Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmatNya, Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit ini dapat
terselesaikan. Penulisan Pedoman Pelayanan KBRS dibuat dalam rangka
pemenuhan standar akreditasi Rumah Sakit. Pedoman Pelayanan ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi tim PKBRS untuk
meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit Siti Khodijah.
A. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi permasalahan utama
bidang kesehatan serta masih jauh dari target global SDGs. Dari hasil Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menyebutkan AKI 305/100.000 Kelahiran
Hidup (KH), dan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2024 untuk AKI sebesar 183/100.000 Kelahiran Hidup. Angka Kematian Neonatal
(AKN) masih tinggi di Indonesia. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
2017 menyebutkan AKN adalah 15/1.000 KH dengan target 2024 adalah 10 per 1.000
kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) 24/1.000 KH dengan target 2024 adalah
16/1.000 KH. Sedangkan target 2030 secara global untuk AKI adalah 70/100.000 KH,
AKB mencapai 12/1.000 KH dan AKN 7/1.000 KH. Salah satu pendekatan yang
banyak digunakan adalah pendekatan Safe motherhood, dimana terdapat empat pilar
dalam menurunkan angka kematian ibu, yaitu keluarga berencana, pemeriksaan
kehamilan sesuai standar, persalinan bersih dan aman, serta PONED dan PONEK.
Pelayanan kontrasepsi atau keluarga berencana merupakan merupakan intervensi
strategis dalam menurunkan AKI dan AKB.
Penggunaan kontrasepsi bertujuan untuk memenuhi hak reproduksi setiap
orang, membantu merencanakan kapan dan berapa jumlah anak yang diinginkan,
dan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Penggunaan alat kontrasepsi secara
tepat juga dapat mengurangi risiko kematian ibu dan bayi, oleh karena itu pemenuhan
akan akses dan kualitas program Keluarga Berencana (KB) sudah seharusnya
menjadi prioritas dalam pelayanan Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan akses
dan kualitas pelayanan KB sesuai rekomendasi International Conference on
Population and Development (ICPD) tahun 1994, upaya penguatan manajemen
pelayanan KB menjadi salah satu upaya yang sangat penting. Hal ini juga selaras
dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu
pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas
pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan KB yang aman, bermutu, dan
terjangkau oleh masyarakat.
Saat ini, beberapa program yang menyangkut pelayanan kesehatan reproduksi
telah dilaksanakan di Rumah Sakit termasuk pelayanan KB. Rumah Sakit sebagai
tingkat rujukan primer, sekunder dan tersier mempunyai kewajiban menyediakan
pelayanan KIE dan konseling KB yang diarahkan pada terciptanya akseptor mantap
(MOW/MOP), penanganan efek samping dan komplikasi serta kegagalan KB,
penanganan rujukan KB yang meliputi pelimpahan kasus, peningkatan pengetahuan
dan ketrampilan, penelitian dan pengembangan KB serta pembinaan medis
pelayanan KB untuk fasilitas pelayanan dasar.
Kegiatan Keluarga Berencana di Rumah Sakit telah dicanangkan mulai tahun
1973-1974 dengan Program post partum Rumah Sakit (P3RS). Pada tahun 1979-
1980 program ini berubah menjadi program keluarga berencana di rumah sakit atau
PKBRS Maka dalam hal ini RS Siti Khodijah mendukung program KB yang
diselenggarakan Pemerintah, dengan melaksanakan kegiatan pelayanan PKBRS,
selain melayani pasien intern juga melayani rujukan bidan, mitra kerja perusahaan,
asuransi yang meliputi pelayanan KB, konseling KB, penanganan komplikasi,
kegagalan KB peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan untuk
meningkatkan aksebilitas untuk pemberian kontrasepsi mantap dan berkualitas.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai dasar pedoman pelayanan keluarga berencana di RS Siti Khodijah
2. Tujuan Khusus
Secara kuantitatif, PKBRS bertujuan menunjang upaya penurunan fertilitas
sekaligus mortalitas dan morbiditas khususnya bagi ibu dan anak
melalui Pelayan KB Paripurna yang ditunjukan kepada sasaran yang
berhubungan dengan rumah sakit terdiri dari aspek :
a) Promotif, berupa pelayanan KIE-Kb dan Kesehatan Ibu dan Anak.
b) Preventif, berupa pelayanan kontrasepsi menggunakan metode efektif terpilih
( IUD, Implant dan Kontap).
c) Kuratif, berupa pelayanan efek sampingan, komplikasi dan kegagalan
penggunaan kontrasepsi serta pelayanan mendis lainnya bagi akseptor KB.
d) Rehabilitative, berupa pelayanan reversibilitas dan infertilitas.
