan penyakit infeksi guna meningkatkan mutu pelayanan di Klinik.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan pelayanan
kesehatan dimana risiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistik di Klinik.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai risiko terpajan infeksi dalam
pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan kepada
pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.
C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di Klinik Pratama
Aisyiyah Sine dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik kontak langsung,
droplet dan udara.
D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien / orang yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control Guidelines CDC, Australia).
Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan pada pasien
yang dirawat inap di Klinik, sampai diagnosa tersebut dapat dikesampingkan. (Gardner
and HICPAC 1996).
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan
sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan
diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.
E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431).
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 125).
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik.
6
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan
Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standart
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2022 tentang Akreditasi Pusat
Kesehatan Masyarakat,Klinik,Laboratorium Kesehatan,Unit Transfusi
Darah,Tempat Praktik Mandiri Dokter,Dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi
7
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
NO. KEDUDUKAN
NAMA
DALAM TIM
1 Ketua drg. Rahmatika Jainar
2. Sekretaris Nur Rahmah Fradasari
3. Anggota 1. Trinoviani (IPCN)
2. Masriani (IPCLN)
3. Devianti (IPCLN)
4. Ulil (IPCLN)
B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 6 orang sesuai dengan struktur organisasinya. Tim PPI terdiri dari
Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit terkait yang
berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
8
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua perawat sampai
tenaga cleaning service.
- Tim PPI membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan alat non
kritikal, semi kritikal dan kritikal.Tim PPI Mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan cara-cara desinfeksi serta sterilsasi semua
alat.Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis
tajam/ non tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan bagian umum untuk pengadaan tempat sampah medis dan
non medis di seluruh area Klinik.
- Bekerja sama dengan bagian umum untuk pengadaan safetybox di seluruh area
pelayanan perawatan pasien di Klinik.
4. Pemenuhan pengelolaan linen sesuai standart.
5. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
- Bekerja sama dengan tim PPI dalam melaksanakan pemeriksaan secara berkala
karyawan Klinik, terutama karyawan yang bekerja dengan risiko.
- Bekerja sama dengan tim PPI dalam penanganan kasus paca pajanan
6. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
7. Sosialisasi prosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama unit keperawatan/ kebidanan melakukan sosialisasi cara
penyuntikan yang aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh tenaga
kesehatan (nakes) dan non nakes dalam melakukan tindakan penyuntikan.
8. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara sterilisasi.
- Bekerja sama dengan bagian umum dalam pengadaan Spill kit untuk semua area
pelayanan perawatan pasien.
9. Pemenuhan sarana pencegahan infeksi di Klinik.
9
BAB III
Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di Klinik yang berfokus pada keselamatan
pasien, petugas dan lingkungan Klinik. Kinerja PPI dicapai melalui keterlibatan aktif semua
petugas Klinik, mulai dari jajaran manajemen, dokter, paramedis, petugas kebersihan, pramusaji
sampai dengan Driver dan satpam maupun seluruh pengunjung Klinik.
Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Klinik, mencakup
seluruh pengunjung Klinik dengan menggunakan prosedur dan petunjuk pelaksanaan yang
ditetapkan oleh Klinik. Upaya pokok PPI mendasarkan pada upaya memutus rantai penularan
infeksi berfokus pada Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang merupakan gabungan
Kewaspadaan Universal (Universal Precautions) dan BSI (Body Substance Isolation), serta
Kewaspadaan Isolasi berdasarkan transmisi penyakit.
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi Klinik dirancang untuk memutus rantai penularan
penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat.
1
0
nasional/tepat didasarkan pada penilaian risiko potensial yang dihadapi pasien atau petugas
dalam setiap kegiatan pelayanan yang spesifik sehingga implementasi setiap komponen
standar tidak harus seragam/sama pada setiap aktivitas/kasus.
Upaya selanjutnya PPI dalam memutus rantai penularan infeksi di Klinik adalah
dengan penerapan kewaspadaan isolasi berdasarkan cara penularan penyakit infeksi yang
sudah dapat diduga atau diidentifikasi. Kewaspadaan isolasi sesuai cara penularan infeksi
1
1
diterapkan sebagai komplemen/tambahan pada kewaspadaan standar tehadap pasien yang
sudah diidentifikasi menderita penyakit infeksi berdasarkan karakteristik demografik, klinik
dengan atau tanpa pemeriksaan diagnostik penunjang khususnya mikrobiologi klinik.
Terdapat 3 jenis kewaspadaan isolasi berdasarkan cara transmisi infeksi yaitu kewaspadaan
transmisi kontak, kewaspadaan transmisi droplet dan kewaspadaan transmisi airborne/udara.
Penilaian risiko penularan dikerjakan sebelum petugas memberikan
tindakan/perawatan kepada pasien. Perlu selalu dipertimbangkan kemungkinan terjadi
kombinasi cara transmisi infeksi yang memberikan konsekuensi perlunya dilakukan lebih dari
satu standar kewaspadaan isolasi. Apabila menghadapi suatu penyakit yang belum
dikenal/merupakan penyakit infeksi baru atau belum dikenali cara penularannya, maka
direkomendasikan untuk menerapkan prinsip kewaspadaan yang tertinggi, yaitu kewaspadaan
transmisi airborne.
Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.
1
2
KEWASPADAAN STANDAR
1. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun biasa atau
sabun antisepstik. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat harus dilakukan
apabila tangan terlihat kotor atau setelah terkena cairan tubuh; (40-60 detik)
2. Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik : handrub antiseptik
juga berisi pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau sorbitol yang melindungi
dan melembutkan kulit.
1
3
- Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris.
- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas. (20-30 detik)
Sesuai dengan area tempat bertugas, saat kebersihan tangan wajib dilakukan oleh
setiap petugas disesuaikan dengan potensi risiko transmisi patogen antar pasien, antara
petugas dan pasien, antara petugas dan lingkungan/peralatan terkontaminasi, antara
petugas dengan bahan yang berpotensi infeksius. Bagi petugas di luar area perawatan,
direkomendasikan melakukan kebersihan tangan saat tiba di tempat pelayanan
kesehatan,
9
sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien, sesudah dari kamar kecil dan
sebelum meninggalkan Klinik.
6. Saat kebersihan tangan untuk pasien dan pengunjung lainnya
Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan pada setiap
kunjungan terutama pada pasien dan pengunjung yang baru berkunjung ke Klinik.
Pasien berhak mengingatkan petugas melaksanakan kebersihan tangan setiap kali akan
memberikan perawatan atau melakukan tindakan kepada dirinya agar meminimkan
risiko pemindahan patogen penyebab infeksi antar pasien, petugas-pasien, maupun
melalui peralatan.
Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan sesudah makan,
setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll) atau setelah dan kamar
mandi/WC.
Edukasi kepada pasien dan pengunjung lainnya bisa dilakukan oleh petugas
melalui sosialisasi langsung maupun melalui poster dan leaflet.
7. Rekomendasi Mencuci Tangan
- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
- Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan harus
digunakan selama 40 sampai 60 detik.
- Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.
- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih adalah
sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa mengurangi terjadinya
iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis kontak karena
seringnya mencuci tangan, direkomendasikan penggunaan produk perawatan tangan
(losion pelembab/krem).
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau keringkan di
udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat terkontaminasi dan tidak lagi
direkomendasikan. Membawa handuk /sapu tangan kecil pribadi membantu
menghindari pemakaian handuk kotor.
8. Rekomendasi Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik
(handrub berbasis alkohol)
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika
tangan terlihat kotor atau terkontaminasi (oleh darah atau cairan tubuh lain), harus
mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu.
Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air
direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%, emollient dan dapat
ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki anti
residual.
Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual terbatas
dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti khlorheksidin
10
Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak tepat dan
keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya tingkat kepatuhan
dan mengakibatkan rekomendasi kebersihan tangan menjadi tidak efektif. Handrub
11
antiseptik lebih efektif dibandingkan mencuci tangan dengan sabun biasa atau sabun
antiseptik karena dapat disediakan di berbagai tempat sesuai kebutuhan, tidak
memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang menimbulkan iritasi kulit
(tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan demikian, handrub antiseptik
dapat menggantikan mencuci tangan dengan sabun dan air sebagai prosedur
utama dengan syarat tangan tidak tampak kotor.
9. Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis alkohol :
1. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1 cekungan
telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc atau 2 kali pompa)
2. Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan, khususnya di
antara jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 6 langkah cuci tangan, hingga kering
dalam waktu 20-30 detik
Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD) telah
digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada
pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya AIDS dan hepatitis C, serta
meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi sangat
penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti avian influenza
(flu burung), sars dan penyakit infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian
APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien
maupun petugas.
13
pasien dengan penyakit menular melalui udara atau droplet nuklei, masker yang
digunakan adalah respirator partikulat dengan efisiensi tinggi, misalnya N-95, yang
dapat melindungi petugas terhadap inhalasi partikel mikro dengan ukuran < 5 mikron
yang dibawa oleh udara. Sebelum petugas memakai respirator N-95, perlu dilakukan
uji kesesuaian (fit test) pada setiap pemakaiannya.
14
Pemakaian respirator partikulat (masker efisiensi tinggi)
- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan
utuh dan tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada titik
sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik
Fit test untuk respirator partikulat
Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat melekat
sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
Langkah 1:
Langkah 3:
15
posisikan tali di bawah telinga.
Langkah 4:
Langkah 5.a
:
Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak ada
kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau ketegangan tali. Uji kembali
kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar- benar tertutup
rapat.
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan membuat
respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan
negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.
2. Dapat digunakan oleh seorang petugas untuk 1 shift tugas pada perawatan pasien
dengan infeksi airborne / sejenis
C. Penggunaan Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan
kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup
besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utama adalah untuk melindungi pemakainya
16
dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
17
D. Penggunaan Gaun/Baju Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi baju kerja pada saat merawat
pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airborne, juga melindungi petugas dari kemungkinan terkena percikan darah,
cairan tubuh lain karena suatu tindakan/prosedur medis/keperawatan. Jenis bahan
dapat berupa bahan tembus/tidak tembus cairan.
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat melakukan
pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di berbagai unit yang
berisiko tinggi, misalnya di kamar bePuskesmasalin, ruang pulih di kamar bedah atau
di ruang isolasi.
18
E. Penggunaan Apron
Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan air untuk
bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron
ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien atau
melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal
ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh
pasien mengenai baju dan kulit petugas.
Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan cedera akibat benda
tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh
karena itu sandal jepit atau sepatu yang terbuat dan bahan lunak (kain) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak
perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bePuskesmasih dan bebas kontaminasi darah
atau tumpahan cairan tubuh lain.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap
benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian
menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan
kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali
digunakan sampai di luar ruang operasi. kemudian dilepas tanpa sarung tangan
sehingga terjadi pencemaran.