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Pelayanan KB untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sekaligus
pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk memberikan rasa aman dan
perlindungan kepada akseptor untuk berkeluarga kecil.
2. Pelayanan KB yang ditujukan kepada penderita terutama d rumah sakit untuk
menghindari atau mengurangi kemungkinan kedaruratan medic karena resiko
kehamilan.
3. Pelayanan KB untuk membantu penderita dan keluarga mendeteksi masalah
reproduksinya.
E. LANDASAN HUKUM
1. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional RI No. 2/ Tahun 2021: Prioritas Nasional III;
Tentang Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Menuju Cakupan Kesehatan
Semesta.
2. PP No. 87/ Tahun 2014 : Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga.
3. PMK No. 97/ Tahun 2014 : Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa
Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan di RS Siti Khodijah yang melaksanakan PKBRS, meliputi :
Ruangan Jenis Tenaga Jumlah Keterangan
Poliklinik
Bidan 2
Kandungan
Perawatan Bidan 2
PONEK / VK Bidan 4
Perawatan Bidan 2
C. PENGATURAN JAGA
Pengaturan jadwal dinas di RS Siti Khodijah adalah sebagai berikut:
Jadwal Dinas Waktu
Dinas Pagi Pkl 08.00 – 14.00
Dinas Sore Pkl 14.00 – 20.00
Dinas Malam Pkl 20.00 – 08.00
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. STANDAR FASILITAS
Fasilitas pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu mata rantai fasilitas pelayanan medis
Keluarga Berencana yang pada umumnya terpadu dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas
pelayanan Keluarga Berencana meliputi fasilitas pelayanan Keluarga Berencana professional dan fasilitas
pelayanan Keluarga Berencana masyarakat.
Fasilitas pelayanan Keluarga Berencana professional diselenggarakan oleh tenaga profesional, yaitu
dokter spesialis, dokter umum, bidan dan perawat kesehatan. Fasilitas pelayanan Keluarga Berencana
professional ini dapat bersifat statis dan bersifat bergerak (mobil).
Fasilitas pelayanan Keluarga Berencana professional yang bersifat statis meliputi pelayanan-
pelayanan Keluarga Berencana yang dilaksanakan pada fasilitas pelayanan Keluarga Berencana
Sederhana, Lengkap, Sempurna dan Paripurna. Pengelompokan fasilitas tersebut didasarkan pada
kemampuan dan kewenangannya.
Fasilitas pelayanan Keluarga Berencana profesional yang bersifat bergerak (mobil) adalah pelayanan
yang menjangkau masyarakat di pedesaan, yaitu Tim Keluarga Berencana Keliling, Puskesmas Keliling
dan Tim Mobil Kontap.
Fasilitas pelayanan Keluarga Berencana oleh masyarakat ialah pelayanan Keluarga Berencana yang
diselenggarakan oleh masyarakat, meliputi PPKBD, Sub PPKBD, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu),
Pos KB – Kes, dan Kelompok Akseptor.
1) Fasilitas Pelayanan Keluarga Berencana Sederhana
Fasilitas Pelayanan Keluarga Berencana Sederhana ialah fasilitas yang mampu dan berwenang
memberikan pelayanan kontrasepsi metode :
a. Sederhana (kondom)
b. Pil KB
c. Suntik KB
d. AKDR / Implan bagi fasilitas pelayanan yang mempunyai tenaga bidan terlatih
e. Upaya penanggulangan efek samping, komplikasi ringan dan upaya rujukan.
Fungsi
a. Memberikan pelayanan KIE medis selama ataupun sesudah pelayanan
b. Memberikan pelayanan kontrasepsi sederhana, pil dan suntik KB
c. Memberikan pelayanan AKDR / implan dan pelayanan konseling bagi fasilitas pelayanan
yang memiliki tenaga bidan terlatih
d. Memberikan pelayanan rujukan sesuai dengan kemampuan
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan
Tenaga minimal yang diperlukan :
Bidan yang sudah mendapat pelatihan Keluarga Berencana
E. KOMUNIKASI-INFORMASI-EDUKASI (KIE)
Setelah dilakukan identifikasi Klien maka dilakukan kegiatan KIE.
Dalam KIE tersebut akan diberikan informasi mengenai berbagai metode kontrasepsi yang
tersedia di RS tersebut.