19
Terkontaminasi
Membersihkan darah dan Ya Rumah tangga
cairan tubuh
Pengambilan darah Ya Bersih
Pemasangan dan Ya Bersih
pencabutan
infuse
20
III. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI
Pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai secara benar, tepat, efektif dan
efisien merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti /dipahami oleh seluruh staf
kesehatan pada setiap tingkat, mulai dan petugas pelayanan kesehatan sampai ke petugas
pembePuskesmasihan dan pemeliharaan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi di Puskesmas. Proses pencegahan terjadinya infeksi silang (cross contamination)
dari alat/instrumen, setelah digunakan dengan melakukan dekontaminasi. Berdasarkan
kemungkinan terjadinya infeksi, Dr. E.H.Spaulding mengelompokkan alat/instrumen pasca
pakai menjadi 3 kelompok yaitu :
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme
dari benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospora bakteri, dengan sistem panas (termal)
atau kimia.
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat dilakukan apabila alat/instrumen dengan kategori
21
semi kritikal, segera digunakan dan tidak memungkinkan bila dilakukan sterilisasi. DTT
22
dapat dilakukan dengan cara panas, yaitu dengan direbus selama 20 menit atau dengan
larutan kimia/disinfektan yang sesuai.
Disinfektan adalah bahan/zat kimia yang digunakan untuk menghambat/membunuh virus
dan mikroorganisme patogen. Antiseptik adalah disinfektan yang digunakan pada
permukaan kulit dan membran mukosa. Disinfektan dan antiseptik yang digunakan di
Puskesmas disediakan oleh gudang obat.
Berdasarkan daya hambat/bunuh terhadap mikroorganisme, disinfektan dikelompokkan yaitu:
23
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme (bakteri,
virus, fungi, parasit) dan benda/alat kesehatan, termasuk endospora bakteri melalui cara
fisika atau kimia. Tujuan adanya Sterilisasi Sentral di Klinik adalah :
24
1. Menurunkan angka kejadian infeksi
2. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial.
3. Efisiensi investasi, instalasi dan pemeliharaan serta penggunaan sumber daya (SDM,
peralatan, sarana prasarana lain).
Metode sterilisasi :
Ada beberapa metode sterilisasi yang digunakan di Klinik Siti Hajar yaitu:
1. Sterilisasi panas tinggi dengan tekanan (uap dengan tekanan/autoclave)
2. Sterilisasi panas kering
3. Kukus rebus menggunakan dandang (DTT)
4. Sterilisasi dengan bahan/larutan kimia (larutan glutaraldehide 2%; atau dengan larutan
hydrogen peroksida 6%); dilakukan apabila sterilisasi dengan panas tinggi (autoclave
steam) dan atau panas rendah dengan gas tidak dapat dilakukan.
Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap prevakum)
untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas (termostabil) dan sterilisasi suhu
rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat kesehatan/bahan yang bersifat termolabil.
Jenis alat kesehatan / instrumen dan program-metode stelisasi :
Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga
mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat kesehatan/instrumen
pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat, aman bagi pasien petugas serta
lingkungan, yaitu :
1. Petugas yang akan melaksanakan kegiatan/proses dekontaminasi harus menggunakan
alat pelindung diri (APD) yang sesuai.
2. Pre-cleaning dan pencucian:
a. Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis dan
atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dengan larutan
Anioszyme DD1 5 ml dalam 1 liter air selama 5 menit.
25
b. Bersihakan/cuci alat/instrumen yang direndam, bila perlu dengan disikat.
c. Bilas dengan air mengalir sampai bersih, dan keringkan
d. Pabila alat/instrumen pasca pakai segera digunakan, untuk alat/instrumen dengan :
- Kategori semi critical dilakukan DTT dengan:
• Direndam dengan larutan kimia/disinfektan (glutaraldehide 2% selama 15
menit.
- Kategori critical dilakukan sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan
(glutaraldehide 2% selama 1 jam) sebagai berikut :
• Tuang larutan secukupnya ke dalam wadah tertutup (alat/instrumen dapat
terendam seluruhnya).
• Lama perendaman : DTT = 15 menit; Sterilisasi 1 jam.
• Bilas dengan aquadest steril, ulangi pembilasan sebanyak 2 (dua) kali
• Keringkan/ dilap dengan lap steril
• alat yang telah diproses harus segera digunakan
Catatan
a. Stabilitas larutan glutaraldehide 28 hari, pada suhu kamar.
b. Larutan glutaraldehide tidak boleh diencerkan pada saat akan
digunakan.
3. Setting dan pengemasan alat kesehatan/instrumen dan bahan habis pakai (BHP)
Alat/instrumen/bahan yang telah bersih dan kering disetting/ditata serta dikemas sesuai
ketentuan.
Prinsip pengemasan :
- Bahan pengemas sesuai dengan metode sterilisasi yang dipilih.
- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh permukaan
kemasan dan isinya.
- Harus dapat menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka
- Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan kontaminasi
Catatan : bila linen atau kertas perkamen sebagai bahan pengemas, minimal harus
rangkap 2 (dua).
. Sterilisasi
Metode sterilisasi yang dipilih, berdasarkan jenis bahan dasar alat/instrumen/bahan
yang akan disterilkan.
26
Sensitif terhadap panas (termolabil) Streilisasi dengan cairan kimia
Glutaraldehyde
7. Penggunaan :
Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang disteril, pastikan bahwa :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
27
BHP re-used adalah BHP yang menurut petunjuk manufakturnya diperuntukkan single
used namun diijinkan digunakan kembali sesuai bukti ilmiah atau rekomendasi
28
Perhimpunan Profesi pengguna atau pengalaman klinik berdasarkan pertimbangan mutu,
keamanan dan aspek finansial penggunaan (karena sangat dibutuhkan tetapi sulit
diperoleh dengan segera atau diproduksi dalam jumlah terbatas, harga tidak terjangkau
oleh pasien - secara pribadi/asuransi).
Pengelolaan BHP re-used di klinik dilakukan berdasarkan tinjauan mutu dan keamanan,
rasional mulai dan saat penentuannya sampai dengan evaluasi penggunaan pada pasien,
ditetapkan dengan Kebijakan Klinik Pratama Aisyiyah Sine tentang Pengelolaan
Peralatan Re-used. BHP di-reused melalui proses sterilisasi/DTT, dengan memperhatikan
keamanan optimal secara fisik dan fungsi, ketersediaan metode dekontaminasi dan
sterilisasi yang efektif.
BHP yang dapat di-reused di Klinik Pratama Aisyiyah Sine adalah BHP sesuai daftar
lampiran Kebijakan Pengelolaan Peralatan Re-used. Macam BHP dan batas maksimal
jumlah reused ditetapkan Klinik Patama Aisyiyah Sine melalui pembahasan.
Identifikasi BHP re-used dan penomoran penggunaannya dilakukan oleh unit terkait.
Nomor penggunaan alat yang ke-sekian dituliskan dengan penandaan pada alat maupun
kemasan alat. Jika tanda telah sampai batas maksimal re-used, pengguna tidak
diperkenankan me-reused kembali. Jika BHP sudah tidak layak di-reused berdasarkan
evaluasi fungsi, keamanan penampilan fisik, keamanan dan ketepatan sterilisasi/DTT,
atau alasan keamanan lain, meskipun belum sampai pada batas maksimal penggunaan
reused yang ditetapkan dalam Kebijakan, maka BHP tersebut segera diakhiri
penggunaannya tidak perlu diproses reused.
Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan oleh satuan kerja
pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah disiapkan Tim PPI.
Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut sesuai hasil
evaluasi dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada Tim Mutu Klinik
Pratama Aisyiyah Sine.
29
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN KPA SITI HAJAR
30
DAFTAR NAMA PERALATAN SINGLE-USE YANG
31
Masker
Celemek plastik/apron
32
b. Pengiriman linen ke laundry
Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan kereta linen
kotor dengan tong / kantong linen warna kuning untuk linen infeksius, biru untuk non
infeksius.
c. Penanganan Linen Kotor di laundry
1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD berupa: topi,
masker, sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot.
2) Petugas memisahkan linen berdasarkan jenis linen serta tingkat kekotoran linen
( linen kotor infeksius, linen kotor berat dan linen kotor ringan), menghitung dan
mencatatnya.
3) Khusus untuk linen kotor infeksius langsung dilakukan pencucian bersama linen
kotor berat, tidak perlu dilakukan penghitungan ulang
d. Pengambilan Linen bersih
a. Linen bersih siap pakai diterima di bagian finishing dikeluarkan oleh petugas
pengeluaran linen bersih
b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang masuk
pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas pengeluaran linen
c. Petugas pengeluaran linen menyiapkan linen yang akan dikeluarkan
d. Petugas pengeluaran linen mengeluarkan linen bersih siap pakai sesuai bukti
pengambilan linen
e. Petugas pengeluaran linen mencatat pengeluaran linen bersih siap pakai pada hari
itu di buku pengeluaran linen bersih
g. Petugas laundry membawa linen bersih siap pakai menggunakan trolly / kantong
linen bersih
V. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
33
a. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di Klinik Pratama Aisyiyah Sine
c. Menggunakan lap khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara sistematis untuk
membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius
Kebersihan Ambulans
Ambulans dibersihkan secara rutin sesuai standar pembersihan ruang perawatan dan setiap
kali sesudah digunakan transportasi pasien.
34
VI. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH
Limbah medis umumnya berasal dari kegiatan Klinik, dimana secara umum di
Klinik Pratama Aisyiyah Sine dapat dikategorikan dalam limbah infeksius dan limbah
non- infeksius. Limbah infeksius didefinisikan sebagai limbah yang mengandung
mikroorganisme berbahaya dalam jumlah cukup besar, sehingga dapat menyebabkan
penyakit. Limbah non-infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai
kegiatan house keeping / kerumahtanggaan di Klinik.
Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada kondisi
fisiknya yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau sampah yang
dihasilkan dari aktivitas dalam Klinik menurut PP no 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, termasuk kategori limbah infeksius. Limbah
padat ini mengandung bahan-bahan infeksius atau mengandung bakteri berbahaya,
sampah yang kontak dengan cairan tubuh penderita, jaringan tubuh dan spesimen di
laboratorium.
Sampah lain terkategori sebagai sampah umum atau domestik merupakan sampah
yang berupa bungkus makanan dan minuman, sisa makanan, kertas dan plastik yang tidak
terkontaminasi dan semua sampah selain bahan kimia dan radiasi yang tidak kontak
dengan cairan tubuh pasien. Pemusnahan sampah infeksius dari Klinik Pratama Aisyiyah
Sine memerlukan adanya insinerator yang mempunyai kemampuan untuk memusnahkan
berbagai mikroorganisme atau bahan infeksius pada sampah padat.