KIE dapat diberikan oleh bagian promosi kesehatan/tenaga kesehatan yang sudah terlatih dalam
memberikan KIE.
F. KONSELING
Setelah diberikan KIE maka dilakukan konseling dengan menggunakan alat bantu pengambilan
keputusan (ABPK) untuk memberikan bantuan kepada klien dalam pengambilan keputusan pemilihan
kontrasepsi yang cocok.
G. PENAPISAN MEDIS
Setelah pasien memilih jenis kontrasepsi yang akan digunakan kemudian dilakukan penapisan medis
oleh dokter/dokter spesialis.
H. PELAYANAN KONTRASEPSI
Pelayanan kontrasepsi diberikan oleh tenaga medis (dokter spesialis/dokter terlatih/bidan)
tergantung jenis kontrasepsi yang digunakan.
Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar profesi dan memperhatikan hak pasien
termasuk membuat informed consent.
Apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium, radiologi dan sebagainya.
Pelayanan yang diberikan meliputi :
- Pelayanan preventif yaitu pelayanan kontrasepsi dengan lebih mengutamakametode efektif
terpilih (IUD, implant dan kontrasepsi
mantap).
- Pelayanan kuratif yaitu pelayanan efek samping, komplikasi dan kegagalan penggunaan
kontrasepsi serta pelayanan ginekologis pada akseptor KB.
- Pelayanan rehabilitatif, berupa pelayanan infertilitas dan reversibilitas
(pemulihan kesuburan).
J. KUNJUNGAN KONTROL
Dapat dilakukan di tempat pemberi layanan (RS) atau fasilitas kesehatan diluar RS (Puskesmas, klinik,
dokter/bidan swasta) apabila klien sebelumnya merupakan kiriman/rujukan dari sarana pelayanan
kesehatan tersebut.
K. ALUR PELAYANAN KB RS SITI KHODIJAH
L. SISTEM RUJUKAN
Rujukan pelayanan kesehatan adalah upaya pelimpahan tanggung jawab dan wewenang
secara timbal balik dalam pelayanan kesehatan untuk penyelenggaraan kesehatan paripurna. Rujukan
penyelenggaraan pelayanan KB dapat dilakukan dari unit pelayanan KB di luar RS
(RSIA/RB/Puskesmas) ke RS atau unit pelayanan KB di RS ke RS lain dengan kemampuan
pelayanan KB lebih tinggi.
Rujukan dapat berlangsung secara vertikal dan horizontal, rujukan balik, rujukan eksternal
dan internal sesuai dengan fungsi koordinasi dan jenis kemampuan yang dimiliki. Rujukan internal
berpedoman pada prosedur rujukan di dalam RS dan mekanisme kerja di bagian terkait.
Ruang lingkup rujukan mencakup :
- Rujukan kesehatan (rujukan tenaga ahli dan rujukan sarana/logistik).
- Rujukan medis/kasus (rujukan ilmu pengetahuan dan rujukan teknologi termasuk rujukan
spesimen, radiologi dan laboratorium).
Pelaksanaan pelayanan rujukan didasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Pelayanan KB belum/tidak tersedia pada fasilitas kesehatan tersebut.
2. Komplikasi atau kegagalan lebih lanjut yang tidak bisa ditangani oleh unit pelayanan
sederhana/diluar RS (Puskesmas, Bidan, RS/RB, dokter praktik swasta).
3. Kasus-kasus yang membutuhkan penanganan dengan sarana/teknologi yang lebih
canggih/memadai (misalnya layanan infertilitas)
Penyelenggaran konseling KB merupakan suatu proses yang bertujuan untuk membantu pasien
dan suami dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan
pilihannya
Tujuan pemberian konseling KB
Memberikan informasi KB yang lebih rinci
Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi kesehatannya
Merujuk klien seandainya kontrasepsi yang dipilih tidak tersedia di klinik atau jika klien
membutuhkan bantuan medis.
Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan bahwa klien tidak mengalami
keluhan.
Tempat konseling dilaksanakan oleh bidan dan dokter di ruang perawatan maupun di poli
kandungan.
1. Pelayanan KB Alamiah ( MAL, Coitus Interuptus, Sistem Kalender)
1.1 MAL ( Metode Amenore Laktasi )
adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif
yaitu hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apa pun lainnya.