Limbah padat / sampah Klinik adalah campuran heterogen yang kompleks yang
berasal dari berbagai kegiatan medis yang berlangsung, antara lain dari Poli Umum,
Poli Gigi Ruang tunggu, poliklinik, ruang perawatan, laboratorium. Limbah padat
tesebut memiliki bahan campuran yang bervariasi. Oleh karena itu, limbah yang
dihasilkan oleh aktivitas medis di Klinik Pratama Aisyiyah Sine harus dikelola dengan
baik.
Limbah padat dari Klinik mulai disadari sebagai bahan buangan yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena dianggap sebagai mata rantai
penyebaran penyakit menular.
a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut Depkes RI,
limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di Klinik dan
35
unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis, perawatan gigi, farmasi atau
sejenis serta limbah yang dihasilkan Klinik pada saat dilakukan perawatan,
pengobatan atau penelitian. Limbah ini bisa membahayakan dan menimbulkan
gangguan kesehatan bagi pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas
yang menangani limbah.
Kategori sampah lain yang juga dikelola sebagai sampah Klinik adalah
sampah patologis yaitu sampah yang berasal dari ruang poned termasuk placenta,
serta sampah laboratorium yaitu sampah yang dihasilkan dari laboratorium
diagnostic atau riset, meliputi sediaan atau media sample spinal, bangkai binatang.
36
b. Sampah Non-Medis
Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada Klinik yang tidak
termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-medis biasanya berupa
sampah domestik seperti timbunan sampah lain pada umumnya (sampah umum /
domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di Klinik
Pratama Aisyiyah Sine untuk Sampah Umum / Domestik dibedakan menjadi 2
besar, yaitu :
Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan, dll.
Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas, plastik, dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum / Domestik
dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai tulisan sampah basah
atau sampah kering, dan ini telah disediakan Klinik . Selanjutnya dimasukkan ke
TPS dan dibuang ke TPA, bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang,
Kebersihan dan Pertamanan.
PENGELOLAAN LIMBAH
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat akan
diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera dibawa ke
tempat penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada wadahnya dan
jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang terbuka, agar
dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar serta mengurangi risiko
kecelakaan terhadap petugas, pasien dan pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu menggunakan
sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta mencuci tangan dengan sabun
sesuai prosedur setiap selesai bekerja.
Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil kegiatan
medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.
37
Strerilisasi dengan uap panas (autoclaving)
Metode dekontaminasi dengan pemaparan ke dalam uap panas besuhu dan
bertekanan dalam ruang tertutup untuk sejumlah waktu tertentu. Tekanan dan
waktu yang dibutuhkan untuk proses adalah 12 menit waktu kontak pada
kondisi uap jenuh besuhu 121oC. Metoda ini dipakai untuk alat – alat
kedokteran yang akan dipakai lagi, terbuat dari logam atau stainless.
Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas medis di
Puskesmas memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No. 85/1999 menyatakan
bahwa limbah yang memiliki karakteristik besifat infeksius dikategorikan
sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Salah satu upaya
pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah dengan
pengolahan berupa proses pemanasan. Salah satu teknologi pemanasan adalah
pembakaran (incineration) dalam kondisi terkontrol pada insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara optimal agar
material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk membuat proses
insinerasi berlangsung secara optimal, diperlukan suatu perencanaan design
insenerator (incinerator) yang baik sehingga hasil pembakaran yang diinginkan
dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:
38
Tahapan Pengolahan Limbah
Pemilahan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat medis dan non
medis (basah dan kering).
Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang diberi
tanda dibedakan warnanya :
- Tempat Limbah pasien di ruangan (tempat sampah non sentuh/injak dan sejenisnya yang
berukuran kecil);
- Tempat limbah besar di luar ruangan (kontainer ± 0.05 m3) dengan pesyaratan antara lain
terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibesihkan, ringan (dapat diangkat oleh satu
orang), tidak berkarat dan kedap air terutama untuk limbah basah, mempunyai tutup,
mudah dikosongkan atau diangkut, tahan terhadap benda tajam/runcing).
- Kantong plastik, jika sudah terisi 2/3 bagian diikat rapat dan kencang.
Pembuangan Limbah
- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi harus dibuang
dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tePuskesmasedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau
dilapis dua (kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna kuning dan diberi
tanda “infeksius”
Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan tusukan
disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak
boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus menggunakan APD
lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan kotoran yang
tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah ¾ penuh.
39
1. Penggunaan benda tajam termasuk jarum suntik direkomendasikan sekali pakai, tidak
direkomendasikan melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan;
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan teknik tanpa
sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;
5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk pemeriksaan contoh
bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode satu tangan (single handed
recapping method);
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air tahan
tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah terisi 2/3 bagian
atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan jika telah tertutup tidak bisa
dibuka lagi.
Pecahan kaca
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial menyebabkan perlukaan
yang akan memudahkan kuman masuk ke aliran darah, sehingga perlu diperlakukan
secara hati-hati dengan cara pembuangan yang aman. Rekomendasi pengelolaan pecahan
kaca :
2. Untuk meraup/mengumpulkan gunakan kertas koran atau kertas tebal dan gulung
pecahan kaca dalam kertas tadi;
3. Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam kardus, berikan label
“hati-hati pecahan kaca”
Pengendalian serangga dan binatang pengganggu adalah suatu upaya untuk mengurangi
populasi serangga dan binatang pengganggu sehingga tidak menimbulkan gangguan
kesehatan, kerusakan fisik alat dan bangunan yang meliputi pengendalian jentik, nyamuk,
kecoa, lalat, rayap, tikus dan kucing. Semua ruangan di KPA Siti Hajar harus bebas lalat,
kecoa, Semua ruangan di Klinik tidak diperkenankan ditemukan tanda-tanda keberadaan
tikus terutama pada daerah bangunan tertutup (core) puskesmas. Lingkungan Klinik harus
bebas kucing dan anjing.