Cara Kerja: Penundaan /penekanan ovulasi
MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila:
a. Menyusui secara penuh (Full breast feeding), lebih efektif bila pemberian > 8 x
sehari.
b. Belum haid
c. Umur bayi kurang dari 6 bulan, sehingga MAL efektif sampai 6 bulan.
Keuntungan MAL
a. Efektifitas tinggi (keberhasilan 98% pada 6 bulan pasca persalinan).
b. Segera efektif dan tidak mengganggu senggama.
c. Tidak ada efek samping
d. Tidak perlu pengawasan medis
e. Tidak perlu obat atau alat dan tanpa biaya.
1.2 Senggama terputus / Coitus Interuptus adalah metode keluarga berencana tradisional
dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya dari vagina sebelum pria mencapai
ejakulasi.
Cara Kerja :
Alat kelamin (penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke
dalam vagina sehingga tidak ada pertemuan antara sperma dan ovum, dan kehamilan
dapat dicegah.
Keuntungan :
a. Efektif bila dilakukan dengan benar.
b. Tidak menganggu produksi ASI
c. Dapat dipakai sebagai pendukung metode KB lain
d. Tidak ada efek samping
e. Dapat digunakan setiap waktu dan tidak membutuhkan biaya.
1.3 Sistem Kalender
Adalah mencegah kehamilan dengan cara tidak melakukan senggama pada masa
subur yaitu dekat dengan pertengahan siklus haid atau terdapat tanda tanda adanya
kesuburan yaitu keluarnya lendir encer dari vagina.
Profil Teknik pantang berkala:
a. Ibu harus belajar mengetahui kapan masa suburnya berlangsung.
b. Efektif bila dipakai dengan tertib.
c. Tidak ada efek samping
d. Pasangan secara sukarela menghindari sanggama pada masa subur ibu
Penyelenggaraan pelayanan KB Alamiah berupa kegiatan konseling dengan
menggunakan ABPK (Alat Bantu Pengambilan Keputusan), dilakukan di Poli
Obgyn dan ruang perawatan :
1) Petugas Melakukan persiapan (Tempat, materi, alat bantu).
2) Petugas memberikan Salam
3) Petugas menanyakan tentang kebutuhan dan keinginan klien.
4) Petugas menguraikan tentang hal hal yang berkaitan dengan MAL dan
alternative kontrasepsi yang lain.
5) Petugas membantu menentukan pilihan kontrasepsi yang sesuai dengan
keadaannya.
6) Petugas menjelaskan secara lengkap tentang kontrasepsi pilihannya, dan
ulangi hal hal yang penting dan perlu untuk di ingat.
7) Petugas meminta klien untuk datang kembali bila diperlukan.
8) Petugas mencatat di kartu KB.
Cara Kerja
Lendir serviks menjadi kental.
Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi.
Mengurangi transportasi sperma
Menekan ovulasi
Keuntungan
Perlindungan jangka panjang
Pengembalikan tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan.
Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
Bebas dari pengaruh estrogen.
Tidak mengganggu kegiatan senggama.
Tidak mengganggu ASI
Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan
Dapat dicabut setiap sesuai dengan kebutuhan.
Mengurangi jumlah darah haid
Menurunkan angka kejadian endometriosis
Efek Samping
Nyeri Kepala
Peningkatan dan penurunan berat badan
Nyeri payudara
Perasaan mual
Perubahan perasaan atau kegelisahan
Membutuhkan tindak minor untuk insersi dan pencabutan
Efektifitasnya menurun bila menggunakan obat tuberculosis dan obat epilepsy
Terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi
Indikasi Implan
Usia reproduksi, telah memiliki anak atau belum
Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan memiliki efektifitas tinggi.
Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi
Pasca persalinan dan tidak menyusui, pasca keguguran.
Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi.
Riwayat kehamilan ektopik
Tekanan darah > 180/110 mmhg, dengan masalah pembekuan darah, anemia.
Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen.
Sering lupa menggunakan pil
Kontra Indikasi :
Hamil / diduga hamil
Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
Benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi.
Miom uterus dan kanker payudara
Gangguan toleransi glukosa
Efek samping
Kondom rusak atau diperkirakan bocor (sebelum berhubungan)
Kondom bocor atau dicurigai ada curahan di vagina saat berhubungan.
Dicurigai adanya reaksi alergi (Spermisida)
Mengurangi kenikmatan hubungan seksual
Langkah-langkahnya:
a. Klien Daftar pendaftaran
b. Petugas Melakukan persiapan (Tempat,materi,alat bantu).
c. Petugas memberikan Salam
d. Petugas menanyakan tentang kebutuhan dan keinginan klien.
e. Petugas menjelaskan tentang hal hal yang berkaitan dengan Kontrasepsi dengan
memakai ABPK dan APE KB
f. Petugas membantu menentukan pilihan kontrasepsi yang sesuai dengan
keadaannya.
g. Petugas melakukan anamnesa dan inform consent kepada klien.
h. Petugas melakukan pemeriksaan dan penapisan.
i. Petugas memberikan pelayanan kontrasepsi Kondom.
j. Petugas menjelaskan kembali tentang hal-hal yang penting yang perlu diingat
seputar kontrasepsi kondom
Cara Kerja :
Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii.
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,
Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
Keuntungan IUD/AKDR
Sangat Efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.
Metode jangka panjang (10 tahun).
Tidak mempengaruhi hebengan seksual
Tidak ada efek samping hormonal
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
Dapat di pasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (bila tidak ada
terjadi infeksi)
Dapat digunakan sampai menopause
Membantu mencegah kehamilan ektopik dan tidak ada interaksi dengan obat- obat
Indikasi :
Tidak hamil
Usia Reproduksi, Gemuk / kurus.
Keadaan Nulipara
Menginginkan kontrasepsi jangka panjang
Setelah melahirkan menyusui atau tidak menyusui bayi.
Setelah abortus atau kegagalan kehamilan dan tidak terlihat infeksi
Ibu dengan penyakit yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormone
Kontra indikasi ;
Sedang hamil
Perdarahan vagina yang tidak diketahui
Sedang menderita infeksi alat genital.
Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus
septic.
Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim.
Diketahui penyakit TBC Pelvik
Kanker alat genital
Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
Efek Samping :
Amenorea
Kejang
Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur.
Benang yang hilang
Adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya PRP
Langkah-langkahnya:
a. Klien Daftar diloket pendaftaran
b. Petugas Melakukan persiapan (Tempat, materi, alat bantu).
c. Petugas memberikan Salam
d. Petugas menanyakan tentang kebutuhan dan keinginan klien.
e. Petugas menjelaskan tentang hal hal yang berkaitan dengan Kontrasepsi dengan
memakai ABPK dan APE KB
f. Petugas membantu menentukan pilihan kontrasepsi yang sesuai dengan
keadaannya.
g. Petugas melakukan anamnesa dan inform consent kepada klien.
h. Petugas melakukan pemeriksaan dan penapisan.
i. Petugas memberikan pelayanan kontrasepsi IUD.
j. Petugas menjelaskan kembali tentang hal-hal yang penting yang perlu diingat
seputar kontrasepsi IUD.
k. Petugas meminta klien untuk datang kembali bila diperlukan.
l. Petugas mencatat di kartu KB dan Regester KB
3.3 MOW
Adalah metode KB dengan melakukan pengikatan atau pemotongan pada tuba fallopi
(saluran yang menghubungkan kandung telur dengan rahim), yang bertujuan untuk
mencegah sel telur bertemu dengan sperma di saluran ini
Waktu Penggunaan:
Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah persalinan maupun pasca
keguguran (WHO Mec 2015)
Bila ada infeksi atau pasca abortus tidak aman tunda 3 bulan
Keuntungan:
Sangat efekti 0.5 kehamilan per 100 pengguna selama setahun pertama
Tidak mengganggu produksi ASI
Tidak mempengaruhi hubungan suami istri
Tidak ada efek samping hormonal
Keterbatasan
Harus melalui prosedur medis
Tidak melindungi dari infeksi menular seksual
Rasa nyeri atau tidak nyaman pasca tindakan
Yang dapat menjalani MOW
Usia > 35 tahun
Paritas > 2
Yakin dengan jumlah kehamilan yang diinginkan
Kehamilan berikutnya agan memberikan risiko kesehatan yang serius
Pasca persalinan dan pasca keguguran
Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
Kontraindikasi
Hamil atau dicurigai hamil
Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
Tidak boleh menjalani prosedur pembedahan
Ragu-ragu untuk menjalani prosedur
Tidak menandatangani persetujuan medis tertulis
b. Persiapan Gizi :
Peningkatan status gizi calon pengantin terutama perempuan melalui penanggulangan KEK
(Kekurangan Energi Kronis) dan anemia gizi besi serta defisiensi asam folat.
c. Status Imunisasi TT:
Pencegahan dan perlindungan diri yang aman terhadap penyakit tetanus dilakukan dengan
pemberian 5 dosis imunisasi TT untuk mencapai kekebalan penuh.