a. Sumber Limbah
Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Klinik dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang bersifat infeksius dan air limbah domestik
40
yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah limbah yang mengandung
mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam jumlah cukup besar, sehingga dapat
menyebabkan penyakit. Air Limbah non-infeksius adalah limbah domestik yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan pendukung operasional suatu Klinik, seperti laundry
dan lain-lain. Sumber – sumber air limbah dari kegiatan operasional Klinik antara lain:
Sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah Klinik dapat dikategorikan sama
dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari laboratoriumnya. Karakteristik air
limbah domestik yang masih baru, berupa cairan keruh berwarna abu – bau dan berbau
tanah. Bahan ini mengandung padatan berupa hancuran tinja, sisa – sisa makanan dan
sayuran, padatan halus dalam suspensi koloid, serta polutan yang terlarut.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9 % terdiri dari air
dan 0,1 % adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik sekitar 70 % terdiri dari
bahan organik dan sekitar 30 % terdiri dari bahan an-organik.
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat, minyak –
lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan pembuangan limbah cair Klinik
mengacu pada Baku mutu buangan air limbah Klinik menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup no KEP 58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .
- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk dalam
karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
41
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan pada
temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap dan temperatur
tersebut tidak didefinisikan sebagai total solid.
b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air minum.
Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas pemakaian rumah
tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya kandungan polutan dalam air.
Temperatur pada air buangan memberikan pengaruh pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan industri. Air
buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan sebagai akibat dari
penguraian senyawa – senyawa organik oleh bakteri, warna air buangan menjadi
hitam. Hal ini menunjukan bahwa air buangan telah menjadi atau dalam keadaan
septik.
d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas hasil
dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air buangan adalah hasil
reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara anaerobik.
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3 (tiga)
golongan utama, yaitu :
a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang tersaring
(Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa - senyawa organik.
Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi karbon (C), Hidrogen (H),
Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P) dalam berbagai bentuk. Senyawa –
senyawa organik ini, umumnya terdiri dari Protein, Karbohidrat, minyak dan
lemak yang kesemuanya dinyatakan dalam parameter BOD dan COD.
Kandungan detergen dalam air, dimana umumnya detergen terbuat dari senyawa
ABS (Alkyl Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam
konsentrasi parameter MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat ) atau CCE (Carbon
Chloroform Extract).
b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik karena
formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena penambahan
buangan baru ke dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur organik juga akan
bertambah dengan proses penguapan alami pada permukaan air. Adapun
komponen – komponen anorganik yang terpenting dan berpengaruh terhadap air
buangan antara lain :
- alkalinitas
42
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.
c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum diolah
meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut pertama
sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga terakhir berasal dari
dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri dalam air buangan.
C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi 3 (tiga)
yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan kelompok
tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi paku – pakuan dan lumut. Bakteri berperan
sangat penting dalam air buangan, terutama dalam proses biologis. Kelompok bakteri
dikelompokan menjadi jenis bakteri yang patogen (menyebabkan penyakit) dan non
patogen. Kelompok bakteri patogen dianalisa dengan parameter kandungan E. Coli ,
MPN (Most Problably Number) / 100 Ml. E. Coli merupakan bakteri yang terkandung
dalam tinja, semakin tinggi kandungan bakteri E.Coli dalam air buangan maka
semakin tinggi pula kandungan bakteri patogen yang lain (seperti Typhus, Disentri
dan Cholera).
43
tanah itu sendiri.
44
Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk memisahkan benda padat (tinja)
Padatan yang dapat diendapkan dipisahkan dengan pengendapan secara
gravitasi.
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis.
Komponen Organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di
dekomposisi oleh bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa.
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap dalam tangki,
dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang. Keduanya dapat di
dekomposisi oleh aktivitas bakteri. Hasil dari proses dekomposisi tesebut akan
diperoleh suatu cairan, gas dan lumpur matang yang stabil. Dimana cairan
terolah akan keluar sebagai effluen, gas yang terbentuk dilepas melalui pipa
ventilasi dan lumpur yang matang ditampung di dasar tangki yang nantinya akan
dikeluarkan secara berkala.
a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Klinik Pratama Aisyiyah Sine dilakukan utamanya
pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium analisa,
dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi terkait mengenai
penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk air limbah laboratorium
dilakukan secara phisik – kimia yaitu netralisasi, presipitasi dan pertukaran ion.
Sedangkan pengolahan pendahuluan untuk air limbah laundry adalah netralisasi
dan pemberian zat kimia antibusa.
45
pengolahannya itu sendiri, atau bahkan menyebabkan kegagalan proses
pengolahan.
Kualitas limbah sangat menentukan jenis teknologi yang akan digunakan,
selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator bagi perlu tidaknya suatu
teknologi digunakan. Aspek paling sederhana dalam hal ini adalah
mengklasifikasikan air limbah berdasarkan karakteristiknya: fisik, kimiawi
ataukah biologis.
Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas dan
kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan diterapkan. Dari kedua
hal ini ada beberapa tahapan yang umum digunakan, yaitu :
1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi kuantitas
limbah yang dihasilkan.
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk mengurangi
kualitas pencemaran.
Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada :
c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung kaki (bila
tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron);
d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang menyerap (kertas
koran/tisu). Selanjutnya bahan dicakup menggunakan penjepit dan langsung
dimasukkan dalam kantong plastik kuning (limbah infeksius);
e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan selama 10’
46
h. Ikat plastik kuning, masukkan ke dalam tempat sampah medis
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan perawatan
pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien non infeksi dan
khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi immunocompromise. Penataan ventilasi
dapat dilakukan secara alamiah atau campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan
untuk perawatan pasien infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan
pertukaran udara minimal 12 ACH.
Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin. Bila dalam keadaan tententu pasien terpaksa harus dibawa ke unit lain, maka
petugas harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan hanus
direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk
mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet nuclei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi kepada
kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melaiui droplet besar
atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala
gangguan pada saluran napas.
2. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ke tempat
limbah infeksius;
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan alternatif
cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol;
- Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Klinik dengan infeksi saluran
napas;
47
- Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya pengendalian
transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam mencegah penularan
infeksi saluran napas;
- Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel, sabun
biasa/antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu diprioritaskan.
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
- Resiko ekspos petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Puskesmas
- Dana Puskesmas
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.
Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba
penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui atau diduga terinfeksi
atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit
atau permukaan terkontaminasi. Kewaspadaan ini diterapkan sebagai tambahan terhadap
kewaspadaan standar.
a. Kontak
• Kontak langsung
b. Droplet
48
c. Udara
Transmisi kontak merupakan cara transmisi terpenting dan tesering penyebab HAI’s.
Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi patogen melalui
kontak langsung atau tidak langsung.
Kontak langsung meliputi kontak kulit terbuka/abrasi, kontak antara orang yang
rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi (contoh : perawat membalikkan
tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah mengganti verband
dengan luka basah, dll). Risiko kontak langsung tesering adalah kontak tangan.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan benda yang
terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen yang terkontaminasi,
jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien, melalui obat, makanan,
melalui mainan anak, dll. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi dapat
ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati di lingkungan sekitar pasien.
Kewaspadaan kontak diterapkan terhadap pasien dengan infeksi yang diketahui atau
terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam tubuh pasien tanpa gejaia klinis infeksi) yang
mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung. Pada saat
petugas masih memakai sarung tangan terkontaminasi tidak boleh menyentuh tangan, hidung
dan mulut, dan hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan
dengan perawatan pasien, misal pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/ reusable bilamana
kontak dengan pasien infeksi kontak.
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan pasien infeksi
kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong linen infeksius). Lakukan
kebePuskesmasihan tangan segera setelah melepas sarung tangan.
4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak dan selalu
membePuskesmasihkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak disposable sebelum
digunakan pasien lain.
5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai atau tidak
memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting dengan
pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang perawatan
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster,
impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan penerapan tindakan
pencegahan kontak.
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali melepas
alat pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting dengan
pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar pasien minimal 1 meter
50
Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara penularannya,
maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan transmisi udara (merupakan jenis
kewaspadaan tertinggi).
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali melepas
alat pelindung diri
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap akan pakai
(fit test)
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat
5. APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung ),sarung tangan, gaun, apron (bila
menghadapi cairan dalam jumlah banyak)
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi natural)
51
52
53
54
55
BAB IV
INFEKSI NOSOKOMIAL
1. Tenaga Pelaksana:
a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan terampil
dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan perawatannya (Kategori I)
b) Personil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus mendapat
pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar tentang prosedur
pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang potensi komplikasi
yang timbul (kategori II)
a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak
diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan
personil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine lancar dan
tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi
menetap bila memungkinkan (Kategori III).
d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter (Kategori I)
a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena
bekuan darah pada kandung kemih. Untuk mencegah hal ini digunakan irigasi
kontinu secara tertutup. Untuk menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah dan
sebab lain dapat digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan
56
antibiotik sebagai tindakan rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan
(kategori II)
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit dibuang
secara aseptik (kategori I)
d) Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu sendiri
menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)
a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal
kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tersedia dan sebelum
urine diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril tempat pengambilan bahan
harus didisinfeksi (kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari kantong
penampung secara aseptik (kategori I)
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian aliran secara
sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan untuk
pemeriksaan yang direncanakan (kategori II)
- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih, tidak
boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I).
6. Perawatan Meatus
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak ada indikasi
mutlak,tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu tertentu/secara rutin
(kategori II)
57
BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI:
1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang kateter,
mencegah iritasi.
2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi urinee bag
harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali sehari.
B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan
Plebitis
Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan kateter
vena sentral dan kateter vena perifer.
2. Indikasi pemasangan IV line hanya dilaksanakan untuk tindakan pengobatan dan atau
untuk kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV jika sudah tidak ada indikasi
(kategori I).
- Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah terjadinya infeksi.
- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih dari 72
jam (kategori II).
4. Kebesihan tangan
b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir untuk
pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun antiseptik
(kategori I).
58
- Digunakan sarung tangan bersih jika melakukan insemasi untuk
pencegahan kontaminasi blood pathogen.
b. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan (lihat SPO
pemasangan kateter IV).
c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik secara adekuat
untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di sekitar tempat insemasi.
Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%, yodium tincture 2% atau alkohol 70%.