Status TT Interval ( selang waktu) Lama
TT I 0
TT II Seminggu setelah TT I 3 Tahun
TT III 6 bulan setelah TT II 5 Tahun
TT IV 1 Tahun setelah TT III 10 Tahun
TT V 1 Tahun setelah TT IV 25 Tahun
R. KONSELING
Konseling merupakan suatu bentuk komunikasi interpersonal yang khusus, yaitu suatu proses
pemberian bantuan yang dilakukan kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau
memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap klien meliputi fakta-fakta, harapan,
kebutuhan dan perasaan-perasaan klien.
Pelayanan konseling dimaksud merupakan proses informed choice, dimana klien telah
menentukan pilihan kontrasepsi berdasarkan informasi yang telah diterima secara lengkap.
Konseling lebih diutamakan untuk pasien baru serta dapat diberikan pra dan pasca pelayana n KB
oleh petugas medis dan paramedik terlatih yaitu dokter, bidan, perawat. Proses konseling terdiri dari 4
unsur kegiatan yaitu :
a. Pembinaan hubungan baik (rapport)
b. Penggalian informasi (identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri, dsb) dan
pemberian informasi (sesuai kebutuhan).
c. Pengambilan keputusan, pemecahan masalah, perencanaan.
d. Menindak lanjuti pertemuan.
Dalam ketrampilan konseling, hal-hal yang harus dilakukan oleh petugas yaitu:
1) Bertanya dengan pertanyaan terbuka
2) Mendorong klien untuk bertanya
3) Memperlakukan klien dengan hormat
4) Melayani klien secara pribadi
5) Mendiskusikan kunjungan berikutnya
6) Menanyakan kekhawatiran klien
7) Menggunakan alat bantu visual
8) Menggunakan rekam medis klien
9) Meyakinkan kerahasiaan klien.
Dalam menjalankan tugas konseling ini Departemen Kesehatan sudah menyusun alat bantu
pengambilan keputusan (ABPK)
S. HUBUNGAN KERJA DALAM PELAYANAN KB RUMAH SAKIT
Pelayanan KB di RS dilakukan secara terpadu oleh tim yang melibatkan unsur-unsur kesehatan
maupun non kesehatan. Seluruh unit/bagian dalam RS turut terlibat dalam mendukung layanan
tersebut terutama dalam KIE dan rujukan internal sehingga penjaringan calon akseptor potensial
meningkat. Disamping itu RS juga memiliki hubungan kerja dengan institusi lain diluar RS yang bersifat
koordinasi dan teknis medis layanan KB.
a. Koordinasi
Dalam melakukan kegiatan tersebut diatas, RS melakukan koordinasi dengan berbagai institusi
seperti BKKBN Pusat, Institusi KB di daerah, Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota), Dinas
Kesehatan, Asuransi, LSM dan sebagainya meliputi :
1. Promosi pelayanan KB RS
2. Pembiayaan
3. Penyediaan fasilitas, sarana/prasarana
4. Penyediaan SDM
5. Pelaporan
6. Monitoring dan evaluasi
7. Pelayanan KB diluar RS
b. Teknis Medis
RS bersama dengan organisasi profesi memiliki hubungan kerja yang bersifat teknis medis
layanan KB dalam rangka pemantapan dan peningkatan mutu pelayanan terutama penggunaan
metode/alat kontrasepsi/meliputi :
a. Pendidikan dan pelatihan
b. Sertifikasi
c. Jaga mutu
RS juga melakukan kemitraan dengan berbagai institusi seperti : Seminar, Institusi Pendidikan
Kesehatan, Klinik-klinik KB di luar rumah sakit, Rumah Bersalin, Puskesmas dan sebagainya.
BAB V
LOGISTIK
Tata cara penyimpanan alat/obat kontrasepsi yang baik merupakan upaya menjaga agar kualitas
alat/obat kontrasepsi tersebut selalu dalam kondisi yang baik aman untuk digunakan oleh klien KB.
Untuk itu, para petugas di klinik dan di lapangan perlu memperhatikan pedoman dasar alat/obat
kontrasepsi yang isinya antara lain sebagai berikut.