(kategori I)
d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum insermasi
maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu sampai kering minimal 30
detik sebelum dilakukan pemasangan kanula (kategori I).
e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah dilakukan tindakan
aseptik.
c) Cantumkan tanggal, jam pemasangan kateter di dekat lokasi insemasi pada IV perifer
atau di tempat yang mudah dibaca (dalam rekam medik dicatat tanggal, lokasi dan
jam pemasangan) (kategori I)
a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya tanda-
tanda infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut). Bila ada demam yang tidak
bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, kasa penutup /transparant
dressing dibuka untuk melihat kemungkinan komplikasi (kategori I).
b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam
kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan steril
(kategori II)
a) Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau yang
dipasang melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang mengharuskan mencabut
kanula maka kanula harus diganti setiap 72 jam secara asepsis (dewasa) (kategori
I).Tidak ada rekomendasi pada anak tentang hal ini.
b) Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti setiap 72 jam,
kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I).
c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk darah, atau
emulsi lemak (kategori III).
59
d) Cairan parenteral
9. Kanula Sentral
Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada tungkai
bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia atau jugular (kategori I).
b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan
kewaspadaan standar yang tepat saat insemasi (terdiri atas gaun khusus, tutup kepala,
masker, sarung tangan steril, kain besar/drape steril). Insemasi direkomendasikan
dilakukan di ruang tindakan.
d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau diduga
menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila masih diperlukan,
direkomendasikan insemasi di tempat yang baru (kategori I).
e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali digunakan untuk
pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti secara rutin (kategori I).
a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah,
cairan hiperalimentasi secara bersamaan.
b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem tertutup untuk
mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan obat melalui selang, harus
dilakukan disinfeksi sesaat sebelum memasukkan obat tersebut (kategori II).
c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda infeksi.
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis :
Jika dari tempat insemasi keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau diduga
bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus dicabut (kategori I).
12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan intravena seperti
tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan/kultur
ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai berikut:
60
a) Kulit tempat insemasi dibersihkan dan didisinfeksi alkohol 70%, biarkan sampai
kering;
b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara aseptik untuk
dibiakkkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II);
c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan parenteral, maka
cairan tersebut harus dibiakkan dan sisa cairan dalam botol diamankan (kategori I);
d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV, cairan
harus dibiakkan (kategori II);
e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan nomor
lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;
- Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi kecuali karena
kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien (kategori II).
- Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sesuai standar sebelum mencampur cairan
parenteral (kategori I).
- Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus diperiksa
untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel tertentu serta tanggal
kadaluwarsa. Bila didapatkan keadaan tersebut, cairan tidak boleh digunakan dan harus
dikembalikan ke Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi memastikan bahwa produk tersebut
tidak dikeluarkan lagi ke pelayanan (kategori I).
- Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara laminar
(Laminar flow hood) (kategori II).
- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai). Bila
dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali pemakaian), wadah sisa
bahan tersebut harus diberi tanda tanggal dan jam waktu dikerjakan.
- Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan (suhu kamar
atau dalam refrigerator)
1. Kebesihan tangan
61
4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena sentral
pada pasien dewasa
5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak
dibutuhkan
3. Kebersihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang bebas dari
alkohol (khlorheksidin 0,2%)
• Menyentuh pasien
• intubasi,
• pengisapan lendir,
• Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah diatur dalam
kebijakan KPA Siti Hajar tentang pengelolaan alat medis reused
62
• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang sebelum
digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau tidak
berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit)
j. Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan (water trap)
l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan
dibePuskesmasihkan
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada
setiap pasien.
n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan dilakukan
hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya dalam waktu singkat
maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan dibersihkan.
o. Intubasi
VAP Bundle
a. Kebesihan tangan
Pencegahan dekubitus:
- Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan kering serta
dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan dan gesekan;
- Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit;
63
- Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit.
Penatalaksanaan dekubitus:
64
BAB V
Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang berfokus pada
keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama dengan
masyarakat Klinik Pratama Aisyiyah Sine mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi.
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap. Edukasi PPI
khususnya adalah dalam hal kebersihan tangan. ketertiban membuang sampah dan etika batuk.
Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang dari luar Kkinik Pratama Aisyiyah
Sine yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan ketertiban jam berkunjung.
Catatan edukasi bagi pasien didokumentasikan dalam Form Pendidikan Pasien dalam
rekam medis.
Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran / poli klinik
melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat Klinik Paama Aisyiyah Sine yang
dikoordinasikan Tim PPI Klinik Pratama Aisyiyah Sine melalui Bagian Humas. Bentuk lain
edukasi adalah dengan banner, poster, leflet, teks berjalan, baliho, spanduk, pemutaran video
edukasi, dll yang ditempatkan di area publik yang mudah terbaca oleh seluruh pengunjung
Klinik Pratama Aisyiyah Sine dan di area tunggu pasien/pengunjung.
1. Pengunjung / pasien setelah tiba di Klinik Pratama Aisyiyah Sine direkomendasikan untuk
melakukan kebersihan tangan dengan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau
handrub yang sudah disediakan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi pernafasan pada
saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati tempat duduk yang telah
disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan masker yang sudah disediakan
3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang
lainnya saat menunggu pemeriksaan
4. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk
65
Di Rawat Inap
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media edukasi
disediakan untuk pengunjung Klinik Pratama Aisyiyah Sine, ditempatkan di tempat / area
publik Klinik Pratama Ar, dengan prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Etika batuk dan higiene respirasi;
- Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk;
- Kebersihan lingkungan
- Ketertiban membuang sampah
Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area tunggu Klinik
Pratama Aisyiyah Sine melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat Klinik Pratama
Aisyiyah Sine yang dikoordinasikan Tim PPI Klinik Pratama Aisyiyah Sine.
Ditetapkan di : Sine
Pada Tanggal :
Pimpinan Klinik
66