Bersihkan dan sterilisasi tempat penyimpanan alat/obat kontraspsi secara teratur
Simpan alat/obat kontrasepsi dalam keadaan kering, tidak lembab, \ X mendapat ventilasi
udara yang baik, dan tidak terkena sinar matahari langsung
Pastikan bahwa alat pengaman bahaya kebakaran berada dalam kondisi baik, serta siap
dan mudah digunakan/diambil
Tempatkan dus kondom terbuat dari karton, agar dijauhkan dari sumber lisrik/lampu,
untuk mencegah bahaya kebakaran
Tempatkan dus penyimpanan alat/obat kontrasepsi (yang berada di gudang):
1. Kurang lebih 10 cm di atas lantai
2. Kurang lebih 30 cm dari tembok atau dinding
3. Tinggi susunan dus tidak lebih dari 2,5 meter
Agar diatur dus karton sedemikian rupa sehingga kartu identitas/label yang berisi batas waktu
kadaluarsa atau waktu pembuatan di pabrik dapat mudah dilihat
Tempatkan alat/obat kontrasepsi pada posisi yang memungkinkan untuk pendistribusian pada
sistem FEFO (first expire-first out distribution yaitu alat/obat kontrasepsi yang lebih awal
kadaluarsanya, agar lebih awal didistribusikan/dipakai oleh klien)
Tempatkan tiap jenis alat/obat kontrasepsi secara terpisah, dan jauhkan dari bahan-bahan
yang mengandung insektisida, bahan kimia, arsip tua/lama, peralatan kantor dan material lain
Pisahkan alat dan obat kontrasepsi yang sampai pada batas kadaluarsa, sesuai dengan
ketentuan pemerintahan atau Donor Agency/pemberi bantuan
Pastikan bahwa penyimpanan alat/obat kontrasepsi benar-benar dalam posisi aman
Sistem Distribusi Dengan Cara FEFO
Untuk memastikan bahwa alat/obat kontrasepsi belum sampai pada batas kadaluarsa pada wkatu
disalurkan ke klien, maka perlu ditetapkan kebijakan FEFO ( first expire, first out), sebagai pengganti
sistem yang lama yaitu FIFO (first in first out). Kebijakan ini harus diinformasikan ke seluruh jajaran
petugas (klinik dan lapangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada FEFO:
• Teliti setiap dus alat/obat kontrasepsi yang tiba di gudang atau fasilitas pelayanan (RS,
Puskesmas, Klinik), kapan waktu kadaluarsa
• Letakan setiap dus alat/obat kontrasepsi sesuai dengan urutan waktu kadaluarsa. Letak dus
alat/obat kontrasepsi paling atas adalah alat/obat kontrasepsi yang masa kadaluarsanya paling
tua/dekat. Pastikan bahwa alat/obat kontrasepsi tersebut mudah terllihat dan mudah diambil
oleh petugas untuk disalurkan ke klien
• Umumkan kepada petugas lain agar menggunakan alat/obat kontrasepsi yang masa
kadaluarsanya paling tua terlebih dahulu pastikan untuk tidak menyalurkan alat/obat kontrasepsi
yang masa kadaluarsanya telah lewat
Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Untuk Penjagaan Kualitas Alat/Obat Kontrasepsi
Pengamatan alat/obat kontrasepsi secara visual dapat dilakukan apabila secara fisik terlihat adanya
adanya tanda-tanda kelainan sebagai berikut. Jangan digunakan apabila terdapat tanda-tanda:
a. Pil KB
Pil terlihat rusak (pecah-pecah, rapuh/remuk, berubah warna)
Aluminium pembungkus rusak
Pada paket/strip, ada pil yang hilang
Pil terlihat buruk/rusak (ada bintik cokelat, mudah pecah)
b. Kondom
Kondom terlihat rusak
Kemasan kondom terbuka/bocor
Segel kemasan tidak utuh
c. Implan
Kemasan steril sudah rusak/terbuka
d. AKDR
Kemasan steril sudah rusak/terbuka
Catatan: Efektivitas AKDR Cu tidak berkurang bila Cu-nya terlihat gelap atau ada
noda/bintik hitam.
e. Suntik KB
Cairan memadat, walaupun sudah dicocok
Catatan: Bila cairan obat suntik terpisah, kocok dahulu sebelum digunakan.
Guna mengetahui apakah obat/alat kontrasepsi yang tersimpan dalam gudang atau tempat
penyimpanan di RS/Klinik KB masih berada dalam kualitas yang baik dan aman untuk disalurkan ke klien,
perlu dilakukan pengamatan mutu terhadap fisik alat/obat kontrasepsi secara terbuka
Manajer atau penyelia yang mengunjungi tempat penyimpanan alat/obat kontrasepsi yang
perlu mengobservasi dan melakukan pengamatann dengan menggunakan Daftar Tilik.
Penggunaan Daftar Tilik dilakukan dengan cara mengisi pada kolom Ya/Tidak. Jawaban Tidak,
dapat mengindikasinkan permasalahan yang perlu diperhatikan dan dicarikan jalan keluarnya
Lakukan pencatatan dan pelaporan atas temuan yang ada untuk mendapatkan solusi yang baik.
Table 4 : Distribusi Alat Kontrasepsi di RS Siti Khodijah
Jenis Alat
No Ruangan Jumlah
Kontrasepsi
Poliklinik
1. AKDR
Kandungan
Kamar
2. AKDR
Bersalin
Ruang Rawat
3. Tidak Tersedia
Inap
4. PONEK AKDR
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat pasien lebih aman
yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil dalam pelaksanaan pelayanan KB di rumah sakit.
Jenis insiden keselamatan pasien yang mungkin terjadi di Pelayanan KB rumah sakit, meliputi
:
a. Kejadian Sentinel,
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD),
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC),
d. Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
e. Kondisi Potensial Cedera Signifikan (KPCS).
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit khususnya pada pelayanan Keluarga
Berencana.
2. Menurunkan dan atau melakukan pencegahan terkait kejadian insiden keselamatan pasien di
Rumah Sakit.
A. PENGERTIAN
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit adalah adalah segala kegiatan untuk
menjamin serta melindungi keselamatan dan Kesehatan sumber daya manusia yang bekerja di rumah
sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit dengan upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab XII Pasal 164 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya Kesehatan dan mudah terjangkit penyakit.
B. TUJUAN
Menciptakan suatu sistem kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit dengan melibatkan
unsur manajemen, karyawan, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah
dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
C. KESELAMATAN KERJA
Kegiatan / tugas yang dilaksanakan pada pelayanan KB di RS umumnya mempunyai dampak
resiko tinggi terhadap kesehatan petugas.
Upaya yang dilakukan agar petugas tidak berisiko tinggi terhadap dampak dari melaksanakan
pekerjaannya, maka petugas harus :
1. Memakai SarungTangan
2. Memakai Masker
3. Fasilitas wastafel yang dilengkapi dengan skin desinfektan dan air mengalir
4. Safety Box
5. Apron
6. Cuci tangan dengan prinsip 5 momen dan 6 langkah cuci tangan
7. Penanganan sanitasi dan limbah tajam
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu merupakan teknik dan aktivitas terencana yang dilakukan untuk mencapai,
mempertahankan, serta meningkatkan kualitas pelayanan Keluarga Berencana di rumah sakit, agar sesuai
standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat memenuhi kepuasan pasien.
Langkah-langkah dalam proses pengendalian mutu dalam pelayanan KB di rumah sakit mengacu
pada tahap-tahap sebagai berikut :
1. Memahami kebutuhan akan pentingnya peningkatan mutu pelayanan Keluarga Berencana di rumah
sakit
2. Melakukan identifikasi masalah mutu yang ada.
3. Mememilih prioritas masalah yang akan dievaluasi.
4. Mencari akar penyebab prioritas masalah.
5. Merencanakan solusi atas prioritas masalah.
6. Melaksanakan perbaikan
Kegiatan yang dilakukan dalam proses pengendalian mutu, meliputi proses penentuan
indikator mutu, pencatatan dan pelaporan indikator mutu, validasi dan analisa indikator mutu
sebagai bahan dalam melaksanakan perbaikan mutu
A. PENGERTIAN
Manajemen Risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi,
mengendalikan, dan berusaha menghindari, meminimalkan, atau bahkan menghilangkan risiko yang
mungkin terjadi di area tersebut.
B. TUJUAN
Menjamin Rumah Sakit dapat memahami, mengukur, serta memonitor berbagai
macam risiko yang terjadi dan juga memastikan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat dapat
mengendalikan berbagai macam risiko yang ada.
Demikian Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana di RS Siti Khodijah ini dibuat sebagai
kerangka acuan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan khususnya pada pelayanan KB di
rumah sakit. Kami berharap dengan adanya Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana ini, kinerja
SDM unit pelayanan KB dapat berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan guna meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan
Pada akhirnya Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit ini dapat
digunakan sebagai dasar acuan dalam penyelenggaraan pelayanan untuk peningkatan mutu
secara berkelanjutan.